laporan penelitian edit 3
DESCRIPTION
MNMNTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Kanker leher rahim adalah suatu neoplasma yang berawal dari jaringan
baru atau neoplasma pada servik. Kanker leher rahim termasuk salah satu
penyakit paling mematikan yang menghantui kehidupan perempuan. Angka
kejadian kanker leher rahim terus mengalami peningkatan dan menjadi salah
satu penyebab kematian usia reproduktif. Hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) Indonesia menunjukkan proporsi penyebab kematian karena
kanker leher rahim sebagai berikut pada tahun 1976 sebesar 1,3%, pada
tahun1980 menjadi 3,4%, pada tahun 1986 meningkat menjadi 4,3 % dan
pada tahun 1992 meningkat menjadi 4,8 % (Prawirodihardjo, 2006).
Menurut WHO setiap tahun jumlah penderita kanker leher rahim terus
bertambah. Ditemukan kasus baru kanker leher rahim sekitar 6,25 juta per
tahun. Rata-rata setiap 11 menit ada satu orang perempuan meninggal karena
kanker leher rahim dan setiap 3 menit ada satu penderita baru. Diperkirakan
pula 9 juta orang meninggal setiap tahun akibat kanker leher rahim. Dua
pertiga dari penderita kanker tersebut berada di negara – negara berkembang
termasuk Indonesia (Bustan, 2000).
Menurut Hacker & Moore (2001), di Asia pada tahun 2000 angka
kejadian kanker leher rahim ditemukan 510 / 100.000 wanita, dengan Case
Fatality Rate (CFR) 39,8 %.
1
Data Kementrian Kesehatan menunjukkan di Indonesia saat ini ada
200.000 kanker leher rahim setiap tahunnya atau 100 kasus per 100.000
wanita. Data tersebut 70 % kasus yang datang ke Rumah sakit ditemukan
sudah dalam stadium lanjut. Data yang ada di 13 pusat patologi di Indonesia
menunjukkan bahwa 27 % (3.684) adalah kanker leher rahim (Bustan, 2000).
Berdasarkan laporan rumah sakit sentinel (Rawat jalan ) se – Jawa Timur
mulai tahun 2007 sampai dengan 2011 jumlah kasus kanker leher rahim
mengalami peningkatan. Tahun 2007 terdapat 771 kasus, tahun 2008 terdapat
821 kasus, tahun 2009 terdapat 671 kasus, tahun 2010 terdapat 868 kasus, dan
pada tahun 2011 terdapat 901 kasus kanker leher rahim. Selain jumlah kasus
kanker leher rahim yang semakin meningkat, juga terdapat peningkatan
jumlah kematian yang diakibatkan oleh kanker leher rahim yang dimulai
sejak tahun 2008 sampai dengan 2011. Pada tahun 2007 tidak ditemukan
adanya kematian yang diakibatkan oleh kanker leher rahim, tetapi pada tahun
2008 ditemukan 7 kasus kematian, tahun 2009 ditemukan 10 kasus kematian,
tahun 2010 ditemukan 11 kasus kematian, dan pada tahun 2011 ditemukan 29
kasus kematian.
Kanker leher rahim terdiri dari 4 stadium, dimana pada stadium displasia,
masih dapat dilakukan upaya pencegahan, agar tidak terjadi kanker invasif.
Diperlukan upaya – upaya deteksi dini baik melalui pap smear, IVA (inspeksi
visual dengan asam asetat) maupun dengan ginoskop. Metode Inspeksi Visual
Asam Asetat (IVA) adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan cara
inspeksi visual pada serviks dengan aplikasi asam asetat. Metode inspeksi
2
visual lebih mudah dan lebih sederhana, sehingga skrining dapat dilakukan
dengan cakupan lebih luas, diharapkan temuan kanker serviks dini akan bisa
lebih banyak. Keadaan dimana tenaga profesional masih terbatas, maka
metode dengan memakai asam asetat 4% tampaknya lebih feasible. Karena
bisa dikerjakan oleh tenaga – tenaga para medis (bidan) yang telah terlatih,
hasilnya bisa langsung diberitahukan kepada pasien dan biayanya lebih
murah. Dengan metode ini dilaporkan bahwa dari 100 penderita yang
dinyatakan positif, 98 orang (98%) juga dinyatakan positif dengan
pemeriksaan kolposkopi. Kanker leher rahim disebabkan oleh adanya infeksi
Human Papiloma Virus (HPV). Beberapa faktor lain yang berpengaruh
adalah umur pertama kali melakukan hubungan seksual, aktivitas seksual
yang sering berganti-ganti pasangan, jumlah kehamilan, sosial ekonomi yang
rendah berkaitan dengan pendidikan dan penghasilan yang rendah, serta
kebiasaan merokok (Andrijono, 2007).
Berdasarkan data sekunder tahun 2013 yang diperoleh dengan mencatat
data yang ada di Puskesmas Kepadangan, didapatkan bahwa Desa
Kedondong memiliki angka cakupan IVA positif yang tinggi jika
dibandingkan dengan 9 desa yang ada di Kecamatan Tulangan. Desa
Kedondong memiliki 694 pasangan usia subur yang sudah melakukan
hubungan suami istri. Dari keseluruhan pasangan usia subur tersebut, hanya
42 wanita yang bersedia melakukan pemeriksaan IVA. Dari 42 wanita
tersebut, ditemukan 13 wanita memiliki hasil pemeriksaan IVA positif. 13
wanita yang memiliki hasil pemeriksaan IVA positif, ada 7 wanita yang
3
didiagnosis dengan kanker leher rahim. Sampai saat ini belum ada laporan
kasus kematian akibat kanker leher rahim. Tingginya angka kejadian IVA
positif di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan, membuat peneliti tertarik
untuk menganalisis beberapa faktor resiko terhadap kejadian hasil
pemeriksaan IVA positif di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan
Kabupaten Sidoarjo.
B. Rumusan masalah
Adakah pengaruh beberapa faktor resiko terhadap kejadian hasil pemeriksaan
IVA positif di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo ?
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Menganalisis beberapa faktor resiko terhadap kejadian hasil pemeriksaan
IVA positif di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi usia pertama kali berhubungan suami istri, tingkat
pendidikan, dan tingkat penghasilan dari responden.
b. Menganalisis hubungan usia pertama kali berhubungan suami istri
dengan hasil pemeriksaan IVA positif.
c. Menganalisis hubungan tingkat pendidikan dengan hasil pemeriksaan
IVA positif.
4
d. Menganalisis hubungan tingkat penghasilan dengan hasil pemeriksaan
IVA positif.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat bagi masyarakat
a. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap resiko CA Cervix yang
tinggi pada usia pertama kali berhubungan suami istri, tingkat
pendidikan, dan tingkat penghasilan di Desa Kedondong Kecamatan
Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
2. Manfaat bagi peneliti
a. Menerapkan ilmu yang telah diberikan selama pendidikan khususnya
dalam bidang penelitian dan menambah pengalaman serta keterampilan
dalam melihat gejala yang ada di masyarakat khususnya yang
berhubungan dengan hasil pemeriksaan IVA.
b. Memberikan pengetahuan tentang hubungan beberapa faktor resiko
terhadap kejadian hasil pemeriksaan IVA positif di Desa Kedondong
Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
3. Manfaat bagi instansi terkait
a. Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat khususnya pemeriksaan
IVA, sehingga akan meningkatkan kualitas hidup penderita serta
memberi masukan kepada petugas kesehatan tentang pentingnya
penyuluhan yang berhubungan dengan pemeriksaan IVA.
5
4. Manfaat bagi pengembangan ilmu
a. Masukkan data dan sumbangan pemikiran perkembangan pengetahuan
untuk peneliti selanjutnya terutama yang berhubungan dengan
pemeriksaan IVA.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lesi Prakanker Leher Rahim
Istilah lesi prakanker leher rahim telah di kenal luas di seluruh dunia, lesi
prakanker disebut juga lesi intraepithel servik (Cervical intraepithelial
neoplasia). Keadaan ini merupakan awal dari perubahan menuju karsinoma
leher rahim. Diawali dengan NIS I (CIN I) karsinoma yang secara klasik
dinyatakan dapat berkembang menjadi NIS II, dan kemudian menjadi NIS III
dan selanjutnya berkembang menjadi karsinoma leher rahim. Konsep regresi
yang spontan serta lesi yang persisten menyatakan bahwa tidak semua lesi
prakanker akan berkembang menjadi lesi invasif, sehingga diakui bahwa
masih cukup banyak faktor yang berpengaruh. Hal ini mengisyaratkan bahwa
perempuan yang memiliki displasia yang rendah dan ringan, tidak selalu
berkembang menjadi kanker leher rahim, karena dapat hilang dan lenyap
dengan sendirinya tergantung pada sistem kekebalan tubuh. Kondisi lesi
prakanker diklasifikasikan menjadi : NIS I adalah displasia ringan, NIS II
adalah displasia moderat dan NIS III adalah displasia parah (Andrijono,
2007).
7
Perjalanan lesi prakanker leher rahim sebagai berikut : NIS I, 57 %
regresi, 32 % persisten, 11 % progres ke NIS III, dan 1 % progres ke
karsinoma. NIS II, 43 % regresi, 35 % persisten, 22 % progres ke NIS III dan
5 % progres ke karsinoma. NIS III, 32 % regresi, 56 % persistent, dan lebih
dari 12 % progres ke karsinoma (Andrijono, 2007).
Infeksi HPV merupakan faktor inisiator dari kanker leher rahim. Integrasi
DNA virus dengan genom sel tubuh merupakan awal dari proses yang
mengarah transformasi. Integrasi DNA virus dimulai pada daerah E1-E2.
Integrasi menyebabkan E2 tidak berfungsi dan menyebabkan rangsangan
terhadap E6 dan E7 yang akan menghambat p53 dan pRB. Hambatan p53 dan
pRB menyebabkan siklus sel tidak terkontrol. Protein E6 akan berikatan
dengan p53, dengan demikian fungsi p53 (Tumor suppressor gene atau
menghentikan siklus sel) akan hilang sehingga pertumbuhan sel tidak
terkontrol. Penghentian siklus sel bertujuan untuk memberi kesempatan
kepada sel untuk memperbaiki kerusakan yang timbul (Andrijono, 2007).
