laporan pendahuluan halusinasi
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
HALUSINASI
Oleh :
Bernanda Andrilyus Pelafu 462007039
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2010
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Masalah Utama
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan
dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal
atau eksternal) disertai dengan suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi atau
kelainan berespon terhadap semua stimulus (Towsend, 1998). Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi, suatu pencerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis, 1998).
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi
pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Individu yang mengalami halusinasi
seringkali beranggapan sumber atau penyebab halusinasi itu berasal dari
lingkungannya, padahal rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan
perlindungan diri secara psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan
rasa bersalah, rasa sepi, marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang diicintai, tidak
dapat mengendalikan dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri. (Budi Anna
Keliat, 1999).
Tanda dan Gejala:
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri,
secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti
sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang
dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi:
1. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
Menggerakkan bibir tanpa bicara
Gerakan mata cepat
Bicara lambat
Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis: cemas, konsentrasi menurun, ketidakmampuan membedakan nyata
dan tidak nyata
3. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis: cenderung mengikuti halusinasi, kesulitan berhubungan dengan orang
lain, perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah, kecemasan berat
(berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk).
4. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis: pasien mengikuti halusinasi, tidak mampu mengendalikan diri, tidak
mamapu mengikuti perintah nyata, beresiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan. (Budi Anna Keliat, 1999).
2. Penyebab
Yang menjadi penyebab atau sebagai triger munculnya halusinasi antara lain
klien menarik diri dan harga diri rendah. Akibat rendah diri dan kurangnya
keterampilan berhubungan sosial klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak
selanjutnya klien akan lebih terfokus pada dirinya. Stimulus internal menjadi lebih
dominan dibandingkan stimulus eksternal. Klien lama kelamaan kehilangan
kemampuan membedakan stimulus internal dengan stumulus eksternal. Kondisi ini
memicu terjadinya halusinasi.
Tanda dan gejalanya dilihat dari beberapa aspek, yaitu :
a. Aspek fisik :
-Makan dan minum kurang
-Tidur kurang atau terganggu
-Penampilan diri kurang
-Keberanian kurang
b. Aspek emosi :
-Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
-Merasa malu, bersalah
-Mudah panik dan tiba-tiba marah
c. Aspek sosial
- Duduk menyendiri
- Selalu tunduk
- Tampak melamun
- Tidak peduli lingkungan
- Menghindar dari orang lain
- Tergantung dari orang lain
d. Aspek intelektual
- Putus asa
- Merasa sendiri, tidak ada sokongan
- Kurang percaya diri
3. Akibat
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya sehingga
bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (risiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi sudah
sampai fase ke IV, di mana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh
isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap
lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain
bahkan merusak lingkungan.
Tanda dan gejala: muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat, sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan,
memukul jika tidak senang.
C. Pohon Masalah
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Isolasi sosial : menarik diri
Harga diri rendah
Perubahan sensori perseptual: halusinasi
D. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
1. Masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang
kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri
sendiri/orang lain.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
Data Subjektif :
- Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus
nyata
- Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
- Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
- Klien merasa makan sesuatu
- Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
- Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
- Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif :
- Klien berbicara dan tertawa sendiri
- Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
- Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
- Disorientasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
Data Subyektif :
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data Obyektif :
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi sedih,
Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat tidur,
Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan
E. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan sensori persepsi : halusinasi
2. Isolasi sosial : menarik diri
F. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa I : perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi seanjutnya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2.2 Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa
stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah ada teman bicara
2.3 Bantu klien mengenal halusinasinya
a. Tanyakan apakah ada suara yang didengar
b. Apa yang dikatakan halusinasinya
c. Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat sendiri
tidak mendengarnya.
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien
2.4 Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
2.5 Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah, takut,
sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
( tidur, marah, menyibukkan diri dll).
3.2 Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian
3.3 Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
a. Katakan “ saya tidak mau dengar”
b. Menemui orang lain
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
d. Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak bicara
sendiri
3.4 Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara bertahap.
3.5 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
3.6 Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
3.7 Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi.
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan :
4.1 Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan rumah):
a.Gejala halusinasi yang dialami klien
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keuarga untuk memutus
halusinasi
c.Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
d. Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
5.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat minum
obat
5.2 Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
5.3 Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping minum
obat yang dirasakan
5.4 Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
5.5 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.
Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri
Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas
tentang topik, tempat dan waktu.
1.2. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
1.3. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru,
tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
2.2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik
diri atau mau bergaul
2.3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
2.4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
3.1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain.
a.Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
c.Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.2 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
a.Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang
lain
b. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain
c.Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan :
4.1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain.
4.2. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
- K – P
- K – P – P lain
- K – P – P lain – K lain
- K – Kel/Klp/Masy
4.3. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
4.4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
4.6. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
Tindakan :
5.1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang
lain
5.2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang
lain
5.3. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan orang lain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan :
6.1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
- Salam, perkenalan diri
- Jelaskan tujuan
- Buat kontrak
- Eksplorasi perasaan klien
6.2. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
- Perilaku menarik diri
- Penyebab perilaku menarik diri
- Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
- Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
6.3. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain
6.4. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal
satu kali seminggu
6.5. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Stuart GW Sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I. Jakarta: EGC.
Keliat BA. 1999. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Jakarta: FIK UI.
Keliat BA. 1999. Proses kesehatan jiwa Edisi 1. Jakarta: EGC.
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondohutomo.
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1. Bandung: RSJP
Bandung.
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)
HALUSINASI
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien:
- Klien sering menyendiri di kamar
- Klien sering tertawa dan tersenyum sendiri
- Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membisiki dan isinya tidak
jelas serta melihat setan-setan.
2. Diagnosa keperawatan:
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1) Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Pasien dapat mengontrol halusinasinya
3) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
b. Tindakan Keperawatan
1) Membantu pasien mengenali halusinasi.
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi Saudara dapat melakukannya
dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang
didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi
yang menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi muncul
2) Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar mampu
mengontrol halusinasi Saudara dapat melatih pasien empat cara yang sudah
terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi:
a) Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi
dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk
mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan
halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan
diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap
ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti
apa yang ada dalam halusinasinya.
Tahapan tindakan meliputi:
Menjelaskan cara menghardik halusinasi
Memperagakan cara menghardik
Meminta pasien memperagakan ulang
Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien
b) Bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi
distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan
yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah satu cara yang
efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan
orang lain.
c) Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan
diri dengan aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal,
pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali
mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami halusinasi bisa
dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur
dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.
Tahapan intervensinya sebagai berikut:
Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi.
Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien
Melatih pasien melakukan aktivitas
Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang
telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi
sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu.
Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan penguatan
terhadap perilaku pasien yang positif.
d) Menggunakan obat secara teratur
Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk
menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan
jiwa yang dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga
akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka
untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien
perlu dilatih menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat:
Jelaskan guna obat
Jelaskan akibat bila putus obat
Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar obat,
benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)
SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi
dengan cara pertama: menghardik halusinasi
ORIENTASI:
”Selamat pagi bapak, kenalkan nama saya Bernanda Andrilyus Pelafu, cukup panggil saya
Nanda. Saya Mahasiswa keperawatan Universitas Kristen Satya Wacana yang akan merawat
bapak. Nama bapak siapa? Bapak Senang dipanggil apa?”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini?” Mengapa bapak bisa
berada di tempat ini?
”Baiklah, bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara yang selama ini bapak dengar tetapi
tidak tampak wujudnya? Dimana kita duduk? Diruang tamu? Berapa lama? Bagaimana
kalau 30 menit.”
KERJA:
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada bentuknya? Apa yang suara itu bilang ke
bapak?”
”Apakah suara itu terus-menerus terdengar atau cuma sewaktu-waktu? Kapan yang paling
sering bapak dengar suara itu? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa suara itu
terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
”Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara
itu bisa hilang atau masih terdengar? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk
mencegah suara-suara itu muncul?
”Bapak, ada empat cara untuk mencegah suara itu muncul. Pertama, dengan mengusir suara
tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Ketiga, melakukan
kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan mengusir suara-suara yang
muncul tersebut.”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang, pergi saya
tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Kamu tidak nyata. Begitu
diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan lagi! Nah begitu,
… bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak sudah bisa”
TERMINASI:
”Bagaimana perasaan bapak setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu muncul
lagi, silakan coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam
berapa saja latihannya bapak? (Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan
latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa?Bagaimana kalau
dua jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih? Dimana tempatnya.”
”Baiklah, sampai jumpa.”