laporan praktikum immunologi

30
LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI SEMESTER IV Oleh : KELOMPOK IV I PUTU WIPA WIDARSA PUTRA (P07134009003)  NI KOMANG JUNIAWATI (P07134009004)  NI KETUT NIK LESTAR I (P07134009005) PUTU LILIK FITRIANI (P07134009006) PUTU AYU SURYANINGSIH (P07134009019) DEWA AYU PUTU WIARSINI (P07134009021) I MADE YOGI WINDU DHARMIKA (P07134009036)  NI MADE ENNY SANTIAR I (P07134009038) SITI HAMIDAH DIYAH (P07134009023) DEWA AGUS KRISNA PRAMANA (P07134009027) PUTU NOVI KHARISMA DEWI (P07134009028)  NI MADE DWIJAYANTI (P07134009040) KEMENTRIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2010/2011

Upload: savitri-siskayani

Post on 30-Oct-2015

814 views

Category:

Documents


41 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 1/30

LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

SEMESTER IV

Oleh :

KELOMPOK IV

I PUTU WIPA WIDARSA PUTRA (P07134009003)

 NI KOMANG JUNIAWATI (P07134009004)

 NI KETUT NIK LESTARI (P07134009005)

PUTU LILIK FITRIANI (P07134009006)

PUTU AYU SURYANINGSIH (P07134009019)

DEWA AYU PUTU WIARSINI (P07134009021)

I MADE YOGI WINDU DHARMIKA (P07134009036)

 NI MADE ENNY SANTIARI (P07134009038)

SITI HAMIDAH DIYAH (P07134009023)

DEWA AGUS KRISNA PRAMANA (P07134009027)

PUTU NOVI KHARISMA DEWI (P07134009028)

 NI MADE DWIJAYANTI (P07134009040)

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR 

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

2010/2011

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 2/30

TEST WIDAL

Hari / Tanggal : Rabu, 11 dan 18 Maret 2011

Waktu : 11.30 - selesai wita

Tempat : Lab. Analis Kesehatan Lantai III

Pembimbing : 1. dr. AA Wiradewi Lestari, Sp.PK  

2. I Ketut Adi Santika, A.Md.AK 

3. Ni Made Widiati, A.Md.AK 

4. Ignasia Menuk S., S.Sos.,M.Si

I. Tujuan

Untuk membantu menegakkan pemeriksaan demam typhosa.

II. Metode

Metode yang dipakai pada pemeriksaan ini adalah tabung aglutinasi. Teknik 

aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau ujitabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan dalam

 prosedur penapisan sedangkan uji tabung membutuhkan teknik yang lebih rumit, tetapi

dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari uji hapusan.

III. Prinsip

Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum

 penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik 

(O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi

aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer 

antibodi dalam serum.

IV. Dasar teori

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 3/30

Pemeriksaan widal ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi (didalam darah)

terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen). Uji ini merupakan test

kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta terutama di negara dimana

 penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji cepat (rapit test) hasilnya dapat

segera diketahui. Hasil positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi

 jenis ini dikenal sebagai Febrile agglutinin.

Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil positif 

 palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor, antara

lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies lain

(Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan adanya faktor rheumatoid

(RF). Hasil negatif palsu disebabkan antara lain : penderita sudah mendapatkan terapi

antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum

 pasien yang buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.

Demam typhoid (Typhoid Fever) merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yangdisebabkan oleh Salmonella typhi maupun Salmonella paratyphi A,B dan C yang masih

dijumpai secara luas di negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan

subtropis.

Gejala Umum Demam Typhoid 

Umumnya gejala klinis timbul 8-14 hari setelah infeksi yang ditandai dengan demam

yang tidak turun selama lebih dari 1 minggu terutama sore hari, pola demam yang khas

adalah kenaikan tidak turun selama lebih dari 1 minggu terutama sore hari, pola demamyang khas adalah kenaikan tidak langsung tinggi tetapi bertahap seperti anak tangga

(stepladder), sakit kepala hebat, nyeri otot, kehilangan selera makan (anoreksia), mual,

muntah, sering sukar buang air besar (konstipasi) dan sebaliknya dapat terjadi diare.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh, debar jantung relatif lambat

(bradikardi), lidah kotor, hepatomegali dan splenomegali, kembung (meteorismus),

 pneumomia dan kadang-kadang dapat timbul gangguan jiwa. Penyulit lain yang dapat

terjadi adalah pendarahan usus, perforasi, radang selaput perut (peritonitis) serta gagal

ginjal.

 

 Petanda Serologi Demam Typhoid 

Tubuh yang kemasukan Salmonella akan terangsang untuk membentuk antibodi yang

 bersifat spesifik terhadap antigen yang merangsang pembentukannya. Antibodi yang

dibentuk merupakan petanda demam typhoid, yang dapat dikategorikan sebagai

 berikut :

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 4/30

1. Aglutinin O

Titer aglutinin O akan naik lebih dulu dan lebih cepat hilang daripada aglutinin H

atau Vi, karena pembentukannya T independent sehingga dapat merangsang limposit

B untuk mengekskresikan antibodi tanpa melalui limposit T. Titer aglutinin O ini

lebih bermanfaat dalam diagnosa dibandingkan titer aglutinin H. Bila bereaksidengan antigen spesifik akan terbentuk endapan seperti pasir. Titer aglutinin O 1/160

dinyatakan positif demam typhoid dengan catatan 8 bulan terakhir tidak mendapat

vaksinasi atau sembuh dari demam typhoid dan untuk yang tidak pernah terkena 1/80

merupakan positif.

