laporan resmi skizoprenia

31

Click here to load reader

Upload: chlitani

Post on 02-Aug-2015

136 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

A. TUJUAN

Mahasiswa dapat memahami dan mengevaluasi tatalaksana terapi pada

penyakit yang berhubungan dengan system saraf pusat seperti Skizofrenia.

B. DASAR TEORI

Istilah Skizoprenia diciptakan oleh Bleuler (psikiater dari Swiss) dari bahasa

Yunani skhizo = split / membelah, danphren = mind / pikiran yang berarti : terbelahnya/

terpisahnya antara emosi dan pikiran/intelektual.

Skizofrenia adalah sindrom heterogen kronis yang di tandai dengan pola piker

yang tidak teratur, delusi, halusinasi, perubahan perilaku yang tidak tepat serta adanya

gangguan fungsi psikososial.

Jalur dopaminergik syaraf :

1. Jalur nigrostriatal : dari substantia nigra ke basal ganglia fungsi gerakan, EPS.

2. Jalur mesolimbik : dari tegmental area menuju ke sistem limbic memori, sikap,

kesadaran, proses stimulus.

3. Jalur mesocortical : dari tegmental area menuju ke frontal cortex kognisi, fungsi

sosial, komunikasi, respons terhadap stress.

4. Jalur tuberoinfendibular: dari hipotalamus ke kelenjar pituitary pelepasan prolaktin

Reseptor dopamine yang terlibat adalah reseptor dopamine-2 (D2) yang dijumpai

peningkatan densitas reseptor D2 pada jaringan otak pasien skizoprenia. Peningkatan

aktivitas sistem dopaminergik pada sistem mesolimbik yang bertanggungjawab terhadap

gejala positif. Peningkatan aktivitas serotonergik dapat menurunkan aktivitas

dopaminergik pada sistem mesocortis yang bertanggung-jawab terhadap gejala negatif.

Patofisiologi

Skizofrenia antara lain disebabkan oleh pembesaran ventrikel otak, penurunan

ukuran otak dan perubahan bentuk otak menjadi asimetri. Penurunan volume hippokampal

dapat mempengaruhi pengujian neuropsikologikal serta kurang memberikan respon terapi

yang signifikan terhadap pemberian terapi antipsikotik generasi pertama.

Page 2: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

Hipotesis dopaminergik psikosis dapat disebabkan oleh adanya hiper atau

hipoaktivitas dari proses dopaminergik pada bagian otak tertentu. Hal ini termasuk adanya

gangguan reseptor dopamin (DA).

Disfungsi glutamatergik saluran glutamatergik berinteraksi dengan saluran

dopaminergik. Defisiensi aktivitas glutamatergik dapat menunjukkan gejala yang mirip

dengan hiperaktivitas dopaminergik yang nampak dalam skizofrenia.

Klasifikasi

1. Skizoprenia paranoid

Ciri-ciri utamanya adalah waham yang sistematis atau halusinasi pendengaran.

Individu ini dapat penuh curiga, argumentatif, kasar dan agresif. Perilaku kurang

regresif, kerusakan sosial lebih sedikit, dan prognosisnya lebih baik dibanding jenis-

jenis yang lain.

2. Skizoprenia hebefrenik (disorganized schizophrenia)

Ciri-ciri utamanya adalah percakapan dan perilaku yang kacau, serta afek yang

datar atau tidak tepat, gangguan asosiasi juga banyak terjadi. Individu tersebut juga

mempunyai sikap yang aneh, menunjukkan perilaku menarik diri secara sosial yang

ekstrim, mengabaikan higiene dan penampilan diri. Awalnya biasanya terjadi sebelum

usia 25 tahun dan dapat bersifat kronis. Perilaku regresif, dengan interaksi sosial dan

kontak dengan realitas yang buruk.

3. Skizoprenia katatonik

Ciri-ciri utamanya ditandai dengan gangguan psikomotor, yang melibatkan

imobilitas atau justru aktivitas yang berlebihan. Stupor katatonik. Individu dapat

menunjukkan ketidakaktifan, negativisme, dan kelenturan tuuh yang berlebihan.

Catatonic excitement melibatkan agitasi yang ekstrim dan dapat disertai dengan

ekolalia dan ekopraksia.

4. Skizoprenia yang tidak digolongkan

Page 3: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

Ciri-ciri utamanya adalah waham, halusinasi, percakapan yang tidak koheren dan

perilaku yang kacau. Klasifikasi ini digunakan bila kriteria untuk jenis lain tidak

terpenuhi.

