laporan stm
DESCRIPTION
Percobaan Laporan Sendi Temporo Mandibula Praktikum FisiologiTRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Anatomi Sendi Temporomandibular
Sendi temporo mandibula adalah persendian antara RA dan
RB. Persendian memiliki system dua persendian yaitu persendian
antara kondilus mandibula dengan fossa artikularis yang berada
pada laris/meniscus sendi adalah merupakan jaringan ikat fibrosa
padat, yang memisahkan ruang sendi menjadi ruang sendi atas
dan ruang sendi bawah. Di ruang sendi atas terjadi gerakan
meluncur dan bagian bawah berfungsi sebagai engsel. Selain itu
juga terdapat kapsul dan ligamen sendi yang membatasi
pergerakan sendi ke depan dan ke bawah (Okeson,1993)
Permukaan sendi dilapisi oleh jaringan ikat fibrosa pada dan
a-vaskular. Hal ini menyebabkan sendi tidak dapat memikul
beban karena tidak dilapisi oleh kartilago hialin. Ada empat otot
kunyah utama yaitu, Masseter, Temporalis, dan otot pterigodeus
lateralis dan medialis. Saat berfungsi, komponen-komponen
sendi saling bekerja sama. Misalnya gerakan protrusi diawali
dengan adanya kontraksi otot yang menarik kondil dan meniscus
ke depan dan ke bawah mengikuti eminensia sendi (okeson,
1993). Meniskus atau diskus artikularis merupakan suatu
lempeng jaringan ikat fibrosa yang berada diantara kondil dan
fossa artikularis. Diskus ini tidak melekat erat baik pada kondil
dan fossa artikularis, bagian tengahnya tipis dan agak menebal
pada bagian anterior dan posterior.
1
Pada kedudukan normal dan mulut tertutup, kedudukan
kepala kondili berada pada bagian tengah diskus pada bagian
yang tipis. Pada proses ini, otot masseter akan berkontraksi dan
meluncurkan kondili ke posterior. Dan pada saat membuka
mulut, diskus artikularis dan kondilus secara bersama-sama
meluncur ke bagian bawah sepanjang eminensia artikularis dan
diskus artikularis beputar pada kepala kondil kearah posterior.
Panjang dan kelenturan serabut elastis serta bentuk diskus
artikularis dapat berubah apabila pola gerak mandibula berubah
dari pola gerak yang seharusnya. Secara klinis perubahan ini
menimbulkan bunyi keletuk sendi pada saat menutup dan
membuka mulut.
TMJ atau sendi rahang adalah sendi yang menghubungkan
temporal dan mandibula yang terdiri dari:
1. Tulang mandibula dengan kondilusnya (ujung membulat)
2. Diskus yaitu jaringan penyambung antara kondilus dengan
soketnya pada tulang temporal
3. Sistem neurovaskuler
Persendian ini di lapisi oleh lapisan tipis dari kartilago dan
dipisahkan oleh diskus. Persendian ini secara konstan terpakai
saat makan, berbicara dan menelan.
2
Gambar 2.1 : Potongan sagital sendi temporomandibuler.
Ruang sendi atas dan bawah dalam kondisi normal
terkompresi. Pada gambar ini ruangan tersebut dilebarkan
untuk memperlihatkan aspek anteroposterior. Daerah
posterior bilaminae mengandung fleksus vena.
Sendi adalah hubungan antara dua tulang. Sendi
temporomandibula merupakan artikulasi antara tulang
temporal dan mandibula, dimana sendi TMJ didukung oleh :
1. Prosesus kondiloideus
2. Ligamen Sendi Temporomandibula
3
3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula
4. Persarafan pada Sendi Temporomandibula
2.1.1 Prosesus kondiloideus
Kondiloideus mandibula adalah bagian yang menonjol dari
mandibula yang meluas ke arah superior dan posterior,
berbentuk cembung dengan panjang 20 mm medio-lateralis
dan 8-10 mm ketebalan anterior-porterior.
Permukaan artikulasi tulang temporal terdiri dari dua
bagian yaitu fosa artikularis dan eminensia artikularis. Fosa
artikularis cekung dalam arah antero-posterior medio-lateral.
Eminensia artikularis membentuk batas anterior dari fosa
mandibularis yang meluas ke posterior dan dibatasi oleh
linggir meatus akustikus eksternus.
Meniskus berbentuk oval yang membagi sendi menjadi dua
bagian yang terpisah, yaitu bagian atas antara meniskus dan
permukaan artikularis tulang temporal dan bagian bawah di
antara meniskus dan permukaan kondiloideus. Bentuk
permukaan atasnya cekung-cembung dari depan ke belakang
yang beradaptasi dengan permukaan artikulasi tulang
temporal sedangkan bentuk permukaan bawahnya cekung
yang beradaptasi dengan kondiloideus mandibula. Di bagian
depan dan belakang tebal sedangkan tipis di antara ke dua
penebalan ini. Ligamen kapsular melekat ke sekeliling
meniskus ini, tendon muskulus pterigoideus eksternus,
muskulus maseter dan muskulus temporalis melekat ke
pinggir depan dari meniskus ini melalui ligamen kapsular.
4
Meniskus ini terbentuk dari kolagen avaskuler yang
berfungsi untuk menstabilisasi kondilus terhadap permukaan
artikularis tulang temporal. Fungsi lapisan lemak yang
terdapat di muskulus pterigoideus lateralis adalah untuk
memungkinkan terjadinya gerakan rotasi pada saat membuka
mulut. Daerah ini mengandung pleksus vena sehingga
didapati jaringan lunak yang fleksibel.
Kapsul sendi di sebelah luar membentuk ligamen kapsular
yang terdiri dari jaringan ikat berserat putih yang melekat ke
atas pada bagian pinggir fosa artikularis dan tuberkulum
artikularis, melekat ke bawah kolum mandibula. Kapsul ini
diperkuat oleh ligamen temporomandibula di sebelah lateral
sedangkan bagian depan diperkuat oleh muskulus
pterigoideus.
Gambar 2.2 : Struktur Sendi Temporomandibula.