2. Aglutinin H (flageller)

Titer aglutinin ini lebih lambat naik karena dalam pembentukan memerlukan

rangsangan limfosit T. Titer aglutinin 1/80 keatas mempunyai nilai diagnostik yang

 baik dalam menentukan demam typhoid. Kenaikan titer aglutinin empat kali dalam jangka 5-7 hari berguna untuk menentukan demam typhoid. Bila bereaksi dengan

antigen spesifik akan terbentuk endapan seperti kapas atau awan.

3. Aglutinin Vi (Envelop)

Antigen Vi tidak digunakan untuk menunjang diagnosis demam thypoid. Aglutinin

Vi digunakan untuk mendeteksi adanya carrier. Antigen ini menghalangi reaksi

aglutinasi anti-O antibodi dengan antigen somatik. Selain itu antigen Vi dapat untuk 

menentukan atau menemukan penderita yang terinfeksi oleh Salmonella typhi atau

kuman-kuman yang identik antigennya.

 Diagnosis

Tidak adanya gejala-gejala atau tanda yang spesifik untuk demam typhoid, membuat

diagnosis klinik demam typhoid menjadi cukup sulit. Di daerah endemis, demam lebih

dari 1 minggu yang tidak diketahui penyebabnya harus dipertimbangkan sebagai

typhoid sampai terbukti apa penyebabnya. Diagnosis pasti demam typhoid adalah

dengan isolasi/kultur Salmonella typhi dari darah, sumsum tulang, atau lesi anatomis

yang spesifik. Adanya gejala klinik yang karakteristik demam typhoid atau deteksi

respon antibodi yang spesifik hanya menunjukkan dugaan demam typhoid tetapi tidak 

 pasti.

 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalisa, kimia klinik,

imunoserologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk 

membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis),

menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 5/30

timbulnya penyulit. (Simalab, 2007)

Pemeriksaan laoratorium untuk menunjang diagonsis demam typhoid meliputi :

5. Hematologi

Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisamenurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis

 biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan

limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut. Jumlah trombosit normal atau menurun

(trombositopenia). Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung

 jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas,

spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan

antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan

limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid. (Prasetyo, 2006)

6. UrinalisaProtein : bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam). Leukosit dan eritrosit

normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.

7. Kimia Klinik 

Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai

hepatitis Akut.

8. Imunologi

a. Widal Slide

Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160, bahkan

mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam

tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu.

 b. ELISA Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM

Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih

sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid atau

Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui.

Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan : bila lgM positif menandakan infeksi akut dan jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah

terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.

c. Tes Tubex

Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang

sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 6/30

 berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan

menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang ditemukan pada

Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat untuk diagnosis infeksi akut karena

hanya mendeteksi antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu

 beberapa menit. (Prasetyo, 2006).

Tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih baik daripada uji Widal.

Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan

spesifisitas 100%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan

spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan ideal, dapat

digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana,

terutama di negara berkembang.

9. Mikrobiologi Gall Culture

Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan DemamTyphoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk 

Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negati, belum tentu bukan Demam

Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa

faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL, darah tidak 

segera dimasukan ke dalam media Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit

sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam

minggu 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.

Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu

untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7hari, bila belum ada

 pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin

dan tinja.

10. Biologi molecular 

PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara

ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam

 jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula.

Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta

 jaringan biopsi.

 Penatalaksanaan

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 7/30

Sampai sekarang masih dianut trilogi penatalaksanaan demam typhoid, yaitu :

1. Pemberian antiboitik : bertujuan untuk menghentikan dan memusnahkan

 penyebaran kuman.

2. Istirahat dan perawatan profesional : bertujuan mencegah komplikasi danmempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal

7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.

3. Diet dan terapi penunjang (stomatitis dan suportif) : Pasien diberi bubur 

saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat

kesembuhan pasien. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang

cukup mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga

keseimbangan dan homeostasis, sistem imun akan tetap berfungsi optimal.

4. Prognosis

Terapi demam tifoid yang cocok terutama jika pasien perlu dirawat secara

medis pada stadium dini, sangat berhasil. Tetapi juga tergantung dari umur,

keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella ,

serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak anak 2,6%,

dan pada orang dewasa 7,4%, rata – rata 5,7%.

 Epidemiologi 

Karena penyebab demam tifoid secara klinis hampir selalu Salmonella yang

 beradaptasi pada manusia, sebagian besar kasus dapat ditelusuri pada karier manusia.

Penyebab yang terdekat adalah air atau makanan yang terkontaminasi oleh karier manusia. Penyakit ini jarang di temukan secara epidemik, lebih bersifat sporadis,

terpencar – pencar di suatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang

serumah. Di Indonesia demam tipoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insidens

tertinggi pada daerah endemik adalah terjadi pada anak – anak.

