laporan praktikum matakuliah fisiologi ternak semester 2 tahun 2013

60
1 BAB I METODOLOGI Praktikum Fisiologi Ternak dengan materi Anatomi Saluran Pencernaan Ruminansia dan Pseudo-Ruminansia dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 24 April 2013 dan 15 Mei 2013 pukul 07.00-09.00 WIB di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. 1.1. Materi 1.1.1. Anatomi Saluran Pencernaan Ruminansia Alat yang digunakan pada praktikum Anatomi Saluran Pencernaan Ruminansia adalah plastik sebagai alas untuk saluran pencernaan yang akan diamati, sarung tangan yang berfungsi untuk melindungi tangan saat memegang benda yang mengandung zat kimia, masker yang digunakan untuk melindungi hidung dan mulut dari zat kimia, penggaris untuk mengukur panjang dan diameter saluran

Upload: dewi-purwati

Post on 16-Apr-2017

1.360 views

Category:

Education


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

1

BAB I

METODOLOGI

Praktikum Fisiologi Ternak dengan materi Anatomi Saluran Pencernaan

Ruminansia dan Pseudo-Ruminansia dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 24

April 2013 dan 15 Mei 2013 pukul 07.00-09.00 WIB di Laboratorium Fisiologi

dan Biokimia Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Semarang.

1.1. Materi

1.1.1. Anatomi Saluran Pencernaan Ruminansia

Alat yang digunakan pada praktikum Anatomi Saluran Pencernaan

Ruminansia adalah plastik sebagai alas untuk saluran pencernaan yang akan

diamati, sarung tangan yang berfungsi untuk melindungi tangan saat memegang

benda yang mengandung zat kimia, masker yang digunakan untuk melindungi

hidung dan mulut dari zat kimia, penggaris untuk mengukur panjang dan diameter

saluran pencernaan, pisau untuk membedah lambung ruminansia, serta alat tulis

dan buku catatan untuk mencatat hasil pengamatan dan pengukuran.

Bahan yang digunakan pada praktikum Anatomi Saluran Pencernaan

Ruminansia adalah saluran pencernaan domba dan formalin.

Page 2: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

2

1.1.2. Anatomi Saluran Pencernaan Pseudo-Ruminansia

Alat yang digunakan pada praktikum Anatomi Saluran Pencernaan

Pseudo-ruminansia adalah nampan sebagai alas untuk saluran pencernaan yang

akan diamati, penggaris untuk mengukur panjang dan diameter saluran

pencernaan, pisau dan gunting untuk membedah kelinci, serta alat tulis dan buku

catatan untuk mencatat hasil pengamatan dan pengukuran.

Bahan yang digunakan pada praktikum Anatomi Saluran Pencernaan

Pseudo-ruminansia ini adalah saluran pencernaan kelinci.

1.2. Metode

1.2.1. Anatomi Saluran Pencernaan Ruminansia

Metode yang digunakan pada praktikum Anatomi Saluran Pencernaan

Ruminansia adalah dengan menyiapkan plastik sebagai alas, kemudian

meletakkan saluran pencernaan ruminansia (domba) yang telah diawetkan dengan

formalin di atas plastik tersebut. Menata saluran pencernaan dengan rapi untuk

mempermudah pengukuran. Membedah lambung ruminansia, yaitu rumen,

retikulum, omasum, dan abomasum untuk mengetahui bentuk dan perbedaan

masing-masing lambung. Mengukur panjang dan diameter saluran pencernaan

dari esofagus sampai anus.

Page 3: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

3

1.2.2. Anatomi Saluran Pencernaan Pseudo-ruminansiasia

Metode yang digunakan pada praktikum Anatomi saluran pencernaan

pseudo-ruminansia adalah dengan menyembelih kelinci dan menyiapkan nampan

sebagai alas. Kemudian, membedah kelinci dan mengambil organ pencernaannya

mulai dari esofagus sampai ke anus. Menata saluran pencernaan dengan rapi

untuk mempermudah pengukuran. Kemudian, mengukur panjang dan diameter

esofagus, lambung, usus halus, sekum, usus besar, rektum dan anus. Selanjutnya,

menggambar dan dan mencatat hasil pengamatan pada buku pengamatan.

Page 4: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

4

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Anatomi Saluran Pencernaan Ruminansia

Berdasarkan hasil pengamatan Anatomi Organ Pencernaan Ruminansia,

diperoleh hasil sebagai berikut:

12

3

45

67

89

1011

12

Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.

Sumber: Sudjadi, Bagod dan Siti Laila. 2009. Yudhistira, Jakarta.

Ilustrasi 1: Anatomi Organ Pencernaan Ruminansia.

Keterangan:

1. Esofagus2. Rumen3. Retikulum4. Omasum5. Abomasum6. Duodenum

7. Jejenum8. Ileum9. Sekum10. Usus besar11. Rektum12. Anus

Page 5: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

5

2.1.1. Mulut

Mulut merupakan tempat terjadinya proses pencernaan secara mekanik,

pengunyahan pakan terjadi secara sempurna sampai menjadi partikel-partikel

terkecil. Didalam mulut itu sendiri terdapat saliva. Saliva yang dihasilkan terus

menerus, pada saat ruminansia beristirahat. Dinding muscular dari faring

berhubungan dengan esofagus. Hal ini sesuai pendapat Maynard et al., (1979)

yang menyatakan bahwa mulut merupakan tempat terjadinya proses pencernaan

secara mekanik, pencernaan serat pada ternak setelah mengalami pencernaan

mekanik dalam mulut, serat mengalami pencernaan enzimatik dalam perut besar

(stomach). Sementara itu Tillman et al., (1998) menambahkan didalam mulut

terjadi proses percampuran pakan dengan air ludah, yang berfungsi sebagai pelicin

untuk membantu proses penelanan pakan.

