laporan pupukx fira
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUMPUPUK DAN PEMUPUKAN
(341 G213)
MIKE OCTAVIAG 211 01 033KELOMPOK VI
JURUSAN ILMU TANAHFAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2004
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Laporan Praktikum Pupuk dan Pemupukan
(341 G213)
Nama : MIKE OCTAVIA
Stambuk : G 211 01 033
Kelompok : VI (ENAM)
Jurusan : Ilmu Tanah
Laporan Ini Disusun Sebagai Salah Satu SyaratUntuk Melulusi Mata Kuliah Pupuk dan Pemupukan
(341 G213)
Pada
Jurusan Ilmu TanahFakultas Pertanian dan Kehutanan
Universitas HasanuddinMakassar2004
Menyetujui,
Koordinator Asisten Asisten Pembimbing
(L I Z A) (RESKY APRILIANTY)
Tanggal Pengesahan : Mei 2004
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah
SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga
laporan ini dapat terselesaikan.
Laporan ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu
syarat untuk melulusi mata kuliah Pupuk dan Pemupukan
pada Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian dan Kehutanan
Universitas Hasanuddin.
Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada
Asisten Pembimbing yang telah membantu kami dalam
penyusunan laporan ini. Dan juga terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada teman-teman kami Ika, Ulfah,
Dika, Dija, Anca serta Mike atas segala bantuannya baik
secara langsung maupun tidak langsung. Semoga Allah SWT
memberikan balasan yang setimpal atas segala bantuan
tersebut.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini
masih jauh dari kesempurnaan. Ini disebabkan karena
keterbatasan wawasan yang penulis miliki. Oleh karena
itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan laporan ini.
Wassalam
Makassar, 21 Mei 2004
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................... i
HALAMAN PENGESAHAN.............................. ii
KATA PENGANTAR.................................. iii
DAFTAR ISI...................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN................................. v
DAFTAR GAMBAR................................... vi
DAFTAR TABEL.................................... vii
I. PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang........................ 11.2. Tujuan dan Kegunaan................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Tanah Alfisol......................... 42.2. Pupuk................................. 5
2.2.1. Nitrogenm (N)..................2.2.2. Fosfor (P).....................2.2.3. Kalium (K).....................
2.3. Syarat Tumbuh Tanaman Kacang Tanah (Arachis hipogaea L.).................
2.3.1. Iklim..........................2.3.2. Tanah..........................
III. BAHAN DAN METODE4.1. Tempat dan Waktu...................... 134.2. Bahan dan Alat........................ 134.3. Metode Pelaksanaan.................... 154.4. Pelaksanaan Percobaan.................
4.4.1. Penyaiapan Polybag.............4.4.2. Pemberian Pupuk................4.4.3. Penanaman......................4.4.4. Pemeliharaan...................4.4.5. Parameter Pengamatan...........
V. HASIL DAN PEMBAHASAN5.1. Hasil................................. 235.2. Pembahasan............................ 26
VI. KESIMPULAN6.1. Kesimpulan............................ 416.2. Saran................................. 44
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesuburan tanah suatu lahan pertanian berbeda-
beda, tergantung dari bahan organik yang terkandung di
dalam setiap lapisan tanah, topografi, tekstur, struktur,
solum dan juga aktifitas mikroorganisme dalam tanah.
Kesuburan tanah ini mempunyai arti yang sangat penting
sebab tanah subur adalah tanah yang mempunyai kapasitas
dan kemampuan untuk dapat menyediakan unsur hara bagi
tanaman dengan jumlah tepat sehingga dapat menghasilkan
produksi yang optimal (Indranada, 1994).
Tanah memang diciptakan untuk terus menerus
dikelola, namun karena adanya pengelolaan tanah yang
terus menerus sehingga mengakibatkan tingkat kesuburan
tanah dapat menurun. Menurunnya tingkat kesuburan suatu
tanah menyebabkan berkurangnya ketersediaan unsur hara di
dalam tanah sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman.