B. Definisi Kanker Leher Rahim
Kanker leher rahim adalah kanker yang tumbuh di dalam leher rahim
(Serviks) yaitu suatu daerah yang terdapat pada organ reproduksi wanita,
yang merupakan pintu masuk kearah rahim (Uterus) dengan vagina
(Prawirodihardjo, 2006).
Diantara berbagai jenis keganasan pada genetalia wanita hanya kanker
leher rahim yang dapat dicegah dengan suatu teknik skrining yang cukup
8
efektif, murah dan dapat mendeteksi terhadap keadaan prakanker yang
dikenal dengan nama IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). Walaupun
sudah banyak dikenal diantara berbagai jenis keganasan pada genetalia wanita
hanya kanker leher rahim yang dapat dicegah dengan suatu teknik skrining
yang cukup efektif, murah dan dapat mendeteksi terhadap keadaan prakanker
yang dikenal dengan nama IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).
Walaupun sudah banyak dikenal masyarakat, namun belum seluruh wanita
diatas 30 tahun dan sudah menikah melaksanakan pemeriksaan ini secara
rutin. Keterlambatan diagnosa menyebabkan keterlambatan pasien mendapat
pengobatan. Pengobatan kanker leher rahim menurut beberapa penulis belum
memberikan hasil yang memuaskan, terutama di Negara berkembang, pasien
pada umumnya datang dalam keadaan stadium klinis yang telah lanjut. Waktu
yang diperlukan untuk terjadinya lesi prakanker cukup panjang. Periode laten
dari fase pra invasif menjadi invasif memerlukan waktu sekitar 10 tahun.
Kanker leher rahim sering terjadi pada wanita berusia antara 45-50 tahun
dengan puncaknya pada usia 35-39 tahun dan 60-64 tahun, dengan usia rata-
rata 52 tahun ( Bustan, 2000).
C. Epidemiologi Kanker Leher Rahim
Berdasarkan laporan, kanker leher rahim ditemukan paling banyak pada
usia setelah 40 tahun dan lesi derajat tinggi pada umumnya dapat dideteksi
sepuluh tahun sebelum terjadi kanker dengan puncak terjadinya displasia
leher rahim pada
9
usia 35 tahun (WHO, 1992). Di Indonesia terjadi peningkatan kejadian
kanker dalam jangka waktu 10 tahun. Peringkat kanker sebagai penyebab
kematian naik dari peringkat 12 menjadi peringkat 6. Diperkirakan terdapat
190.000 penderita baru dan 1/5 akan meninggal akibat penyakit kanker.
Namun akibat kanker bisa dikurangi 3-35 % bila dilakukan tindakan
preventif, skrining dan deteksi dini
(Bustan, 2000).
Kawin Muda berpengaruh terhadap kejadian kanker leher rahim. Faktor
risiko usia menikah pada usia dini berhubungan dengan kejadian kanker leher
rahim. Semakin dini seorang perempuan melakukan hubungan seksual
semakin tinggi risiko terjadinya lesi prakanker pada leher rahim, sehingga
dengan demikian semakin besar pula kemungkinan ditemukannya kanker
leher rahim. Hal ini disebabkan pada usia tersebut terjadi perubahan lokasi
sambungan skuamo-kolumner sehingga relatif lebih peka terhadap stimulasi
onkogen (Bustan, 2000).
D. Etiologi Kanker Leher Rahim
Kanker leher rahim disebabkan oleh Human Papiloma Virus atau lebih
dikenal dengan virus HPV. Lebih dari 90% kanker leher rahim jenis
squamosa mengandung DNA virus HPV dan 50% kanker leher rahim
berhubungan dengan HPV tipe 16. Virus kanker leher rahim bersifat spesifik
dan hanya tumbuh di dalam sel manusia, terutama pada sel-sel lapisan
permukaan atau epitel mulut rahim (Prawirodihardjo, 2006).
10
HPV merupakan virus DNA yang berukuran 8000 pasang basa
berbentuk ikosahedral dengan ukuran 55nm, memiliki 72 kapsomer, dan 2
protein kapsid. Karena ukuran virus ini sangat kecil, virus ini bisa menular
melalui mikro lesi atau sel abnormal di vagina. Penularannya dapat terjadi
saat berhubungan seksual (Prawirodihardjo, 2006).
Dalam suatu studi jangka panjang tentang riwayat alamiah infeksi HPV
menunjukkan bahwa infeksi HPV menimbulkan lesi atau bercak yang identik
dengan lesi prakanker. HPV dibagi menurut resiko dalam menimbukan
kanker serviks yaitu:
1. Resiko rendah
Tipe 6,11,42, 43, 44, disebut tipe non-onkogenik. Jika terinfeksi,
hanya menimbulkan lesi jinak, misalnya kutil dan jengger ayam.
2. Resiko tinggi
Tipe 16, 18, 31, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 59, 68, disebut tipe
onkogenik. Jika terinfeksi dan tidak diketahui atau tidak diobati, bisa
menjadi kanker. HPV resiko tinggi ditemukan hampir di semua kasus
kanker serviks (99%).
Infeksi HPV menyebabkan terjadinya displasia yaitu sel-sel yang sifatnya
mengarah ke sel kanker serta karsinoma in situ, yaitu telah terjadi kanker
tetapi hanya terbatas pada lapisan epitel mulut rahim (lesi prakanker)
(Prawirodihardjo, 2006).
E. Faktor Risiko Kanker Leher Rahim
11
Faktor risiko adalah faktor yang memudahkan terjadinya infeksi virus
HPV dan faktor lain yang memudahkan terjadinya kanker leher rahim atau
meningkatkan risiko menderita kanker leher rahim. Menurut American
Cancer Society faktor-faktor tersebut antara lain : Infeksi Human Papilloma
Virus adalah virus yang tersebar luas menular melalui hubungan seksual.
Faktor risiko lain meliputi : multi partner, aktivitas seks dini (Sebelum usia
18 tahun), berhubungan seks dengan laki-laki yang tidak disunat, IMS lain
(HIV/AIDS, GO), riwayat keluarga kanker leher rahim, umur lebih dari 40
tahun, merokok, status sosial ekonomi rendah, ras, diet yang tidak sehat, dan
anak perempuan dari ibu yang minum obat DES (dietilstilbesterol) saat hamil.
Menurut Andrijono (2007), faktor penyerta kanker leher rahim antara lain
multi paritas, merokok, penyakit hubungan seksual, dan faktor nutrisi
(Prawirorahardjo, 2006).
1. Usia pertama kali kawin atau melakukan hubungan seksual
Umur pertama kali melakukan hubungan seksual merupakan salah satu
faktor yang penting. Semakin muda seorang perempuan melakukan hubungan
seksual pertama kali, semakin besar risiko untuk terjadinya kanker leher
rahim. Hubungan seksual pertama dianggap sebagai awal mulanya proses
kanker leher rahim pada wanita (Prawirorahardjo, 2006).
Wanita menikah di bawah usia 16 tahun biasanya 10-12 kali lebih besar
kemungkinan terjadi kanker leher rahim dibandingkan dengan mereka yang
menikah diatas usia 20 tahun. Usia tersebut rahim seorang remaja putri sangat
12
sensitif. Serviks remaja lebih rentan terhadap stimulus karsinogenik karena
terdapat proses metaplasia yang aktif, yang terjadi dalam zona transformasi
selama periode perkembangan. Metaplasia epitel skuamosa biasanya
merupakan proses fisiologis. Tetapi di bawah pengaruh karsinogen,
perubahan sel dapat terjadi sehingga mengakibatkan suatu zona transformasi
yang patologik. Perubahan yang tidak khas ini menginisiasi suatu proses yang
disebut neoplasma intraepitil serviks (Cervical intraepithelial Neoplasia
(CIN) yang merupakan fase prainvasif dari kanker leher rahim
(Prawirorahardjo, 2006).
2. Berganti-ganti pasangan
Perilaku seksual yang berganti-ganti pasangan atau multi partner
meningkatkan risiko kanker leher rahim meningkat 10 kali lebih besar bila
bermitra seks lebih dari 6. Risiko juga meningkat bila melakukan hubungan
seksual dengan laki-laki yang bermitra seks multi patner atau mengidap
kondiloma akuminata. Wanita yang berganti-ganti pasangan seksual dan
melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 20 tahun lebih berisiko
untuk terjadi kanker leher rahim, karena memperbesar kemungkinan
terinfeksi virus HPV (Andrijono, 2007).
3. Multi paritas
Kanker leher rahim sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan.
Hal ini dapat terjadi karena perlukaan dan trauma akibat proses melahirkan.
13
Kategori paritas yang berisiko tinggi belum ada keseragaman. Umumnya para
ahli memberikan batasan antara 3-5 kali melahirkan (Andrijono, 2007).
4. Merokok
Tembakau mengandung bahan karsinogen, baik yang diisap sebagai
rokok atau yang dikunyah. Asap rokok mengandung nikotin. Wanita perokok,
konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di
dalam serum. Efek langsung bahan tersebut pada leher rahim akan
menurunkan status imun lokal, sehingga dapat menjadi ko-karsinogen. Hasil
penelitian, bila merokok 20 batang setiap hari resiko untuk terkena kanker
leher rahim adalah tujuh kali dibanding orang yang tidak merokok. Bila
merokok 40 batang setiap hari risiko untuk terkena kanker leher rahim adalah
14 kali dibanding orang yang tidak merokok. Penelitian menyimpulkan
bahwa semakin banyak dan lama wanita merokok maka semakin tinggi risiko
terkena kanker leher rahim (Andrijono, 2007).
5. Sosial ekonomi rendah
Banyaknya penderita kanker leher rahim dari keluarga dengan status
kurang berkaitan dengan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan
gizi. Kurangnya konsumsi sayur dan buah-buahan meningkatkan risiko
kanker leher rahim, karena kurangnya pasokan vitamin A, C, E dan beta
carotin yang berfungsi sebagai anti oksidan. Penurunan anti oksidan
mengakibatkan penurunan PH serviks, sehingga menimbulkan neoplasma sel
dan infeksi human papiloma virus (Tara, 2001).
