laporan resmi praktikum fisiologi

17
Laporan Resmi Praktikum Fisiologi Organ Indera “ Mata “ Disusun oleh : Nama : Febrianti Manga Mangontan Nim : 41100052 Tanggal : 14-09-2012 Kordinator praktikum : dr. Yanti Ivana, M.Sc Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana

Upload: clara-sita

Post on 04-Aug-2015

1.943 views

Category:

Documents


128 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Resmi Praktikum Fisiologi

Laporan Resmi Praktikum Fisiologi Organ Indera

“ Mata “

Disusun oleh :

Nama : Febrianti Manga Mangontan

Nim : 41100052

Tanggal : 14-09-2012

Kordinator praktikum : dr. Yanti Ivana, M.Sc

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Duta Wacana

Yogyakarta

2012

Page 2: Laporan Resmi Praktikum Fisiologi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mata merupakan organ perifer sistem penglihatan, oleh karena itu perlindungan

terhadap organ ini sangat penting. Saat terjadi gangguan ataupun kelainan pada struktur

anatomi mata, hal tersebut dapat menimbulkan penurunan fungsi atau bahkan sampai

kehilangan fungsi pengihatan. Salah satu gangguan pada mata yang sering dialami oleh

setiap orang yaitu buta warna maupun kelainan visus ( ketajaman penglihatan ).

Melalui praktikum ini, diharapkan agar mahasiswa kedokteran dapat melakukan

pemeriksaan terhadap visus maupun tes buta warna. Hal ini dikarenakan, pada prakteknya

kasus-kasus ini akan banyak dijumpai di masyarakat.

B. Tujuan

Mahasiswa mengerti dan memahami apa yang dimaksud dengan buta warna

Mahasiswa mengetahui jenis-jenis buta warna

Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan buta warna

Mahasiswa mengerti dan memahami yang dimaksud dengan visus, anomali refraksi

dan koreksi anomali refraksi

Mahasiswa mengetahui dan memahami jenis pemeriksaan visus, anomali refraksi dan

koreksi anomali refraksi

Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan visus, anomali refraksi dan koreksi anomali

refraksi

Page 3: Laporan Resmi Praktikum Fisiologi

BAB II

DASAR TEORI

Mata adalah alat indera kompleks yang berevolusi dari bintik-bintik peka sinar

primitif pada permukaan golongan invertebrata. Dalam bungkus pelindungnya, mata

memiliki lapisan reseptor sistem lensa yang membiaskan cahaya ke reseptor tersebut, dan

sistem saraf yang menghantarkan impuls dari reseptor ke otak. Struktur-struktur utama pada

mata terdiri dari lapisan pelindung luar bola mata, yaitu sklera, dimodifikasi di bagian

anterior untuk membentuk kornea yang tembus pandang dan akan dilalui berkas sinar yang

masuk ke mata. Di bagian dalam sklera terdapat khoroid, lapisan yang mengadung banyak

pembuluh darah yang memberi makan struktur-struktur dalam bola mata. ( Ilmu Kesehatan

Mata UGM : 1-6 )

Lapisan-lapisan di 2/3 posterior khoroid adalah retina, jaringan saraf yang

mengandung sel-sel reseptor.Sel-sel reseptor terdiri dari sel batang dan sel kerucut. Setiap sel

batang dan kerucut dibagi menjadi segmen luar, segmen dalam yang mangandung inti-inti

reseptor, dan daerah sinaps. Segmen luar adalah modifikasi silia dan merupakan tumpukan

teratur sakulus atau lempeng dari membaran. Segmen dalam mengandung banyak

mitokondria. Sel batang diberi nama demikian karena segmen luarnya tampak tipis dan

seperti batang. Sel kerucut umumnya memiliki segmen dalam yang tebal dan segmen luar

seperti kerucut, walaupun bentuknya bervariasi dari satu bagian retina ke bagian lainnya.