Tidak semua jenis tanah mampu menyediakan unsur
hara yang dibutuhkan bagi perkembangan tanaman. Akibat
yang dapat ditimbulkan jika suatu tanah kekurangan unsur
hara adalah tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik,
sehingga akan dapat menurunkan produksinya (Poerwidodo,
1992)
Salah satu usaha yang dilakukan untuk
mengembalikan kesuburan tanah di daerah pertanian adalah
penggunaan pupuk secara benar dengan memperhatikan gejala
kekurangan yang ditampakkan oleh tanaman, dampak
penggunaan pupuk terhadap lingkungan dan terhadap
keseimbangan ekosistem di sekitarnya, termasuk cara
pembuangan sisa-sisa pemupukan dan penyimpanan pupuk.
Pemberian pupuk P dapat juga menaikkan hasil
panen, terutama pada tanah-tanah yang kekurangan unsur
tersebut. Pada umumnya pemberian pupuk majemuk (NPK)
secara langsung tidak banyak berpengaruh terhadap
kenaikan produksi. Demikian pula pemberian pupuk N tidak
memberi hasil, sebab kedelai hidup bersimbiosis dengan
bakteri Rhizobium yang dapat mengikat unsur N dari udara
secara otomatis. Unsur N yang telah diikat oleh bakteri
ini kemudian dimanfaatkan oleh tanaman kedelai. Walaupun
demikian pemupukan tanah tandus perlu sekali. Kedelai
yang ditanam di tanah tegalan perlu diberi pupuk buatan
secara bertahap. Pemupukan dilakukan sesudah benih
kedelai ditanam dan diawali dengan pemberian pupuk N
sebanyak 50-100 kg/ha. Sedang pupuk TS, berupa unsur P
dan K, yang digunakan adalah 100-200 kg/ha, dan KCl 50-
100 kg/ha. Perbandingan pupuk Urea:TS/DS:KCl adalah
1:2:1 (AAK, 2002).
Menurut Sys et al. (1991), tanaman kedelai
merupakan tanaman daerah sub tropis yang dapat
beradaptasi baik di daerah tropis, dapat tumbuh baik
dengan curah hujan di atas 500 mm/tahun dan suhu optimal
adalah 15 – 40o-C, dengan suhu minimum adalah 12oC sampai
dengan 24oC, dengan curah hujan 350 mm – 1100 mm pada
periode pertumbuhan dan cuaca kerig sangat ideal untuk
pemasakan tanaman kedelai. Pada suhu rendah dengan curah
hujan yang tinggi dapat diperoleh dengan menanam kedelai
pada bulan-bulan kering asal kelembapan tanah masih cukup
terjamin. Pada ketinggian lebih dari 750 m dari
permukaan laut pertumbuhan tanaman mulai terhambat dan
umur tanaman akan semakin panjang.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan
praktikum pupuk dan pemupukan untuk mengetahui pengaruh
pemberian jenis pupuk terhadap pertumbuhan tanaman
kedelai (Glycine max).
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktikum pupuk dan pemupukan adalah untuk
mengetahui pengaruh pupuk urea (N), TSP (P), dan KCl (K)
dengan cara aplikasi dicampur dengan tanah terhadap
pertumbuhan tanaman kedelai (Glycine max) pada tanah
Alfisol di Tamalanrea.
Kegunaannya adalah sebagai bahan informasi dan
acuan dalam aplikasi dan rekomendasi penggunaan pupuk
pada tanah dan tanaman tertentu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanah Alfisol
Alfisol merupakan tanah yang relatif masih muda,
masih banyak mengandung mineral-mineral primer yang mudah
lapuk, mineral liat kristalin dan kaya akan unsur hara
yang tinggi pula. Secara potensial termasuk jenis tanah
yang subur dan sebagian besar dimanfaatkan untuk lahan
pertanian (Munir, 1996).
Menurut Soil Taxonomy USDA (1999), alfisol adalah
tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horison
bawah (argilik) dan mempunyai kejenuhan basa (berdasarkan
jumlah kation) tinggi yaitu lebih besar dari 35% pada
kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang
tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison di
atasnya. Tanah ini darei dulu termasuk tanah mediteran
merah kuning sebagian (Hardjowigeno, 2003).
