laporan tahunan -...

166
i Laporan Tahunan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tahun 2011 KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN Jalan Tentara Pelajar nomor 1 Bogor 16111 Tahun 2011

Upload: truongtruc

Post on 30-May-2019

257 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 i

Laporan Tahunan

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Tahun 2011

KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN Jalan Tentara Pelajar nomor 1 Bogor 16111

Tahun 2011

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 ii

TIM PENYUSUN

LAPORAN TAHUNAN Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan TA 2011

PENANGGUNG JAWAB :

1. Dr. M. Syakir (Kepala Puslitbang Perkebunan)

2. Dr. M. Yusron (Kepala Bidang Program dan Evaluasi)

3. Dr. Joko Pitono (Kepala Bidang Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian) 4. Ir. Anik Sri Suryani, MS (Kepala Bagian Tata Usaha)

5. Prof. Dr. Elna Karmawati (Ketua Kelti Analisis Kebijakan)

REDAKSI PELAKSANA :

1. Ir. Esti Sulistiyani, MS 2. Dra. Tri Haryani Savitri

3. Jumari, SIP

4. Edi Suryadi

Disain sampul dan tata letak :

Agus Budiharto

Sumber Dana :

DIPA Puslitbang Perkebunan TA 2011

Diterbitkan oleh : PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN

Jalan Tentara Pelajar No. 1 Bogor 16111 – Indonesia Telp. (0251) 8313083. Faks. (0251) 8336194

e-mail: [email protected] website: http://perkebunan.litbang.deptan.go.id

ISBN :

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T., atas

terselesaikannya penyusunan Laporan Tahunan Puslitbang

Perkebunan Tahun 2011. Melalui visi dan misinya sebagai

“Pusat Keunggulan Iptek Perkebunan”, Puslitbang

Perkebunan diharapkan dapat menghasilkan informasi Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi di bidang Perkebunan yang

dapat melahirkan transformasi perkebunan Indonesia yang berdaya saing tinggi,

yaitu dari daya saing yang berbasis pada kelimpahan alam menjadi daya saing

yang berbasis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan diharapkan dapat

memecahkan tiga masalah utama yaitu tersedianya benih unggul, teknologi

pendukung dan daya saing. Untuk itu, Puslitbang Perkebunan telah melakukan

kegiatan penelitian dan pengembangan guna menjawab ketiga permasalahan

tersebut. Perlu kita akui dengan jujur bahwa hasil penelitian pengembangan

yang telah kita capai saat ini belum dapat memuaskan semua pengguna, karena

masih banyak permasalahan yang belum kita selesaikan secara tuntas

mengingat banyaknya jenis komoditas perkebunan dan kompleknya

permasalahan yang ada. Namun demikian, kita tidak perlu berkecil hati karena

dengan menimba dari pengalaman tahun sebelumnya dan memandang ke

depan kita tetap harus terus melangkah hingga tujuan kita tercapai.

Kinerja Puslitbang Perkebunan tahun 2011 dapat dilihat pada beberapa

informasi penting yang disampaikan dalam laporan tahunan ini, diantaranya

tugas, fungsi dan program Puslitbang Perkebunan dalam rangka mencapai

tujuan dan hasil penelitian berupa teknologi, kegiatan pengembangan,

desiminasi informasi perkebunan serta kegiatan penunjang lainnya dalam

rangka mewujudkan visi dan misi Puslitbang Perkebunan.

iv LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

Terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada semua pihak yang telah

ikut berpartisipasi dan berperan serta dalam rangka pencapaian kinerja

Puslitbang Perkebunan tahun 2011 dan seluruh pelaksana kegiatan, karyawan

karyawati lingkup Puslitbang Perkebunan termasuk didalamnya para penyusun

laporan ini. Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi

perbaikan di waktu yang akan datang.

Bogor, Maret 2011

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Kepala, Dr. Ir. Muhammad Syakir, MS NIP. 19581117 198403 1001

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 v

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ................................................................................

Daftar Isi ........................................................................................

Daftar Gambar .................................................................................

Daftar Tabel ....................................................................................

Ringkasan ......................................................................................

Summary .......................................................................................

iii

v

vi

ix

x

xxviii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ..........................................................

1.2. Tugas dan Fungsi ......................................................

1.3. Visi dan Misi ..............................................................

1.4. Tujuan dan Sasaran ..................................................

1

2

5

5

BAB II PERAKITAN VARIETAS UNGGUL TANAMAN PERKEBUNAN ... 7

BAB III TEKNOLOGI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS ..................... 33

BAB IV PRODUK OLAHAN TANAMAN PERKEBUNAN ........................ 59

BAB V PELESTARIAN PLASMA NUTFAH ......................................... 71

BAB VI BENIH SUMBER TANAMAN PERKEBUNAN ........................... 80

BAB VII REKOMENDASI KEBIJAKAN ................................................. 83

BAB VIII PENGEMBANGAN DAN DISEMINASI INFORMASI

PERKEBUNAN ...................................................................

99

BAB IX SUMBERDAYA ...................................................................

9.1. Sumberdaya Manusia ..................................................

9.2. Sumberdaya Keuangan ...............................................

144

114

128

BAB X PENUTUP ......................................................................... 122

vi LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Struktur organisasi Puslitbang Perkebunan ...................................... 4

2. Varietas Unggul Kunyit Curdonia 1 ................................................... 7

3. Tanaman, bunga, dan buah sambiloto genotipa CMg-2 Sambina 1...... 7

4. Akar wangi varietas Verina 1 dan Verina 2 ......................................... 8

5. Kelapa Dalam Adonara ..................................................................... 8

6. (a) Populasi Aren Genjah Kutim; (b) Tanaman Aren Genjah Kutim ...... 9

7. Keragaan Kemiri Sunan 1 dan Sunan 2 .............................................. 10

8. Varietas unggul tembakau Paiton 1; Paiton 2; Maesan 1; dan Maesan 2 ........................................................................................ 11

9. Penampilan blok dan pohon induk jambu mete terpilih populasi Muna di Sulawesi Tenggara ....................................................................... 12

10. Visual kalus dari varietas PS 864 setelah iradiasi sinar gamma ............ 13

11. Struktur embriosomatik yang telah berploriferasi ............................... 16

12. Induksi dan proliferasi kalus (1-2); Diferensiasi/(regenerasi tunas (3-4) dan Pembentukan plantlet induksi perakaran(5-6) ............................. 34

13. Aplikasi fungisda kimia, biofungisida Trichoderma koningii + belerang, dan penanaman tumbuhan antagonis lidah mertua .......................... 35

14. Saluran drainase dan pintu air; dari depan, dan belakang .................. 42

15. a) Sambung samping pada tanaman kakao; b) Penangkaran benih seraiwangi untuk materi polatanam kelapa + kakao + seraiwangi; c) Pemangkasan produksi dan d) rehabilitasi total .............................

57

16. Pembibitan karet dengan naungan paranet ...................................... 72

17. Pelaksanaan Seminar Pestisida Nabati IV. (A) Sambutan Ka Badan Litbang, (B) Kapuslitbangbun dan (C) Narasumber dan pemakalah utama ............................................................................................ 100

18. Kawasan Rumah Pangan Lestasi (KRPL) Pacitan. (A) Pertanaman di lapang, (B) Pelatihan pembuatan jamu ternak, dan (C) Produk jamu ternak ............................................................................................. 101

19. (A) Menteri Pertanian memberikan penghargaan kepada peneliti berprestasi; (B) Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri Pertanian menikmati kopi Arabika .................................................... 103

20. Display pameran yang bisa dibawa ke tempat pameran dan ditampilkan di Kantor ....................................................................................... 104

21. (A) Seminar Nasional Serat Alam 2011; (B) Kapas integrasi dengan jagung ............................................................................................

104

22. (A) Menteri Pertanian memberikan penghargaan kepada Ir. Dibyo Pranowo sebagai peneliti berprestasi; (B) Menko Perekonomian Hatta

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 vii

Rajasa dan Menteri Pertanian Dr. Ir. Suswono, MMA. menikmati kopi Arabika ..........................................................................................

105

23. Display pameran yang bisa dibawa ke tempat pameran dan ditampilkan di Kantor ........................................................................................ 106

24. (A) Seminar Nasional Serat Alam 2011; (B) Kapas integrasi dengan jagung ............................................................................................. 107

25. Keragaan Anggaran lingkup Puslitbang Perkebunan Berdasarkan Jenis Belanja TA 2011 (dalam juta rupiah) ................................................. 109

26. Pagu dan Realisasi Anggaran Puslitbang Perkebunan Berdasarkan Jenis Belanja pada TA 2010 dan 2011 ....................................................... 111

27. Pagu dan realisasi anggaran UK/UPT lingkup Puslitbang Perkebunan TA 2010 dan TA 2011 berdasarkan UK/UPT (dalam juta Rupiah) ............. 112

28. Keragaan target dan realisasi PNBP Fungsional lingkup Puslitbang Perkebunan dalam tiga tahun terakhir ........................................... 113

29. Rekapitulasi Pegawai Lingkup Puslitbangbun 2011 ............................. 114

30. Komposisi Peneliti Lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan Jenjang Jabatan .......................................................................................... 116

31. Prediksi jumlah pegawai lingkup Puslitbangbun yang memasuki masa pensiun dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016 ......................... 118

32. Keragaan Anggaran lingkup Puslitbang Perkebunan Berdasarkan Jenis Belanja TA 2011 (dalam juta rupiah) ................................................ 118

viii LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Simulasi Produktivitas, Rendemen dan Produksi Swasembada Tanpa Perluasan Areal .............................................................. 84

2. Jumlah pegawai lingkup Puslitbang Perkebunan menurut Pendidikan Akhir pada tahun 2011 ............................................ 115

3. Jumlah pegawai lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan jabatannya pada tahun 2011 ................................................... 115

4. Keragaan peneliti berdasarkan kepakaran/bidang ilmu lingkup Puslitbang Perkebunan 2011 ..................................................... 117

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 ix

RINGKASAN

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan sebagai salah satu Unit kerja

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian memiliki tugas dan fungsi

sebagai penghasil teknologi dan kebijakan khususnya dibidang perkebunan.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan selalu mendukung visi

Kementerian Pertanian dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

serta terus berupaya untuk menghasilkan inovasi teknologi perkebunan yang

mudah diterapkan, efektif, efisien dan berdaya saing. Kegiatan penelitian dan

pengembangan selama tahun 2011 telah menghasilkan cukup banyak inovasi

teknologi yang terkait dengan upaya peningkatan biodiversitas dan jumlah

bahan tanaman, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan, teknologi

pengolahan hasil, benih sumber, dan sintesis kebijakan.

Varietas unggul. Pada Tahun 2011 telah dilepas 13 varietas komoditas

perkebunan, yaitu masing-masing 1 varietas akarwangi, kunyit, sambiloto,

pegagan, kelapa, aren, jambu mete, 2 varietas kemiri sunan, dan 4 varietas

tembakau.

Keunggulan kunyit varietas curdonia 1 terletak pada kandungan kurkumin

(7.05 % ), kadar minyak atsiri ( 4.77 %), kadar pati (35.77 %), dan agak

tahan terhadap penyakit bercak daun. Tanaman ini beradaptasi baik di dataran

menengah dengan ketinggian 425-484 m dpl. Keunggulan varietas sambiloto

sambina 1 adalah produksi ternanya yang tinggi (5,08-10,37 ton/ha) dan

dapat beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai medium dengan

ketinggian 120-500 m dpl. Untuk akar wangi varietas verina 1 keunggulannya

adalah kandungan kadar vetiverolnya yang tinggi 50.8 ± 1.41%. Produktivitas

akar basahnya 10.38 ± 4.44 ton/ha dengan produktivitas minyak 66.38 kg/ha.

Untuk varietas verina 2, kadar vetiverolnya 55.48 ± 3.17% dengan produksi

akar basah 10.64 ± 4.52 ton/ha dan produktivitas minyak 60.46 kg/ha.

Tanaman ini beradaptasi baik di dataran tinggi.

x LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

Kelapa Dalam Adonara berukuran sedang sampai besar. Jumlah

buah/pohon/tahun berkisar antara 84-105 butir dengan produksi buah 8.400-

10.500 butir/ha. Kadar minyak 66,83%. Ciri karakter pembedanya adalah

memiliki sabut tipis, toleran kekeringan sampai 5-7 bulan berturut-turut. Daerah

pengembangannya adalah pada lahan kering dengan tinggi tempat <500 m dpl,

curah hujan <1000 mm per tahun dengan bu lan kering < 6 bulan kering.

Potensi produksi benih aren genjah, Kutai timur, per pohon adalah ± 4.000

butir. Tanaman ini tahan terhadap hama dan penyakit, wilayah

pengembangannya di wilayah lahan kering iklim basah, air tanah dangkal, dan

curah hujan 1000-1500 mm per tahun dengan bulan kering < 6 bulan kering.

Keunggulan varietas Kemiri Sunan 1 dan Kemiri Sunan 2 adalah toleran

terhadap hama daun (ulat kantung) dan tahan terhadap penyakit/tanaman

pengganggu. Produksi biji/pohon/tahun adalah 110±16,9 (Kemiri Sunan1) dan

76,55±18,2 kg (Kemiri Sunan2). Tanaman ini bisa dikembangkan pada daerah-

daerah pengembangan dengan ketinggian 500-700 m dpl dengan tipe iklim B

untuk kemiri Sunan1, sedangkan untuk kemiri Sunan 2 pada ketinggian 50 –

400 m dpl, tipe iklim B dan C. Kedua varietas tanaman ini dapat diperbanyak

melalui biji dan grafting.

Tembakau varietas Paiton 1 berasal dari varietas lokal dari petani desa Sumber

Centeng kecamatan kota Anyar kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Potensi

hasil 0,998 – 1,242 t/ha dan kadar nikotin 1,39 – 3,09%. Tahan terhadap

penyakit bakteri R. solanacearum dan nematoda Meloidogyne spp. Paiton 2

merupakan varietas lokal dari petani desa Glagah kecamatan Pakuniran

kabupaten Probolinggo. Potensi hasil 0,937 – 1,049 t/ha., dan kadar nikotin

2,38 – 3,89%. Tahan terhadap penyakit bakteri R. solanacearum dan nematoda

Meloidogyn spp. Varietas unggul tembakau Maesan 1 (kultivar Somporis 1)

berasal dari Bondowoso Jawa Timur. Produksi 0,94 ton/ha. Varietas ini tahan

terhadap Phytophthora Nicotianae, Erwinia Carotovora, dan Ralstonia

solanacearum. Warna rajangan kuning tua (deep orange) dan beraroma harum.