2.1.2. Esofagus

Esofagus merupakan saluran kecil yang dapat menghubungkan antara

mulut dengan lambung. Esofagus tidak mengsekresikan enzim sehingga tidak

mempunyai fungsi pencernaan kimiawi. Dalam organ ini dilapisi oleh membran

pada permukaannya. Hal ini sesuai pendapat Siregar (1994) yang menyatakan

bahwa esofagus merupakan suatu saluran yang sebagai jalan bagi pakan yang

telah mengalami proses pencernaan di dalam mulut dan merupakan penghubung

antara rongga mulut dengan lambung. Hal ini juga sesuai pendapat Kustono et.al,

(2008) yang menyatakan bahwa esofagus tidak mengsekresikan enzim sehingga

Page 6: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

6

tidak mempunyai fungsi pencernaan kimiawi. Dalam organ ini dilapisi oleh

membran pada permukaannya.

2.1.3. Lambung

2.1.3.1. Rumen. Rumen merupakan kantong penampung pakan untuk pertama

kali setelah pakan dikunyah dan ditelan di mulut, kemudian masuk rumen melalui

esofagus. Selain itu rumen berupa suatu kantong muskular besar dan pada

permukaannya berbentuk seperti handuk serta memiliki fungsi sebagai tempat

fermentasi oleh mikroba atau bakteri. Hal ini sesuai dengan pendapat Isnaeni

(2006) yang menyatakan bahwa dalam rumen terjadi pencernaan makanan atau

pakan secara biologis oleh adanya aksi bakteri. Hal ini juga sependapat dengan

Blakely dan Bade (1992) yang menyatakan bahwa di dalam rumen. Rumen

mengandung mikroorganisme, bakteri dan protozoa yang menghancurkan bahan-

bahan berserat, mencerna bahan-bahan itu untuk kepentingan mikroba itu sendiri.

2.1.3.2. Retikulum. Retikulum merupakan bagian lambung yang paling kranial

pada ruminansia yang berbentuk menyerupai sarang lebah atau pada dindingnya

membentuk pola segi enam yang berfungsi sebagai penyaring partikel pakan

sebelum masuk ke omasum serta pada retikulum terjadi proses regurgitasi atau

pemuntahan kembali pakan yang sudah ditelan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Blakely dan Bade (1992) yang menyatakan bahwa retikulum bertekstur

menyerupai sarang lebah (segienam), bahan pakan yang didalamnya lebih lembut

di bandig dengan yang ada dirumen dan didalam retikulum terjadi penyaringan

pertikel-partikel pakan yang telah lembut dan menyaring benda asing sebelum

Page 7: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

7

masuk ke omasum. Sementara itu Isnaeni (2006) menambahkan bahwa pada

retikulum akan mengubah bahan pakan menjadi gumpalan atau bongkahan (cud)

yang siap dimuntahkan lagi untuk dikunyah kedua kalinya.

2.1.3.3. Omasum. Omasum memiliki bentuk separti buku-buku dan berlapis-

lapis, selain itu ukuran omasum pada kambing jauh lebih kecil dibandingkan

omasum pada sapi selain itu fungsi dari omasum yaitu untuk mereduksi partikel

pakan menjadi lebih kecil sebelum masuk abomasum atau fungsi lain omasum

yaitu sebagai tempat absorbsi air. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1993)

yang menyatakan omasum juga berfungsi untuk menyerap sebagian air, ukuran

omasum kambing jauh lebih kecil dibandingkan omasum sapi. Sementara itu

Blakely dan Bade (1992) menambahkan bahwa bagian omasum menerima

campuran pakan dan air, dan sebagian besar air itu diserap oleh luasnya daerah

penyerapan yang terdiri dari banyak lapisan.

2.1.3.4. Abomasum. Abomasum disebut juga lambung sejati. Fungsi abomasum

mirip dengan lambung pada non ruminansia. Di dalam abomasum, makanan

mengalami proses enzimatik dan fermentasi oleh bakteri. Hal ini didukung oleh

pendapat Susilowarno (2001) yang menyatakan bahwa makanan masuk ke

abomasum dan mengalami pencernaan kimiawi dengan bantuan enzim dan bakteri

membantu menghancurkan makanan, fermentasi juga mengolah amoniak dan urea

menjadi asam amino dan menghasilkan vitamin B. Hal ini juga didukung oleh

pendapat Karmana (2000) yang menyatakan bahwa di dalam abomasum makanan

Page 8: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

8

mengalami pencernaan secara kimia oleh enzim-enzim yang dihasilkannya, serta

juga terjadi pencernaan oleh bakteri yang bersimbiosis dengan hewan tersebut.

2.1.4. Usus Halus

2.1.4.1. Duodenum. Duodenum merupakan bagian yang pertama dari usus halus.

Makanan dari abomasum selanjutnya masuk ke duodenum. Di sepanjang

duodenum terdapat pankreas. Di duodenum, makanan yang sudah bercampur

dengan getah lambung kemudian dicampur dengan getah pankreas yang

menghasilkan enzim-enzim yang menetralkan keasaman dari getah lambung. Hal

ini sesuai dengan pendapat Campbell (2004) yang menyatakan bahwa pankreas

menghasilkan beberapa enzim hidrolitik dan larutan alkali yang kaya akan

bikarbonat yang bekerja sebagai buffer yang menetralisir keasaman kimus dari

lambung. Hal ini juga didukung oleh pendapat Aryulina et al., (2006) yang

menyatakan bahwa jika isi lambung yang bersifat asam masuk ke duodenum akan

melepaskan hormon sekretin yang dapat merangsang pelepasan getah pankreas

seperti natrium bikarbonat yang berfungsi menetralkan keasaman isi lambung.

2.1.4.2. Jejunum. Jejunum merupakan usus halus bagian tengah yang berfungsi

untuk pencernaan produk-produk pencernaan yang berasal dari duodenum. Hal ini

sesuai dengan pendapat Sudjadi dan Laila (2009) yang menyatakan bahwa

jejunum merupakan bagian usus halus yang berfungsi sebagai tempat pencernaan

bolus yang berasal dari duodenum. Jejunum juga merupakan tempat awal

terjadinya penyerapan (absorbsi) zat-zat makanan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Aryulina et al., (2006) yang menyatakan bahwa didalam jejunum makanan

Page 9: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

9

mengalami pencernaan kimiawi oleh enzim yang dihasilkan dinding usus,

sehingga makanan semakin halus dan cenderung encer.