Penyebaran alfisol di Indonesia menurut Munir
(1984), terdapat di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Irian, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa
Tenggara Timur dengan luas areal 12.749.000 hektar.
Penggunaan alfisol di Indonesia menurut Sarief (1986),
diusahakan untuk menjadi persawahan (padi) baik tadah
hujan maupun pengairan, perkebunan (buah-buahan),
tegalan, dan padang rumput. Hakim (1986), menyatakan
bahwa luas areal tanah alfisol yang diusahakan untuk
tanaman padi sawah seluas 350.000 hektar dengan hasil 3–4
per hektar pada daerah yang beririgasi.
Dua prasyarat yang harus dimiliki tanah alfisol
adalah (1) mineral liat kristalin sedang jumlahnya dan
(2) terjadi akumulasi liat di horison B yang jumlahnya
memenuhi syarat horison argilik atau kandik
(Hardjowigeno, 1993).
2.2. Pupuk
Pupuk merupakan material yang ditambahkan ke
tanah atau tajuk tanaman untuk melengkapi ketersediaan
unsur hara. Saat ini dikenal 16 macam pupuk hara yang
diserap oleh tanaman untuk menunjang kehidupannya. Tiga
diantaranya diserap dari udara, yakni Karbon (C), Oksigen
(O), dan Hidrogen (H). Sedangkan tiga belas mineral
lainnya diserap dari dalam tanah yaitu Nitrogen (N),
Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S),
Magnesium (Mg), Besi (Fe), Mangan (Mn), Boron (B), Seng
(Zn), Tembaga (Cu), Mollibdenum (Mo), dan Khlor (Cl)
(Novizan, 2002).
Klasifikasi pupuk dapat dilihat dari beberapa
segi, yaitu (1) atas dasar pembentukannya yang terdiri
dari pupuk alam dan pupuk buatan, (2) atas dasar
kandungan unsur hara yang dikandungnya yang terdiri dari
pupuk tunggal dan pupuk majemuk, (3) atas dasar susunan
kimiawi yang mempunyai hubungan penting dengan perubahan-
perubahan di dalam tanah (Hakim, 1986).
Waktu dan cara pemupukan pada tanaman palawija
seperti tanaman kedelai adalah pupuk Fosfat, Kalium dan
50% Nitrogen dipakai sebagai pupuk dasar, diberikan satu
hari sebelum/saat tanam. Sedangkan pupuk susulan yaitu
50% sisa pupuk N diberikan 20 - 30 hari setelah tanam
/menjelang tanaman berbunga (Anonim, 2004).
Sedangkan untuk tanaman jagung (Zea mays L)
diberikan pupuk SP-36, KCl dan 1/3 bagian Urea dipakai
sebagai pupuk dasar, diberikan dengan cara ditugal pada
jarak 7 cm dari lubang benih dengan kedalamanan 10 cm.
Pupuk Urea dan SP-36 diberikan dalam satu lubang dan KCl
pada lubang yang lain. Setelah pupuk dimasukkan segera
ditutup dengan tanah untuk mencegah penguapan pupuk.
Pupuk susulan pertama 1/3 bagian Urea diberikan pada
waktu tanaman berumur 3 minggu. Pupuk susulan kedua
diberikan pada waktu tanaman berumur 5 minggu atau segera
setelah keluar malai dan keluar rambut tongkol jangung
(Anonim, 2004).
2.2.1. Nitrogen (N)
Sumber utama Nitrogen (N) adalah Nitrogen bebas
(N2) di atmosfir, yang takarannya mencapai 78% volume,
dan sumber lainnya senyawa-senyawa Nitrogen yang
tersimpan dalam tubuh jasad. N sangat jarang ditemukan
oleh karena wataknya yang mudah larut dalam air
(Porwidodo, 1992).
N diserap oleh tanaman sebagai NO3- dan NH4
-
kemudian dimasukkan kedalam semua asam amino dan protein
(Indranada, 1994). Ada juga bentuk pokok N dalam tanah
mineral, yaitu Nitrogen Organik, bergabung dengan humus
tanah; Nitrogen Amonium diikat oleh mineral lempung
tertentu; dan Nitrogen Anorganik dapat larut dan senyawa
nitrat (Buckman dan Brady, 1992).