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xi

Varietas Maesan 2 juga berasal dari Bondowoso, Jawa Timur dengan produksi

0.73 ton/ha. Varietas ini tahan terhadap Phytophthora nicotianae, Erwinia

carotovora, dan Ralstonia solanacearum. Warna rajangan orange dan aromanya

sangat harum.

Karakter khusus varietas jambu mete populasi muna adalah gelondong

besar; kacang gurih dan manis. Produktivitas /pohon/tahun umur 15-39 tahun

yaitu 15.670.58 – 19.201.01 kg, kadar CNSL 19.88-21.45%. Populasi ini

rentan terhadap Helopeltis spp. Daerah pengembangannya adalah daerah

dengan tipe iklim B.

Beberapa kegiatan perakitan varietas yang telah dilakukan Puslitbang

Perkebunan selama tahun 2011 meliputi : (1) perakitan varietas tebu toleran

iklim basah in vitro, (2) pengujian ketahanan klon tebu terhadap penyakit streak

mosaik, (3) perakitan sistem genetik pembungaan kelapa sawit, (4) klon kakao

unggul dan pengelolaan pertanaman di lahan kering iklim kering, (5) penelitian

peningkatan produktivitas kelapa sawit (≥15%) dan kadar minyak (≥10%)

dengan abnormalitas < 2 % melalui molecular breeding , (6) peningkatan

produktivitas (> 10 ton), kadar minyak jarak pagar (> 40%) melalui pemuliaan

molekuler dan konvensional, (7) penelitian peningkatan produktivitas kakao

>50% melalui penggunaan klon tahan PBK, VSD dan busuk buah, (8) varietas

nilam tahan 60 % terhadap penyakit layu bakteri, produksi ≥ 320 kg/ha melalui

variasi somaklonal, (9) perakitan galur / mutan jahe putih kecil toleran bercak

daun >70 %, produktivitas > 12 t/ha dan kadar minyak atsiri > 3.5% dengan

teknik iradiasi, (10) galur harapan jahe putih besar produktivitas 30 t/ha,

toleran layu bakteri 70% melalui variasi somaklonal, fusi protoplas dan rekayasa

genetik, (11) transformasi genetik gen faktor transkripsi WKRY dan analisis

transforman untuk ketahanan terhadap Penyakit nilam, (12) evaluasi karakter

vegetatif, pembungaan dan produksi awal kelapa dalam komposit hibrida

intervarietas, (13) persiapan pelepasan populasi aren genjah (umur berbunga 5-

6 tahun) dengan produktivitas nira > 10 l/hari, persiapan pelepasan populasi

pinang dan perakitan aren super genjah (umur 3-4 tahun) dengan produktivitas

xii LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

nira>15 ltr/pohon/hari, (14) identifikasi gen tahan terhadap phytophthora pada

tanaman kelapa, (15) konfirmasi marka DNA untuk seleksi kelapa kopyor, (16)

perakitan varietas kapas tahan A. biguttula, H armigera dan P. gossypiella,

produktivitas > 4 ton/ha, umur <110 hari, dan tahan keterbatasan air hingga

35% air tanah tersedia, dan (17) perakitan varietas hibrida unggul jarak pagar

untuk mendapatkan produksi >10 ton/ha/tahun, kadar minyak >40% dan umur

panen pertama <110 hari.

Teknologi peningkatan produktivitas tanaman perkebunan. Hasil-hasil

penelitian teknologi peningkatan produktivitas tanaman perkebunan selama TA

2011 yang telah dicapai mencakup komponen-komponen teknologi pemupukan,

teknologi pemanfaatan mikroba, teknologi perbanyakan tanaman, teknologi

pengendalian hama dan penyakit, dan teknologi peningkatan adopsi teknologi

tanaman penghasil biodiesel.

Tebu. Penelitian teknologi perbanyakan bibit tebu diperoleh hasil bahwa

penggunaan media untuk induksi kalus dengan penambahan 2,4-D dapat

menginduksi kalus dari eksplan daun muda tanaman tebu. Peningkatan

konsentrasi 2,4-D hingga 3 mg/l dalam media tanpa penambahan ZPT lain

cenderung dapat menurunkan jumlah eksplan berkalus. Penambahan casein

hidrolisat pada media induksi kalus tidak mempengaruhi jumlah kalus yang

dihasilkan, tetapi sangat berpengaruh pada kualitas kalus. Untuk meregenerasi

kalus menjadi planlet diperlukan formulasi media yang berbeda untuk masing-

masing varietas, sedangkan penggunaan auksin (NAA dan IBA) pada media

perakaran dapat menginduksi pembentukan akar. Metoda perbanyakan yang

dihasilkan dari penelitian ini telah diaplikasikan untuk memproduksi bibit tebu

secara massal. Benih tebu kultur jaringan yang dihasilkan pada TA 2011 ini

sebanyak 100.000 plantlet yang berpotensi menghasilkan 2.800.000 Budset G2

pada akhir 2012 .

Tebu adalah satu jenis tanaman yang potensial diintegrasikan dengan ternak.

Limbah tanaman, limbah hasil pengolahan tebu dan limbah ternaknya juga

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xiii

berpotensi sebagai sumber energi baru dan terbarukan berupa ethanol dan

biogas, sehingga berpotensi menekan emisi gas rumah kaca. Melalui penelitian

teknologi budidaya tebu-ternak terpadu pengukuran emisi gas rumah kaca pada

pertanaman tebu umur satu bulan menunjukkan emisi CO2 sebesar 0.66 ton

per ha per bulan, dan emisi N20 sebesar 3.63 ton per ha per bulan. Gas

methane yang dihasilkan dari limbah 16 ekor sapi mencapai 3.24 m3 per hari

atau 1083 m3 per tahun. Nilai tambah dari emisi methane sebagai bahan bakar

untuk rumah tangga yang diperoleh dari satu instalasi biogas diperkirakan

sebesar Rp 912. 000,- /KK.

Karet. Pengendalian penyakit JAP dapat dilakukan melalui tindakan

pencegahan sebelum terjadi serangan dan pengobatan terhadap tanaman yang

terserang. Upaya pencegahan penyakit yang dianggap efektif dan sesuai bagi

petani karet adalah dengan cara penggunaan fungisida kimia, belerang,

biofungisida Trichoderma koningii dan tumbuhan antagonis. Hasil penelitian

menunjukkan pencegahan penyakit yang efektif adalah melalui pengurangan

sumber infeksi dengan mempercepat pelapukan tunggul karet dengan

pembakaran atau inokulasi jamur pelapuk. Perlindungan tanaman sebelum

terserang penyakit dilakukan dengan menanam tanaman antagonis lidah

mertua di sekeliling pangkal batang pada awal penanaman karet. Pengobatan

tanaman yang terserang JAP yang paling efisien dan efektif adalah dengan

aplikasi fungisida berbahan aktif triadmefon.

Teh. Penggunaan jamur entomopatogenik Paecilomyces fumosoroseus efektif

mengendalikan tungau jingga (Brevipalpus phoenicis). Di laboratorium P.

fumosoroseus efektif pada konsentrasi spora 108 spora/ml, mengakibatkan

kematian tungau jingga, sedangkan di lapangan, P. fumosoroseus pada medium

beras pada dosis 3 kg/ha efektif mengendalikan tungau jingga setelah 6 kali

aplikasi. Empat jenis compost tea , yaitu CT1 (pupuk kandang kambing 25%,

hijauan 45%, bahan berkayu 30%), CT2 (pupuk kandang sapi 25%, hijauan

45%, bahan berkayu 30%), CT3 (Pupuk kandang kambing 25%, hijauan 30%,

xiv LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

bahan berkayu 45%), CT4 (pupuk kandang kambing 50%, hijauan Arachis

pintoi 50%) potensial mengendalikan penyakit cacar. Formulasi insektisida

nabati Marigold yang dihasilkan efektif terhadap Empoasca flavescens.

Kelapa sawit. Upaya menekan dampak lingkungan dan serangan organisme

pengganggu sekaligus meningkatkan fruit setting pada tanaman kelapa sawit

dilakukan melalui penelitian yang bertujuan untuk: (1) mengembangkan teknik

pengendalian serangan Ganoderma boninense pada tanaman sawit dengan

memanfaatkan senyawa aktif yang dihasilkan oleh simbiosis fungi Mikoriza

arbuscular dan bakteri mikorizosfir, dan (2) mengetahui dinamika Cl dalam

tanah dan tanaman berdasarkan sumber pupuk dan jenis tanah yang diberikan.

Perlakuan kombinasi Mikoriza arbuscular dan mikroba mikorizosfir SSK 9.1

memberikan hasil pertambahan tinggi tanaman tertinggi sebesar 161,9 cm dan

rata-rata pertambahan jumlah daun setelah 60 MST. Pemberian Cl cenderung

menurunkan berat kering akar kelapa sawit pada tanah Oxisol, sedangkan pada

Inceptisol, Ultisol dan gambut pemberian Cl tidak berpengaruh terhadap berat

kering akar. Pemberian bahan organik nyata meningkatkan berat kering akar

pada tanah Inceptisol, Oxisol dan Ultisol, sedangkan pada gambut tidak dapat

meningkatkan berat kering akar.

Penelitian untuk menurunkan efek gas rumah kaca (GRK) pada perkebunanan

kelapa sawit rakyat di lahan gambut dengan menerapkan pengendalian tata air

dan hara, telah dilakukan di kabupaten Siak Kecil – Riau. Hasilnya

menunjukkan bahwa aplikasi pupuk Urea 2.50 kg/pohon/tahun+KCl 2.25

kg/pohon/tahun+pupuk SP-36 2,75 kg/pohon/tahun+ dolomit 2

kg/pohon/tahun pada pengaturan kedalaman drainase saluran air 80 cm

memberikan produksi tertinggi kelapa sawit per ha selama 9 bulan yaitu 19,04

ton/ha, menghasilkan fluks emisi CO2 69.10 mg/ha/tahun pada musim

penghujan dan 132,9 mg/ha/tahun pada musim kemarau. Produksi sawit

meningkat 34.65 %, namun fluks emisi CO2 masih cukup tinggi. Perlakuan

cover crop (Pueraria Javanica, Colopogonium Mucunoides, Centrocema

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xv

Pubescens) yang dikombinasikan perlakuan 3 kg dolomit/pohon, atau aplikasi

pupuk urea 2,50 kg/pohon/tahun + SP-36 2,75 g/pohon/tahun + MOP (KCl)

2,25 kg/pohon/tahun + dolomit 2 kg/pohon/tahun tanpa cover crop

menghasilkan produksi sawit 17,42 dan 17,72 ton/ha/tahun atau meningkat

19,29% dan 21,28% dibandingkan dengan cara petani (Dolomit 3

kg/pohon/tahun tanpa cover crop). Perlakuan drainase berpengaruh nyata

terhadap fluks emisi CO2. Gambut dengan kedalaman drainase 80 cm

menghasilkan fluks emisi CO2 yang nyata lebih tinggi dibanding perlakuan

lainnya. Perlakuan drainase 80 cm dan aplikasi pupuk rekomendasi

menghasilkan fluks emisi CO2 44,54 mg/ha/tahun. Kedalaman muka air tanah

(ground water level) dan atau saluran drainase yang dibuat untuk suatu usaha

tani kelapa sawit di lahan gambut sangat berpengaruh pada tingkat emisi GRK

terutama emisi CO2.

Penelitian perbaikan teknologi dan sistem peremajaan untuk meningkatkan

produktivitas kelapa sawit rakyat menunjukkan bahwa peremajaan sawit

dengan cara penebangan bertahap mempengaruhi pertumbuhan vegetatif

tanaman sawit muda, namun tidak mempengaruhi masa pembungaan kelapa

sawit muda. Penanaman tanaman sela baik jagung maupun kedelai tidak

mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit muda. Penanaman tanaman sela

kedelai pada penebangan bertahap 60% masih memberikan padapatan >Rp.

15.000.000,-/ha/tahun dan memiliki kemampuan lebih besar untuk

mempertahakan pendapatan tersebut dibanding jagung.

Jahe. Diantara kelompok tanaman obat, jahe merupakan salah satu komoditas

yang paling banyak dibutuhkan karena dapat digunakan sebagai bahan baku

obat maupun rempah. Di lapang, selain penyakit layu bakteri yang disebabkan

oleh Ralstonia solanacearum, juga banyak dijumpai penyakit bercak daun pada

berbagai daerah sentra produksi jahe di Indonesia. Perlakuan benih sebelum

tanam dapat menekan perkembangan patogen yang terbawa benih.

Penyimpanan benih dalam ruangan yang dibuat gelap tanyata dapat menekan

xvi LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

perkecambahan rimpang jahe. Aksesi jahe putih kecil nampaknya lebih rentan

terhadap infeksi penyakit bercak daun.

Nilam. Masalah utama dalam pengembangan tanaman nilam adalah budidaya

dengan ladang berpindah-pindah, kerugian akibat penyakit, dan adanya

senyawa toksik alelopati. Pengujian produk kombinasi rhizobakteria indigenus

untuk mengendalikan penyakit layu bakteri dan budog pada tanaman nilam

menunjukkan bahwa pemberian produk kombinasi rhizbakteria indigenus lebih

baik dibandingkan dengan produk tunggal rhziobakteria indigenus dalam

mengendalikan penyakit layu bakteri dan budog pada nilam serta

meningkatkan pertumbuhan dan produksi nilam di daerah endemik penyakit

layu bakteri dan budog.

Perlakuan pembenah tanah yang dikombinasikan dengan terusi dapat menekan

serangan penyakit budok. Perlakuan pembenah tanah secara tunggal

menunjukkan bahwa pembenah kaptan dapat menekan penyakit budok lebih

baik (2,6%) dibandingkan zeolite, fosfat alam, pupuk kandang dan arang sekam.

Aplikasi perendaman asam salisilat dan aplikasi MgSO4 mampu menekan efek

alelopati walaupun pertumbuhannya sendiri kurang optimal. Diperlukan analisis

kimia lanjutan pada umur panen untuk melihat pengaruh tanaman dan tanah

yang mengandung senyawa alelopati.