5
Gambar 2.3 : Struktur Sendi Temporomandibula Coronal
2.1.2 Ligamen Sendi Temporomandibula
Ligamen temporomandibula lebih luas di bagian
atasnya dari pada di bagian bawahnya. Perlekatannya
ke permukaan lateralis dari arkus zigomatikus dan ke
tuberkulum artikularis pada bagian atas. Di bagian
bawah melekat ke kolum mandibula. Ligamen ini
berhubungan dengan kelenjar parotis dan kulit di
sebelah lateral, sedangkan di sebelah medial dengan
ligamen kapsular.
Ligamen sphenomandibula bentuknya tipis dan
pipih, melekat ke spina angularis os sphenoidalis
pada bagian atas, melekat di bagian bawah sebelah
lingual dari foramen mandibula. Ligamen ini
berhubungan dengan muskulus pterigoideus eksternus
6
di bagian atas, di bagian bawah dengan arteri dan
vena alveolaris inferior, lobus kelenjar parotis dan
ramus mandibula. Di sebelah medial berhubungan
dengan muskulus pterigoideus internus.
Ligamen stylomandibula bentuknya bulat dan
panjang. Ligamen ini melekat ke prosesus stiloideus
os temporalis di bagian atas. Di bagian bawah
melekat ke angulus mandibula dan margo posterior
dari ramus mandibula. Ligamen ini berhubungan
dengan muskulus maseter dan kelenjar parotis pada
bagian lateral. Di bagian medial dengan muskulus
pterigoideus internus dan kelenjar submandibularis.
Gambar 2.4 : Ligamen Sendi Temporomandibula
7
2.1.3 Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula
Di belakang meniskus ada suatu kelompok
jaringan ikat longgar yang banyak berisi pembuluh
darah dan saraf. Suplai darah yang utama pada sendi
ini oleh arteri maksilaris interna terutama melalui
cabang aurikular. Arteri maksilaris merupakan cabang
terminal dari arteri karotis eksterna yang mensuplai
struktur di bagian dalam wajah dan sebagian wajah
luar. Awalnya berada di kelenjar parotis, berjalan ke
depan di antara ramus mandibula dengan ligamen
sphenomandibula, kemudian ke sebelah dalam dari
muskulus pterigoideus eksternus menuju fosa
pterigoideus.
Arteri ini terbagi atas 3 bagian yaitu: Pars
mandibularis yang berjalan mulai dari bagian
belakang kolum mandibula sampai ke fosa
infratemporalis, Pars pterigoideus yang berada di
dalam fosa infratemporalis, Pars pterygopalatinus
yang berada di dalam fosa pterigopalatina. Daerah
sentral meniskus, lapisan fibrous dan fibrokartilago
umumnya tidak memiliki suplai darah sehingga
metabolismenya tergantung pada difusi tulang yang
terletak di dalam dan cairan sinovial.
2.1.4 Persarafan pada Sendi Temporomandibula
Persarafan sensorik pada sendi temporomandibula
yang terpenting dilakukan oleh nervus
8
aurikulotemporal yang merupakan cabang pertama
posterior dari nervus mandibularis. Saraf lain yang
berperan adalah nervus maseterikus dan nervus
temporal. Nervus maseterikus bercabang lagi di depan
kapsul dan meniskus. Nervus aurikulotemporal dan
nervus maseterikus merupakan serabut-serabut
proprioseptif dari impuls sakit nervus temporal
anterior dan posterior melewati bagian lateral
muskulus pterigoideus, yang selanjutnya masuk ke
permukaan dari muskulus temporalis, saluran spinal
dari nervus trigeminus. Permukaan fibrous artikular,
fibrokartilago, daerah sentral meniskus dan membran
sinovial tidak ada persarafannya.
Gambar 2.5 : Persarafan sendi temporomandibula.
9
2.2. Definisi dan Epidemiologi Gangguan Sendi
Temporomandibular
Gangguan temporomandibular adalah istilah yang dipakai
untuk sekelompok gangguan yang mengganggu sendi
temporomandibular, otot pengunyah, dan struktur terkait yang
mengakibatkan gejala umum berupa nyeri dan keterbatasan
membuka mulut. Biasanya pada praktek umum (general
practitioner) pasien dengan gangguan ini mengeluhkan gejala
yang eprsisten atau nyeri wajah yang kronik. Biasanya nyeri
pada gangguan temporomandibular disertai suara click pada
sendi rahang dan keterbatasan membuka mulut.
Sekitar 60-70% populasi umum mempunyai setidaknya
satu gejala gangguan temporomadibular. Tetapi, hanya
seperempatnya yang menyadari adanya gangguan tersebut. Lebih
jauh lagi, hanya 5% dari kelompok orang dengan satu atau dua
gejala gangguan temporomandibular yang pergi ke dokter.
Kelainan ini paling banyak dialami perempuan (1:4), dan sering
terjadi pada awal masa dewasa.
2.2 Fisiologi Pergerakan Sendi Temporomandibula
2.2.1 Gerak membuka
Pada saat membuka mulut, diskus artikularis dan kondilus
secara bersama-sama meluncur ke bagian bawah sepanjang
eminensia artikularis dan diskus artikularis beputar pada kepala
kondil kearah posterior. Seperti sudah diperkirakan, gerak
membuka maksimal umumnya lebih kecil daripada kekuatan
10
gigitan maksimal (menutup). Muskulus pterygoideus lateralis
berfungsi menarik prosessus kondiloideus ke depan menuju
eminensia artikularis.
Pada saat bersamaan, serabut posterior muskulus
temporalis harus relaks dan keadaan ini akan diikuti dengan
relaksasi muskulus masseter, serabut anterior muskulus
temporalis dan muskulus pterygoideus medialis yang
berlangsung cepat dan lancar. Keadaan ini akan memungkinkan
mandibula berotasi di sekitar sumbu horizontal, sehingga
prosessus kondilus akan bergerak ke depan sedangkan angulus
mandibula bergerak ke belakang. Dagu akan terdepresi, keadaan
ini berlangsung dengan dibantu gerak membuka yang kuat dari
muskulus digastricus, muskulus geniohyoideus dan muskulus
mylohyoideus yang berkontraksi terhadap os hyoideum yang
relatif stabil, ditahan pada tempatnya oleh muskulus infrahyoidei.
