laporan pendahuluan mobilisasi
DESCRIPTION
hjgTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN MOBILISASI
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (A. Aziz Alimul H. 2009).
NANDA Internasional mendefinisikan gangguan mobilisasi fisik sebagai
keterbatasan pada kemandirian, gerakan fisik pada tubuh, atau satu atau lebih
ekstremitas (Ackley dan Ladwign, 2006 dalam Fundamental Keperawatan Potter
dan Perry Edisi 7 Buku 3). Gangguan tingkat mobilisasi fisik klien sering
disebabkan oleh restriksi gerakan dalam bentuk tirah baring, restriksi fisik karena
peralatan eksternal (misalnya gips atau traksi rangka), restriksi gerakan volunter,
atau gangguan fungsi motorik dan rangka.
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas),
misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada
ekstremitas, dan sebagainya (A. Aziz Alimul H. 2009).
Gangguan mobilisasi adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan
pergerakan fisik secara mandiri yang dialami oleh seseorang. Penyebab imobilitas
fisik bermacam-macam dan dapat dikategorikan berhubungan dengan lingkungan
internal dan eksternal.
B. SISTEM TUBUH YANG BERPERAN DALAM KEBUTUHAN AKTIVITAS
1. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi
mekanis untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi
sebagai tempat penyimpanan mineral khusunya kalsium dan fosfor yang bisa
dilepaskan setiap saat sesuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum tulang dalam
membentuk sel darah, dan fungsi pelindung organ-organ dalam.
Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan pelvis,
tulang kuboid seperti tulang vertebra dan tulang tarsalia, dan tulang panjang
seperti tulang femur dan tibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar pada
kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian ujung tulang panjang dilapisi
oleh kartilago dan secara anatomis terdiri dari epifisis, metafisis, dan diafisis.
Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang yang terpisah dan lebih
elastis padas masa anak-anak serta akan menyatu pada masa dewasa (A. Aziz
Alimul H. 2009).
2. Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak
sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta
dihubungkan dengan tulang melalui tendon, yaitu suatu jaringan ikat yang
melekat dengan sangat kuat pada tempat insersinya tulang. Terputusnya tendon
akan mengakibatkan kontraksi otot tidak dapat menggerakkan organ di tempat
insersi tendon yang bersangkutan, sehingga diperlukan penyambungan atau
jahitan agar dapat berfungsi kembali (A. Aziz Alimul H. 2009).
3. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.
Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu jika
terputus akan mengakibatkan ketidakstabilan (A. Aziz Alimul H. 2009).
4. Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otot dan medulla spinalis) dan
sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki
bagian somatis dan otonom. Bagian somatis memiliki fungsi sensorik dan
motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur
tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum, sedangkan
kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan terganggunya daerah yang diinsersi,
dan kerusakan pada saraf radial akan mengakibatkan drop hand atau gangguan
sensorik di daerah radial tangan (A. Aziz Alimul H. 2009).
5. Sendi
Merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat
segmentasi dari kerangka tubuh dan memungkinkan gerakan antarsegmen dan
berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya
sendi sinovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang berhadapan dilapisi
oleh kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul sendi dan berisi cairan
sinovial. Selain itu terdapat juga sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan sendi
lainnya (A. Aziz Alimul H. 2009).
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MOBILISASI
1. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-
hari (A. Aziz Alimul H. 2009).
2. Proses penyakit/Cedera
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi karena dapat
memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita
fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas
bagian bawah. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena
adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya
klien harus istirahat di tempat tidur karena mederita penyakit tertentu (A. Aziz
Alimul H. 2009).
3. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi kebudayaan.
Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki
kemampuan mobilisasi yang kuat, sebaliknya ada orang yang mengalami
gangguan mobilisasi (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk
beraktivitas (A. Aziz Alimul H. 2009).
4. Tingkat energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup. Seseorang
yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan orang sehat
apalagi dengan seorang pelari (A. Aziz Alimul H. 2009).
5. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilisasi pada tingkat usia yang berbeda.
Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan
dengan perkembangan manusia. Usia berpengaruh terhadap kemampuan
seseorang dalam melakukan mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan
untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan (A.
Aziz Alimul H. 2009).
D. JENIS-JENIS MOBILISASI
1. Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi saraf motoris
volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang (A.
Aziz Alimul H. 2009).