14
F. Gejala Klinik Kanker Leher Rahim
Gejala-gejala yang timbul pada karsinoma leher rahim dan merupakan
gejala yang sering di temukan pada karsinoma leher rahim adalah:
1. Masa tanpa gejala, pada masa ini penderita tidak mengeluh dan tidak
merasakan suatu gejala meskipun sebenarnya pasien sudah mengidap
penyakit kanker leher rahim. Hal ini terjadi pada stadium dini
(Prawirodihardjo, 2006).
2. Keputihan, merupakan gejala yang sering di temukan. Getah yang keluar
dari vagina makin lama makin banyak, berbau busuk akibat infeksi dan
nekrosis jaringan (Manuaba, 2001).
3. Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah yang makin
lama makin lebih sering terjadi, misalnya setelah melakukan koitus atau
perdarahan menstruasi lebih banyak, atau bisa juga diluar senggama atau
spontan, biasanya terjadi pada tingkat klinik lanjut stadium II-III (Yatim,
2005).
4. Rasa nyeri, terjadi karena infiltrasi sel tumor ke serabut saraf
(Prawirodihardjo, 2006).
5. Anemia, sering ditemukan pada stadium lanjut sebagai akibat dari
perdarahan pervaginam dan akibat penyakitnya (Prawirodihardjo, 2006).
6. Gejala yang dapat timbul karena metastasis jauh, misalnya obstruksi total
vesika urinaria, cepat lelah, penurunan berat badan (Mansjoer, 2005).
15
G. Inflamasi Leher Rahim
Leher rahim pada wanita yang sudah menikah sering mengalami infeksi,
dengan gejala keputihan. Sebagian proses infeksi dapat sembuh sendiri, dan
kadang-kadang ada hubungan dengan keganasan leher rahim. Penyebab
infeksi leher rahim antara lain : infeksi (protozoa, kuman, jamur dan virus),
mekanis (IUD, tampon, pesarium trauma selama senggama), perubahan
hormonal (pemakaian kontrasepsi pil atau suntik), anatomis (polip), bahan
kimia (cairan pencuci vagina), keganasan (kanker leher rahim). Oleh karena
itu dianjurkan kepada semua wanita yang telah menikah atau wanita dengan
kegiatan seksual aktif, untuk melaksanakan deteksi dini lesi prakanker leher
rahim baik dengan Pap Smear maupun dengan metode IVA (Manuaba, 2001).
H. Infeksi Virus HPV
Virus HPV dikenal sebagai Human Papilloma Virus yang menyerang
pada bagian kulit dan lapisan lembab sepanjang tubuh seperti : selaput di
dalam mulut dan tenggorokan, serviks dan anus. Sejak tahun 1980 banyak
peneliti dalam bidang biologi molekuler telah menunjukkan identitas
karakteristik dari virus HPV dan peranannya sebagai agens onkogenik.
Diperkirakan saat ini jumlah wanita berusia hingga 50 tahun yang terinfeksi
HPV sebanyak 70-80 % (Hacker & Moore, 2001). Ada 150 jenis HPV dan di
masa depan jumlah ini akan bertambah. Ada 20 jenis HPV di samping jenis
HPV 16 dan HPV 18 yang menyebabkan kanker. Jenis yang lain ini
mempengaruhi 30% dari jumlah kasus kanker leher rahim secara global.
16
Human Papiloma Virus adalah faktor utama penyebab kanker leher rahim.
Virus ini tidak langsung membentuk kanker leher rahim, melainkan HPV
bereaksi dengan faktor-faktor lainnya sehingga menyebabkan mutasi genetik.
Kegagalan sistem pertahanan dan kekebalan tubuh sehingga terjadilah sel
abnormal yang berkembang menjadi kanker (Prawirodihardjo, 2006).
I. Patogenesis
Kanker leher rahim 95 % terdiri dari karsinoma skoamosa dan sisanya
merupakan adenoma karsinoma dan jenis kanker lain. Hampir semua kanker
leher rahim di dahului derajat pertumbuhan prakarsinoma yaitu displasia dan
karsinoma in-situ. Proses perubahan dimulai didaerah sambungan skuamosa-
kolumner (SSK) dari selaput lendir porsiogan. Perubahan mula-mula ditandai
dengan atipik dengan mitosis aktif, susunan sel teratur meliputi sepertiga
basal lanjut, maka perubahan disebut displasia ringan. Bila perubahan
berlanjut maka perubahan akan melibatkan dua pertiga atau seluruh lapisan
epidermis, dan masing-masing disebut displasia sedang, berat, kanker in-situ
yang sangat potensial menjadi kanker invasif (Prawirodihardjo, 2006).
J. Sitologi Displasia
Secara histologi, spektrum perubahan epitel yang meliputi neoplasia
intra epithelial cervical diklasifikasikan secara kuantitatif berdasarkan jumlah
sel abnormal yang tidak berdiferensiasi yang menempati seluruh ketebalan
epitel serviks. Pada displasia terdapat proliferasi sel-sel basal atipik yang
mempunyai rasio inti sitoplasma yang meningkat. Apabila proliferasi sel-sel
yang abnormal mengenai kurang dari sepertiga bagian bawah tebalnya lapisan
17
epitel serviks, lesi disebut displasia ringan (NIS I). Apabila proliferasi sel
abnormal mengenai sepertiga sampai dua pertiga bagian bawah tebalnya
lapisan sel epitel serviks, lesi disebut displasia sedang (NIS II). Apabila
proliferasi sel abnormal mengenai lebih dari duapertiga bagian bawah
tebalnya lapisan sel epitel serviks, lesi disebut displasia berat (NIS III).
Apabila sel-sel abnormal mengenai seluruh tebalnya lapisan epitel serviks
disertai hilangnya polaritas sel-sel yang normal, inti menjadi pleiomorfik,
hiperkromatik dan mitosis meningkat disebut sebagai karsinoma insitu. World
Health Organization (1973), telah mengembangkan sistem klasifikasi sitologi
standar yaitu displasia ringan, sedang, berat dan karsinoma insitu. Cervical
intraepithelial neoplasia (CIN) atau neoplasma intraepitel serviks (NIS),
mencakup semua lesi prakanker dari epitel serviks uteri (Prawirodihardjo,
2006).
K. Skuamo Kolumner Junction dan Zona Transformasi
Selama masa anak-anak dan perimenarche skuamo kolumner junction
sangat dekat dengan osteum uteri eksterna. Setelah masa pubertas dan selama
masa reproduksi organ wanita berkembang karena pengaruh estrogen. Serviks
menjadi sembab dan membesar serta kanalis endoserviks memanjang. Hal ini
akan mengakibatkan SSK menuju ektoserviks. Karena suasana asam vagina,
epitel kolumner mengalami pergantian oleh epitel skuamosa metaplastik.
Proses metaplasia berawal dari skuamo kolumner junction berjalan menuju
osteum uteri eksterna. Zona transformasi disebut normal bila mengandung
sel-sel skuamosa metaplasia imatur dan atau matur dengan diselingi sel-sel
18
epitel kolumner, tanpa tanda-tanda karsinogenik. Zona trasformasi abnormal
atau atipikal bila ditemukan tanda-tanda karsinogenik seperti perubahan
displasia ditemukan pada zona transformasi (Prawirodihardjo, 2006).
L. Penyebaran Kanker Leher Rahim
Berdasarkan biopsi yang dilakukan secara berurutan diketahui bahwa
proses perubahan dari displasia ringan ke karsinoma in situ, sampai karsinom
invasif berjalam lambat, dimana memerlukan waktu sampai beberapa tahun
yaitu 10 sampai 15 tahun (Bustan, 2000).
Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju
ke 3 arah : (a) Ke arah forniks dan dinding vagina, (b) Ke arah korpus uteri,
(c) Ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi
septum rectovaginal dan kandung kemih (Bustan, 2000).
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel
tumor dapat menyebar ke kelenjar iliaka luar dan iliaka dalam (hipogastrika),
menjadi hal yang tidak lazim jika terjadi penyebaran lewat pembuluh darah
(Bustan, 2000).
Karsinoma leher rahim umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Bila
sel tumor sudah terdapat lebih dari 1 mm dari membran basalis, atau sudah
tampak berada dalam pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah
invasif. Tumor mungkin telah menginfiltrasi stroma leher rahim, akan tetapi
secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut
sebagai praklinik (Bustan, 2000).
19
Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen menuju
kelenjar limfa regional dan secara perkontinuatum (menjalar) menuju fornises
vagina, korpus uteri, rektum, dan kandung kemih yang pada tingkat akhir
dapat menimbulkan fistula rektum atau kandung kemih (Bustan, 2000).
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan
perdarahan-perdarahan yang eksisif dan gagal ginjal menahun akibat uremia
oleh karena obstuksi ureter ditempat ureter masuk kedalam kandung kemih
(Prawirodihardjo, 2006).
M. Stadium Kanker Leher Rahim
Berdasarkan FIGO 1992, (Andrijono, 2007) stadium klinis karsinoma
serviks adalah :
1. Karsinoma pre invasif
Stadium 0 : karsinoma insitu, karsinoma intra-epithelial (selaput basal
utuh).
2. Karsinoma invasif
Stadium 1 : karsinoma terbatas pada serviks.
A : karsinoma mikroinvasif dini, diagnose dengan mikroskopis.
B : invasi stoma minimal.
A2 : lesi secara mikroskopik dapat diukur, dalamnya kurang dari 7 mm.
B : lesi lebih dari IA2.
Stadium 2 : karsinoma keluar dari serviks, mengenai vagina tetapi 1/3
distal masih bebas atau infiltrasi ke parametrium tetapi belum mencapai
dinding panggul.
20
IIA : mengenai vagina parametrium masih bebas.
IIB : parametrium sudah terkena.
III : karsinoma mengenai dinding panggul, 1/3 distal vagina.
IIIA : belum mengenai dinding panggul.
IIIB : mencapai dinding panggul atau hidronefrosisi atau ginjal non
fungsi ( kecuali diketahui penyebab lain).