5. Skizoprenia residu

Ciri-ciri utamanya adalah tidak adanya gejala akut saat ini, melainkan terjadi di

masa lalu. Dapat terjadi gejala-gejala negatif, seperti isolasi sosial yang nyata, menarik

diri dan gangguan fungsi peran. Awitan dan perjalanan penyakit. Awitan gejala

biasanya terjadi pada masa remaja akhir atau dewasa awal. Awitan dapat terjadi

bertahap atau tiba-tiba. Perjalanan penyakit skizoprenia bervariasi, dan dapat sembuh.

Sebagian klien dapat sembuh total, sebagian lagi kronis atau tidak dapat disembuhkan.

Manifestasi Klinik

Gejala episode akut dari skizofrenia meliputi tidak bisa membedakan antara

khayalan dan kenyataan; halusinasi (terutama mendengar suara-suara bisikan); delusi

( keyakinan yang salah namun dianggap benar oleh penderita); ide-ide karena pengaruh

luar (tindakannya dikendalikan oleh pengaruh dari luar dirinya); proses berpikir yang

tidak berurutan (asosiasi longgar); ambivalen (pemikiran yang saling bertentangan); datar,

tidak tepat atau afek yang labil; autism ( menarik diri dari lingkungan sekitar dan hanya

memikirkan dirinya ); tidak mau bekerja sama; menyukai hal-hal yang dapat

menimbulkan konflik pada lingkungan sekitar dan melakukan serangan baik secara verbal

maupun fisik kepada orang lain; tidak merawat diri sendiri; dan gangguan tidur maupun

nafsu.

Setelah terjadinya episode psikotik akut, biasana penderita skizofrenia mempunyai

gejala-gejala sisa (cemas, curiga, motivasi menurun, kepedulian berkurang, tidak mampu

memutuskan sesuatu, menarik diri dari hubungan bersosialisasi dengan lingkungan

sekitar, sulit untuk belajar dari pengalaman dan tidak bisa merawat diri sendiri.

Gejala dan Tanda

Gambaran klinis skizoprenia sgt bervariasi, tidak ada stereotip yg pasti.

Page 4: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

Skizoprenia bukan “split personality” tetapi gangguan pikiran yang kronis dan

mempengaruhi hubungan interpersonal dan kemampuan untuk berfungsi sosial

sehari-hari. Pada fase normal, pasien memiliki kontrol yang baik terhadap pikiran,

perasaan, tindakannya.

Episode psikotik yang pertama kali mungkin terjadi secara tiba-tiba, atau biasanya

diawali dengan kelakuan yang menarik diri, pencuriga, dan aneh.

Pada episode akut, pasien kehilangan kontak dengan realitas, dalam hal ini otak

menciptakan realitas palsu.

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi 4 (DSM-IV)

membagi gejala skizoprenia menjadi 2 kategori dan berkembang menjadi 3 kategori

(APA) :

Gejala positif Gejala negatif Gejala kognisi

Delusi (khayalan) Alogia (Kehilangan

kemampuan berpikir atau

bicara)

Gangguan perhatian

Halusinasi Perasaan/emosi menjadi

tumpul

Gangguan ingatan

Perilaku aneh, tidak

Terorganisir

Avolition (Kehilangan

motivasi)

Gangguan fungsi

melakukan pekerjaan

tertentu

Bicara tidak teratur, topik

melompat-lompat tidak

saling berhubungan

Anhedonia/asosiality

(kurangnya kemampuan untuk

merasakan kesenangan,

mengisolasi diri dari

kehidupan social

Ilusi, pencuriga Tidak mampu berkonsentrasi

Strategi Terapi

Page 5: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

Non-farmakologi

Program rehabilitasi : terapi suportif , sosial skill training, terapi okupasi, terapi

kognitif dan perilaku (CBT)

Psikoterapi kelompok

Psikoterapi keluarga

Assertive Community Treatment (ACT)

Farmakologi

Antipsikotik tipikal / FGA (memblok receptor dopamin D2, efek samping EPS

besar)

Potensi rendah : klorpromazin, tioridazin, mesoridazin

Potensi tinggi : flufenazin, tiotixen, haloperidol, perfenazi, loxapin, morindon

Antipsikotik tipikal / SGA (memblok receptor 5-HT2, efek samping EPS kecil,

efektif untuk mengatasi gejala positif dan negatif)

Contoh obat : risperidon, olanzapin, quetiapin, aripiprazol, ziprasidon, clozapin.