Bagian retina di luar fovea, jumlah sel-sel batang lebih menonjol dan tingkat konvergensinya

cukup besar. ( Ilmu Kesehatan Mata UGM : 6-11 )

Page 4: Laporan Resmi Praktikum Fisiologi

Adapun mekanisme penglihatan secara singkat yaitu Cahaya yang masuk melalui

kornea diteruskan ke pupil. Yang mengatur perubahan pupil tersebut adalah iris. Setelah

melalui pupil dan iris, maka cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada diantara aqueous

humor dan vitreous humor, melekat ke otot-otot siliaris melalui ligamentum suspensorium.

Fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi selama berakomodasi,

juga berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke retina. Bila cahaya sampai keretina, maka sel-

sel batang dan sel-sel kerucut yang merupakan sel-sel yang sensitif terhadap cahaya akan

meneruskan sinyal-sinyal cahaya tersebut ke otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya

yang tertangkap oleh retina adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi persepsi pada otak

terhadap benda tetap tegak, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu

sebagai keadaan normal. ( Guyton & hall : 2007 )

Kartu Uji Warna

Metode cepat untuk menentukan suatu kelainan buta warna didasarkan pada penggunaan

kartu bertitik-titik yang disebut kartu ishihara.kartu ini disusun dengan menyatukan titik-titik

yang mempunyai bermacam-macam warna.

Visus adalah perbandingan jarak seseorang tehadap huruf optotip snellen yang masih

bisa ia lihat jelas dengan jarak seharusnya yang bisa dilihat mata normal. Baik buruknya

visus ditentukan oleh alat optik, sel-sel reseptor cahaya di retina lintasan visual dan pusat

penglihatan serta pusat kesadaran. Faktanya mata kita bisa melihat sesuatu pada jarak

tertentu, misalnya jari bisa diihat jelas pada jarak 60 m, lambaian tangan hingga 300 m, dan

cahaya jauh tak terhingga.

Alat untuk menguji penglihatan disebut optotip snellen yang diciptakan oleh prof.

Hermann Snellen dari belanda. Kartu ini berupa huruf atau angka yang disusun berdasarkan

daya pisah konus di retina. Dua titik yang terpisah dapat dibedakan oleh mata dengan syarat 2

konus diselingi 1 konus harus terangsang.

Page 5: Laporan Resmi Praktikum Fisiologi

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

a. Alat dan Bahan

Ishihara Test For Colourblindness Yang Terdiri Dari 14 Gambar Warna

Optotip Snellen

Lensa Sferis Positip

Lensa Sferis Negatif

Lensa Sferis Silindris

b. Cara Kerja

Tes buta warna

2 anggota kelompok dijadikan naracoba dan pembanding ( orang dengan persepsi warna

normal )

Alat uji ( kartu ishihara ) diletakkan pada jarak 75 cm dari naracoba dan pembanding dengan

penyinaran matahari secara tidak langsung yang cukup dan pada posisi tegak lurus dengan

garis penglihatan

Secara berturut-turut, naracoba dan pembanding ditunjukkan gambar no 1-14. Naracoba dan

pembanding diminta untuk menyebutkan setiap gambar yang mereka lihat

Dicatat hasil yang didapat pada percobaan ini

Pemeriksaan visus, anomali refraksi dan koreksi anomali refraksi

Naracoba duduk di kursi berjarak 6 m dari optotip Snellen.

Mata kiri ditutup, kemudian dengan panduan penguji, naracoba membaca huruf –huruf pada

optotip snellen dengan mata kanan. Pembacaan huruf dimulai dari deretan huruf yang

terbesar sampai yang masih bisa dibaca.

Page 6: Laporan Resmi Praktikum Fisiologi

Ulangi percobaan tesebut pada mata kiri.

Apabila visus naracoba 6/6, ada kemingkinan mata naracoba bukan emetrop. Untuk

menetapkannya pasang lensa sferis +0.5 D.

Jika hasil 2 dan 3 visus naracoba tidak 6/6, ada kemungkinan naracoba menderita

hipermetrop. Naracoba diberi koreksi lensa positif sampai ditemukan visus 6/6.

Bila tidak mengubah nilai visus, kemungkinan miopi. Untuk merubah nilai itu dipakai lensa

sferis negatif sampai ditemukan visus 6/6.

Apabila masih tidak mencapai visus 6/6 dari kedua koreksi diatas, maka kemungkinan

naracoba menderita astigmtisma. Maka naracoba dikoreksi dengan lensa prisma.