Perakitan budidaya nilam hemat pupuk melalui pemanfaatan pupuk organik dan

hayati menunjukkan bahwa pemupukan dosis 75% dari dosis anjuran

menghasilkan pertumbuhan tanaman dan produksi terna lebih tinggi, sehingga

terjadi efisiensi penggunaan pupuk sebesar 25% (25 kg N/ha + 10 kg P2O5/ha

+25 kg K2O /ha). Dari keenam aksesi nilam yang diuji, aksesi yang relatif stabil

terhadap pengurangan 25%-50% dosis pupuk NPK anjuran adalah aksesi GR4,

GR1, ATG, dan DR1. Aplikasi jenis pupuk organik dan hayati berpengaruh nyata

terhadap parameter pertumbuhan dan produksi tanaman nilam. Produksi

minyak tertinggi dihasilkan pada perlakuan dosis NPK anjuran+kompos limbah

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xvii

nilam+FMA, diikuti oleh ¾ dosis NPK +kompos hijauan+FMA dan ½ dosis

NPK+kompos limbah penyulingan nilam+FMA.

Kelapa dan Palma. Hasil penelitian pengendalian hama terpadu dan

teknologi pemupukan pada kelapa dan palma untuk mencegah kehilangan hasil

menunjukkan bahwa hasil isolasi calon agens biokontrol dari rizosfer kelapa

didapatkan 30 isolat yang terdiri dari 17 isolat bakteri (TBL1P1, TBLP4, TBL1P3,

BHP2, BH1P5, BH1P4, BH2P4, BH2P5, BKN1P1, BKN2P5, BKN2P1, BKOP3,

BKOP4, MT3P1, MT4P1, MT5P1, TontaP2) dan 13 isolat cendawan (TBL2P3,

TBL3P1, BH1P6, BH2P6, BHP3, BKNP6, BKN1P3, MTP6, MTP8, MT2P1,TontaP4,

TontaP4.2, TontaP2). Enam isolat yang berpotensi menekan perkembangan P.

palmivora yaitu BHP2, BH2P4, TBL1P3, TBL2P1, BKN2P1 dan TONTAP3.

Media tumbuh mempengaruhi persentase penghambatan agens biokontrol

terhadap P. palmivora. Keenam agens biokontrol tidak menyebabkan penyakit

lain pada tanaman kelapa. Agens biokontrol BHP2 dan TBL2P3 ; BHP2 dan

TONTAP3 serta BH2P4 BKN2P1 dapat digabungkan dalam satu formulasi yang

sama. Untuk tanaman umur 4 tahun, pertumbuhan yang terbaik diperoleh

pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik 400 g/pohon. Untuk

tanaman umur 6 tahun, pertumbuhan yang terbaik diperoleh pada tanaman

yang dipupuk dengan pupuk organik 800 g/pohon dan pupuk anorganik 800-

1200 g/pohon, kecuali lingkar batang dan jumlah daun yang terbanyak

diperoleh pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik 800 g/pohon.

Untuk tahun 2011, selain data pertumbuhan vegetatif, telah diperoleh data

produksi nira, yaitu 17,5 l/pohon/hari dengan kadar gula 12-13%.

Brontispa longissima telah menyebar luas dan menimbulkan kerusakan pada

tanaman kelapa sehingga menimbulkan kerugian besar. Hasil penelitian

sementara formulasi Serratia untuk pengendalian hama Brontispa longissima

menunjukkan bahwa isolat Serratia spp. diperoleh dari KP Pandu dan sudah

diisolasi dan dimurnikan ke dalam media tumbuh.

xviii LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

Kegiatan penelitian untuk mendapatkan teknologi kultur embrio kelapa kopyor

yang efisien yang telah dilakukan adalah splitting embrio yang telah

berkecambah, kemudian dikulturkan dalam media tumbuh Y3 yang diperkaya

dengan BAP 2,5 mg/l media. Hasil yang diperoleh saat ini adalah plantlet hasil

splitting sebanyak 112 sebagai bahan tanaman yang akan diberi perlakuan pada

media tumbuh ex vitro , sisanya adalah enam kecambah yang siap dipisahkan,

33 kecambah dan 67 embrio yang belum berkecambah. Induksi kalus

tanaman sagu pada media MMS dengan penggunaan zat pengatur tumbuh 2,4-

D memberikan respon pembentukan kalus eksplan sagu. Untuk tanaman aren

diperoleh sumber eksplan kultur jaringan yaitu embrio yang berasal dari buah

aren umur 18 bulan. Media WPM dengan beberapa konsentrasi zat pengatur

tumbuh auksin dan sitokinin dapat dijadikan media awal perkecambahan

tanaman aren untuk perbanyakan melalui kultur jaringan.

Kapas. Hasil penelitian teknologi budidaya pendukung pelepasan varietas baru

kapas berproduktivitas > 3,5 ton/ha dan toleran terhadap hama penghisap dan

penggerek buah menunjukkan bahwa pada kondisi kekeringan, penggunaan

ZPT paklobutrasol lebih baik daripada mepiquat chlorida. Pengaruh positif

paklobutrasol lebih nampak bila pemupukan N tinggi (120 N/ha) yaitu produksi

kapas sebesar 701,26 kg/ha. Bila ditambah mepiquat chlorida produksi kapas

665,37 kg/ha dan 604,81 kg/ha bila tanpa ZPT. Produksi galur 99023/5

(721,65 kg/ha) lebih tinggi dibanding Kanesia 13. Teknik pengendalian

wereng kapas A. biguttulla dengan menerapkan teknik konservasi musuh alami

melalui sistem tanam kapas tumpangsari dengan palawija secara teknis dapat

menekan populasi wereng kapas. Efisiensi teknik pengendalian wereng kapas

melalui sistem tanam tumpangsari dapat ditingkatkan dengan menambahkan

tindakan penyemprotan molasses dengan dosis 5 mL/L air yang disemprotkan 5

kali interval seminggu sejak tanaman berumur 40 – 70 HST.

Jarak pagar. Penelitian teknik pengendalian hama dan penyakit terpadu pada

jarak pagar menunjukkan hasil uji kemampuan antagonisme mikroba antagonis

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xix

terhadap R. bataticola secara in vitro diperoleh 28 isolat jamur dan 13 isolat

bakteri yang berpotensi. Penghambatan tertinggi (86.00%) adalah jamur yang

diidentifikasi sebagai Trichoderma spp. Kelompok bakteri yang berpotensi

sebagai antagonis sebagian besar adalah Bacillus spp.

Teknik pengelolaan tanaman jarak pagar untuk meningkatkan produksi, kadar

minyak, dan memperpendek umur panen diperoleh hasil bahwa pemberian ZPT

P+E pada pertanaman umur < 1 tahun mampu meningkatkan produksi biji

25,06% dari tanpa ZPT, namun belum mampu meningkatkan kadar minyak dan

memperpendek umur panen. Pemberian ZPT NAA pada pertanaman jarak pagar

umur > 2 tahun mampu meningkatkan jumlah buah terpanen dan bobot 100

biji masing-masing sebesar 26,64 dan 2,07% dan menurunkan kadar minyak

sebesar 3,05% dari tanpa perlakuan ZPT. Dosis 1000 ppm NAA mampu

meningkatkan jumlah buah terpanen dan bobot 100 biji masing-masing sebesar

35,09 dan 2,99% dan menurunkan kadar minyak sebesar 3,58%. Penggunaan

aksesi batang bawah yang mempunyai perakaran dalam mampu meningkatkan

jumlah cabang yang terbentuk pada pertanaman sambungan sebesar 19,57%

dan menurunkan pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 2,13% dari pertanaman

batang atas non sambungan serta meningkatkan jumlah cabang dan daun yang

terbentuk masing-masing sebesar 41,02 dan 8,23% dan menurunkan tinggi

tanaman sambungan sebesar 7,93% dari aksesi-aksesi tersebut non sambungan.

Dalam sistem penyambungan tanaman umur produktif, bila menggunakan

entres dari IP-3M maka panjang entres terbaik adalah 10-15 cm, sedangkan

bila menggunakan entres dari IP-3A maka panjang entres terbaik adalah 5 cm.

Kakao. Hasil yang telah diperoleh pada model pengembangan kakao terpadu

di Propinsi Sulawesi Tenggara adalah demplot teknik produksi pada tanaman

kakao yang meliputi pemupukan berimbang, pemangkasan, sambung samping

pada tanaman kakao, pola tanam kelapa dan seraiwangi serta terbangunnya

pusat pengkajian dan desiminasi teknologi fermentasi kakao, pemanfaatan

limbah untuk pakan ternak sapi, dan fasilitas pelatihan dan gelar teknologi

xx LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

usahatani kakao dengan kelapa integrasi dengan ternak sapi. Model

pengembangan kakao terpadu di Propinsi Sulawesi Selatan antara lain : telah

ditetapkan dua lokasi penelitian yaitu di Kelompok Tani Bunga Cokelat, Desa

Tinco Kecamatan Citta, Kabupaten Soppeng dan di Kelompok Tani Sinar Ujung

Desa Gantarankeke Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng. Pelatihan

Petani pada Model Pengembangan Kakao dilaksanakan di Desa Tinco

Kecamatan Citta Kabupaten Soppeng, perbaikan fisik tanaman dengan

melaksanakan pemeliharaan tanaman kakao berupa pemupukan, pemangkasan

dan pengendalian hama dan penyakit dan rehabilitasi tanaman kakao dengan

tehnik sambung samping, sambung pucuk dan benih hibrida.

Produk Olahan/Teknologi Peningkatan Nilai Tambah Tanaman

Perkebunan. Beberapa produk olahan hasil penelitian yang telah dihasilkan

pada TA 2011 adalah berupa diversifikasi produk maupun limbah hasil olahan

serta pengembangan formula berbasis tanaman perkebunan.

Pengembangan formula pupuk hayati berbasis bakteri endofit. Pupuk

hayati yang berkembang umumnya menggunakan bakteri endofitik. Enam isolat

bakteri penambat N endofitik diuji daya hidupnya dalam formula pupuk hayati

dan diuji efikasinya pada tanaman tebu. Hasilnya menunjukkan bahwa

formulasi pupuk hayati yang dibuat dengan campuran blotong 50%, zeolit 30%,

dan tanah lempung 20%, pada hari ke-0 sampai ke-15, jumlah bakteri endofit

sebesar 8 – 6x 106. Pada bulan ke 3, jumlah bakteri dalam pupuk mencapai

6,33 x 102. Setiap bakteri endofit memiliki pola yang spesifik yang

menggambarkan keberadaan dan persistensinya dalam jaringan tebu. Bakteri

tersebut mampu bertahan selama 3 bulan dalam jaringan tanaman.

Diversifikasi tandan kosong dan hasil kelapa sawit untuk biofuel

generasi 2 dan reduksi 3-MCPD. Dalam upaya memanfaatkan tandan

kosong kelapa sawit yang melimpah telah dilakukan penelitian gasifikasi tandan

kosong kelapa sawit dan penelitian pembuatan bioetanol melalui sakarifikasi

bahan tandan kelapa sawit serta reduksi 3 MCPD pada minyak sawit. Gasifikasi

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxi

tandan kosong kelapa sawit dan pembuatan bioetanol merupakan upaya

rintisan dalam menghasilkan bioenergi generasi dua, sedangkan reduksi 3-MCP

adalah upaya mengurangi zat berbahaya tersebut. Kinerja gasifikasi terbaik

dicapai pada ukuran potongan bahan < 4 cm, dengan tekanan pada bahan

0,02-0,03 kg/cm2, dan debit input udara 14 lpm. Pada perlakuan tersebut

dicapai laju proses sebesar 3,5 kg/jam, efisiensi proses 80%, suhu nyala api

pembakaran gas 600oC. Perbaikan proses hilir produksi bioetanol dari tandan

kosong kelapa sawit terbaik adalah perlakuan dengan H2SO4 konsentrasi 4%,

dengan autoklav selama 15 menit, kemudian dilanjutkan penambahan xilanase

pH6 selama 3 hari dilanjutkan penambahan selulase selama 3 hari. Proses

deodorisasi meningkatkan kadar 3-MCPD sangat signifikan. Jenis adsorpsi Z2

dan SMS mampu menurunkan senyawa 3-MCPD ester terbesar. Kedua jenis

adsorpsi tersebut dipilih untuk mengtahui pengaruh temperatur, lama waktu

pengendapan, dan rasio adsorben dengan minyak.

Pengembangan formula produk kopi luwak secara enzimatik untuk

peningkatan produktivitas. Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan data

kualitas fisik dan cita rasa serta uji kandungan nutrisi pada biji kopi arabika

yang difermentasi dengan mikroba probiotik luwak dengan berbagai level waktu.

Fermentasi dapat menurunkan kandungan protein kopi bubuk, walaupun tidak

terlalu nyata. Demikian pula fermentasi dapat menurunkan kadar serat kasar

dalam kopi bubuk. Fermentasi juga menyebabkan terbentuknya asam butirat

dalam biji kopi, kecuali pada fermentasi waktu pendek. Mengingat asam butirat

memiliki sifat anti oksidan dan anti karsinogenik, kopi probiotik luwak memiliki

nilai lebih secara fungsional dibandingkan dengan kopi biasa. Pada feses luwak

dapat diperoleh bakteri selulolitik, xylanolitik dan proteolitik yang berpotensi

untuk mendegradasi biji kopi secara enzimatis. Proses fermentasi kopi secara

enzimatis menggunakan bakteri selulolitik dan xylanolitik dapat dilakukan

hingga 72 jam atas dasar pengamatan tingkat pertumbuhan dan produksi enzim

tertinggi dari kedua bakteri tersebut.

xxii LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

Formula jamu ternak berbasis tanaman obat peningkat fertilitas sapi

dan minyak atsiri sebagai bio aditif bahan bakar minyak. Tanaman

obat telah diketahui dapat menjadi produk jamu yang bermanfaat untuk

meningkatkan daya tahan tubuh (promotif), pencegahan penyakit (preventif),

penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (paliatif). Telah

dihasilkan empat formula serbuk untuk jamu ternak peningkat fertilitas sapi

jantan Balittro-1, Balittro-2, Balittro-3 dan Balittro-4, dengan bahan baku untuk

temulawak, temu ireng, lengkuas sejumlah 45%, sambiloto 5% dan

ditambahkan bahan tanaman obat lain (cabe jawa, purwoceng dan pasakbumi)

sehingga mencapai jumlah 100%. Hasil uji in vivo feeding trial formula tersebut

ternyata tidak menghambat peningkatan bobot badan sapi. Formula jamu

tersebut berpengaruh meningkatkan konsentrasi semen, motilitas semen,

jumlah semen hidup dan mengurangi semen mati. Efektivitas formula nampak

pengaruhnya setelah diberikan berturut-turut selama tiga minggu, dua hari

sekali dengan dosis 10g/60kg bobot badan dan diberikan dengan cara dicekok.