N yang tersedia tidak dapat langsung digunakan,
tetapi harus mengalami berbagai proses terlebih dahulu.
Pada tanah yang immobilitasnya rendah, Nitrogen yang
ditambahkan akan bereaksi dengan pH tanah yang
mempengaruhi proses Nitrogen. Begitupula dengan proses
denitrifikasi yang pada proses ini ketersediaan N
tergantung dari mikroba tanah yang pada umumnya lebih
menyukai senyawa dalam bentuk ion ammonium daripada ion
nitrat (Jumin, 1992).
Kedelai memerlukan N dalam jumlah banyak.
Kedelai dapat menyediakan N sendiri melalui fiksasi oleh
bakteri yang hidup dalam akar. Di bawah kondisi yang
menguntungkan, bintil akar terbentuk dalam waktu 1 minggu
setelah biji ditanam. Tetapi bakteri bintil akar baru
mulai aktif mengikat N setelah 2 minggu berikutnya. Oleh
karena itu kedelai sering memberikan respon terhadap
pemupukan N pada saat masih kecil. Namun, seringkali
kedelai dijumpai kurang memberikan respon terhadap
pemupukan N yang berlebihan. Hal sering mengakibatkan
kemalasan bakteri dalam bintil akar dalam proses
pengikatan N dari udara (Suprapto, 1998).
2.2.2. Fosfor (P)
Paling sedikit ada empat sumber pokok Fosfor (P)
untuk memenuhi kebutuhan akan unsur ini, yaitu pupuk
buatan, pupuk kandang, sisa-sisa tanaman termasuk pupuk
hijau, dan senyawa asli unsur ini yang organik dan
anorganik, yang terdapat dalam tanah (Buckman dan Brady,
1992).
Unsur P diserap tanaman dalam bentuk HPO42-.
Spesies ion yang dominan tergantung dari pH sistem tanah-
pupuk-tanaman, yang mempunyai ketersediaan tinggi pada pH
5,5 – 7. Kepekatan H2PO4- yang tinggi dalam larutan tanah
memungkinkan tanaman mengangkutnya dalam takaran besar
karena perakaran tanaman diperkirakan mempunyai 10 kali
penyerapan tanaman untuk H2PO4- dibanding untuk HPO4
2-
(Poerwidodo, 1992).
Ketersediaan P di dalam tanah ditentukan oleh
banyak faktor tetapi yang paling penting adalah pH tanah.
Pada tanah ber-pH rendah (asam), P akan bereaksi dengan
ion besi (Fe) dan Aluminium (Al). Reaksi ini akan
membentuk besi fosfat dan aluminium fosfat yang sukar
larut di dalam air sehingga tidak dapat digunakan oleh
tanaman. Pada tanah ber-pH tinggi (basa), P akan
bereaksi dengan ion kalsium. Reaksi ini membentuk
kalsium fosfat yang sifatnya sukar larut dan tidak dapat
digunakan oleh tanaman. Dengan demikian, tanpa
memperhatikan pH tanah pemupukan fosfor tidak akan
berpengaruh bagi pertumbuhan tanaman (Novizan, 2002).
Kedelai memerlukan P dalam jumlah yang relatif
banyak. P dihisap tanaman sepanjang masa pertumbuhannya.
Periode terbesar penggunaan P dimulai pada masa
pembentukan polong sampai kira-kira 10 hari sebelum biji
berkembang penuh. Kekurangan P pada kebanyakan tanaman
terjadi sewaktu tanaman masih muda, oleh karena belum
adanya kemampuan yang seimbang antara penyebaran P oleh
akar dan P yang dibutuhkan. Fungsi unsur P antara lain
merangsang perkembangan akar, sehingga tanaman akan lebih
tahan terhadap kekeringan, mempercepat masa panen dan
menambah nilai gizi biji (Suprapto, 1998).
2.2.3. Kalium (K)
Menurut Buckman dan Brady (1992) berbagai bentuk
Kalium (K) dalam tanah digolongkan atas dasar
ketersediaannya menjadi tiga golongan besar, yaitu bentuk
yang relatif tidak tersedia. Senyawa yang mengandung
sebagian besar bentuk K ini adalah feldspat dan mika.
