laporan pendahuluan phlegmon

29
LAPORAN PENDAHULUAN PHLEGMON DI RUANG OBSERVASI INTENSIF(ROI) RSUD DR SOETOMO SURABAYA Oleh: NANANG EKO PRASETYO, Amd.Kep RSUD BHAKTI DHARMA HUSADA - SURABAYA

Upload: nanangeko

Post on 04-Oct-2015

460 views

Category:

Documents


84 download

DESCRIPTION

Laporan Pendahuluan Phlegmon disusun dalm memenuhi tugas pelatihan anestesi

TRANSCRIPT

LAPORAN PENDAHULUAN PHLEGMON DI RUANG OBSERVASI INTENSIF(ROI) RSUD DR SOETOMO SURABAYA

Oleh:

NANANG EKO PRASETYO, Amd.Kep

RSUD BHAKTI DHARMA HUSADA - SURABAYA

PELATIHAN PERAWAT ANESTESI

SMF ANESTESI DAN REANIMASI

RSUD DR. SOETOMO SURABAYA2015

LEMBAR PErsetujuan

Laporan Pendahuluan Phlegmon di Ruang Observasi Intensif(ROI) RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Surabaya, Maret 2015

Penulis

Nanang Eko Prasetyo, Amd,Kep.

Pembimbing Akademik

Yeti Rohalina

Pembimbing Klinik

Nurul

Mengetahui,

Kepala Ruangan

NurulBAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ruang submandibular dan sublingual, meskipun berbeda secara anatomis, harus dianggap sebagai suatu unit karena kedekatan dan keterlibatan ganda infeksi yang sering odontogenik. Ruang ini terletak di antara superior mukosa mulut dan otot mylohiod inferior. Infeksi gigi molar dan premolar pertama sering mengalir ke ruang ini karena Apeks akarnya berada di superior otot mylohiod. Angina Ludwig adalah sebuah peradangan akut, selulitis dari ruang submandibula dan sublingual bilateral dan ruang submental.Sebuah sensasi tersedak dan sesak napas (angina) sering dikombinasikan dengan nama penulis (Wilhelm Friedrich von Ludwig) yang sepenuhnya menggambarkan kondisi yang berpotensi fatal pada tahun 1836.

Angina Ludwig atau dikenal sebagai Angina Ludovici, pertama kali dijelaskan oleh Wilheim Frederickvon Ludwig pada tahun 1836 sebagai suatu selulitis atau infeksi jaringan ikat leher dan dasar mulut yang cepat menyebar. Ia mengamati bahwa kondisi ini akan memburuk secara progesif bahkan dapat berakhir pada kematian dalam waktu 10 12 hari .

Angina Ludwig merupakan peradangan selulitis atau flegmon dari bagian superior ruang suprahioid. Ruang potensial ini berada antara otot-otot yang melekatkan lidah pada tulang hiod dan milohiodeus.2 Angina Ludwig juga salah satu bentuk abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fascia leher sebagai akibat perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Tergantung ruang mana yang terlibat, gejala dan tanda klinis setempat berupa nyeri dan pembengkakkan akan menunjukkan lokasi infeksi.

Walaupun biasanya penyebaran yang luas terjadi pada pasien imunokompromise, angina Ludwig juga bisa berkembang pada orang yang sehat. Faktor predisposisinya berupa karies dentis, perawatan gigi terakhir, sickle cell anemia, trauma, dan tindikan pada frenulum lidah. Selain itu penyakit sistemik seperti diabetes melitus, neutropenia, aplastik anemia, glomerulositis, dermatomiositis dan lupus eritematosus dapat mempengaruhi terjadinya angina Ludwig. Penderita terbanyak berkisar antara umur 20-60 tahun, walaupun pernah dilaporkan terjadi pada usia 12 hari 84 tahun. Kasus ini dominan terjadi pada laki-laki (3:1 sampai 4:1). Angka kematian akibat angina Ludwig sebelum dikenalnya antibiotik mencapai angka 50% dari seluruh kasus yang dilaporkan, sejalan dengan perkembangan antibiotika, perawatan bedah yang baik, serta tindakan yang cepat dan tepat, maka saat ini angka kematiannya hanya 8%.1.2 TUJUAN1.2.1 TUJUAN UMUMUntuk mengetahui apa yang dimaksud dengan phlegmon serta bagaimana cara penanganannya1.2.2 TUJUAN KHUSUS1) Memahami tentang pengertian phlegmon2) Memahami tentang penyebab phlegmon3) Memahami tentang tanda gejala phlegmon4) Memahami tentang WOC phlegmon5) Memahami tentang pemeriksaan diagnostik phlegmon6) Memahami tentang pelaksanaan phlegmon7) Memahami Asuhan Keperawatan dengan diagnosa phlegmonBAB II