 Pencegahan

Pencegahan penyakit dilakukan terutama dengan menjaga kebersihan makanan dan

minuman, peningkatan hygiene pribadi, perbaikan sumber air untuk keperluan rumah

tangga, peningkatan sanitasi lingkungan khususnya perbaikan cara pembuangan faeces

manusia serta pemberantasan tikus dan lalat. Selain itu, pengawasan penjualan bahan

makanan dan tempat pemotongan hewan.

V. Alat dan Bahan

a. Alat :

1. Tabung reaksi

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 8/30

2. Rak Tabung

3. Sentrifuge

4. Objek gelas

 b. Bahan :

1. Larutan NaCl

2. Antisera

3. Serum Mahasiswa

VI. Cara kerja :

−  Preparasi sampel darah mahasiswa

− Diambil darah vena mahasiswa

5 cc

− Diletakkan di tabung sentrifuge

− Disentrifuge 3000rpm selama 15 menit

− Diambil serumnya.

−  Pemeriksaan Widal dengan tabung aglutinasi 

Disiapkan 7 buah tabung reaksi

Masing-masing tabung diisi 1,9 ml NaCL dan 0,1 ml serum

Dari tabung 1 dipipet 1 ml dipindahkan ke tabung 2 demikian seterusnya

Dipipet 10 µL sampel pada tabung dan diteteskan pada objek gelas

Diteteskan reagen (± 50 µL)

Dilihat aglutiniasi setelah 1 menit dan digoyang

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 9/30

Keterangan:

A = 10 µL serum

B = 1 tetes antisera

Dihentikan pemeriksaan jika mendapatkan hasil negative

Interpretasi hasil:

Tabung : I II III IV V VI VII

Reaktif : 1/20 1/40 1/80 1/160 1/320 1/640 1/1280

a. Cara kerja metode slide aglutinasi 

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Diteteskan 20 µL serum pada masing-masing lingkaran yang ada pada slide

(3 lingkaran)

3. Dipipet 1 tetes antisera A, B, D pada lingkaran-lingkaran tersebut

+

A B

  A+

B

A+

B

A+

B

 

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 10/30

4. Diamati aglutinasi yang terjadi

5. Karena hasil positif, jadi dilanjutkan ke pengenceran selanjutnya Keterangan:

A = 20 µL serum

B = 1 tetes antisera

6. Diteteskan 10 µL serum pada masing-masing lingkaran yang ada pada slide

(3 lingkaran)

7. Dipipet 1 tetes antisera A, B, D pada lingkaran-lingkaran tersebut

Keterangan:

A = 20 µL serum

B = 1 tetes antisera

8. Diamati aglutinasi yang terjadi

9. Karena hasil positif, jadi dilanjutkan ke pengenceran selanjutnya

10. Diteteskan 10 µL serum pada masing-masing lingkaran yang ada pada slide

(3 lingkaran)

11. Dipipet 1 tetes antisera A, B, D pada lingkaran-lingkaran tersebut

Keterangan:

A+

B

A+

B

A+

B

  A+

B

A+

B

A+

B

 

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 11/30

A = 5 µL serum

B = 1 tetes antisera

Intrepretasi hasil

Sampel Reagen Pengenceran

20 µl 1 tetes 1/80

10 µl 1 tetes 1/160

5 µl 1 tetes 1/320 

VII. Data Hasil Praktikum

a)Pada tanggal 11 Maret 2011

 Nama : Putu Ayu Suryaningsih

Umur : 19 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

 A. Hasil Pemeriksaan cara tabung aglutinasi 

Salmonella O antigen group A : negative

Salmonella O antigen group B : negative

Salmonella O antigen group C : negative

Salmonella O antigen group D : negative

Salmonella H antigen group A : negative

Salmonella H antigen group B : negative

Salmonella H antigen group C : negative

Salmonella H antigen group D : negative

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 12/30

b) Pada tanggal 18 Maret 2011

 Hasil pemeriksaan dengan slide aglutinasi 

B) Pengenceran 1/180

Salmonella H antigen group A : positif  

Salmonella H antigen group B : positif 

Salmonella H antigen group D : positif  

C) Pengenceran 1/160

Salmonella H antigen group A : positif  

Salmonella H antigen group B : positif 

Salmonella H antigen group D : positif  

D) Pengenceran 1/320

Salmonella H antigen group A : positif 

Salmonella H antigen group B : positif 

Salmonella H antigen group D : positif  

VIII. Pembahasan

a) Pemeriksaan cara tabung aglutinasi 

Pemeriksaan sampel darah dengan tes widal ini bertujuan untuk membantu

menegakkan diagnose pada pasien demam tifoid. Pada praktikum ini diperoleh hasil pemeriksaan sampel darah negative, ini menunjukkan sampel darah pasien tidak 

ditemui adanya antibody terhadap kuman salmonella pada tubuh. Pemilik sampel ini

dalam keadaan sehat, praktikan mengetahuinya karena sampel yang dipakai dari

sampel mahasiswa.