Terapi pada episode akut skizoprenia (7 hari pertama)

- mengurangi agitasi, hostility, agresi, anxiety

- pasien diimobilisasi lalu diajak bicara, sebagai penenang bisa diberikan benzodiazepin

dan/antipsikotik

Terapi stabilisasi (minimal 6-8 minggu)

- meningkatkan sosialisasi, perbaikan kebiasaan dan perasaan

- sifatnya hanya mengurangi gejala, tidak menyembuhkan

- bisa menggunakan antipsikotok atipikal atau tipikal

Terapi pemeliharaan (minimal 1 tahun)

- mencegah kekambuhan

- dosis antipsikotiknya setengah dari dosis akut

Algoritma terapi skizoprenia:

Page 6: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

Efek samping yang umum terjadi pada penggunaan obat antipsikotik yang

dapat menyebabkan ketidak patuhan penggunaan obat:

Efek ekstrapiramidal : dystonic reaction, pseudoparkinson, akhatisia.

Efeka antikolinergik : mulut kering, retensi urin, pandangan terganggu.

Page 7: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

Tardive dyskinesia

Kejang

Efek pada kardiovaskuler

Efek pada hormone dan fungsi seksual

C. DESKRIPSI KASUS

Nama pasien : WS

Umur/BB : 18 Tahun / 53 kg

Tinggi badan : 157 cm

Diagnosis : Serangan pertama Skizoprenia

Riwayat social : Sejak kecil suka menyendiri dan menarik diri dari

pergaulan

Keluhan terakhir : Pasien mengeluhkan sering mendengar suara-suara

yang tidak diketahui asalnya dan selalu membombardir telinganya. Dia juga curiga

bahwa teman-temannya telah menuduhnya pencuri dan akan melaporkannya ke polisi.

Dia bilang bahwa dia sering merasa dikejar-kejar orang dan merasa takut karenanya.

Ibunya pernah melihatnya berlari cepat masuk rumah dan bersembunyi seharian

dikamar, tidak mau keluar.

Pengembangan Kasus

WS belum pernah mendapat terapi skizofrenia sebelumnya.

Nenek si WS pernah punya riwayat penyakit skizoprenia.

WS adalah anak dari penyanyi terkenal bernama Madam Syahrini, yang kaya raya.

BMI: BB = 53 = 21,502 Normal 18,5 - 24,9 kg/m2

TB2 2,4649

Hasil lab darah :

HR = 79 x /menit

TD = 120/80 mmHG

Gula darah puasa = 120 mg/dL

Lipid darah: kolesterol total = 150 mg/dL (normal <200mg/dL)

TG = 125 mg/dL (normal <150mg/dL)

Page 8: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

LDL = 70 mg/dL (normal <100mg/dL)

HDL = 80 mg/dL (normal > 65mg/dL)

D. ANALISIS KASUS DAN PEMBAHASAN

Praktikum kali ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami dan mengevaluasi

tatalaksana terapi pada penyakit yang berhubungan dengan system saraf pusat seperti

skizoprenia. Skizofren merupakan penyakit psikiatrik yang kompleks berupa gangguan

kejiwaan yang ditandai dengan adanya pikiran yang aneh dan tidak teratur, khayalan

(delusi), halusinasi, dan kegagalan fungsi psikososial. Patofisiologi skizofren diduga

karena adanya overaktivitas jalur dopaminergik pada mesolimbik yang

bertanggungjawab pada gejala positif serta pada jalur nigrostriatal dan mesocortis yang

bertanggungjawab pada gejala negatif.

Pengobatan sizofren dilakukan dengan obat antipsikotik. Tujuan atau sasaran

terapinya didasarkan pada fase dan keparahan penyakit. Obat antipsikotif hanya

berfungsi untuk mengatasi gejala yang timbul tetapi tidak bersifat menyembuhkan

penyakitnya. Obat antipsikotik ada dua macam tipikal (FGA) dan atipikal (SGA).

Biasanya antipsikotik atipikal menjadi drug of choice pada pengobatan skizofren karena

efek samping ekstrapiramidal lebih kecil daripada antipsikotik tipikal.

Dari kasus yang diterima oleh praktikan, pasien dalam kasus ini didiagnosis

mendapat serangan pertama skizoprenia. Pasien bernama WS dengan umur 18 tahun,

tinggi badan 157 cm, dan berat badan 53 kg. Pasien mengeluhkan bahwa ia sering

mendengar suara-suara yang tidak diketahui asalnya dan selalu membombardir

telinganya (hallucinations). Dia juga curiga bahwa teman-temannya telah menuduhnya

pencuri dan akan melaporkannya ke polisi. Dia bilang bahwa dia sering merasa dikejar-

kejar orang dan merasa takut karenanya (delusions). Ibunya pernah melihatnya berlari

cepat masuk rumah dan bersembunyi seharian dikamar, tidak mau keluar (catatonic

behavior). Selain itu, sejak kecil WS suka menyendiri dan menarik diri dari pergaulan

(social isolation). Sebelumnya pasien belum pernah mendapat terapi skizoprenia dan

memiliki riwayat keluarga bahwa neneknya pernah mengalami skizoprenia.