Sumbu tempat berotasinya mandibula tidak dapat tetap stabil
selama gerak membuka, namun akan bergerak ke bawah dan ke
depan di sepanjang garis yang ditarik (pada keadaan istirahat)
dari prosessus kondiloideus ke orifisum canalis mandibularis.
2.2.2 Gerak Menutup
Penggerak utama adalah muskulus masseter, muskulus
temporalis, dan muskulus pterygoideus medialis. Rahang dapat
menutup pada berbagai posisi, dari menutup pada posisi protrusi
penuh sampai menutup pada keadaan prosesus kondiloideus
berada pada posisi paling posterior dalam fosa glenoidalis. Gerak
menutup pada posisi protrusi memerlukan kontraksi muskulus
11
pterygoideus lateralis, yang dibantu oleh muskulus pterygoideus
medialis. Caput mandibula akan tetap pada posisi ke depan pada
eminensia artikularis. Pada gerak menutup retrusi, serabut
posterior muskulus temporalis akan bekerja bersama dengan
muskulus masseter untuk mengembalikan prosesus kondiloideus
ke dalam fosa glenoidalis, sehingga gigi geligi dapat saling
berkontak pada oklusi normal.
Pada gerak menutup cavum oris, kekuatan yang
dikeluarkan otot pengunyahan akan diteruskan terutama melalui
gigi geligi ke rangka wajah bagian atas. Muskulus pterygoideus
lateralis dan serabut posterior muskulus temporalis cenderung
menghilangkan tekanan dari caput mandibula pada saat otot-otot
ini berkontraksi, yaitu dengan sedikit mendepresi caput selama
gigi geligi menggeretak. Keadaan ini berhubungan dengan fakta
bahwa sumbu rotasi mandibula akan melintas di sekitar ramus, di
daerah manapun di dekat orifisum canalis mandibular. Walaupun
demikian masih diperdebatkan tentang apakah articulatio
temporomandibula merupakan sendi yang tahan terhadap stres
atau tidak. Hasil-hasil penelitian mutakhir dengan menggunakan
model fotoelastik dan dengan cahaya polarisasi pada berbagai
kondisi beban menunjukkan bahwa artikulasio ini langsung
berperan dalam mekanisme stres.
2.2.3 Protrusi
Pada kasus protrusi bilateral, kedua prosesus kondiloideus
bergerak ke depan dan ke bawah pada eminensia artikularis dan
gigi geligi akan tetap pada kontak meluncur yang tertutup.
12
Penggerak utama pada keadaan ini adalah muskulus
pterygoideus lateralis dibantu oleh muskulus pterygoideus
medialis. Serabut posterior muskulus temporalis merupakan
antagonis dari kontraksi muskulus pterygoideus lateralis.
Muskulus masseter, muskulus pterygoideus medialis dan
serabut anterior muskulus temporalis akan berupaya
mempertahankan tonus kontraksi untuk mencegah gerak rotasi
dari mandibula yang akan memisahkan gigi geligi. Kontraksi
muskulus pterygoideus lateralis juga akan menarik discus
artikularis ke bawah dan ke depan menuju eminensia artikularis.
Daerah perlekatan fibroelastik posterior dari diskus ke fissura
tympanosquamosa dan ligamen capsularis akan berfungsi
membatasi kisaran gerak protrusi ini.
2.2.4 Retrusi
Selama pergerakan, kaput mandibula bersama dengan
discus artikularisnya akan meluncur ke arah fossa mandibularis
melalui kontraksi serabut posterior muskulus temporalis.
Muskulus pterygoideus lateralis adalah otot antagonis dan akan
relaks pada keadaan tersebut. Otot-otot pengunyahan lainnya
akan berfungsi mempertahankan tonus kontraksi dan menjaga
agar gigi geligi tetap pada kontak meluncur. Elastisitas bagian
posterior discus articularis dan capsula articulatio
temporomandibularis akan dapat menahan agar diskus tetap
berada pada hubungan yang tepat terhadap caput mandibula
ketika prosesus kondiloideus bergerak ke belakang.
13
2.2.5 Gerak lateral
Pada saat rahang digerakkan dari sisi yang satu ke sisi
lainya untuk mendapat gerak pengunyahan antara permukaan
oklusal premolar dan molar, prosesus kondiloideus pada sisi
tujuan arah mandibula yang bergerak akan ditahan tetap pada
posisi istirahat oleh serabut posterior muskulus temporalis
sedangkan tonus kontraksinya akan tetap dipertahankan oleh
otot-otot pengunyahan lain yang terdapat pada sisi tersebut.
Pada sisi berlawanan prosesus kondiloideus dan diskus
artikularis akan terdorong ke depan ke eminensia artikularis
melalui kontraksi muskulus pterygoideus lateralis dan medialis,
dalam hubungannya dengan relaksasi serabut posterior
muskulus temporalis. Jadi, gerak mandibula dari sisi satu ke
sisi lain terbentuk melalui kontraksi dan relaksasi otot-otot
pengunyahan berlangsung bergantian, yang juga berperan
dalam gerak protrusi dan retrusi8.
Pada gerak lateral, caput mandibula pada sisi ipsilateral,
ke arah sisi gerakan, akan tetap ditahan dalam fosa
mandibularis. Pada saat bersamaan, caput mandibula dari sisi
kontralateral akan bergerak translasional ke depan. Mandibula
akan berotasi pada bidang horizontal di sekitar sumbu vertikal
yang tidak melintas melalui caput yang ‘cekat’, tetapi melintas
sedikit di belakangnya. Akibatnya, caput ipsilateral akan
bergerak sedikit ke lateral, dalam gerakan yang dikenal sebagai
gerak.
14
2.3 Etiologi Gangguan Temporomandibular
Nyeri yang dirasakan pada persendian ini dapat dikarenakan oleh
beberapa faktor seperti, penggunaan yang berlebihan pada daerah
yang bersangkutan, contohnya adalah pada individu yang mempunyai
kebiasaan buruk mengerat gigi (bruxism), sering menguap,
mengunyah cenderung pada satu sisi. Hal ini menyebabkan
pemberian beban yang terus menerus pada daerah persendian. Faktor
lain yang terlibat adalah faktor maloklusi gigi terutama pertumbuhan
gigi geraham belakang yang tidak normal dapat menyebabkan
desakan yang terus menerus serta adanya kelainan anatomi rahang
dapat berakibat menimbulkan rasa nyeri pada TMJ.