Mul Mulyani (1999), menyatakan bahwa sumber-sumber K
adalah beberapa jenis mineral, sisa-sisa tanaman jasad
renik, air irigasi serta larutan dalam tanah, dan pupuk
buatan.
Unsur ini diserap tanaman dalam bentuk ion K+ dan
dapat dijumpai di dalam tanah dalam jumlah yang
bervariasi, namun jumlahnya dalam keadaan tersedia bagi
tanaman biasanya kecil. K yang ditambahkan kedalam tanah
dalam bentuk garam-garam mudah larut seperti KCl, K2SO4,
KNO3, dan K-Mg-SO4 (Indranada,1994). Mekanisme
penyerapan K mencakup aliran massa, konveksi, difusi, dan
serapan langsung dari permukaan zarah tanah (Poerwidodo,
1992).
Di dalam tanah, ion K bersifat sangat dinamis dan
juga mudah tercuci pada tanah berpasir dan tanah dengan
pH yang rendah. Sekitar 1 – 10 % terjebak dalam koloid
tanah karena kaliumnya bersifat positif. Bagi tanaman,
ketersediaan kalium pada posisi ini sangat lambat.
Kandungan kalium sangat tergantung dari jenis mineral
pembentuk tanah dan kondisi cuaca setempat. Persediaan
kalium di dalam tanah dapat berkurang karena tiga hal,
yaitu pengambilan kalium oleh tanaman, pencucian kalium
oleh air, dan erosi tanah (Novizan,2002).
Kedelai memerlukan K dalam jumlah yang relatif
besar. Selama pertumbuhan vegetatif K diserap dalam
jumlah yang relatif besar, kemudian agak menurun setelah
biji mulai terbentuk dan akhirnya penyerapan hampir tidak
terjadi kira-kira 2 – 3 minggu sebelum biji masak penuh.
Namun demikian biji kedelai mengandung K yang besar
berkisar 60% dari jumlah K yang terdapat dalam tanaman
dibanding biji jagung yang hanya mengandung 25% K.
Fungsi utama K antara lain, membantu perkembangan akar,
membantu proses pembentukan protein, menambah daya tahan
tanaman terhadap penyakit dan merangsang pengisian biji
(Suprapto, 1998).
2.3. Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai (Glycine max)
2.3.1. Iklim
Kedelai (Glycine max) sebagian besar tumbuh di
daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Kedelai dapat
tumbuh baik di tempat yang berhawa panas, di tempat-
tempat yang terbuka dan bercurah hujan 100 – 400 mm3 per
bulan. Oleh karena itu, kedelai kabanyakan ditanam di
daerah yang terletak kurang dari 400 m di atas permukaan
laut dan jarang sekali ditanam di daerah yang terletak
kurang dari 600 m di atas permukaan laut. Jadi tanaman
kedelai akan tumbuh bakik, jika ditanam di daerah
beriklim kering.
Volume air yang terlalu banyak tidak
menguntungkan bagi tanaman kedelai, karena akan
mengakibatkan akar membusuk. Banyaknya curah hujan juga
sangat mempengaruhi aktivitas bakteri tanah dalam
menyediakan Nitrogen. Namun ketergantungan ini dapat
diatasi, asalkan selama 30 – 40 hari suhu di dalam dan di
permukaan tanah pada musim panas sekitar 35o – 39oC.
Hasil observasi ini menunjukkan bahwa pengaruh curah
hujan, temperatur, dan kelembapan udara terhadap
pertumbuhan tanaman kedelai di sepanjang musim adalah
sekitar 60 – 70% (AAK, 2002).
2.3.2. Tanah
Seperti halnya jagung, kedelai (Glycine max)
tidak menuntut struktur tanah khusus sebagai suatu
persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang
kurang subur atau agak masam pun kedelai dapat tumbuh
dengan baik, asal tidak sampai tergenang air, sebab
genangan air tersebut akan membuat akar dan cabang
tanaman menjadi busuk.