IV : sudah meluas ke luar panggul (true pelvis).
IVA : menyebar ke organ sekitar (buli-buli,rectum).
IVB : menyebar ke organ jauh.
N. Diagnosis Kanker Leher Rahim
Diagnosis kanker adalah usaha untuk mengidentifikasi jenis kanker yang
diderita dengan cara pemeriksaan tertentu (Andrijono, 2007). Pemeriksaan
yang dilakukan pada kanker leher rahim meliputi :
1. Pemeriksaan ginekologi
Dengan melakukan vaginal tauche atau rectal tauche yang berguna
untuk mengetahui keadaan leher rahim serta sangat penting untuk mengetahui
stadium kanker leher rahim (Prawirodihardjo, 2001).
2. Pemeriksaan pap smear
Pemeriksaan pap smear adalah pemeriksaan sitologi epitel porsio dan
leher rahim untuk menentukan tingkat praganas dan ganas pada portio dan
leher rahim serta diagnosa dini karsinoma leher rahim (Prawirodihardjo,
2001).
3. Pemeriksaan kolposkopi
21
Kolposkopi adalah mikroskop teropong stereoskopis dengan
pembesaran yang rendah 10-40 X, dengan kolposkopi maka metaplasia
scuomosa infeksi HPV, neoplasma intraepiteliel leher rahim akan terlihat
putih dengan asam asetat atau tanpa corak pembuluh darah. Kelemahanya:
hanya dapat memeriksa daerah terlihat saja yaitu portio, sedangkan kelainan
pada SCJ dan intraepitel tidak bisa dilihat (Prawirodihardjo, 2001).
4. Pemeriksaan biopsi
Pemeriksaan ini dikerjakan dengan mata telanjang pada beberapa
tempat di leher rahim yaitu dengan cara mengambil sebagian / seluruh tumor
dengan menggunakan tang oligator, sampai jaringan lepas dari tempatnya
(Manuaba, 2001).
5. Konisasi
Adalah suatu tindakan operasi untuk mengambil sebagian besar
jaringan leher rahim sehingga berbentuk menyerupai kuretase dengan alat di
ektoleher rahim dan punkankerknya pada kanalis servikalis, kemudian
dilakukan pemotongan maupun pemeriksaan mikroskopis secara serial
sehingga diagnosa lebih tepat. Konisasi di laksanakan bila hasil pap smear
mencurigakan, biasanya dikerjakan pada karsinoma insitu serta untuk
mengatahui apakah sudah ada penembusan sel kanker dibawah membran
basalis (Manuaba, 2001).
6. Diagnosis pasti
Diagnosa pasti dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
histopatologi (patologi anatomi) (Prawirodihardjo, 2001).
22
O. Pencegahan Kanker Leher Rahim
Pencegahan kanker didefinisikan sebagai mengidentifikasikan faktor-
faktor yang menyebabkan timbulnya kanker pada manusia dan membuat
penyebabnya tidak efektif dengan cara-cara apapun. Pencegahan terhadap
terjadinya kanker serviks melalui tiga bagian, yaitu pencegahan primer,
sekunder dan tersier (Budiana, 2009).
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer kanker serviks merupakan kegiatan yang dapat
dilakukan oleh setiap orang untuk menghindari diri dari faktor-faktor yang
dapat menyebabkan kanker. Masyarakat yang melakukan pencegahan pada
tingkat ini akan bebas dari penderitaan, produktivitas berjalan terus, tidak
memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, rehabilitasi serta
perawatan lebih lanjut. Salah satu bagian dari pencegahan primer adalah
memberikan vaksin Human Papilloma Virus (HPV), pemberian vaksin HPV
akan mengeliminasi infeksi HPV (Budiana, 2009).
2. Pencegahan Sekunder
Deteksi dini dan skrining merupakan pencegahan sekunder kanker
serviks. Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk menemukan kasus-
kasus dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Selain
itu, bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan penyakit pada stadium
awal. Pencegahan sekunder melalui diagnosis dini displasia dengan berbagai
23
cara baik klinis maupun laboratorium. Pencegahan sekunder mempunyai
beberapa kelemahan, antara lain:
a. Pencegahan sekunder tidak mencegah terjadinya NIS (CIN).
b. Terapi lesi prakanker yang baru terdeteksi pada pencegahan sekunder
sering kali menimbulkan morbiditas terhadap fungsi fertilitas pasien.
c. Pencegahan sekunder akan mengalami hambatan pada sumber daya
manusia dan alat yang kurang.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan skrining baik dengan metode IVA
maupun pap smear (Budiana, 2009).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah komplikasi
penyakit dan pengobatan, sesudah gejala klinis berkembang dan diagnosis
sudah ditegakkan. Terdapat dua pengobatan pada pencegahan tersier yaitu :
a. Pengobatan pada pra kanker.
1) Kauterisasi yaitu membakar serviks secara elektris.
2) Kriosurgeri yaitu serviks dibuat beku sampai minus 80-180 derajat
celcius dengan menggunakan gas CO2.
3) Konisasi yaitu memotong sebagian dari serviks yang cukup
representatif dengan pisau biasa atau pisau elektris.
4) Operasi (histerektomi) bila penderita tidak ingin punya anak lagi.
Sinar laser yang digunakan dibawah pengawasan kolposkop, radiasi
24
dengan pemanasan jarum radium yang dapat digunakan bila penderita
yang sudah tua takut dioperasi.
b. Pengobatan pada kanker invasif
Tindakan pengobatan pada kanker invasif berupa radiasi, operasi
atau gabungan antara operasi dan radiasi (Budiana, 2009).
P. Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
Pemeriksaan IVA adalah pemeriksaan yang pemeriksanya (dokter, bidan,
paramedis) mengamati serviks yang telah diolesi asam asetat / asam cuka 3-
5% secara inspekulo dan dilihat dengan pengamatan mata langsung (Tara,
2001). Sebagai suatu pemeriksaan skrining alternatif. Pemeriksaan IVA
mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan uji yang sudah ada. Kelebihan
yang dimaksud yaitu efektif (tidak jauh berbeda dengan uji diagnostik
standar), lebih mudah dan murah, peralatan yang dibutuhkan lebih sederhana.
Hasilnya segera diperoleh sehingga tidak memerlukan kunjungan ulang,
cakupannya lebih luas, dan pada saat penapisan tidak dibutuhkan tenaga
skrinner untuk memeriksa sediaan sitologi (Budiana, 2009). Pemberian asam
asetat akan mempengaruhi epitel abnormal bahkan juga akan meningkatkan
osmolaritas cairan ekstraseluler. Cairan ektraseluler yang bersifat hipertonik
ini akan menarik cairan dari intraseluler sehingga membran akan kolaps dan
jarak antar sel akan semakin dekat. Sebagai akibatnya jika permukaan sel
mendapat sinar, maka sinar tersebut tidak akan diteruskan ke dalam stroma
tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel abnormal akan berwarna
25
putih atau disebut juga epitel putih. Jika makin putih dan makin jelas, makin
tinggi derajat kelainan histologiknya (Tara, 2001).
Efek asam asetat akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan
pemberian asam asetat akan didapatkan hasil gambaran serviks yang normal
(merah homogen) atau bercak putih (mencurigai displasia). Pada epitel yang
abnormal (atipik), didapatkan ketebalan yang bertambah dan perubahan
struktur epitel akan menyebabkan cahaya yang dipantulkan tampak opak,
gambaran opak tampil sebagai bercak putih. Hasil pemeriksaan IVA di
kategorikan sebagai berikut :
1. Negatif : licin, merah muda, bentuk porsio normal.
2. Positif : plak putih, epitel acetowhite (bercak putih), indikasi lesi
prakanker leher rahim (Tara, 2001).
Q. Pengobatan Kanker Leher Rahim
Kanker leher rahim dapat disembuhkan, kemungkinan keberhasilan
terapi kanker leher rahim stadium I adalah 85%, stadium II adalah 60%,
stadium III adalah 40%. Pengobatan kanker leher rahim tergantung stadium
penyakit. Pada stadium IB-IIA dapat diobati dengan pembedahan, radiasi
(penyinaran) dan kemoterapi. Sedangkan stadium IIB ke atas diobati dengan
radiasi saja atau kombinasi radiasi dengan kemoterapi (kemoradiasi).
Pembedahan dilakukan dengan mengambil daerah yang terserang kanker,
biasanya uterus beserta leher rahimnya. Bentuk pembedahan antara lain :
26
1. Cryosurgery yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan
menghancurkan jaringan abnormal (biasanya untuk stadium pra-kanker
leher rahim).
2. Bedah laser : untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker
leher rahim.
3. Loop electrosurgical excision procedure (LEEP) : menggunakan arus
listrik yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan yang
abnormal kanker leher rahim.
4. Total histerektomi yaitu pengangkatan seluruh rahim dan serviks.
5. Radikal histerektomi yaitu pengangkatan seluruh rahim dan serviks,
indung telur, tuba falopii maupun kelenjar getah bening di dekatnya
(Prawirodihardjo, 2006).
R. Vaksinasi Kanker Leher Rahim
Vaksinasi dilakukan dengan memasukkan serum antibody virus HPV ke
dalam tubuh. Pada vaksin kanker leher rahim, yang dimasukkan adalah
bagian dari virus HPV, yaitu kulit/cangkangnya yang telah dipurifikasi dan
dilarutkan dalam cairan tertentu sehingga bisa merangsang tubuh untuk
memproduksi antibody tubuh terhadap HPV. Tingginya tingkat serum
antibody ini berkolerasi dengan tingkat paparan (daerah) yang terinfeksi
sehingga membuat antibody bekerja menetralisir virus dan mencegah virus
masuk ke dalam sel (Budiana, 2009).
27
Ada 2 macam vaksin HPV yang telah dipasarkan yaitu:
1. Vaksin HPV Bivalent
2. Vaksin HPV Quadrivalent
Vaksin tersebut ditujukan terutama terhadap HPV tipe 16 dan 18, dan
juga tipe 6 dan 11. Vaksinasi dilakukan 3x dengan jadwal pemberian sebagai
berikut:
1. Bivalent: 0,1,6 bulan, misalnya vaksin ke-1 bulan Januari, vaksin ke-
2 buan Februari, dan vaksin ke-3 bulan Juni.