2. Mobilisasi sebagian
Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan yang jelas sehingga tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal
ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan
traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilisasi sebagian pada ekstremitas
bawah karena kehilangan kontrol motoris dan sensoris (A. Aziz Alimul H.
2009).
Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, seperti
adanya dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilisasi sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya tetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya sistem saraf yang reversibel. Contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, dan untuk kasus
poliomielitis terjadi karena terganggunya sistem saraf sensorik dan motorik.
E. JENIS-JENIS IMOBILISASI
1. Imobilitas fisik: kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang
disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya piker, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak
akibat suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat disebabkan karena bedah amputasi
ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan
sesuatu yang paling dicintai.
4. Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat
memengaruhi perannya dalam kehidupan social (A. Aziz Alimul H. 2009).
F. PERUBAHAN SISTEM TUBUH AKIBAT IMOBILISASI
Dampak dari imobilisasi dalam tubuh dapat mempengaruhi sistem tubuh,
seperti perubahan pada metabolism tubuh, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal,
perubahan sistem pernapasan, perubahan kardiovaskular, perubahan system
musculoskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan buang
air kecil), dan perubahan perilaku.
1. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilisasi dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilisasi dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme di
dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya basal metabolism
rate (BMR) yang menyebabkan berkurangnya energi untuk perbaikan sel-sel
tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan oksigenasi sel (Fundamental
Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3)
2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilisasi akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi
protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh.
Di samping itu, berkurangnya perpindahan cairan dari intravascular ke
interstisial dapat menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit (Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku
3).
3. Gangguan Fungsi Gastriointestinal
Imobilisasi dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini
disebabkan karena imobilisasi dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna,
sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan,
seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan
gangguan proses eliminasi (Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7
Buku 3).
4. Perubahan Sistem Pernapasan
Akibat imobilisasi, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun,
dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme
terganggu (Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3).
5. Perubahan Kardiovaskular
Sistem kardiovaskular juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga
perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung,
dan pembentukan thrombus. Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan
darah sistolik 25 mmHg dan diastolik 10mmHg ketika klien bangun dari posisi
berbaring atau duduk ke posisi berdiri. Pada klien imobilisasi, terjadi
penurunan sirkulasi volume cairan, pengumpulan darah pada ekstremitas
bawah, dan penurunan respon otonom. (McCance and Huether, 1994 dalam
Fundamental Keperawatan Perry dan Potter Ed. 4, Vol.2).
6. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskeletal sebagai dampak dari
imobilisasi adalah sebagai berikut: (Fundamental Keperawatan Potter dan
Perry Edisi 7 Buku 3).
a. Gangguan Muskular
Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat menyebabkan
turunnya kekuatan otot secara langsung. Menurunnya fungsi kapasitas otot
ditandai dengan menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot
dapat menyebabkan atropi pada otot. Sebagai contoh, otot betis seseorang
yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih kecil
selain menunjukkan tanda lemah atau lesu.
b. Gangguan Skeletal
Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal, misalnya
akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur
merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi
yang disebabkan atropi dan memendeknya otot.
7. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit
karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilisasi dan terjadinya iskemia
serta nekrosis jaringan superficial dengan adanya luka decubitus sebagai akibat
tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan (Fundamental
Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3)
8. Perubahan Eliminasi
Eliminasi urine klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada posisi tegak
lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan
kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika klien dalam posisi rekumben atau
datar, ginjal dan ureter membentuk garis datar seperti pesawat. Ginjal yang
membentuk urine harus masuk ke dalam kandung kemih melawan gaya
gravitasi. Akibat kontraksi peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan
gaya gravitasi, pelvis ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk ke dalam ureter
(Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3).
9. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilisasi, antara lain timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur,
dan menurunnya koping mekanisme. Terjadinya perubahan perilaku tersebut
merupakan dampak imobilisasi karena selama proses imobilisasi seseorang akan
mengalami perubahan peran, konsep diri, kecemasan, dan lain-lain
(Fundamental Keperawatan Potter dan Perry Edisi 7 Buku 3).
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada masalah pemenuhan kebutuhan mobilitas dan imobilitas
adalah sebagai berikut:
1. Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status perkawinan :
Agama :
Suku :
Alamat :
Tanggal masuk :
Tanggal pengkajian :
Sumber Informasi :
Diagnosa masuk :
2. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan/gangguan dalam mobilisasi dan imobilisasi,
seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilisasi dan
imobilisasi, daerah terganggunya mobilitas dan imobilitas, dan lama terjadinya
gangguan mobilitas.