2.1.4.3. Ileum. Ileum merupakan bagian terakhir dari usus halus. Ileum

memanjang dari jejunum, bagian tengah dari usus kecil ke pangkal usus besar.

Pada ileum terjadi proses penguraian makanan kemudian makanan yang sudah

terurai akan mengalami proses penyerapan makanan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Andang (1999) yang menyatakan bahwa jejunum dan ileum merupakan

lokasi akhir proses penguraian dan sekaligus awal dari proses penyerapan zat

makanan. Hal ini juga sesuai pendapat Tray dan Raharja (2007) yang menyatakan

bahwa di dalam ileum terjadi penyerapan dari bahan gizi (asam amino, asam

lemak dan glukosa), vitamin yang melarut dalam air dan mineral (kalsium dan

besi) dan sebagian besar air.

2.1.5. Sekum

Sekum pada ruminansia terletak di antara usus halus dan usus besar.

Sekum merupakan usus buntu yang membantu pencernaan secara fermentasi oleh

mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2004) yang

menyatakan bahwa sekum merupakan saluran pencernaan secara fermentasi, yaitu

pencernaan yang dilakukan oleh mikroorganisme. Sementara itu Frandson (1993)

menambahkan bahwa sekum merupakan tempat tinggal bakteri yang mampu

memfermentasi pakan yang mengandung selulosa.

Page 10: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

10

2.1.6. Usus Besar

Usus besar berfungsi sebagai tempat untuk mengabsorbsi air dari sisa-

sisa pakan yang sebelumnya telah diabsorbsi airnya oleh usus halus kemudian

masuk ke usus besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sloane (1995) yang

menyatakan bahwa usus besar (kolon) mengabsorbsi 80% sampai 90% air dan

elektrolit, usus besar juga mempunyai selaput lendir yang berfunsi sebagai pelicin

sisa makanan untuk menuju ke anus. Sementara itu Frandson (1993)

menambahkan bahwa bagian yang turun akan mendatar dan berakhir di anus.

2.1.7. Rektum

Rektum merupakan saluran pencernaan antara kolon dan anus. Hal ini

sesuai dengan pendapat Fawcett (1994) yang menyatakan bahwa rektum adalah

bagian terminal dari saluran cerna yang menyempit mendadak di bagian akhir

ampula dan berlanjut sebagai saluran anus. Rektum berfungsi untuk tempat

dikumpulkannya feses yang akan dikeluarkan oleh anus. Hal ini sesuai dengan

endapat Fried dan Hadernenos (1999) yang menyatakan bahwa kolon

membengkok membentuk kolon menurun yang berujung pada rektum yang

pendek dan tubular, di mana zat-zat yang akan dikeluarkan dari dalam tubuh

(feses) dikumpulkan.

Page 11: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

11

2.1.8. Anus

Anus merupakan tempat keluarnya feses yaitu hasil-hasil metabolisme

yang berwujud padat maupun cair atau sebagai tempat keluarnya bahan-bahan

pakan yang tidak dicerna oleh usus besar dan akan disekresikan menjadi feses.

Hal ini juga sesuai dengan pendapat Riyanto et al., (2011) yang menyatakan

bahwa bahan-bahan yang tidak tercerna bergerak ke rektum dan usus besar,

kemudian diekresikan sebagai feses melalui anus, rektum juga merupakan tempat

penyimpanan sisa makanan yang tidak dapat dicerna lagi oleh tubuh. Serta hal ini

sependapat dengan Blakely dan Bade (1992) yang menyatakan bahan-bahan yang

tidak dicerna didalam usus besar akan disekresikan sebagai feses melalui anus.

Page 12: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

12

2.2. Anatomi Saluran Pencernaan Pseudo-ruminansia

Berdasarkan hasil pengamatan Anatomi Saluran Pencernaan Pseudo-

Ruminansia, diperoleh hasil sebagai berikut:

1

2

3

4

5

6

7

8

Sumber: Data Primer Praktikum FisiologiTernak, 2013.

Sumber: Masanto, R dan Ali Agus 2010. Beternak Kelinci Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Ilustrasi 2: Anatomi Saluran Pencernaan Pseudo-Ruminansia.

Keterangan:1. Mulut2. Esofagus3. Lambung4. Usus halus5. Sekum6. Usus besar7. Rektum8. Anus

Page 13: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

13

2.2.1. Mulut

Mulut merupakan saluran organ pertama untuk proses pencernaan

makanan, mulut juga merupakan alat pengambilan dan tempat pengunyah

makanan. Alat pengambil terdiri dari bibir, lidah dan gigi. Gigi di dalam mulut

dibagi dua macam yaitu jenis gigi pemotong atau pengoyak (gigi taring). Di

dalam mulut makanan akan dipecah menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil

dan tercampur dengan air ludah. Hal ini sesuai pendapat Sihombing (1991) yang

manyatakan bahwa air ludah selain membasahi makanan juga melancarkan

pengunyahan dan penelanan makanan. Di samping itu, juga melarutkan sebagian

makanan yang merangsang indera perasa makanan. Hal ini juga sesuai pendapat

Frandson (1993) yang menyatakan bahwa di dalam mulut terdapat gigi. Gigi

dibagi menjadi dua yaitu gigi jenis pemotong atau pengoyak (gigi taring), serta

gigi dari jenis penggiling (Premolar dan molar).

2.2.2. Esofagus

Esofagus merupakan saluran pencernaan yang berbentuk seperti tabung

dan bersifat elastis. Fungsi esofagus adalah menghasilkan mukosa yang berfungsi

untuk membantu melicinkan makanan hasil pencernaan di dalam mulut yang

berupa bolus dan membantu mendorong bolus melewati organ ini dengan gerak

peristaltik pada proses deglutisi. Adanya sifat elastis pada esofagus menyebabkan

organ ini akan mengembang ketika terjadi proses deglutisi kemudian bolus masuk

ke dalam lambung. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2004) yang

menyatakan bahwa esofagus merupakan saluran lunak dan elastis yang mudah

Page 14: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

14

mengalami pemekaran apabila ada bolus yang masuk. Hal ini didukung oleh

pendapat Corwin (2009) yang menyatakan bahwa ketika gelombang peristaltik

mencapai ujung esofagus, otot polos pada bukaan menuju lambung berelaksasi

dan makanan masuk ke dalam lambung.