Formula Balittro-3 dan Formula Balittro-4 diunggulkan karena dapat

menunjukkan respon yang stabil dalam peningkatan konsentrasi semen dan

motilitas semen.

Pemanfaatan minyak atsiri sebagai bio aditif bahan bakar minyak.

Telah dihasilkan formula yang memiliki kemampuan efisiensi (menghemat) BBM

sampai 20%, dan akan diupayakan perbaikan formula untuk meningkatkan

efisiensi (penghematan) BBM lebih dari 25%. Peningkatan efisiensi tersebut

diharapkan diikuti pula dengan penurunan emisi gas buang yang lebih besar.

Penurunan konsumsi (penghematan) BBM yang dihasilkan dengan penambahan

aditif tersebut secara tidak langsung akan mengurangi pencemaran yang

ditimbulkan oleh logam timbal (Pb) yang memang terkandung dalam bahan

bakar bensin maupun solar.

Efektivitas biopestisida berbasis sitronellal, eugenol, dan azadirachtin

untuk menekan serangan OPT utama perkebunan, tanaman pangan

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxiii

dan hortikultura. Telah dilakukan evaluasi potensi dan pemanfaatan beberapa

jenis tanaman obat dan aromatik sebagai pestisida nabati, diantaranya

seraiwangi, cengkeh, dan mimba sebagai komponen utama dan beberapa

tanaman obat dan aromatik potensial lainnya seperti nilam, rutenon, kayumanis,

akarwangi, kunyit dan temulawak dengan metoda bioassay dan aplikasi lapang

terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT) utama pada tanaman

perkebunan, pangan dan hortikultura. Kombinasi perlakuan Sitronela 34% +

Eugenol 80% + Azadirachtin 0,6% konsentrasi 10 ml/l mampu menekan

serangan penyakit busuk buah kakao yang ditunjukkan dengan nilai efikasi

sebesar 52,93% pada serangan rendah; 68,00% pada serangan sedang; dan

76,26% pada serangan berat dan tidak berbeda nyata dibanding pemakaian

pestisida sintetik. Insektida dan fungisida yang diujikan tidak mempengaruhi

keberadaan musuh alam dan tidak mengakibatkan fitotoksik.

Diversifikasi VCO dengan kandungan asam lemak >30% dengan

perbaikan prosesing etanol dengan efisiensi >95%. Untuk mengatasi

kelebihan produksi Virgin Coconut Oil (VCO) dan untuk meningkatkan

pemanfaatan VCO, telah dilakukan pengolahan lanjut VCO menjadi berbagai

produk, seperti produk pangan yang lebih spesifik. Selain itu untuk

memanfaatkan hasil samping VCO, seperti ampas kelapa dapat diolah menjadi

tepung ampas kelapa yang kemudian dapat menjadi bahan baku pengolahan

biskuit kaya serat pangan. Alat pengolahan etanol sistem evaporator-destilator

ganda rancangan tahun 2011, lebih efektif dibanding alat pengolahan etanol

sistem sinambung rancangan tahun 2009, yang ditandai dengan waktu proses

lebih singkat dan etanol yang dihasilkan dapat mencapai kadar 98,5-99,0 %.

Formulasi biopestisida berbahan aktif mikroba, entomopatogen, dan

nabati untuk serangga hama dan penyakit kapas, tembakau dan

minyak industri. Penambahan 2 isolat bakteri dan 2 isolat jamur ke dalam

formulasi biopestisida serta penambahan khitin sebagai peningkat kemampuan

antagonis dan perangsang pertumbuhan mampu memperbaiki kemampuan

xxiv LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

pengendalian penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum, dan penyakit busuk

batang berlubang Erwinia carotovora. Mortalitas ulat H. armigera pada

aktivitas murni (original activity) formulasi B. bassiana mencapai 87,8% pada

konsentrasi tertinggi (4,5 x 108 konidia/m) dan pada lama penyimpanan 8 bulan

mortalitas menurun hingga 56,3%. Aplikasi vaksin Carna 5 di pesemaian

mampu menekan perkembangan penyakit CMV pada tanaman tembakau di

lapang dengan dosis terbaik 15 g/100 ml BF pH7. Aplikasi Carna5 cukup aman

bagi perkembangan tanaman karena tidak mempengaruhi umur berbunga

maupun jumlah daun yang dihasilkan.

Plasma nutfah tanaman perkebunan. Hasil kegiatan plasma nutfah

tanaman perkebunan selama TA 2011 dicapai melalui kegiatan pelestarian

plasma nutfah dengan output berupa plasma nutfah tanaman obat dan

aromatik (2.690 aksesi); tanaman rempah dan industri (470 aksesi); tembakau

dan tanaman serat (1.250 aksesi) serta tanaman kelapa dan palma (142

aksesi).

Benih sumber tanaman perkebunan. Kinerja sasaran benih sumber

tanaman perkebunan dicapai melalui kegiatan pengelolaan UPBS, dengan

output berupa benih sumber : (1) tanaman obat dan aromatika sebanyak 6 ton,

(2) tanaman tembakau dan serat - seratan sebanyak 9,32 ton, (3) tanaman

rempah dan aneka tanaman industri sebanyak 33,36 ton, dan (4) tanaman

kelapa dan palma sebanyak 322 ton.

Rekomendasi kebijakan. Kinerja rekomendasi kebijakan dicapai melalui

kegiatan analisa kebijakan. Telah dihasilkan sembilan rekomendasi kebijakan

dengan output berupa : (1) Kebijakan responsif mencakup kebijakan-kebijakan

(a) Bea keluar kakao, (b) Hama penting tanaman perkebunan, (c) Sistem beli

putus tebu, (d) Penggunaan pestisida sintetis pada tanaman pertanian, (e) Riset

Feedstock dan teknologi biofuel generasi kedua, (f) Kelangkaan bahan baku

jamu, dan (g) Peluang swasembada gula tahun 2014 tanpa perluasan areal,

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxv

serta (2) Kebijakan antisipatif meliputi: (a) Strategi pencapaian target

swasembada gula dan (b) Optimalisasi manfaat Gernas Kakao.

Pengembangan dan diseminasi informasi perkebunan. Pada T.A 2011

kegiatan ekspose/pameran yang telah diikuti dan dilaksanakan oleh

Puslitbangbun meliputi : Pameran Agrinex; Pelaksanaan IndoGreen Forestry

Expo; Pameran Agro & Food Expo; Pameran Climate Change Indonesia 2011;

PENAS XIII; MPPI; Expo Nasional Inovasi Perkebunan (ENIP); dan Pameran

Pekan Pertanian Spesifik Lokasi (PPSL). Balittro pada tahun 2011 telah

melaksanakan Kegiatan Ekspose dan Diseminasi yang berisi partisipasi dalam

pameran, publikasi, kerjasama penelitian, komersialisasi alih teknologi,

pengelolaan perpustakaan, seminar nasional pestisida nabati IV, seminar rutin,

pendampingan teknologi budidaya dan pengeloaan website. Teknologi hasil-

hasil penelitian tanaman rempah dan aneka tanaman industri telah banyak

dihasilkan diantaranya dari komoditi vanili, cengkeh, lada, pala dan kayu manis.

Dalam rangka menyebarkan hasil penelitian kepada pengguna dan

mempromosikan Balittri sebagai lembaga penelitian dan sebagai sarana untuk

menjalin komunikasi dengan pihak lain, Balittri mengadakan acara “Forum

Komunikasi Pengembangan Jambu Mete” dan mengikuti sejumlah event

pameran/ekspo diantaranya PENAS XIII, ENIP 2011, Pekan Pertanian Spesifik

Lokasi 2011, serta The 1st Indonesian Spices Congress 2011. Kegiatan

diseminasi Balittas mencakup Pertemuan Ilmiah, Pendampingan Teknologi

Budidaya Kapas, dan Pendampingan teknologi perbenihan jarak kepyar.

Kegiatan pertemuan ilmiah berupa Seminar Nasional Serat Alam telah

menghasilkan “Deklarasi Malang” yang intinya adalah aspirasi dari forum untuk

pembentukan Dewan Serat Alam Nasional (DSAN) yang mampu

mempertemukan berbagai pihak untuk pengembangan terpadu dan alokasi

proporsi serat alam dan sintetis serta menjadi perantara antara peneliti,

pengusaha dibidang industri serat alam dengan pengambil kebijakan. Capaian

kegiatan diseminasi Balitka tahun 2011 meliputi kegiatan Ekpose, Pameran dan

Gelar Teknologi. Pada kegiatan Pameran dalam rangka HUT Kabupaten

xxvi LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

Minahasa Utara ke 7, Balitka menampilkan teknologi yang telah dihasilkan yaitu

perbenihan dengan memperlihatkan benih dan bibit dari kelapa Dalam Unggul

Nasional yang telah di lepas secara Nasional oleh menteri Pertanian yaitu

Kelapa Dalam Mapanget dan kelapa Genjah Salak, serta beberapa produk hasil

pemanfaatan tanaman kelapa seperti VCO, kerajinan tangan dari sabut dan

tempurung kelapa.

Sumberdaya keuangan. Pada tahun 2011 Puslitbang Perkebunan beserta

Unit Pelaksana Teknis (Balittro, Balittas, Balitka dan Balittri) mendapat anggaran

sebesar Rp. 85.085.000.000,- dan setelah mengalami revisi-revisi termasuk

mendapatkan tambahan melalui APBN mengalami kenaikan menjadi Rp.

120.168.723.000,- atau mengalami kenaikan sebesar Rp. 35.000.000.000,-

(41% dari anggaran semula).

Struktur anggaran Puslitbang Perkebunan TA 2011 berdasarkan jenis belanja

dibandingkan dengan TA 2010 ditandai dengan penurunan alokasi belanja

barang dan peningkatatan alokasi belanja pegawai dan modal. Realisasi

belanja pegawai TA 2010 mencapai 97%, sedangkan pada TA 2011 naik

menjadi 98%. Demikian juga terjadi pada realisasi belanja barang dan modal.

Realisasi belanja barang pada TA 2011 mencapai 95%, sedangkan pada TA

2010 mencapai 93%. Serapan belanja modal pada TA 2011 yaitu sebesar

95% sangat bagus dibandingkan tahun anggaran sebelumnya yang hanya

mencapai 67%. Prosentase serapan anggaran Puslitbang Perkebunan pada

TA 2011 mencapai 96.06 % lebih bagus dibandingkan dengan TA 2010 yang

hanya mencapai 89.51%.

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxvii

SUMMARY

The Indonesian Center for Estate Research and Development (ICERD) as one of

the institution of the Indonesian Agency for Agricultural Research and

Development (IAARD) holding the task and function in providing information

technology and policy of estate crops. The ICERD always supports both the

vision of the Ministry of Agriculture and the IAARD by striving continuously to

produce the applicable, effective, efficient and competitive technological

innovations to be used by farmers and other users. Research and development

activities during 2011 have resulted quite a lot of technology innovations

associated with efforts to increase biodiversity and the quantity of plant material,

productivity and quality of crops, processing technologies, seed sources, and

policy synthesis.

High Yielding Varieties. In 2011, thirteen high yielding varieties of estate

commodities were released, i.e. one varieties of vetiver, saffron, bitter, gotu

kola, coconut, palm, cashew, two hazelnut varieties (Kemiri Sunan 1 and 2),

and four varieties of tobacco.

The superiority of turmeric varieties, Curdonia 1, is in the content of curcumin

(7:05%), volatile oil content (4.77%), starch content (35.77%), and it

moderately resistant to leaf spot disease. It adapt well in the middle altitude of

425-484 m asl. The superiority of sambiloto (bitter) varieties, Sambina 1, is

in the high production of the shrubs (5.08 to 10.37 t / ha) and it adapt well in

low to medium land with an altitude of 120-500 m asl. For vetiver varieties,

Verina1, the superiority is in the high content of its vetiverol (50.8 ± 1:41%).

The productivity of wet roots was 10:38 ± 4:44 tones/ha by oil productivity of

66.38 kg oil/ha. Vetiverol content of Verina 2 varieties is 55.48 ± 3:17% with

wet root production of 4:52 ± 10.64 t/ha and oil productivity of 60.46 kg / ha.

These varieties adapt well in the highlands.

xxviii LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

Adonara tall coconut variety has medium to large in size. Number of

fruit/tree/year ranges from 84-105 coconuts with the production of 8.400-

10.500 coconuts/ha. The oil content is 66.83%. Distinguishing character trait is

the thin husk, drought tolerant up to 5-7 months in a row. Development area is

on dry land with a high point of <500 m asl, rainfall <1000 mm per year with

the dry months < 6 of dry months. The potency of dwarf palm, Kutai Timur

variety, is ± 4,000 grains. This crop is resistant to pests and disease, the

development areas is in dry land wet climate, shallow groundwater, by the

rainfall of 1000-1500 mm per year with the dry months <6 of dry months.

Tobacco variety, Paiton 1, derived from local varieties of Sumber Centeng

village kota Anyar subdistrict, the district of Probolinggo - East Java. Yield

potency rangesfrom 0.998 to 1.242 t/ha with nicotine levels of 1.39-3.09%.

resistance to bacterial disease, R. solanacearum, and nematodes Meloidogyne

spp. Paiton 2 is a local variety of Glagah village, Pakuniran subdistrict of

Probolinggo district. Potential yield ranging from 0.937 to 1.049 t/ha., nicotine

levels from 2.38 to 3.89%. Resistance to bacterial disease, R. solanacearum and

nematodes Meloidogyn spp. Tobacco varieties, Maesan1, (Somporis 1 cultivar)

came from Bondowoso - East Java. The Production was 0.94 tones/ha. This

variety is resistant to Phytophthora nicotianae, Erwinia carotovora and Ralstonia

solanacearum. The chopped tobbacco yellow in color (deep orange) and

aromatic. Varieties Maesan2 also comes from Bondowoso, East Java with the

production of 0.73 tones/ha. This variety is resistant to Phytophthora

nicotianae, Erwinia carotovora and Ralstonia solanacearum. Th chopped

tobbacco is orange in color and has fragrant aroma.

The special character of cashew varieties of muna population, are large logs;

savory and sweet pea. Productivity/tree/year of 15-39 years is 15.67 0:58 to

19:201:01 kg, CNSL content of 19.88-21.45%. This population is vulnerable to

Helopeltis spp. Area development is an area with a climate type B.