Penggunaan berlebih pada diskus dan ligament-ligamen yang
berhubungan dengan TMJ dapat menyebabkan fleksibilitas pada
discus dan ligament tersebut menurun, dan bila tidak ditanggulangi
dan terus berlanjut akan menyebabkan inflamasi yang berakhir pada
rupture discus dan ligament yang akan menimbulkan sensasi nyeri
pada individu. Selain terjadinya inflamasi pada discus, dapat pula
terjadi inflamasi dari otot akibat hiperfungsi dari system
musculoskeletal yang akan menimbulkan nyeri juga.
Sensasi nyeri juga dapat timbul oleh karena adanya iskemi lokal
yang disebabkan karena hiperfungsi dari kontraksi otot yang
mengakibatkan mikrosirkulasi tidak adekuat. Hal ini akan
menyebabkan nutrisi pada jaringan akan berkurang sehingga
menyebabkan iskemik pada jaringan tersebut yang akan
menimbulkan sensasi nyeri.
15
Persendian pada temperomandibular ini sama seperti persendian di
daerah tubuh lainnya, dimana dapat juga terjadi hal-hal seperti
osteoarthritis, rheumatoid arthritis dan jenis-jenis inflamasi lainnya
didaerah persendian ini yang akan menimbulkan sensasi nyeri juga.
Osteoartritis adalah kondisi dimana sendi terasa nyeri akibat
inflamasi yang diakibatkan gesekan ujung-ujung tulang penyusun
sendi. Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang
berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Sedangkan rheumatoid
arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun dengan
karakteristik sinovitis erosif simetris sebagian besar pasien
menunjukkan gejala penyakit kronik hilang timbul dan apabila tidak
diobati dapat menyebabkan kerusakan persendian dan deformitas
sendi progresif yang berakhir pada disabilitas Bennett.
Selain menimbulkan pergerakan aktif, otot-otot pengunyahan juga
mempunyai aksi postural yang penting dalam mempertahankan posisi
mandibula terhadap gaya gravitasi. Bila mandibula berada pada posisi
istirahat, gigi geligi tidak beroklusi dan akan terlihat adanya celah
atau freeway space diantara arkus dentalis superior dan inferior.
16
Gambar 2.6 : Otot otot pada Mandibula
Gambar 2.7 : Perubahan posisi mandibula pada saat menutup dan membuka mulut
17
2.3.1 Kebiasaan Mengunyah dengan Unilateral
Kebiasaan mengunyah dengan satu sisi merupakan
kebiasaan pengunyahan yang buruk. Dimana tanpa disadari
sistem pengunyahan yang dilakukan itu dapat
mengakibatkan pengaruh yang buruk pada kesehatan rongga
mulut. Pada kasus dengan mengunyah satu sisi, pasien
sering tidak memperhatikan bahwa pada di sisi lain timbul
beberapa gejala yang memang terkadang tidak menimbulkan
rasa sakit. Kebiasaan mengunyah satu sisi pada pasien yang
sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari ini memiliki
beberapa faktor pendukung yang menjadikan kebiasaan
mengunyah satu sisi.
Faktor Pendukung Kebiasaan Mengunyah
Unilateral
1. Faktor kehilangan gigi
Pasien yang telah hilang satu atau lebih gigi
memiliki kecenderungan untuk mengunyah
unilateral. Pada gigi yang hilang secara otomatis
gigi yang berperan sebagai gigi antagonisnya
tidak begitu berfungsi secara normal. Pada pasien
dengan kehilangan gigi lebih dari satu, dapat
menimbulkan resiko untuk terjadi nya karies
bahkan lebih parah lagi adalah kalkulus.
Dikarenakan pada sisi yang tidak ada gigi pada
18
salah satu sisi biasanya tidak enak digunakan
untuk mengunyah sehingga memunculkan
kebiasaan untuk mengunyah satu sisi yang masih
lengkap. Secara alamiah, gerakan pengunyahan
mempunyai efek untuk timbulnya karang gigi
atau kalkulus. Karena itu, gigi-gigi yang tidak
dipakai untuk mengunyah akan mudah terjadi
kalkulus yang merupakan faktor etiologi dari
penyakit periodontal. Selain itu, otot – otot pipi
yang kurang bergerak karena tidak mengunyah,
lama kelamaan akan menjadi lisut dan wajah
terlihat kempot.
2. Faktor Trauma
Kebiasaan mengunyah satu sisi juga dapat
disebabkan oleh trauma. Trauma dibagi menjadi
2 yaitu
Macrotrauma : trauma besar yang tiba-tiba
dan mengakibatkan perubahan struktural,
seperti pukulan pada wajah atau kecelakaan.
Microtrauma : Trauma ringan tapi berulang
dalam jangka waktu yang lama,
seperti bruxism dan clenching. Kedua hal
tersebut dapat menyebabkan microtrauma
19
pada jaringan yang terlibat seperti gigi, sendi
rahang, atau otot.
3. Faktor Otot Kunyah
Kelainan otot dari STM menjadi keluhan
yang paling umu terjadi pada pasien. Kelainan
otot dapat disebabkan karena
infeksi/peradangan,dnan trauma yang
menyebabkan terbentuknya fibrosis pada otot
sehingga otot tidak bebas bergerak dan
menyebabkan rasa sakit.
4. Faktor Psikologis
Adanya faktor psikologis yang berupa
tingkah laku,emosi, dan kepribadian dapat
menjadi faktor pendukung dalam gangguan
sendi rahang dan menjadi penyebab utama dari
sindrom rasa sakit – disfungsi. Psikolog Freud
klasik menunjukkan bahwa kelainan sendi
mungkin merupakan reaksi perubahan mulut
dan otot, karena sifatnya yang ekspresif,
bekerja sebagai focus tegangan emosi. Jadi,
konflik ini dikeluarkan dalam bentuk
parafungsional seperti bruxizm dan aktivitas
otot lain yang tidak normal.