2. Quadrivalent: 0,2,6 bulan, misalnya vaksin ke 1 bulan Januari,
vaksin ke-2 bulan Maret, dan vaksin ke-3 bulan Juni.
Pedoman pemberian vaksin:
1. Diperlukan informasi dan persetujuan yang bersangkutan.
2. Vaksin diberikan pada wanita umur 11-55 tahun.
3. Pada usia 26-55 tahun dapat diberikan setelah hasil tes Pap negative
dan IVA negative.
4. Vaksinasi pria masih kontroversi, perlu kajian cost effectiveness.
5. Pemeriksaan identifikasi DNA (Hibrid capture) tidak diharuskan
sebelum vaksinasi.
6. Perempuan dengan riwayat terinfeksi HPV atau lesi prakanker dapat
diberikan meskipun setelah lesi prakanker disembuhkan dan tes
ulang HPV negative.
7. Tidak disarankan diberikan pada perempuan hamil dan menyusui.
28
8. Efek samping minimal dan paling sering adalah nyeri di tempat
suntikan (Budiana, 2009).
S. Pasangan Usia Subur
Pasangan usia subur yaitu pasangan yang istrinya berumur 15-49 tahun
atau pasangan suami-istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau
istri berumur lebih dari 50 tahun tetapi masih haid (datang bulan) (Manuaba,
2001).
29
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Gambar III.1. Kerangka Konsep Penelitian.
Keterangan
: Diteliti
: Tidak diteliti
30
Usia pertama kali berhubungan suami istri
Tingkat pendidikan
Tingkat penghasilan
Hasil pemeriksaan IVA positif
Berganti – ganti pasangan
Multi paritas
Merokok
Penjelasan kerangka konsep
Kanker leher rahim adalah kanker yang tumbuh di dalam leher rahim
(serviks) yaitu suatu daerah yang terdapat pada organ reproduksi wanita
(Prawirodihardjo, 2006). Kanker leher rahim dapat dideteksi dengan pemeriksaan
IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) . Pemeriksaan IVA adalah pemeriksaan
dengan mengamati serviks yang telah diolesi asam asetat / asam cuka 3-5% secara
inspekulo dan dilihat dengan pengamatan mata langsung (Tara, 2001). Hasil
pemeriksaan IVA di kategorikan sebagai berikut :
1. Negatif : licin, merah muda, bentuk porsio normal.
2. Positif : plak putih, epitel acetowhite (bercak putih), indikasi lesi
prakanker leher rahim (Tara, 2001).
Hasil pemeriksaan IVA positif dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia
pertama kali berhubungan suami istri, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan,
berganti – ganti pasangan, multi paritas, dan merokok. Faktor yang kami teliti
yaitu usia pertama kali berhubungan suami istri, tingkat pendidikan, dan tingkat
penghasilan yang ada didalam kotak dengan dinding yang tidak terputus – putus,
sedangkan faktor yang tidak kami teliti dikarenakan keterbatasan waktu ada
didalam kotak dengan dinding terputus – putus.
B. Hipotesis
1. Ada hubungan antara usia pertama kali berhubungan suami istri dengan
hasil pemeriksaan IVA positif di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan
Kabupaten Sidoarjo.
31
2. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan hasil pemeriksaan IVA
positif di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
3. Ada hubungan antara tingkat penghasilan dengan hasil pemeriksaan IVA
positif di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
32
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian obeservasional case control
study yang dilakukan dengan pengamatan kelompok kasus dan kelompok
kontrol secara retrospektif.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini diadakan di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten
Sidoarjo, dilaksanakan pada tanggal 9 September 2013 sampai dengan 9
Oktober 2013.
C. Subjek Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah sekelompok subyek yang mempunyai kuantitas dan
karakteristik tertentu (Sudarso, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua pasangan usia subur (wanita) yang sudah melakukan hubungan
suami istri sebanyak 694 wanita.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari subyek penelitian yang dipilih
dengan sampling tertentu untuk bisa memenuhi atau mewakili
(representatif) (Sudarso, 2007). Dari keseluruhan populasi tersebut, hanya
42 wanita yang bersedia melakukan pemeriksaan IVA. Dari 42 wanita
33
tersebut ada 2 wanita yang loss control (tidak mengembalikan kuesioner).
Sehingga sampel yang diambil sebanyak 40 wanita. Karena jenis
penelitian ini adalah case control study, maka dari 40 wanita sebagai
sampel terbagi menjadi 13 wanita kelompok case dan 27 wanita kelompok
control.
D. Variabel
Secara umum variabel adalah operasionalisasi dari suatu konsep. Variabel
adalah konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai yang berarti
menunjukkan variasi (Sudarso, 2007).
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah usia pertama kali berhubungan
suami istri, tingkat pendidikan, dan tingkat penghasilan.
2. Variable terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil pemeriksaan IVA positif.
E. Definisi Operasional
Tabel IV.1. Definisi Operasional.
No VariabelDefinisi
Operasional
Cara
PengukuranKatergori Skala
1 Usia
Usia responden saat penelitian dilakukan
Jawaban responden pada saat wawancara
Rasio Rasio
2 Pendidikan Pendidikan Jawaban a.Rendah (SMP Nominal
34
formal terakhir yang diikuti oleh responden
responden pada saat wawancara
kebawah)b.Tinggi (SMA keatas)
3 Pekerjaan
Sumber penghasilan bagi keluarga responden
Jawaban responden pada saat wawancara
Ya / Tidak Nominal
4 Penghasilan
Pendapatan yang diterima oleh keluarga responden
Jawaban responden pada saat wawancara
a.Rendah (< Rp. 1.750.000)b.Tinggi (≥ Rp. 1.750.000)
Nominal
5
Usia pertama kali
berhubungan suami istri
Usia responden saat pertama kali berhubungan sexual
Jawaban responden pada saat wawancara
a.Usia < 20 tahunb.Usia ≥ 20 tahun
Nominal
6 IVA
Pemeriksaan dengan mengamati serviks yang telah diolesi asam asetat secara inspekulo dan dilihat dengan pengamatan mata langsung.
Studi dokumen dengan mencatat data yang ada di puskesmas kepadangan
Positif / Negatif Nominal
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Data primer diperoleh dari wawancara.
2. Data sekunder diperoleh dari Studi dokumen dengan catatan lapangan data
yang ada di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
35
G. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan data
Pengolahan data yang dilakukan dapat dibagi dalam beberapa tahapan
sebagai berikut :
a. Editing
Melakukan pengecekan kelengkapan data, kesinambungan data dan
keseragaman data sehingga menjamin validitas data.
b. Coding
Pemberian nomer code pada jawaban yang bersifat kategori.
c. Data entry
Memasukkan data ke dalam computer.
d. Tabulating
Pengelompokan data dalam bentuk tabel sesuai bentuk variabel
yang akan dianalisis.
e. Describing
Menggambarkan dan menerangkan data.
f. Analysis
Menghitung Odds Ratio.
36
2. Analisis data
Analisis data dihitung dengan menggunakan rumus Odds Ratio, untuk
menganalisis beberapa faktor resiko terhadap kejadian hasil pemeriksaan IVA
positif di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
37
BAB V
HASIL DAN ANALISIS
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Desa Kedondong adalah suatu desa yang secara geografis terletak di
wilayah Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo. Merupakan dataran
rendah dengan jalan yang sebagian besar sudah beraspal. Hubungan antar
daerah dapat terjangkau baik dengan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Selain itu, sudah terdapat jaringan komunikasi (televisi, radio, telepon)
dimana sebagaian besar masyarakat desa sudah memanfaatkannya.
Data umum desa / kelurahan:
Identitas.
Nama desa / kelurahan : Kedondong
Kode desa : -
Kecamatan : Tulangan
Kabupaten : Sidoarjo
Propinsi : JawaTimur
Luas wilayah.
1) Luas desa / kelurahan : 121.190 Ha
2) Batas wilayah :
a) Sebelah utara : Ds. Durung Bedug Kec. Candi Kab.
Sidoarjo
38
b) Sebelah selatan : Ds. Gang – gang Panjang Kec.
Tanggulangin Kab. Sidoarjo
c) Sebelah barat : Ds.Sudimoro Kec. Tulangan Kab. Sidoarjo
d) Sebelah timur : Ds.Karang Tanjung Kec. Candi Kab.
Sidoarjo
Kondisi geografi.
1) Ketinggian tanah dari permukaan laut : -
2) Topografi (dataran rendah, tinggi, pantai) : Dataran rendah
3) Suhu rata-rata : -
Pemerintahan desa / kelurahan.
1) Jumlah RT : 15
2) Jumlah RW : 4
3) Jumlah perangkat desa / kel : 11 orang
4) Jumlah dusun : 1 / Kedondong
Data demografi.
1) Jumlah penduduk menurut jenis kelamin.
a) Laki-laki : 1714 orang
b) Perempuan : 1701 orang
Jumlah : 3415 orang
2) Jumlah penduduk usia.
a) Usia 00 – 03 tahun : 345 orang
b) Usia 04 – 06 tahun : 356 orang
39
c) Usia 07 – 12 tahun : 830 orang
d) Usia 13 – 15 tahun : 491 orang
e) Usia 16 – 18 tahun : 538 orang
f) Usia 19 tahun keatas : 855 orang
3) Jumlah kepala keluarga (KK) : -
4) Jumlah WUS : 981 orang
5) Jumlah PUS : 694 orang
Data pekerjaan.
1) Karyawan :
a) Pegawai negeri sipil : 20 orang
b) ABRI : 14 orang
c) Swasta : -
2) Wiraswasta / pedagang : -
3) Petani : 150 orang
4) Pertukangan : 8 orang
5) Buruh tani : 225 orang
6) Pensiunan : 7 orang
7) Nelayan : -
8) Pemulung : -
9) Jasa : 2 orang
Data sarana pendidikan.