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxix

Several attempts of improvement varieties that have been done by the

ICERD during 2011 including: (1) Improvement varieties of sugarcane tolerant

to wet climate in vitro, (2) Resistance test of sugarcane clones to streak mosaic

disease, (3) Improvement of oil palm flowering genetic system, (4) Superior

cocoa clones and crop management in dry land dry climate, (5) improvement

oil palm productivity (≥ 15%) and oil content (≥ 10%) with abnormalities of

<2% through molecular breeding, (6) An increase in productivity (>10 tones),

castor oil content (> 40%) through conventional and molecular breeding, (7)

Studies of cocoa productivity improvement >50% through the use of CPB-

resistant clones, VSD and rotten fruit, (8) Patchouli 60% resistant varieties

against bacterial wilt disease, its yield of ≥ 320 kg/ha through somaclonal

variation, (9) Improvement lines/mutants of small white ginger tolerant to leaf

spot >70%, productivity >12 t/ha and essential oil content of >3.5% by

irradiation technique, (10) Promising strains of the productivity of white ginger

30 t/ha, 70% tolerant bacterial wilt through somaclonal variation, protoplast

fusion and genetic engineering, (11) Genetic transformation and gene

transcription factors WKRY analysis of transformer for resistance to patchouli

disease, (12) Vegetative character evaluation, flowering and early production of

intervariety hybrid composites tall coconut, (13) Preparation for the release of

dwarf palm population (flowering age of 5-6 years) with palm sap productivity

of >10 liters/day, preparation for the release of areca palm population and the

improvement of super dwarf palm (age 3-4 years) with sap productivity of >15

liters/plant/day, (14) Genes identification resistant to phytophthora in coconut

plantations, (15) confirmation of DNA markers for Kopyor coconut selection,

(16) The improvement of cotton varieties resistant to A. biguttula, H. armigera

and P. gossypiella by the productivity of > 4 tones/ha, aged <110 days, and

limited water resistant up to 35% of available soil water, and (17) The

improvement of high yielding hybrid variety of Jatropha for the production of

>10 tones/ha/year, and the oil content of >40 % by the first harvest age of

<110 days.

xxx LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

Productivity improvement technology of estate crops. Research on the

productivity improvement technologies in 2011 has been achieved covering

fertilization technology components, microbial utilization, plant propagation,

pest and disease control technologies, as well as improvement technology

adoption of biodiesel crops.

Sugarcane. Research on sugarcane seed multiplication technology indicated

that the use of media for callus induction with the addition of 2,4-D induced the

explants callus of young leaves sugarcane. The increase of 2-4 D concentration

equal to 3 mg/l in media without the addition of other plant growth regulator

(PGR) tend to decrease the number of explants callus. The addition of casein

hydrolyzate on callus induction media did not affect the amount of callus

produced, but extremely influence callus quality. To regenerate the callus into

plantlets required different media formulations for each variety, while the use of

auxin (NAA and IBA) on rooting medium induced root formation. Propagation

method resulting from this research have been applied to mass-produce

sugarcane seed. Tissue culture of sugarcane seed produced in 2011 was

100,000 plantlets and potentially produced 2.800.000 G2 budset at the end of

2012.

Sugarcane is a potential crop to be integrated with livestock. Sewage plant, the

processing of sugar cane waste and livestock waste is also potential as a source

of new and renewable energy in the form of ethanol and biogas; thereby it‟s

potential to reduce the emissions of greenhouse gases. Through the study of

integrated sugarcane-livestock farming technology, the measurement of

greenhouse gas emissions of sugarcane plantation indicated the CO2 emissions

by 0.66 tons per ha per month, and N20 emissions by 3.63 tons per ha per

month. Methane gas generated from 16 cow waste reaches 3.24 m3 per day or

1.083 m3 per year. The added value of the emission of methane as a fuel for

household derived from the installation of biogas is estimated at Rp. 912. 000, -

/householder.

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxxi

Rubber. White Root Fungus (WRF) disease can be controlled through

preventive actions. Disease prevention efforts that are considered effective and

suitable for rubber farmers are through the use of chemical fungicides, sulfur,

and bio-fungicide of Trichoderma koningii and plant antagonist. The results

showed that effective disease prevention was done by minimizing the infection

source by accelerating the decaying of rubber stump by burning or decayed

fungal inoculation. Crop protection before the disease attacked was carried out

by planting mother in-law‟s tongue (Sansevieria trifasciata) antagonistic crop

around the base

of the stem at the beginning of rubber cultivation. The most efficient and

effective plants treatment attacked by WRF is by the application of fungicides

with active component triadmefon.

Tea. Use of the entomopathogenic fungus, Paecilomyces fumosoroseus, was

effectively controlled the orange mites (Brevipalpus phoenicis). In the

laboratory P. fumosoroseus effective at spores concentration of 108 spores/ml,

resulting in the mortality of orange mites, while in the field, P. fumosoroseus on

rice medium at a dose of 3 kg/ha effectively controlled orange mites after six

times applications. Four types of compost tea, i.e. CT1 (25% goat manure,

45% foliage, 30% woody material), CT2 (25% cow manure, 45% foliage, 30%

woody material), CT3 (25% goat manure, 30% forage, 45% woody material),

CT4 (50% goat manure, 50% Arachis pintoi) were potential in controlling

smallpox disease. Marigold bio-insecticide formulation produced was effective

against Empoasca flavescens.

Palm oil. Efforts to minimize the environmental impact and pests attack as

well as enhancing fruit setting on palm trees through research aimed: (1) to

improve control techniques of Ganoderma boninense attack on palm plantations

by utilizing active compounds produced by Mycorrhizal arbuscular fungi and

micorhizophyr bacteria symbiotic, and (2) to find out the dynamics of Cl in soil

and plant based on the sources of fertilizer and soil types given. Combinations

xxxii LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

treatment of Mycorrhizal arbuscular and micorhizophyr microbial SSK 9.1

indicates the increase in plant height of 161.9 cm and the average raise of the

number of leaves at 60 days after planting season. The application of Cl tends

to decrease root dry weight of palm oil in Oxisol soil, whereas in Inceptisol,

Ultisol and peat, Cl application had no effect on root dry weight. The

application of organic matter significantly increased the dry weight of roots in

Inceptisol, Oxisol and Ultisol soils, while in the peat cannot increase the dry

weight of roots.

Research to reduce the effect of greenhouse gas (GHG) in palm oil smallholder

in swamp area by applying water and nutrient control system, has been

performed in Siak District - Riau. The results showed that the application of

urea 2,50 kg/tree/year + KCl 2,25 kg/tree/year + SP-36 2.75 kg/tree/year+

dolomite 2 kg/tree/year in setting the depth of 80 cm of water drainage

channels produced to the highest yield of palm oil per hectare for 9 months that

was 19.04 tons/ha, resulting in CO2 emission flux of 69.10 mg/ ha/ year during

the rainy season and 132.9 mg/ha/year during the dry season. Oil production

increased 34.65%, but the fluxes of CO2 emissions were still quite high. Cover

crop treatments (Pueraria Javanica, Colopogonium mucunoides, Centrocema

Pubescens) combined with 3 kg dolomite/tree, or the application of urea of 2.50

kg/tree/year + SP-36 2.75 g/ tree/year + MOP (KCl ) 2.25 kg/tree/year

dolomite + 2 kg/tree/year without cover crop produced 17.42 and 17.72

t/ha/year, or increased 19.29% and 21.28% compared to the farmers method

(Dolomite 3 kg/tree/year without cover crop). Drainage treatment was

significantly affecting the flux of CO2 emissions. The depth of peat (80 cm) was

considerably produced the higher flux of CO2 emissions than other treatments.

Drainage treatment of 80 cm and the application of recommended fertilizer

produced flux CO2 emissions of 44.54 mg/ha/year. The depth of ground water

level and or drainage channel made for oil palm farming on peat land is very

important on the level of GHG emissions, especially CO2 emissions.

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxxiii

Research on the improvements technology and rejuvenation system to increase

the productivity of palm oil smallholders indicated that palm oil rejuvention

through gradual logging affected the vegetative growth of young palm oil,

unless the flowering phase. The application of corn and soybeans intercropping

did not affect the growth of young palm oil. Intercropping of soybean in gradual

logging of 60% gave the income of >Rp. 15,000,000, -/ha/year and provide a

greater capacity to retain the revenues compared to corn.

Ginger. Among the medicinal crops, ginger is one of the most required

commodity because it can be used as raw material for medicine and herbs. In

the field, besides bacterial wilt caused by Ralstonia solanacearum, there were

also found many leaf spot diseases in several ginger production centers in

Indonesia. Seed treatment before planting suppressed the development of

seed-borne pathogens. Ginger seed placed in dark room condition supressed

the growth of tuber. Small white ginger accession appeared to be more

susceptible to the infection of leaf spot disease.

Patchouli. The main problems in the development of patchouli were the

movement field cultivation, losses due to disease, and the presence of toxic

compounds (allelopathy). Rhizobacteria indigenus combination products test to

control bacterial wilt and budok diseases indicated that the application of the

combination products was better than a single product in controlling budok and

bacterial wilt disease and enhance the growth and production of patchouli in

endemic areas. Soil conditioner treatment combined with „terusi‟ supressed

budok disease.

Single soil conditioner treatment suppressed budok disease better (2.6%) than

zeolite, natural phosphate, manure and charcoal husk. The application of

salicylic acid immersion and MgSO4 suppressed the allelopathy effect although

its own growth was less optimal. Chemical analysis is required at the harvest

age to find out the effect of plant and soil containing the allelopathy

compounds.

xxxiv LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

The improvement of fertilizer-efficient patchouli cultivation through the

application of organic fertilizers and bio-fertilizer indicated that 75% of

recommended fertilizer doses produced higher plant growth and production,

resulting in efficient use of fertilizer by 25% (25 kg N / ha + 10 kg + P2O5/ha 25

kg K2O / ha). The accession which is relatively stable to the reduction of 25% -

50% of the recommended dose of NPK fertilizer were GR4, GR1, ATG, and DR1

accession. Applications of organic and bio fertilizers significantly affect plant

growth parameters and production of patchouli. The application of

recommended dose treatments of NPK + compost + FMA patchouli waste,

followed by a dose of NPK + ¾ + green compost FMA and NPK + ½ dose of

patchouli distillery waste compost + FMA produced the highest oil production.

Coconut and Palm. Research on integrated pest management and fertilization

technologies on coconut and palm to prevent yield loss showed that the

isolation of bio-control agents from coconut rhizosphere resulted 30 isolates

consisted of 17 bacterial isolates (TBL1P1, TBLP4, TBL1P3, BHP2, BH1P5,

BH1P4, BH2P4, BH2P5, BKN1P1, BKN2P5, BKN2P1, BKOP3, BKOP4, MT3P1,

MT4P1, MT5P1, TontaP2) and 13 isolates of fungi (TBL2P3, TBL3P1, BH1P6,

BH2P6, BHP3, BKNP6, BKN1P3, MTP6, MTP8, MT2P1,TontaP4, TontaP4.2,

TontaP2). Six potential isolates that could suppress the development of P.

palmivora were BHP2, BH2P4, TBL1P3, TBL2P1, BKN2P1 and TONTAP3.

Growth media affects the inhibition percentage of bio-control agents against P.

palmivora. Those bio-control agents were not causing other diseases in coconut

plantations. Bio-control agents BHP2 and TBL2P3; BHP2 and TONTAP3 as well

as BH2P4 BKN2P1 can be combined in similar formulation. The best growth for

the plant of four years of age were plants fertilized with organic fertilizer of 400

g/tree. Meanwhile, for the plant of six years of age the best growth achieved at

the plant fertilized with organic (800 g/trees) and inorganic (800-1.200 g/tree)

fertilizers. For the year 2011, both vegetative growth and sap production data

were obtained i.e. 17.5 l/plant/day by sugar content of 12-13%.

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxxv

Brontispa longissima spread widely and damaged coconut plantations, causing

huge losses. Research on Serratia formulations in controlling Brontispa

longissima showed that Serratia spp. isolates obtained from Pandu Research

Station was being isolated and purified into growth medium.

Research activities to get the efficient embryo culture technology of Kopyor

coconut embryo was carried out by splitting the germinated embryos to be

cultured in growth medium enriched with BAP Y3 2.5 mg/l medium. The

progress result were splitting plantlets amounted to 112 pieces which will be

treated in ex vitro growth media, the rest were six sprouts which ready to be

separated, 33 sprouts and 67 embryos that still not germinated. Callus sago

induction on MMS media using 2,4-D growth regulators indicated the respon of

callus formation of sago explants.

The source of tissue culture explants which got from palm trees was the

embryos derived from palm fruit of 18 months of age. WPM media with several

concentrations of plant growth regulator i.e. auxin and sitokinin might be used

as sprouting preliminary media of palm trees for multipication through tissue

culture.

Cotton. The results of cultivation technology that support the release of new

varieties of cotton productivity >3.5 tones / ha and tolerant to sucking pests

and fruit borer shows that in drought conditions, the use of PGR paclobutrazol

was better than mepiquat chloride. Positive influence of paclobutrazol was

more apparent when N fertilizer high (120 N/ha) by cotton production of 701.26

kg/ha. By adding mepiquat chloride cotton production was 665.37 kg/ha and

604.81 kg/ha without PGR. Production of 99023/5 strain (721.65 kg/ha) was

higher than Kanesia 13.

Control techniques of A. biguttulla by applying conservation technique of natural

enemies through intercropping system with perenial crops technically

suppressed plant hopper populations on cotton. Technical efficiency of cotton

xxxvi LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

leafhopper control through intercropping cropping systems can be improved by

adding molasses spraying action with a dose of 5 ml/l of water sprayed 5 times

by a week interval since at 40-70 days after planting.

Jatropha. Technique control of integrated pest and disease on Jatropha

resulted the ability of antagonistic microbial against R. bataticola in vitro. As

much as 28 potential isolates of fungi and 13 potential bacterial isolates were

obtained. The highest inhibition (86.00%) was identified as the fungus

Trichoderma spp. The most predominant potential antagonistic bacteria was

Bacillus spp.

Jatropha crop management techniques to increase production, oil content, and

shorten the life of the harvest indicated that the application of E + P PGR in

crop of age <1 year increased seed yield of 25.06% without PGR, but have not

been able to increase the oil content and shortening a harvest age. The

application of NAA on Jatropha plantation of age >2 years to increase the

number of harvested fruit and weight of 100 seeds for 26.64 and 2.07%

respectively, and decreased the oil content of 3.05% of the untreated PGR. The

dose of NAA (1000 ppm) increased the amount of harvested fruit and weight of

100 seeds amounted to 35.09 and 2.99% and lowered the oil content of 3.58%.

