laporan penelitian perbedaan penggunaan kitosan …
TRANSCRIPT
1
LAPORAN PENELITIAN
PERBEDAAN PENGGUNAAN KITOSAN DENGAN BERAT MOLEKUL TINGGI DAN
RENDAH TERHADAP EKSPRESI SEL MAKROFAG PADA PENYEMBUHAN LUKA
PENCABUTAN GIGI TIKUS RATTUS NORVEGICUS
Oleh :
SULARSIH, drg.,M.Kes
FITRIA RAHMITASARI, drg., MKes
DIBIAYAI OLEH PROKER FKG UHT 2016/2017
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2017
2
RINGKASAN
Pada proses penyembuhan luka pencabutan gigi, setelah fase pembekuan darah akan
terjadi respon inflamasi yang bertujuan untuk mengeliminasi benda asing dan mengendapkan
matriks ekstraseluler. Empat puluh delapan jam kemudian setelah terbentuknya luka, sel
makrofag akan menggantikan peran utama sel neutrofil dalam proses inflamasi. Sel Makrofag
berhasil menghancurkan neutrofil yang mati dan eksudat lain yang ada pada daerah tersebut. Sel
Makrofag dapat tertarik ke luka oleh karena adanya agen chemoattractive yang meliputi, faktor
pembekuan, komponen komplemen, sitokin seperti PDGF, TGF-β, leukotriene B4, dan faktor
trombosit, dan faktor trombosit IV. Sel Makrofag merupakan dasar bagi tahap akhir respons
inflamasi,bertindak sebagai kunci regulasi sel dan juga memediasi perubahan dari fase
keradangan ke fase proliferasi. Sel Makrofag melepaskan growth factors dan sitokin TNF-α,
TGF-β, PDGF, IL-1, IL-6, IGF-1 dan FGF (Velnar et al, 2009).. Beberapa mediator ini ditarik
dan diaktifkan oleh fibroblas, yang fungsinya membantu sintesis, penyimpanan dan penyusunan
matriks jaringan yang baru, sementara mediator lain memulai angiogenesis. Sitokin yang
mengawali dan mempercepat formasi jaringan granulasi, sedangkan growth factors yang menarik
fibroblas dalam tahap berikutnya pada penyembuhan luka. Sel makrofag merupakan salah satu
sel inflamasi yang penting pada proses penyembuhan luka
Kitosan memiliki peran besar dalam proses penyembuhan luka. Berat molekul (BM)
merupakan salah satu faktor yang menentukan sifat mukoadhesif suatu polimer dalam proses
penyembuhan luka. Kitosan gel merupakan penutup atau obat luka yang ideal karena memiliki
biokompatibilitas dan biodegradabel yang baik, bersifat hemostatik, tidak memiliki efek samping
dan mampu mempercepat penyembuhan luka Pada fase inflamasi terjadi pelepasan beberapa
faktor oleh trombosit, termasuk PDGF dan TGF-β dan terjadi migrasi sel-sel inflamasi seperti
PMN dan makrofag bermigrasi kedaerah luka dan berperan dalam fagosit benda asing serta
bakteri yang ada pada luka. Peran kitosan pada fase inflamasi meningkatkan fungsi sel inflamasi
(sel PMN) dan makrofag. Penyembuhan luka selanjutnya adalah fase proliferasi, pada fase
dimulai ketika sel fibroblas mensintesis kolagen yang merupakan komponen penting pada
regenerasi jaringan. Peran peran pemberian kitosan menyebabkan proliferasi fibroblas meningkat
sehingga reepitelisasi dan angiogenesis dapat terjadi lebih cepat. Pada fase remodeling kolagen-
kolagen yang terbentuk saling menyatu dan terjadi reorganisasi yang menyebabkan luka
menutup
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada hasil uji One way Anova perbandingan antara
kitosan dengan berat molekol tinggi dan rendah pada lama pengamatan 3 dan 4 hari setelah
perlakuan menunjukkan bahwa pada jumlah Ekspresi sel makrofag terdapat perbedaan yang
bermakna (p<0,05) dengan harga p sebesar 0,000. Jumlah Ekspresi sel makrofag pada kelompok
perlakuan dengan berat molekol tinggi pada pengamatan 3 dan 4 hari hari lebih banyak
dibandingkan dengan kelompok kontrol serta kelompok perlakuan dengan berat molekol rendah.
Pada penelitian ini kitosan dengan perlakuan menggunakan kitosan gel dari berat molekul
yang tinggi menunjukkan jumlah ekspresi sel makrofag yang lebih besar dibandingkan dnegan
kelompok perlakuan dengan kitosan yang memiliki berat molekul yang rendag. Kitosan dapat
menstimulasi migrasi dari sel makrofag. Kitosan yang bermuatan positif akan bereaksi dengan
permukaan muatan negatif dari anionic polymersehingga mampu memfasilitasi migrasi sel
3
inflamasi, sehingga sel radang meningkat. Sel limfosit dan sel makrofag berinteraksi secara dua
arah.Makrofag memproduksi sitokin seperti Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α) ,IL-12, IL-6,
dan IL-23, mengenalkan antigen kepada limfosit T, sehingga menimbulkan respon dari limfosit.
Limfosit T yang teraktivasi akan memproduksi limfokin yang mengaktifkan lebih banyak
monosit dan makrofag berupa macrophage aggregating factor (MAF) / IFN-ϒdan macrophage
chemotactic factor (MCF). Limfosit selanjutnya menghasilkan sitokin IL-2 dan fibroblast
activating factor yang mempengaruhi sel fibroblast sehingga menunjang tahap penyembuhan
luka berikutnya. Kitosan dengan berta molekul yang tinggi berikatan dengan reseptor utama pada
makrofag untuk kitosan yaitu mannose receptor.Setelah berikatan dengan reseptor, kitosan di
internalisasi oleh sel makrofag. Kitosan tersebut akan terbiodegradasi oleh enzim lizosim yang
akan memecah N-acetyl-D-glucosamine bentuk polimer menjadi N-acetyl-D-glucosamine bentuk
dimer yang aktif yang selanjutnya membentuk cross-linked dengan glycosaminoglycan dan
glycoprotein yang merupakan makromolekul matrik ekstraseluler serta menstimulasi TNF-α.
Pada kitosan dengan berat molekul yang tinggi mengandung N-asetil yang lebih banyak sehingga
akan menstimulasi sel makrofag untuk melepas sitokin lebih banyak. makin banyak monomer N-
asetil, makin tinggi efek percepatan penyembuhan luka. Dengan meningkatnya ekspresi sel
makrofag pada pengamatan 3 dan 4 hari diharapkan setelah hari ke 5 segera turun jumlahnya
agar tahapan proses penyembuhan luka pencabutan gigi selanjutnya yaitu tahap proliferasi segera
berlanjut sehingga proses percepatan penyembuhan luka dapat terjadi.Semakin tinggi berat
molekul maka kekuatan mukoadhesif suatu polimer akan semakin meningkat. Kitosan berat
molekul tinggi lebih efektif dalam proses penyembuhan luka pencabutan gigi melalui
peningkatan jumlah sel fibroblas, sel osteoblas dan kolagne tipe 1. Kitosan berat molekul tinggi
memiliki viskositas yang tinggi, sedangkan kitosan berat molekul rendahmemiliki viskositas
yang lebih rendah dan panjang rantai molekul yang pendek. Kitosan dapat segera menimbulkan
efek pada proses penyembuhan luka karena absorpsi yang sangat cepat oleh jaringan saat
diaplikasikan secara topikal pada luka
4
ABSTRACT
Background: The infiltration of macrophage cell on wound healing process has important role
to release a number of cytokines and synthesize extracellular matrix. Purpose: The aim of this
study was to account the the expression of macrophage cell on wound healing process of dental
extraction in Rattus norvegicus for 3 and 4 days using chitosan gel with different molecular
weight. Material and method: Rattus nornegicus strain wistar male, aged 8-16 weeks, divided
into 3 groups, namely group 1 which given chitosan gel 1% with high molecular weigh and high
viscosity: group II which given chitosan gel 1% with low molecular weight and low viscosity:
group III as control which were not given chitosan gel. Chitosan gel 1% were applied into the
socket of dental extraction. Rat was decaputated 3 and 4 days after chitosan gel application and
the jaw in the treated regions and control group were cut for immunohistochemical examination
using macrophage cell monoclonal antibody to observethe expression of macrophage cell. Data
were analyzed using ANOVA test. Results: The expression of macrophage cells were found
higher in the group which given chitosan gel 1% with high molecular weight. The result
showed significant differences in expression of macrophage cell for 3 and 4 days observation
compared to control group (p<0,05). Conclusion: The application chitosan gel 1 % with high
molecular weight and high viscosity might stimulates macrophages cells on wound healing
process of dental extraction.
Keys words: Chtosan gel 1 %, molecular weight, macrophage cell
Correspondence: Sularsih, c/o: Departemen Ilmu Material Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Hang Tuah. Jl. Arif Rachman Hakim 150 Surabaya 60111. E-mail:
5
ABSTRAK
Latar belakang: Infiltrasi sel makrofag pada penyembuhan luka memegang peranan yang
penting dalam pelepasan sitokin.dan sintesa matrik ekstraseluler. Tujuan penelitian: Untuk
menghitung jumlah ekspresi sel makrofag pada penyembuhan luka pencabutan gigi Ratttus
Norvegicus pada pengamatan 3 dan 4 hari dengan menggunakan kitosan gel 1 % yang memiliki
berat molekul yang berbeda. Bahan dan metode: Sampel menggunakan tikus Rattus nornegicus
strain wistar, jantan, umur 8-16 minggu, dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan yaitu kelompok I:
kelompok perlakuan dengan pemberian kitosan gel 1 % yang memiliki berat molekol dan
viskositas yang tinggi, kelompok II: kelompok perlakuan dengan pemberian kitosan gel 1 %
yang memiliki berat molekol dan viskositas yang rendah dan kelompok III adalah kelompok
kontrol, tanpa pemberian kitosan gel. Kitosan gel diaplikasikan pada soket gigi. Sampel
didekaputasi setelah 3 dan 4 hari pemberian perlakuan, kemudian dilakukan pemotongan rahang
mandibula dan pemeriksaan imunohistokimia untuk menganalisa ekpresi sel makrofag. Data
dianalisa dengan uji ANOVA. Hasil: Ekspresi sel makrofag lebih banyak ditemukan pada
kelompok perlakuan dengan kitosan gel yang memiliki berat molekol dan viskositas yang tinggi.
Terdapat perbedaan yang siginifikan pada ekspresi sel amkrofag dengan pengamatan 3 dan 4 hari
(p<0,05). Kesimpulan: Penggunaan kitosan gel yang memiliki berat molekol dan viskositas
yang tinggi dimungkinkan dapat menstimulasi ekpsresi sel makrofag pada penyembuhan luka
pencabutan gigi.
Kata kuncis: Kitosan gel 1 %, berat molekul, sel makrofag
Korespondensi: Sularsih, c/o: Departemen of dental material, Dentistry faculty of Hang tuah
University, Arif Rachman Hakim 150 Surabaya. E-mail: [email protected]
6
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatNya, penulis akhirnya peneliti dapat menyelesaikan penyusuann laporan penelitian
dengan judul “PERBEDAAN PENGGUNAAN KITOSAN DENGAN BERAT MOLEKUL
TINGGI DAN RENDAH TERHADAP EKSPRESI SEL MAKROFAG PADA
PENYEMBUHAN LUKA PENCABUTAN GIGI TIKUS RATTUS NORVEGICUS”. Penelitian
ini merupakan salah satu tugas dosen untuk mengembangan ilmu pengetahui melalui kegiatan
penelitian sesuai dengan TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI di lingkungan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya.
Kami sebagai tim peneliti mengucapkan terimakasih kepada Rektor selaku Pimpinan
Universitas Hang Tuah dan Ketua Lembaga Penelitian yang telah memberikan kesempatan
untuk melaksanakan penelitian ini. Dalam penyelesaian laporan penelitian ini tidak lepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas
kerjasama dan bantuannya pada semua pihak yang terkait. Semoga hasil penelitian ini dapat
bermanfaat dan menambah wawasan ilmu pengetahuan kepada kita semua.