TINJAUAN TEORI

1.1. PENGERTIAN

Phlegmon merupakan infeksi dan peradangan serius jaringan ikat (selulitis) pada area di bawah lidah dan dagu. Penyakit ini termasuk dalam grup penyakit infeksi odontogen, di mana infeksi bakteri berasal dari rongga mulut seperti gigi, lidah, gusi, tenggorokan, dan leher. Karakter spesifik yang membedakan angina Ludwig dari infeksi oral lainnya ialah infeksi ini harus melibatkan dasar mulut serta kedua ruang submandibularis (sublingualis dan submaksilaris) pada kedua sisi (bilateral).Pengetahuan tentang ruang-ruang di leher dan hubungannya dengan fascia penting untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi. Ruang yang dibentuk oleh berbagai fascia pada leher ini merupakan area yang berpotensi untuk terjadinya infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasilkan selulitis atau abses, dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui saluran limfe.

Ruang submandibular merupakan ruang di atas os hyoid (suprahyoid) dan m. mylohyoid. Di bagian anterior, m. mylohyoid memisahkan ruang ini menjadi dua yaitu ruang sublingual di superior dan ruang submaksilar di inferior. Adapula yang membaginya menjadi tiga diantaranya yaitu ruang sublingual, ruang submental dan ruang submaksillar.

Gambar 1. Ruang sublingual di bagian superior dari m. mylohyoid. Ruang submandibular di inferior dari m. mylohyoid.Ruang submaksilar dipisahkan dengan ruang sublingual di bagian superiornya oleh m. mylohyoid dan m. hyoglossus, di bagian medialnya oleh m. styloglossus dan di bagian lateralnya oleh corpus mandibula. Batas lateralnya berupa kulit, fascia superfisial dan m. platysma superficialis pada fascia servikal bagian dalam. Di bagian inferiornya dibentuk oleh m. digastricus. Di bagian anteriornya, ruang ini berhubungan secara bebas dengan ruang submental, dan di bagian posteriornya terhubung dengan ruang pharyngeal.

Gambar 2. Ruang submaksilar dibatasi oleh m. mylohyoid, m. hyoglossus, dan m. styloglossus.Ruang submandibular ini mengandung kelenjar submaxillar, duktus Wharton, n. lingualis dan hypoglossal, a. facialis, sebagian nodus limfe dan lemak.

Ruang submental merupakan ruang yang berbentuk segitiga yang terletak di garis tengah bawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi oleh bagian anterior dari m. digastricus. Dasar ruangan ini adalah m. mylohyoid sedangkan atapnya adalah kulit, fascia superfisial, dan m. platysma. Ruang submental mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan lemak fibrous.

Gambar 3. Segitiga ruang submental.Infeksi pada ruang submandibular ini menyebar hingga bagian superior dan posterior, mengakibatkan peninggian dasar mulut dan lidah. Os hyoid membatasi penyebaran ke inferior, sedangkan pembengkakkan dapat menyebar hingga bagian anterior leher, menyebabkan distorsi dan gambaran bull neck. 1.2. PENYEBAB

Dilaporkan sekitar 90% kasus Phlegmon disebabkan oleh odontogen baik melalui infeksi dental primer, postekstraksi gigi maupun oral hygiene yang kurang. Selain itu, 95% kasus Phlegmon melibatkan ruang submandibular bilateral dan gangguan jalan nafas merupakan komplikasi paling berbahaya yang seringkali merenggut nyawa. Rute infeksi pada kebanyakan kasus ialah dari terinfeksinya molar ketiga rahang bawah atau dari perikoronitis, yang merupakan infeksi dari gusi sekitar gigi molar ketiga yang erupsi sebagian. Hal ini mengakibatkan pentingnya mendapatkan konsultasi gigi untuk molar bawah ketiga pada tanda pertama sakit, perdarahan dari gusi, kepekaan terhadap panas/dingin atau adanya bengkak di sudut rahang.

Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua bawah juga menjadi penyebab odontogenik dari Phlegmon. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada tingkat m. myohyloid, dan abses seperti perimandibular abses akan menyebar ke ruang submandibular. Di samping itu, perawatan gigi terakhir juga dapat menyebabkan Phlegmon, antara lain: penyebaran organisme dari gangren pulpa ke jaringan periapikal saat dilakukan terapi endodontik, serta inokulasi Streptococcus yang berasal dari mulut dan tenggorokan ke lidah dan jaringan submandibular oleh manipulasi instrumen saat perawatan gigi.

Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain sialadenitis kelenjar submandibula, fraktur mandibula terbuka, infeksi sekunder akibat keganasan mulut, abses peritonsilar, infeksi kista ductus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intravena melalui leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral, luka tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan trauma pada dasar mulut.

Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita Phlegmon melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Bakteri anaerob yang diisolasi seringkali berupa bacteroides, peptostreptococci, dan peptococci. Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah Fusobacterium nucleatum, Aerobacter aeruginosa, spirochetes, Veillonella, Candida, Eubacteria, dan spesies Clostridium. Bakteri Gram negatif yang diisolasi antara lain spesies Neisseria, Escherichia coli, spesies Pseudomonas, Haemophillus influenza dan spesies Klebsiella. 1.3. TANDA DAN GEJALA

Gejala klinis umum phlegmon meliputi malaise, lemah, lesu, malnutrisi, dan dalam kasus yang parah dapat menyebabkan stridor atau kesulitan bernapas. Gejala klinis ekstra oral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras seperti papan (board-like) serta peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang submandibula-sublingual yang terinfeksi; disfonia (hot potato voice) akibat edema pada organ vokal. Gejala klinis intra oral meliputi pembengkakkan, nyeri dan peninggian lidah; nyeri menelan (disfagia); hipersalivasi (drooling); kesulitan dalam artikulasi bicara (disarthria).

Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan adanya demam dan takikardi dengan karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies pada gigi molar bawah dapat dijumpai. Biasanya ditemui pula indurasi dan pembengkakkan ruang submandibular yang dapat disertai dengan lidah yang terdorong ke atas. Trismus dapat terjadi dan menunjukkan adanya iritasi pada m. masticator. Tanda-tanda penting seperti pasien tidak mampu menelan air liurnya sendiri, dispneu, takipneu, stridor inspirasi dan sianosis menunjukkan adanya hambatan pada jalan napas yang perlu mendapat penanganan segera.

4.5.Gambar 4. Pembengkakkan berat dari submandibula bilateral dan regio cervikal anterior pada anak usia 4 bulan dengan angina Ludwig.

Gambar 5. Edema dan indurasi dari dasar mulut mengakibatkan peninggian lidah pada anak usia 5 tahun dengan angina Ludwig.1.4. WOC (WEB OF CAUTION)

1.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Meskipun diagnosis phlegmon dapat diketahui berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, beberapa metode pemeriksaan penunjang seperti laboratorium maupun pencitraan dapat berguna untuk menegakkan diagnosis.

Laboratorium:

1) Pemeriksaan daraha) Leukosit : adanya peningkatan jumlah leokosit sebagai indikasi infeksi

b) HE : meningkat pada hipovolemik pada hemokonsentrasi

c) Elektrolit : untuk mengetahui ketidakseimbangan elektrolit

d) LED : meningkat sebagai indikasi infeksi

e) Trombosit : penurunan oleh karena agregasi trombosit

f) Gula Darah : hiperglikemi menunjukan glukoneogenesis meningkat

2) Pemeriksaan kultur dan sensitivitas: untuk menentukan bakteri yang menginfeksi (aerob dan/atau anaerob) serta menentukan pemilihan antibiotik dalam terapi.

Pencitraan:

1) R: walaupun radiografi foto polos dari leher kurang berperan dalam mendiagnosis atau menilai dalamnya abses leher, foto polos ini dapat menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunak. Radiografi dada dapat menunjukkan perluasan proses infeksi ke mediastinum dan paru-paru. Foto panoramik rahang dapat membantu menentukan letak fokal infeksi atau abses, serta struktur tulang rahang yang terinfeksi.

2) USG: USG dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari abses. USG dapat membantu diagnosis pada anak karena bersifat non-invasif dan non-radiasi. USG juga membantu pengarahan aspirasi jarum untuk menentukan letak abses.