3. Riwayat Keperawatan Penyakit yang Pernah Diderita
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan mobilisasi, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis
(kecelakaan cerebrovascular, trauma kepala, peningkatan tekanan intracranial,
miastenia gravis, guillain barre, cedera medulla spinalis, dan lain-lain), riwayat
penyakit sistem kardiovaskular (infark miokard, gagal jantung kongestif),
riwayat penyakit musculoskeletal (osteoporosis, fraktur, artritis), riwayat
penyakit sistem pernapasan (penyakit paru obstruksi menahun, pneumonia, dan
lain-lain), riwayat pemakaian obat, seperti sedative, hipnotik, depresan sistem
saraf pusat, laksania, dan lain-lain.
4. Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki
kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau
spastis.
5. Kemampuan Mobilisasi
Pengkajian kemampuan mobilisasi dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah
tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:
Tingkat
Aktivitas/Mobilisasi
Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara
penuh.
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat.
Tingkat 2Memerlukan bantuan atau pengawasan
orang lain.
Tingkat 3Memerlukan bantuan, pengawasan
orang lain, dan peralatan.
Tingkat 4
Sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan.
6. Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah
seperti bahu, siku, lengan, panggul dan kaki.
Tipe Gerakan
Derajat
Rentang
Normal
Leher, Spina, Servikal
Fleksi : menggerakkkan dagu menempel ke dada 45
Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak 45
Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang sejauh
mungkin
10
Fleksi Lateral : memiringkan kepala sejauh mungkin
ke arah setiap bahu
40-45
Rotasi : memutar kepala sejauh mungkin dalam
gerakan sirkuler
180
Bahu
Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping
tubuh ke depan ke posisi di atas kepala
180
Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi semula 180
Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping di atas
kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala
180
Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan
menyilang tubuh sejauh mungkin
320
Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu
dengan menggerakan lengan sampai ibu jari
menghadap ke dalam dan ke belakang
90
Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan
sampai ibu jari ke atas dan samping kepala
90
Lengan Bawah
Supinasi : memutar lengan bawah dan tangan sehingga
telapak tangan menghadap ke atas
70-90
Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak
tangan menghadap ke bawah
70-90
Pergelangan Tangan
Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi dalam
lengan bawah
80-90
Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari,
tangan, dan lengan bawah berada dalam arah yang
sama
80-90
Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan tangan
miring (medial) ke ibu jari
Sampai 30
Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan tangan
miring (lateral) ke arah lima jari
30-50
Jari-jari Tangan
Fleksi : membuat pergelangan 90
Ekstensi : meluruskan jari tangan 90
Hiperekstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke
belakang sejauh mungkin
30-60
Ibu Jari
Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang permukaan
telapak tangan
90
Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjauh dari
tangan
90
Pinggul
Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan atas 90-120
Ekstensi : menggerakkan kembali kesamping tungkai
yang lain
90-120
Lutut
Fleksi : menggerakkan tumit ke arah belakang paha 120-130
Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai 120-130
Mata Kaki
Dorsifleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari
kaki menekuk ke atas
20-30
Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari
kaki menekuk kebawah
45-50
7. Perubahan Intoleransi Aktivitas
Pengkajian intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan perubahan pada
sistem pernapasan, antara lain : suara napas,analisa gas darah, gerakan dinding
thorak, adanya mucus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat
respirasi. Pengkajian intoleransi aktivitas terhadap perubahan sistem
kardiovaskular, seperti nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer,
adanya thrombus, serta perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau
perubahan posisi.
8. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral
atau tidak. Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan:
SkalaPersentase
Kekuatan NormalKarakteristik
0 0 Paralisis sempurna.
1 10Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
di palpasi atau dilihat
2 25Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
3 50Gerakan yang normal melawan
gravitasi
4 75Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh
9. Perubahan Psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi,
perubahan dalam mekanisme koping, dan lain-lain.