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 13/30

Praktikum ini menggunakan NaCl yang bertujuan saar pengenceran, antisera yang

ditambahkan berguna untuk mengetahui aglutinasi atau tidak, karena antiresa akan

 berekasi dengan sampel, jika hasil positif akan terjadi aglutinasi. Pemeriksaan ini

dihentikan karena hasil yang diperoleh negative, jika pemeriksaan ini dilanjutkan

hasil yang diperoleh akan tetap negative.

b) Pemeriksaan cara slide aglutinasi 

Pemeriksaan sampel serum yang dibawakan dari rumah sakit memperoleh hasil

 positif sampai pengenceran ketiga sampel yang diperiksa dengan antisera Salmonella

H antigen group A, B dan D tetap hasilnya positif, hal ini menandakan adanya

antibody terhadap kuman salmonella pada tubuh.

Hasil positif dilanjutkan ke pengenceran selanjutnya, ini bertujuan untuk 

mengetahui kemungkinan bakteri salmonella mencemari darah, seperti pemeriksaan

yang diperoleh hasil positif hingga pengenceran 1/320 yang berarti kemungkinan

dalam 1 ml darah terdapat 320 kuman salmonella.

Kelemahan uji widal ini yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifitas serta sulitnya

melakukan interpretasi hasil, akan tetapi uji widal yang positif akan memperkuat

dugaan pada tersangka penderita demam tifoid. Saat ini walaupun telah digunakan

secara luas di seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan

 pegangan karea belum ada kesepakata akan nilai standar aglutinasi. Beberapa hal

yang sering disalah artikan:

a) Pemeriksan widal positif dianggap ada kuman dalam tubuh, hal ini pengertian

yang salah. Uji widal hanya menunjukkan adanya antibody terhadap kuman

salmonella.

 b) Pemeriksaan widal yang hilang setelah pengobatan dan menunjukkan hasil potf 

diangga masih menderita tifus, hal ini juga pengertian yang salah. Setelah

seseorag menderita tifus dan mendapatakan pengobatan, hasil uji widal tetap

 postif untuk waktu yang lama sehingga uji widal tidak dapat digunakan sebagai

acuan untuk menyatakan kesembuhan.

IX. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan, bahwa :

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 14/30

1. Pemeriksaan cara tabung aglutinasi memperoleh hasil negative

2. Pemeriksaan cara slide aglutinasi memperoleh hasil positif hingga pengenceran

1/320 yang menunjukkan kemungkinan dalam 1 ml dara terdatap 320 kuman

salmonella.

X. Daftar Pustaka

- http://www.wikimu.co/News?Display.aspx?id=390

- http:id.shoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2021226-

 penyakit-tifus/

- http://www.sehatgroup.web.id/?p=144

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 15/30

PEMERIKSAAN HbsAg (HEPATITIS B)

(HEPATITIS B SULFIS ANTIGEN)

Hari / Tanggal : Rabu, 24 dan 31 Maret, 12 dan 19 Mei 2011

Waktu : 11.30 - selesai wita

Tempat : Lab. Analis Kesehatan Lantai III

Pembimbing : 1. dr. AA Wiradewi Lestari, Sp.PK  

2. I Ketut Adi Santika, A.Md.AK 

3. Ni Made Widiati, A.Md.AK 

4. Ignasia Menuk S., S.Sos.,M.Si

I. Tujuan

Untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit Hepatitis B.

II. Metode

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif (rapid test)

III. Prinsip

Sampel serum direaksikan dengan antigen pada strip dan diinkubasi pada suhu kamar 

selama 10 menit, maka akan menunjukkan hasil reaktif dengan adanya 2 garis strip pada

area C dan T, hasil non-reaktif dengan adanya 1 garis pada stip area C dan hasil invalid

dengan garis kontrol C tidak terlihat.

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 16/30

IV. Dasar teori

Antigen permukaan virus hepatitis B (hepatitis B surface antigen, HBsAg )

merupakan material permukaan dari virus hepatitis B. Pada awalnya antigen ini

dinamakan antigen Australia karena pertama kalinya diisolasi oleh seorang dokter 

 peneliti Amerika, Baruch S. Blumberg dari serum orang Australia.HBsAg merupakan petanda serologik infeksi virus hepatitis B pertama yang muncul

di dalam serum dan mulai terdeteksi antara 1 sampai 12 minggu pasca infeksi,

mendahului munculnya gejala klinik serta meningkatnya SGPT. Selanjutnya HBsAg

merupakan satu-satunya petanda serologik selama 3 – 5 minggu. Pada kasus yang

sembuh, HBsAg akan hilang antara 3 sampai 6 bulan pasca infeksi sedangkan pada

kasus kronis, HBsAg akan tetap terdeteksi sampai lebih dari 6 bulan. HBsAg positif 

yang persisten lebih dari 6 bulan didefinisikan sebagai pembawa (carrier ). Sekitar 10%

 penderita yang memiliki HBsAg positif adalah carrier, dan hasil uji dapat tetap positif 

selam bertahun-tahun.

Pemeriksaan HBsAg berguna untuk diagnosa infeksi virus hepatitis B, baik untuk 

keperluan klinis maupun epidemiologik, skrining darah di unit-unit transfusi darah, serta

digunakan pada evaluasi terapi hepatitis B kronis. Pemeriksaan ini juga bermanfaat

untuk menetapkan bahwa hepatitis akut yang diderita disebabkan oleh virus B atau

superinfeksi dengan virus lain.