3) CT-scan: CT-scan merupakan metode pencitraan terpilih karena dapat memberikan evaluasi radiologik terbaik pada abses leher dalam. CT-scan dapat mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi jalan napas sehingga dapat sangat membantu dalam memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan buatan.

4) MRI: MRI menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak dibandingkan dengan CT-scan. Namun, MRI memiliki kekurangan dalam lebih panjangnya waktu yang diperlukan untuk pencitraan sehingga sangat berbahaya bagi pasien yang mengalami kesulitan bernapas.

1.6. PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan phlegmon memerlukan tiga fokus utama, yaitu:

pertama dan paling utama, menjaga patensi jalan napas.

kedua, terapi antibiotik secara progesif, dibutuhkan untuk mengobati dan membatasi penyebaran infeksi.

ketiga, dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan submental.

Trakeostomi awalnya dilakukan pada kebanyakan pasien, namun dengan adanya teknik intubasi serta penempatan fiber-optic Endotracheal Tube yang lebih baik, maka kebutuhan akan trakeostomi berkurang. Intubasi dilakukan melalui hidung dengan menggunakan teleskop yang fleksibel saat pasien masih sadar dan dalam posisi tegak. Jika tidak memungkinkan, dapat dilakukan krikotiroidotomi atau trakheotomi dengan anestesi lokal.

Pemberian dexamethasone IV selama 48 jam, di samping terapi antibiotik dan operasi dekompresi, dilaporkan dapat membantu proses intubasi dalam kondisi yang lebih terkontrol, menghindari kebutuhan akan trakheotomi/krikotiroidotomi, serta mengurangi waktu pemulihan di rumah sakit. Diawali dengan dosis 10mg, lalu diikuti dengan pemberian dosis 4 mg tiap 6 jam selama 48 jam.

Setelah patensi jalan napas telah teratasi maka antibiotik IV segera diberikan. Awalnya pemberian Penicillin G dosis tinggi (2-4 juta unit IV terbagi setiap 4 jam) merupakan lini pertama pengobatan angina Ludwig. Namun, dengan meningkatnya prevalensi produksi beta-laktamase terutama pada Bacteroides sp, penambahan metronidazole, clindamycin, cefoxitin, piperacilin-tazobactam, amoxicillin-clavulanate harus dipertimbangkan. Kultur darah dapat membantu mengoptimalkan regimen terapi.

Selain itu, dilakukan pula eksplorasi dengan tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) dan evaluasi pus, di mana pada umumnya angina Ludwig jarang terdapat pus atau jaringan nekrosis. Eksplorasi lebih dalam dapat dilakukan memakai cunam tumpul. Jika terbentuk nanah, dilakukan insisi dan drainase. Insisi dilakukan di garis tengah secara horisontal setinggi os hyoid (3-4 jari di bawah mandibula). Insisi dilakukan di bawah dan paralel dengan corpus mandibula melalui fascia dalam sampai kedalaman kelenjar submaksila. Insisi vertikal tambahan dapat dibuat di atas os hyoid sampai batas bawah dagu. Jika gigi yang terinfeksi merupakan fokal infeksi dari penyakit ini, maka gigi tersebut harus diekstraksi untuk mencegah kekambuhan. Pasien di rawat inap sampai infeksi reda.

6.7.

Gambar 6. Kondisi pasien post-trakeostomi namun masih membutuhkan drainase abses. Tampak depan dan samping menunjukkan pembengkakkan submandibular dan sublingual.

Gambar 7. Kondisi pasien 3 hari post-operasi, memperlihatkan drainase submandibula bilateral dan occluded tracheostomy tube.BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN3.1.1 IDENTITAS

Identitas pasien meliputi: nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, agama, kebangsaan, suku, alamat, tanggal dan jam MRS, no register, serta identitas yang bertanggung jawab.3.1.2 KELUHAN UTAMAPada pasien phlegmon sering muncul keluhan nyeri dan gangguan jalan nafas bahkan hingga muncul keluhan sesak nafas.

3.1.3 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Perlu dikaji sejak kapan keluhan muncul,ada rasa nyeri atau tidak.Ada gangguan bernafas atau tidak.

3.1.4 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Dikaji ada riwayat penyakit-penyakit lain sebelumnya,seperti DM, hipertensi maupun asma.

3.1.5 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Dikaji adanya keturunan penyakit phlegmon pada keluarga untuk mendeteksi adanya faktor genetik.