Toleransi pH yang baik sebagai syarat tumbuh
yaitu antara 5,8 – 7, namun pada tanah dengan pH 4,5 pun
kedelai masih dapat tumbuh baik. Dengan menambah kapur 2
-4 ton per hektar, pada umumnya hasil panen dapat
ditingkatkan.
Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis
tanah asal drainase dan aerasi tanah cukup baik. Tanah-
tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol,
latosol, dan andosol. Pada tanah-tanah padzolik merah
kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa,
pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi
tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang
cukup (AAK, 2002).
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu
Praktikum pupuk dan pemupukan dilaksanakan di
Greenhouse Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas
Hasanuddin, Makassar. Berlangsung pada 27 Maret – 11 Mei
2004.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah tanah Alfisol,
pupuk Urea (CO(NH2)2), TSP (Ca2(H2PO4)2), KCl, polybag
30x40 cm, benih kedelai (Glycine max), air, label.
Alat-alat yang digunakan adalah cangkul, sekop,
timbangan, ember, mistar, dan alat tulis menulis.
3.3. Metode Percobaan
Metode percobaan yang dilakukan pada praktikum
ini adalah perlakuan penempatan pupuk di dalam tanah pada
saat tanam dengan dosis pupuk sebagai berikut :
PO = 0 (tanpa perlakuan)
P1 = N (Urea 0,125 gr/polybag)
P2 = NP (Urea 0,125 gr/polybag dan TSP 0,25
gr/polybag)
P3 = NK (Urea 0,125 gr/polybag dan KCl 0,125
gr/polybag)
P4 = NPK (Urea 0,125 gr/polybag, TSP 0,25
gr/polybag ,dan KCl 0,125 gr/polybag)
3.4. Pelaksanaan Percobaan
3.4.1. Penyiapan Polybag
Mengambil tanah lapisan topsoil (0-20 cm) dengan
menggunakan cangkul dan sekop.
Tanah dikeringudarakan.
Mencampur rata seluruh tanah dengan mengaduk-
aduk tanah hingga seragam (homogen).
Menyiapakn 5 polybag dengan ukuran 5 kg.
Mengisi masing-masing polybag dengan tanah
sedikit demi sedikit dengan takaran pada semua
polybag hingga penuh dengan menimbang sebanyak 5
kg tanah.
Melakukan penyiraman setiap hari agar tanah
tetap gembur.
3.4.2. Pemberian Pupuk
Menyiapkan pupuk masing-masing pupuk urea 0,25
gr, pupuk TSP 0,25 gr, dan pupuk KCl 0,025 gr.
Mencampurkan pupuk kedalam polybag sesuai dengan
perlakuan lalu mengaduk hingga merata dengan
tanah.
3.4.3. Penanaman
Menyiapkan benih kedelai (Glycine max).
Merendam benih kurang lebih satu hari sebelum
penanaman.
Menanam benih pada tiap-tiap polybag maksimal 5
benih sesuai dengan perlakuan.
3.4.4. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan dengan cara menyiram
tanaman setiap hari dan mencabut gulma yang tumbuh.
3.4.5. Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan yang digunakan dalam
praktikum ini adalah :
Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah Daun (helai)
Penampakan Morfologis
0
5
10
15
20
25
P0 P1 P2 P3 P4
Perlakuan
Ting
gi T
anam
anIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Tinggi Tanaman
Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan
maka diperoleh rata-rata tinggi tanaman kedelai (Glycine
max) selama tiga minggu sebagai berikut :
Gambar
1. Diagram Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) Kedelai (Glycine max) Pada Berbagai Perlakuan.
0
2
4
6
8
10
P0 P1 P2 P3 P4
Perlakuan
Jum
lah
Daun
4.1.2. Jumlah Daun
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan
maka diperoleh rata-rata jumlah daun tanaman kedelai
(Glycine max) selama tiga minggu sebagai berikut :
Gambar
2. Diagram Rata-rata Jumlah Daun (Helai) Tanaman Kedelai (Glycine max) Pada Berbagai Perlakuan.
4.1.3. Penampakan Morfologis
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan
maka dapat diketahui penampakan morfologis tanaman
kedelai (Glycine max) selama tiga minggu pada berbagai
perlakuan, yaitu sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Penampakan Morfologis Tanaman Kedelai (Glycine max) Pada Berbagai Perlakuan.
