laporan penelitian pokok-pokok konsepsi … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh...

35
1 LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI KERAWANAN YANG PERLU DI WASPADAI DI BALI (OPTIMALISASI PERAN “PECALANG” DI DESA PAKRAMAN) TIM PENELITI Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudi., SH.,MH Drs. Tri Sudirman I Wayan Gede Suryatartha, S.E.,MBA DENPASAR 2015

Upload: haquynh

Post on 27-May-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

1

LAPORAN PENELITIAN

POKOK-POKOK KONSEPSI KERAWANAN YANG PERLU DI WASPADAI DI BALI

(OPTIMALISASI PERAN “PECALANG” DI DESA PAKRAMAN)

TIM PENELITI

Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudi., SH.,MH

Drs. Tri Sudirman

I Wayan Gede Suryatartha, S.E.,MBA

DENPASAR

2015

Page 2: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

2

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Ynag Maha Kuasa/ Ida Shang Hyang

Widhi Wasa, penelitian dengan judul “Pokok-pokok Konsepsi Kerawanan yang Perlu Diwaspadai

di Bali: Optimalisasi Peran Pecalang” dapat diselesaikan sesuai dengan perencanaan. Penelitian

ini dimaksudkan untuk mengetahui potret kerawanan yang perlu diwaspadai yang diperkirakan

ataupun bahkan telah terjadi sehingga perlu ditangani secara serius.

Keberhasilan pariwisata di Bali banyak mengundang perhatian terhadap pulau yang relative

kecil ini, perhatian tersebut di samping yang positif juga banyak yang sengaja untuk

memanfaatkan secra negative sehingga dapat menimbulkan kerawanan-kerawanan yang dapat

membahayakan bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, serta ketidak tertiban secara

menyeluruh. Karena itu penelitian-penelitian untuk mengetahui getaran-getaran kerawanan

yang sewaktu-waktu dapat muncul atau terjadi sangat penting untuk dilakukan.

Penelitian ini dapat dilaksanakan dan diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak,

untuk itu perkenankan melalui kesempatan ini kami tim peneliti menyampaikan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

a. Forum Koordinasi Pencegahan Teroris Republik Indonesia;

b. Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Bali;

c. Kantor Kesatuan Bangsa Perlindungan Masyarakat dan Politik Provinsi Bali;

d. Para Responden dan ataupun informan di seluruh Kabupaten/Kota se Provinsi Bali yang

terdiri dari tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh organisasi kemasyarakatan, organisasi

sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya,

dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya.

e. Demikian pulapara tenaga lapangan, mahasiswa dan beberapa dosen yang ikut terlibat

dalam penelitian ini.

Kami berharap semoga hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk dipakai pegangan

dalam mengambil kebijakan menegakkan ketertiban dan keamanan di daerah Bali

Khususnya dan demi keamanan Republik Indonesia pada umumnya.

Tim Penyusun,

Page 3: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

1

I. PENDAHULUAN

Keberhasilan pariwisata di Bali diakui menjadi sebab bertambahnya migrasi ke Bali.

Dengan demikian salah satu dampak yang ditimbulkan dari keberhasilan pariwisata adalah

masalah kependudukan. Sebagaimana dikatakan Pitana bahwa masalah kependudukan dapat

menimbulkan dampak sekunder yang berantai aseperti pengangguran, gelandangan dan

pengemis, prostitusi, penyalahguaan obat terlarang, tindakan kriminal atau berbagai penyakit

sosial lainnya (Pitana, 2000). Di berbagai tempat masalah kependudukan dapat menimbulkan

konflik sosial antar ras, suku, agama ataupun masalah ekonomi. Apabila masalah

kependudukan ini tidak dikelola dengan baik akan berdampak negatif bagi kelangsungan

pariwisata di Bali.

Menurut Penelitian Pitana (2000), masalah kependudukan telah menjadi persoalan yang

sangat kompleks dalam perkembangan pariwisata di Kuta. Hal ini sangat dirasakan oleh semua

lapisan masyarakat di kuta baik kalangan birokrat maupun para usahawan yang bergerak di

bidang ekonomi.

Salah satu lembaga adat yang merupakan wadah masyarakat adat di Bali dalam

membina kehidupannya yang sosial relegius adalah desa pakraman. Dalam kaitannya tersebut

Desa pakraman mempunyai otonomi baik dalam menetapkan aturan hukum yang berlaku

dilingkungan wilayahnya (awig-awig) termasuk mengatur masalah kependudukan baik sebagai

krama desa dan krama tamiu (penduduk pendatang). Desa pakraman juga mempunyai otonomi

dalam menyelenggarakan organisasinya yang sosial relegius, serta berwenang menyelesaikan

persoaln-persoalan hukum yang terjadi di lingkungan wilayahnya baik berupa pelanggaran

hukum mamupun sengketa (Sudantra, 2001). Di dalam desa pakraman juga ada satu lembaga

yang khusus menangani masalah keamanan juka ada kegiatan di wilayahnya yang disebut

dengan nama’pecalang’. Pecalang berasal dari kata ‘celang’ yang artinya awas, sehingga

‘pecalang’ dimaksudkan agar awas, selalu waspada untuk memantau hal-hal yang

membahayakan di lingkungan desa pakraman.

Terkait dengan keberadan penduduk Bali yang heterogen memberi peluang juga

terjadinya tindak kejahatan dan kriminal. Sebagi contoh adalah tidakan teorisme. Sebagaimana

diketahui bersama bahwa Bom Bali kedua yang meledak pada tanggal 1 Oktober 2005 di tiga

Page 4: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

2

lokasi yaitu Raja’s Restaurant, Nyoman's Cafe dan Menega's Café telah menelan korban 22

orang meninggal dunia dan ratusan orang mengalami luka-luka. Ini semakin meneguhkan

stigma asing bahwa Indonesia bukan tempat yang aman bagi pariwisata dan investasi. Hal ini

terlihat dari tidak tercapainya sasaran kunjungan wisata 2005 dan pertumbuhan investasi yang

masih tetap bahkan cenderung menurun.

Terjadinya kasus BOM Bali mengingatkan semua orang bahwa Desa Pakraman sebagai

organisasi relegius memegang peranan yang sangat penting dalam melakukan perencanaan

(planning), pengembangan (development), pengawasan (supervision) dan pengevaluasian

(evaluation) program pengembangan pariwisata, terutama yang berdampak pada

meningkatnya tindakan teorisme. Oleh karena itu penting untuk dilakukan penelitian tentang

sejauh mana partisipasi desa pakraman dalam pencegahan aksi terorisme, dan bentuk

partispasi desa pakraman itu seperti apa. Untuk itu sangat relevan dilakukan penelitian lebih

lanjut tentang “Partisipasi Desa Pakraman Dalam Pencegahan Aksi Terorisme”.

II. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka ada beberapa permasalahan yang perlu

mendapat perhatian dalam penelitian ini yaitu :

1. Apa saja bentuk-bentuk kerawanan yang perlu diwaspadai di Bali

2. Mengapa Penting dilakukan optimalisasi ‘pecalang’ di Desa Pakraman Dalam

Pencegahan Aksi radikalisme ataupun Teorisme?

3. Apakah bentuk partisipasi dilakukan oleh ‘pecalang’ di Desa Pakraman dalam

Pencegahan Aksi radikalisme ataupun Teorisme?.

III. Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kerawanan yang perlu diwaspadai di Bali ;

2. Untuk mengetahui pentingnya dilakukan Partisipasi ‘pecalang’ di Desa Pakraman Dalam

Pencegahan Aksi radikalisme atau Teorisme

3. Untuk mengetahui bentuk partisipasi ‘pecalang’ yang dilakukan di Desa Pakraman

Page 5: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

3

dalam Pencegahan Aksi radikalisme ataupun Teorisme.

IV. Urgensi (keutamaan) Penelitian

Penelitian ini penting untuk dilakukan dalam rangka membantu pemerintah mencari solusi

dalam pencegahan aksi radikalisme ataupun terorisme. Oleh karena itu, keikut sertaan desa

pakraman dalam dalam pencegahan aksi terorisme amat sangat dibutuhkan, mengingat desa

pakraman melalui optimalisasi lembaga pecalangnya merupakan pilar pertama masuknya

penduduk pendatang yang berpotensi terjadinya tindak kejahatan terutama kejahatan radikal

atau teorisme. Melalui tugas dan wewenang ‘pecalang’ diharapkan pengawasan terhadap

penduduk khususnya pendatang baru dapat dipantau lebih dini sehingga bila ada sesuatu yang

mencurigakan lebih cepat dapat diketahui dan segera dilaporkan kepada yang berwenang.

Di lain pihak perlu juga dicarikan formulasi yuridis supaya ada pengaturan hukum yang jelas

mengenai hubungan antara desa pakraman dengan pemerintah khususnya dalam hal dalam

pencegahan aksi terorisme. Dengan demikian harapan penelitian ini adalah untuk bisa

menemukan solusi dan formulasi yuridis dan sosiologis mengenai pola dan mekanisme dalam

pencegahan aksi terorisme yang dilakukan melalui lembaga pecalangnya, baik yang berbasis

aturan desa pakraman (awig-awig) maupun aturan hukum negara (peraturan perundang-

undangan), yang secara kenyataan dilakukan oleh suatu lembaga khusus pengamanan desa

pakraman yang disebut dengan ‘pecalang’ tersebut.

V. STUDI PUSTAKA

1. Konsep Desa pakraman

Desa pakraman merupakan salah satu contoh persekutuan hukum yang ada di

Indonesia yang dalam pembentukan suatu persekutan hukum dipengaruhi oleh 2 ( dua factor)

yaitu factor genealogis dan factor teritorial. Persekutuan hukum yang dipengaruhi faktor

genealogis adalah berdasarkan atas pertalian suatu keturunan, apabila soal apakah seseorang

menjadi anggota persekutuan hukum itu, tergantung dari pertayaan, apakah orang itu masuk

suatu keturunan yang sama sedangkan persekutuan hukum yang dipengaruhi oleh factor

teritorial adalah berdasarkan lingkungan daerah, apabila keanggotaan seseorang dari

Page 6: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

4

persekutuan itu tergantung dari soal apakah ia bertempat tinggal di dalam lingkungan daerah

persekutuan itu atau tidak1.