HBsAg positif dengan IgM anti HBc dan HBeAg positif menunjukkan infeksi virus

hepatitis B akut. HBsAg positif dengan IgG anti HBc dan HBeAg positif menunjukkan

infeksi virus hepatitis B kronis dengan replikasi aktif. HBsAg positif dengan IgG anti

HBc dan anti-HBe positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B kronis dengan replikasi

rendah.Pemeriksaan HbsAg secara rutin dilakukan pada pendonor darah untuk 

mengidentifikasi antigen hepatitis B. Transmisi hepatitis B melalui transfusi sudah

hampir tidak terdapat lagi berkat screening HbsAg pada darah pendonor. Namun,

meskipun insiden hepatitis B terkait transfusi sudah menurun, angka kejadian hepatitis

B tetap tinggi. Hal ini terkait dengan transmisi virus hepatitis B melalui beberapa jalur,

yaitu parenteral, perinatal, atau kontak seksual. Orang yang berisiko tinggi terkena

infeksi hepatitis B adalah orang yang bekerja di sarana kesehatan, ketergatungan obat,

suka berganti-ganti pasangan seksual, sering mendapat transfusi, hemodialisa, bayi baru

lahir yang tertular dari ibunya yang menderita hepatitis B.

HBsAg dalam darah dapat dideteksi dengan tehnik enzyme immunoassay (EIA),enzyme linked immunoassay (ELISA), enzyme linked fluorescent assay (ELFA), atau

immunochromatography test (ICT).

Spesimen yang digunakan untuk deteksi HBsAg adalah serum atau plasma heparin.

Kumpulkan darah vena 3-5 ml dalam tabung tutup merah atau tutup kuning dengan gel

separator, atau dalam tabung tutup hijau (lithium heparin). Pusingkan sampel darah, lalu

 pisahkan serum atau plasma untuk diperiksa laboratorium.

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 17/30

Spesimen yang ikterik (hiperbilirubin sampai dengan 500 µmol/l), hemolisis (kadar 

hemoglobin sampai dengan 270 µmol/l), dan lipemik (sampai dengan 30 mg/dl) dapat

mempengaruhi hasil pembacaan.

Sampel dapat disimpan pada suhu 2-8oC selama 5 hari, atau -25 ±6oC sampai

dengan 2 bulan.

Nilai Rujukan

Dewasa dan Anak-anak : Negatif 

Masalah Klinis

HBsAg positif dijumpai pada : Hepatitis B, Hepatitis B kronis.  Kurang Umum :

Hemofilia, sindrom Down, penyakit Hodgkin, leukemia.  Pengaruh obat  :

ketergantungan obat.

V. Alat dan Bahan

a. Alat :

1. Tabung reaksi dan raknya

2. Strip test

3. Pipet mikro

 b. Bahan :

1. Sampel serum mahasiswa

2. Sampel serum rumah sakit yang telah disediakan

VI. Cara kerja :

1. Preparasi sampel darah mahasiswa

1. Diambil darah vena mahasiswa

5 cc

2. Diletakkan di tabung sentrifuge

3. Disentrifuge 3000 rpm selama 15 menit

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 18/30

4. Diambil serumnya.

2. Pemeriksaan HbsAg 

a. Serum 10 µL dengan pipet mikro

 b. Ditaruh di tabung reaksi

c. Strip test ditaruh di tabung reaksi

d. Ditunggu 10 menit

e. Diamtai hasilnya

VII. Data Hasil Praktikum

1. Pada tanggal 24 Maret 2011

 Nama : Putu Novi Kharisma Dewi

Umur : 20 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Hasil : Non- reaktif 

 Nama : I Ketut Widnyana

Umur : 20 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Hasil : Non-reaktif  

Sampel yang berasal dari Rumah Sakit, hasilnya adalah reaktif 

2. Pada Tanggal 31 Maret 2011

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 19/30

 Nama : Siti Hamidah Diyah

Umur : 20 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Hasil : Non-reaktif  

3. Pada tanggal 12 Mei 2011

 Nama : Putu Novi Kharisma Dewi

Umur : 20 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Hasil : Non- reaktif 

4. Pada tanggal 19 Mei 2011

 Nama : Ratna

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Hasil : Non-reaktif  

 Nama : Yuda

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Hasil : Non-reaktif  

VIII. Pembahasan

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 20/30

Pemeriksaan HBsAg berguna untuk diagnose infeksi virus hepatitis B, baik untuk 

keperluan klinis maupun epidemiologic, skrining darah di unit-unit transfuse darah serta

digunakan pada evaluasi terapi heaptits B kronis. Pemeriksaan ini juga bermanfaat

untuk menetapkan bahwa hepatitis akut yang didertia disebabkan oleh virus

B/superinfeksi dengan virus lain.

Praktikum pemeriksaan ini memperoleh hasil sampel dari mahasiswa hasil sampel

dari mahasiswa non raktif dan sampel serum rumah sakit reaktif. Hal ini dilihat dari

garis-gris yang muncul ketika pemeriksaan, hasil reaktif jika menghasilkan 2 garis

merah dan hasil non reaktif menghasilkan satu garis pada daerah control. Pemeriksaan

ini hanya melihat reaktif dan non reaktif sampel yang diperiksa, untuk membuktikan

adanya viremia (virus dalam darah) tidak mungkin dilakukan, sedangkan untuk 

mneyatakan virus dalam tinja diperlukan pemeriksaan mikroskop electron.