Surabaya, Agustus 2017
Tim peneliti
7
HALAMAN PENGESAHAN HASIL PENELITIAN
1. Diajukan kepada : Rektor
c.,q. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat Universitas Hang Tuah Surabaya
2. Judul Penelitian : Perbedaan pengaruh penggunaan kitosan dengan berat
Molekol tinggi dan rendah terhadap jumlah sel
makrofag pada penyembuhan luka
pencabutan gigi.
3. Bidang Ilmu : Ilmu Material dan tehnologi kedokteran gigi
a. Kategori Penelitian : Penelitian eksperimental
4. Ketua Peneliti
a. Nama : Sularsih drg MKes
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. NIK : 01318
d. Disiplin Ilmu : Ilmu Material dan Tehnologi Kedokteran Gigi
e. Pangkat/Golongan : III C
f. Jabatan Fungsional : Lektor
g. Fakultas : Kedokteran Gigi
5. Anggota Peneliti
a. Nama Anggota I : Fitria Rahmitasari drg.,Mkes
b. Jenis kelamin : Wanita
c. NIK : 01626
d. Disiplin Ilmu : Ilmu Material dan Tehnologi Kedokteran Gigi
e. Pangkat/Golongan : III B
f. Jabatan Fungsional : -
g. Fakultas : Kedokteran Gigi
6. Lokasi Penelitian : Lab Biokinia FK UNAIR, Lab Biokimia FK UNIBRA
7. Lama Penelitian : 6 bulan
8. Biaya Penelitian : Rp. 14.387.500
Surabaya,
Mengetahui,
Dekan Fakultas Peneliti,
Drg. Lita Agustia., MH.Kes drg. Sularsih., Mkes
NIK : 02512 NIK : 01318
Ka. LPPM
Dr. Ir. Ninis Trisyani. M.P
NIK: 01071
8
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Penyembuhan Luka Pencabutan
2.2 Kitosan Ge
2.3 Peran sel makrofag pada Penyembuhan Luka
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL & HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual
3.2 Hipotesis Penelitin
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
4.2 Rancangan Penelitian 48
4.3 Variabel Penelitian 50
4.4 Definisi Operasional Variabel 50
4.5 Sampel
4.6 Lokasi Penelitian 51
4.7 Alat dan Bahan Penelitian 51
4.8 Cara Kerja
4.9 PengolahandanAnalisis Data 55
i
ii
iii
iv
v
1
1
4
4
5
6
6
10
12
14
14
16
16
17
17
17
18
18
19
20
21
21
29
9
4.10 AlurPenelitian 56
BAB 5 HASIL PENELITIAN
BAB 6 PEMBAHASAN
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
30
31
35
39
40
10
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Rerata dan simpang baku ekspresi sel makrofag pada setiap kelompok kitosan
dengan berat molekol tinggi, kelompok kitosan dengan berat molekol
rendah dan kelompok kontrol pada lama pengamatan 3 dan 4 hari
Tabel 5.2 Taraf signifikan jumlah Ekspresi sel makrofag pada kelompok perlakuan
dengan berat molekol tinggi rendah pada pengamatan 3 dan 4 hari
Tabel 5.3 Taraf signifikan jumlah Ekspresi sel makrofag antar kelompok perlakuan
pada pengamatan 3 dan 4 hari hari
31
33
33
11
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Grafik Fase Penyembuhan Luka
Gambar 2.2 Struktur Kimia Kitosan
Gambar 5.1 Grafik jumlah jumlah Ekspresi sel makrofagpada kelompok perlakuan
dengan berat molekol tinggi pada pengamatan 3 dan 4 hari
Gambar 5.2 Gambaran imunohistokimia Ekspresi sel makrofag pada pengamatan 3
dan 4 hari
9
11
31
32
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran :
1. Rincian Biaya Penelitian…………...……………....…………………………….44
2. Jadwal penelitian …..........................................................................…………….45
3. Personalia Penelitian…………………………………………………………..…46
4. Surat keterangan Reviewer Penelitian……………….......……………………….48
5. Berita Acara Seminar Penelitian…………………………………………………49
6. Hasil uji Statistik....................................................................................................50
13
SURAT KESEDIAAN
Yang bertandatangan di bawahini bersedia menyerahkan:
(1). Draft Jurnal maksimal 15 halaman (CD dan Print out)
(2). Abstrak Penelitian (CD dan Print Out)
Demikian surat kesediaanini kami sampaikan sebagai
Pertanggungjawaban akhir kegiatanpenelitian
Surabaya,
Peneliti,
Sularsih,drg.,MKes
NIP : 01318
14
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Sularsih ,drg.,MKes
NIK : 01318
Jurusan : Kedokteran Gigi
Dengan ini menyatakan bahwa proposal/hasil penelitian yang berjudul : PERBEDAAN
PENGGUNAAN KITOSAN DENGAN BERAT MOLEKUL TINGGI DAN RENDAH
TERHADAP EKSPRESI SEL MAKROFAG PADA PENYEMBUHAN LUKA
PENCABUTAN GIGI TIKUS RATTUS NORVEGICUS Adalah orisinal, bebas plagiat, semua
sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Apabila
dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam Laporan penelitian/ hasil penelitian saya, maka
saya bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan dengan sebenar-benarnya,
Surabaya, 4 Agustus 2017
Peneliti,
Sularsih, drg Mkes
NIK: 01318
15
SURAT KETERANGAN
REVIEW HASIL PENELITIAN
Yang bertandatangan di bawah ini tim reviewer Fakultas/Program Diploma menerangkan, bahwa
Hasil Penelitian berikut :
Nama : Sularsih, drg., Mkes
NIK/NIP : 01318
Pangkat/Golongan : III C
JabatanFungsional : Pembina madya
Fakultas/Jurusan : Kedokteran Gigi
Anggota : Fitria Rahmitasari, drg., Mkes
JudulPenelitian : PERBEDAAN PENGARUH PENGGUNAAN KITOSAN DENGAN
BERAT MOLEKOL TINGGI DAN RENDAH TERHADAP EKSPRESI
SEL MAKROFAG PADA PENYEMBUHAN LUKA PENCABUTAN
GIGI TIKUS RATTUS NORVEGICUS
1*) SUDAH diperbaiki sesuai masukan reviewer
2*) PERBAIKAN BELUM sesuai dengan reviewer. Oleh karenai tu kami sarankan :
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………..
Surabaya, 10 Agustus 2017
Reviewer
Dr. Dian Mulawarmanti, drg., MS
NIK:01140
16
BERITA ACARA
Seminar Hasil Penelitian
No. BA/2230/UHT.Bo.FKG/VIII/2017
Pada hari, kamis tanggal 10 bulan Agustus tahun 2017 telah diselenggarakan Seminar
HasilPenelitian *olehFK/FKG/FISIP/FH/FPsi/FTIK/PDP Universitas Hang Tuah Surabaya atas :
Nama : Sularsih drg., MKes
NIK : 01318
JudulPenelitian : PERBEDAAN PENGARUH PENGGUNAAN KITOSAN DENGAN
BERAT MOLEKUL TINGGI DAN RENDAH TERHADAP EKSPRESI SEL MAKROFAG
PADA PENYEMBUHAN LUKA PENCABUTAN GIGI RATTUS NORVEGICUS
Dengan catatan : Revisi / Tidak ada Revisi
Dengan demikian berita acara ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Surabaya, 10 Agustus 2017
Mengetahui
Kapuslit Reviewer,
Ali Azhar. ST., MT Dr. Dian Mulawarmanti,drg.,MS
NIK : 01492 NIK. 01140
Catatan* :Coret yang tidakperlu
17
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyembuhan luka adalah proses perbaikan yang meliputi kombinasi regenerasi
dan pengendapan jaringan ikat. Regenerasi merupakan pertumbuhan sel atau jaringan yang
menggantikan struktur yang hilang (Mitchell, et al. 2006). Saat jaringan terluka secara tidak
sengaja, karena prosedur bedah, atau pencabutan gigi, tubuh akan melakukan proses
penyembuhan luka yang akhirnya akan mengembalikan jaringan pada kondisi normal. Respon
penyembuhan luka terjadi langsung sesaat setelah terjadinya luka. Penyembuhan luka yang
normal merupakan serangkaian proses dinamis dan kompleks yang melibatkan berbagai
peristiwa seperti perdarahan, koagulasi, respon inflamasi, regenerasi, migrasi dan proliferasi
jaringan ikat, serta remodeling (Velnar, et al. 2009; Avery, 2002).
Ekstraksi gigi menginisiasi proses reparatif yang melibatkan jaringan keras
(tulang alveolar) dan jaringan lunak (ligament periodontal dan gingiva) (Farina dan Trombeli,
2012). Setelah fase pembekuan darah akan terjadi respon inflamasi yang bertujuan untuk
mengeliminasi benda asing dan mengendapkan matriks ekstraseluler. Proses Inflamasi terjadi 24
jam pertama setelah luka terjadi dan berakhir pada 48 jam (Olazyk et al., 2014). Sel darah putih
yaitu neutrofil akan menginvasi daerah luka, yang menandakan mulai terjadinya respon inflamasi
yang ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah, aktivasi
reseptor nyeri dan permeabilitas pembuluh darah, aktivasi reseptor nyeri, dan aktifitas neutrofil
dan sel darah putih lain yang mengeliminasi debris dan bakteri. Empat puluh delapan jam
kemudian setelah terbentuknya luka, sel makrofag akan menggantikan peran utama sel neutrofil
dalam proses inflamasi. Sel Makrofag berhasil menghancurkan neutrofil yang mati dan eksudat
18
lain yang ada pada daerah tersebut (Putranti, 2013). Sel Makrofag dapat tertarik ke luka oleh
karena adanya agen chemoattractive yang meliputi, faktor pembekuan, komponen komplemen,
sitokin seperti PDGF, TGF-β, leukotriene B4, dan faktor trombosit, dan faktor trombosit IV. Sel
Makrofag merupakan dasar bagi tahap akhir respons inflamasi, makrofag bertindak sebagai
kunci regulasi sel dan juga memediasi perubahan dari fase keradangan ke fase proliferasi. Sel
Makrofag melepaskan growth factors dan sitokin TNF-α, TGF-β, PDGF, IL-1, IL-6, IGF-1 dan
FGF (Velnar et al, 2009).. Beberapa mediator ini ditarik dan diaktifkan oleh fibroblas, yang
fungsinya membantu sintesis, penyimpanan dan penyusunan matriks jaringan yang baru,
sementara mediator lain memulai angiogenesis. Sitokin yang mengawali dan mempercepat
formasi jaringan granulasi, sedangkan growth factors yang menarik fibroblas dalam tahap
berikutnya pada penyembuhan luka. Sel makrofag merupakan salah satu sel inflamasi yang
penting pada proses penyembuhan luka (Schultz et al, 2005).
Kitosan memiliki peran besar dalam proses penyembuhan luka. Banyak penelitian
yang telah melaporkan kegunaan kitosan dalam mempengaruhi setiap tahap proses penyembuhan
luka. Berat molekul (BM) merupakan salah satu faktor yang menentukan sifat mukoadhesif suatu
polimer dalam proses penyembuhan luka. Semakin tinggi berat molekul maka kekuatan
mukoadhesif suatu polimer akan semakin meningkat (Boddupalli et al, 2010). Kitosan berat
molekul tinggi lebih efektif dalam proses penyembuhan luka pencabutan gigi melalui
peningkatan jumlah sel fibroblas, sel osteoblas dan kolagne tipe 1 (Sularsih, 2013). Kitosan berat
molekul tinggi memiliki viskositas yang tinggi, sedangkan kitosan berat molekul rendahmemiliki
viskositas yang lebih rendah dan panjang rantai molekul yang pendek (Maeda dan Kimura,
2004). Kitosan dapat segera menimbulkan efek pada proses penyembuhan luka karena absorpsi
yang sangat cepat oleh jaringan saat diaplikasikan secara topikal pada luka (Alsarrra, 2009).
19
Kitosan gel merupakan penutup atau obat luka yang ideal karena memiliki
biokompatibilitas dan biodegradabel yang baik, bersifat hemostatik, tidak memiliki efek samping
dan mampu mempercepat penyembuhan luka (Alemdaroglu et al., 2006; Dharmawan, 2013).