Persekutuan hukum dalam hal ini Desa pakraman di Bali dalam pembentukannya

umumnya dipengaruhi factor teritorial dan ada juga terbentuknya Desa pakraman dipengaruhi

factor genealogis dan teritorial. Desa pakraman yang pembentukannya dipengaruhi oleh factor

teritorial dapat kita jumpai di bagian daerah bali dataran (bagian Bali selatan).

Desa pakraman dalam perjalanan awalnya memang sudah melekat prinsip otonomi

dalam artian sejak lahirnya Desa pakraman disertai dengan hak otonom (berhak mengatur

rumah tangganya sendiri). Otonomi Desa pakraman sudah ada pengakuan dalam peraturan

perundang-undangan seperti UUD 1945 Pasal 18 B ayat (2) maupun dalam Undang-undang

nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Secara lokal pengakuan Desa pakraman diatur dalam

Peraturan Daerah No. 3 tahun 2001 yang sebagaimana telah diubah menjadi Peraturan Daerah

Nomor 3 tahun 2003. Secara teknis yuridis istilah Desa pakraman pertama kali dipergunakan

dalam Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2001. Dalam Peraturan Daerah No. 3 tahun 2001 Dalam

Pasal 1 angka 4 dirumuskan Desa pakraman adalah “ kesatuan masyarakat hukum adat di

Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata karma pergaulan hudup

masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Khayangan Tiga atau Khayangan

Desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus

rumah tangganya sendiri “.

Di samping merupakan masyarakat hukum adat yang mempunyai ciri-ciri seperti yang

disebutkan diatas , Desa pakraman juga memiliki kekhasan yang membedakan dengan

masyarakat hukum adat di daerah lain. Kekhasan itu adalah bahwa dalam kehidupan sehari-

hari masyarakat hukum adat di wilayah Desa pakraman senantiasa dilandasi dengan konsep tri

hita karana yang merupakan landasan filosofis Hindu yang menjiwai kehidupan masyarakat

hindu Bali. Landasan filosofis tri hita karana adalah untuk mengharmoniskan ketiga unsure

yang terkandung dalam konsep tri hita karana yaitu :

1. mengharmoniskan hubungan antara manusia dengan Tuhan

1 R Soepomo, 2000, Bab-Bab tentang hukum Adat,Pradnya Paramita, Jakarta, h. 52.

Page 7: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

5

2. mengharmoniskan hubungan antara manusia dengan alam semesta

3. mengharmoniskan hubungan antara manusia dengan sesamanya2

Keseimbangan hubungan-hubungan di atas oleh masyarakat Bali diyakini menimbulkan

suasana yang harmonis dalam masyarakat yaitu suasana yang tertib, tentram dan sejahtera.

Penjabaran konsep Tri Hita Karana juga dapat direalisasikan kedalam 3 (tiga unsure) pokok

dalam pembentukan Desa pakraman yaitu ;

a. Parhyangan yaitu adanya khayangan desa ( khayangan tiga: pura dEsa atau Bale agung,

Pura Puseh dan Pura Dalem) sebagai tempat pemujaan bersama tehadap Tuhan Yang

Maha Esa.

b. Palemahan, sebagai wilayah tempat tingga dan tempat mencari penghidupan sebagai

proyeksi dari adanya bhuana yang tunduk di bawah kekuasaan hukum territorial Bale

Agung.

c. Pawongan yaitu warga ( Penduduk) Desa pakraman yang disebut karma desa sebagai

satu kesatuan hidup masyarakat Desa pakraman.

Desa pakraman sebagai organisasi sosial relegius yang otonom dapat diartikan bahwa

Desa pakraman berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Otonomi desa pkaraman ini

mempunyai landasan yang kuat disamping bersumber dari kodratnya sendiri (otonomi asli) juga

bersumber dalam struktur kenegaraan yang mendapat pengakuan yang secara yuridis diatur

dalam Ppasal 18 B ayat (2) UUD 1945 dan dalam perspektif lokal diatur dalam Peraturan

Daerah No. 3 Tahun 2001 yang terlah dirubah menjadi Peraturan Daerah No. 3 tahun 2003.

Sesungguhnya otonomi Desa pakraman bukanlah otonomi penuh seperti banyak dikira oleh

masyarakat luas tetapi semi otonom seperti yang disebutkan oleh Sally Falk Moore. Dia

menyatakan bahwa Desa pakraman merupakan kelompok social yang semi otonom dimana

dalam pelaksanaan otonominya itu Desa pakraman tidak boleh bertentangan atau tetap harus

tunduk pada kekuasaan Negara3.

2 P windia dan Ketut Sudantra, 2006; Pengantar hukum Adat Bali; Lembaga dokumentasi dan publikasi

Fakultas hukum Universitas Udayana, h. 45.

3 Sally Falk Moore, 2001, “ Hukum dan Perubahan sosial: Bidang Sosial semi-Otonom sebagai Suatu Topik

studi yang tepat” dalam Antropologi Hukum Subuah Bunga Rampai, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, h. 52.

Page 8: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

6

2. Konsep ’Pecalang’

Pecalang adalah Satgas (Satuan Tugas) keanaman tradisional masyarakat Bali yang

mempunyai wewenang untuk menjaga keamanan dan ketertiban wilayah baik di tingkat Banjar

Pakraman dan atau wilayah Desa Pakraman. Mewujudkan keamanan, ketertiban dan

ketentraman pelaksanaan Tri Hita Karana, baik didalam maupun di luar desa adat yang

bersangkutan, melalui koordinasi antar desa dan bersama aparat terkait lainnya. Terkait dengan

keberadaan Pacalang ini, sesungguhnya telah memiliki dasar hukum yang jelas terutama dalam

UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI dan dalam PERDA Propinsi Bali No. 3 Tahun

2001 tentang Desa Pakraman.

Secara factual, sudah sangat biasa dan sering membantu tugas-tugas polisi. Dalam hal

Pecalang melakukan tugas pamebantuan terhadap fungsi kepolisian, kepolisian memiliki

wewenang untuk mengkoordikasikan pelaksanaan tugas pembantuan itu. Dalam kaitan ini

Kepolisian dapat melakukan pengawasan pembinaan, pemberian petunjuk, mendidik dan

memberi pelatihan teknis.

Untuk menentukan luas ruang lingkup tugas/ kewenangan pecalang dibidang

Adat/Agama dapat dipakai doktrin Tri Hita Karana sebagai tolak ukurnya. Dengan demikian

maka fungsi pecalang sebagai pembantu kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban

terurai dalam 3 dimensi yakni; (1) pengaman terhadap parahyangan. (2)pengamanan terhadap

keberadaan pawongan. (3) pengamanan terhadap keperadaan palemahan4.

Pecalang memiliki fungsi pembantuan yang terbatas dibidang penegakan hukum yakni hanya

dalam peristiwa “tertangkap tangan” (ontdekking op heeterdaad). Dalam hal demikian pecalang

segera menyerahkan tersangka kepada penyelidik atau penyidik dan penyelidik atau penyidik

wajib segera melakukan pemeriksaan lanjutan di tempat kejadian.

3. Konsep Partisipasi

Partisipasi dapat diartikan sebagai keikut sertaan, berperan dalam suatu kegiatan, mulai

dari perencanaan sampai dengan evaluasi5. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, partisipasi

dapat diartikan ada peran serta atau keikutsertaan6. Keikutsertaan yang dimaksud adalam

peran serta masyarakat dalam mengawasi, mengontrol dan mempengaruhi dalam

4 I Gde Parimartha, dkk,2011, Pecalang : Perangkat keamanan desa adat di Bali, Udayana University Press,

denpasar, h.70.

5 Sirajuddin, didik Sukrino, Winardi, 2011, Hukum Pelayanan Publik Berbasis Partisipasi dan Keterbukaan

Informasi, Setara Press, Malang , h. 171. 6 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke Tiga,

Balai Pustaka Jakarta, h. 831.

Page 9: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

7

pembentukan peraturan daerah mulai dari perencanaan sampai evaluasi pelaksanaan

peraturan daerah. Partisipasi masyarakat oleh Jazim Hamidi konsep Partisipasi dikatakan

sebagai sebagai alat komunikasi. Dimana Konsep ini melihat partisipasi sebagai alat komunikasi

bagi pemerintah (sebagai pelayan rakyat) untuk mengetahui keinginan rakyat. Selanjutnya

Jazim Hamidi juga berpendapat bahwa Partisipasi sebagai penyelesaian sengketa dalam arti

Partisipasi sebagai alat penyelesaian sengketa dan toleransi atas ketidak percayaan dan

kerancuan yang ada dalam masyarakat.7

Sepaham dengan Jazim Hamidi teori hukum responsif juga berpandangan berpandangan

bahwa hukum merupakkan cara mencapai tujuan. Hal ini dapat dipahami bahwa kelompok

masyarakat, baik dari segi individu ataupun kelompok masyarakat yang bersifat aspiratif dari

keinginan dan kehendak masyarakat8. Dalam konteks ini partisipasi desa pakraman dalam

pencegahan anti terorisme. Dengan demikian dengan memahami secara konprehensif konsep

partisipasi masyarakat, termasuk juga memahami partisipasi desa pakraman dalam pencegahan

terorisme.