PerlakuanPenampakan Morfologis
Minggu I Minggu II Minggu III
P0 Tumbuh baik,
pucuk melebar
Bercak kuning
pada daun
Tanaman
tampak tinggi
P1 Daun keriting
dan berkerut
Daun keriting
dan berkerut
Daun layu
P2 Tanaman kerdil Agak kuning
warna daunnya
Subur, daun
kuning
P3 Daun rusak Daun rusak,
tanaman kerdil
Bengkok, dan
Ada yang mati
P4 Daun keriting,
batang kecil
Daun keriting,
tanaman kerdil
dan kurus
4.2. Pembahasan
4.2.1. Tinggi Tanaman (cm)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, terlihat bahwa
perlakuan P0 (tanpa perlakuan) mempunyai rata-rata tinggi
tanaman yang tertinggi yaitu 22,58 cm. Hal ini
disebabkan karena tanaman kedelai (Glycine max) dapat
tumbuh dengan baik pada tanah yang subur dimana tanah
seperti ini banyak mengandung bahan-bahan organik yang
sangat dibutuhkan oleh tanaman. Seperti yang dinyatakan
oleh Munir (1996), bahwa tanah alfisol secara potensial
termasuk jenis tanah yang subur dan sebagian besar
dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.
Rata-rata tinggi tanaman terendah terlihat pada
perlakuan P4 (Pemberian pupuk N,P,K) yaitu 13,29 cm. Hal
ini disebabkan karena tanaman yang kelebihan unsur hara
dimana tanah yang sudah subur masih ditambahkan unsur
hara. Seperti yang dinyatakan oleh Hakim, dkk (1986),
bahwa kelainan tanaman selain disebabkan oleh kekurangan
satu atau beberapa unsur hara di dalam tanah tetapi dapat
juga oleh akibat terdapatnya beberapa ataupun satu unsur
lain yang terdapat berlebihan.
4.2.2. Jumlah Daun (helai)
Berdasarkan hasil pengamatan rata-rata jumlah
daun tanaman kedelai (Glycine max) menunjukkan bahwa pada
perlakuan P0 mempunyai jumlah daun yang lebih banyak
yaitu 8,16 dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal
ini disebabkan karena ketersediaan unsur hara masih cukup
tersedia di dalam tanah karena tanah alfisol merupakan
tanah yang subur. Hal ini sesuai dengan Munir (1996),
bahwa tanah alfisol secara potensial termasuk jenis tanah
yang cukup subur.
Sedangkan rata-rata jumlah daun terendah terdapat
pada perlakuan P1 (pemberian N) yaitu 5,26. Hal ini
disebabkan karena tanaman sudah mengikat N dari udara
tetapi ditambahkan lagi unsur N yaitu pupuk urea sehingga
berlebih unsur N yang terdapat di dalam tanah. Menurut
AAK (2002), bahwa pemberian pupuk N tidak memberikan
hasil sebab kedelai hidup bersimbiosis dengan bakteri
Rhizobium yang dapat mengikat unsur N dari udara secara
otomatis.
4.2.3. Penampakan Morfologis
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa
penampakan morfologis pada perlakuan P0 cukup baik
dibanding dengan perlakuan lainnya yaitu pucuk melebar,
tumbuh baik dan tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena
tanah yang subur. Hal ini sesuai dengan Munir (1996),
bahwa tanah alfisol secara potensial termasuk jenis tanah
yang cukup subur yang kaya akan bahan organik.
Pada perlakuan P1 (N), penampakan morfologisnya
yaitu daun keriting berkerut dan pada akhirnya daun
menjadi layu yang disebabkan oleh kelebihan N di dalam
tanah. Menurut Suprapto (1998) bahwa kedelai dapat
menyediakan N sendiri melalui fiksasi oleh bakteri yang
hidup dalam akar, seringkali kedelai dijumpai kurang
mengadakan respon terhadap pemupukan N yang berlebihan
sehingga mengakibatkan kemalasan bakteri dalam bintil
akar dalam proses pengikatan N dari udara.