20
Emosi sering terlihat dari wajah dimana
ekspresi wajah tersebut berhubungan erat
dengan otot kunyah. Hal ini dapat berupa
ketegangan otot yang besar atau aktivitas
parafungsional oromuskular.
2.4 Faktor Risiko Gangguan Temporomandibular
Kelainan TMJ paling sering pada wanita dengan usia berkisar 30-
50 tahun. Faktor resiko lain:
Jaw clenching
Teeth grinding (bruxism)
Rheumatoid arthritis
Fibromialgia
Trauma wajah dan rahang
Kelainan congenital pada tulang wajah
2.5 Jenis dan Gejala gangguan Temporomandibular
Ada tiga gangguan tempotomandibular yang tesering, yaitu nyeri
miofasial, internal dearrangement, dan osteoartrosis. Nyeri miofasial
adalah gangguan yang tersering ditemukan. Adapun gejala lain yang
dapat terjadi adalah sebagai berikut :
Nyeri pada telinga
Kekakuan atau nyeri pada
otot rahang
Nyeri pada daerah pipi
Bunyi pada rahang
Keterbatasan pergerakan
pada rahang
Lock jaw
Nyeri kepala yang sering
21
Kekakuan pada otot
wajah dan leher, daerah
preaurikuler
Asimetris dari wajah
Maloklusi
Kronik postural head
tilting
22
Gambar 2.6 : Terdapat kasus dimana pasien ini mengalami kelainan TMJ.
Pada titik A dan C pasien mengalami kekakuan otot. Pada point B dan D
pasien mengalami kelemahan otot dan stretched out
Gambar 2.6 Perubahan posisi mandibula pada saat menutup dan membuka
mulut.
2.3. Diagnosis TMJ
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang seperti foto roentgen atau MRI
2.7 Clicking
Anatomi dan inervasi clicking :
Persarafan sensorik pada sendi temporomandibula yang terpenting
dilakukan olehnervus aurikulotemporal yang merupakan cabang pertama posterior
dari nervusmandibularis. Saraf lain yang berperan adalah nervus maseterikus dan
nervustemporal. Nervus maseterikus bercabang lagi di depan kapsul dan
meniskus. Nervusaurikulotemporal dan nervus maseterikus merupakan serabut-
serabut proprioseptif dari impuls sakit nervus temporal anterior dan posterior
melewati bagian lateralmuskulus pterigoideus, yang selanjutnya masuk ke
permukaan dari muskulustemporalis, saluran spinal dari nervus trigeminus.
Permukaan fibrous artikular,fibrokartilago, daerah sentral meniskus dan membran
sinovial tidak ada
persarafannya. (jurnal Usu “Anatomi Sendi Temporomandibula”)
Mekanisme clicking :
1. Pergeseran diskus kearah anterior atau lateral
2. Tidak ada penahan terhadap m.pterygoideus lateralis superior discus
robek/terkikis
3. Setiap kali terdapat kelainan posisi rahang yang disertai dengan tekanan
berlebihanpada sendi dan berkepanjangan atau terus menerus dapat
menyebabkan diskus(meniskus) robek dan mengalami dislokasi berada
didepan kondil. Dalam keadaanseperti ini, erakan membuka mulut
menyebabkan kondil bergerak ke depan danmendesak diskus di depannya.
Jika hal ini berkelanjutan, kondil bisa saja melompatidiskus dan benturan
dengan tulang sehingga menyebabkan bunyi berupa cliking. (Heru
Suryonegoro “Pencitraan Temporomandibular Discorder : Clicking)
2.8 Perawatan yang Dilakukan
Perawatan yang dilakukan pada gangguan sendi rahang ini diantaranya dapat
dilakukan perawatan secara konservatif dan operatif. Perawatan dari setiap
keadaan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien, serta waktu dan fasilitas
juga perlu dipertimbangkan.
1. Perawatan Secara Konservatif
Adapun perawatan secara konservatif adalah : mengistirahatkan
rahang, obat-obatan, latihan, terapi fisik, splin oklusal, perawatan
psikososial,karies dan kelainan patologi yang lain, protesa terapi oklusal, dan
faktor pendukung yang lain.
2. Perawatan Secara Operatif
Perawatan secara operatif dilakukan bila pasien gagal member respon
terhadap terapi konservatif. Pembedahan STM merupakan tindakan perawatan
efektif untuk kelainan-kelainan artikular kondilus atau memperbaiki meniscus
atau ligament yang rusak. Dan pada kasus kebiasaan mengunyah pada satu
sisi bila telah sampai pada tahap lanjut yang berkembang dan berhubungan
dengan jaringan periodontium yang mengakibatkan pencabutan, maka
perawatan operatif lah yang dilakukan sebagai perawatan bagi pasien tersebut.
BAB II
HASIL PENGAMATAN
2.1 Pemeriksaan Gerakan STM Secara Palpasi
Jenis Kelamin Orang Coba
Gerakan STM
(simetri/normal/terjadi hambatan)
Perempuan I (simetri/normal/tidak terjadi
hambatan)
Perempuan II (simetri/normal/tidak terjadi
hambatan)
2.2 Pemeriksaan Bunyi STM Secara Auskultasi
Jenis Kelamin Orang CobaGerakan STM
(sakit/krepitasi/kliking/popping)
Perempuan I (Tidak Sakit/Krepitasi)
Perempuan II (Tidak Sakit/Krepitasi)
2.2.1 Pemeriksaan Gerakan Mandibula
Jenis Kelamin
Orang CobaJarak Maksimal
Waktu Maksimal
(Menit)
Laki-laki (C) Antero-post
erior
Kondil ke depan & ke
belakang
Perempuan (B) Lateral Kondilus yang menonjol,
berlawanan dengan arah
pergeseran mandibula
KPerempuan (E) Koordinasi
Gerakan
Kondili di sebelah kanan
terasa lebih menonjol, serta
garis median tampak tidak
simetris
(F) Kelelahan pada Gerakan Mandibula Menutup Mulut
Jenis Kelamin Orang Coba
Lamanya membuka
mulut secara maksimal
Waktu sampai timbul kelelahan(menit)
Perempuan Waktu maksimal (ex.