Mengenai partisipasi desa pakraman dan banjar dalam pencegahan aksi terorisme,

Cohen dan Uphoff sebagaimana dikutip oleh Talizuduhu Ndraha (2006) menyatakan bahwa

masyarakat desa dapat berperan serta (berpartisipasi) dalam perencanaan, pengambilan

keputusan dan pelaksanaan oprasional pembangunan. Pembangunan yang dimaksud adalah

dalam arti luas, dimana menyangkut pembangunan di segala aspek kehidupan masyarakat baik

pembangunan fisik maupun non fisik termasuk dalam konteks pencegahan aksi teorisme.

Seturut dengan hal diatas Lothar Gunding sebagaimana dikutip oleh koesnardi Hardjasoemantri

mengemukakan pentingnya apaeran serta masyarakat dalam pembangunan yaitu :

1. Memberi informasi pada pemeritah

2. Meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan.

3. Membantu perlindungan hukum.

4. Mendemokrasikan pengambilan keputusan.

7 Jazim Hamidi, Op.cit. h 48.

8 Philippe Nonet dan Philip Selznick, 2007, Hukum Responsif, Judul asli : Law & Society in transition:

toward Responsive law, Nusamedia Bandung. Sebagaimana dikutip oleh Janedjri M. Gaffar, 2013, Demokrasi dan Pemilu Di Indonesia, Konstitusi Press Khasanah Peradaban Hukum & Konstitusi, h.89.

Page 10: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

8

Aspek partisipasi desa pakraman dalam pembangunan secara eksplisit ditegaskan dalam

Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman. Pasal 5 butir d

Peraturan Daerah ini menyatakan bahwa salah satu tugas desa pakraman adalah “…bersama-

sama Pemerintah melaksanakan pembangunan di segala bidang…”, kemudian Pasal 6

menyatakan bahwa salah satu wewenang desa pakraman adalah “…turut serta menentukan

setiap keputusan dalam pelaksanaan pembangunan yang ada di wilayahnya…”. Hal ini dapat

dipahami sebagai paretisipase desa pakraman dalam pencegahan aksi teorisme. Bentuk

Partisipasi desa pakraman dalam pencegahan aksi terorisme dapat dilakukan oleh Pecalang

sebagi aparat keamanan desa pakraman.

4. Konsep Teorisme

Dalam penelitian perlu diketahui terlebih dahulu tentang konsep terorisme:

Menurut Konvensi PBB Tahun 19379 Terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang

ditunjukan langsung kepada Nrgara dengan maksud menciptakan bentuk terror terhadap

orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.

Menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang pemberantasan Tindak Pidana

Terorisme Bab I Ketentuan Umum, pasal 1 ayat (1), Tindak pidana terorisme adalah segala

perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-

undang ini Mengenai perbuatan apa saja yang dikategorikan ke dalam Tindak Pidana Terorisme,

diatur dalam ketentuan pada Bab III (Tindak Pidana Terorisme), Pasal 6, 7, bahwa setiap orang

dipidana karena melakukan Tindak Pidana Terorisme, jika:

1. Dalam Pasal 6 dapat dipahami dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman

kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas

atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan

atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan

9 Collin L Powell, “Sebuah Perjuangan Keras yang Panjang”, http://www.jakarta.usembassy.gov. Di akses tanggal

16 september 2015.

Page 11: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

9

atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau

fasilitas publik atau fasilitas internasional

2. Dalam Pasal 7 dapat dipahami : dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman

kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap

orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara

merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau

mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis

atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional .

Demikian pula halnya, seseorang juga dianggap melakukan Tindak Pidana Terorisme,

berdasarkan ketentuan pasal 8, 9, 10, 11 dan 12 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Dengan demikian dalam konsep tindak pidana teorisme mengandung unsur-unsur :

1. Adanya rencana untuk melaksanakan tindakan tersebut.

2. Dilakukan oleh suatu kelompok tertentu.

3. Menggunakan kekerasan.

4. Mengambil korban dari masyarakat sipil, dengan maksud mengintimidasi pemerintah.

5. Dilakukan untuk mencapai pemenuhan atas tujuan tertentu dari pelaku, yang dapat

berupa motif sosial, politik ataupun agama.

Menurut A.C Manulang10 Bahwa Terorisme adalah suatu cara untuk merebut kekuasaan dari

kelompok lain, dipicu antara lain karena adanya pertentangan agama, ideologi dan etnis serta

kesenjangan ekonomi, serta tersumbatnya komunikasi rakyat dengan pemerintah, atau karena

adanya paham separatisme dan ideologi fanatisme

Menurut Muhammad Mustofa11 ( Muhammad Mustofa, Memahami Terorisme: Suatu

Perspektif Kriminologi, Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, vol 2 no III (Desember 2002) hal.

30) Bahwa Terorisme adalah tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang ditujukan

10

A.C Manullang, “Menguak Tabu Intelijen Teror, Motif dan Rezim”. (Jakarta: Panta Rhei, Januari 2001) hal. 151.

11 Muhammad Mustofa, Memahami Terorisme: Suatu Perspektif Kriminologi, Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI,

vol 2 no III Desember 2002, hal. 30.

Page 12: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

10

kepada sasaran secara acak (tidak ada hubungan langsung dengan pelaku) yang berakibat pada

kerusakan, kematian, ketakutan, ketidakpastian dan keputusasaan massal.

VI. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Penelitian hukum ini termasuk penelitian empiris (penelitian hukum empiris). Soetandyo

Wignjosoebroto sebagaimana dikutip oleh Bambang Sunggono menyatakan aspek penelitian

hukum empiris juga disebut sebagai nondoctrinal research atau socio legal research (Bambang

Sunggono, 2003).

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, artinya menggambarkan permasalahan secara

rinci dan menganalisis permasalahan tersebut secara kritis mengenai partisipasi desa pakraman

dalam pencegahan aksi terorisme.

3. Jenis Data dan sumber data

Jenis data yang digali dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.

Sumber data primer diperoleh melalui hasil penelitian lapangan ( field research) yaitu data yang

diperoleh dari informan berupa informasi-informasi yang terkait dengan pokok permasalahan.

Sumber data sekunder diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan (library Research). Data

Sekunder berupa bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum

sekunder (Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1986).

Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah peraturan perundang-

undnagan yang berlaku dan terkait dengan masalah yang dikaji. Bahan hukum sekunder adalah

bahan-bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer

berupa bahan-bahan kepustakaan hukum yang diantaranya buku literatur, majalah-majalah

ilmiah, media cetak (koran), internet, dokumen internal dari prajuru adat seperti monografi

desa, pararem-pararem serta karya ilmiah yang terkait maupun penelitian-penelitian terdahulu

yang sangat mendukung dalam penulisan penelitian ini.

Page 13: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

11

4. Teknik pengumpulan data

Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan teknik wawancara mendalam terhadap

informan dan responden dengan menggunakan pedoman wawancara.Teknik wawancara

dengan instrumen berupa pedoman wawancara (interview guide). Pengumpulan data sekunder

digunakan teknik pencatatan yang bertumpu pada penggunaan sistem kartu (card system) baik

berupa kartu kutipan, maupun kartu ikhtiar atau ringkasan .

5. Teknik pengolahan dan analisis data

Data yang telah terkumpul baik dari hasil penelitian lapangan maupun penelitian

kepustakaan selanjutnya diolah dan dianalisis secara kualitatif. Pada tahap pengolahan, data

yang telah terkumpul dikatagorikan dan dikwalifikasikan berdasarkan permasalahan penelitian,

selanjutnya disusun secara sistematis sesuai dengan kerangka yang telah disiapkan

sebelumnya. Pada tahap analisis, data yang telah dikatagorikan dan dikwalifikasi dianalisis

dengan mengkaitkan data satu dengan data yang lainnya. Selanjutnya diadakan penafsiran data

untuk dapat menghasilkan simpulan tentang permasalahan yang diajukan. Keseluruhan hasil

analisis, selanjutnya disajikan secara deskriptif yaitu dengan memaparkan secara lengkap segala

persoalan yang terkait dengan masalah yang diteliti disertai dengan memberikan ulasan-ulasan

secara kritis.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pokok-pokok Kerawanan yang Perlu Diwaspadai di Bali

Indonesia termasuk khususnya Bali kini tengah menghadapi ancaman nyata yang bersifat

ideologi, ekonomi, serta radikalisme. Termasuk di dalamnya peredaran narkoba hingga paham

ISIS. Adapun faktor-faktor pemicu kerawanan adalah: (a). Sikap dan gaya hidup materialistis,

yaitu sikap yang megagungkan dan selalu mengejar materi. Menghargai materi memang baik,

akan tetapi mendewakan materi dan menganggap materi dapat menyelesaikan segalanya

adalah keliru; (b). Mentalitas yang berorientasi pada kekuatan dan kekerasan, dalam hal ini

mentalitas atau prilaku yang sangat gampang untuk melakukan tindakan kekerasan. Sering

main hakim sendiri, mau menang sendiri dengan mengandalkan kekuatan dan tindakan

Page 14: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

12

kekerasan ( melalui preman). Gejala ini akan merusak budaya masyarakat (kemiskinan budaya);

(c). Persepsi yang sempit dan tertutup, padahal Indonesia masyarakatnya sangat majemuk

sehingga dibutuhkan wawasan luas yang mampu menghargai pihak-pihak atau kelompok-

kelompok lain dengan cara hidup dan pandangan dan kebudayaan yang berbeda, pandangan

sempit, cdenderung akan memicu konflik; (d). Sikap yang primordial, cara berfikir dan hanya

mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok, seperti dinasti, ras, suku, golongan daerah,

dan agama.