2.2.3. Lambung

Lambung merupakan suatu ruangan yang berfungsi sebagai tempat

pencernaan dan penyimpanan pakan. Sementara itu, di dalam lambung kelinci

terdapat cairan yang terdiri dari air, garam-garam anorganik dan terjadi sistem

pencernaan enzimatik karena di dalamnya disekresikan enzim pepsin dan HCl

sehingga pada lambung bersifat asam. Hal ini sesuai dengan Tillman et al., (1998)

yang menyatakan bahwa konsentrasi asam dalam cairan lambung menurunkan pH

isi lambung sampai 2,0. Sementara itu Frandson (1993) menambahkan bahwa pH

lambung sangat asam sekitar 1-2 khususnya untuk kelinci dewasa sehingga sangat

efektif dalam membunuh mikroorganisme patogen.

2.2.4. Usus Halus

Pada kelinci memiliki usus halus yang hampir sama dengan ruminansia

yaitu terbagi menjadi tiga bagian meliputi duodenum, jejunum, dan ileum.

Sementara itu usus halus berfungsi untuk proses penetralan keasaman zat

makanan dari lambung oleh getah pankreas dan ion-ion bikarbonat untuk

menetralisir asam getah empedu juga disekresikan sebagai emulsi lemak serta

berfungsi juga sebagai proses penyerapan zat-zat gizi untuk tubuh misalnya

Page 15: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

15

protein maupun karbohidrat dalam bentuk serat kasar. Hal ini sesuai dengan

pendapat Frandson (1993) yang menyatakan bahwa usus halus merupakan tempat

pencernaan karbohidrat dan pencernaan protein serta sebagai tempat sekresi cairan

yaitu cairan duodenum, empedu, cairan pankreas, dan cairan usus. Sementara itu

Kartadisastra (1997) menambahkan bahwa serat yang tidak tercerna yang

berbentuk partikel halus masuk ke dalam ceca dan mengalami proses pencernaan

fermentasi.

2.2.5. Sekum

Sekum merupakan organ pencernaan yang terletak di antara usus halus dan

usus besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fried dan Hadernenos (1999) yang

menyatakan bahwa sekum adalah sebuah kantung di bagian pertemuan usus besar

dan usus halus. Sekum merupakan usus buntu yang membantu pencernaan secara

fermentasi oleh mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Parakkasi (1986)

yang menyatakan bahwa ssekum berfungsi seperti rumen, yaitu tempat fermentasi

serat kasar dan karbohidrat oleh mkroorganisme.

2.2.6. Usus Besar

Usus besar memiliki panjang 39 cm dan diameter 0,5 cm dan tidak

menghasilkan enzim karena kelenjar-kelenjar yang ada adalah mukosa, karenanya

tiap pencernaan yang terjadi di dalamnya adalah sisa-sisa kegiatan oleh enzim-

enzim dari usus halus dan enzim yang dihasilkan oleh jasad-jasad renik yang

banyak terdapat pada usus besar. Usus besar berfungsi untuk mengabsospsi air

Page 16: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

16

dan pencernaan kimiawi oleh enzim yang terbawa dari partikel pakan hasil

pencernaan.Variasi pada usus besar dari satu spesies ke spesies lain jauh lebih

menonjol dibandingkan dengan usus halus. Hal ini sesuai pendapat Tillman et al.,

(1991) bahwa bakteri yang hidup pada usus besar dan sekum antara lain

proteolitik yang berfungsi menyerang protein yang belum di cerna menjadi asam-

asam amino. pH normal pada usus besar adalah 7 yang berarti suasananya netral.

Hal ini sesuai pendapat Kamal (1994) bahwa pencernaan usus besar dilakukan

oleh enzim yang terbawa bersama-sama pakan dari bagian saluran pencernaan

sebelumnya atau oleh enzim yang berasal dari aktivitas mikroorganisme.

2.2.7. Rektum

Rektum merupakan saluran pencernaan antara kolon dan anus. Hal ini

sesuai dengan pendapat Fawcett (1994) yang menyatakan bahwa rektum adalah

bagian terminal dari saluran cerna yang menyempit mendadak di bagian akhir

ampula dan berlanjut sebagai saluran anus. Rektum berfungsi untuk tempat

dikumpulkannya feses yang akan dikeluarkan oleh anus. Hal ini sesuai dengan

endapat Fried dan Hadernenos (1999) yang menyatakan bahwa kolon

membengkok membentuk kolon menurun yang berujung pada rektum yang

pendek dan tubular, di mana zat-zat yang akan dikeluarkan dari dalam tubuh

(feses) dikumpulkan.

Page 17: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

17

2.2.8. Anus

Anus merupakan tempat keluarnya (ekskresi) feses berupa sisa-sisa zat

pakan yang sudah tidak bisa diabsorbsi lagi. Hal ini sesuai dengan pendapat

Tillman et al., (1998) yang menyatakan bahwa anus merupakan tempat keluarnya

feses hasil pencernaan di usus besar. Hal ini juga didukung oleh pendapat Blakely

dan Bade (1992) yang menyatakan bahwa bahan-bahan yang tidak tercerna di

dalam usus besar akan disekresikan sebagai feses melalui anus.

2.3. Perbedaan Saluran Pencernaan Ruminansia dan Pseudo-Ruminansia

Berdasarkan praktikum Anatomi Saluran Pencernaan Ruminansia dan

Pseudo-Ruminansia diketahui bahwa perbedaan antara saluran pencernaan

ruminansia dengan pseudo-ruminansia adalah pada ruminansia lambungnya yang

berjumlah empat, yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Hal ini sesuai

dengan pendapat Aak (1983) yang menyatakan bahwa jenis hewan ruminansia

memiliki system pencernaan yang khas dan sempurna. Alat pencernaannya terbagi

atas empat bagian, yang terdiri dari rumen, retikulum, omasum, dan abomasum.