Pemeriksaan HbsAg secara rutin dilakukan pada pendonor darah untuk 

mengidentifikasi antigen hepatits B. transmisi hepatitis B melalui transfuse sudahhamper tidak terfapat lagi berkat screening test HbsAg pada darah pendonor. Hal ini

terkait dengan transmisi virus hepatititi B melalui beberapa jalur, yaitu parenteral,

 perinatal/kontak seksual.

IX. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa pada sampel Mahasiswa,

hasilnya adalah Non-reaktif Hepatitis B. Sedangkan pada sampel dari RS, hasilnya adalah

reaktif Hepatitis B

X. Daftar Pustaka

- http://labkesehatan.blogspot.com/2010/03/antigen_permukaan-hepatitis-b hbsag

html.

- http://id.wikipedia.org/wiki/Hepatitis-B.

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 21/30

PEMERIKSAAN ANTI DENGUE IgG dan IgM

Hari / Tanggal : Rabu, 21 April dan 5 Mei 2011

Waktu : 11.30 - selesai wita

Tempat : Lab. Analis Kesehatan Lantai III

Pembimbing : 1. dr. AA Wiradewi Lestari, Sp.PK  

2. I Ketut Adi Santika, A.Md.AK 

3. Ni Made Widiati, A.Md.AK 

4. Ignasia Menuk S., S.Sos.,M.Si

I. Tujuan

Untuk mengetahui apakah pasien menderita penyakit DB (Demam Berdarah) atau

tidak dan apakah virus Dengue masih terdapat dalam tubuh pasien yang pernah

mengalami atau menderita Demam Berdarah atau tidak.

 

II. Metode

Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode kualitatif dengan rapid

test.

III. Prinsip

Ketika sampel serum ditetesi pada alat (strip test) anti dengue IgG dan IgM pada

sampel serum akan bereaksi dengan protein rekombinat virus dengue coloidal conjugatedan terbentuk kompleks antigen – antibodi. Kompleks ini akan bermigrasi sepanjang

area strip test melalui kapiler.

IV. Dasar teori

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 22/30

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus

dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita

melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (betina). Virus dengue berbentuk batang, bersifat

termolabil, sensitive terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan natrium diaksikolat, stabil

 pada suhu . Dengue merupakan serotype yang paling banyak beredar. ( Cristantie

Effendy 1995)

Penyakit ini disebabkan oleh empat serotip virus dengue (DEN- 1, DEN- 2, DEN-

3,DEN- 4) dari genus flavivirus, family flavivirus dengan daya infeksi tinggi pada

manusia. Setiap serotype cukup berbeda sehingga tidak ada proteksi silang dan wabah

yang disebabkan beberapa serotype (hiperendemisitas) dapat terjadi. Virus dengue

ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti yang sebelumnya sudah menggigit

orang yang terinfeksi dengue. (Soegijonto, 2004).

Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dankemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus antibody.

Dalam sirkulasi akan mengaktifasi system komplemen. Akibat aktifasi C3 dan C5 akan

dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan

merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh

darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu. Terjadinya

trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya factor koagulasi

(protrombin & fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat

 pada saluran gastrointestinal pada DHF. Yang menentukan beratnya penyakit adalah

meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma,

terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diabetes hemorrhagic, renjatan terjadi secara

akut.

V. Alat dan Bahan

a. Alat :

1. Strip test (SD Rapid test)

2. Pipet mikro

3. Stopwatch

 b. Bahan :

1. Sampel serum

Page 23: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 23/30

2. Reagen garam fisiologis Dengue assay diluents

VI. Cara kerja

1. Alat dan bahan disiapkan

2. Dibuka SD Rapid test dengue dan diletakkan diatas meja

3. Sampel serum dipipet sebanyak 10µℓ dan diletakkan ditempat sampel pada SD rapid

test yang bertanda S.

4. Ditambahkan 3 sampai 4 tetes reagen garam fisiologis Dengue Assay Diluent ke

dalam SD rapid test

5. Ditunggu selama 15 sampai 20 menit dan catat reaksi yang terjadi

6. Pembacaan hasil:

 Negatif (-) : muncul satu garis berwarna merah pada area C

Positif (+) : muncul garis pada area C,G, atau G

Invalid : tidak muncul garis pada area C, M, G

VII. Data Hasil Praktikum

1. Praktikum I tanggal 21 April 2011

Sampel serum rumah sakit

Hasil positif (+) muncul garis pada C, M, G

2. Praktikum II tanggal 5 Mei 2011

 Nama : Ni Made Dwijayanti

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Hasil : negatif ( - ) Anti Dengue IgG dan IgM

Page 24: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 24/30

VIII. Pembahasan

Dari praktikum anti dengue IgG dan IgM dengan menggunakan sampel serum

 pada praktikum yang pertama menggunakan sampel serum dari rumah sakit

didapatkan hasil positif (+) IgG dan IgM karena munculnya garis warna merah pada

area C, G, M. Dan pada praktikum yang kedua didapatkan hasil negative (-) karena

tidak ada ada garis pada area C dan G hanya ada garis pada area C .