Dalam kasus yang didapatkan, gejala positif lebih dominan yaitu pasien

mengalami delusi, halusinasi, dan berperilaku katatonik meskipun ada gejala negatif

Page 9: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

yaitu social isolation yang terjadi sejak kecil. Pasien baru pertama kali mendapat

serangan, karena itu praktikan memiliki pendapat untuk mencoba melakukan terapi non-

farmakologis terlebih dahulu kepada Nn. WS sebelum melakukan terapi farmakologi.

Terapi non farmakologis dapat dilakukan berupa program rehabilitasi terhadap

kemampuan hidup, bersosialisasi, pengetahuan dan pendidikan, juga program supported

housing kepada orang tua dan saudaranya untuk memberi perhatian dan dukungan pada

pasien serta memberi informasi tentang kondisi pasien kepada dokter. Yang penting

adalah agar Nn. WS tidak semakin parah kondisinya dan sadar dengan siapa dirinya

sendiri.

Apabila hasil terapi non farmakologis belum memuaskan, maka dapat dilanjutkan

dengan terapi farmakologis sambil tetap melakukan terapi non farmakologisnya. Untuk

terapi menggunakan obat-obatan, praktikan memilihkan obat rasional yang dapat

digunakan untuk terapi farmakologis skizoprenia. Untuk Serangan pertama Skizoprenia

atau belum pernah menggunakan SGA sebelumnya, maka pilihan obat (first line

therapy) yang digunakan adalah antipsikotik atipikal (generasi kedua) yaitu antara lain

aripiprazole, olanzapine, quetiapine, risperidone, dan ziprasidone. Obat SGA ini tidak

atau hanya sedikit menimbulkan efek samping ekstrapiramidal.

Obat terpilih untuk kasus ini adalah olanzapine dengan merk yang dipakai yaitu

Zyprexa/zyprexa zydis® produksi Eli Lilly. Olanzapine diindikasikan untuk terapi akut

dan terapi pemeliharaan untuk skizoprenia dan psikosis lain dengan gejala utama

positif dan negatif, pengobatan episode manik sedang hingga berat, mencegah

kekambuhan pada pasien dengan gangguan bipolar, pengendalian cepat untuk agitasi dan

perilaku mengganngu pada pasien dengan skizofrenia dan psikosis yang berhubungan,

serta mania bipolar.

Dalam kasus ini olanzapine dipilih karena obat ini termasuk dalam SGA, golongan

antipsikotik atipikal ini mempunyai efek samping ekstrapiramidal yang kecil, sehingga

obat ini merupakan first line therapy untuk skizofrenia serangan pertama. Mekanisme

aksi dari olanzapine ini adalah sebagai antipsikotik atipikal dengan afinitas untuk

serotonin 5-HT2A/2C, dopamine, muskarinik M1-M5, histamine H1 dan reseptor ά1

adrenergik.

Page 10: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

Olanzapine ini digunakan sebagai terapi awal dengan dosis 10 mg i.m, frekuensi

1 kali/hari, durasi minggu pertama (7 hari) dengan biaya vial 10mg x 1 = Rp148.500,00

(untuk 7 hari = 148.500 x 7 = Rp 1.039.500,00). Pemberian terapi awal ini dilakukan

oleh dokter atau tenaga medis yang berkompeten untuk melakukan injeksi terhadap

pasien. Karena sebagai terapi awal atau terapi akut praktikan memilih penggunaan obat

secara injeksi supaya onset obat lebih cepat dan efek obat cepat tercapai. Tujuan terapi

awal yaitu untuk menurunkan agitasi, hostility, kecemasan, dan agresi serta

menormalkan makan dan tidur pasien.

Olanzapine juga digunakan sebagai terapi stabilisasi dengan dosis 10 mg p.o,

frekuensi 1 tablet/hari, durasi mulai minggu ke-2 selama 8 minggu dengan analisis biaya

tablet 10 mg x 4 x 7 = Rp1.408.500 (untuk 8 minggu = 1.408.500 x 2 = Rp

2.817.000,00). Pemberian terapi stabilisasi ini dimaksudkan untuk meningkatkan

sosialisasi, kebiasaan diri, dan mood pasien. Biasanya terapi ini membutuhkan 6 sampai

8 minggu waktu terapi.