Keistimewaan ternak pseudo-ruminansia adalah memiliki ukuran sekum yang

lebih besar, karena sebagian besar sistem pencernaannya berlangsung pada organ

ini, yaitu terjadinya fermentasi dan pencernaan serat kasar. Hal ini sesuai dengan

pendapat Masanto dan Agus (2010) yang menyatakan bahwa kelinci termasuk

jenis hewan pseudo-ruminant, yaitu herbivora yang tidak dapat mencerna serat-

serat kasar dengan baik. Binatang ini memfermentasi pakan di sekum, di mana

kapasitas terbesar (50%) dari saluran pencernaan kelinci berada di sini.

Page 18: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

18

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum Anatomi Saluran Pencernaan yang

dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa organ pencernaan pada ruminansia terdiri

atas mulut, esofagus, rumen, retikulum, omasum, abomasum, duodenum, jejunum,

ileum, sekum, usus besar, dan anus. Saluran pencernaan ternak pseudo-ruminansia

terdiri dari mulut, esofagus, lambung, usus halus, sekum, usus besar, rektum dan

anus. Perbedaan antara sistem pencernaan ruminansia dengan Pseudo-ruminansia

adalah pada ruminansia lambungnya yang berjumlah empat, yaitu rumen,

retikulum, omasum, dan abomasum, sedangkan Pseudo-ruminansia memiliki

ukuran sekum yang lebih besar. Sekum pada ternak pseudo-ruminansia berukuran

lebih besar karena pada organ ini, selain terjadi fermentasi juga terjadi pencernaan

serat kasar.

3.2. Saran

Praktikum Anatomi Saluran Pencernaan berjalan dengan cukup baik.

Penjelasan mengenai masing-masing saluran pencernaan ruminansia disampaikan

dengan baik oleh asisten, sehingga mudah dipahami.

Page 19: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

19

DAFTAR PUSTAKA

Aak. 1983. Hijauan Makanan Ternak. Kanisius. Yogyakarta.

Aryulina, D Choirul., M Syalina M dan Endang W. 2006. Biologi. Erlangga. Jakarta.

Blakely, James and David H. Bade. 1992. Ilmu Peternakan Edisi IV. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Campbell, Neil A. 2004. Biologi. Erlangga. Jakarta.

Corwin, E J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Fawcett, Don W. 1994. Buku ajar Histologi. EGC. Jakarta.

Frandson, R. D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Fried, G dan George J Hadernenos. 1999. Biologi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.

Isnaeni, W. 2006.Fisiologi Hewan. Kanisius. Yogyakarta

Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak 1. Fakultas peternakan Universitas Gagjah Mada Press. Yogyakarta.

Karmana, O. 2000. Cerdas Belajar Biologi. Grafindo Media Pratama. Jakarta.

Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.

Kustono, D. T. Widayanti dan S. Bintara. 2008. Bahan Ajar Fisiologi Ternak. Peternakan UGM. Yogyakarta.

Masanto, R dan Ali Agus. 2010. Beternak Kelinci Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Maynard, Leonard A, John K. Looser, Harold F. Hintz and Richard G. Warner. 1979. Mc Graw-Hill. Publishing Company Limited. New Delhi.

Parakkasi, A. 1986. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Rumina. Universitas Indonesia. Jakarta.

Riyanto, E. dan Endang Purbowati. 2011. Sapi Potong. Penebar Swadaya Jakarta.

Page 20: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

20

Sihombing, D.T.H. 1991. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik, Volume 1. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Siregar, S.B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sloane, Eithel. 1995. Anatomi dan Fisologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Sudjadi, Bagod dan Siti Laila. 2009. Biologi. Yudhistira. Jakarta.

Tillman, A D. Hadi Hartadi. Soedomo Reksohadiprodjo. Soeharto Prawirokusumo. Soekanto Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Yuwantana, Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta.

Page 21: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

21

BAB I

METODOLOGI

Praktikum Fisiologi Ternak dengan materi Pembuatan Apus Darah,

Pengukuran Kadar Hemoglobin, Hematokrit, Penghitungan Eritrosit dan Leukosit

Darah dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 22 dan 29 Mei 2013 pukul 07.00-

09.00 WIB di Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Ternak Fakultas Peternakan

dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.

1.1. Materi

1.1.1. Apus Darah

Alat yang digunakan dalam praktikum apus darah meliputi kaca preparat

yang berfungsi sebagai tempat pembuatan sampel yang akan diamati, tabung

reaksi yang berfungsi sebagai tempat sampel darah kelinci, pipet tetes yang

berfungsi untuk mengambil sampel darah kelinci, bunsen berfungsi untuk proses

fiksasi pada preparat, mikroskop berfungsi untuk mengamati sel-sel darah.

Bahan yang digunakan dalam praktikum apus darah meliputi darah

kenlinci sebagai sampel, larutan pewarna giensa serta aquades.

1.1.2. Pengukuran Kadar Hemoglobin

Alat yang digunakan pada praktikum perhitungan kadar hemoglobin darah

adalah tabung sahli yang berfungsi sebagai tempat untuk mencampurkan sampel

darah dengan larutan HCl, pipet hisap untuk menghisap sampel darah, comparator

Page 22: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

22

block berfungsi sebagai perbandingan warna sampel darah dengan warna tabung

standard, serta alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.

Bahan yang digunakan dalam praktikum pengukuran kadar hemoglobin

darah adalah sampel darah, larutan HCl 0,1 N, dan aquades.

1.1.3. Penetapan Hematokrit

Alat yang digunakan dalam praktikum hematokrit adalah pipa hisap yang

digunakan untuk mengambil darah, tabung untuk menaruh sampel darah, malam

yang di gunakan untuk menutup sampel darah yang ada di pipa mikrokapiler, pipa

mikrokapiler digunakan untuk tempat sampel darah dan skala hematokrit yang

digunakan untuk menghitung kadar hematokrit.

Bahan yang digunakanikum penetapan nilai hematokrit adalah sampel

darah.

1.1.4. Penghitungan Jumlah Eritrosit

Alat yang digunakan dalam praktikum eritrosit adalah pipet WBC,

hemocytometer berfungsi untuk mengamati dan menghitung sel darah, mikroskop

berfungsi untuk membantu pengamatan sampel darah ayam, penghisap berfungsi

untuk menghisap sampel darah ayam.