1) Kelompok bermain : -
40
2) TK : - / 2 unit
3) Sekolah dasar : 5 / - unit
4) SMP : - unit
5) SMA : - unit
6) Akademi : - unit
7) Institut / sekolah tinggi / universitas : -
B. Karakteristik Responden.
1. Jumlah hasil pemeriksaan IVA positif pada responden.
Berdasarkan data sekunder pada 40 responden yang terdiri dari kelompok
kasus dan kelompok kontrol diketahui distribusi jumlah dan persentase
responden dengan hasil pemeriksaan IVA positif di Desa Kedondong
Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut:
Tabel V.1. Jumlah Hasil Pemeriksaan IVA Positif dan Negatif pada Responden.
KriteriaJumlah Responden
(Orang)Persentase
Kasus
(IVA Positif)13 32 %
Kontrol
(IVA Negatif)27 68 %
Jumlah 40 100 %
Sumber : Data sekunder 2013.Gambar V.1. Jumlah Hasil Pemeriksaan IVA Positif dan Negatif pada Responden.
41
Berdasarkan data sekunder, jumlah responden dengan IVA positif
sebanyak 13 orang (32 %) dan jumlah responden dengan IVA negatif
sebanyak 27 orang (68 %).
2. Kategori usia pertama kali berhubungan suami istri pada
responden.
Berdasarkan hasil survei, dapat diketahui distribusi jumlah dan
persentase kategori usia pertama kali berhubungan suami istri pada
responden di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo
adalah sebagai berikut:
Tabel V.2. Kategori Usia Pertama Kali Berhubungan Suami Istri di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
Kategori UsiaIVA Positif IVA Negatif Jumlah
Orang % Orang % Orang %
< 20 tahun 7 70 3 30 10 100
≥ 20 tahun 6 20 24 80 30 100
Sumber : Hasil survei 2013.
42
13 Orang32%
27 Orang68%
Jumlah Responden
(IVA Positif)
(IVA Negatif)
Gambar V.2. Kategori Usia Pertama Kali Berhubungan Suami Istri di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
Berdasarkan hasil survei pada 40 responden, diketahui distribusi
responden yang memiliki kategori usia < 20 tahun sebanyak 70 % yang
memiliki hasil pemeriksaan IVA positif dan responden yang memiliki
kategori usia ≥ 20 tahun sebanyak 20 % yang memiliki hasil pemeriksaan
IVA positif.
3. Tingkat pendidikan pada responden.
Berdasarkan hasil survei, dapat diketahui distribusi jumlah dan
persentase tingkat pendidikan responden di Desa Kedondong Kecamatan
Tulangan Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut:
Tabel V.3. Tingkat Pendidikan di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
Tingkat PendidikanIVA Positif IVA Negatif Jumlah
Orang % Orang % Orang %
Rendah 10 37 17 63 27 100
Tinggi 3 23 10 77 13 100
Sumber : Hasil survei 2013.
43
< 20 tahun ≥ 20 tahun05
1015202530
7 Orang 6 Orang3 Orang
24 Orang
Kategori usia pertama kali berhubungan suami istri
IVA Positif IVA Negatif
Pendidikan Rendah Pendidikan Tinggi0
5
10
15
20
10 Orang
3 Orang
17 Orang
10 Orang
Tingkat pendidikan
IVA Positif IVA Negatif
Gambar V.3. Tingkat Pendidikan di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
Berdasarkan hasil survei pada 40 responden, diketahui distribusi
responden yang berpendidikan rendah sebanyak 37 % yang memiliki
hasil pemeriksaan IVA positif dan responden yang berpendidikan tinggi
sebanyak 23 % yang memiliki hasil pemeriksaan IVA positif.
4. Tingkat penghasilan pada responden.
Berdasarakan hasil survei, dapat diketahui distribusi jumlah dan
persentase tingkat penghasilan responden di Desa Kedondong Kecamatan
Tulangan Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut:
Tabel V.4. Tingkat Penghasilan di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
Tingkat PenghasilanIVA Positif IVA Negatif Jumlah
Orang % Orang % Orang %
Rendah 12 39 19 61 31 100
Tinggi 1 11 8 89 9 100
Sumber : Hasil survei 2013.
44
Penghasilan Rendah Penghasilan Tinggi02468
101214161820
12 Orang
1 Orang
19 Orang
8 Orang
Tingkat Penghasilan
IVA Positif IVA Negatif
Gambar V.4. Tingkat Penghasilan di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
Berdasarkan hasil survei pada 40 responden, diketahui distribusi
responden yang berpenghasilan rendah sebanyak 39 % yang memiliki
hasil pemeriksaan IVA positif dan responden yang berpenghasilan tinggi
sebanyak 11 % yang memiliki hasil pemeriksaan IVA positif.
5. Status pekerjaan responden.
Berdasarkan hasil survei, dapat diketahui distribusi jumlah dan
persentase status pekerjaan responden adalah sebagai berikut:
Tabel V.5. Status Pekerjaan Responden di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
Status PekerjaanIVA Positif IVA Negatif Jumlah
Orang % Orang % Orang %
Bekerja 8 42 11 58 19 100
Tidak Bekerja 5 24 16 76 21 100
Sumber : Hasil survei 2013.
Gambar V.5. Status Pekerjaan Responden di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
45
Berdasarkan hasil survei pada 40 responden, diketahui distribusi
responden yang bekerja sebanyak 42 % yang memiliki hasil pemeriksaan
IVA positif dan responden yang tidak bekerja sebanyak 24 % yang
memiliki hasil pemeriksaan IVA positif.
6. Jenis pekerjaan responden.
Berdasarkan hasil survei, dapat diketahui distribusi jumlah dan
persentase jenis pekerjaan responden adalah sebagai berikut:
Tabel V.6. Jenis Pekerjaan Responden di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
Jenis PekerjaanIVA Positif IVA Negatif
Jumlah
Responden
Orang % Orang % Orang
PNS 0 0 0 0 0
Petani 1 2,5 0 0 1
Pedagang 3 7,5 7 17,5 10
Ibu Rumah Tangga 5 12,5 14 35 19
Lainnya 4 10 6 15 10
Jumlah 13 27 40
Sumber : Hasil survei 2013.
46
Bekerja Tidak Bekerja02468
1012141618
8 Orang
5 Orang
11 Orang
16 Orang
Status Pekerjaan
IVA Positif IVA Negatif
PNS
Pedagang
Lainnya
0 2 4 6 8 10 12 14 16
1 Orang
3 Orang
5Orang
4 Orang
7 Orang
14 Orang
6 Orang
Jenis pekerjaan responden
IVA Negatif IVA Positif
Gambar V.6. Jenis Pekerjaan Responden di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
Berdasarkan hasil survei pada 40 responden, diketahui distribusi
responden yang memiliki hasil pemeriksaan IVA positif tertinggi adalah
responden yang bekerja sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 12,5
%.
C. Analisis Data.
1. Hubungan antara usia pertama kali berhubungan suami istri dengan
hasil pemeriksaan IVA positif.
Tabel V.7. Hubungan antara Usia Pertama Kali Berhubungan Suami Istri dengan Hasil Pemeriksaan IVA Positif.
Sumber : Hasil survei 2013.
47
Faktor ResikoKasus
(IVA Positif)
Kontrol
(IVA Negatif)Jumlah
Usia < 20 tahun 7 3 10
Usia ≥ 20 tahun 6 24 30
Jumlah 13 27 40
Keterangan :
a = Hasil pemeriksaan IVA positif pada responden dengan usia < 20
tahun = 7 orang.
b = Hasil pemeriksaan IVA negatif pada responden dengan usia < 20
tahun = 3 orang.
c = Hasil pemeriksaan IVA positif pada responden dengan usia ≥ 20
tahun = 6 orang.
d = Hasil pemeriksaan IVA negatif pada responden dengan usia ≥ 20
tahun = 24 orang.
¿=a/ (a+b ) :b/ (a+b)c /( c+d ):d /(c+d )
¿=a/bc /d
¿=adbc
¿=7 .243.6
=16818
=9,333
Tabel V.7 menunjukkan hubungan antara usia pertama kali berhubungan
suami istri dengan hasil pemeriksaan IVA positif dan hasil pemeriksaan
IVA negatif. Dari hasil pengukuran odds ratio untuk menganalisis
hubungan usia pertama kali berhubungan suami istri dengan hasil
pemeriksaan IVA positif didapatkan nilai 9,333 yang berarti usia pertama
48
kali berhubungan suami istri merupakan faktor resiko terhadap kejadian
hasil pemeriksaan IVA positif.
2. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan hasil pemeriksaan IVA
positif.
Tabel V.8. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Hasil Pemeriksaan IVA Positif.
Sumber : Hasil survei 2013.
Keterangan :
a = Hasil pemeriksaan IVA positif pada responden dengan tingkat
pendidikan rendah = 10 orang.
b = Hasil pemeriksaan IVA negatif pada responden dengan tingkat
pendidikan rendah = 17 orang.
49
Faktor ResikoKasus
(IVA Positif)
Kontrol
(IVA Negatif)Jumlah
Pendidikan rendah 10 17 27
Pendidikan tinggi 3 10 13
Jumlah 13 27 40
c = Hasil pemeriksaan IVA positif pada responden dengan tingkat
pendidikan tinggi = 3 orang.
d = Hasil pemeriksaan IVA negatif pada responden dengan tingkat
pendidikan tinggi = 10 orang.
¿=a/ (a+b ) :b/ (a+b)c /( c+d ):d /(c+d )
¿=a/bc /d
¿=adbc
¿=10 . 1017 . 3
=10051
=1,960
Tabel V.8 menunjukkan hubungan antara tingkat pendidikan dengan hasil
pemeriksaan IVA positif dan hasil pemeriksaan IVA negatif. Dari hasil
pengukuran odds ratio untuk menganalisis hubungan tingkat pendidikan
dengan hasil pemeriksaan IVA positif didapatkan nilai 1,960 yang berarti
tingkat pendidikan merupakan faktor resiko terhadap kejadian hasil
pemeriksaan IVA positif.
3. Hubungan antara tingkat penghasilan dengan hasil pemeriksaan IVA
positif.
Tabel V.9. Hubungan antara Tingkat Penghasilan dengan Hasil Pemeriksaan IVA Positif.