X menit)
39 detik
Istirahat 10 menit
½ dari waktu maksimal
(0,5 dari X menit
pemijatan)
56 detik
Istirahat 10 menit
½ dari waktu maksimal
(0,5 dari X menit +
pajanan sinar infra red)
1 menit 17 detik
2.4 Gerakan STM Pada Beberapa Posisi Kepala
Pengaruh Posisi Kepala Terhadap Gerakan Mandibula
Jenis Kelamin Posisi Kepala Jarak Kondil-Tragus (mm)
dan apa yang dirasakan
Perempuan Tegak Lurus 9/ Tidak terasa Nyeri
Menunduk 10/ Sedikit terasa Nyeri
Menengadah 12/ Rasa Nyeri semakin
terasa
Terlentang 10/ Sedikit Nyeri
Kesamping 9/ Tidak terasa nyeri
Istirahat 7/ Tidak terasa nyeri
2.5 Jawaban Pertanyaan
1. Apa yang menyebabkan bunyi sendi?
Jawab: Munculnya bunyi-bunyi abnormal pada STM disebabkan karena
adanya perubhan letak, bentuk dan fungsi dari komponen STM.
2. Apa perbedaan krepitus, clicking dan popping?
Jawab: Krepitus merupakan bunyi sperti mengerat atau gemertak yang
menunjukkan adanya perubahan degenerasi, sedangkan clicking merupakan
bunyi berdebuk yang muncul pada saat membuka ataupun menutup mulut,
sedangkan bunyi popping merupakan bunyi abnormal pada STM yang berupa
bunyi mirip letupan.
3. Bagaimana pola pergerakan kondil pada saat membuka dan menutup mulut?
Jawab: Pada saat gerakan membuka, processus condylus dan diskus
artikularis akan meluncur menuruni eminansia artikularis dan diskus
artikularis akan berputar ke arah posterior dari condyl. Hal ini menyebabkan
angulus mandibula bergerak ke belakang dan dagu terdepresi sehingga mulut
terbuka. Sedangkan pada gerak menutup mulut, condyl yang tadinya meluncur
menuruni eminensia artikularis, akan bergerak naik ke atas sepanjang
eminensia artikularis, sedangkan diskus artikularis akan berputar ke arah
anterior condyl. Kemudian condyl ada menempati tempat awalnya yaitu di
fossa glenoidal dan mulut pun tertutup.
4. Kenapa dapat timbul gerakan inkoordinasi mandibula?
Jawab: Gerakan mandibula yang tidak selaras itu bisa saja disebabkan karena
adanya gangguan pada sendi temporomandibular nya. Hal tersebut bisa saja
disebabkan karena oklusi gigi yang tidak sempurna, penggunaan otot
mastikasi yang berlebihan dan tidak seimbang, ataupun kebiasaan-kebiasaan
abnormal (menggigit jari, bibir, bruxism,dll) yang bisa menyebabkan
gangguan pada STM.
5. Apakah posisi tidur dapat berpengaruh pada kondisi mandibula? Jelaskan
mekanismenya.
Jawab: Iya. Karena posisi tidur berpengaruh pada pemberian tekanan pada
STM di kedua sisi mandibula. Contoh pada posisi tidur miring ke salah satu
sisi (kiri) menyebabkan beban tubuh cenderung teralokasikan ke STM di sisi
kiri mandibula. Apabila keadaan ini terus berlanjut dari hari ke hari, hal ini
akan menimbulkan gangguan pada STM kiri yang bisa berakibat adanya
inkoordinasi gerakan dari STM mandibula.
6. Mengapa membuka mulut maksimal menimbulkan kelelahan dan nyeri?
Jelaskan mekanismenya.
Jawab: Karena pada saat membuka mulut secara maksimal, otot-otot
mastikasi yang berkontraksi pada keadaan ini (M. Pterygoideus lateralis) akan
bekerja lebih keras sehingga menimbulkan kelelahan. Kondisi ini
menyebabkan otot akan mengalami ‘kelelahan’ dan timbul rasa nyeri.
7. Apakah fungsi pemijatan pada kelelahan? Jelaskan mekanismenya.
Jawab: Pemijitan merupakan salah satu cara dalam pemulihan kelelahan otot.
Ketika seseorang dipijat, terutama pada bagian yang mengalami kelelahan
otot, daerah yang dipijat atau ototnya menjadi tidak tegang serta pembuluh
darah melebar sehingga banyak oksigen dari nutrisi yang tersuplai yang
mengurangi kelelahan otot.
8. Apakah fungsi infrared pada kelelahan? Jelaskan mekanismenya.
Jawab: Pengaruh sinar infra red akan menghasilkan panas yang
menyebabkan pembuluh kapiler membesar, dan meningkatkan
temperatur kulit serta memperbaiki sirkulasi darah sehingga kelelahan
dapat segera pulih. Sinar inframerah yang dapat menembus cukup
dalam kebawah lapisan kulit telah terbukti secaraefektif dapat
memulihkan rasa sakit dan pegal akibat ketegangan otot ataupun
persendian.Kehangatan sinar inframerah yang memberi rasa nyaman
menembus kedalam kulit sehinggamemperlancar aliran darah
sekaligus menghangatkan otot. Pada saat otot
menghangat,makaotomatis akan menjadi kedur dan rileks. Selain itu
dengan meningkatnya sirkulasi darah yangmembawa oksigen maka
penyembuhan otot pun berlangsung dengan lebih cepat. Lampu
infrared 150 Watt Philips dengan extra focus memberikan cakupan
wilayah efektif seluas 20x30cm untuk dapat menjangkau keseluruhan
wilayah seperti pundak, paha, betis.
Adanya pemijatan, otot menjadi lemas & pembuluh darah
halus didalamnya melebar sehingga lebih banyak oksigen dan nutrisi
tersedia untuk jaringan otot. Toksin yg menyebabkan pegalpun dapat
segera dibawa aliran darah untuk dibuang dinetralkan
BAB III
PEMBAHASAN
2.1 Pemeriksaan Gerakan STM Secara Palpasi
Pada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah orang coba
dipersiapkan dalam posisi duduk dengan posisi kepala sejajar dengan lantai.