The application of rootstock accession having deep root able to increase the

number of branches (19,57% ) formed by grafting, and decreased the growth

of plant height (2,13%) derived from non-grafting of uproot crop. Besides, it

increased the number of branches and leaves of 41.02 and 8.23% respectively.

In grafting system of productive crop, the application of IP-3M entres indicated

the best long-entres of 10-15 cm, whereas the best entres length of IP-3A was

5 cm.

Cocoa. Integrated cocoa development model in Southeast Sulawesi Province

resulted demonstration plot of cocoa production techniques comprising

balanced fertilization, pruning, grafting on the side of cocoa, cropping patterns

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxxvii

of coconuts and lemongrass, establishment of assessment centers and the

dissemination of cocoa fermentation technology, waste for cattle feed, training

facilities and technological exhibition of cocoa farming by integration coconut

with livestock. The model of integrated cocoa development in South Sulawesi

Province, among others: two research sites established in Tinco village, Citta

suddistrict, the district of Soppeng for „Bunga Cokelat‟ Farmer Goup, and in

Gantaran keke village, Gantaran keke subdistrict, the district of Bantaeng for

„Sinar Ujung‟ Farmer Group. Farmers training on cocoa development model

implemented in Tinco village, Citta subdistrict, the district of Sopeng were

physical plant improvements by maintaining cocoa plantation such as

fertilization, pruning, pest and disease control and rehabilitation of cocoa

plantation by technical side grafting, bud grafting and hybrid seeds.

Processed products/ Added value improvement technology of estate

crops. Some processed products which had been generated in FY 2011 were

products diversification, waste product resulting from the processing and the

development of estate crops-based formula.

Improvement of bio-fertilizer formula of endophytic bacteria. Generally

developing bio-fertilizer utilizes endophytic bacteria. Six N-fixing bacterial

isolates within bio-fertilizer formula were tested for its vitality and its efficacy in

sugarcane. The results showed that the formulation of bio-fertilizers made by

combining “blotong” (50%), zeolite (30%), and clay (20%), at 0 to 15 days

indicated the number of endophytic bacteria of 8 - 6x 106. In third months, the

number of bacteria reached 6.33 x 102. Endophytic bacteria have a specific

pattern that describes the presence and persistence in the sugarcane tissues.

The bacteria can survive for 3 months in plant tissues.

Diversification of oil palm empty fruit bunches and palm oil production

of the second generation bio-fuel and the reduction of 3-MCPD.

Research on gasification of empty fruit bunches of palm oil and bio-ethanol

processing by sacharification of palm oil bunches as well as 3 MCPD reduction

xxxviii LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

had been conducted as an effort in utilizing the abundant of empty fruit

bunches of oil palm.

Gasification of oil palm empty fruit bunches and the bio-ethanol processing is an

initiating effort in producing the second generation of bio-energy, while the

reduction of 3-MCPD is an attempt to reduce the harmful substances. The best

gasification performance achieved on the pieces size of <4 cm, with an

emphasis on material from 0.02 to 0.03 kg/cm2, and the input air flow 14 lpm.

The process rate of the treatment achieved of 3.5 kg/h, by 80% process

efficiency, and gas combustion flame temperature of 600oC.

Bio-ethanol production downstream process improvements of the oil palm

empty fruit bunches is best treated with H2SO4 by the concentration of 4%,

using autoclave for 15 minutes, followed by the addition of xylanase pH6 for 3

days and by the addition of cellulose for 3 days.

The increase level of 3-MCPD in deodorization process was very significant.

Adsorption types of Z2 and SMS was able to reduce the largest 3-MCPD ester

compounds. Both types of adsorption were selected to find out the effect of

temperature, duration of precipitation, and the ratio of adsorbent to oil.

Development of civet coffee product formula to increased productivity

enzymatically. This study aimed to obtain the data of physical quality and

taste test as well as the nutritional content of Arabica coffee beans fermented

with probiotic microbes of civet with various levels of time.

Fermentation reduces the protein content of ground coffee, but not statistically

significant. Similarly, the fermentation reduced the levels of crude fiber in the

ground coffee. Fermentation also causes the formation of butyric acid in coffee

beans, except on short time fermentation. Considering that the butyric acid has

anti-oxidant and anti-carcinogenic, probiotics civet coffee has more functional

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xxxix

value than regular coffee. There are cellulolytic, proteolytic, and xylanolitik

bacteria on civet feces that potential to degrade coffee beans enzymatically.

Coffee fermentation process enzymatically using cellulolytic and xylanolitik

bacteria can be done up to 72 hours base on the observations of the growth

rate and the highest enzyme production of the two bacteria.

Cattle herbal formula based medicinal crops to enhance cow fertility

and essential oil as a bio-additive fuel. Medicinal plants have been known

as medicinal products that are useful to increase endurance (promotive),

disease prevention (preventive), cure (curative) and health recovery (palliative).

Four herb formula powder as cattle herbal to enhance the fertility of male cow

namely Balittro-1, Balittro-2, Balittro-3 dan Balittro-4 were produced, with the

raw material content of ginger, „temu ireng‟, and galangal (45%), „sambiloto‟

(5%) and added with other medicinal plant materials (Java chili, „purwoceng‟

and „pasakbumi‟) to achieve the amount of 100%.

Assay results of in vivo feeding formula trial did not inhibit the increase in body

weight of cattle. The herbal formula increased the concentration, motility, and

the amount of semen and decreased semen mortality. The effectiveness of the

formula appeared after being given successively for three weeks i.e. twice a day

the cattle fed by the dose of 10g/60 kg of body weight. Balittro-3 and Balittro-4

formulas were the best due to its stable response in increasing the

concentration and the motility of semen.

The utilization of essential oils as bio-additive fuel. The formula having

the capacity to increase fuel use efficienly up to 20% was produced. An

improved formula will be pursued to improve the fuel efficiency of more than

25%. The increased efficiency is expected to be followed by the greater

decrease emissions. Decrease in consumption produced by the addition of fuel

additives will indirectly reduce the pollution caused by the metal lead (Pb) which

is contained in gasoline and diesel fuel.

xl LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

The effectiveness of bio-pesticides based citronellal, eugenol, and

azadirachtin to suppress major pest attack of estate crops, food crops

and horticulture. Some evaluation of the potential and utilization of medicinal

and aromatic plants as pesticide plants, including lemon grass, cloves and neem

as a main component as well as some other potential medicinal and aromatic

crops such as patchouli, rutenon, cinnamon, vetiver, saffron and ginger with the

bioassay method and field application of plant pests (OPT) in the main estate

crops, food and horticulture had been studied.

Combination treatment of Citronella 34% + Eugenol 80% + Azadirachtin 0.6%

by the concentration of 10 ml/l suppressed black pod disease of cocoa which is

indicated by the efficacy value of 52.93% on the low attack; 68.00% in the

medium attacks, and 76.26% in high attack and it was not significantly different

compared to the application of synthetic pesticide. The insecticide and fungicide

tested did not affect the existence of natural enemies and did not cause

phytotoxic.

Virgin Coconut Oil (VCO) diversification with fatty acid content >30%

and the improvement of ethanol processing by the efficiency > 95%.

To manage the over production and to improve the utilization of VCO, the

further processing of VCO into various products such as specific food products

had been carried out. In addition, to develop the waste product of VCO such as

coconut pulp that can be processed into coconut pulp flour as a raw material for

biscuit that rich in dietary fiber.

Distillation dual-evaporator system for ethanol processing designed in 2011 is

more effective than sustainable systems designed in 2009, characterized by a

shorter processing time and the ethanol produced reached the level of 98.5 to

99.0%.

Bio-pesticide formulation containing active microbial, herbal, and

entomopathogenic agents for pest and disease of cotton, tobacco,

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xli

and industrial oil. The addition of two bacterial isolates and two fungus

isolates into bio-pesticides formulation as well as the addition of chitin as the

enhancement of the antagonists‟ ability and as growth stimulants improved the

ability to control bacterial wilt disease Ralstonia solanacearum, and hollow stem

rot disease Erwinia carotovora.

The mortality of H. armigera in original activity of B. bassiana formulation

reaching 87.8% at the highest concentration (4.5 x 108 conidia/m), the

mortality decreased to 56.3% at the storage time of 8 months.

The applications of Carna 5 vaccine in nursery suppressed the development of

CMV disease in tobacco in the field with the best dose of 15 g/100 ml BF pH7.

The applications of Carna 5 was sufficiently safe for crop development as it does

not affect flowering age and number of leaves produced.

Estate crops germ plasm. The results of the estate crop germplasm

activities during FY 2011 was achieved through germ plasm conservation by the

output of germplasm of: medicinal and aromatic crops (2690 accessions), spices

and industrial crops (470 accessions); tobacco and fiber crops (1,250

accessions) and coconut and palm (142 accessions).

Seed source of estate crops. Performance targets of estate crops seed

source achieved through UPBS management activities by the output of: (1)

medicinal and aromatic crops (6 tons), (2) tobacco and fiber cops (9.32 tons),

(3) spices and various industrial crops (33.36 tons), and (4) coconut and other

palm (322 tons).

Policy recommendation. Policy recommendations performances achieved

through the activities of policy analysis. There were nine policy

recommendations outputs: (1) responsive policies include policies of (a) cocoa

tax, (b) important pest of estate crops, (c) sugarcane trading system, (d) The

application of synthetic pesticides on agricultural crops, (e) Feedstock and

xlii LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011

second-generation of bio-fuel technologies research, (f) scarcity of medicinal

raw materials, and (g) Opportunity for sugar self-sufficiency by 2014 without

area expansion, and (2) anticipatory policy covering: (a) achievement strategy

of sugarcane self sufficiency, and (b) Optimizing the benefits of Cocoa National

Action.

Dissemination. In 2011 the expose/exhibition activities that have been joined

in and implemented by the ICERD includes: Agrinex; Indo Green Forestry

Expo; Agro & Food Expo; Climate Change Indonesia 2011; PENAS XIII; MPPI;

National Innovation Expo Plantation (ENIP) and Specific Location Agriculture

fair. Dissemination activities held by Balittro in 2011 comprises participation

in exhibitions, publications, research colaboration, technology transfer

commercialization, library management, the 4th national seminar on natural

pesticide, regular seminars, cultivation technology guidance and website

management. Technology results of spices and various industrial crops have

been extensively produced such as vanilla, cloves, pepper, nutmeg and

cinnamon. An attempt to disseminate research results to users and promote

Balittri as a research institution and as a means to establish communication

with other parties, Balittri held and participated in several events covering

Cashew Development Communication Forum, PENAS XIII, ENIP 2011, Specific

Location Agriculture Fair 2011, as well as the 1st Indonesian Spices Congress

2011. Dissemination activities of Balittas includes scientific meeting,

assistance on cotton cultivation technology and seed technology on Ricinus

communis. The National Seminar of Natural Fiber resulted "Declaration of

Malang" containing the aspiration of the forum in establishing the National

Natural Fiber Board to integrate development and allocation of natural and

synthetic fibers proportion and become intermediaries between researchers,

entrepreneurs of natural fiber industry with policy makers. Meanwhile,

dissemination activities achievement of Balitka covers the expose and

technology exhibition. In commemorating the 7th anniversary of Minahasa

District Balitka displaying several technologies resulted such as seed and

LAPORAN TAHUNAN PUSLITBANG PERKEBUNAN TA. 2011 xliii

seedlings of National superior Tall Coconut which had been released nationally

by the Minister of agriculture i.e. Mapanget Tall Coconut and Salak dwarf

Coconut, as well as several coconut products for instance VCO, and handicrafts

from coconut shell.

Financial resources. In 2011 the ICERD and its technical implementing units

(Balittro, Balittas, Balitka and Balittri) managed the budget of Rp.

85,085,000,000, -. After revisions including an additional of the national budget,

it increased to Rp. 120,168,723,00,- or raised of Rp. 35 billion, - (41% of the

original budget).

Based on the operating expenses, the budget structure of the ICERD in 2011

compared to 2010 is characterized by the decrease allocation of goods expenses

and increases the allocation of capital and employees expenses. The actual

expenditure in 2010 reached 97%, while in 2011 rose to 98%. Similarly occur in

goods and capital expenditures. Goods expenditures in 2011 reached 95%,

while in 2010 reached 93%. Uptake capital expenditure in 2011 in the amount

of 95% is much better compared to 2010 which only reached 67%. Percentage

of budget absorption in 2011 reached 96.06% which is better compared to 2010

which only reached 89.51%.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 1

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sub sektor perkebunan mempunyai peran yang cukup strategis dalam

sumbangannya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia

melalui perannya secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya dalam

pembangunan nasional. Secara ekonomi perkebunan berfungsi meningkatkan

kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat serta penguatan struktur ekonomi

wilayah dan nasional melalui sumbangannya terhadap pendapatan petani,

wiilayah maupun devisa negara. Secara ekologi berfungsi meningkatkan

konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen dan penyangga

kawasan lindung yang melindungi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, dan

secara sosial budaya berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa.

Sebagai salah satu Unit kerja Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

yang memiliki tugas dan fungsi sebagai penghasil teknologi dan kebijakan sub

sektor perkebunan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan akan

selalu mendukung visi Kementerian Pertanian dan Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian dengan berupaya secara terus-menerus untuk

menghasilkan inovasi teknologi perkebunan yang mudah diterapkan, efektif,

efisien dan berdaya saing untuk dimanfaatkan oleh petani dan pengguna lain.

Berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan selama ini telah menghasilkan

cukup banyak inovasi teknologi di bidang perkebunan antara lain dalam

peningkatan biodiversitas dan jumlah bahan tanaman, produktivitas dan mutu

tanaman perkebunan, produk dan teknologi pengolahan hasil tanaman

perkebunan serta sintesis kebijakan. Namun demikian, masih banyak harus

dilakukan untuk meningkatkan hasil yang telah dicapai dengan banyaknya

tantangan yang dihadapi seiring dengan dinamika lingkungan strategis yang

selalu berkembang.