Kitosan mempunyai peran dalam proses penyembuhan luka, pada saat setelah terjadi luka (fase
hemostasis), terjadi perdarahan karena pembuluh darah rusak. Pada saat ini permeabilitas
vaskular meningkat dan mendorong neutrofil (PMN), trombosit dan protein plasma untuk masuk
kedalam luka sehingga terjadi bloodd clot (pembekuan darah). pemberian kitosan akan akan
menginduksi adhesi dan aktivasi trombosit sehingga blood clot terbentuk dalam waktu singkat
(Dai dkk, 2011; Wang dkk, 2008). Proses pembentukan blood clot (pembekuan darah) yang
singkat ini akan mempercepat proses penyembuhan selanjutnya, fase inflamasi. Pada fase
inflamasi terjadi pelepasan beberapa faktor oleh trombosit, termasuk PDGF dan TGF-β dan
terjadi migrasi sel-sel inflamasi seperti PMN dan makrofag bermigrasi kedaerah luka dan
berperan dalam fagosit benda asing serta bakteri yang ada pada luka (Dai dkk, 2011). Peran
kitosan pada fase inflamasi meningkatkan fungsi sel inflamasi (sel PMN) dan makrofag (Senel
dan McClure, 2004). Penyembuhan luka selanjutnya adalah fase proliferasi, pada fase dimulai
ketika sel fibroblas mensintesis kolagen yang merupakan komponen penting pada regenerasi
jaringan. Peran peran pemberian kitosan menyebabkan proliferasi fibroblas meningkat sehingga
reepitelisasi dan angiogenesis dapat terjadi lebih cepat. Pada fase remodeling kolagen-kolagen
yang terbentuk saling menyatu dan terjadi reorganisasi yang menyebabkan luka menutup (Kumar
dkk, 2005; Dai dkk, 2011).
Berdasarkan latar belakang di atas, mengingat pentingnya peran sel makrofag
dalam proses penyembuhan luka, peneliti akan mengembangkan penelitian dari penelitian
20
sebelumnya yaitu tentang perbedaan pengaruh penggunaan kitosan dengan berat molekol tinggi
dan rendah terhadap jumlah sel makrofag pada penyembuhan luka pencabutan gigi..
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan pengaruh penggunaan kitosan dengan berat molekul rendah dan
tinggi terhadap jumlah sel makrofag pada proses penyembuhan luka pencabutan gigi
Rattus Norvegicus?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Membuktikan adanya perbedaan pengaruh penggunaan kitosan dengan berat molekul
rendah dan tinggi terhadap jumlah sel makrofag pada proses penyembuhan luka
pencabutan gigi Rattus Norvegicus.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengaruh penggunaan kitosan dengan berat molekul tinggi terhadap jumlah
sel makrofag pada proses penyembuhan luka pencabutan gigi Rattus Norvegicus.
2. Mengetahui pengaruh penggunaan kitosan dengan berat molekul rendah terhadapjumlah
sel makrofag pada proses penyembuhan luka pencabutan gigi Rattus Norvegicus.
3. Mengetahui perbedaan pengaruh penggunaan kitosan dengan berat molekul tinggi dan
rendah terhadap sel makrofag pada proses penyembuhan luka pencabutan gigi Rattus
Norvegicus.
21
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Mendapatkan informasi ilmiah tentang pengaruh aplikasi kitosan berat molekul tinggi dan
rendah terhadap jumlah sel makrofag pada proses penyembuhan luka pencabutan gigi.
1.4.2 Manfaat Praktis
Meningkatkan daya guna kitosan sebagai biomaterial di bidang kedokteran gigi, khususnya
untuk aplikasi luka bekas pencabutan gigi.
22
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Penyembuhan Luka Pencabutan Gigi
Tindakan pencabutan gigi merupakan salah satu pekerjaan yang sering dilakukan
oleh seorang dokter gigi. Pencabutan gigi diindikasikan untuk gigi yang sudah tidak bisa
dilakukan perawatan konservasi ataupun karena penyakit periodontal, karies, infeksi periapikal,
erosi, abrasi, atrisi, hipoplasia atau penyakit pada pulpa gigi. Pencabutan gigi merupakan suatu
tindakan traumatik yang dilakukan untuk mencabut akar gigi secara utuh tanpa menimbulkan
rasa sakit, trauma yang minimal sehingga meninggalkan luka yaitu soket gigi yang sembuh
secara normal serta tidak mengalamai komplikasi (Pedlar, 2007).
Penyembuhan luka merupakan salah satu mekanisme yang melibatkan perbaikan
dan regenerasi jaringan (Chandra, 2004). Faktor sistemik yang berpengaruh pada penyembuhan
luka antara lain: umur, nutrisi dan faktor hormonal. Penyakit sistemik seperti kardiovaskuler,
diabetes melitus, hipertensi dan gangguan perdarahan dapat menyebabkan penyembuhan luka
pencabutan gigi menjadi lebih lama. Pada pasien dengan pemakain obat hormon
Adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan kortisol dapat menghambat proliferasi sel fibroblas
baru dan pembuluh kapiler baru serta reaksi inflamasi sehingga menyebabkan penyembuhan luka
terganggu dan menjadi lebih lama (Florman, 2004). Penderita diabetes melitus juga memiliki
masalah dalam penyembuhan luka karena faktor vaskuler, berkurang fungsi dari sel radang,
kehilangan sensasi dan perubahan pada metabolisme matrik ekstraseluler (Pedlar,2007)
Pada proses penyembuhan luka akan terjadi proses epitelisasi pada soket gigi
23
pembentukan jaringan ikat baru dan remodeling tulang alveolaris. Proses penyembuhan luka
pencabutan gigi pada prinsipnya dibagi menjadi tiga tahap yaitu inflamasi, proliferasi dan
remodeling (Topazian et al., 2002)
Tahap Inflamasi
Tahap inflamasi dimulai sejak terjadinya luka hingga hari kelima. Proses
inflamasi terjadi setelah pembentukan bekuan darah. Proses pembentukan bekuan darah terjadi
segera setelah pencabutan gigi, secara klinis tampak darah mengisi soket dan menggumpal. Sel
darah merah dapat terlihat diantara serat fibrin, proses ini berlanjut menuju ke tengah soket,
disini terlihat susunan sel darah merah dan membentuk pola geometrik kecil yaitu bentukan
tulang baru. Permukaan bekuan darah tertutupi anyaman fibrin yang mengandung sel lekosit,
PMN, sisa makanan dan bakteri (Topazian et al., 2002). Sel radang yaitu sel PMN, sel makrofag
dan sel neutrofil akan bermigrasi ke arah soket gigi. Sel makrofag akan muncul 48-96 jam
setelah terjadi luka. Sel makrofag akan berumur lebih panjang dibanding sel PMN dan akan tetap
ada di dalam luka sampai penyembuhan luka telah berjalan sempurna (Prabakti, 2005). Sel
makrofag akan melepaskan sitokin berupa Tumor necrosis factor α (TNF-α), Transforming
growth factor betha (TGF-ß), Interleukin 6 (IL-6), Interleukin 8 (IL-8), proteinase yaitu
diantaranya adalah enzim kolagenase Matriks metalloproteinase (MMPs) dan mediator lain
seperti prostaglandin E2 (PGE2 (Wang, 2006).
24
Tahap Proliferasi
Tahap proliferasi berlangsung antara hari ketiga dan hari keempatbelas. Apabila
tidak terdapat kontaminasi atau infeksi yang bermakna, proses inflamasi akan berlangsung
pendek (Prabakti, 2005). Tahap proliferasi disebut juga fibroplasia karena terjadi proliferasi sel
fibroblas. Sel fibroblas banyak ditemukan di jaringan ikat, berproliferasi dan mensintesis
komponen matrik ekstraseluler yaitu mensintesis kolagen, elastin, glikosaminoglikan,
proteoglikan dan glikoprotein. TGF ß1 berperan penting dalam pertumbuhan sel fibroblas dan
sintesis matrik ekstraseluler. TGF ß1 memicu aktifitas sel fibroblas sehingga meningkatkan
proliferasi sel fibroblas. Sel fibroblas semakin banyak maka akan terjadi peningkatan jumlah
kolagen tipe 1 yang berperan pada proses remodeling. Sel fibroblas terlihat pada daerah luka
setelah hari ketiga setelah terjadi luka dan akan mencapai jumlah maksimum pada hari ketujuh.
Maksimal proses sintesa kolagen berlangsung antara hari keempat belas dan hari keduapuluh
satu (Nanci, 2008)
Proses selanjutnya adalah proses epitelisasi. Sel epitel tumbuh dari tepi luka,
bermigrasi ke jaringan ikat yang masih hidup. Proses epitelisasi berlangsung lengkap tergantung
ukuran dari luka. Proses epitelisasi akan menutup luka sepanjang ligamen periodontal ke dermis,
dan kemudian terbentuk jaringan ikat baru dari bagian tepi ke tengah soket gigi. Jaringan ikat
muda ditandai dengan ada sel yang berbentuk silinder, serat kolagen, jaringan granulasi hilang
dan bertambah komponen vaskuler. Sel jaringan ikat muda yang telah tampak sejak hari keempat
pada bagian tepi kemudian bertambah jumlah dengan cepat dan meluas ke bagian tengah soket,
sisa jaringan granulasi pada bagian tengah diganti seluruhnya pada hari keduapuluh (Pedlar,
2007).
25
Gambar 2.1 Fase penyembuhan luka (Prabakti, 2005)
Tahap Remodeling
Proses remodeling merupakan rekonstitusi perlekatan jaringan periodontal
termasuk perlekatan gingiva, sementum, ligamen periodontal, dan tulang alveolar yang
mengelilingi gigi. Regenerasi jaringan periodontal merupakan proses fisiologis yang terus
berlanjut. (Nield & Willman, 2003).Tahap remodeling merupakan tahap akhir penyembuhan
luka. Indikator penyembuhan luka pencabutan gigi adalah dengan adanya epitelisasi yang
lengkap pada soket gigi, terbentuknya jaringan ikat dan terjadi remodeling baik pada jaringan
ligamen periodontal maupun tulang alveolaris. (Dorri & Shahrahbi, 2010).
Sel fibroblas semakin banyak maka akan terjadi peningkatan jumlah kolagen tipe
1 yang berperan pada proses remodeling. Pada proses remodeling tulang alveolaris, sel osteoblas
akan beragregasi dengan zat interseluler tulang yang mengandung kolagen untuk membentuk
serat kolagen baru dan membentuk osteoid. Deposisi garam kalsium akan terjadi dengan diawali
pembentukan kristal berupa pulau kecil atau spikula kemudian akan membentuk osteon dengan
sistem Harver.(Guyton & Hall, 1997).Tulang spikula yang belum terkalsifikasi mulai timbul
pada hari ketujuh atau awal minggu pertama setelah pencabutan gigi. Tulang spikula pertama
dibentuk pada bagian dasar dan lateral soket dan akan bergabung dengan jaringan ikat muda.
26
Jaringan tulang yang pertama yang terbentuk merupakan osteoid besar yang dikelilingi oleh sel
osteoblas dengan sejumlah besar alkalin fosfatase pada sitoplasma (Garant, 2003). Pembentukan
tulang atau disebut aposisi pada soket gigi akan terus berlangsung dimulai dari bagian tepi ke
tengah soket gigi yang bergabung dengan jaringan ikat baru sehingga luka akan menutup disertai
resorbsi penuh tulang kortikal tepi soket gigi sampai 4 – 6 bulan setelah pencabutan gigi (Pedlar,
2007).
Pada penyembuhan luka pencabutan gigi, bone morphogenetic protein-2 (BMP-2
berperan penting dalam proses pembentukan tulang. BMP-2 mRNA merupakan prototype
subgroup BMPs yang memicu differensiasi multipotent mesenchymal progenitor cell lines
menjadi osteogenic lineage. BMPs menstimulasi activator protein-1 (AP-1) untuk meningkatkan
ekspresi alkaline phosphatase (ALP) dan terjadi proses mineralisasi. BMP-4 dan BMP-6 juga
sangat berperan dalam osteogenesis dan menginduksi GF β family (Matsunaga et al, 2005).
Menurut Yilgor et al., (2009) aplikasi kitosan dapat meningkatkan ekspresi BMP-2, BMP-7
dan aktifitas ALP.
2.2 Kitosan gel
Kitosan adalah suatu polisakarida berbentuk linier yang terdiri dari monomer N-
asetilglukosamin dan D-glukosamin. Bentukan derivatif deasetilasi dari polimer ini adalah kitin.