Operator/ pemeriksa menggunakan sarung tangan steril dan masker. Kemudian
melakukan pemeriksaan secara palpasi pada 0,5 sampai 1 cm didepan meatus
acusticus externus (lubang telinga) baik kiri maupun kanan pada posisi membuka
dan menutup mulut. Setelah itu dilakukan pemeriksaan gerakan kondili pada saat
membuka mulut dan menutup mulut. Kemudian dilakukan pencatatan mengenai
posisi dan gerakan kondili.
Pada percobaan kali ini dilakukan pada dua orang perempuan. Pada hasil
pemeriksaan orang pertama, didapatkan gerakan STM yang simetri antara bagian
kanan dan kiri, normal dan tidak adanya hambatan ketika melakukan pergerakan
menutup dan membuka mulut. Kemudian pada hasil pemeriksaan pada orang
kedua, juga didapatkan hasil pemeriksaan gerakan STM yang simetri antara bagian
kanan dan kiri, normal, dan juga tidak terdapat hambatan dalam melakukan
pergerakan membuka dan menutup mulut.
2.2 Pemeriksaan Bunyi STM secara Auskultasi
Pada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah orang coba
dipersiapkan dalam posisi duduk dengan posisi kepala sejajar dengan lantai.
Operator/ pemeriksa menggunakan sarung tangan steril dan masker. Kemudian
melakukan pemeriksaan secara palpasi pada 0,5 sampai 1 cm didepan meatus
acusticus externus (lubang telinga) baik kiri maupun kanan pada posisi membuka
dan menutup mulut dengan menggunakan mikroskop. Setelah itu dilakukan
pemeriksaan gerakan kondili pada saat membuka mulut dan menutup mulut.
Kemudian dilakukan pengamatan apakah terdapat bunyi krepitasi, clicking atau
popping. Adanya kelainan dan inoordinasi antara diskus dan kondil bias
menimbulkan bunyi pada sendi.
Pada percobaan kali ini didapatkan hasil, pada orang pertama perempuan
Tidak didapatkan rasa sakit namun terdapat bunyi “Krep-krep” saat orang coba
diinstruksikan untuk membuka dan menutup mulut. Kejadian ini dinamakan
dengan krepitasi. Pada orang kedua juga didapatka bunyi yang sama seperti orang
pertama, serta tidak timbulnya rasa nyeri.
2.2.1 Pemeriksaan Gerakan Mandibula
A. Gerakan Membuka Mulut Secara Maksimal
Pada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah orang
coba dipersiapkan dalam posisi duduk dengan posisi kepala sejajar dengan
lantai. Kemudian instruksikan kepada orang coba untuk membuka mulutnya
kemudian memasukkan tiga jari kanan ke dalam mulutnya. Kemudian
mengamati apakah terdapat rasa nyeri pada orang coba, jika tidak bias
jangan dipaksakan. Selain dengan menggunakan cara tersebut juga dapat
langsung mengukur dengan menggunakan jangka dan penggaris saat orang
coba membuka mulutnya secara maksimal.
Pada pengamatan kali ini didapatkan hasil, pada pengamatan
pertama yang dilakukan pada seorang laki-laki, didapatkan jarak maksimal
membuka mulut adalah sebesar 55 mm, dan pada pengamatan kedua yang
dilakukan pada seorang wanita hasil yang didapatkan adalah sebesar 45 mm.
Sehingga dapat diketahui bahwa jarak membuka mulut secara
maksimal pada orang laki-laki lebih besar dibanding dengan orang
perempuan.
B. Gerakan Membuka dan Menutup mulut
Pada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah orang
coba dipersiapkan dalam posisi duduk dengan posisi kepala sejajar dengan
lantai. Kemudian instruksikan kepada orang coba untuk membuka mulutnya
kemudian memasukkan tiga jari kanan ke dalam mulutnya. Kemudian
mengamati apakah terdapat rasa nyeri pada orang coba, jika tidak bias
jangan dipaksakan. Selain dengan menggunakan cara tersebut juga dapat
langsung mengukur dengan menggunakan jangka dan penggaris saat orang
coba membuka mulutnya secara maksimal. Kemudian menghitung lama
waktu saat melakukan pergerakan membuka mulut secara maksimal.
Pada pengamatan kali ini pengamatan pertama dilakukan pada
seorang laki-laki, dan pada pengamatan kedua dilakukan pada seorang
perempuan.
Pada Pengamatan pertama didapatkan lama waktu sebesar dua menit
enam detik, sedangkan pada orang kedua didapatkan hasil pengamatan
sebesar satu menit dua detik. Sehingga dapat diketahui bahwa lama waktu
membuka mulut secara maksimal pada orang laki-laki lebih panjang
dibanding dengan orang perempuan.
C. Gerakan mandibula ke Antero-Posterior
Pada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah orang coba
dipersiapkan dalam posisi duduk dengan posisi kepala sejajar dengan lantai.
Kemudian melakukan pemeriksaan secara palpasi dengan meletakkan jari telunjuk
dan jari tengah 0,5 sampai 1 cm di depan meatus acusticus externus (lubang
telinga) baik kiri maupun kanan. Setelah itu instruksikan kepada orang coba untuk
membuka kemudian dilanjut dengan menutup mulut sampai gigi geligi saling
berkontak. Setelah itu instruksikan untuk menggerakkan mandibula kearah antero-
posterior. Kemudian melakukan pemeriksaan gerakan kedua kondili.
Pada percobaan kali ini didapatkan hasil pengamatan, adanya pergerakan
kondil ke arah depan dan ke arah belakang secara simetris.
D. Gerakan mandibula ke arah Lateral
Pada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah orang coba
dipersiapkan dalam posisi duduk dengan posisi kepala sejajar dengan lantai.
Kemudian melakukan pemeriksaan secara palpasi dengan meletakkan jari telunjuk,
dan\ jari tengah 0,5 sampai 1 cm di depan meatus acusticus externus (lubang
telinga) baik kiri maupun kanan. Setelah itu instruksikan kepada orang coba untuk
membuka kemudian dilanjut dengan menutup mulut sampai gigi geligi saling
berkontak. Setelah itu instruksikan untuk menggerakkan mandibula kearah Lateral.