Page 7: Laporan Resmi Praktikum Fisiologi

BAB IV

HASIL dan PEMBAHASAN

a. Hasil

Pemeriksaan buta warna

Naracoba : Marcel Agung ( 21 th )/ L

Pemerisaan visus, anomali refraksi dan koreksi anomali refraksi

Naracoba I OD OS

Febri ( 21 th )/ P VOD : 6/6 VOD : 6/6

Koreksi : - Koreksi : -

Hasil : hipermetrofi fakultatif ( + ) Hasil : hipermetrofi fakultatif ( + )

Naracoba II OD OS

No gambar Terlihat oleh naracoba Terlihat oleh pembanding

1 12 12

2 3 8

3 5 5

4 29 29

5 74 74

6 7 7

7 45 45

8 2 2

9 X X

10 16 16

11 Dapat merunut gambar Dapat merunut gambar

12 35 35

13 96 96

14 X X

Page 8: Laporan Resmi Praktikum Fisiologi

Cornelio ( 19 th )/P VOD : 6/6 VOD : 6/6

Koreksi : - Koreksi : -

Hasil : hipermetrofi fakultatif ( - ) Hasil : hipermetrofi fakultatif ( - )

Astigma : 45 ° Astigma : 45 °

Koreksi lensa 0,75 Koreksi lensa 0,75

Naracoba III OD OS

Marcel ( 21 th )/L VOD : 6/9 VOD : 6/12

Koreksi sferis (-) : 0,25 Koreksi sferis (-) : 0,5

Hasil : hipermetrofi fakultatif ( - ) Hasil : hipermetrofi fakultatif ( - )

Astigma : 180 ° Astigma : 180 °

Koreksi lensa silinder : 3/4 Koreksi lensa silinder : 3/4

b. Pembahasan

Pada praktikum kali ini, kami melakukan praktikum pemeriksaan buta warna dan

pemeriksaan visus, anomali refraksi dan koreksi anomali refraksi. pada pemeriksaan buta

warna, hasil pemeriksaan naracoba menunjukkan dari 14 gambar warna pada buku ishihara,

naracoba mampu menjawab 13 gambar warna dengan tepat. Hal ini belum dapat dikatakan

buta warna karena naracoba hanya salah satu dalam menjawab 14 gambar warna. Untuk lebih

memastikan apakah naracoba buta warna atau tidak perlu dilakukan pemeriksaan ulang

ataupun pemeriksaan yang lebih spesifik. Dikatakan buta warna apabila pada tes ishihara,

naracoba tidak mampu menjawab lebih dari 2 gambar warna.

Buta warna adalah istilah umum untuk gangguan persepsi warna. Penderita buta warna

kesulitan membedakan nuansa warna atau buta terhadap warna tertentu. Buta warna tidak

dapat disembuhkan. Menurut statistik, sekitar 9% laki-laki dan 0,5% perempuan menyandang

buta warna. Masalah mereka terutama adalah membedakan nuansa hijau (deuteranomali) atau

nuansa merah (protanomali) dan kebutaan warna hijau (deuteranopia) atau warna merah

(protanopia). Kesulitan atau kebutaan terhadap warna biru dan buta warna total sangat jarang

terjadi.

Retina mata memiliki hampir tujuh juta sel fotoreseptor yang terdiri dari dua jenis sel

yaitu sel batang dan sel kerucut. yang terkonsentrasi di bagian tengahnya yang disebut

makula. Sel batang sangat sensitif terhadap cahaya, dan dapat menangkap cahaya yang lemah

Page 9: Laporan Resmi Praktikum Fisiologi

seperti cahaya dari bintang di malam hari, tetapi sel itu tidak dapat membedakan warna.