Kitin adalah jenis polisakarida terbanyak ke dua di bumi setelah selulosa, kitin dapat diperoleh
dari crustacean atau berbagai fungi (Saleh dkk, 2013). Kitosan digunakan dalam berbagai
keperluan, karena beberapa keunggulan. Kitosan lebih mudah dimodifikasi daripada kitin, karena
dapat larut dalam beberapa pelarut sederhana (Utami dan Irawati, 2007).
27
Gambar 2.2 Struktur kitosan (Saleh , 2003)
Kitosan merupakan polimer linier yang tersusun oleh 2000 – 3000 monomer n
asetil D-glukosamin dalam ikatan ß(1-4) atau 2-asetamida-2-deoksi-D-glukopiranol dengan
rumus molekul (C8H13NO5)n dimana strukturnya mirip glikosaminoglikan (GAGs), hal ini
menunjukkan bahwa kitosan dapat bertindak sebagai penyembuhan luka (Astuti, 2006; Saleh
dkk, 2013).Proses utama dalam pembuatan kitosan, meliputi penghilangan protein dan
kandungan mineral melalui demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi. Demineralisasi
dilakukan dengan menggunakan larutan asam lemah (HCl) yang bertujuan untuk menghilangkan
mineral yang terkandung dalam bahan baku. Deproteinasi dilakukan dengan menggunakan
larutan basa lemah (NaOH) untuk menghilangkan sisa-sisa protein yang masih terdapat dalam
bahan baku (Kartika dan Kurniasih, 2011). Kitosan tidak larut air tetapi larut dalam pelarut asam
dengan pH dibawah 6,0. Pelarut yang umum digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam
asetat 1% dengan pH sekitar 4,0. Pada pH 7,0 stabilitas kelarutan kitosan sangat terbatas (Kaban,
2009).Kitosan mempunyai rantai yang lebih pendek dibandingkan kitin.Oleh karena itu, jika
kitosan dilarutkan dalam asam encer, viskositasnya bervariasi menurut berat molekul dan derajat
deasetilasinya. Kitosan dapat mengalami depolimerisasi selama penyimpanan yang lama dengan
28
suhu tinggi. Depolimerisasi thermal kitosan maksimal terjadi pada suhu 280oC (Saleh dkk,
2003).
Gel secara umum merupakan suatu formula yang dikombinasi dengan satu atau
lebih zat bukan obat dengan manfaat yang bermacam-macam, seperti untuk melarutkan,
mengentalkan, mengencerkan, mewarnai, mengawetkan, memberikan rasa dan menstabilkan
(Ansel, 1985 dalam Dwiartyani, 2012). Salah satu contoh yaitu pada penggunaan Sodium
Carboxy Methyl (Na-CMC) sebagai bahan pengental pada penelitian yang menganalisa
kestabilan fisik gel (Puspita, 2015). Pembuatan formulasi gel yang tepat untuk diaplikasikan di
rongga mulut perlu memperhatikan beberapa persyaratan gel yaitu sifat fisik gel yang tidak
berubah, sediaan yang homogen, pH yang netral, viskositas yang tinggi dan kelarutan yang ideal
untuk membuat konsistensi sediaan yang tepat (Muthoharoh, 2012; Alsarra, 2009; Mappa dkk,
2013). Sediaan obat harus stabil secara fisika dan kimia selama penyimpanan sesuai waktu
penggunaan, ketidakstabilan formulasi obat dapat dideteksi secara fisika dalam beberapa hal
yaitu suatu perubahan dalam penampilan fisik, warna, bau, rasa dan tekstur (Ansel, 1985 dalam
Dwiartyani, 2012). Dari hasil penelitian oleh peneliti konsentrasi Na-CMC yang tepat untuk
mendapatkan gel dengan konsistensi yang baik dan homogen yaitu Na-CMC 3,5% serta
penambahan NaOH 1,25% didapatkan sediaan gel dengan pH netral yang sesuai kriteria aplikasi
di rongga mulut.
2.3 Peran Sel Makrofag Pada Penyembuhan luka
Pada tahap inflamasi pada penyembuhan luka pencabutan gigi, sel radang akut
serta neutrofil akan menginvasi daerah radang dan menghancurkan semua debris dan bakteri.
Dengan adanya neutrofil maka di mulailah respon keradangan yang ditandai dengan cardinal
29
symptoms, yaitu tumor, kalor, dolor, rubor, dan functio laesa. Pada ulkus traumatikus, tahap
inflamasi ini berlangsung pada hari pertama sampai hari ke-3 (Cotran dkk, 2007; Mitchell dkk,
2009). Selanjutnya pada fase ini terjadi migrasi polymorphonuclear leukocytes (PMNs)
kedaerah luka. Jumlahnya meningkat cepatdan mencapai puncaknya pada 24-48 jam. Fungsi
utamanya adalah memfagositosis bakter ataupun jejas lain yang masuk. Pada saat proses tersebut
berlangsung, monosit keluar dari pembuluh darah dan terbentuk menjadi sel makrofag melalui
proses kemotaksis dan migrasi (Hardiono, 2012)..
Sel Makrofag berumur lebih panjang dibanding sel PMN dan tetap ada dalam
luka sampai penyembuhan berjalan sempurna (Hardiono, 2012). Makrofag berperan penting
dalam pengaturan sel seperti fungsi fagositosis, memakan dan mencerna serta membunuh
organisme patogen, membersihkan debris jaringan dan merusak sisa neutrofil, menarik fibroblas
ke jaringan luka dan memicu pembuluh darah baru. Makrofag merupakan dasar bagi tahap akhir
respons inflamasi, makrofag bertindak sebagai kunci regulasi sel dan juga nmemediasi
perubahan dari fase keradangan ke fase proliferasi. Sel Makrofag merupakan pabrik produksi
melepaskan mediator seperti platelet derived growth factor (PDGF), fibroblas growth factor
(FGF), vascular endothelial growth factors (VEGF), TGF-β, TGF-α, IL-1, IL-6 dan IGF-1.
Beberapa mediator ini ditarik dan diaktifkan oleh fibroblas, yang fungsinya membantu sintesis,
penyimpanandan penyusunan matriks jaringan yang baru, sementara produk yang lain memulai
angiogenesis. Sitokin yang mengawali dan mempercepat formasi jaringan granulasi, sedangkan
growth factors yang menarik sel fibroblas dalam tahap berikutnya pada penyembuhan luka
(Schultz, 2005; Velnar dkk, 2009; Ambriyani, 2013).
30
BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3. 1 KERANGKA KONSEP
Menunjang Proses
Penyembuhan Luka
Pencabutan Gigi
PDGF,TGF β,FGF
Monomer N-acetyl-
glucosamine banyak
Monomer N-acetyl-
glucosamine sedikit
Kitosan BM rendah
(polimer)
Kitosan BM tinggi
(polimer)
Luka Pencabutan gigi
Hemostasis
(blood clot cepat terbentuk)
Inflamasi
Sel fagosit
Enzim lisosim
Degradasi kitosan
Migrasi sel Makrofag
Migrasi sel Makrofag
N-acetyl dimer aktif
PDGF,TGF β,FGF
31
Kitosan merupakan kopolimer yang terdiri atas glukosamin dan N-asetil
glukosamin.Kitosan dapat berikatan dengan sel darah merah sehingga dapat cepat membentuk
blood clot saat fase hemostasis (Dai et al, 2011).Pada fase inflamasi, sel fagosit seperti sel PMN
dan sel makrofag mengeluarkan enzim lisosim (Freier, 2005).Kitosan berikatan dengan reseptor
utama pada makrofag untuk kitosan yaitu mannose receptor.Setelah berikatan dengan reseptor,
kitosan di internalisasi oleh sel makrofag (Mori et al, 2005).Enzim lisosim yang berlimpah
merupakan katalis untuk mendegradasi kitosan menjadi N-asetil-D-glukosamin dimer aktif
(Sularsih, 2011).Enzim lisosim mendegradasi kitosan menjadi molekul-molekul yang lebih kecil
(monomer) (Aranaz et al, 2009).
Kitosan dapat menstimulasi migrasi dari sel makrofag (Mori et al, 2004). Kitosan
yang bermuatan positif akan bereaksi dengan permukaan muatan negatif dari anionic
polymersehingga mampu memfasilitasi migrasi sel inflamasi, sehingga sel radang meningkat
(Sularsih, 2011). Sel limfosit dan sel makrofag berinteraksi secara dua arah.Makrofag
memproduksi sitokin seperti platelet derived growth factor (PDGF), fibroblas growth factor
(FGF), vascular endothelial growth factors (VEGF), TGF-β, TGF-α, IL-1, IL-6 dan IGF-1 ,
mengenalkan antigen kepada limfosit T, sehingga menimbulkan respon dari limfosit (Kumar et
al, 2011). Limfosit T yang teraktivasi akan memproduksi limfokin yang mengaktifkan lebih
banyak monosit dan makrofag berupa macrophage aggregating factor (MAF) / IFN-ϒdan
macrophage chemotactic factor (MCF) (Mitchell et al, 2006; Djamaludin, 2009). Limfosit
selanjutnya menghasilkan sitokin IL-2 dan fibroblast activating factor yang mempengaruhi sel
fibroblast sehingga menunjang tahap penyembuhan luka berikutnya (Suryadi et al, 2013).
Sehingga makin banyak monomer N-asetil, makin tinggi efek percepatan penyembuhan luka
(Alsarra, 2009).
32
3.2 HIPOTESIS PENELITIAN
Ada perbedaan pengaruh penggunaan kitosan dengan berat molekul tinggi dan rendah terhadap
jumlah sel Makrofag pada penyembuhan luka pencabutan gigi.
33
BAB 4. METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris.
4.2 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang dipergunakan adalah rancangan completely randomized
design two factor, oleh karena pengukuran variabel dilakukan setelah pemberian perlakuan,
pengambilan sampel dilakukan secara acak, ada pengulangan atau replikasi dan ada kelompok
kontrol atau pembanding.
Bagan rancangan penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
K A
K K B
P I A
P S P I P I B
P II P II A
PII
Keterangan:
S : Unit Eksperimen
R : Randomisasi
K : Kelompok Kontrol
P I : Kelompok perlakuan dengan kitosan gel 1% berat molekul rendah
P II : Kelompok perlakuan dengan kitosan gel 1% berat molekul tinggi
K A : Jumlah sel makrofag pada pengamatan 3 hari setelah perlakuan (kontrol)
K A : Jumlah sel makrofag pada pengamatan 4 hari setelah perlakuan (kontrol)
P I A : Jumlah sel makrofag pada pengamatan 3 hari setelah perlakuan Berat molekul rendah
P I B : Jumlah sel makrofag pada pengamatan 4 hari setelah perlakuan Berat molekul rendah
P IIA : Jumlah sel makrofag pada pengamatan 3 hari setelah perlakuan Berat moleku tinggi
P IIB : Jumlah sel makrofag pada pengamatan 4 hari setelah perlakuan Berat molekul tinggi
34
4.3 Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini meliputi:
Variabel bebas adalah kitosan 1 % dengan berat molekul rendah dan tinggi
Variabel terikat adalah Jumlah sel makrofag
Varibel terkendali adalah tindakan pencabutan, jenis tang pencabut, jenis anestesi, dosis obat
anestesi, ukuran luka pencabutan, soket bekas pencabutan, lokasi pencabutan gigi, cara
pemberian kitosan, derajat deasetilasi kitosan, makanan, lingkungan kandang, berat, umur dan
jenis tikus.
4.4 Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel Penelitian
1. Kitosan adalah polimer jenis polisakarida yang didapatkan dari ekstraksi cangkang udang
putih (Peneaus merguiensis) dengan derajat deasetilasi 85 %, konsentrasi 1 % yang dilarutkan
dalam asam asetat 2% dengan perbandingan 1 gr : 100 ml dan memiliki berat molekul yang
rendah (50.000-190 000 Da) dan tinggi (310.000 -375.000 Da).
2. Jumlah sel makrofag adalah perhitungan jumlah Ekspresi sel makrofag yang memberikan
reaksi positif terhadap monoklonal anti antibodi marofagrat, serabut berwarna coklat didaerah
sepertiga apikal soket gigi dengan teknik pemeriksaan imunohistokimia yang diambil pada
pengamatan hari ke 3 dan ke 4. Perhitungan dengan pemeriksaan mikroskop lensa trinokuler
pembesaran 400 x /lapang pandang jumlah serabut berwarna coklat didaerah sepertiga apikal
soket gigi dengan hasil ukur skala rasio.