Bentuk-bentuk atau bidang kerawanan di Bali, cukup banyak variasinya antara lain :

a. Kerawanan bidang sosial, meliputi antara lain, aksi-aksi kejahatan yang tampaknya semakin

meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya, seperti kejahatan yang terjadi di siang bolong,

keprok kaca, perkosaan, pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, kekerasan terhadap

anak, dll, tidak tertibnya rumah-rumah kos (tempat merencanakan kejahatan, praktek WTS,

tempat perselingkuhan, sarang teroris, dll), tidak tertibnya penduduk pendatang, pedagang kaki

lima di sembarang tempat, dll.

b. Kerawanan bidang politik, konflik antar partai perebutan pendudkung/suara memalalui

pendekatan ’dadiya/soroh’ dan bahkan banjar-banjar ataupun desa/desa pakraman; suhu

politik menjelang pilkada serentak (kampanye, masa tenang, hari ’H’ dan penghitungan hasil),

dikhawatirkan akan berdampak pasca pemilu.

c. Bidang Agama, antar umat beragama, pelaksanaaan ibadah, pembangunan tempat ibadah,

ceramah yang sifatnya menghasut, penyebaran paham radikalisme, terorisme dan kebencian,

dalam rangka merekrut kader, memperbanyak pendukung dan mencari simpatisan baik dalam

masyarakat maupun dalam lembaga pemasyarakatan ( keliahatannya saat ini bebas dilakukan,

dan tidak siapapun yang peduli dan berani menegur).

d. Konflik yang terjadi di desa pakraman, konfilk ini bisa terjadi antar warga dengan warga desa

pakraman itu sendiri, atau warganya sendiri dengan desa pakramannya, ataupun banjar

adatnya dengan desa pakramannya, dan/atau antar desa pakraman. Modus operendi terjadinya

Page 15: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

13

konflik ini sangat beragam, yang sering muncul kepermukaan misalnya jika desa pakraman

menjatuhkan sangksi’kasepekan’ terhadap warganya sendiri, dan juga konflik antar desa

pakraman terkait dengan batas-batas wilayah desa, yang kebanyakan batas-batasnya itu tidak

begitu jelas, dengan terjadinya perkembangan saat ini, terutama di desa pakraman yang

pariwisatanya berkembang seringkali terjadi konflik perbatasan ini.

e. Masalah narkotika dan HIV/AID, penyalahgunaan narkotika di Bali, tidak hanya terjadi di

daerah perkotaan saja, akan tetapi saat ini sudah merambah ke plosok-plosok desa, dan tidak

hanya orang-orang dewasa dan remaja, akan tetapi juga telah merambah anak-anak di bawah

umur. Demikian pula masalah HIV/AID penyebarannya sudah tidak terbendung, berbagai upaya

penyuluhan telah dilakukan tetapi peningkatan secara kuantitas semakin meningkat, dan

bahkan banyak di kalangan remaja.

f. Masalah hukum, dalam masalah hukum pidana kasus-kasus yang terjadi baik secara kualitas

maupun kuantitas terutama di daerah perkotaan semakin meningkat, seperti misalnya kasus-

kasus pembunuhan yang disertai mutilasi, kasus kekerasan terhadap anak bahkan sampai

pemunuhan. Kasus perkosaan terhadap anak di bawah umur, dan kasus perkosaan antar

remaja/pelajar, dll. Dalam hal kasus-kasus perdata, mnaslah pelaksanaan eksekusi yang selalu

menjadi ribut, kasus-kasus tanah sangat menonjol, dan kasusu perceraian semakin meningkat

(misalnya di kab. Buleleng lebih dari 300 kasus perceraian dalam tahun ini).

g. Pengawasan pintu masuk pelabuhan di Bali, seperti Bandara Ngurah Rai, Ketapang-

Gilimanuk, Padang Bai-Lembar, dll. Yang pengawasannya semakin lemah, seharusnya

pengawasan harus dilakukan secara ketat, jangan sampai kita kecolongan lagi habis kunjungan

wisata kita.

h. Pengawasan terhadap kemungkinan adanya sel-sel teroris, ISIS dan radikal lainnya yang

selalu berusaha nyusup ke Bali dengan berbagai akal dan cara.

i. Dan lain-lain.

Page 16: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

14

B. BEBERAPA KASUS ATAU KONFLIK YANG TELAH MUNCUL DAN TERJADI

Pemetaan terhadap kasus-kasus yang terjadi dapat digambarkan seperti berikut ini :

Gambar: 1.

NO POLRES/TA KAD KDKD KDL KDKT JML

1 DENPASAR 2 1 - 4 8

2 TABANAN 3 1 - - 4

3 BULELENG - 5 - - 5

4 KELUNGKUNG 1 3 - - 4

5 BANGLI 1 3 - 1 5

6 BADUNG 3 3 - 2 9

7 GIANYAR 13 6 - - 19

8 KARANGASEM - 1 - - 1

9 JEMBRANA - 1 1 - 2

JUMLAH 23 24 1 7 57

KAD : KONFLIK ANTAR DESA PAKRAMAN

KDKD : KONFLIK DESA PAKRAMAN DGN KRAMA DESA

KDLL : KONFLIK DESA PAKRAMAN DGN LEMBAGA LAIN

KDKT : KONFLIK DESA PAKRAMAN DGN KRAMA TAMIU

RAWAN

SEDANG

sumber : Kesbanglinmaspol Prov. Bali

Dari data di atas, dapat dilihat bahwa cukup banyak konflik yang terjadi di Bali

yang sampai saat ini belum dapat diselesaikan secara tuntas. Konflik antar desa

pakraman yang paling banyak terjadi adalah di Kabupaten Gianyar. Konflik ini tidak

hanya terjadi antar desa pakaraman dengan berbagai modus, akantetapi konflik juga

disebabkan karena internal di desa, yaitu desa dengan warganya sendiri. Selanjutnya

disusul oleh Kabupaten Badung, Kota Denpasar, dan Kabupaten Buleleng.

Selanjutnya tentang sebaran dan latar belakang munculnya konflik dapat dilihat

pada ragaan di bawah ini :

Gambar : 2.

Page 17: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

15

1 KONFLIK MASALAH

DS. KEMUNING

VS DS BUDAGA

KUBURAN & PURA

DALEM

3 KONFLIK MASALAH

• DS.PANGKUNG TIBAH

VS DS BELALANG

• DS BEDA VS

PANGKUNG KARUNG

• DS. KUWUM VS DS.

BATAN NYUH

• TAPAL BATAS

• PEMEKARAN

DESA ADAT

• TAPAL BATAS

1 KONFLIK MASALAH

DS. BELACANG

VS DS MANGGUH

PEMEKARAN

DESA ADAT

3 KONFLIK MASALAH

• DS.SADING VS DS.

DARMASABA

• DS PADANG LINJONG VS

DS. CANGGU

• DS ABIANSEMAL VS DS.

PENARUNGAN

• TAPAL BATAS

• TAPAL BATAS

• TANAH PELABA

PURA

13 KONFLIK MASALAH

• DS.TEGENUNGAN VS

KEMENUH

• DS. GUANG VS KETEWEL

• DS. KETEWEL VS

BATUBULAN

• DS.KEMENUH VS DS.

BATUAN

• TAPAL BATAS

• TAPAL BATAS

• TAPAL BATAS

• TAPAL BATAS

TABANAN

BADUNG

DENPASAR

KELUNGKUNG

KARANGASEM

BANGLI

BULELENG

GIANYAR

JEMBRANA

34

Sumber : Kesbanglinmaspol Prov. Bali 2015

Kebanyakan konfilk yang terjadi disebabkan karena tapal batas antar desa

pakraman. Tapal batas seringkali menjadi masalah karena memang secara pisik

batas-batas desa menggunakan batas standar alam, seperti misalnya menggunakan

batas sungai, selokan, pohon besar, bangunan adat (balai timbang), dll. Dengan

adanya perkembangan pariwisata dan perkembangan perkotaan, perumahan, LC,

dll, terjadilah per4ebutan batas wilayah yang juga menyangkut masalah

kewenangan.

Gambar : 3

Page 18: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

16

3 KONFLIK MASALAH

- DS. SULANG VS POK

SI

- DS.PESINGGAHAN

VS POK NGH KARYA

- DS KEMUNING VS

WARGA BUDAGA

• KASTA SI

MENJADI GUSTI

• KASEPEKANG(

USIR)

• MASALAH

KUBURAN

5 KONFLIK MASALAH

• DS.KEDIS VS POK

SUWITA

• DS.LEMUKIH VS POK

PAN RAWI 29 KK

• DS, JULAH VS POK

MADE PARSA

• DS. TAMBLINGAN VS

POK GEDE SUWETA

• PILKADA BULELENG

-TANAH KUBURAN

- REBUTAN TANAH

LABA PURA

- NGABEN

- TANAH

KUBURAN

- KEP. POLITIK

1 KONFLIK MASALAH

- DS. POH GADING VS

POK WAYAN KALIH

PEMEKARAN DESA

ADAT

3 KONFLIK MASALAH

- DS TEMBUKU VS POK 16 KK DEWA HARUM

- DS, KINTAMANI VS POK WYN MUPU

- DS. BAYUNG GEDE VS POK 29 KK WAYAN SUMADI

- PURA KAYANGAN TIGA

- KASEPEKANG

- TDK MAU IKUT TRADISI BALIAGA

JEMBRANA

TABANAN

BADUNG

KELUNGKUNG

BANGLI

BULELENG

GIANYAR

DENPASAR

3 KONFLIK MASALAH

- DS. DALUNG KUTA

UTARA VS PURI

UNTAL-UNTAL

- DS.PUNGGUL VS

POK GUSTI PT

KRUKUK

- PEMBANGUNAN

BALI INT. PARK (BIP)

PEMEKARAN DESA

ADAT

PEMBANGUNAN

BALAI BANJAR

IJIN PEMBANGUNAN

MSH BERMASALAH

1 KONFLIK MASALAH

- DS. PERASI VS

POK WAYAN RETI

KASEPEKANG /

PENGUSIRAN

6 KONFLIK MASALAH

- DS.SUMITA VS WARGA MULUNG

- DS. PENGOSEKAN VS MULUK BAB

- DS.BUNUTAN VS 9 WARGA KEDEWATAN

- DS.TAMAN KAJA UBUD VS 72 WARGA ANGKERAN

- DS.LOD TUNDUH VS POK RAI WENTEN

- DS.PEJENG KANGIN VS 2 WARGA PANGEMBUNGAN

PEMEKARAN ADAT

PEMEKARAN DESA

PEMEKARAN DESA

TANAH SUBAK

REBUTAN TANAH 53 AREALIRAN KEPERCAYAAN DASA SAMPURNA

KARANGASEM

1 KONFLIK MASALAH

- DESA PANGKUNG

KARUNG VS BEDA

PURA DESA

sumber: Kesbanglinmaspol Prov. Bali

Selanjutnya konflik sering juga terjadi antar desa pakraman dengan warganya

sendiri, hal ini disebabkan karena sebagian warga ingin memisahkan diri dengan

induknya dan mendirikan desa pakraman sendiri. Seperti misalnya desa Semita

dengan warga Mulung, Desa Bunutan dengan 9 orang/kk. Warga Kedewatan, Desa

Dalung dengan Puri Untal-untal, dll. Demikian pula desa pakraman menjatuhkan

sanksi kasepekan terhadap warganya yang dianggap tidak taat atau melanggar awig-

awig, seperti di desa Pesinggahan, desa Kintamani, dan beberapa di Gianyar.