Bahan yang diperlukan dalam praktikum penghitungan jumlah eritrosit

adalah sampel darah ayam dan larutan hayem.

Page 23: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

23

1.1.5. Penghitungan Jumlah Leukosit

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum perhitungan leukosit darah

adalah pipet leukosit digunakaan untuk menghisap sampel darah, mikroskop

mengamati darah, pipet tetes untuk mengambil darah, bilik hitung Improve

Neubauer, grafik junetsky.

Bahan yang digunakan dalam praktikum penghitungan jumlah leukosit

adalah sampel darah ayam, larutan Turk’s, dan larutan HCl 0,1 N.

1.2. Metode

1.2.1. Apus Darah

Metode yang digunakan adalah menyiapkan 2 kaca objek yang

sebelumnya sudah dicuci hingga bersih, meneteskan sampel darah kelinci

sebanyak 2 tetes di salah satu ujung kaca objek. Kemudian menempelkan kaca

objek kedua pada darah tersebut serta menggeser dari ujung sampai ujung lain

sampai merata dan setipis mungkin. Melakukan fiksasi preparat diatas api bunsen.

Setelah itu menetesi larutan giensa pada preparat tersebut dan mencuci preparat

dengan aquades. Melakukan fiksasi lagi diatas api bunsen sampai preparat kering.

Selanjutnya melakukan pengamatan di bawah mikroskop dengan perbesaran 40 x

dan 100 x sampai terlihat bagian-bagian darah yang akan diamati.

Page 24: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

24

1.2.2. Pengukuran Kadar Hemoglobin

Metode yang digunakan pada praktikum perhitungan kadar hemoglobin

adalah dengan meneteskan 2 ml larutan HCl 0,1 N pada tabung sahli. Menghisap

sampel darah menggunakan pipet sahli hingga mencapai 20 ml dan menutup

ujung pipet agar tidak kemasukan udara. Memasukkan ujung pipet ke dalam

tabung sahli dan meniup pipet untuk mengeluarkan sampel darah. Meletakkan

tabung sahli ke comparator block. Meneteskan aquades ke dalam tabung sahli

hingga warna larutan pada tabung sahli sama dengan warna pada tabung satandar

di comparator block. Menentukan kadar hemoglobin dengan melihat volume

larutan pada tabung sahli.

1.2.3. Penetapan Nilai Hematokrit

Metode yang digunakan dalam penghitungan nilai hematokrit darah

dilakukan dengan mengambil sampel darah menggunakan pipa kapiler kecil.

Menutup bagian bawah pipa kapiler dengan cara memasukkan malam.

Memasukkan pipet tersebut ke dalam tabung reaksi. Memasukkan kapas,

kemudian menutupnya dengan penutup tabung reaksi. Memasukan tabung reaksi

ke dalam sentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 80-100 rpm. Menghitung

kadar hematokrit dengan menggunakan grafik junetsky.

1.2.4. Penghitungan Jumlah Eritrosit

Metode yang dilakukan dalam praktikum eritosit adalah menyiapkan alat

yang meliputi pipet RBC, hemocytometer, mikroskop, penghisap serta bahan yang

Page 25: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

25

meliputi sampel darah dan larutan hayem. Menghisap sampel darah sampai angka

0,5 ml pada pipet RBC, menambahkan larutan hayem sampai angka 101 ml.

Menutup ujung pipet RBC dan menggojog menyerupai angka 8 dan untuk

menghomogenkan. Meletakan sampel pada hemocytometer dibawah mikroskop,

mengamati sampel menemukan ruang hiyung di tengah 1 mm2. Meneteskan

larutan ke bilik hitung sampai menyebar dan mengamati gambar yang terlihat di

bawah mikroskop. Kemudian menghitung jumlah eritrosit.

1.2.5. Penghitungan Kadar Leukosit

Metode yang digunakan pada perhitungan jumlah leukosit adalah dengan

menghisap sampel menggunakan pipet WBC dengan hingga batas 0,5 ml lalu

ujung pipet dibersihkan dengan tisu. Kemudianh menambahkan larutan Turk’s

hingga batas angka 11 pada pipet leukosit, kemudian dihomogenkan dengan

gerakan tangan pola angka delapan. Sampel darah diteteskan dalam

hemocytometer, dibiarkan beberapa saat hingga cairan mengendap lalu jumlah

leukosit dihitung di bawah mikroskop. Menghisap darah dengan pipet leukosit,

melepas karet pada pipet dan memutarkannya hingga tercampur, membuang

cairan yang bukan darah, meneteskan pada kamar hitung neubauer, menghitung

jumlah leukosit pada bilik hitung neubauer.

Page 26: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

26

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Apus Darah

Berdasarkan praktikum apus darah pada kelinci yang sudah dilakukan

didapat hasil sebagai berikut:

1

2

3

Perbesaran 40 x Perbesaran 100 x

Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.

Ilustrasi 3. Pengamatan Preparat Apus Darah Kelinci

Keterangan:

1. Eritrosit2. Trombosit3. Hemoglobin

Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan mikroskop dengan

perbesaran 40 x terdapat sel-sel darah yang dapat diamati diantaranya eritrosit,

hemoglobin, leukosit dan plasma darah. Sementara itu dalam perbesaran ini yang

Page 27: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

27

tampak begitu jelas pada bagian sel darah merah (eritrosit) berbentuk bundar

berwarna merah keunguan dan pada bagian tengahnya terdapat hemoglobin yang

berwarna agak pucat. Selain itu eritrosit berperan sebagai mengangkut oksigen

dan karbondioksida. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1993) yang

menyatakan bahwa hemoglobin di dalam eritrosit menyebabkan timbulnya warna

merah pada darah serta menimbulkan kemampuan untuk mengangkut oksigen.

Fawcett (1994) menambahkan bahwa eritrosit berfungsi mengangkut oksigen dari

paru-paru ke jaringan dan karbondioksida dari jaringan ke paru- paru.