Kemudian melakukan pemeriksaan gerakan kedua kondili.
Pada percobaan kali ini didapatkan hasil pengamatan, adanya pergerakan
kondil yang menonjol berlawanan dengan arah pergeseran mandibula.
E. Koordinasi Gerakan Mandibula
Pada percobaan kali ini hal pertama yang dilakukan adalah orang coba
dipersiapkan dalam posisi duduk dengan posisi kepala sejajar dengan lantai.
Kemudian meletakkan jari telunjuk, dan\ jari tengah 0,5 sampai 1 cm di depan
meatus acusticus externus (lubang telinga) baik kiri maupun kanan. Setelah itu
instruksikan kepada orang coba untuk membuka kemudian dilanjut dengan
menutup mulut sampai gigi geligi saling berkontak. Kemudian mengamati apakah
gerakan dan tonjolan kondili simetris atau tidak.
Pada percobaan kali ini didapatkan hasil pengamatan, bahwa adanya
inkoordinasi dari kondili sebelah kanan dan kiri. Hal ini dibuktikan dengan adanya
pergerakan kondil pada bagian sebelah kanan yang terasa lebih menonjol dari
bagian sebelah kiri. Dan garis median yang tampak tidak simetris saat orang coba
melakukan pergerakan menutup mulut.
F. Kelelahan pada Gerakan Mandibula Menutup Mulut
Pada percobaan kali ini langkah pertama yang dilakukan adalah memilih
orang coba yang belum melakukan percobaan. Dan satu seri percobaan ini
dilakukan oleh orang yang sama. Setelah itu, tetap instruksikan kepada orang coba
untuk duduk tegap dengan posisi kepala sejajar dengan lantai. Kemudian
menginstruksikan kepada orang coba untuk membuka mulut secara maksimal
sampai timbul kelelahan dan mencatat lama waktunya.
Kemudian mengistirahatkan orang ccoba selama sepuluh menit. Kemudian
Mengulangi percobaan dengan menginstruksikan kepada orang coba untuk
membuka mulut secara maksimal sampai timbul kelelahan dan mencatat lama
waktunya kembali. Namun, setengah dari waktu timbul lelah lakukan pemijatan
pada otot pembuka mulut, sambil tetap membuka mulut maksimal lalu mencatat
waktu timbul kelelahan. Setelah itu mengistirahatkan kembali orang coba selama
sepuluh menit.
Percobaan dilakukan kembali dengan tahapan yang sama namun dengan
melakukanpemajanan dengan sinar infra red pada otot pembuka mulut, sambil
membuka mulut maksimal lalu mencatat hasil pengamatan yang dilakukan.
Pada percobaan kali ini didapatkan hasil pengamatan, pada percobaan pertama
didapatkan waktu terjadinya kelelahan sebesar 39 detik, dan pada percobaan kedua
dengan perlakuan pemijatan didapatkan lama waktu terjadinya kelelahan yang
lebih lama yaitu sebesar 56 detik, dan pada percobaan terakhir dengan perlakuan
sinar infra red didapatkan waktu terjadinya kelelahan yang paling lama yaitu
sebesar satu menit tujuh belas detik. Dapat disimpulkan bahwa waktu terjadinya
kelelahan paling lama adalah dengan diberikannya perlakuan pemajanan sinar
infra red.
2.4 Gerakan STM Pada Beberapa Posisi Kepala
Pengaruh Posisi Kepala Terhadap Gerakan Mandibula
Pada percobaan kali ini, yang pertama dilakukan adalah memilih orang coba
kemudian menginstruksikan orang coba untuk duduk tegak dengan posisi kepala
sejajar dengan lantai. Dalam posisi kepala tegak dan oklusi sentrik, kemudian
melakukan palpasi pada posisi kondil dan memberi tanda puncak kondil dan
tragus dengan spidol. Kemudian mengukur jarak puncak kondil dengan tragus
yang baru. Setelah itu memerhatikan dan mencatat perubahan gerakan mandibula
yang dirasakan.
Kemudian melakukan persebut cobaan tersebut secara berulang dengan posisi
menengadah, terlentang, dan miring ke samping.
Pada percobaan kali ini didapatkan hasil pengamatan, pada posisi kepala tegak
lurus jarak kondil-tragus adalah sebesar 9 mm, pada posisi kepala menunduk
jarak kondil-tragus adalah sebesar 10 mm, , pada posisi kepala menengadah jarak
kondil-tragus adalah sebesar 12 mm, pada posisi kepala terlentang jarak kondil-
tragus adalah sebesar 10 mm, pada posisi kepala kesamping jarak kondil-tragus
adalah sebesar 9 mm, dan , pada posisi kepala istirahat jarak kondil-tragus adalah
sebesar 7 mm.
Pada hasil pengamatan, rasa nyeri sangat terasa ketika meggerakkan
mandibula dengan posisi kepala menengadah. Dan dapat disimpulkan bahwa
jarak kondil tragus terbesar adalah saat posisi kepala sedang menengadah.
BAB IV
KESIMPULAN
TMJ atau sendi rahang adalah sendi yang menghubungkan temporal dan
mandibula yang terdiri dari:
1. Tulang mandibula dengan kondilusnya (ujung membulat)
2. Diskus yaitu jaringan penyambung antara kondilus dengan soketnya pada
tulang temporal
3. Sistem neurovaskuler
Gerakan mandibula yang tidak selaras itu bisa saja disebabkan karena
adanya gangguan pada sendi temporomandibular. Hal tersebut bisa saja
disebabkan karena oklusi gigi yang tidak sempurna, penggunaan otot
mastikasi yang berlebihan dan tidak seimbang, ataupun kebiasaan-kebiasaan
abnormal (menggigit jari, bibir, bruxism,dll) yang bisa menyebabkan
gangguan pada STM.
BAB V
DFTAR PUSTAKA
1. Kaplan AS, Assael LA. Temporomandibular Disorder. Philadelphia. WB
Saunders Company.1991.
2. Suryonegoro, H. Pencitraan Temporo Mandibular Disorder.Klicking Jurnal
PDGI:182-188