50
Faktor ResikoKasus
(IVA Positif)
Kontrol
(IVA Negatif)Jumlah
Penghasilan rendah 12 19 31
Penghasilan tinggi 1 8 9
Jumlah 13 27 40
Sumber : Hasil survei 2013.
Keterangan :
a = Hasil pemeriksaan IVA positif pada responden dengan tingkat
penghasilan rendah = 12 orang.
b = Hasil pemeriksaan IVA negatif pada responden dengan tingkat
peghasilan rendah = 19 orang.
c = Hasil pemeriksaan IVA positif pada responden dengan tingkat
penghasilan tinggi = 1 orang.
d = Hasil pemeriksaan IVA negatif pada responden dengan tingkat
penghasilan tinggi = 8 orang.
¿=a/ (a+b ) :b/ (a+b)c /( c+d ):d /(c+d )
¿=a/bc /d
¿=adbc
51
¿=12 . 819 . 1
=9619
=5,052
Tabel V.9 menunjukkan hubungan antara tingkat penghasilan dengan hasil
pemeriksaan IVA positif dan hasil pemeriksaan IVA negatif. Dari hasil
pengukuran odds ratio untuk menganalisis hubungan tingkat penghasilan
dengan hasil pemeriksaan IVA positif didapatkan nilai 5,052 yang berarti
tingkat penghasilan merupakan faktor resiko terhadap kejadian hasil
pemeriksaan IVA positif.
52
BAB VI
PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Pengaruh Usia Pertama Kali Berhubungan Suami Istri terhadap
Kejadian Hasil Pemeriksaan IVA Positif di Desa Kedondong Kecamatan
Tulangan Kabupaten Sidoarjo.
Berdasarkan tabel V.7, hasil uji statistik dengan mencari odds ratio
didapatkan nilai OR = 9,333 atau OR = > 1, ini artinya usia pertama kali
berhubungan suami istri pertama kali dibawah 20 tahun memiliki resiko
9,333 kali lebih besar untuk mendapatkan hasil pemeriksaan IVA positif
dibandingkan dengan yang berhubungan suami istri pertama kali diatas 20
tahun.
Berdasarkan tabel V.2, responden yang memiliki kategori usia < 20 tahun
sebanyak 70 % yang memiliki hasil pemeriksaan IVA positif dan responden
yang memiliki kategori usia ≥ 20 tahun sebanyak 20 % yang memiliki hasil
pemeriksaan IVA positif.
53
Hal ini sesuai dengan teori yang ada, Nikah usia muda
menurut Rotkin, Chistoperson Parker, Barron dan Richart jelas
berpengaruh. Rotkin menghubungkan terjadinya karsinoma
serviks dengan usia saat seorang wanita mulai aktif
berhubungan seksual, dikatakan pula olehnya karsinoma
serviks cenderung timbul bila saat mulai aktif berhubungan
seksual pada saat usia kurang dari 20 tahun. Lebih dijelaskan
bahwa umur antara 15 – 20 tahun merupakan periode yang
rentan. Pada periode laten antara coitus pertama dan
terjadinya kanker serviks kurang lebih dari 30 tahun. Periode
rentan ini berhubungan dengan kiatnya proses metaplasia
pada usia pubertas, sehingga bila ada yang mengganggu
proses metaplasia tersebut misalnya infeksi akan
memudahkan beralihnya proses menjadi displasia yang lebih
berpotensi untuk terjadinya keganasan. Christoperson dan
parker menemukan perbedaan statistik yang bermakna
antara wanita yang menikah usia 15 - 19 tahun dibandingkan
wanita yang menikah usia 20 – 24 tahun, pada golongan
pertama cenderung untuk terkena kanker serviks. Barron dan
Richat pada penelitian mengambil sampel 7.000 wanita di
Barbara Hindia Barat, cenderung menduga epitel serviks
wanita remaja sangat rentan terhadap bahan-bahan
karsinogenik yang ditularkan melalui hubungan seksual
54
dibanding epitel serviks wanita dewasa. Laporan dari
berbagai pusat di Indonesia juga memperlihatkan hasil yang
serupa dengan hasil penelitian di luar negeri. Marwi di
Yogyakarta menemukan 63,1% penderita karsinoma serviks
menikah pada usia 15 – 19 tahun, hasil yang serupa juga
dilaporkan oleh Sutomo di Semarang (Tara, 2001).
Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan di atas dapat dilakukan
dengan cara memberikan penyuluhan tentang bahaya berhubungan suami istri
pada usia < 20 tahun, memberikan informasi, motivasi kepada
masyarakat untuk memelihara kesehatan reproduksi, tidak
menikah atau melakukan hubungan suami istri pada usia
muda(kurang dari 20 tahun) ataupun perilaku seks yang
sehat.
B. Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Kejadian Hasil Pemeriksaan
IVA Positif di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten
Sidoarjo.
Berdasarkan tabel V.8, hasil uji statistik dengan mencari odds ratio
didapatkan nilai OR = 1,960 atau OR = > 1, ini artinya pendidikan rendah
memiliki resiko 1,960 kali lebih tinggi mendapatkan hasil pemeriksaan IVA
positif dibandingkan dengan responden yang memiliki pendidikan tinggi.
Berdasarkan tabel V.3, responden yang berpendidikan rendah sebanyak 37 %
yang memiliki hasil pemeriksaan IVA positif dan responden yang
55
berpendidikan tinggi sebanyak 23 % yang memiliki hasil pemeriksaan IVA
positif.
Hal ini sesuai dengan teori yang ada, dimana pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku sesorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatihan. Pendidikan formal
adalah segenap bentuk pendidikan atau pelatihan yang
diberikan secara terorganisasi dan berjenjang, baik yang bersifat umum,
maupun yang bersifat khusus. Pendidikan in formal adalah pendidikan dan
pelatihan yang terdapat di luar lingkungan sekolah, dalam bentuk yang tidak
terorganisasi. Dalam arti formal pendidikan adalah suatu proses penyampaian
bahan atau materi pendidikan guna mencapai perubahan tingkah laku.
Sedangkan tugas pendidikan disini adalah memberikan atau peningkatan
pengetahuan dan pengertian, menimbulkan sikap positif serta memberikan /
meningkatkan keterampilan masyarakat atau individu tentang aspek-aspek
yang bersangkutan sehingga dicapai suatu masyarakat yang berkembang.
Salah satu jenis pendidikan diantaranya adalah pendidikan formal yaitu
pendidikan yang diperoleh dilingkungan sekolah seperti SD, SMP, SMA,
perguruan tinggi dan lain-lain. Pendidikan formal berfungsi untuk
mengajarkan pengetahuan umum dan pengetahuan yang bersifat khusus.
Pendidikan formal di dapatkan dari sekolah, pendidikan informal didapatkan
diluar sekolah misalnya dalam keluarga atau masyarakat (Tara, 2001).
Tingkat pendidikan seseorang dapat mendukung atau mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang dan taraf pendidikan yang rendah selalu berhubungan
56
dengan informasi dan pengetahuan yang terbatas. Semakin tinggi pendidikan
seseorang semakin tinggi pula pemahaman seseorang terhadap
informasi yang didapat dan pengetahuannya pun akan
semakin tinggi. Pendidikan yang rendah menyebabkan
seseorang tidak peduli terhadap program kesehatan yang
ada, sehingga mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin
terjadi. Walaupun ada sarana yang baik belum tentu mereka
tahu menggunakannya. Perilaku hidup sehat sangat
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penduduk. Tingkat
pendidikan yang masih rendah merupakan salah satu sebab
rendahnya pemahaman masyarakat terhadap informasi
kesehatan serta pembentukkan perilaku sehat. Tingkat
pengetahuan yang tinggi pada seseorang akan
menjadikannya lebih kritis dalam menghadapi berbagai
masalah. Sehingga pada wanita yang mempunyai tingkat
pendidikan yang baik akan membangkitkan partisipasinya
dalam memelihara dan merawat kesehatannya. Wanita yang
berpendidikan tinggi cenderung akan memperhatikan
kesehatan diri dan keluarganya. Selain itu peningkatan
pendidikan formal wanita akan mendewasakan usia
perkawinan. Hal ini membuat rentang usia subur yang dijalani
dalam ikatan perkawinan semakin pendek. Tingkat
pendidikan yang tinggi akan meningkatkan kemungkinan bagi
57
wanita untuk tidak menikah sama sekali selama hidupnya.
Hal ini terjadi terutama karena tingkat pendidikan yang tinggi
mampu membuka kesempatan yang lebih luas bagi wanita
untuk bekerja, berorganisasi, dan mengembangkan kariernya
di luar rumah. Persoalan jender yang tidak begitu nampak, lebih rumit dan
tetap ada, mungkin lebih sulit diatasi dan terus melanda Indonesia. Persoalan
yang lebih pelik ini menjadi penghalang bagi Indonesia untuk menerapkan
kesetaraan jender dalam bidang pendidikan. Kendala yang dimaksud adalah
pernikahan dini menjadi salah satu persoalan penting yang ditemui di daerah -
daerah tertentu di Indonesia (contohnya Indramayu, Jawa Barat) karena akan
membuat anak perempuan tidak bisa mengenyam pendidikan, konsep jender
tidak dikaitkan dan disesuaikan dengan kepercayaan dan tradisi sosial -
budaya serta agama di Indonesia sehingga masalah jender selama ini menjadi
sesuatu yang sulit dipahami masyarakat (Sajogyo, 1994).
Kemungkinan banyaknya responden berpendidikan rendah karena faktor
ekonomi atau akses untuk mendapatkan pendidikan sulit, untuk mengatasi hal
tersebut diatas perlu dilakukan kerjasama lintas sektotal.
C. Pengaruh Tingkat Penghasilan terhadap Kejadian Hasil Pemeriksaan
IVA Positif di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten
Sidoarjo.
Berdasarkan tabel V.9, hasil uji statistik dengan mencari odds ratio
didapatkan nilai OR = 5,052 atau OR = > 1, ini artinya penghasilan rendah
58
memiliki resiko 5,052 kali lebih tinggi mendapatkan hasil pemeriksaan IVA
positif dibandingkan responden yang berpenghasilan tinggi.