Untuk terapi pemeliharaan pasien masih tetap diberikan olanzapine dengan dosis

lebih kecil dari terapi stabilisasi yaitu 5 mg p.o, frekuensi 1 tablet/hari, durasi 12 bulan

dengan analisis biaya tablet 5 mg x 4 x 7 Rp 847.000 (per tablet = 847.000 / 28 = Rp

30.250,00; untuk 12 bulan = Rp 30.250 x 12 x 30 = Rp 10.890.000,00). Terapi

pemeliharaan dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan dan dilakukan selama

12 bulan setelah remisi dari episode psikotik pertama. Terapi ini juga bertujuan untuk

menghindari efek withdrawal yang dapat timbul dengan penghentian obat secara tiba-

tiba.

Efek samping yang dapat timbul dari olanzapine antara lain yaitu peningkatan

nafsu makan dan kenaikan berat badan. Karenanya perlu dilakukan pemantauan

peningkatan berat badan yang terjadi selama konsumsi olanzapine. Selain itu dilakukan

juga pemantauan terhadap efek antikolinegik seperti mulut kering, konstipasi,

pandangan kabur, serta penurunan memori dan pemantauan terjadinya hipotensi

ortostatik. Olanzapine juga menunjukkan interaksi dengan merokok karenanya bila

pasien adalah seorang perokok perlu diberitahukan untuk menghentikan kebiasaan

merokoknya.

Page 11: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

E. PEMILIHAN OBAT RASIONAL

Untuk serangan pertama skizoprenia atau belum pernah menggunakan

antipsikotik sebelumnya, maka pilihan obat ( first line therapy ) yang digunakan adalah

antipsikotik atipikal (second generation antipsychotic), yaitu :

1. Aripiprazol

Mekanisme Aksi : agonis parsial pada dopamine D2 dan reseptor serotonin 5- HT1A,

antagonis pada reseptor 5-HT2A dan juga mempunyai aktivitas ά

blocker.

Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, konstipasi, ansietas, insomnia, kepala

terasa ringan , somnolen, akatisia.

2. Olanzapin

Mekanisme Aksi : antipsikotik atipikal dengan afinitas untuk serotonin 5-HT 2A/2C,

dopamine, muskarinik M1-M5, histamine H1 dan reseptor ά1

adrenergi

Kontraindikasi : glaukoma sudut sempit

Efek samping : peningkatan berat badan, akatisia, mulut kering, konstipasi,

peningkatan nafsu makan, somnolen ,edema perifer, tardiv

diskinesia .

3. Quetiapin

Mekanisme Aksi : atipikal antipsikotik berhubungan dengan clozapine, mengurangi

gejala positif dan negative dari gangguan psikotik melalui D2

dopamin dan serotonin 5-HT2 antagonisme, juga memiliki alpha-

blocking dan aktivitas antihistamin.

Kontraindikasi : penggunaan bersama dengan penghambat CYP4503A4, seperti

penghambat HIV-protease, antijamur azol, eritromisin,

klaritromisin, dan nefazodon.

Page 12: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

Efek samping : mulut kering, gejala putus obat, peningkatan kadar trigliserida dan

kolesterol total dalam serum, pusing, peningkatan nafsu makan,

disartria, mimpi yang menakutkan atau abnormal, rhinitis,

hipotensi ortostatik.

4. Risperidon

Mekanisme Aksi : mengikat reseptor dopamine D2 dengan afinitas 20 kali lebih

rendah dibandingkan 5-HT2-reseptor afinitas. Meningkatkan

gejala negative psikosis dan mengurangi kejadian efek samping

ekstrapiramidal.

Kontraindikasi : pasien demensia dengan riwayat Cerebro Vaskuler

Accident(CVA)/Transient ischaemic Attack (TIA), hipertensi atau

DM, intoleransi galaktosa, defisiensi lapp-laktase atau malabsorbsi

glukosa–galaktosa, laktasi.

Efek samping : insomnia, agitasi, ansietas, sakit kepala somnolen, kelelahan,

kadang-kadang, hipotensi ortostatik, reflex takikardi atau

hipertensi. Gejala ekstrapiramidal dan BB meningkat.

5. Ziprasidon

Mekanisme Aksi : antagonis dopamin di D2. Serotonin (5HT1D. 5HT2A) reseptor

agonis pada reseptor 5HT1A, juga memiliki alpha –blocking dan

aktivitas histamine.

Kontraindikasi : didokumentasikan hipersensitivitas setiap obat atau kondisi yang

memperpanjang interval QT.

Efek samping : diare, konstipasi, takikardi, hipotensi ortostatik, pusing mual,

gangguan pernafasan, ruam.

F. EVALUASI OBAT TERPILIH

1. Terapi Non-Farmakologi

Page 13: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

Program rehabilitasi : living skills, social skills, basic education, work program,

supported housing

Psikoterapi : terapi tambahan, terutama jika pasien sudah berespon terhadap obat

Family education

2. Terapi Farmakologi

OLANZAPINE = Zyprexa/zyprexa zydis® ( Eli Lilly )

Alasan pemilihan :

Olanzapine termasuk dalam SGA, golongan antipsikotik atipikal ini mempunyai efek

samping ekstrapiramidal yang kecil, sehingga obat ini merupakan first line therapy

untuk skizofrenia serangan pertama.