Pada pemeriksaan anti dengue IgG dan IgM bertujuan untuk mengetahui adanya

antibody IgG dan IgM terhadap virus dengue pada serum dan untuk menegakkan

diagnose DBD atau DHF yang pemeriksaannya menggunakan metode rapid test.

Dengue Haemoragic Fever merupakan demam dengue yang disertai pembesaran hati

dan tanda- tanda perdarahan. Pada keadaan yang lebih parah bisa terjadi kegagalan

sirkulasi darah dan pendertita jatuh dalam keadaan syok akibat kebocoran plasma

yang disebut dengan (DSS) Dengue Syok Syndrome.

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit demam yang disertai perdarahan

 bawah kulit, selaput hidung dan lambung, yang ditemukan di daerah tropis. Di dalam

tubuh manusia, virus dengue berkembang biak di dalam sel retikkuloendotelial,

kemudian terjadi viraemia yang diikuti dengan respon imun terhadap virus dengue

 baik humoral maupun seluler. Virus bersilulasi dalam darah perifer di dalam sel

monosit, sel limfosit B dan sel limfosit T. Sebagai reaksi terhadap infeksi virus, tubuh

akan membuat antibodi anti-dengue, baika berupa anti netralisai, anti hemaglutinasi

dan anti komplemen.

IX.Kesimpulan

Jadi dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa :

Pada praktikum I :

Setelah serum rumah sakit diperiksa dengan menggunakan metode kualitatif SD rapidtest dengan melakukan pemeriksaan Dengue IgG dan IgM diperoleh hasil positif (+)

dengan adanya garis pada area C, G, M yang berarti positif IgG dan IgM dan berarti

 pasien sudah pernah terinfeksi virus DHF sebelumnya.

Page 25: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 25/30

Pada praktikum II :

Pada serum mahasiswa yang diperiksa dengan menggunakan serum dari Ni Made

Dwijayanthi, 19 th perempuan diperoleh hasil negative (-) karena garis muncul hanya

 pada zona C yang berarti sampel tersebut negative IgG dan IgM.

X. Daftar Pustaka

− http://www.blogdokter.net/2008/06/27-demam-berdarah-dengue.

− http://en.wikipedia.org/wiki/Dengue-fever 

Page 26: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 26/30

PEMERIKSAAN ASTO (ANTI STREPTOLISIN O)

Hari / Tanggal : Rabu, 21 April dan 5 Mei 2011

Waktu : 11.30 - selesai wita

Tempat : Lab. Analis Kesehatan Lantai III

Pembimbing : 1. dr. AA Wiradewi Lestari, Sp.PK  

2. I Ketut Adi Santika, A.Md.AK 

3. Ni Made Widiati, A.Md.AK 

4. Ignasia Menuk S., S.Sos.,M.Si

I. Tujuan

Untuk menentukan anti streptolisin O secara kualitatif pada serum

II. Metode

Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode slide aglutinasi

III. Prinsip

Sampel yang mengandung antibodi streptolisin dicampur dengan partikel latex yang

dilapisi dengan streptolisin O akan membentuk aglutinasi.

IV. Dasar teori

Telah diketahui bahwa ada hubungan antara penyakitdemam rematik dengan

infeksi Streptokokus beta hemolitikusgrup A (1). Semula para ahli masih sangsi bahwa

infeksiStreptokokusdapat mengakibatkan timbulnya serangandemam rematik, karena

 banyak penderita demam rematiktanpa didahului tanda-tanda infeksi yang

 jelas.Streptokokus seperti kuman lain dapat merangsang timbulnyaantibodi dalam

Page 27: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 27/30

serum penderita dan kadang-kadang menunjukkan gejala infeksi yang jelas. Adanya

data-data imunologikdalam serum penderita merupakan bukti telah terjadi infeksioleh

kuman tersebut. Stollerman melaporkan adanya titerantibodi Streptokokus yang tinggi

 pada penyakit demamrematik, yang timbul tiga sampai empat minggu setelah infeksi

Streptokokus.

Selain pada penyakit demam rematik pengukuran antibodiStreptokokus ternyata juga

mempunyai arti penting padapenyakit glomerulonegritis akuta, karena jenis tertentu

daripenyakit tersebut sering disertai dengan titer antibodi Streptokokus yang

tinggi.Penetapan ASTO umumnya hanya memberi petunjukbahwa telah terjadi infeksi

oleh Streptokokus. Streptolisin 0bersifat sebagai hemolisin dan pemeriksaan ASTO

umumnyaberdasarkan sifat ini. Ada beberapa cara penetapan ASTO,tetapi biasanya

hanya merupakan modifikasi dari cara Toddyang asli; perbedaan hanya dalam

 pengenceran serum saja.Penetapan dengan pengenceran serum menurut Rantz

danRandall yang banyak dipakai menetapkan titer 100 IUsebagai keadaan tidak ada

 penyakit demam rematik atau glomerulonefritis akuta, sedangkan titer 250 IU atau lebih perluwaspada terhadap kemungkinan infeksi Streptokokus danmungkin pencegahan

terhadap timbulnya penyakit demamrematik dapat dilakukan lebih dini. Yang lebih

 penting diperhatikan adanya kenaikan titer. Meskipun semula titerrendah tetapi bila

terjadi peningkatan dan tetap tinggi padapemeriksaan berikutnya, adanya infeksi oleh

Streptokokus perlu dipikirkan (soetartor.2010).