Selanjutnya kasus antara desa pakraman dengan investor atau perusahaan :

Page 19: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

17

KONFLIK MASALAH

• DS. PENGAMBENGAN VS

PENGALENGAN IKAN

UPAH BURUH

Kasus ini terjadi di Desa Pengambengan Kabupaten Jembrana, yaitu masalah upah,

yang intinya ingin menuntut kenaikan gaji bagi buruh atau karyawannya.

Berikutnya kasus desa pakraman dengan krama ’tamiu’ atau pendatang, seperti

gambar berikut ini :

Page 20: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

18

2 KONFLIK MASALAH

- DS. LUK LUK VS

SUGIONO Cs

- DS. DARMASABA VS

SULIHAT Cs

-BANGUN MUSHOLA

-BANGUN MUSHOLA

1 KONFLIK MASALAH

DS. KATUNG VS

WARGA NASRANI

BANGUN GEREJA

BPI. GIRI

SUWECA

4 KONFLIK MASALAH

- DS. PADANG SAMBIAN KELOD

VS WARGA NASRANI

- DS DAUH PURI KAJA VS POK

H.DJUMROH Cs

- DS, KALI UNGU VS H. HASAN Cs

- DS. JIMBARAN VS H.PAUZI. Cs

- PENOLAKAN BANGUN GEREJA

MARANATHA

- PEMBONGKARAN PURA

- PEMBANGUNAN MUSHOLA

- BANGUN MUSHOLA

sumber : Kesbanglinmaspol Prov. Bali 2015

Konflik desa pakraman dengan krama ’tamiu’ atau pendatang, banyak

dilatarbelakangi oleh pembangunan tempat ibadah, seperti di Desa Katung

kabupaten Bangli, Desa Padang Sambian Kelod, desa dauh Puri, Kaliungu di kota

Denpasar, demikian pula di Desa Lukluk dan Darma Saba di Kabupaten Badung, dll.

Selanjutnya prediksi terhadap beberapa wilayah yang dianggap rawan terhadap sel-

sel Islam Garis Keras/radikal/teroris seperti

Page 21: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

19

Gianyar

1. Tempat kost sekitar terminal

Ubud

2. Masjid Nurul Yakin

Sumabaung Desa Bedulu Kec.

Bahbatu

3. Kp. Mulim (Musholla Nurul

Hikmah Lingk. Pas Dalem

Buleleng

1. Ds. Sangsit Kec.

Sawan.

2. Ds. Pegayaman

3. Ds. Pengastulan Seririt

4. Ds. Celukan Bawang

Kec. Gerogak.

5. Ds. Patas Kec.

Gerokgak

6. Ds. Pegametan

7. Ds. Sedang Pasir.

8. Ds. Sumber Kelampok.

Denpasar

1. Tempat kost & penginapan

Ubung Denpasar

2. Kampung Jawa J. A.Yani

(Masjid Baiturrahman)

3. Masjid Al Ghurobah Jl.

Gatsu Barat

4. Perum. Monang maning

5. Kampung Muslim Kepaon

(Yayasan Hidayatullah)

Badung

1. Nusa Dua

2. Tanjung Benoa

3. Jimbaran

4. Kp. Bugis Tuban

5. Seminyak

6. Kerobokan

Tabanan

1. Ds. Candi Kuning

Musholla (Al Amin,

baiturrohman, Arrohman)

Masjid (Al Hidayah,

Mistahul Mubin, Al Hikmah)

Jembrana

1. Ds. Pebuahan, Malaya

2. Ds. Tegal Badeng

3. Ds. Pengambengan

Klungkung

1. Kp. Muslim Ds. Gelgel

2. Ds. Lebah

3. Ds. Kusamba

4. Nusa Penida (Komunitas

lombok)

Karangasem

1. Ds. Kecicang

2. Ds. Ujung

3. Ds. Dangin

Kebon

4. Ds. Bukit Tabuan

5. Ds. Tanah Lengis

6. Kp. Buitan,

Manggis

1

234

5

6

7

8

1

2

3

1

1

2

3

4

5

61-3

4

5

1

2

3

13

2

3

1

45

4

2

6

Sumber : Kesbanglinmaspol Prov. Bali 2015

Perkiraan kerawanan hampir terjadi di seluruh Kabupaten di Bali kecuali sementara

Kabupaten Bangli. Di Kabupaten Buleleng ada di Desa Sangsit, Desa Pegayaman,

desa Pengastulan, Desa Celukan Bawang, Desa Patas, Desa Pegametan, desa

Sendang Pasir, dan desa Sumber Kelampok. Di Kota denpasar, beberapa tempat kos

di seputaran Ubung, Daerah Kampung Jawa, Daerah Gasu barat, Monang-maning,

dan Kepaon, denpasar selatan. Di Tabanan yaitu di Desa Candi Kuning, di kabupaten

Badung, daerah Nusa dua, Tanjung benua, Jimbaran, kampung bugis Tuban,

Seminyak dan Kerobokan. Di Kabupaten Kelungkung, di gelgel, Desa lebah, Kusamba,

dan Nusa Penida. Di Karangasem, Desa Kecicang, Ujung, dangin Kebon, Bukit

Page 22: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

20

Tabuan, Tanah lengis, dan Buitan Manggis, Kabupaten Jembrana yaitu, di pelabuhan

Melaya, Tegal Badeng, dan Pengambengan, Sedangkan di Kabupaten Gianyar, yaitu

sekitar tempat kos terminal Ubud, daerah Sema Baung, serta di sekitar lingkungan

Pasdalem.

C. DASAR HUKUM KEBERADAN PACALANG

1. Peraturan Dasar

Dalam UUD 1945 tidak terdapat ketentuan yang secara tegas mengatur keberadaan

pecalang.Namun, mengingat pacalang merupakanm salah satu institusi penting dari

desa adat/ pakraman maka pengakuan atas desa adat/ pakraman itu sendiri oleh UUD

1945 telah secara implisit mencakup dasar hukum pengakuan keberadaan pacalang.

Berkaitan dengan pengakuan akan adanya masyarakat hukum adat (desa adat/

pakraman di Bli), pasal 18 B ayat (2) amandemen II UUD 1945 menyatakan sebagai

berikut : (2) Negara mengakui untuk menghormati kesatuan- kesatuan masyarakat

hhukum adat, beserta hak-hak tradionalnya sepanjang masih hidup dan sesusi dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur

dalam Undang-Undang.

Pengakuan seperti itu sebenernya secara tersirat sudah tercantum dalam

penjelasan pasal 18 UUD 1945 (sebelum amandemen) sebagai berikut :

“dalam teritoir Indonesia terdapat kurang 250 zelfbesturen de land schappen dan

volksgemen schappen seperti Desa di Jawa dan Bali, nagari di Minaangkabau, dusin dan

marga di Palembang. Daerah- daerah itu mempunyai susunan asli dan oleh karenanya

dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Kesatuan Republik

Indonesia menghormati kedudukan daerah- daerah istimewa tersebut dan segala

Peraturan Negara yang mengenai daerah- daerah itu akan mengingati hak-hak asal-

ususl Daerah tersebut (Garis bawah dari penulis).

Pengakuan oleh konstitusi sangat penting karena konstitusi merupakan aturan

hukum tertinggi (basic law) dalam suatu neraga. Peraturan hukum yang lebih rendah

dalam hal mengatur masyarakat hukum adat tidak boleh menyimpang dari prinsip

“pengakuan “ tersebut (Kelsen, 1962; Humbolt 1993). Sekedar sebagai perbandingan,

Negara-negara demokrasi yang juga mengatur pengakuan serupa dalam konstitusinya

adalah : Philipina (pasal I Bab X konstitusin 1987), Kamboja (pasal 126 Konstitusi 1993),

Russia (pasal 131 ayat I konstitusi 1990).

2. Peraturan Perundang- undangan

Page 23: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

21

a. Undang- Undang yang mengakui keberadaan Desa Adat dan kemudian

mempersepsikannya sebagai Desa Administratif adalah Undang-Undang No.22 tahun

1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam pasal 1 huruf (O) UU tersebut dinaytakan :

“ Desa atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya disebut desa adalah kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal- usul dan adat istiadat setempat

yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah Kabupaten.

Penegasan tentang maksud UU No. 22/1999 menjadikan Desa Ada sebagai Desa

Administrasi tertuang dalam Penjelasan Umum angka (9) sub (1), UU No. 22/1999

tersebut, sebagai berikut:

“ Desa berdasarkan UU ini adalah Desa atau yang disebut dengan nama lain sebagai

suatu kesatuan masyarakat Hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-

usul yang bersifat istimewa, sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 18 UUD

1945.

Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai Pemerintahan Desa adalah

keanekaragaman, partisipasi,otonomi asli, demokrasi dan pemberdayaan masyarakat.

b. Undang –Undang Yang secara langsung mengakui kebradaan Pacalang ( dengan

sebutan “bentuk-bentuk pengamanan swakarsa”) adalah Undang- Undang No. 2/2002

tentang Kepolisisan Negara Republik Indonesia.

Pasal 3 ayat (1) UU tersebut menyatakan :

“ Pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Indonesia yang dibantu oleh :

a. Kepolisian khusus

b. Penyidik pegawai negeri sipil, dan / atau

c. Bentuk- bentuk pengamanan swakarsa.

Dalam penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa : yang dimaksud dengan “bentuk-

bentuk pengamanan swakarsa adalah suatu bentuk pengamanan yang diadakan atas

kemauan, kesadaran dan kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh

pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Hubungan antara kepolisian Negara dengan pengamanan swakarsa diatur dalam jpa 14

ayat (1) huruf dan pasal 15 ayat (2) huruf g.

Page 24: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

22

Kedua ketentuan itu menyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam

melaksanakan tugas pokoknya yang berupa : (a) memelihara keamanan dan ketertiban

masyarakat ; (b) menegakan Hukum ; (c) memberikan perlindungan.

Penganyoman dan pelayanan kepada masyarakat wajib melakukan koordinasi,

pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri

sipil dan bentuk- bentuk pengamanan swakarsa. Juga Kepolisian Negara Republik

Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan lain berwenang untuk memberi

petunjuk khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian.

c. Peraturan Lokal

1) Peraturan local yang secara tegas mengatur keberadaan pecalang adalah Perda

propinsi Bali No. 3 Tahun 2003 tentang Desa Pakraman.

Pasal 17 Perda tersebut menyatakan :

1. Keamanan dan ketertiban wilayah Desa Pekraman dilakukan oleh Pacalang

2. Pacalang melaksanakan tugas-tugas pengamanan dalam wilayah desa dalam

hubungan pelaksanaan tugas adat dan agama.

3. Pecalang diangkat dan diberhentikan oleh desa pakraman berdasarkan Paruman

Desa.

Kendati Perda tersebut mengatur keberadaan Pacalang secara singkat, tetapi sudah

cukup memberi kejelasan tentang apa fungsi pokok, Bidang tugas, dan wilayah kerja

pacalang.

2) Aturan local lain yang dapat dijadikan dasar hukum bagi keberadaan Pacalang adalah

ketentuan Awig- Awig khususnya ketentuan yang menyatakan salah satu tujuan desa

Adat/ Pakraman tersebut adalah untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban. Dengan

adanya tujuan seperti itu maka sudah barang tentu Desa Adat/ Pakraman tersebut

memerlukan aparat penyelenggara keamanan dan ketertiban yang popular dengan

sebutan “ Pacalang”. Berarti istilah “keamanan dan ketertiban” Desa Adat/ Pakraman

akan selalu beerkonotasi dengan istilah “Pecalang”.

D. Tugas dan Fungsi Pecalang

Fungsi pacalang pada mulanya adalah menjaga keamanan dan ketertiban di ranah adat

dan agama (Hindu), yang meliputi parahyangan (hubungan manusia dengan Ida

Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa), pawongan (hubungan manusia dengan

manusia),dan palemahan (hubungan antara manusia dengan lingkungannya). Namun

Page 25: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

23

kemudian, tugas dan fungsi pacalang telah terspesialisasi dan bertransformasi sesuai

dengan dinamika dan kebutuhan masyarakat, yakni :

a. Pacalang Jagabaya

Pacalang Jagabaya ini mengalami transformasi yang paling besarbaik dibidang

parahyangan maupun pawongan.Dalam bidang parahyangan, pacalang Jagabaya telah

melakukan pengamanan malam Natal dan Tahun Baru di Kota Denpasar, mengamankan

malam takbiran di Desa Pegayaman Sukasada, Buleleng. Disamping itudalam bidang

pawongan, melakukan pula berbagai kegiatan seperti : melakukan penertiban penduduk

pendatang, mengamankan lomba dan hiburan, mengamankan kegiatan politik praktis,

pencegahan dan penanggulangan terorisme, dan pengamanan sidang-sidang pengadilan

kasus bom Bali.

b. Pacalang Segara (pacalang laut)

Pecalang segara ini terdapat di Desa Pemuteran, Kabupaten Buleleng.Adapun latar

belakang pembentukan pacalang segara adalah latar belakang ekologis, ekonomis dan

ritual.Latar belakang ekologis disebabkan karena hancurnya wilayah laut dan pantai

Pemuteran oleh ulah nelayan yang menangkap ikan menggunakan bom, potasium, dan

zat beracun lainnya. Dari segi ekonomis, pembentukan pacalang segara berarti turut

juga mejaga kehidupan perekonomian warga,karena 65% penduduknya bermata

pencaharian nelayan dan petani. Sedangkan latar belakang ritual berkaitan erat dengan

struktur kepercayaan masyarakat yang disebut “samudra kertih”, yaitu upaya untuk

menjaga kelestarian samudra sebagai sumber alam yang memiliki fungsi yang sngan

kompleks dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, dibentuklah mekanisme

penanganan pencemaran laut dengan menggunakan pranata adat yakni awig-awig

dengan sanksi adat termasuk pengusiran dari desa adat apabila sanksi lain tidak

mempan(ultimum remedum).

c. Pacalang Wana (pacalang hutan)

Seperti halnya laut, hutan di Bali juga tidak bisa dilepaskan dari struktur kepercayaan

masyarakat.Dengan demikian struktur kepercayaan tersebut memegang peranan kunci

dalam pelestarian hutan.Regveda III.51.5 menyatakan” Indra ya dyava cita aapah rayim

raksanti jirayo vanane” artinya “lindungilah sumber-sumber kekayaan alam seperti

atmosfir, tanam-tanaman dan tumbuh-tumbuhan berkhasiat obat, sungai-sungai dan

sumber-sumber air dan hutan belantara”. Ajaran Regveda inilah yang kemudian

diimplementasikan dalam sistem sosial masyarakat berupa awig-awig atau perarem

sebagai norma yang harus ditaati oleh warganya. Selain itu terdapat beberapa kawasab

yang dipercaya sebagai “alas duwe” (hutan milik para dewa) seperti kawasan hutan

Sangeh (Badung), Alas Kedaton (Marga, Tabanan), Petulu (Gianyar). Masyarakat

disekitarnya pantang mengganggu flora dan fauna yang ada didalamnya karena percaya

Page 26: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

24

bahwa para dewa selalu mengawaasi dan akan memberi ganjaran sanksi kepada siapa

yang berani mengusik keberadaan hutan tersebut (Pujaastawa, 2002: 29-30). Selain itu

dalam pengamanan sekala (nyata) dilakukan pula pembentukan pacalang pariwisata

dikawasan hutan tersebut.

d. Pacalang Subak

Pilar-pilar budaya Bali menurut Clifford Geertz (2000:102) terdisi atas desa adat,

sanggah/pemerajan dan subak.

Subak adalah organisasi pengairan tradisional Bali yang bercorak sosial religious yang

mempunyai aturan-aturan tersendiri berupa wig-awig, mempunyai pengurus, dan

kekayaan sendiri,memiliki otonomi dalam mengatur pembagian air disawah diantara

petani secara adil. Bertolak dari hal tersebut, agar pembagian air dapat dilakukan denga

tertib, maka diperlukan suatu perangkat subak,yakniPangliman Subak, yang bertugas

mengatur dan mengawasi jalannya pembagian air secara adil.

e. Pacalang Sawur Tungur

Pacalang Sawung Tungur bertugsa khusus menjaga keamanan dan ketrtiban jalannya

upacara “tabuh rah” yaitu upacara suci korban darah ayam, yang dilaksanakan pada saat

upacara keagamaan( Hindu) di Pura. Upacara “tabuh rah” sering disalah gunakan

menjadi sabung ayam (tajen) yang berdasarkan KUHP dikualifikasikan sebagai tindakan

criminal.Sebagai perbuatan melanggar hukum, maka sabung ayam (tajen) dilarang dan

sebagai akibatnya tugas Pacalang Sawung Tungur makin berkurang.

E. Kedudukan dan fungsi Pacalang Dalam Sistem Keamanan Regional

1. Kedudukan

Berdasarkan kutipan dari beberapa ketentuan Peraturan Dasar dan Peraturan

perundang – undangan tersebut diatas dapat dirumuskan bahwa antara pacalang

Kepolisian Negara berada dalam kedudukan yang koordinatif. Artinya Kepolisian

Negara diwajibkan oleh Undang- Undang untuk mengkoordinir pelaksanaan tugas

Pacalang agar di lapangan tidak terjadi benturan / tumpang tindih dengan petugas

“pengaman swakarsa” lainnya (Hansip, Satpam) dengan tugas kepolisian Negara itu

sendiri.

Kewajiban untuk mengkoordinir itu deilengkapi pula dengan kewajiban untuk

mengawasi dan membina secara teknis tugas pacalang (pasal 14 huruf f).kewajiban

mengawasi adalah kewajiban untuk melakukan pemantauan pleh kepolisian kepada

pacalang dalam hal pacaang melakukan tugasnya, apakah secara teknis demi

peningkatan kemampuan praktik dibidang pelaksanaan tugas keamanan dan

Page 27: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

25

ketertiban Pacalang. (lihat pasal 15 ayat (2) huruf g UU No. 2/2002). Dengan

demikian terlihat jelas bahwa dibidang pelaksanaan fungsi, kedudukan kepolisian

Negara adalah lebih penting dari Pacalang.