3.1.6 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

Adakah anemia,ikterus, periksa tanda-tanda vital.Pemeriksaan persistem

B1 BREATH

Keadaan umum tampak lemah, tampak peningkatan frekuensi nafas sampai terjadi gagal nafas. Dapat terjadi sumbatan jalan nafas akibat penumpukan sekret karena operasi di daerah dekat saluran nafas.

B2 BLOOD

Kemungkinan terjadi gangguan hemodinamik jika terjadi banyak perdarahan.B3 BRAIN

Kesadaran komposmentis sampai komaB4 BLADDER

Produksi urine bisa normal, tetapi jika pasien sudah dehidrasi berat bisa terjadi anuria.

B5 BOWEL

Inspeksi : tampak normal

Auskultasi : terdengar suara bising usus normal

Palpasi : turgor kulit menurun jika terjadi kekurangan cairan akibat puasa lama dan perdarahan.

Perkusi : tidak ada distensi abdomen

B6 BONE

Pada kasus phlegmon tidak ditemukan kelainan tulang, terjadi kelemahan gerak ekstremitas jika terganggu keseimbangan elektrolit tubuh.

3.1.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Laboratorium

a) Darah lengkap

b) Kultur pus

b. Rontgen: dapat menunjukkan luasnya pembengkakkan jaringan lunakc. USG: dapat menunjukkan lokasi dan ukuran pus, serta metastasis dari abses.d. CT-Scan: dapat mendeteksi akumulasi cairan, penyebaran infeksi serta derajat obstruksi jalan napase. MRI: menyediakan resolusi lebih baik untuk jaringan lunak dibandingkan dengan CT-scan3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses inflamasi 2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme penyakit3. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan invasi pada tubuh4. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis3.3 RENCANA KEPERAWATAN1. Diagnosa Keperawatan: Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses inflamasiTujuan : Nyeri berkurang atau hilang dalam waktu 1 x 24 jam

Kriteria Hasil :

a) Laporan nyeri hilang / terkontrol

b) Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi, metode lain untuk meningkatkan kenyamananIntervensi dan Rasional :

1) Kaji intensitas dan lokasi nyeri

R/Menentukan kebutuhan intervensi selanjutnya

2) Ajarkan menejemen nyeri dengan nafas panjangdan distraksi

R/Membuat relaksasi otot dan mengarahakan perhatian

3) Berikan lingkungan yang nyaman da suasana tenang

R/Meningkatkan relaksasi dan koping

4) Motivasi untuk istirahat dan tidak melakukan aktivitas

R/Aktivitas merupakan stimulus terjadi nyeri

5) Rawat luka dan drainase

R/Menurunkan peradangan luka sebagai proses terjadinya infeksi

6) Kolaborasi Analgesik

R/Meningkatkan ambang nyeri sehingga nyeri turun2. Diagnosa keperawatan: Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme penyakit, yang ditandai dengan pasien mengatakan kalau tubuhnya terasa panas, kulit kemerahan, tubuh waktu disentuh hangat, S : 38oC, P : 24 x / menit, N : 92 x / menit

Tujuan :

a) Suhu tubuh normal 360C 3760Cb) Kulit kemerahan hilangc) Tubuh di sentuh tidak hangat lagiKriteria Hasil :

a) Mengidentifikasi faktor faktor resiko terhadap hipertermia

b) Menghubungkan metode pencegahan hipertermia

c) Mempertahankan suhu tubuh normal

Intervensi dan Rasional :

1) Pantau suhu pasien

R/ Suhu 3860C 4110C menunjukkan proses penyakit infeksius akut

2) Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan linen ditempat tidur sesuai indikasi

R/ Suhu ruangan / jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal

3) Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alkohol

R/ Dapat membantu mengurangi demam

4) Kolaborasi : brikan antiseptik

R/ Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus

3. Diagnosa keperawatan: Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan invasi pada tubuh, yang ditandai dengan pasien mengatakan apakah lukanya insisi dapat sembuh, terdapat insisi pada mandibula, terpasang drain pada insisi

Tujuan : luka dapat sembuh tepat waktu komplikasi

Kriteria Hasil :

a) Menunjukkan periaku untuk meningkatkan penyembuhan / mencegah keusakan kulit.

b) Mengidentifikasi rasional untuk pencegahan dan pengobatan.