V. Alat dan Bahan

a. Alat :

1. Strip test (SD Rapid test)

2. Pipet mikro

3. Stopwatch

 b. Bahan :

1. Sampel serum

2. Reagen garam fisiologis Dengue assay diluents

VI. Cara kerja

1. Alat dan bahan yang diperlukan disiapkan terlebih dahulu

Page 28: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 28/30

2. Ragen yang akan dipakai dipersiapkan

3. 50 µl serum diteteskan diatas slide dan ditambahkan 50 µl reagen

4. Campuran reagen dan serum dicampur dengan stick dan digoyangkan 30 kali

5. Aglutinasi yang terjadi dibaca

VII. Data Hasil Praktikum

1. Pemeriksaan ASTO I tanggal 6 Mei 2011

Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa memperoleh hasil negatif 

(<200 I.U/ml)

Identitas sampel:

 Nama : Ni Made Dwijayanti

Umur : 20 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Veteran Denpasar, Bali

2. Pemeriksaan ASTO II tanggal 12 Mei 2011

Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa memperoleh hasil positif 

(>200 I.U/ml)

Identitas sampel:

 Nama : Putu Novi Kharisma Dewi

Umur : 20 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Sidakarya, Denpasar  

3. Pemeriksaan ASTO III tanggal 19 Mei 2011

1. Sampel I

Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa memperoleh hasil positif 

(>200 I.U/ml)

Identitas sampel

 Nama : I.A. Kade Ratna Sukmadewi

Umur : 19 tahun

Alamat : Jl. Gria Manggala No. 38 Sading

2. Sampel II

Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa memperoleh hasil positif 

(>200 I.U/ml).

 Nama : I Komang Indra Yuda Iswara

Page 29: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 29/30

Umur : 19 tahun

Alamat : Jl. Sesetan Pesanggaran Gg. Rangsana 16x, Denpasar.

VIII. Pembahasan

Praktikum pemeriksaan ASTO bertujuan untuk menentukan anti streptolisin

secara kualitatif pada serum. Metode yang digunakan adalah metode slide aglutinasi,

dimana prinsip pemeriksaan ini adalah sampel yang mengandung antibodi anti

streptolisisn O dicampur dengan partikel latex yang dilapisis dengan streptolisin O

akan membentuk aglutinasi.

Pemeriksaan ASTO I dengan sampel serum mahasiswa memperoleh hasil negatif,

hal ini menunjukkan kemungkinan tidak ada anti streptolisin O pada sampel.

Pemeriksaan ASTO II dan III dengan menggunakan sampel serum mahasiswa dari

mahasiswa yang berbeda, didapatkan hasil positif pada ketiga sampel, hal ini

menunjukkan kemungkinan adanya anti streptolisisn O pada sampel.Pemeriksaan ASTO hanya memberi petunjuk bahwa terjadi infeksi oleh

streptokokus. Streptolisin O bersifat sebagai hemolisin dan pemeriksaan ASTO

umumnya berdasarkan sifat ini. Penetapan ASTO tidak bisa melakukan pemeriksaan

langsung dengan melihat bakteri streptokokus, pemeriksaan ini harus menggunakan

cairan sendi. Dimana harus dilakukan pemeriksaan makroskopik dilihat organoleptis

cairan, pemeriksaan mikroskopik dilakukan hitung jumlah lekosit. Bila jumlah sel

 banyak dibuat sediaan hapus dan diwarnai dengan wright. Pada penderita, jumlah

lekosit akan meningkat, peningkatan tersebut tergantung dari jenis peradangan.

IX.Kesimpulan

Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa dalam 3 kali pemeriksaan

memperoleh hasil sebagai berikut:

a. Pemeriksaan ASTO I

Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa memperoleh hasil negatif 

(<200 I.U/ml) yang menunjukkan kemungkinan tidak adanya anti streptolisin O

 pada sampel.

 b. Pemeriksaan ASTO II

Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa memperoleh hasil positif 

(>200 I.U/ml) yang menunjukkan kemungkinan adanya anti streptolisin O pada

sampel.

Page 30: LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

7/15/2019 LAPORAN PRAKTIKUM IMMUNOLOGI

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-praktikum-immunologi 30/30

c. Pemeriksaan ASTO III

Sampel I

Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa memperoleh hasil positif 

(>200 I.U/ml) yang menunjukkan kemungkinan adanya anti streptolisin O pada

sampel.

Sampel II

Pemeriksaan ASTO menggunakan serum mahasiswa memperoleh hasil positif 

(>200 I.U/ml) yang menunjukkan kemungkinan adanya anti streptolisin O pada

sampel.

X. Daftar Pustaka

- Soetarto,2010. Pemeriksaan Laboratorium padaBeberapa Jenis Penyakit SendiMenahun.

- http:// cerminduniakedokteran.html. diakses tanggal 8 Mei 2011. Denpasar