Indikasi :

Terapi akut dan terapi pemeliharaan untuk skizoprenia dan psikosis lain dengan

gejala utama positif dan negative. pengobatan episode manik sedang hingga berat.

Mencegah kekambuhan pada pasien dengan gangguan Bipolar .vial pengendalian cepat

untuk agitasi dan perilaku mengganngu pada pasien dengan skizofrenia dan psikosis

yang berhubungan, mania bipolar.

Interaksi obat :

Bersifat antagonis dengan efek levodopa dan agonis dopamin, merokok ,karbamazepin,

dan lorazepam dapat menginduksi metabolisme olanzapin. Bioavailabilitas olanzapine

dapat dikurangi oleh activated charcoal (karbon aktif). fluvoksamin, siprofloksasin atau

ketokonazol dapat menurunkan metabolism obat ini.

Kontraindikasi : Glaukoma sudut sempit

Efek samping:

Peningkatan berat badan, akatisia, mulut kering, konstipasi,peningkatan nafsu makan,

edema perifer, Tardif diskinesia.

Page 14: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

Untuk terapi farmakologinya, dibagi atas tiga tahap terapi:

a. Terapi awal

Dosis : 10mg i.m

Frekuensi : 1 kali/hari

Durasi : Minggu pertama (7 hari)

Analisis biaya : vial 10mg x 1 = Rp148.500,00

Untuk 7 hari = 148.500 x 7 = Rp 1.039.500,00

b. Terapi stabilisasi

Dosis : 10mg p.o

Frekuensi : 1 tablet/hari

Durasi : Mulai minggu ke-2 selama 8 minggu

Analisis biaya : Tablet 10mg x 4 x 7 = Rp1.408.500

Untuk 8 minggu = 1.408.500 x 2 = Rp 2.817.000,00

c. Terapi pemeliharaan

Dosis : 5mg p.o

Frekuensi : 1 tablet/hari

Durasi : 12 bulan

Analisis biaya : Tablet 5mg x 4 x 7 Rp 847.000

Per tablet = 847.000 / 28 = Rp Rp 30.250,00

Untuk 12 bulan = 30.250 x 12 x 30 = Rp 10.890.000,00

G. MONITORING & FOLLOW UP-NYA

1. Monitoring manifestasi klinik yaitu delusi, halusinasi, perilaku anehnya berkurang

atau tidak

Page 15: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

2. Monitoring efek samping dari penggunaan obat , misal sindrom ekstrapiramidal,

peningkatan berat badan, efek antikolinegik (seperti mulut kering, konstipasi,

pandangan kabur, penurunan memori),dan hipotensi ortostatik.

3. Apabila tidak ada perbaikan terapi setelah 1 minggu mendapat dosis stabil, dosis

dapat dinaikkan perlahan.

4. Apabila tidak ada perbaikan terapi selama 3-4 minggu setelah mendapat dosis stabil,

dikombinasikan dengan AGK lainnya

5. Monitoring kemampuan sosialisasi, merawat diri, dan suasana hati

6. Monitoring TD, BB, HR, kadar gula darah.

7. Perlu pemantauan tingkat keparahan/kesembuhan secara rutin (setiap 1 tahun), dapat

dilakukan dengan berbagai alat bantu :

- Brief Psychiatric Rating Scale (BPRS)

- Positive and Negative Simptom Scale (PANSS)

H. KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI KEPADA PASIEN

1. Cara penggunaan obat :

untuk terapi akut (Olanzapine) dilakukan dengan injeksi (oleh dokter), sedangkan

terapi stabilisasi dan pemeliharaan (Olanzapine) dengan oral 1 x sehari.

2. Jangka waktu pemakaian :

Terapi akut sampai 7 hari, atau sampai gejala agitasi, hostility, sikap

melawan/tidak kooperatif, anxietas, tegang, agresi, gangguan tidur dan pola makan

kembali normal

3. Terapi stabilisasi 6-8 minggu

4. Terapi pemeliharaan minimal 1 tahun, tergantung kondisi

5. Anjurkan keluarganya untuk melakukan terapi supported housing: memberi perhatian,

dukungan, memberi informasi tentang kondisi pasien kepada dokter

6. Informasikan efek samping yang mungkin terjadi agar keluarga tidak kaget dan dapat

melaporkan tanda-tanda terjadinya efek samping kepada dokter.