Berkat sel batang kita dapat melihat hal-hal di sekitar kita di malam hari, tetapi hanya dalam

nuansa hitam, abu-abu, dan putih. Sel kerucut dapat melihat detail obyek lebih rinci dan

membedakan warna tetapi hanya bereaksi terhadap cahaya terang. Kedua jenis sel tersebut

berfungsi saling melengkapi sehingga kita bisa memiliki penglihatan yang tajam, rinci, dan

beraneka warna. Ada tiga jenis sel kerucut pada retina yang masing-masing berisi pigmen

visual (opsin) yang berbeda sehingga bereaksi terhadap panjang gelombang cahaya yang

berbeda : merah, hijau dan biru. Sel kerucut menangkap gelombang cahaya sesuai dengan

pigmen masing-masing dan meneruskannya dalam bentuk sinyal transmisi listrik ke otak.

Otak kemudian mengolah dan menggabungkan sinyal warna merah, hijau dan biru dari retina

ke tayangan warna tertentu. Karena perbedaan intensitas dari masing-masing warna pokok

tersebut, kita dapat membedakan jutaan warna. Gangguan penerimaan cahaya pada satu jenis

atau lebih sel kerucut di retina berdampak langsung pada persepsi warna di otak.

Penyebab buta warna yaitu karena tidak adanya sel kerucut. Seseorang yang buta warna

memiliki cacat atau kekurangan satu atau lebih jenis sel kerucut. Selain itu buta warna juga

dapat disebabkan oleh faktor genetik. Karena gen untuk pigmen visual merah dan hijau

terdapat pada kromosom X, buta warna merah atau hijau umumnya terjadi pada laki-laki.

Tidak seperti wanita, laki-laki hanya memiliki satu kromosom X sehingga tidak ada salinan

cadangan yang bisa mengganti gen cacat yang sesuai. Oleh karena itu laki-laki memiliki

resiko lebih besar untuk buta warna dibanding perempuan yang memiliki dua kromosom X.

Selain itu Cedera otak atau stroke dapat mengganggu pengolahan warna di otak. Jika

buta warna baru terjadi di usia remaja atau dewasa, penyebabnya adalah penyakit di makula,

misalnya karena degenerasi makula atau kerusakan saraf optik di belakangnya.

Pada pemeriksaan visus, anomali refraksi dan koreksi anomali refraksi hasil yang

diperoleh pada naracoba pertama yaitu naracoba menderita hipermetrop fakultatif. Hal ini

bisa diketahui karena pada saat pemeriksaan visus naracoba 6/6 namun setelah dikoreksi

dengan lensa sferis positip 0,5 D, visus naracoba tetap 6/6. Pada kasus hipermetrop fakultatip,

masih dapat diatasi dengan akomodasi. Akomodasi merupakan kesanggupan mata untuk

memperbesar daya pembiasannya dengan cara menambah kecembungan lensa pada saat

melihat lebih dekat. Pada kasus ini, apabila tidak menimbulkan keluhan tidak perlu dilakukan

koreksi. Hipermetropia fakultatif merupakan bagian dari hipermetropia yang merupakan

kelainan refraksi dimana dalam keadaan tanpa akomodasi, semua sinar sejajar yang datang

dari benda-benda pada jarak tak hingga dibiaskan dibelakang retina dan sinar divergen yang

datang dari benda-benda pada jarak dekat difokuskan ( secara imaginer ) lebih jauh lagi

dibelakang retina.

Page 10: Laporan Resmi Praktikum Fisiologi

Pada naracoba kedua hasil yang didapat yaitu visus normal 6/6. Namun naracoba

memiliki astigmatisma yaitu kelainan refraksi mata, yang ditandai adanya berbagai derajat

refraksi pada berbagai meridian, sehingga sinar sejajar yang datang pada mata itu akan

difokuskan pada macam-macam fokus pula. Astigmatisma dibedakan menjadi dua yaitu

astigmatisma regular dan ireguler. Pada astigmatisma regular setiap meridian mata

mempunyai titik fokus tersendiri yang letaknya teratur. Sedangkan pada astigmatisma

iregular terdapat perbedaan refraksi yang tidak teratur pada setiap meridian dan bahkan

mungkin terdapat perbedaan refraksi pada meridian yang sama. Penyebab astigmatisma

adalah poligenetik atau polifaktorial. Kelainan kornea ( 90% ), perubahan lengkung kornea

dengan atau tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anteroposterior. Kelainan lensa

dan kekeruhan lensa juga dapat menyebabkan astigmatisma. Gejala-gejala individu dengan

dengan astigmatisma yaitu merasa kabur penglihatannya jika melihat jauh maupun

dekat.pasien mungkin merasa cepat lelah matanya ( astenopia ). Prinsip koreksi mata

astigmatisma yaitu dengan menyatukan kedua fokus utama tepat di retina dengan

menggunakan lensa sferis silindris.