Sementara itu pada perbesaran 100 x dapat terlihat bagian sel-sel darah

yang dapat diamati diantaranya sel darah merah (eritrosit), hemoglobin, sel darah

putih (leukosit) dan plasma darah. Pada perbesaran ini leukosit berwarna putih

dan berukuran lebih besar dibandingkan dengan eritrosit tetapi jumlahnya lebih

sedikit serta pada eritrosit berwarna merah keunguan. Selain itu leukosit berfungsi

untuk melawan bakteri dan membunuh organisme asing. Hal ini sesuai dengan

pendapat Barrett (1985) yang menyatakan bahwa sel darah putih (leukosit) tidak

berwarna bersifat bening dan bentuknya tidak tetap seperti amoeba tampak

berwarna putih dan berbentuk bulat, sedangkan eritrosit berwarna merah karena

dalam eritrosit terdapat hemoglobin yang menyebabkan warna merah pada darah.

Serta Fawcett (1994) menambahkan bahwa leukosit memiliki nukleus dan tidak

berwarna dalam keadaan bening.

Page 28: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

28

2.2. Pengukuran Kadar Hemoglobin

Berikut ini adalah hasil pengamatan mengukur kadar hemoglobin :

Table 1. Mengukur Kadar HemoglobinJenis Darah Kadar Hemoglobin (g/ml)

Darah kelinci 14Darah kelinci 14

Rata-Rata 14Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.

Berdasarkan praktikum pengukuran kadar hemoglobin diperoleh hasil

hemoglobin pada sampel darah kelinci sebesar 14 g/ml. Artinya setiap 1 ml darah

mengandung 14 gram hemoglobin. Hal ini sesuai dengan pendapat Shadily dan

Pringgodigdo (1973) yang menyatakan bahwa kadar hemoglobin dalam darah tepi

normal adala 12-16 gram 100 ml darah, biasanya disingkat 12-16%. Hemoglobin

terdapat di dalam sel darah merah yang berfungsi untuk proses transportasi

oksigen dan karbon dioksida. Kadar hemoglobin dalam darah bisa lebih tinggi

atau lebih rendah dari kadar hemoglobin normal. Hal ini disebabkan oleh

beberapa penyakit, di antaranya penyakit anemia yang disebabkan oleh defisiensi

zat besi, sehingga menyebabkan kadar hemoglobin rendah. Rendahnya kadar

hemoglobin dapat menurunkan perannya dalam transportasi oksigen dan karbon

dioksida. Hal ini sesuai dengan pendapat Gibney et al., (2005) yang menyatakan

bahwa hemoglobin memainkan peranan yang penting dalam transportasi oksigen.

Pada anemia karena defisiensi zat besi yang moderat akan terjadi mekanisme

kompensasi melalui perubahan biokimia untuk mengimbangi penurunan kapasitas

darah dalam membawa oksigen.

Page 29: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

29

2.3. Penetapan Kadar Hematokrit

Berikut ini adalah hasil penetapan nilai hematokrit darah kelinci:

Table 2. Penetapan Nilai HematokritJenis darah Nilai Hematokrit (%)

Darah kelinci 30Darah kelinci 30

Rata-rata 30Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum penetapan kadar

hematokrit, diperoleh hasil bahwa kadar hematokrit darah kelinci adalah 30 %.

Artinya setiap 11 ml darah mengandung 0,3 ml hematokrit. Hal ini sesuai

pendapat dengan Frandson (1993) yang menyatakan bahwa nilai hematokrit yang

normal pada kelinci adalah 30-40%. Tinggi rendahnya nilai hematokrit

dipengaruhi oleh suplai oksigen dalam darah untuk proses metabolisme. Hal ini

didukung oleh pendapat Bradley (1993) yang menyatakan bahwa tinggi

rendahnya hematokrit terhubung dengan kebutuhan oksigen yang dikonsumsi, di

mana kebutuhan oksigen yang diperlukan oleh tubuh berhubungan dengan produk

metabolisme.

Page 30: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

30

2.4. Penghitungan Jumlah Eritrosit

Berikut ini adalah hasil perhitungan jumlah leukosit dalam bilik hitung:

18 34

40

17 28

Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013

Ilustrasi 4. Bilik Hitung Improve Neubauer Leukosit

Jumlah Eritrosit (E) = 18 + 34 + 40 + 17 + 28= 137

e = 20 x 500 x E= 20 x 500 x 137= 1.370.000

Berdasarkan perhitungan jumlah eritrosit diperoleh jumlah eritrosit pada

sampel darah ayam sebesar 1,37 juta eritrosit. Hasil perhitungan ini berbeda

dengan pendapat Widhyari et al., (2009) yang menyatakan bahwa jumlah eritrosit

pada ayam dalam keadaan normal berkisar antara 2,5-3,5 juta/mm3. Jika

dibandingkan dengan jumlah eritrosit normal, hasil yang diperoleh menunjukkan

jumlah eritrosit yang lebih rendah dari jumlah eritrosit normal. Keadaan ini bisa

disebabkan adanya kemungkinan ayam yang diambil sampel darahnya menderita

penyakit anemia. Hal ini didukung pendapat Frandson (1993) yang menyatakan

Page 31: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

31

bahwa anemia terjadi apabila jumlah sel-sel merah yang fungsional atau jumlah

hemoglobin berkurang jauh di bawah keadaan normal. Perbedaan jumlah eritrosit

dalam darah bisa disebabkan oleh beberapa factor, antara lain letak ketinggian,

aktivitas fisik, dan adanya penyakit tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat

Campbell et al., (2002) yang menyatakan bahwa jumlah sel darah merah dan putih

bervariasi, tergantung faktor-faktor seperti letak ketinggian, tingkat kebiasaan

aktivitas fisik, dan adanya unsur-unsur penyebab infeksi.