Berdasarkan tabel V.4, responden yang berpenghasilan rendah sebanyak 39 %
yang memiliki hasil pemeriksaan IVA positif dan responden yang
berpenghasilan tinggi sebanyak 11 % yang memiliki hasil pemeriksaan IVA
positif.
Hal ini sesuai dengan teori yang ada. Banyaknya penderita kanker leher rahim
dari keluarga dengan status kurang berkaitan dengan kemampuan keluarga
dalam memenuhi kebutuhan gizi. Kurangnya konsumsi sayur dan buah -
buahan meningkatkan risiko kanker leher rahim, karena kurangnya pasokan
vitamin A, C, E dan beta carotin yang berfungsi sebagai anti oksidan.
Penurunan anti oksidan mengakibatkan penurunan PH serviks, sehingga
menimbulkan neoplasma sel dan infeksi human papiloma virus (Tara, 2001).
Daya beli keluarga sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan keluarga.
Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatannya
untuk makanan. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang
menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang cukup
(Sajogyo, 1994).
Status sosial ekonomi keluarga dapat dilihat dari besarnya pendapatan atau
pengeluaran keluarga, baik pangan maupun non pangan dalam satu tahun
terakhir. Pendapatan keluarga adalah besarnya rata - rata penghasilan yang
diperoleh seluruh anggota keluarga. Pendapatan keluarga tergantung pada
jenis pekerjaan kepala keluarga dan anggota keluarga lainnya. Jika
59
pendapatan masih rendah maka kebutuhan pangan cenderung lebih dominan
daripada kebutuhan non pangan. Sebaliknya, jika pendapatan meningkat
maka pengeluaran non pangan akan semakin besar, mengingat kebutuhan
kebutuhan pokok makanan sudah terpenuhi (Husaini, 2000).
Hal ini sesuai dengan hukum Engel yang menyatakan bahwa semakin tinggi
pendapatan maka persentase pendapatan yang dikeluarkan untuk pangan
semakin kecil. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang paling
menentukan terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi.
Dengan demikian, terdapat hubungan yang erat antara pendapatan dan
keadaan status gizi. Rendahnya pendapatan menyebabkan daya beli terhadap
makanan menjadi rendah dan konsumsi pangan keluarga akan berkurang.
Kondisi ini akhirnya akan mempengaruhi kesehatan dan status gizi keluarga
(Suhardjo, 2003).
Kebutuhan gizi yang baikdapat dilakukan dengan cara menanam sayur di
ladang, padi di sawah, beternak yang hasilnya bisa untuk dijual atau
dikonsumsi sendiri, membuka kios yang menjual kebutuhan pokok rumah
tangga, dan lain-lain.
BABVII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
60
1. Ada pengaruh usia pertama kali berhubungan suami istri dengan hasil
pemeriksaan IVA positif di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan
Kabupaten Sidoarjo dengan hasil usia pertama kali berhubungan suami
istri pertama kali dibawah 20 tahun memiliki resiko 9,333 kali lebih
besar untuk mendapatkan hasil pemeriksaan IVA positif dibandingkan
dengan yang berhubungan suami istri pertama kali diatas 20 tahun.
2. Ada pengaruh tingkat pendidikan dengan hasil pemeriksaan IVA positif
di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo dengan
hasil pendidikan rendah memiliki resiko 1,960 kali lebih tinggi
mendapatkan hasil pemeriksaan IVA positif dibandingkan dengan
responden yang memiliki pendidikan tinggi.
3. Ada pengaruh tingkat penghasilan dengan hasil pemeriksaan IVA positif
di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo dengan
hasil penghasilan rendah memiliki resiko 5,052 kali lebih tinggi
mendapatkan hasil pemeriksaan IVA positif dibandingkan responden
yang berpenghasilan tinggi.
D. Saran
1. Untuk mengatasi permasalahan usia berhubungan suami istri yang terjadi
pada usia < 20 tahun dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan
tentang bahaya berhubungan suami istri pada usia < 20 tahun
memberikan informasi, motivasi kepada masyarakat
untuk memelihara kesehatan reproduksi, tidak menikah
atau melakukan hubungan suami istri pada usia
61
muda(kurang dari 20 tahun) ataupun perilaku seks yang
sehat.
2. Peningkatan sosialisasi undang – undang perkawinan
dimana syarat menikah untuk wanita adalah usia 20
tahun, sedangkan untuk laki – laki adalah usia 25 tahun.
3. Perlu dilakukan kerjasama lintas sektotal untuk mengatasi rendahnya
sosial ekonomi dan akses pendidikan sehingga masyarakat mendapatkan
pendidikan setinggi – tingginya.
4. Peningkatan sosialisasi undang – undang pendidikan sekolah minimal
sampai kelas XII.
5. Untuk mengatasi permasalahan tingkat penghasilan yang kurang dapat
dilakukan dengan cara menanam sayur di ladang, padi di sawah, beternak
yang hasilnya bisa untuk dijual atau dikonsumsi sendiri, membuka kios
yang menjual kebutuhan pokok rumah tangga, dan lain-lain.
6. Membuka lapangan pekerjaan baru untuk meningkatkan penghasilan
warga setempat.
7. Melakukan pemeriksaan IVA sedini mungkin dikarenakan biayanya
murah.
DAFTAR PUSTAKA
62
Andrijono. (2007). Kanker Serviks. Jakarta : Divisi Onkologi Departemen Obstetri
dan Gynecologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) .(2007). Survai Kesehatan Reproduksi Remaja. 2007:
Jakarta.
Budiana.(2009). Single Visite Approach Sebagai Upaya Pencegahan Kanker
Serviks. Denpasar : Divisi Onkologi Departemen Obstetri dan Gynecologi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar.
Bustan, M.(2000). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Hacker & Moore.(2001). Essential of Obstetri and Gynaecology alih bahasa Edi
Nugroho. Jakarta: J. George Hypopcrates.
Husaini, YK, dkk.(2000). Perubahan Pola Konsumsi Pangan Keluarga pada
Sebelum dan Sewaktu Krisis Ekonomi. Penelitian Gizi dan Makanan.
Mansjoer.(2005). Gangguan Kesehatan reproduksi Wanita. Jakarta: EGC.
Manuaba.(2001). Ilmu Kebidanan dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC.
Prawirodihardjo, P.(2006). Oncology Ginekolog. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Sajogyo.(1994). Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sudarso.(2007). Membuat Karya Tulis Ilmiah Bidang Kesehatan. Surabaya: Dua
Tujuh.
63
Suhardjo.(2003). Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak Cetakan ke 10.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Tara, E.(2001). Kanker Pada Wanita. Jakarta : Ladang Pustaka dan Intimedia.
Yatim.(2005). Menopause dan Andropause. Jakarta: YBPSP.
Lampiran 1 : Surat Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent)
FAKULTAS KEDOKTERAN
64
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
PRAKTEK KERJA LAPANGAN
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
“BEBERAPA FAKTOR RESIKO TERHADAP KEJADIAN HASIL PEMERIKSAAN IVA POSITIF DI DESA KEDONDONG KECAMATAN
TULANGAN KABUPATEN SIDOARJO”
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
( Informed Concent )
Setelah mendapat penjelasan dengan baik tentang tujuan dan manfaat
penelitian yang berjudul “Beberapa faktor resiko terhadap kejadian hasil
pemeriksaan IVA positif di Desa Kedondong Kecamatan Tulangan Kabupaten
Sidoarjo”, saya mengerti bahwa saya diminta untuk mengisi kuesiner dan
menjawab pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan tingkat social
budaya di Desa kami. Saya memahami bahwa penelitian ini tidak membawa
resiko.
Saya mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian akan dirahasiakan.
Informasi mengenai identitas saya tidak akan di tulis pada penelitian dan akan
tersimpan secara terpisah di tempat yang aman.
Saya mengerti bahwa saya berhak menolak untuk berperan sebagai
responden atau mengundurkan diri setiap saat tanpa adanya sangsi atau
kehilangan semua hak saya. Saya telah diberi kesempatan untuk bertanya
65
mengenai penelitian ini atau mengenai keterlibatan saya dalam penelitian ini, dan
telah dijawab dengan memuaskan. Secara sukarela saya sadar dan bersedia
berperan dalam penelitian ini dengan menandatangani surat persetujuan menjadi
responden.
Sidoarjo, September 2013
Responden
(……………………..)
Lampiran 2 : Kuesioner
FAKULTAS KEDOKTERAN
66
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
PRAKTEK KERJA LAPANGAN
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
“BEBERAPA FAKTOR RESIKO TERHADAP KEJADIAN HASIL PEMERIKSAAN IVA POSITIF DI DESA KEDONDONG KECAMATAN
TULANGAN KABUPATEN SIDOARJO”
KUISIONER PENELITIAN
Petunjuk pengisian :
- Bacalah dengan teliti setiap pertanyaan dan pilihan jawaban.
- Pilihlah jawaban yang menurut anda benar sesuai dengan apa yang anda
ketahui.
- Jawablah dengan melingkari pilihan yang tersedia.
Identitas r esponden:
Nama :.....................................................................................................
Umur :.....................................................................................................
Alamat :.....................................................................................................
(Pilihlah salah satu jawaban yang menurut anda benar)
1. Apa pendidikan terakhir anda ?
67
a. SMP kebawah
b. SMA keatas
2. Apakah anda bekerja ?
a. Iya
b. Tidak
3. Jika anda bekerja, apa pekerjaan anda ?
a. PNS
b. Petani
c. Pedagang
d. Ibu rumah tangga
e. Lainnya ........................................( sebutkan )
4. Berapa penghasilan anda setiap bulan ?
a. < Rp. 1.750.000,-
b. ≥ Rp. 1.750.000,-
5. Usia berapa anda menikah ?
a. < 20 tahun
b. ≥ 20 tahun
6. Apakah sebelum menikah anda pernah berhubungan suami istri ?
a. Pernah
b. Tidak pernah
7. Jika anda pernah berhubungan suami istri sebelum menikah, berapa usia
anda saat pertama kali berhubungan suami istri ?
a. < 20 tahun
b. ≥ 20 tahun
TERIMA KASIH
68