Intervensi dan Rasional

1) Periksa selang T dan drainase insisi, yakinkan aliran bebas

R/ Drain sisi insisi di gunakan untuk membuang cairan yang terkumpul

2) Pertahankan drain pada sistem penampungan tertutup

R/ Mencegah iritasi kulit dan memudahkan pengukuran haluaran. Menurunkan resiko kontaminasi

3) Observasi warna dan karakter drainase. Gunakan kantong sekali pakai untuk menampung drain luka

R/ Kantong di gunakan untuk penampungan drainase untuk pengukuran lebih akurat tentang haluaran dan melindungi kulit

4) Benamkan selang drainase, biarkan selang bebas bergerak, dan hindari lipatan dan terpelintir

R / Menghindari terlepas dan / atau hambatan

5) Kolaborasi : berikan antibiotik sesuai indikasi

R/ Perlu untuk pengobatan abses / infeksi

4. Diagnosa keperawatan: Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis, yang ditandai dengan pasien bertanya apakah panyakitnya bisa sembuh, pasien terlihat cemas

Tujuan : Pasien tampak lebih rileks

Kriteria Hasil :

1. Menggambarkan ansietas dan pola kopingnya

2. Menghubungkan peningkatan kenyamanan psikologi dan fisiologi

3. Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas

Intervensi dan Rasional :

1) Evaluasi tingkat kesehatan, catat respon verbal dan non verbal pasien. Dorong ekspresi bebas akan emosi

R/ Ketakutan dapat terjadi karena nyeri hebat, meningkatkan perasaan sakit, penting pada prosedur diagnostik dan kemungkinan pembedahan

2) Berikan informasi tentang proses penyakit dan antisipasi tindakan

R/ Mengetahui apa yang diharapkan dapat menurunkan ansietas

3) Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur

R/ Membatasi kelemahan, menghambat energi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping3.4IMPLEMENTASIPelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada rencana tindakan yang telah ditetapkan meliputi tindakan independent, depedent, interdependent. Pada pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, validasi, rencan keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data (Susan Martin, 1998)3.5EVALUASITahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).No.Diagnosa/ MasalahEvaluasi

1.Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses inflamasi Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme penyakitKerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan invasi pada tubuhAnsietas berhubungan dengan faktor fisiologis

Nyeri berkurang atau hilang

DAFTAR PUSTAKA1.Murphy SC. The Person Behind the Eponym: Wilhelm Frederick von Ludwig. Journal of Oral Pathology & Medicine. August 9 1996.

2.Fachruddin D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.

3.Damayanti. Kumpulan Kuliah Stomatologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara.

4.Raharjo SP. Penatalaksanaan Angina Ludwig. Jurnal Dexa Media. Januari-Maret 2008;Vol.21.

5.Anonymous. Ludwig's Angina. 2010. available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Ludwig%27s_angina.

6.Hartmann RW. Ludwig's Angina in Children. Journal of American Family Physician. July 1999;Vol. 60.

7.Winters S. A Review of Ludwig's Angina for Nurse Practitioners. Journal of the American Academy of Nurse Practitioners. December 2003;Vol. 15(Issue 12).

8.Arfani A. Dentist: Phlegmon. available at: http://asnuldentist.blogspot.com/2010/08/phlegmon.

9.Anonymous. Ludwig's Angina. available at: http://www.mdguidelines.com/ludwigs-angina.

10.Bailey B. Odontogenic Infection. Head and Neck Surgery. 4th ed. Pennsylvanya: Elsener Mosby; 2005.

11.Topazian R. Oral and Maxillofacial Infection. 4th ed. St. Louis: W.B. Saunders; 2002.

Kuman / mikroorganisme

Invasi ke dalam tubuh

Mereda

Mengeluarkan mediator kimia ( bradikinin, serotinin, prostaglandin, dll )

Proses fagositosis

lokal

Berlanjut

Respon inflamasi

Vasodilatasi

Nyeri

Merangsang syaraf

Peningkatan permeabilitas

Peningkatan fagositosis

Sel darah putih rusak

Terbentuk debris

Sembuh

Exudasi

Oedema

Tertampung pada / dalam rongga

Peningkatan debris / pus

Abses

Sepsis

Penyebaran hematogen

Merangsang pusat suhu / hipotalamus

Daya tahan tubuh rendah / menurun

Gangguan perfusi lokal

Iskemia

Nekrosis jaringan

Pecah

Kerusakan epitel

Ulkus

MRS / hospitalisasi

Stress

Gangguan integritas kulit

Krisis situasi

Cemas

Hipertermi