Pada perlakuan P2 (NP), penampakan morfologisnya
yaitu tanaman kerdil dan daun menguning tapi subur yang
menunjukkan tanaman tersebut kekurangan unsur K. Menurut
Mul Mulyani (1999), bahwa unsur Kalium yang diberikan
secara cukup ke media tumbuh tanaman akan meningkatkan
efisiensi N dan P, sehingga dengan demikian produksi yang
tinggi dapat diharapkan.
Pada perlakuan P3 (NK), penampakan morfologisnya
yaitu daun rusak, tanaman kerdil bahkan ada yang mati.
Hal ini disebabkan oleh kekurangan P sehingga
perkembangan akar terhambat dan tanaman cepat kering.
Menurut Suprapto (1998), bahwa kekurangan P pada
kebanyakan tanaman terjadi sewaktu tanaman masih muda,
oleh karena belum adanya kemampuan yang seimbang antara
penyebaran P oleh akar dan P yang dibutuhkan.
Dan penampakan morfologis pada perlakuan P4 (NPK)
yaitu daun keriting, kecil dan terbakar serta batang
kecil dan tanaman kurus. Hal ini disebabkan karena
tanaman yang kelebihan unsur N. Hal ini sesuai dengan
Suprapto (1998), bahwa penambahan pupuk majemuk (NPK)
tidak banyak berpengaruh terhadap kenaikan produksi
sehingga N dapat berlebih karena kedelai yang hidup
bersimbiosis dengan Rhizobium dapat mengikat N dari udara
yang kemudian unsur N tersebut dapat dimanfaatkan oleh
tanaman kedelai.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
Perlakuan P0 (tanpa perlakuan) memberikan hasil
tertinggi pada rata-rata tinggi tanaman yaitu
22,58 cm. Sedangkan terendah pada perlakuan P4
(NPK) yaitu 13,29 cm.
Rata-rata jumlah daun yang paling banyak pada
perlakuan P0 (tanpa perlakuan) yaitu 8,16 helai
dan paling sedikit pada perlakuan P1 (N) yaitu
5,26 helai.
Penampakan morfologis yang paling baik pada
perlakuan P0 (tanpa perlakuan) yaitu pucuk
melebar dan tanaman tinggi.
5.2. Saran
Penanaman kedelai sebaiknya dilakukan pada tanah
yang subur tetapi dapat pula dilakukan di tanah yang
kurang subur (kering) asal unsur hara yang tersedia dalam
jumlah yang cukup yang dapat diberikan melalui pemupukan.
DAFTAR PUSTAKA
AAK, 2002. Kedelai. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.Anonim, 2004. Waktu dan Cara Pemupukan. PT. Pupuk
Sriwidjaja, Jakarta. Jurnal Internet.Buckman H.O. dan N.C. Brady, 1988. Ilmu Tanah. Bharata
Karya Aksara, Jakarta.Hakim N., M. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul,
M.A. Diha, G.B. Hong, H.H. Bayley., 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung.
Hardjowigeno, 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Penerbit Akademika Pressindo, Jakarta.
________, 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.
Jumin, H.B., 1992. Dasar-Dasar Agronomi. Rineka Cipta, Jakarta.
Mul Mulyani, 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta.
Munir, M., 1996. Tanah-Tanah Utama Di Indonesia Karakteristik, Klasifikasi, dan Pemanfaatannya. IPB, Bogor.
Novizan, 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agro Media Pustaka, Jakarta.
Poerwidodo, 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Penerbit Angkasa, Bandung.
Sarief S., 1986. Kimia Fisika Tanah Pertanian. Penerbit Pustaka Buana Press, Bandung.
Soil Taxonomy, 1999. Kunci Taksonomi Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agrokalimat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor.
Suprapto, 1998. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Bogor.
Sys, C., E.Ranst dan J.Debaveye, 1991. Land Evalution. Part I-III. General Administration For Development Cooperation Place du Champ de Mars 5 bte 57-1050 Brussels, Belgium.