2 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

1.2. Tugas dan Fungsi

Tugas dan fungsi Puslitbang Perkebunan berdasarkan Peraturan Menteri

Pertanian No. 61/Permentan/OT.140/10/2010 adalah melaksanakan penyiapan

perumusan kebijakan dan program, serta pelaksanaan penelitian dan

pengembangan perkebunan, sedangkan fungsinya adalah :

a. Menyusun kebijakan teknis, rencana dan program serta pemantauan dan

evaluasi penelitian dan pengembangan perkebunan;

b. Melaksanakan kerja sama dan pendayagunaan hasil penelitian dan

pengembangan perkebunan;

c. Melaksanakan penelitian dan pengembangan perkebunan; dan

d. Mengelola urusan tata usaha Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perkebunan

Tugas dan fungsi penyiapan perumusan kebijakan penelitian dan

pengembangan bertujuan untuk menghasilkan rumusan kebijakan berdasarkan

atas hasil penelitian untuk mengembangkan perkebunan. Sedangkan

penyiapan perumusan program penelitian dan pengembangan bertujuan untuk

menyiapkan perencanaan penelitian dan pengembangan dalam jangka pendek

maupun jangka panjang.

Pelaksanaan penelitian bertujuan untuk menghasilkan informasi pengetahuan

dan (komponen) teknologi yang lebih unggul daripada teknologi yang ada, baik

dari aspek teknik maupun sosial-ekonomi. Sedangkan tugas dan fungsi

pengembangan bertujuan untuk merakit pengetahuan dan (komponen)

teknologi yang dihasilkan dari penelitian sehingga menjadi suatu rekomendasi

kebijakan dan paket teknologi strategis dalam arti secara teknik dapat

diterapkan, secara ekonomi layak, dan secara sosial dapat diterima oleh

pengguna. Selain itu dalam tugas dan fungsi pengembangan ini termasuk juga

pengembangan komunikasi antar sesama peneliti dan dengan para pengguna.

Pengembangan komunikasi dilaksanakan melalui berbagai forum, jejaring dan

media baik yang bersifat ilmiah maupun populer.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 3

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi, Puslitbang Perkebunan memiliki

dua bidang dan satu bagian yaitu Bidang Program dan Evaluasi, Bidang

Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian, dan Bagian Tata Usaha, serta

empat Unit Pelaksana Teknis (UPT) penelitian yang dibagi berdasarkan jenis

tanaman (komoditas) mandat yang ditangani, yaitu Balai Penelitian Tanaman

Obat dan Aromatik (Balittro), Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat

(Balittas), Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain (Balitka), dan Balai

Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri (Balittri).

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 785/Kpts/PD.300/2/2009 Badan

Litbang Pertanian diberi wewenang dan tugas menangani komoditas kelapa

sawit, karet, kopi, kakao, teh dan tebu. Selanjutnya Badan Litbang

melimpahkan tugas tersebut kepada Puslitbang Perkebunan. Berdasarkan Surat

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. B/2287/M.PAN-RB/9/2011 tanggal

12 Oktober 2011, Menteri PAN & RB telah memberikan persetujuan atas usulan

perubahan mandat komoditas dan nomenklatur Balai-Balai lingkup Puslitbang

Perkebunan. Tambahan mandat komoditas dan nomenklatur unit organisasi

Balai-balai lingkup Puslitbang Perkebunan telah disyahkan melalui:

a. Permentan No. 62/Permentan/OT.140/10/2011, Balai Penelitian Tanaman

Kelapa dan Palma Lain berubah nama menjadi Balai Penelitian Tanaman

Palma

b. Permentan No. 63/Permentan/OT.140/10/2011, Balai Penelitian Tanaman

Tembakau dan Serat berubah nama menjadi Balai Penelitian Tanaman

Pemanis dan Serat Alam

c. Permentan No. 64/Permentan/OT.140/10/2011 dengan perubahan nama

Unit Organisasi yang semula bernama Balai Penelitian Tanaman Obat dan

Aromatika menjadi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

d. Permentan No. 65/Permentan/OT.140/10/2011, Balai Penelitian Tanaman

Rempah dan Aneka Tanaman Industri berubah nama menjadi Balai

Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar

4 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

Struktur organisasi UK/UPT lingkup Puslitbangbun sebagai berikut:

Gambar 1. Struktur Organisasi Puslitbang Perkebunan

Berdasarkan Peraturan Kementerian Pertanian No. 62-65/Permentan/

OT.140/10/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT)

Lingkup Puslitbangbun, tugas dari masing-masing UPT tersebut adalah

melaksanakan penelitian tanaman rempah dan obat; tanaman palma; tanaman

pemanis dan serat alam, serta tanaman industri dan penyegar. Masing-masing

Balai Komoditas menyelenggarakan fungsi:

a. Pelaksanaan penelitian genetika, pemuliaan, perbenihan, dan pemanfaatan

plasma nutfah;

b. Pelaksanaan penelitian morfologi, fisiologi, ekologi, entomologi, dan

fitopatologi;

c. Pelaksanaan penelitian komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis;

d. Pemberian pelayanan teknik kegiatan penelitian;

e. Penyiapan kerjasama, informasi dan dokumentasi serta penyebarluasan dan

pendayagunaan hasil penelitian;

f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

BAG. TATA USAHA BIDANG PROGDAN

EVALUASI BIDANG KERJASAMA

DAN PHP

PUSLITBANG PERKEBUNAN

SUB BID PROGRAM SU

SUB BID EVALUASI S

SUBBAG. KEU

SUB BAG KEPEG SUB BID PHP

SUB BID KERJASAMA

KELOMPOK FUNGSIONAL

BALITRI BALITRRO BALITTAS BALITKA

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 5

1.3. Visi dan Misi

Selaras dengan visi Badan Litbang Pertanian tahun 2014, maka Puslitbang

Perkebunan telah menetapkan visi 2014 : "Menjadi pusat keunggulan

inovasi teknologi perkebunan berkelas dunia".

Untuk mewujudkan visi tersebut, Puslibang Perkebunan menyusun misi:

(1) Menghasilkan dan mengembangkan inovasi teknologi unggulan dan

kebijakan di bidang perkebunan

(2) Meningkatkan kualitas dan optimalisasi sumberdaya penelitian dan

pengembangan perkebunan

(3) Mengembangkan jaringan dan meningkatkan kerjasama iptek di tingkat

nasional dan internasional

1.4. Tujuan dan sasaran

Tujuan dan sasaran yang akan dicapai Puslitbang Perkebunan adalah sebagai

berikut:

1. Mendukung Pemenuhan Kebutuhan Benih Unggul, Teknologi Budidaya dan

Peningkatan Nilai Tambah Tanaman Perkebunan, yang sasarannya adalah

tersedianya:

a. Varietas unggul tanaman perkebunan,

b. Teknologi budidaya tanaman perkebunan;

c. Produk olahan dan teknologi peningkatan nilai tambah tanaman

perkebunan;

d. Benih unggul tanaman perkebunan

e. Plasma Nutfah tanaman perkebunan

2. Menghasilkan Rekomendasi Kebijakan Tanaman Perkebunan sebagai bahan

Kebijakan Pertanian di bidang Perkebunan, yang sasarannya adalah

tersedianya Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Tanaman Perkebunan

3. Meningkatkan Diseminasi hasil penelitian Perkebunan kepada pengguna

yang sasarannya adalah :

6 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

a. Meningkatnya publikasi hasil penelitian;

b. Meningkatnya penyebaran hasil penelitian perkebunan kepada

pengguna;

c. Terjalinnya kerjasama dengan pihak lain.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 7

BAB II

PERAKITAN VARIETAS UNGGUL TANAMAN PERKEBUNAN

2.1. Varietas unggul yang telah dilepas

Pada Tahun 2011 telah dilepas 13 varietas komoditas perkebunan, yaitu

masing-masing 1 varietas akarwangi, kunyit, sambiloto, pegagan, kelapa, aren,

jambu mete, 2 varietas kemiri sunan, dan 4 varietas tembakau.

2.1.1. Kunyit: Curdonia 1

Keunggulan dari varietas ini terletak pada kandungan kurkumin (7.05 % ),

kadar minyak atsiri ( 4.77 %), kadar pati (35.77 %), dan agak tahan terhadap

penyakit bercak daun. Tanaman ini beradaptasi baik di dataran menengah

dengan ketinggian 425-484 m dpl (Gambar 2).

Gambar 2. Varietas Unggul Kunyit Curdonia 1

2.1.2. Sambiloto: Sambina 1

Keunggulan varietas Sambiloto Sambina 1 adalah produksi ternanya yang tinggi

(5,08-10,37 ton/ha) dan dapat beradaptasi dengan baik di dataran rendah

sampai medium dengan ketinggian 120-500 m dpl (Gambar 3).

Gambar 3. Tanaman, bunga dan buah sambiloto genotipa CMg-2 Sambina 1

8 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

2.1.3. Akar wangi: Verina 1 dan Verina 2

Keunggulan varietas Verina 1 adalah kandungan kadar vetiverolnya yang tinggi

50.8 ± 1.41%. Produktivitas akar basahnya 10.38 ± 4.44 ton/ha dengan

produktivitas minyak 66.38 kg/ha. Varietas Verina 2, kadar vetiverolnya 55.48

± 3.17% dengan produksi akar basah 10.64 ± 4.52 ton/ha dan produktivitas

minyak 60.46 kg/ha. Tanaman ini beradaptasi baik di dataran tinggi.

Gambar 4. Akar wangi varietas Verina 1 (A) dan Verina 2 (B)

2.1.4. Kelapa Dalam Adonara

Kelapa Dalam Adonara berukuran sedang sampai besar. Jumlah

buah/pohon/tahun berkisar antara 84-105 butir dengan produksi buah 8.400-

10.500 butir/ha. Kadar minyak 66,83%. Ciri karakter pembedanya adalah

memiliki sabut tipis, toleran kekeringan sampai 5-7 bulan berturut-turut. Daerah

pengembangannya adalah pada lahan kering dengan tinggi tempat <500 m dpl,

curah hujan <1000 mm per tahun dengan bulan kering < 6 bulan kering

(Gambar 5).

Gambar 5. Kelapa Dalam Adonara

A B

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 9

2.1.5. Aren Genjah: Kutai Timur

Potensi produksi benih per pohon adalah ± 4.000 butir. Tanaman ini tahan

terhadap hama dan penyakit, wilayah pengembangannya di wilayah lahan

kering iklim basah, air tanah dangkal, dan curah hujan 1000-1500 mm per

tahun dengan bulan kering < 6 bulan kering.

Gambar 6. (a) Populasi Aren Genjah Kutim; (b) Tanaman Aren Genjah Kutim

2.1.6. Kemiri Sunan 1 dan 2

Keunggulan varietas Kemiri Sunan 1 dan Kemiri Sunan 2 adalah toleran

terhadap hama daun (ulat kantung) dan tahan terhadap penyakit/tanaman

pengganggu. Produksi biji/pohon/tahun adalah 110±16,9 (Kemiri Sunan1) dan

76,55±18,2 kg (Kemiri Sunan2). Tanaman ini bisa dikembangkan pada daerah-

daerah pengembangan dengan ketinggian 500-700 m dpl dengan tipe iklim B

untuk kemiri Sunan1, sedangkan untuk kemiri Sunan 2 pada ketinggian 50 –

400 m dpl, tipe iklim B dan C. Kedua varietas tanaman ini dapat diperbanyak

melalui biji dan grafting.

a b

10 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

Gambar 7. Keragaan (1) Kemiri Sunan 1 dan (2) Kemiri Sunan 2

2.1.7. Tembakau: Paiton 1, Paiton 2, Maesan 1, dan Maesan 2

Paiton 1 berasal dari varietas lokal dari petani desa Sumber Centeng

kecamatan kota Anyar kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Habitus tanaman

berbentuk silindris, tinggi tanaman 130,6 + 10,7 cm; warna batang hijau

kekuningan, batang berbulu, jumlah daun produksi 23,9 + 1,5 lb/ph, umur

panen 89,6 + 3,2 hst dengan potensi hasil 0,998 – 1,242 t/ha dan kadar nikotin

1,39 – 3,09%. Tahan terhadap penyakit bakteri R. solanacearum dan nematoda

Meloidogyne spp.

Paiton 2 merupakan varietas lokal dari petani desa Glagah kecamatan

Pakuniran kabupaten Probolinggo. Habitus berbentuk kerucut, tinggi tanaman

155,3 + 22,5 cm dengan panjang ruas berganti, warna batang hijau

kekuningan, batang berbulu, jumlah daun 25,3 + 2,2 lb/ph, umur panen 86,3 +

2,8 hr, potensi hasil 0,937 – 1,049 t/ha., dan kadar nikotin 2,38 – 3,89%.

Tahan terhadap penyakit bakteri R. solanacearum dan nematoda Meloidogyn

spp.

Varietas unggul tembakau Maesan 1 (kultivar Somporis 1) berasal dari

Bondowoso Jawa Timur. Habitus berbentuk kerucut, tinggi 146±27cm, warna

batang hijau kekuningan, jumlah daun 24,9±3,9 lembar, umur berbunga

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 11

81,85±4,9 hari dengan warna bunga merah muda, dan produksi 0,94 ton/ha.

Varietas ini tahan terhadap Phytophthora Nicotianae, Erwinia Carotovora, dan

Ralstonia solanacearum. Warna rajangan kuning tua (deep orange) dan

beraroma harum.

Varietas Maesan 2 juga berasal dari Bondowoso, Jawa Timur dengan habitus

berbentuk kerucut, tinggi tanaman 150,8±27,6 cm dengan panjang ruas yang

panjang dan warna batang hijau kekuningan, jumlah daun 22.5±3 lembar,

umur berbunga 80.9±4,1 hari dengan warna bunga merah muda, dan produksi

0.73 ton/ha. Varietas ini tahan terhadap Phytophthora nicotianae, Erwinia

carotovora, dan Ralstonia solanacearum. Warna rajangan orange dan aromanya

sangat harum.

A B C D

Gambar 8. Varietas unggul tembakau Paiton 1 (A); Paiton 2 (B); Maesan 1 (C); dan Maesan 2 (D)

2.1.8. Jambu Mete : Populasi Muna

Karakter khusus varietas ini adalah gelondong besar; kacang gurih dan manis.

Produktivitas /pohon/tahun umur 15-39 tahun yaitu 15.670.58 – 19.201.01

kg, kadar CNSL 19.88-21.45% dengan rendemen kacang mete 31.40-34.09%;

kadar lemak 43.69-45.03%; kadar protein 21.78-22.77%; kadar karbohidrat

13.22-13.84% dan kadar gula 3,74%. Ciri khas lainnya adalah bentuk kanopi

tanaman umur 15-39 tahun berbentuk setengah bola (payung) dengan lebar

12 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

kanopi 12.440.52-22.330.93 m. Populasi ini rentan terhadap Helopeltis spp.