35
4.5 Sampel
4.5.1 Besar Sampel
Pada penelitian ini, jumlah sampel yang akan diteliti dihitung dengan menggunakan
rumus (Lemmeshow et al, 1990):
n = 2σ2 [Z 1-α/2 + Z 1-β]2
(µ1 - µ2)2
Keterangan:
n = jumlah sampel masing-masing kelompok
σ = Standart deviasi dari respon kelompok kontrol
Zα = Nilai destribusi standar pada (α = 0,05) Pada penelitian pendahuluan
Zβ = Nilai destribusi standar pada (β = 0,1)
µ1 = Mean kelompok perlakuan 1
µ2 = Mean kelompok perlakuan 2
Besar sampel minimal penelitian ini adalah 7,65 atau dibulatkan menjadi 8 untuk setiap
kelompok perlakuan dengan perhitungan sebagai berikut:
n = 2σ2 [Z 1-α/2 + Z 1-β]2
(µ1 - µ2)2
= 2 (2,12)2 [1,96 + 1,289]2
(27,5-30)2
= 7,65
4.5.2 Kriteria Hewan Coba
a. Jenis tikus adalah Rattus Norvegicus strain wistar jantan, dengan berat 150-200 gr dan umur
antara 8-16 minggu,
b. Gigi incisive satu sebelah kiri rahang bawah, utuh, tidak karies dan tidak fraktur
36
c. Pencabutan gigi yang dilakukan dengan sempurna, tidak mengalami fraktur akar, gigi dapat
dikeluarkan dengan utuh dan trauma yang tidak besar.
4.5.3 Pembagian Kelompok Hewan Coba
Hewan coba dibagi dalam 6 kelompok perlakuan sebagai berikut:
-Kelompok I (Kontrol1): kelompok tanpa pemberian kitosan gel, pengamatan hari ke 3
-Kelompok II (Kontrol 2): kelompok tanpa pemberian kitosan gel, pengamatan hari ke 4
-Kelompok III (Perlakuan 1A):.kelompok Soket gigi diberi kitosan 1 % dengan berat molekol
rendah dengan pengamatan hari ke 3
- Kelompok IV (Perlakuan 1B):.kelompok Soket gigi diberi kitosan 1 % dengan berat molekol
rendah dengan pengamatan hari ke 4
- Kelompok V (Perlakuan 1IA):.kelompok Soket gigi diberi kitosan 1 % dengan berat molekol
tinggi dengan pengamatan hari ke 3
-Kelompok VI (Perlakuan 1IB):.kelompok Soket gigi diberi kitosan 1 % dengan berat molekol
tinggi dengan pengamatan hari ke 4
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.6.1 Lokasi Penelitian
1. Pengumpulan, pemeliharaan dan pemberian perlakuan hewan coba dilakukan di
Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
2. Pembuatan sediaan kitosan gel dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Hang Tuah
3. Pembuatan sediaan preparat dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi RS Dr Soetomo
Surabaya, Laboratorium GRAMIK Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya dan
Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya
37
4. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan diLaboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya, Malang.
4.6.2 Waktu Penelitian
Pengumpulan sampel, pemberian perlakuan sampel, pembuatan sediaan histopatologi
serta analisis data dimulai sejak bulan april sampai dengan bulan september 2016.
4.7 Cara Kerja pembuatan kitosan gel 1%
4.7.1 Bahan Pembuatan Kitosan
1. Serbuk kitosan merk ZIGMA dengan derajat deasetilasi 85 % dan memiliki berat molekol
yang rendah dan tinggi
2. NaOH 50% p.a (Merck, Germany)
3. Asam asetat 2 % p.a (Merck, Germany)
4.7.2 Alat Pembuatan Kitosan
1. Becker glass
2. Stirer
3. Timbangan
4. Pengaduk kaca
5. Tabung reaksi dan rak
6. Termometer
7. pH meter
8. Autoclave
9. Gelas ukur
10. Ubbelohde dilution viscometer tipe 1 B M 132
38
Kitosan gel 1% dibuat dengan melarutkan 1 gr bubuk kitosan dalam 100 ml asam asetat
2% kemudian dinetralkan dengan NaOH 1,25 % hingga pH 7,4 dan ditambahkan dengan Na-
CMC 3,5%.
4.8 Perlakuan Hewan Coba
4.8.1 Bahan Perlakuan Hewan Coba
1. Alkohol 70%
2. Buffer formalin
3. Ketamin (Ketalar, Pfzer)
4. Xylazine
5. Eter
6. Isotonic saline solution steril
7. Aquadest steril
4.8.2 Alat Perlakuan Hewan Coba
1. Pinset kedokteran gigi
2. Kaca mulut
3. Tang modifikasi elevator khusus untuk mencabut gigi tikus
4. Needle holder
5. Gunting
6. Disposible syringe 2,5 ml
7. Non resorbable silk sutures (DR Sella)
8. Kotak tempat sampel
9. Sarung tangan
10. Masker Penutup Mulut
39
4.8.3Tahapan Persiapan Hewan Coba
Pada penelitian ini hewan coba yang digunakan adalah tikus jenis Rattus Norvegicus
strain wistar jantan, usia 8-16 minggu, berat badan 150-200 gram, diadaptasikan dengan tempat
penelitian selama +2 minggu. Hewan coba diletakkan dalam kandang yang jauh dari kebisingan,
setiap kandang berisi 3 ekor, diberi makan dengan pelet ayam sebanyak 20 gr/hari/ekor dan
diberi minum dengan menggunakan air PDAM. Kandang hewan coba terbuat dari kotak plastik
dengan ukuran 40x31x14 cm, dan ditutup dengan anyaman kawat yang dapat dilepas sehingga
mudah dibersihkan. Alas kandang diberi sekam dan diganti setiap dua hari (Widyasri, 2010)
4.8.4 Tahapan Perlakuan Hewan Coba
Tahap perlakuan sampel mengacu pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh
Damaryanti (2006). Hewan coba waktu tengah malam sebelum dibius tidak diberi makan
maupun minum. Hewan coba dianastesi dengan menggunakan ketamin dan xylazine yang
dilarutkan dalam isotonic saline solution steril (0,2 ml/50gr bb) pada paha atas kanan.
4.8.5 Pencabutan Gigi Hewan Coba
Prinsip kerja asepsis, semua alat disterilkan dengan panas kering 1600C selama 1 jam,
desinfeksi pada paha kanan atas tikus dengan betadine sebelum melakukan anestesi
intramuskular. Setelah itu dilakukan pembersihan pada daerah pencabutan dengan semprotan air
dan cairan aseptik untuk asepsis daerah pencabutan. Kemudian dilakukan pencabutan gigi
Incisive satu kiri rahang bawah pada tikus menggunakan alat modifikasi tang dan elevator.
Setelah pencabutan gigi, luka bekas pencabutan diirigasi dengan cairan aquadest steril untuk
menghilangkan sisa debris yang tertinggal di dalam luka bekas pencabutan.
40
4.8.6 Teknik Aplikasi Kitosan
Kitosan disiapkan dengan bentuk gel dalam tabung reaksi, yang telah disterilkan
menggunakan autoclave suhu 1210C selama 15 menit tekanan 1 atm (Widyasri, 2010). Kitosan
gel dengan konsentrasi 1% (w/v) sebanyak (0,1 ml/200 gr bb) dimasukkan di soket tempat luka
bekas pencabutan gigi menggunakan syringe dengan ujung yang berdiameter kecil, kemudian
dijahit lukanya dengan non resorbable sutures. Kitosan gel yang dimasukkan di soket gigi
dengan dosis 0,1 ml/200 gr bb berdasarkan hasil trial penelitian.
4.8.7 Tahap Euthanasia Hewan Coba
Tikus perlakuan dan tikus kontrol didekaputasi pada hari ke 7 dan ke 14 setelah
pemberian perlakuan. Dekaputasi dilakukan dengan cara menarik leher tikus hingga nadinya
tidak berdenyut. Tulang rahang di daerah interdental gigi Incisive rahang bawah dipotong dan
dimasukkan dalam larutan fiksasi menggunakan buffer formalin 10 % sebagai sampel penelitian
dan tikus yang telah mati dikubur
4.8 Pemeriksaan jumlah Ekspresi sel makrofag
Bahan Pemeriksaan Ekspresi sel makrofag dengan Immunohistokimia
1. Bufer formalin 10 %
2. Alkohol 80%
3. Alkohol 95 %
4. Alkohol 100 % (absolute)
5. Xylene
6. Bufer Parafin
7. EDTA 10 % (JT Baker, USA)
41
8. NaSO4 2 % (Merck, Germany)
9. Pewarnaan Kromogen DAB Monoclonal Anti Antibody Macrofag Rat
10. PBS
11. Tripsin 0,125 % (Merck, Germany)
12. H202 0,5 % (Merck, Germany)
13. Methanol (Merck, Germany)
15. Pewarnaan haematoksilin eosin (HE)
Alat Pemeriksaan jumlah Ekspresi macrofag dengan Immunohistokimia
1. Bekker glass
2. Inkubator
3. Pinset
4. Rotary microtome
5. Label, slide dan cover glass
6. Petri disk
7. Sarung tangan
8. Poly-L-lysine
9. Deck glass
10. Mikroskop Trinokuler Olympus CX 31 Japan
11. Kamera Olympus E 330 AD 01 Japan
4.9 Pemeriksaan Immunohistokimia
Tahap perlakuan sampel mengacu pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh
Yuwono (2005) dan Purwanto (2010). Persiapan pembuatan preparat Immunohistokimia diawali
42
dengan memotong gigi beserta tulang rahang di daerah interdental rahang bawah tikus.
Kemudian dilanjutkan tehnik proses jaringan dengan metode parafin.
Rahang tikus dipotong pada 3 hari dan 4 hari setelah perlakuan, kemudian direndam
dalam bufer formalin 10 % (pH 7,4). Fiksasi dilakukan 2 tahap, setelah 48 jam pertama larutan
fiksasi diganti yang baru dan pada tahap kedua dibiarkan dalam larutan fiksasi selama 48 jam
(ketebalan jaringan 0,5 cm). Fiksasi dilakukan untuk menghentikan proses autolisis pada sel
yang disebabkan oleh enzim lisosim yang dilepaskan saat kematian sel dan agar tidak terjadi
perubahan pada sel yang disebabkan oleh perlakuan selanjutnya. Setelah dilakukan fiksasi
jaringan dibilas dengan air mengalir selama 6 – 9 jam.
Tahap selanjutnya adalah dilakukan dehidrasi, clearing dan infiltrasi sebanyak dua kali.
Tahap dehidrasi pertama untuk mengekstrasi air dari jaringan dan mengganti dengan parafin.
Prosesnya yaitu dengan cara jaringan dicuci alkohol dengan konsentrasi 80 % selama 1 jam,
alkohol 95 % 2 kali 1 jam dan alkohol 100 % (absolut) 3 kali 1 jam. Kemudian dilakukan
penjernihan atau clearing pertama dengan cara memasukkan ke dalam larutan xylene sebanyak 2
kali selama 0,5 – 1 jam. Pada 10 menit terakhir proses clearing ini dinaikkan sampai 62 °C
dengan memasukkan ke dalam inkubator.
Proses berikutnya adalah dilakukan infiltrasi pertama pada jaringan . Diusahakan agar
parafin jangan sampai mengenai jaringan keras, Hal ini dapat dilakukan dengan meletakkan
potongan jaringan sedemikian rupa pada penyangga dari kawat sehingga jaringan lunak saja
yang tercelup dalam cairan parafin. Infiltrasi pertama ini dilakukan tidak lebih dari 5 menit,
bahkan pada jaringan lunak yang tipis seperti membran periodontal cukup diolesi cairan parafin.
Kemudian setelah selesai infiltrasi pertama, jaringan dicelupkan ke dalam xylene selama 2 – 3
menit untuk menghilangkan parafin yang ikut masuk ke dalam jaringan keras. Kemudian
43
dimasukkan ke dalam alkohol 95 % selama setengah jam,dicuci dengan air mengalir selama 1 –
2 jam.
Berikutnya adalah proses dekalsifikasi yang bertujuan untuk melarutkan kalsium gigi dan
tulang rahang sehingga jaringan dapat dipotong dengan baik. Dekalsifikasi dilakukan selama 21
hari dengan larutan EDTA 10% (suhu kamar) yang diganti setiap hari hingga jaringan lunak.