Page 16: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

I. JAWABAN PERTANYAAN

1. [Noviana Suci – FA/08444]

Terapi awal yang dilakukan adalah injeksi, berarti pasien membutuhkan penanganan

dokter atau harus dibawa ke RS. Kalau kondisi tidak memungkinkan apa yang akan

anda lakukan? Biaya terapi awal lebih dari sejuta rupiah, adakah yang lebih murah?

Apakah terapinya sudah cost effective?

Jawab: Bila kondisi tidak memungkinkan untuk dibawa ke RS maka pasien akan

ditangani dokter pribadi di rumah. Sebenarnya ada terapi yang lebih murah,

tapi dalam kasus ini kami tidak terlalu mempertimbangkan pemilihan obat

dari segi cost-effectiveness karena kebetulan pasien adalah putra dari penyanyi

kaya raya.

2. [Ayu Widhaningtyas – FA/08440]

Pasien tidak sedang berada di RS, justru mengunci diri di kamar, padahal terapi awal

akan diberikan secara injeksi. Bagaimana caranya?

Jawab: Pasien memang pernah mengunci diri di kamar, tapi saat diberikan terapi awal

pasien tidak sedang mengunci diri di kamar. Terapi diberikan oleh tenaga

medis yang didatangkan ke rumah pasien.

3. [Annisa Ayu – FA/08449]

Kalau pasien dari keluarga tidak mampu apakah obatnya sama? Ada generiknya atau

tidak?

Jawab: Tidak, ada terapi yang lebih murah. Namun berhbung dalam kasus ini pasien

dari kalangan mampu, maka harga obat tidak menjadi persoalan. Obat generik

untuk Olanzapine tidak beredar di pasaran, yang beredar adalah obat generik

Risperidon.

4. [Lathifah Estriyani – FA/08447]

Bentuk nyata edukasi dan support keluarga seperti apa?

Jawab: Support dari keluarga dapat diberikan dalam berbagai wujud, antara lain

dengan terus memantau perkembangan pasien, mengingat kapan pasien harus

Page 17: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

mengkonsumsi obat, memberikan kasih sayang yang semestinya, dan selalu

siap untuk memanggil tenaga medis bila diperlukan.

5. [Amanda Lia – FA/08421]

Pemakaian obat-obat antipsikotik akan menimbulkan efek samping ekstrapiramidal.

Bagaimana pengatasannya bila efek samping tersebut muncul? Terapi non-farmakologi

cukup dari keluarga atau perlu psikiater?

Jawab: Efek samping ekstrapiramidal yaitu dystonic reaction (kekejangan otot yang

nyeri) dapat diatasi dengan obat antikolinergik (benztropin, THF, atau

difenhidramin). Pseudoparkinsonism dapat diatasi dengan antikolinergik

(benztropin) atau amantadin. Akathisia ( tidak bisa duduk tenang, dan

gerakan-gerakan yang tidak bisa berhenti) dapat diatasi dengan propanolol

atau benzodiazepine (lorazepam, klonazepam).

Terapi non-farmakologi seperti psikoterapi, atau ECT (bila perlu), sebaiknya

dilakukan oleh orang yang berkompetensi di bidang tersebut, yaitu psikiater.

6. [Siti Wahidah – FA/08452]

Bagaimana cara pemberian terapi awal injeksi sementara pasien mengunci diri di

kamar? Terapi awal tersedia sediaan tablet tidak?

Jawab: Seperti yang sudah diungkapkan di jawaban soal nomor 1 dan 2, saat terapi

diberikan pasien tidak sedang mengunci diri di kamar. Tersedia, tapi kami

sengaja memilih sediaan injeksi karena onsetnya lebih cepat sehingga bisa

segera diperoleh efek terapeutik.

7. [Nurindah Tri – FA/08392]

Menurut slide presentasi anda, kalau setelah seminggu tidak ada perbaikan maka dosis

bisa dinaikkan, sementara di buku acuan karangan Ibu Zullies Ikawati disebutkan

bahwa obat antipsikosis biasanya memiliki onset 6-8 minggu. Mengapa baru seminggu

terapi sudah dapat diputuskan untuk menaikkan dosis?

Jawab: Pada terapi yang diberikan oleh kelompok kami, dilakukan terapi fase akut

selama seminggu. Selanjutnya baru dilakukan terapi stabilisasi selama 6-8

minggu. Tidak ada kenaikan dosis dalam pergantian terapi ini, melainkan

perubahan sediaan obat dari bentuk injeksi pada terapi akut dan bentuk oral

pada terapi stabilisasi.