Kedudukan yang demikian ini yang lebih jauh dapat diklarifikasikan sebagai berikut :

(1) Kepolisian Negara adalah alat Negara yang bertugas dalam wilayah Negara

Republik Indonesia, sedangkan Pacalang adalah alat masyarakat hukum adat

yang bertugas hany adiwilayah Desa Adat/ Pakraman.

(2) Keberadaan desa Adat/ Pakraman (dimana Pacalang merupakan salah satu

apaaratnya) dalam suatu Negara kesatuan bukanlah sebagai Negara dalam

Negara. Oleh karena itu segala aturan adat termasuk awig-awig adat yang

mengatur Pacalang tidak boleh bertentangan dengan Undang- Undang Negara

terutama dengan UU Kepolisian Negara RI.

(3) Dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI dinyatakan bahwa

Kepolisian adalah pengemban fungsi kepolisian yang meliputi fungsi

pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, [erlindungan,

pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Sementara Pacalang (dalam

bahasa UU disebut bentuk-bentuk pengamanan swakarsa) oleh UU dinyatakan

hanya sebagai pembatu kepolisian Negara RI dalam mengemban fungsi

kepolisian. (lihat pasal 2 dsan pasal 3 UU No. 2 Tahun 2003).

Konsekwensinya adalah bila umpamanya terjadi gangguan keamanan kestabilan

disuatu wilayah Indonesia (misalnya disuatu Desa Adat/ Pakraman tertentu)

yang bertanggung jawab adalah Kepolisian Negara dan bukan Pacalang karena

Pacalang sebagai pembantu kepolisian. Meski hanya sebagai pembatu, dalam

upaya menunjang keberhasilan tugas kepolisian, peran pacalang tidak bisa

dianggap remeh.

2. Fungsi Pacalang

Diatas telah disinggung bahwa fungsi pacalang menurut UU adalah membantu

kepolisian Negara dalam mengemban fungsi kepolisian.

Dalam posisinya sebagai pembantu kepolisian, belum jelas sampai dimana luas

ruang lingkup fungsi pengaman swakarsa pembantu lainnya Hansip, Polisi Pamong Praja,

satpam dan Lain-lainnya.Batas kewenangan dalam pelaksanaan fungsi perlu mendapat

perhatian untuk menghindari praktek tumpang tindih dilapangan.

Untuk memecahkan masalah kewenangan dapat dipakai asas-asas kejelasan

kewenangan yang meliputi 3 asas yaitu :

Page 28: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

26

(1) Asas kewilayahan (ratione loci atau teritoir gebeid)

(2) Asas substansial (ratione materii atau zaken gebeid)

(3) Asas waktu (ratione temperi atau tidj gebeid)

Asas kewilayahan mengajarkan, suatu kewenangan itu memiliki wilayah

keberlakuan yang jelas, begitu juga kalau ada kewenangan yang berlaku transwilayah

(lintas wilayah) agar ditentukan secara jelas pula dalam aturan yang mendasari

timbulnya kewenangan itu. Asas substansial mengajarkan agar isi (materi/substansi)

kewenangan didiskripsika secara jelas sihingga tidak menimbulkan keragu-raguan bagi

kewenangan lainnya12.

Sementara asas waktu, mengajarkan bahwa pejabat/ pemilik kewenangan

memiliki kewenangan selama jangka waktu masa jabat.Bila masa jabatan berakhir maka

berakhir pulalah kewenangan yang melekat pada pejabat/ pemilik kewenangan itu.13

(a) Pacalang dan Pembantu Kepolisian Lainnya

Dalm upaya menentukan batas kewenangan Pacalang dengan pembantu kepolisian

lainnya asas kewilayahan dan asas substansial dapat dijadikan sebagai acuan

utama.Sementara asas wajtu sebagai asas pelengkap karena dilapangan pelaksanaan

asas waktu tidak begitu banyak menimbulkan masalah.

Dengan menggunkan asas kewilayahan dan asas substansial analisis batas

kewenangan antara pacalang disatu pihak dengan Polisi Pamong Praja dan Satpam

dipihak lain dapat dilakukan secara lebih mudah. Secara konseptual dasar asas

kewilayahan Polisi Pamong Paraja berwenang melakukan penyelidikan atas

tindakan-tindakan yang melanggar ketentuan perda sedangkan satpam berwenang

melakukan penertiban dan keamanan lingkungan lokasi perusahaan/ kantor.

Sementara Pacalang atas dasar asas kewilayahan hanya memiliki kewenangan di

wilayah Desa Adat/ Pakraman saja, dan dari segi asas substansial Pacalang hanya

mempunyai kewenangan pada bidang pengamanan penyelenggaraan urusan adat/

agama.

12

Pasek Diantha, 2011, Pecalang Dalam Perspektif Sistem Keamanan Regional, dalam buku ‘Pecalang

Perangkat Keamanan Desa Adat di Bali, Bali Shanti, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada masyarakat,

Universitas UIdayana, Denpasar, h.66-67.

13 Ibid, h. 63

Page 29: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

27

A. Pentingnya Polri Membangun Kemitraan Dengan Pecalang

Telah diuraikan dimuka, bahwa tidak ada institusi kepolisian suatu Negara dapat

mencapai hasil dengan baik, tanpa dukungan masyarakat.Oleh karena itu, betapa

pentingnya dukungan masyarakat khususnya pacalang dalam mendukung tugas-tugas

kepolisian tersebut.Terdapat beberapa alasan rasional tentang pentingnya Polri

membangun kemitraan dengan pacalang dilihat dari perspektif pacalang, Polri dan

masyarakat.

Dilihat dari perspektif pecalang, mengadopsi pacalang dipandang sebagai

kebanggaan, pengabdian (yadnya), dan pelestarian nilai-nilai budaya yang selama ini

diakui dan tetap eksis dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat lahir bathin.

Dari perspektif Polri, mengadopsi pacalang secara umum sangat penting dalam

rangka memberdayakan segenap potensi masyarakat. Disamping itu secara khusus

pecalang memiliki basis yang kuat dalam desa adat, sehingga mengadopsi pacalang akan

memperoleh dukungan desa adat. Secara fungsional, pacalang telah pula memiliki

pengalaman dalam menjaga keamanan dan ketertiban di ranah adat dan agama. Karena

itu mengadopasi paecalang akan lebih mudah dan efisien, dan memberi akses untuk

dapat mengambil langkah-langkah sedekat, secepat dan setepat yang diharapkan

masyarakat14.

Dilihat dari pespektif masyarakat, upaya mengadopsi pacalang memungkinkan

karena tugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bukan merupakan tugas

Polri saja, tetapi juga menjadi tugas masyarakat, termasuk pecalang. Dismping itu Polri

tidak dapat menjangkau seluruh wilayah karena terkendala oleh berbagai factor, yakni

keterbatasan personil,sarana prasarana yang belum memadai.

Sebagai contoh, dalam membangun sinergi antara masyarakat dengan Polri, di

Bali LSM Manikaya Kauci telah melakukan proyek percontohan Community Policing di

enak desa pada tiga Kabupaten, yakni Desa Medewi dan Pulukan di Kabupaten

Jembrana, Desa Les dan Desa Juleh di Kabupaten Buleleng; Desa Manggis dan Desa

Nyuh tebel di Kabupaten Karangasem.

Di Desa Pulukan misalnya kasus pemggunaan lahan hutan untuk penanaman

pohon pisang oleh masyarakat dipinggiran hutan, diisukan sebagai konflik antar

agama.Melalui komunikasi, konsultasi intensif dan musyawarah seluruh komponen

14

I Kertut Mertha, 2011, Transformasi Pecalang dan Pemolisian Masyarakat, dalam buku ‘Pecalang

Perangkat Keamanan Desa Adat di Bali, Bali Shanti, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada masyarakat,

Universitas UIdayana, Denpasar, h.132

Page 30: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

28

masyarakat dan Polri, kasus tersebut dapat dicegah dan tidak berkembang menjadi

konflik horizontal15.

VI. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni :

Bentuk-bentuk atau bidang kerawanan di Bali, cukup banyak variasinya antara lain :

a. Kerawanan bidang sosial, meliputi antara lain, aksi-aksi kejahatan yang tampaknya semakin

meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya, seperti kejahatan yang terjadi di siang

bolong, keprok kaca, perkosaan, pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur,

kekerasan terhadap anak, dll, tidak tertibnya rumah-rumah kos (tempat merencanakan

kejahatan, praktek WTS, tempat perselingkuhan, sarang teroris, dll), tidak tertibnya

penduduk pendatang, pedagang kaki lima di sembarang tempat, dll.

b. Kerawanan bidang politik, konflik antar partai perebutan pendudkung/suara memalalui

pendekatan ’dadiya/soroh’ dan bahkan banjar-banjar ataupun desa/desa pakraman; suhu

politik menjelang pilkada serentak (kampanye, masa tenang, hari ’H’ dan penghitungan

hasil), dikhawatirkan akan berdampak pasca pemilu.

c. Bidang Agama, antar umat beragama, pelaksanaaan ibadah, pembangunan tempat ibadah,

ceramah yang sifatnya menghasut, penyebaran paham radikalisme, terorisme dan

kebencian, dalam rangka merekrut kader, memperbanyak pendukung dan mencari

simpatisan baik dalam masyarakat maupun dalam lembaga pemasyarakatan (

keliahatannya saat ini bebas dilakukan, dan tidak siapapun yang peduli dan berani

menegur).

d. Konflik yang terjadi di desa pakraman, konfilk ini bisa terjadi antar warga dengan warga

desa pakraman itu sendiri, atau warganya sendiri dengan desa pakramannya, ataupun banjar

adatnya dengan desa pakramannya, dan/atau antar desa pakraman.

15

Ibid.