2.5. Penghitungan Jumlah Leukosit

Berikut ini adalah hasil perhitungan jumlah leukosit dalam bilik hitung :

348 352

278 372

Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013

Ilustrasi 5. Bilik Hitung Improve Neubauer Leukosit

Jumlah Leukosit (L) = 348 + 352 + 278 + 371 = 1.350

L = 4 x 10/4 x 20 x 50 x L = 4 x 10/4 x 20 x 1350 = 270.000/16 = 16.875

Berdasarkah hasil praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil jumlah

leukosit sebanyak 16.785 unit leukosit. Hasil ini sesuai dengan pendapat Widhyari

(2009) yang menyatakan bahwa jumlah sel leukosit normal pada ayam mulai dari

Page 32: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

32

12.000 sampai 35.000 unit leukosit. Artinya jumlah leukosit pada sampel darah

ayam tersebut adalah normal. Faktor yang dapat mempengaruhi jumlah leukosit

pada ayam di antaranya umur dan lingkungan. Semakin tua umur ayam tersebut,

maka jumlah leukositnya semakin tinggi, serta lingkungan yang tidak sesuai dapat

meningkatkan jumlah leukosit ayam. Hal ini sesuai dengan pendapat Widhyari

(2009) yang menyatakan bahwa peningkatan jumlah leukosit dapat diakibatkan

oleh adanya faktor stress. Faktor umur dan lingkungan terutama perubahan iklim

atau cuaca yang sangat ekstrim diduga turut sebagai factor penyebab munculnya

stress.

Page 33: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

33

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Simpulan

Berdasarkan praktikum Fisiologis Darah dapat disimpulkan bahwa darah

berfungsi untuk proses transportasi oksigen dan karbon dioksida di dalam tubuh,

melawan infeksi dan membunuh organisme asing, serta membekukan darah dan

mencegah berkurangnya darah secara berlebihan. Fungsi-fungsi tersebut

dilakukan oleh sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping

darah (trombosit) yang terdapat dalam darah. Faktor yang mempengaruhi jumlah

sel darah antara lain umur, lingkungan, letak ketinggian, aktivitas fisik, serta

adanya penyakit tertentu atau munculnya stress

3.2. Saran

Diharapkan alat-alat yang digunakan untuk praktikum bisa lebih lengkap,

sehingga semua praktikan bisa mengikuti praktikum dengan maksimal.

Page 34: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

34

DAFTAR PUSTAKA

Barrett, J. M. 1985. Biology Prentice . Hall, Amerika.

Campbell, Neil A., Jane B Reece dan Lawrence G Mitchell. 2002. Biologi Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.

Fawcett, Don W. 1994. Buku ajar Histologi. EGC. Jakarta.

Frandson, R.D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Koen Praseno dan Bambang Srigandono)

Gibney, M J., Barrie M Margetts., John M Kearney dan Lenore Arab. 2005. Public Health Nutrition. EGC. Jakarta.

Handayani, Wiwik dan Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika. Jakarta.

Jain, N C. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Lea and febijer. Philadelphia.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Shadily, Hasan dan A G Pringgodigdo. 1973. Ensiklopedi Umum. Kanisius. Yogyakarta.

Widhyari, Sus Derthi., Ietje Wientarsih., Harry Soehartono., I Putu Komplang dan Wiwin Winarsih. 2009. Efektivitas Pemberian Kombinasi Mineral Zinc dan Herbal sebagai Imunomodulator. Hal: 4.

Page 35: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

35

LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar dan Fungsi Alat

Alat Fungsi

Masker : Untuk menutupi hidung agar tidak terkena/ kontak langsung dengan formalin (bahan awetan).

Sarung Tangan :Melindngi tangan dari bahan awetan (formalin) dan darah.

Meteran :Untuk mengukur panjang dan diameter organ pencernaan.

Kantong Plastik :Untuk meletakkan organ pencernaan.

Penggaris :Untuk mengukur panjang dan diameter organ pencernaan.

Page 36: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

36

Tali Rafia :Membantu dalam pengukuran panjang organ pencernaan yang tidak dapat terjangkau penggaris dan meteran.

Pisau :Untuk menyembelih vena pada leher kelinci.

Gunting :Untuk memisahkan organ dalam lain yang menempel dengan organ pencernaan dan untuk menguliti kelinci.

Kaca Objek :Untuk membuat preparat apus darah.

Pipet Tetes :Untuk mengambil sampel darah.

Bunsen :Untuk memfiksasi preparat.

Page 37: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

37

Mikroskop :Untuk mengamati bagian-bagian darah.

Pengaduk Gelas :Untuk mencampur darah dan HCl.

Comparator Block :Sebagai pengukur kadar hemoglobin.

Tabung Reaksi :Sebagai tempat peletakkan sampel darah.

Plastisin / Malem :Penutup / menyumbat pada pipa mikrokapiler.

Page 38: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

38

Kapas :Penyumbat pada tabung reaksi.

Paper Glass :Penutup bilik improve neubauer.

Bilik Improve Neubauer :Sebagai tempat untuk menghitung kadar eritrosit dan leukosit.

Centrifuge :Sebagai alat pemusing darah.

Skala Hematokrit :Untuk mengukur kadar hematokrit darah.

Selang Hisap :Merah : Untuk mnghisap / menyedot darah di dalam menetukan kadar eritrosit.Putih : Untuk menghisap / menyedot darah di dalam menentukan kadar leukosit.

Page 39: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

39

Pipet Hisap :Merah : menghisap sampel darah dalam pengukuran eritrosit.Putih : menghisap sampel darah dalam pengukuran leukosit.

Page 40: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

40

Lampiran 2. Pengukuran Saluran Pencernaan Ruminansia

Pengukuran Saluran Pencernaan RuminansiaNo Saluran Pencernaan Panjang (cm) Diameter (cm)1 Esofagus 19 1.22 Rumen 23 213 Retikulum 11.4 8.64 Omasum 9.7 8.55 Abomasum 22.5 6.56 Duodenum 1054 17 Jejenum 128 0.68 Ileum 236 19 Sekum 17.5 410 Usus besar 502 1.511 Anus 2 2.5

Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.

Page 41: Laporan Praktikum Matakuliah Fisiologi Ternak Semester 2 Tahun 2013

41

Lampiran 2. Pengukuran Saluran Pencernaan Pseudo-ruminansia

Pengukuran Saluran Pencernaan Pseudo-ruminansia.No Saluran Pencernaan Panjang (cm) Diameter (cm)1 Esofagus 8 0.752 Lambung 11.5 5.53 Usus halus 152 1.254 Sekum 27 2.755 Usus besar 58.5 1.756 Rektum 12 17 Anus 2.5 1

Sumber: Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2013.