Pada naracoba ketiga, hasil yang didapat yaaitu untuk visus okuli dextra 6/9 yang

dikoreksi dengan lensa sferis negatif 0,25 sedangkan visus okuli sinistra 6/12 yang dikoreksi

dengan lensa sferis negatif 0,5. Hal ini berarti naracoba menderita miopia dan juga

astigmatisma. Miopia adalah kelainan refraksi mata, dimana sinar sejajar yang datang dari

jarak tak terhingga difokuskan didepan retina oleh mata dalam keadaan tanpa akomodasi

sehingga pada retina didaptkan lingkaran difus dan bayangan kabur.Cahaya yang datang dari

jarak yang lebih dekat mungkin difokuskan tepat di retina tanpa akomodasi. Pada miopia

tidak ada kompensasi akomodasi karena akomodasi dibutuhkan untuk melihat dekat,

sedangkan mata miopia ringan-sedang ( < 6D ) bisa melihat dekat tanpa akomodasi. Hal ini

disebabkan karena mata hanya dapat konvergensi atau mengumpulkan sinar dan tidak bisa

menyebarkan sinar atau divergensi. Pada miopia tinggi ( > 6D ) harus membaca pada jarak

yang dekat sekali. Jika tidak dikoreksi ia harus mengadakan konvergensi yang berlebihan.

Akibatnya polus posterior mata lebih memanjang dan miopianya bertambah. Pada miopia

tinggi kadang-kadang mata kiri dan kanan tidak bisa konvergensi bersamaan sehingga pasien

menggunakan matanya secara bergantian. Dilain pihak bila dikoreksi penuh makan saat

melihat akan terjadi akomodasi berlebihan dan sangat melelahkan. Usaha pasien miopia

untuk melihat jelas akan sering menggosok-gosok mata secara tidak sadar untuk membuat

kurvatura kornea lebih datar sementara. Selain itu penderita miopia akan sering

menyempitkan celah mata untuk mendapatkan pinhole ( lubang kecil ) yag merupakan usaha

untuk mengurangi aberasi kromatis dan sferis. Selain itu juga seorang miopik akan mendekati

Page 11: Laporan Resmi Praktikum Fisiologi

dan mendekatkan obyek untuk mengamatinya. Miopia bisa dikoreksi dengan lensa sferis

negatif terkecil yang memberikan visus 6/6.

Page 12: Laporan Resmi Praktikum Fisiologi

BAB V

KESIMPULAN

Dari praktikum yang sudah dilakukan, kesimpulan yang diperoleh yaitu :

Pada pemeriksaan buta warna, naracoba tidak mengalami buta warna karena mampu

membaca 13 gambar warna pada buku ishihara secara benar

Pada pemeriksaan visus, refraksi anomali dan koreksi refraksi anomali, pada naracoba

pertama mengalami gangguan mata hipermetropi fakuttatif. Sedangkan pada naracoba

kedua, visus matanya normal namun naracoba mengalami astigmatisma

Pada naracoba ketiga mengalami gangguan mata mipia dan juga astigmatisma.

Gangguan penglihatan merupakan salah satu keluhan utama pasien datang ke dokter

mata.

Untuk pemeriksaan buta warna dapat menggunakan tes ishihara sedangkan pada

pemeriksaan ketajaman penglihatan dapat menggunakan optotip snelle.

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: Laporan Resmi Praktikum Fisiologi

Guyton AC and hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran, ed.11, jakarta :

EGC,2007

Tortora GJ, grabowski SR. Principles of anatomy and phisiology. Ed.john wiley

& son inc.203

Hartono & Suhardjo, ILMU KESEHATAN MATA, Fakultas Kedokteran

Universitas Gadjah Mada : 2007

sherwood, L. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta. 2001