Kelunakan jaringan dites dengan menusuk jarum. Kemudian dilakukan netralisasi dengan NaSO4
2% selama 24 jam dan dicuci dengan air mengalir selama 12 jam.
Setelah proses dekalsifikasi dilakukan kembali proses dehidrasi kedua dan clearing kedua
cara sama seperti dehidrasi pertama dan clearing pertama. Kemudian dilakukan infiltrasi kedua
yaitu dengan cara mencelupkan jaringan ke dalam parafin yang telah dicairkan pada suhu 62 °C
sebanyak 2 kali selama 1,5 jam.
Tahapan selanjutnya adalah embedding. Disini jaringan ditanam ke dalam balok parafin
dengan cara parafin cair dituangkan ke cetakan yang dibentuk dari 2 logam, yang disusun
membentuk kotak yang diberi alas lembaran logam. Segera setelah parafin cair dituangkan ke
cetakan, potongan jaringan dimasukkan mamakai alat pinset dengan arah permukaan jaringan
yang akan dipotong menghadap ke dasar bagian atas diberi label tanda. Setelah parafin mengeras
selanjutnya logam cetakan dapat dilepas.Tahapan terakhir adalah pemotongan yang dilakukan
dengan rotary microtome secara serial dengan ketebalan 4 µm dan setelah itu siap untuk
dilakukan pemeriksaan Imunohistokimia.
Deparafinisasi dilakukan sebelum pengecatan imunohistokimia. Slide dicuci dengan silol
2 kali selama 2 menit, dicuci dengan alkohol 100 % (absolut) selama 1 menit sebanyak 2 kali,
dicuci air mengalir, dicuci alkohol 70%, 80% ,95% dan alkohol 100 % (absolut) masing-masing
1 menit. Dicuci dengan PBS pH 7,4. Inkubasi jaringan dengan tripsin 0,125 % pada suhu 37
44
°C selama 5 – 10 menit. Jaringan diinkubasikan dengan H2O2 0,5 % dalam methanol selama 30
menit untuk menghilangkan pewarnaan endogen, dibiarkan pada suhu ruangan. Dicuci dengan
air mengalir selama 1 menit, diikuti pencucian dengan akuadestilata. Jaringan ditandai dan cuci
dengan PBS pH 7,4 selama 5 menit. Inkubasi dengan 3 % serum yang dilarutkan dalam BSA 1
% selama 20 menit. Dicuci dengan PBS pH 7,4 sebanyak dua kali selama 3 menit. Diinkubasi
dengan monoklonal antibodi primer yaitu murine monoklonal antibodi terhadap molekol kolagen
tipe 1. Pada jaringan seluas 1 cm2 diperlukan 100 µL monoklonal antibodi. Inkubasi dilakukan
selama 30 menit dalam ruang lembab. Dicuci dengan PBS pH 7,4 dua kali selama 3 menit.
Inkubasi dengan antibodi primer yaitu antibodi anti murine (Dako kit). Dicuci dengan PBS pH
7,4 dua kali selama 3 menit. Inkubasi dengan stertavidin-biotin yang dibasakan dengan
peroksidase selama 30 menit. Dicuci dengan PBS pH 7,4 dua kali selama 3 menit. Inkubasi
jaringan dengan subtrat (Dako kit) sampai timbul warna coklat pada jaringan selama ± 15 menit.
Dicuci dengan PBS pH 7,4 dua kali selama 3 menit. Diwarnai dengan Haematoksilin, dicuci
dengan air mengalir. Ditutup dengan kaca penutup (deck glass) dan lem dengan entelan dilapisi
poly-L-lysine dan siap dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop lensa trinokuler.
Teknik Menghitung Jumlah Ekspresi macrofag
Penghitungan dilakukan dengan menghitung jumlah sel makrofag yang memberikan
reaksi positif terhadap monoklonal anti antibodi macrofag rat, berwarna coklat di daerah
sepertiga apikal soket gigi dengan pemeriksaaan mikroskop lensa trinokuler yang dilengkapi
dengan kamera. Pembesaran 100 kali untuk melihat semua lapang pandang, kemudian
ditingkatkan dengan pembesaran 400 kali. Daerah yang akan diamati ditentukan terlebih dahulu
yaitu daerah sepertiga apikal soket bekas pencabutan gigi yang berbatasan dengan tulang
alveolaris. Foto yang dihasilkan oleh kamera pada mikroskop akan ditransfer ke komputer yang
45
dilengkapi dengan Tool image software yang terhubung dengan mikroskop. Lapang pandang
dibagi menjadi sepuluh bagian kemudian jumlah Ekspresi Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α
)dapat dihitung.
4.10. Analisis Data
Data penelitian dianalisis menggunakan statistik analitik dan kemudian dilakukan uji
normalitas dan homogenitas. Apabila data berdistribusi normal dan memiliki variasi data yang
homogen maka dapat dilakukan uji hipotesis menggunakan statistik parametrik yaitu One Way
ANOVA. Uji One Way ANOVA adalah uji yang memiliki arah uji menuju pada satu arah sesuai
dengan hipotesis. Uji lanjutan dengan LSD dengan taraf signifikan 95% (p<0,05), untuk
mengetahui perbedaan jumlah ekspresi sel makrofag pada penyembuhan luka pencabutan gigi
dengan kitosan 1% yang memiliki berat molekol yang berbeda. Bila data tidak berdistribusi
normal atau variasi data tidak homogen maka dilakukan uji Kruskal-Wallis dilanjutkan dengan
Uji Mann-Whitney dengan taraf signifikan 95%.
46
4.11 Alur Penelitian
Tikus jenis Rattus Norvegicus strain wistar jantan, usia 8-16 mgg berat badan 150-200 gram
Dianastesi intramuskular dengan ketamin dan xylazine yang dilarutkan dalam isotonic saline
solution steril (0,2 ml/50gr bb)
Pencabutan gigi I kiri rahang bawah
Luka bekas pencabutan diirigasi dengan cairan aquadest steril untuk menghilangkan sisa debris
yang tertinggal di dalam soket gigi.
Dibagi menjadi 6 kelompok
Kontrol 1 Kontrol 2 Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4
(3 hari) (4 hari) (BM rendah,3 hari) (BM rendah,4hari) ( BM tinggi,3 hari) (BM tinggi,4 hari)
Tikus perlakuan dan tikus kontrol dikorbankan setelah 3 dan 4 hari
Tulang rahang didaerah interdental rahang bawah dipotong
Difiksasi dengan buffer formalin10% (suhu kamar) selama 48 jam
Dekalsifikasi dengan EDTA 10% selama 2 minggu
Spesimen dimasukkan dalam larutan alkohol : toluol (1:1)
Proses penjernihan dengan toluol murni
Dimasukkan dalam larutan toluol parafin jenuh
Spesimen dimasukkan ke dalam parafin cair, diinfiltrasi dalam oven
Proses embedding dan diberi label
Pemeriksaan imunohistokimia (Ekspresi sel makrofag)
Gambar 4.1. Alur Penelitian
47
BAB 5. HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Penelitian Ekspresi Sel makrofag
Rerata dan simpang baku sel makrofag pada setiap kelompok kitosan dengan berat
molekol tinggi, kelompok kitosan dengan berat molekol rendah dan kelompok kontrol lama
pengamatan 3 dan 4 hari dapat dilihat pada tabel 5.1, tabel 5.1 grafik 5.1 dan gambar 5.1.
Tabel 5.1. Rerata dan simpang baku ekspresi sel makrofag pada setiap kelompok kitosandengan
berat molekol tinggi, kelompok kitosan dengan berat molekol rendah dan kelompok
kontrol pada lama pengamatan 3 dan 4 hari
3 days 4 days
Variable Treatment Mean± SD Mean± SD
The expression of
macrophage cell Chitosan high MW,visco 16.00±2.37 22.00±2.00
Chitosan low MW,visco 12.40±2.30 13.33±2.25
Control 2.83±0.98 3.40±1.14
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan jumlah sel makrofag pada kelompok perlakuan
dengan berat molekol tinggi pada pengamatan 3 dan 4 hari hari lebih banyak dibandingkan
dengan kelompok kontrol serta kelompok perlakuan dengan berat molekol rendah.
Gambar 5.1 Grafik jumlah jumlah Ekspresi sel makrofag pada kelompok perlakuan dengan berat
molekol tinggi pada pengamatan 3 dan 4 hari
48
Gambar 5.2.Gambaran imunohistokimia ekspresi sel makrofag pada pengamatan 3 hari
(A) kelompok perlakuan berat molekul dan viskositas tinggi (B) kelompok perlakuan berat
molekul dan viskositas rendah (C) kelompok kontrol, ekspresi sel makrofag pada pengamatan 4
hari (D) kelompok perlakuan berat molekul dan viskositas tinggi (E) kelompok perlakuan berat
molekul dan viskositas rendah (F) kelompok kontrol
Berdasarkan gambar 5.1 dan 5.2 jumlah sel makrofag pada kelompok perlakuan dengan
berat molekol tinggi pada pengamatan 3 dan 4 hari hari lebih banyak dibandingkan dengan
kelompok kontrol serta kelompok perlakuan dengan berat molekol rendah.
5.2 Analisis Statistik Hasil Penelitian
Rerata dan simpang baku jumlah ekspresi sel makrofag yang didapat dianalisa dengan uji
statistik Kolmogorov Smirnov menunjukkan bahwa semua data berdistribusi normal (p>0,05),
yaitu p sebesar 0,076 sehingga memenuhi persyaratan menggunakan uji parametrik. Uji Levene
menunjukkan nilai 0,253, probabilitas > 0,05, maka asumsi homogen terpenuhi, sehingga
memenuhi persyaratan menggunakan uji parametri.
49
Taraf Signifikan Uji One way Anova Kelompok Kitosan dengan berat molekol rendah dan
berat molekol tinggi
Hasil uji Homogenitas variabel dengan Lavene test dan Hasil uji one way Anova untuk data
jumlah Ekspresi sel makrofag dapat dilihat pada tabel 5.2
Tabel 5.2.
Lavene test Harga p
Jumlah Ekspresi sel makrofag 0,08
Harga p> 0,05, berarti data homogen
Taraf signifikan jumlah Ekspresi sel makrofag pada kelompok perlakuan dengan berat molekol
tinggi rendah pada pengamatan 3 dan 4 hari hari
Variabel Harga p
Kitosan berat molekol tinggi – Kitosan berat molekol rendah
Jumlah Ekspresi sel makrofag 0,000*
keterangan: *= perbedaan bermakna
Hasil uji one way Anova test perbandingan antara kitosan dengan berat molekol tinggi
dan rendah pada lama pengamatan 3 dan 4 hari setelah perlakuan menunjukkan jumlah Ekspresi
sel makrofag terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) dengan harga p sebesar 0,000. Untuk
mengetahui perbedaan significant masing – masing kelompok, dilakukan pengujian LSD
ditunjukkan pada tabel 5.Pada tabel 5.3 Hasil Uji LSD
Multiple Comparisons
Dependent Variable:
LSD
(I) KELOMPOK Sig.
kontrol 3 hari kontrol 4 hari ,581
perlakuan BM tinggi 3 hari
,000
perlakuan BM tinggi 4 hari
,000
perlakuan BM rendah 3 hari
,000
50
perlakuan BM rendah 4 hari
,000
kontrol 4 hari kontrol 3 hari ,581
perlakuan BM tinggi 3 hari
,000
perlakuan BM tinggi 4 hari
,000
perlakuan BM rendah 3 hari
,000
perlakuan BM rendah 4 hari
,000
perlakuan BM tinggi 3 hari kontrol 3 hari ,000
kontrol 4 hari ,000
perlakuan BM tinggi 4 hari
,000
perlakuan BM rendah 3 hari
,007
perlakuan BM rendah 4 hari
,030
perlakuan BM tinggi 4 hari kontrol 3 hari ,000
kontrol 4 hari ,000
perlakuan BM tinggi 3 hari
,000
perlakuan BM rendah 3 hari
,000
perlakuan BM rendah 4 hari
,000
perlakuan BM rendah 3 hari kontrol 3 hari ,000
kontrol 4 hari ,000
perlakuan BM tinggi 3 hari
,007
perlakuan BM tinggi 4 hari
,000
perlakuan BM rendah 4 hari
,448
perlakuan BM rendah 4 hari kontrol 3 hari ,000
kontrol 4 hari ,000
perlakuan BM tinggi 3 hari
,030
perlakuan BM tinggi 4 hari
,000
perlakuan BM rendah 3 hari
,448
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
51
BAB 5. PEMBAHASAN
Kehilangan gigi akan menyebabkan gangguan fungsi fonetik, mastikasi, dan estetik.