Page 18: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

8. [Umi Rohmadiyani – FA/08406]

Durasi terapi non-farmakologi berapa lama? Dosis awal dan dosis stabilisasi sama, tapi

dosis pemeliharaan lebih rendah, kalau belum stabil apa yang akan anda lakukan? Data

lab berpengaruh tidak?

Jawab: Terapi non-farmakologi sifatnya fleksibel. Biasanya dilakukan sebelum terapi

farmakologi, bila dengan terapi non-farmakologi pasien sudah menunjukkan

kemajuan maka tidak perlu diberikan terapi farmakologi. Namun bila terapi

non-farmakologi dirasa belum cukup maka dapat ditambah dengan terapi

farmakologi. Sebelum beranjak dari dosis stabilisasi ke dosis pemeliharaan

sebaiknya dilakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap kondisi pasien. Apabila

ternyata kondisi pasien belum stabil maka dosis stabilisasi dapat dilanjutkan

sampai kurang lebih 2 minggu.

Data laboratorium yang kami tulis dalam pengembangan kasus hanyalah data

tambahan saja, yang menunjukkan bahwa selain penyakit skizoprenia tidak

ada penyakit lain yang sedang diderita pasien karena hasil laboratorium

menunjukkan angka normal.

9. [Hanindya Pramesti – FA/08385]

Dosis Olanzapine bisa dinaikkan bila tidak efektif. Kalau masih tetap tidak efektif

bagaimana?

Jawab: Kalau masih tidak efektif maka akan dipertimbangkan penggantian obat

ataupun pemberian kombinasi sesuai dengan algoritma terapi skizoprenia.

10. [Lina – FA/08441]

Kalau belum dibawa ke RS, siapa yang melakukan monitoring dan follow-up? Apa

dasar pemilihan Olanzapine?

Jawab: Monitoring dan follow-up dapat dilakukan oleh keluarga, psikiater, maupun

tenaga medis yang didatangkan ke rumah (bila memungkinkan). Dalam

algoritma terapi schizophren, pilihan terapi untuk serangan pertama adalah

Risperidon atau Olanzapine. Di antara keduanya, kelebihan Risperidon adalah

murah (tersedia generik), sedangkan kelebihan Olanzapine adalah onsetnya

cepat. Karena pasien kebetulan dari kalangan mampu, maka kami

mengedepankan onset ketimbang harga obat, sehingga kami pilih Olanzapine.

Page 19: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

J. KESIMPULAN

1. Nn. WS menderita serangan pertama skizophrenia yang ditandai dengan halusinasi,

delusi, dan berperilaku katatonik.

2. Terapi untuk skizophrenia meliputi terapi akut, stabilisasi, dan pemeliharaan.

3. Pada terapi akut digunakan olanzapin injeksi dengan dosis 10 mg, 1 x sehari selama 7

hari.

4. Terapi stabilisasi dilakukan mulai minggu ke-2 selama 8 minggu menggunakan

olanzapin oral dengan dosis 10 mg, 1 x seharí.

5. Terapi pemeliharaan dilakukan untuk mencegah kekambuhan selama 1 tahun atau

tergantung kondisi menggunakan olanzapin oral dengan dosis 5 mg, 1 x sehari.

6. Monitoring dilakukan terhadap indikasi obat serta efek samping yang mungkin terjadi.

7. Psikoterapi dan support dari keluarga turut menentukan keberhasilan terapi pasien.

K. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011/2012, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 11, PT Medidata

Indonesia, Jakarta.

DiPiro, Joseph T., et al., 2009, Pharmacotherapy Handbook, The Mc-Graw Hill

Companies. Inc., United States of America.

ISFI, 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta.

http://www.ff.unair.ac.id/diu/?mode=vdrug&drugid=86

http://www.news-medical.net/health/Olanzapine-What-is-Olanzapine-%28Indonesian

%29.aspx

http://www.sciencedirect.com.ezproxy.ugm.ac.id/science/article/pii/S0924933806001283

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOTERAPI SISTEM SYARAFPraktikum ke : 2

Page 20: LAPORAN RESMI SKIZOPRENIA

SKIZOPRENIA

Disusun Oleh

Golongan / Kelompok : IV / 3Minat : FKKHari / Tanggal praktikum : Rabu / 11 April 2012

No Nama Mahasiswa NIM TTD

1 Sofiana FA / 08423 ( )

2 Bernadine Amanda Nindhyaswari FA / 08428 ( )

3 Alfiani Husna Amalia FA / 08430 ( )

4 Christanti Litani Prabawati Pambudi FA / 08432 ( )

Dosen Jaga Praktikum : Woro Harjaningsih, Sp FRS, Apt

LABORATORIUM FARMAKOTERAPI DAN FARMASI KLINIKBAGIAN FARMAKOLOGI DAN FARMAKOKINETIK

FAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA2012