10. Kaji Batasan Karakteristik
Kerusakan Mobilitas Fisik
- Postur tubuh tidak stabil selama melakukan aktivitas rutin
- Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
- Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
- Tidak ada koordinasi gerak atau gerakan tak ritmis
- Keterbatasan ROM
- Sulit terbalik
- Perubahan gaya berjalan
- Penurunan waktu reaksi
- Gerakan menjadi napas pendek
- Usaha yang kuat untuk perubahan gerak
- Gerak lambat
- Gerakan menyebabkan tremor
11. Kaji Faktor yang Berhubungan
Kerusakan mobilitas fisik
- Pengobatan
- Terapi pembatasan gerak
- Kurang pengetahuan mengenai manfaat pergerakan fisik
- IMT di atas 75% sesuai dengan usia
- Kerusakan sensori persepsi
- Nyeri, tidak nyaman
- Kerusakan musculoskeletal dan neuromuscular
- Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot, control dan atau massa
- Keengganan untuk memulai gerak
- Gaya hidup menetap, tidak fit
- Malnutrisi umum atau spesifik
- Kehilangan integritas struktur tulang
- Keterlambatan perkembangan
- Kekakuan sendi atau kontraktur
- Keterbatasan daya tahan kardiovaskular
- Berhubungan dengan metabolisme selular
- Keterbatasan lingkungan fisik atau social
- Kepercayaan terhadap budaya berhubungan dengan aktivitas yang tepat
disesuaikan dengan umur
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko Sindrom Disuse
2. Hambatan Mobilitas di Tempat Tidur
3. Hambatan Mobilitas Fisik
4. Hambatan Mobilitas Berkursi Roda
5. Hambatan Kemampuan Berpindah
6. Hambatan Berjalan
D. PELAKSANAAN (TINDAKAN) KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan posisi tubuh
sesuai kebutuhan pasien serta melakukan latihan ROM pasif dan aktif (Yulia
Suparmi, dkk, 2010)
(2) Pengaturan Posisi Tubuh Sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat
disesuaikan dengan tingkat gangguan, seperti posisi fowler, sim,
trendelenburg, dorsal recumbent, lithotomi, dan genu pectoral.
a. Posisi fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala
tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk
mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
Cara:
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Dudukkan pasien
- Berikan sandaran/bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur,
untuk posisi semifowler (30-45o) dan untuk fowler 90o
- Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk
b. Posisi Sim
Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau miring ke kiri. Posisi ini
dilakukan untuk memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus
(supositoria).
Cara:
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan
posisi badan setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan
ditekuk diarahkan ke dada
- Tangan kiri diatas kepala atau di belakang punggung dan tangan kanan
diatas tempat tidur
- Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup dan
kaki kanan lurus, lutut dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada
- Tangan kanan diatas kepala atau di belakang punggung dan tangan kiri
diatas tempat tidur
c. Posisi Trendelenburg
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih
rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan
peredaran darah ke otak.
Cara:
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Pasien dalam keadaan berbaring telentang, letakkan bantal di antara kepala
dan ujung tempat tidur pasien, dan berikan bantal di bawah lipatan lutut
- Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat
tidur khusus dengan meninggikan bagian kaki pasien
d. Posisi Dorsal Recumbent
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik
atau direnggangkan) diatas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat
dan memeriksa genitalia serta pada proses persalinan.
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakaian bawah dibuka
- Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat tidur,
dan renggangkan kedua kaki
- Pasang selimut
e. Posisi Litotomi
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan
menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa
genitalia pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
Cara:
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Pasien dalam keadaan berbaring telentang, kemudian angkat kedua
pahanya dan tarik ke arah perut
- Tungkai bawah membentuk sudut 90o terhadap paha
- Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi lithotomi
- Pasang selimut
f. Posisi Genu Pectoral
Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
menempel pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk
memeriksa daerah rectum dan sigmoid.
Cara:
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan
dada menempel pada kasur tempat tidur
- Pasang selimut pada pasien
(2) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, disabilitas, atau
trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas.
Latihan berikut dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan
otot serta memelihara mobilitas persendian (A. Aziz Alimul H. 2009).
a. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
Cara:
- Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk
dengan lengan
- Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang
pergelangan tangan pasien
- Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin
- Catat perubahan yang terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Alimul H., A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta: Salemba Medika
Dochterman, Joanne Mccloskey. 2004. Nursing Intervention Classification.
America: Mosby
Heater Herdman, T.2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan 2012-
2014.Jakarta: EGC
Perry, Potter. 2010. Fundamental Keperawatan Buku 3 Edisi 7.Jakarta: Salemba
Medika
Suparmi, Yulia, dkk. 2010. Panduan Praktik Keperawatan. Yogyakarta: PT Citra
Aji Pramana
Swanson, Elizabeth. 2008. Nursing Outcome Classification. America: Mosby