Pencabutan gigi menginisiasi proses reparatif yang melibatkan jaringan keras (tulang alveolar)
dan jaringan lunak (ligament periodontal dan gingiva) (Farina dan Trombeli, 2012). Proses
penyembuhan luka terdiri dari empat fase terintegrasi yaitu fase hemostasis, inflamasi,
proliferasi, dan remodeling jaringan. Sel makrofag merupakan salah satu sel utama yang
berperan pada fase inflamasi (Gosain dan DiPietro, 2004).
Percepatan penyembuhan luka setelah pencabutan gigi merupakan hal utama yang perlu
diperhatikan pada pencabutan gigi Penyembuhan luka merupakan salah satu mekanisme yang
melibatkan perbaikan dan regenerasi jaringan (Chandra, 2004). Faktor sistemik yang
berpengaruh pada penyembuhan luka antara lain: umur, nutrisi dan faktor hormonal. Penyakit
sistemik seperti kardiovaskuler, diabetes melitus, hipertensi dan gangguan perdarahan dapat
menyebabkan penyembuhan luka pencabutan gigi menjadi lebih lama. Pada pasien dengan
pemakain obat hormon Adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan kortisol dapat menghambat
proliferasi sel fibroblas baru dan pembuluh kapiler baru serta reaksi inflamasi sehingga
menyebabkan penyembuhan luka terganggu dan menjadi lebih lama (Florman, 2004). Penderita
diabetes melitus juga memiliki masalah dalam penyembuhan luka karena faktor vaskuler,
berkurang fungsi dari sel radang, kehilangan sensasi dan perubahan pada metabolisme matrik
ekstraseluler (Paterson et al., 1998)
Pada proses penyembuhan luka akan terjadi proses epitelisasi pada soket gigi,
pembentukan jaringan ikat baru dan remodeling tulang alveolaris. Proses penyembuhan luka
pencabutan gigi pada prinsipnya dibagi menjadi tiga tahap yaitu inflamasi, proliferasi dan
remodeling (Topazian et al., 2002)
52
Pada penelitian ini dihasilkan bahwa ada perbedaan jumlah Ekspresi sel makrofag antara
penggunaan kitosan gel dengan berat molekol tinggi dan rendah dalam penyembuhan luka
pencabutan gigi Rattus Norvegicus pada lama pengamatan 3 dan 4 hari. Pada kelompok kontrol
yaitu kelompok dengan pencabutan gigi yang tidak diberi aplikasi kitosan gel, menunjukkan
jumlah ekspresi sel makrofag yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok perlakuan
menggunakan kitosan gel baik berat molekul yang tinggi maupun rendah.Tahap inflamasi
dimulai sejak terjadinya luka hingga hari kelima. Proses inflamasi terjadi setelah pembentukan
bekuan darah. Sel radang yaitu sel PMN, sel makrofag dan sel neutrofil akan bermigrasi ke arah
soket gigi. Sel makrofag akan muncul 48-96 jam setelah terjadi luka. Sel makrofag akan berumur
lebih panjang dibanding sel PMN dan akan tetap ada di dalam luka sampai penyembuhan luka
telah berjalan sempurna (Prabakti, 2005). Sel makrofag akan melepaskan sitokin berupa Tumor
necrosis factor α (TNF-α), Transforming growth factor betha (TGF-ß), Interleukin 6 (IL-6),
Interleukin 8 (IL-8), proteinase yaitu diantaranya adalah enzim kolagenase Matriks
metalloproteinase (MMPs) dan mediator lain seperti prostaglandin E2 (PGE2) (Wang, 2006).
Pada proses penyembuhan luka pencabutan gigi terdiri dari 3 tahap yaitu inflamasi, proliferasi
dan remodeling. Pada proses inflamasi, sel inflamasi akan melepaskan enzim lisozim (Topazian
et al., 2002). Kitosan akan terbiodegradasi oleh enzim lizosim yang akan memecah N-acetyl-D-
glucosamine bentuk polimer menjadi N-acetyl-D-glucosamine bentuk dimer yang aktif yang
selanjutnya membentuk cross-linked dengan glycosaminoglycan dan glycoprotein yang
merupakan makromolekul matrik ekstraseluler serta menstimulasi TNF-α, TGF-ß 1 dan FGF 2
(Chin & Halim, 2009).
Sel inflamasi yang bermigrasi ke arah luka didominasi oleh sel mononuklear seperti sel
makrofag. Pemberian kitosan akan memicu sel makrofag untuk meningkatkan produksi sitokin
53
yang berupa TGF-ß1 (Ueno et al., 2001). Kitosan yang diaplikasikan pada luka pencabutan gigi
dapat menstimulasi peningkatan TGF β1 dan FGFs. Growth factors ini akan memicu proliferasi
fibroblas sehingga penggunaan kitosan dapat meningkatkan jumlah fibroblas pada penyembuhan
luka pencabutan gigi (Chin & Halim, 2009).
Pada penelitian ini kitosan dengan perlakuan menggunakan kitosan gel dari berat molekul
yang tinggi menunjukkan jumlah ekspresi sel makrofag yang lebih besar dibandingkan dnegan
kelompok perlakuan dengan kitosan yang memiliki berat molekul yang rendah. Kitosan dapat
menstimulasi migrasi dari sel makrofag (Ueno et al., 2001). Kitosan yang bermuatan positif akan
bereaksi dengan permukaan muatan negatif dari anionic polymersehingga mampu memfasilitasi
migrasi sel inflamasi, sehingga sel radang meningkat (Sularsih, 2011). Sel limfosit dan sel
makrofag berinteraksi secara dua arah. Makrofag memproduksi sitokin seperti Tumor Necrosis
Factor Alpha (TNF-α) ,IL-12, IL-6, dan IL-23, mengenalkan antigen kepada limfosit T, sehingga
menimbulkan respon dari limfosit (Kumar et al, 2011). Limfosit T yang teraktivasi akan
memproduksi limfokin yang mengaktifkan lebih banyak monosit dan makrofag berupa
macrophage aggregating factor (MAF) / IFN-ϒdan macrophage chemotactic factor (MCF)
(Mitchell et al, 2006; Djamaludin, 2009). Limfosit selanjutnya menghasilkan sitokin IL-2 dan
fibroblast activating factor yang mempengaruhi sel fibroblast sehingga menunjang tahap
penyembuhan luka berikutnya (Suryadi et al, 2013). Kitosan dengan berta molekul yang tinggi
berikatan dengan reseptor utama pada makrofag untuk kitosan yaitu mannose receptor.Setelah
berikatan dengan reseptor, kitosan di internalisasi oleh sel makrofag (Ueno et al., 2001). Kitosan
tersebut akan terbiodegradasi oleh enzim lizosim yang akan memecah N-acetyl-D-glucosamine
bentuk polimer menjadi N-acetyl-D-glucosamine bentuk dimer yang aktif yang selanjutnya
membentuk cross-linked dengan glycosaminoglycan dan glycoprotein yang merupakan
54
makromolekul matrik ekstraseluler serta menstimulasi TNF-α. Pada kitosan dengan berat
molekul yang tinggi mengandung N-asetil yang lebih banyak sehingga akan menstimulasi sel
makrofag untuk melepas growth factor lebih banyak. makin banyak monomer N-asetil, makin
tinggi efek percepatan penyembuhan luka (Alsarra, 2009). Dengan meningkatnya ekspresi sel
makrofag pada pengamatan 3 dan 4 hari diharapkan setelah hari ke 5 segera turun jumlahnya
agar tahapan proses penyembuhan luka pencabutan gigi selanjutnya yaitu tahap proliferasi segera
berlanjut. Dari penelitian lain yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa kitosan gel
dengan berat molekul yang tinggi dapat meningkatkabn proliferasi sel fibroblas dan sel osteoblas
pada penyembuhan luka pencabutang gigi Rattus Norvegicus dengan lama pengamatan 7 dan 14
hari (Sularsih, 2013). Pada kitosan berat molekul tinggi, ukuran partikel besar dan memiliki
viskositas tinggi sehingga aplikasi kitosan gel lebih mudah juga penetrasi pada lapisan mucin
juga meningkat sehingga mukoadhesi lebih kuat, mudah melekat pada jaringan dibanding berat
molekul rendah (Aranaz, 2009; Budianto, 2013). Blood clot yang terbentuk lebih kuat pada soket
bekas pencabutan gigi yang diberi kitosan berat molekul tinggi. Sedangkan pada kitosan berat
molekul rendah, ukuran partikel lebih kecil dan memiliki viskositas yang rendah sehingga
aplikasi kitosan gel lebih sulit dibanding kitosan gel berat molekul tinggi (Aranaz, 2009;
Alemdaroglu et al, 2006; Budianto, 2013). Dari hasil penelitian ini, penggunaan kitosan gel
dapat menstimulasi ekspresi sel makrofag sehingga dapat meningkatkan growth factor yang
menunjang proses penyembuhan luka sehingga sehingga diharapkan mampu menunjang
percepatan proses penyembuhan luka pencabutan gigi.
55
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Ada perbedaan jumlah Ekspresi sel makrofag antara penggunaan kitosan gel
dengan berat molekol tinggi dan rendah dalam penyembuhan luka pencabutan gigi
Rattus Norvegicus pada lama pengamatan 3 dan 4 hari
2. Kelompok perlakuan dengan kitosan gel yang memiliki berat molekol yang tinggi
memiliki jumlah Ekspresi sel makrofag paling banyak dibandingkan dengan
kelompok perlakuan menggunakan kitosan yang memiliki berat molekol rendah
dan kelompok kontrol
5.2 SARAN
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang kemampuan kitosan dalam perannya
pada proses inflamasi penyembuhan luka pencabutan gigi yang dapat menstimulasi
growth factor atau sitokin yaitu IL-12, IL-6, dan IL-23.
2.Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang kemampuan kitosan dalam menstimulasi
TGF β1, TLR yang merupakan growth factor dan reseptor yang dapat menunjang
penyembuhan luka pencabutan gigi
56
DAFTAR PUSTAKA
Dai T, et al, 2011. Chitosan Preparations for Wounds and Burns: antimicrobial and Wound
Healing Effects. Expert Rev Anti Infect TherJuly 2011; 9(7):857-879.
Sularsih, 2011.Penggunaan Kitosan dalam Proses Penyembuhan Luka Pencabutan Gigi Rattus
Norvegicus. Tesis. Surabaya: Universitas Airlangga. h42-48.
Alsarra IA, 2009. Chitosan Topical Gel Formulation in the Management of Burn
Wounds.International Journal of Biological Macromolecules 2009; Vol 45: 16-21.
Maeda Y, Kimura Y. 2004. Antitumor Effects of Various Low-Molecular-Weight Chitosans Are
Due to Increased Natural Killer Activity of Intestinal Intraepithelial Lymphocytes in Sarcoma
180–Bearing Mice. J. Nutr. 134: 945–950.
Velnar T, Bailey T, dan Smrkolj V, 2009. The Wound Healing Process: an Overview of the
Cellular and Molecular Mechanism. The Journal of International Medical Research 2009; 37:
1528 – 1542.
Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. 2006. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit
Robbins & Cotran, Ed. 7 . Jakarta: EGC. h57.
Avery JK, 2002. Oral Development and Histology Third Edition. Thieme, p391-407. Available
from http://books.google.co.id/books?id=A-
27QEnmvwEC&lpg=PA375&pg=PA404#v=onepage&q&f=false. Accessed Juni 9, 2013.
Corwin EJ, 2000. Buku Saku Patofisiologi .Jakarta: EGC. h22
Farina R, Trombelli L, 2011. Wound healing of extraction sockets. Endodontic Topics. Dentistry
& Oral Sciences Source, Ipswich, MA September 2011; 25(1):16-43.
Nanci A, 2008. Ten Cate’s Oral Histology, Development, Structure, and Function Seventh
Edition. St Louis: Mosby Elsevier, p 380-383, 388-389.
Suryadi IA, Asmarajaya AAGN, Maliawan S, 2013. Proses Penyembuhan dan Penanganan Luka.
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar. Available link:
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/4885/3671. Accessed Juni 26, 2013.