Page 31: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

29

e. Masalah narkotika dan HIV/AID, penyalahgunaan narkotika di Bali, tidak hanya terjadi di

daerah perkotaan saja, akan tetapi saat ini sudah merambah ke plosok-plosok desa, dan tidak

hanya orang-orang dewasa dan remaja, akan tetapi juga telah merambah anak-anak di bawah

umur. Demikian pula masalah HIV/AID penyebarannya sudah tidak terbendung, berbagai upaya

penyuluhan telah dilakukan tetapi peningkatan secara kuantitas semakin meningkat, dan

bahkan banyak di kalangan remaja.

f. Masalah hukum, dalam masalah hukum pidana kasus-kasus yang terjadi baik secara kualitas

maupun kuantitas terutama di daerah perkotaan semakin meningkat, seperti misalnya kasus-

kasus pembunuhan yang disertai mutilasi, kasus kekerasan terhadap anak bahkan sampai

pemunuhan. Kasus perkosaan terhadap anak di bawah umur, dan kasus perkosaan antar

remaja/pelajar, dll. Dalam hal kasus-kasus perdata, masalah pelaksanaan eksekusi yang selalu

menjadi ribut, kasus-kasus tanah sangat menonjol, dan kasus perceraian semakin meningkat.

g. Pengawasan pintu masuk pelabuhan di Bali, seperti Bandara Ngurah Rai, Ketapang-

Gilimanuk, Padang Bai-Lembar, dll. Yang pengawasannya semakin lemah, seharusnya

pengawasan harus dilakukan secara ketat, jangan sampai kita kecolongan lagi.

h. Pengawasan terhadap kemungkinan adanya sel-sel teroris, ISIS dan radikal lainnya yang

selalu berusaha nyusup ke Bali dengan berbagai akal dan cara.

j. Khusus masalah optimalisasi kearifan lokal lembaga keamanan desa pakraman (Pecalang) :

a. Keberadaan Pacalang memiliki dasar hukum yang jelas terutama dalam UU No. 2 Tahun

2002 tentang Kepolisian Negara RI dan dalam PERDA Propinsi Bali No. 3 Tahun 2001

tentang Desa Pakraman.

b. Dalam hal Pacalang melakukan tugas pamebantuan terhadap fungsi kpolisian, kepolisian

memiliki wewenang untuk mengkoordikasikan pelaksanaan tugas pembantuan itu.

Dalam kaitan ini Kepolisian dapat melakukan pengawasan pembinaan, pemberian

petunjuk, mendidik dan memberi pelatihan teknis.

c. Pelaksanaan fungsi Pecalang terkadang tumpag tindih dengan palaksanaan Pertahanan

Sipil (Hansip) disebabkan karena tidak diterapkan secara konsekuen prinsip “zaken

gebeid” (lingkungan kuasa soal/ substandi) dan prinsip “teritoir gebeid”( lingkungan

Page 32: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

30

kuasa, kewilayahan) dalam pembentukan institusi pemerintahan terendah dibawah

kecamatan. UU No. 22/1999 tampaknya relah merespon gejala tersebut.

d. Untuk menentukan luas ruang lingkup tugas/ kewenangan pecalang dibidang

Adat/Agama dapat dipakai doktrin Tri Hita Karana sebagai tolak ukurnya. Dengan

demikian maka fungsi pecalang sebagai pembantu kepolisian dalam menjaga keamanan

dan ketertiban terurai dalam 3 dimensi yakni; (1) pengaman terhadap parahyangan.

(2)pengamanan terhadap keberadaan pawongan. (3) pengamanan terhadap keperadaan

palemahan.

e. Pecalang memiliki fungsi pembantuan yang terbatas dibidang penegakan hukum yakni

hanya dalam peristiwa “tertangkap tangan” (ontdekking op heeterdaad). Dalam hal

demikian pecalang segera menyerahkan tersangka kepada penyelidik atau penyidik dan

penyelidik atau penyidik wajib segera melakukan pemeriksaan lanjuttan ditempat

kejadian.

f. Di Bali, Pemolisian oleh masyarakat telah dilakukan sejak lama, melalui lembaga adat yang

disebut pacalang. Pada awal pembentukannya, pacalang bertugas diranah adat dan agama

(Hindu), namun dalam perkembangannya mengalami transformasi dan memasuki ranah public

yang lebih luas dan komppleks. Factor penyebabnya bersifat eksternal, yakni perubahan

paradigma Polri- dari paradigma kekuasaan menjadi paradigma moral dan akal budi. Dengan

perubahan paradigma tersebut, ruang dan peluang partisipasi masyarakat dalam menjaga

keamanan dn ketertiban diatur ecara eksplisit dalam UU No. 28 Tahun 1997 sebagaimana

diubah dengan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dari segi

internal, disebabkan adanya landasan filosofi Tri Hita Karana.

Saran.

a. Intensipkan program pemerintah, FKPT untuk selalu mengajak masyarakat selalu

waspada, mengawasi lingkungan serta melaporkan bila ada hal-hal yang mencurigakan,

serta memberikan pendidikan politik untuk menguatkan pemahaman dan pengamalan

ideology bangsa Pancasila, demi persatuan dan kesatuan, ketertiban dan kledamaian

bersama;

b. Waspadai dan harus peka terhadap kantong-kantong atau sel-sel radikalisme atau

teroris pada tempat-tempat tertentu, seperti perumahan developer, tempat-tempat

kos, maupun kawasan-kawasan pemukiman lainnya (optimalkan perangkat yang ada

untuk selalu memantau atau melakukan pengawasan);

Page 33: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

31

c. Amati kerawanan terhadap pendirian tempat-tempat ibadah, agar selalu mengikuti

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan selalu berkoordinasi dengan desa

adat, majelis enam agama, kantor agama, dan tokoh-tokoh masyarakat sekitarnya.

d. Amati positif dan negatipnya terhadap jamaah tabliq yang sering kesana ke mari

memakai pakaian ‘agak aneh’ yang berasal dari luar negeri seperti dari : Pakistan, India,

Bangladesh, Suriah, dll. Demikian pula hati-hati terhadap pernyataan ‘tokoh kita’ yang

memprokasi berbau sara yang bernada menteror umat agama tertentu.

e. Untuk terwujudnya kesamaan visi dan misi terhadap fungsi pecalang, kepolisian perlu

meningkatkan intensitas koordinasi, serta pemberian pengarahan dan pendidikan

mental yang bersumber pada satu kode etik profesi pecalang yang diderivasi dan

amalog dengan kode etik aparat kepolisian dan penegak hukum lainnya.

f. Untuk meningkatkan kualitas SDM pecalang disamping dilakukan pendidikan mental

perlu secara berkesinambungan diberi pelatihan teknis yang terkait dengan fungsinya

sebagai pembantu polisi dibidang keamanan dan penegakan hukum.

g. Untuk menghindari eksploitasi terhadap pecalang dalam melakukan tugas pembantuan

polisi dilarang mengerahkan pecalang keluar wilayah kerja pecalang (palemakan Desa

Adat) kecuali atas ijin Kepala Desa Adat/ Pakraman.

DAFTAR PUSTAKA

Collin L Powell, “Sebuah Perjuangan Keras yang Panjang”, http://www.jakarta.usembassy.gov. Di akses

tanggal 16 September 2015

Friedman, w ; The State And The Rule Of Law In A mixed Economy, Steven & Sons, London, 1985.

Mertha, 2011, Transformasi Pecalang dan Pemolisian Masyarakat, dalam buku ‘Pecalang Perangkat Keamanan

Desa Adat di Bali, Bali Shanti, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada masyarakat, Universitas UIdayana,

Denpasar,

Manullang AC, “Menguak Tabu Intelijen Teror, Motif dan Rezim”. (Jakarta: Panta Rhei, Januari 2001) .

Muhammad Mustofa, Memahami Terorisme: Suatu Perspektif Kriminologi, Jurnal Kriminologi Indonesia

FISIP UI, vol 2 no III Desember 2002.

R Soepomo, 2000, Bab-Bab tentang hukum Adat,Pradnya Paramita, Jakarta.

Page 34: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

32

P windia dan Ketut Sudantra, 2006; Pengantar hukum Adat Bali; Lembaga dokumentasi dan publikasi Fakultas hukum Universitas Udayana.

Pasek Diantha, 2011, Pecalang Dalam Perspektif Sistem Keamanan Regional, dalam buku ‘Pecalang Perangkat Keamanan Desa Adat di Bali, Bali Shanti, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada masyarakat, Universitas UIdayana, Denpasar. Sally Falk Moore, 2001, “ Hukum dan Perubahan sosial: Bidang Sosial semi-Otonom sebagai Suatu Topik studi yang tepat” dalam Antropologi Hukum Subuah Bunga Rampai, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta..

Sirajuddin, didik Sukrino, Winardi, 2011, Hukum Pelayanan Publik Berbasis Partisipasi dan Keterbukaan Informasi, Setara Press, Malang . Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke Tiga, Balai Pustaka Jakarta. Philippe Nonet dan Philip Selznick, 2007, Hukum Responsif, Judul asli : Law & Society in transition: toward Responsive law, Nusamedia Bandung. Sebagaimana dikutip oleh Janedjri M. Gaffar, 2013, Demokrasi dan Pemilu Di Indonesia, Konstitusi Press Khasanah Peradaban Hukum & Konstitusi. Hadjon,Philipus M ; Pengantar Hukum Administrai Indonesia, Gajah Mada University Press,1993.

Hamzah& Indra Dahlan ; Perbandingan KUHAP,HIR dan Komentar. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984.

Kelsen, Han ; General Theory Of Law And State Russel & Russel New York, 1962.

Projohamidjojo; Penjelasan Sistematis Dalam Bentuk Tanya Jawab KUHAP Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982

Page 35: LAPORAN PENELITIAN POKOK-POKOK KONSEPSI … · sosial politik, pejabat pemerintahan dan tokoh-tokoh pemuda, dan tokoh adat, budaya, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. e. Demikian

1