Kumar V, Abbas AK, dan Aster JC. 2011. Robbins Basic Pathology. 9th Ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders, p 29-72
Prabakti Y, 2005. Perbedaan Jumlah Fibroblas di Sekitar Luka Insisi pada Tikus yang Diberi
Levobupivakain dan yang Tidak Diberi Levobupuvakain. Tesis, Universitas Diponegoro
Semarang, Indonesia, p. 20-24. Available from
http://eprints.undip.ac.id/17651/1/Yudhi_Prabakti.pdf. Accesed Mei 22, 2013
57
Topazian RG, Goldberg MH. Hupp JR, 2002. Oral and maxillofacial infections 4ed. United
States of America: Elsevier Saunders. pp. 2-157
Wang G, 2006. Dual effects of soluble chitosan on inflammatory proteins expression and matrix
mettaloproteinases expression. Dissertation submitted to the department of chemical and
biomedical engineering, Taiwan University. pp. 5-45
Alemdaroglu C, Degim Z, Celebi N, Zor F, Ozturk S, Erdogan D, 2006. An investigation on
burn wound healing in rats with chitosan gel formulation containing epidermal growth factor.
Burns, 32: 319-327
Senel S, McClure SJ, 2004. Potential applications of chitosan in veterinary medicine. Advanced
Drug Delivery Reviews, 56: 1467-1480
Guyton and Hall. 1997. Human physiology and mechanisms of disease 7ed. United States of
America: Elsevier Saunders. pp. 634 – 647
Matsunaga S, Yanagiguchi K, Yamada S, Ohara H, 2005. Chitosan Monomer Promotes Tissue
Regeneration on Dental Pulp Wounds. J. Biomed. Mater. Res. Vol 76A. pp. 711-720.
Pedlar J, 2007. Oral and maxillofacial surgery 2ed. United States of America: Elsevier Saunders.
pp. 24-45
Muthoharoh SP, 2012. Sintesis Polimer Superabsorben Dari Hidrogel Kitosan Terikat Silang.
Skripsi. Program S1 Reguler Kimia, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, hal 6-9
Garant PR, 2003. Oral cells and tissue. Quintessence books Co Inc. pp. 153-173, 195-227
Yilgor P, Tuzlaklogu K, Reis R, 2009. Incorporation of a sequential BMP-2/ BMP-7 delivery
system into chitosan-based scaffolds for bone tissue engineering. J. Biomaterials. Vol 10. pp. 1-9
Kaban J. 2009. Modifikasi Kimia dari Kitosan dan Aplikasi Produk yang Dihasilkan. Medan:
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Kimia Oraganik Sintesis
Universitas Sumatera Utara. h4.
Olczyk P, Komosinska-Vassev K, Winsa-Szczotka K, Kozma EM, Wisowski G, Stojko J,
Klimek K, Olczyk K, 2012. Propolis Modulates Vitronectin, Laminin, and Heparan
Sulfate/Heparin Expression during Experimental Burn Healing. Journal of Zhejiang University,
13(11): 932-41
Saleh MR, 2013. Perbandingan Kadar Glikosaminoglikan dan Triterpene Glycoside pada Ekstrak
Teripang Emas (Stichopus hermanii) dengan Pelarut Etanol (Polar) dan Heksana (Non Polar).
Skripsi, Universitas Hang Tuah Surabaya, Indonesia, p. 39-43
Nield J, Willman D, 2003. Foundation of periodontics for dental hygienist, 1st ed., Philadelphia:
Lippincott William & Walkins, pp 1-81
58
Florman M, 2004. Etiology, prevention and management of post-extraction complications,
Available from http://www.whittieroralsurgery.com/_media/publications/Post-
extraction_Complication_Course.pdf. Accessed August 14, 2012
Boddupalli BM, Mohammed ZNK, Nath RA, Banji D, 2010. Mucoadhesive drug delivery
system: An overview. J Adv Pharm Technol Res, 1(4): 381-387
Mori T, Murakami M, Okumura M, Kadosawa T, Uede T, Fujinaga T, 2005. Mechanism of
Macrophage Activation by Chitin Derivates. J. Vet. Med. Sci. 67(1): 51—56, 2005.
Aranaz I, Mengíbar M, Harris R, Paños I, Miralles B, Acosta N, Galed G dan Heras Á. 2009.
Functional Characterization of Chitin and Chitosan.Current Chemical Biology, 2009, 3, 203-230.
Mappa T, Edy HJ, Kojong N, 2013. Formulasi Gel Ekstrak Daun Sasaladahan (Peperomia
pellucida (L.) H.B.K.) dan Uji Efektivitasnya Terhadap Luka Bakar pada Kelinci
(Oryctolagus Cuniculus). Jurnal Ilmiah Farmasi , UNSRAT Vol. 2
No. 02. Available from
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/pharmacon/article/view/1606. Accessed July 28, 2013
Dwiartyani NG, 2012. Efek Xyilitol dan Propilen Glikol Terhadap Stabilitas Fisik Gel
Imunnoglobulin Kuning Telur (Ig Y) (Eksperimental Laboratorik). Tesis. Program Spesialis
Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia, Jakarta. h. 2-3, 13-4
Dharmawan D, 2013. Peningkatan Kolagen Akibat Induksi Gel Kombinasi Spirulina dan Kitosan
pada Soket Pencabutan Gigi Marmut (Cavia cobaya). Skripsi. Surabaya: Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Airlangga. h.11-12, 14, 45.
Putrianti NAR, 2013. Efek Ekstrak Air Teripang Emas (Stichopus hermanii) Terhadap
Peningkatan Angiogenesis pada Proses Penyembuhan Luka Ulkus Traumatikus Mukosa Rongga
Mulut Tikus Wistar. Skripsi. Universitas Airlangga: Surabaya. h: 24-31.
Chandra. S. 2004. Repair and regeneration of dental tissues textbook of dental and oral
histology with embryology. Jaypee Brothers medical publisher (P) LTD, pp 300 – 301, 306 – 309
Dorri M, Shahrahbi S, 2010. Comparing the effects of chlorhexidine and persica on alveolar
bone healing following tooth extraction in rats, a randomised controlled trial. J Clin Oral Invest.
Vol 10. No 10. pp. 467-475
Schultz et al, 2005. Extracellular matrix; Review of the roles on acute and chronic wound.
Avalaible from http://www.worldwidewounds.com/2005/august/Schultz/extrace matrix acut
chronic wound.html. Accessed april 4,2015
Cotran dkk, 2007. Pathology basic of disease 7 th ed. Philadelphia. W.B. Saunders. P 21-201
Hardiono IK, 2012. Pengaruh pemberian ekstrak ganggang coklat jenis Saragassum sp terhadap
jumlah limfosit pada ulkus traumatikus. Skripsi. Universitas Hang Tuah, Surabaya. P 60-62
59
Ambriyani, 2013. Pemberian salep ekstrak daun mengkudu meningkatkan proses regenerasi
jaringan lunak pada tikus putih galur wistar jantan. Tesis. Universitas udayana. Denpasar. P 17
Guo S, Dipietro LA, 2010. Factors affecting Wound Healing. J Dent Res 2010; 89(3): 219-229.
Peterson et al. 2003. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery 3rd ed. St. Louis: Mosby
Year Book Inc; p57-68
Chin L, Halim AS, 2009. In vitro models in biocompability assessment for biomedical-grade
chitosan [derivatives in wound management. J. Molecular Science. Vol 10. No 3. pp. 1300-1313
Ueno H, Nakamura F, Mukarami M, Okumura M, Kadosawa T, Fujinaga T, 2001. Evaluatione
effects of chitosan for the extracellular matrix production by fibroblasts
Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. 2006. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit
Robbins & Cotran, Ed. 7 . Jakarta: EGC. h57.
Djamaluddin AM, 2009. Pemanfaatan Khitosan dari Limbah Krustasea untuk Penyembuhan
Luka pada Mencit (Mus musculus albinus). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. h8.
Aranaz I, Mengíbar M, Harris R, Paños I, Miralles B, Acosta N, Galed G dan Heras Á. 2009.
Functional Characterization of Chitin and Chitosan. Current Chemical Biology, 2009, 3, 203-230
Alemdaroglu C, Degim Z, Celebi N, Zor F, Ozturk S, Erdogan D, 2006. An investigation on
burn wound healing in rats with chitosan gel formulation containing epidermal growth factor.
Burns, 32: 319-327.
Budianto B, 2013. Pengaruh Kitosan Gel 1% yang Memiliki Berat Molekul Tinggi dan Rendah
Terhadap Jumlah Sel Osteoblas pada Proses Penyembuhan Luka Pencabutan Gigi. Skirpsi.
Universitas Hang Tuah, Surabaya. h22,38
Sularsih, Type 1 Collagen on wound healing process of dental extraction with different weight
molecular of chitosan, Proseding dentisphere, FKG UHT, 2013
60
Lampiran 1. Biaya Penelitian
RINCIAN PENGELUARAN PENELITIAN
Tanggal Uraian Jumlah Satuan Total Bukti
12-Feb-17 Foto copy 1 187500 187500 1
16-Feb-17 Pembelian serbuk kitosan dan pembuatan gel 1 500000 500000 2
03-Mar-17 Pembelian hewan coba 40 50000 2000000 3
17-Mar-17 sewa kandang,perawatan, Perlakuan hewan coba 1 1900000 1900000 4
23-Feb-17 Pembelian pertamax 1 150000 150000 5
24-Feb-17
Pembelian Reagen Polyclonal Antibody TNF α
Rabbit 1 3750000 3750000 6
24-Feb-17
Pembelian Imonohistokimia kit, pembuatan
preparat 1 2400000 2400000 7
21-Mar-17 Pembelian pertamax 1 200000 200000 8
22-Mar-17 Foto copy 1 435000 435000 9
29-Mar-17 Pembelian pertamax 1 200000 200000 10
29-Mar-17 Pembayaran seminar TIP IPAMAGI 4 1 675000 675000 11
06-Apr-17 Pembayaran publikasi seminar DENTISPHERE 3 1 800000 800000 12
29-Agu-16 Pembelian buku proseding DENTISPHERE 3 1 250000 250000 13
05-Mei-17 Pembelian pertamax 1 150000 150000 14
12-Mei-17 Foto copy, Print foto preparat 1 590000 590000 15
25-Jul-17 Pembelian pertamax 1 200000 200000 16
Total 14387500
61
Lampiran 2. Waktu Pelaksanaan penelitian
Feb
2017
Maret
2017
April
2017
Mei
2017
Juni
2017
Juli
2017
No Kegiatan
1. Persiapan
2. Perijinan dan
kerjasama
3 Pembelian alat dan
bahan
4 Pembuatan sampel
5 Pengujian
6 Analisa data
7 Penulisan
pembahasan
8 Seminar
9 Penyempurnaan
10 Publikasi dan
pengiriman laporan
62
Lampiran 3. Personalia Penelitian
1. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Sularsih, drg Mkes
b. Jenis Kelamin : Wanita
c. NIK : 01318
d. Disiplin Ilmu : Ilmu Material dan Tehnologi Kedokteran Gigi
e. Pangkat/Golongan : III C
f. Jabatan Fungsional : Lektor
g. Fakultas : Kedokteran Gigi
h. Waktu Penelitian : 3 jam/minggu
2. Anggota Peneliti
a. Nama Anggota I : Fitria Rahmitasari drg.,Mkes
b. Jenis Kelamin : Wanita
c. NIK : 01626
d. Disiplin Ilmu : Ilmu Material dan Tehnologi Kedokteran Gigi
e. Pangkat/Golongan : III B
f. Jabatan Fungsional : -
g. Fakultas : Kedokteran Gigi
h. Waktu Penelitian : 3 jam/minggu
63
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Sularsih, drg.,Mkes
Tempat dan tanggal lahir : Sukoharjo, 30 November 1981
Alamat : Perum Griya Pesona Asri k/33 YKP surabaya
Jenis Kelamin : Wanita
Instansi Pekerjaan : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah Surabaya
Pangkat/Golongan/NIP : Penata Madya/ IIIC / 01318 (Yayasan Nala)
Bidang keahlian : Ilmu Material dan Tehnologi Kedokteran Gigi
Tahun perolehan gelar terakhir : 2011
Alamat kantor : Jl. Arif Rahman Hakim 150, Surabaya
Telepon : 031 – 5945864 pswt 200
E-mail : larsih [email protected]