Daerah pengembangannya adalah daerah dengan tipe iklim B.

Gambar 9. Penampilan blok dan pohon induk jambu mete terpilih populasi Muna di Sulawesi Tenggara

2.2. Upaya Perakitan Varietas

2.2.1. Perakitan varietas tebu toleran iklim basah in vitro

Kultur in vitro dapat dimanfaatkan untuk merakit varietas unggul baru. Salah

satu metoda kultur in vitro yang efektif dan efisien untuk merakit varietas

unggul adalah melalui seleksi in vitro, dimana sifat baru yang diinginkan telah

diarahkan sejak biakan ada dalam tabung kultur. Untuk mendapatkan genotipa

baru yang toleran iklim basah maka populasi sel somatik yang telah diradiasi

sinar gamma atau diberi mutagen kimia dengan EMS dikulturkan pada kondisi

in vitro dengan kelembaban yang sangat tinggi. Kombinasi mutasi baik fisik

maupun kimiawi dengan seleksi in vitro dapat lebih meningkatkan keragaman

genetik yang tinggi pada sel-sel somatik. Somaklon kemudian diuji baik di

rumah kaca maupun lapangan sampai dengan generasi M2 untuk diketahui

karakter agronomi seperti yang diinginkan dan rendemen gulanya.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 13

Perakitan varietas unggul tebu toleran iklim basah melalui seleksi in vitro

menunjukkan, tingkat pembentukan kalus dan regenerasi varietas PS 864 lebih

besar dibandingkan dengan Bululawang. Induksi mutasi dengan iradiasi sinar

gamma menunjukkan dosis LD50 pada kisaran dosis 20 – 30 Gy, sedangkan

persentase regenerasi kalus PS 864 setelah perlakuan iradiasi sinar gamma

dan perendaman dalam media cair lebih besar dibandingkan dengan

Bululawang. Semakin tinggi dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan serta

waktu perendaman kalus dalam media cair, daya regenerasi kalus dan jumlah

tunas yang diperoleh makin menurun. Induksi mutasi dengan EMS

menunjukkan bahwa perlakuan EMS 1% dengan waktu perendaman selama 5

jam memperlihatkan adanya peluang mendapatkan LD50. Kemampuan kalus

dan regenerasi membentuk tunas setelah perlakuan EMS bervariasi.

Gambar 10. Visual kalus dari varietas PS 864 setelah iradiasi sinar gamma (a) 50 Gy, (b) 40 Gy, (c) 30 Gy, (d) 20 Gy, (e) 10 Gy

2.2.2. Pengujian ketahanan klon tebu terhadap penyakit streak mosaic.

Streak mosaic adalah penyakit baru pada pertanaman tebu di Indonesia dengan

tingkat sebaran yang cukup luas khususnya di Jawa. Penyakit ini disebabkan

oleh Sugarcane streak mosaic virus (SCSMV). Rekomendasi pengendaliannya

masih terbatas pada penggunaan bibit sehat dan pembatasan penanaman

varietas PS 864 yang berdasarkan pengamatan lapang terindikasi rentan.

Penanaman varietas tahan merupakan cara pengendalian yang efektif, namun

informasi tentang ketahanan varietas belum ada.

Pengujian ketahanan klon tebu terhadap penyakit streak mosaic telah dilakukan

di Kebun Bugul, Kebun Percobaan P3GI di Pasuruan. Sebanyak 30 klon tebu

a

)

b

)

c

) e

)

d

)

14 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

yang terdiri dari varietas/klon unggul komersial, koleksi varietas yang

dilepas/klon unggul non komersial dan klon harapan diuji ketahanannya

terhadap SCSMV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 klon yang diuji

tidak ada yang terklasifikasi sangat tahan. Terdapat 6 klon terklasifikasi tahan,

11 klon terklasifikasi sedang, 8 klon terklasifikasi rentan dan 5 klon terklasifikasi

sangat rentan. Klon yang tahan adalah PS 851, BL, GMP 1, VMC 76-16, PS 04-

526 dan PS 06-181. Klon yang bereaksi sedang adalah PS 862, PS 882, PSBM

901, Kidang Kencana, Kentung, PS 951, PSCO 902, PS 92-750, VMC 73-229, PS

05-130 dan PS 06-155. Klon rentan adalah PS 863, PS 865, PS 881, PS 921,

PSJT 941, GMP 2, PS 05-317 dan PS 06-346. Klon sangat rentan adalah PS 92-

752, PS 05-382, PS 06-156, PS 06-196 dan PS 06-326.

2.2.3. Perakitan sistem genetik pembungaan kelapa sawit

Dalam siklus pembungaan tanaman kelapa sawit, proses diferensiasi seksual

diawali dengan terbentuknya primordial bunga dari jaringan meristem bunga.

Setelah itu terjadi diferensiasi seksual, yaitu primordial bunga berkembang

menjadi bunga jantan atau betina tergatung pada kondisi lingkungan. Dalam

banyak tanaman berbunga, proses pembungaan dari awal hingga menjadi buah

dikendalikan di tingkat genetik terutama oleh kelompok gen MADSBOX. Pada

banyak spesies tanaman, MADSBOX ini memiliki struktur dan fungsi yang

terkonservasi (highly conserved). Setidaknya ada tiga gen MADSBOX yang

berperan dalam pembungaan kelapa sawit yaitu EgSQUA1, EgAG dan EgAGL.

Satu dari ketiga gen tersebut diduga kuat berperan juga dalam proses

diferensiasi seksual pada pembungaan kelapa sawit.

Pada penelitian sebelumnya telah dirakit konstruk genetik PEgAG2::GFP dan

PEgAGL2::GFP menggunakan teknologi Gateway (dari Invitrogen). Selain ini

telah terindentifikasi sumber-sumber bioregulator lokal yang berpotensi besar

dapat meningkatkan baik pertumbuhan vegetatif maupun generatif tanaman

monokotil khususnya kelapa sawit. Pada penelitian tahun ini, dilakukan dua

kegiatan utama yaitu, (1) lanjutan dari perakitan dan analisis sistem genetik

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 15

pada tanaman, dan (2) eksplorasi lebih lanjut bioregulator dari sumber lokal.

Pada kegiatan yang pertama dilakukan konfirmasi konstruk yang diperoleh

sebelumnya dan regenerasi kultur tanaman yang membawa konstruk

PEgAG2::GFP dan PEgAGL2::GFP. Pada kegiatan yang kedua dilakukan

inventarisasi bioregulator penginduksi pembungaan tanaman, dan yang paling

mudah mendapatkan dan menggunakannya.

Perakitan dan analisis sistem genetik adalah konstruk genetik PEgAG2::GFP dan

PEgAGL2::GFP masing-masing telah berhasil di subkloning ke Agrobacterium

tumefacient. Kedua konstruk tersebut juga telah berhasil ditransformasikan ke

dalam eksplan tanaman model in vitro tembakau. Tanaman tembakau (planlet)

yang membawa konstruk tersebut juga telah berhasil diregenerasikan. Pada

garam MS yang diberi BAP 0,5 ppm dan sukrosa 30-40 g/L, planlet yang

teregenerasi menunjukkan struktur yang “berbeda” dengan planlet kontrol

positif, yaitu planlet yang tidak ditransformasi dan diregenerasikan pada media

baku. Fenomena ini mengindikasikan bahwa kedua konstruk gen reporter

tersebut diekspresikan pada kondisi in vitro, atau sistem genetik yang dirakit

berfungsi dengan baik. Pada percobaan rekonfirmasi pada padi gogo di rumah

kaca, bioregulator (bahan) alami mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif

dan jumlah anakan sehingga produktivitas dan kualitas biji juga meningkat.

2.2.4. Klon kakao unggul dan pengelolaan pertanaman di lahan kering

iklim kering

Produktivitas tanaman kakao di NTT tergolong rendah, hanya 526 kg/ha,

bahkan menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2009 hanya 228

kg/ha. Rendahnya produktivitas antara lain disebabkan kualitas bahan tanam

yang rendah dan kondisi lahan yang marjinal. Curah hujan hanya sekitar 1200

mm dengan 6-8 bulan kering (curah hujan <60 mm per bulan) per tahun. Di

lain pihak, dewasa ini telah ditemukan klon baru dengan potensi hasil 2,0 – 3,0

ton biji kering/ha, yaitu ICCRI 03, ICCRI 04 serta klon Sulawesi 01, Sulawesi 02,

dan Sca 6 dengan produktivitas sekitar 1,5 ton. Batang bawah yang toleran

cekaman lengas juga sudah ditemukan, yakni Sca 6 dan Sca 12.

16 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

Puslitbang Perkebunan telah memperoleh teknologi budidaya kakao lindak klon-

klon unggul spesifik lahan kering iklim kering di Nusa Tenggara Timur serta klon

unggul yang adaptif. Bahan tanam dalam bentuk tanaman hasil sambung pucuk

disiapkan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia di Jember. Pertumbuhan

bibit sambungan yang dicerminkan dari tinggi tunas, diameter, jumlah daun dan

luas daun tunas sambungan, tidak menunjukkan perbedaan antarklon.

2.2.5. Penelitian peningkatan produktivitas kelapa sawit (≥15%) dan kadar minyak (≥10%) dengan abnormalitas < 2 % melalui molecular breeding

Pengembangan kelapa sawit membutuhkan bibit unggul produktivitas tinggi dan

sistem perbanyakan benih yang dapat menghasilkan bahan tanaman bermutu

tinggi, seragam, dalam jumlah banyak, dan dengan harga yang relatif murah.

Untuk tujuan tersebut dilakukan penelitian untuk mendapatkan (1) satu

metoda proliferasi kalus embriogenik dan struktur embrio somatik; (2) metoda

pendewasaan dan perkecambahan; (3) metoda pembentukan struktur torpedo,

kotiledon dan tunas; (4) 50 struktur embriosomatik torpedo, kotiledon dan

tunas; (5) pola kekerabatan 49 aksesi kelapa sawit asal Kamerun berdasarkan

penanda SSR; (6) pola kekerabatan 66 aksesi kelapa sawit hasil eksplorasi

berdasarkan penanda SSR, dan (7) data sekuen seluruh genom (whole genome)

de novo kelapa sawit Elaeis oleifera Brasil.

Gambar 11. Struktur embriosomatik yang telah berploriferasi

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 17

Berbagai komposisi media kultur diuji pada lingkungan kultur berbeda untuk

induksi kalus embriogenik dan embriosomatik untuk dikembangkan menjadi

kalus dengan struktur embriosomatik, kotiledon, dan tunas. Karakterisasi

pertumbuhan telah dilakukan terhadap 103 koleksi kelapa sawit asal Kamerun

dan analisis kekerabatan telah dilakukan terhadap 49 aksesi asal Kamerun dan

66 aksesi hasil eksplorasi menggunakan marka SSR. Penelitian sequencing de

novo kelapa sawit Elaeis oleifera Brasil dilakukan menggunakan mesin next

generation sequencer Illumina HiSeq2000.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Formulasi media yang terbaik yaitu

MS15 untuk produksi kalus yang diperoleh pada tahun 2010, dapat memberikan

hasil yang sama pada kegiatan penelitian tahun 2011 (“ reproducible”); (2)

Formulasi media yang optimum untuk proliferasi kalus embriogenik adalah MS +

casein hidrolisat 500 mg/l + sukrosa 30g/l + arang aktif 3 gr/l+ 2,4-D 50 mg/l;

(3) Formulasi media yang optimum untuk pendewasaan tunas adalah MS

modifikasi + BA 0,5 mg/l + kinetin 0.05 mg/l+ arang aktif 3 gr/l; (4) Telah

diperoleh 50 struktur embriosomatik torpedo, kotiledon dan tunas; (5)

Terdapat keragaman pertumbuhan antar aksesi kelapa sawit asal Kamerun di

pembibitan. Distribusi pertumbuhan menyebar secara normal; (6) Dendrogram

analisis SSR menunjukkan bahwa keragaman genetik antar aksesi kelapa sawit

asal kamerun berkisar antara 9-65 %. Aksesi dibagi menjadi 17 grup; (7)

Dendrogram analisis SSR menunjukkan bahwa keragaman genetik antar aksesi

kelapa sawit hasil eksplorasi di dalam negeri berkisar antara 6-44 %. Aksesi

dibagi menjadi 16 grup; (8) Data sekuen whole genome Elaeis oleifera Brasil de

novo telah diperoleh. Saat ini data sekuen sedang diolah secara bioinformatika

untuk mengetahui susunan basa dari seluruh genom kelapa sawit Elaeis oleifera

Brasil. Data sekuen utuh kelapa sawit akan dapat digunakan untuk mendeteksi

lokasi gen-gen pengontrol karakter bernilai ekonomi tinggi pada kelapa sawit.

Pola kekerabatan antar aksesi sawit digunakan sebagai landasan bagi pemulia

untuk memilih tetua yang potensial digunakan dalam program pemuliaan sawit

produktivitas tinggi.

18 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

2.2.6. Peningkatan produktivitas (>10 ton), kadar minyak jarak pagar (> 40%) melalui pemuliaan molekuler dan konvensional

Jarak pagar baru diteliti dan dikembangkan pada tahun 2006. Memenuhi

permintaan benih yang sangat tinggi dalam rangka memenuhi target

pengembangan seluas 1,5 juta hektar pada tahun 2010 dan kebutuhan benih

850-950 ton tiap kebun, percepatan untuk memperoleh jenis unggul telah

dilaksanakan melalui ekplorasi dan seleksi populasi. Populasi komposit dengan

produktivitas 200 buah/tanaman pada tahun 1 yang setara dengan 1 ton biji

kering/ha telah diluncurkan dengan IP-1P, IP-1M dan IP-1A. Seleksi kedua

dilakukan dengan metoda seleksi berulang dan meningkatkan standar seleksi

menjadi 300-400 buah/tanaman pada tahun 1 dan diperoleh IP-2P, Ip-2M dan

IP-2A, hasil selanjutnya menghasilkan IP-3 dengan potensi produksi + 600

buah/tanaman pada tahun 1 dan diluncurkan pada tahun 2009. Namun sampai

akhir 2009, target pengembangan tidak tercapai karena petani ragu-ragu

menanam karena tidak menguntungkan, kurang bimbingan dan tidak jelas

pasarnya. Oleh sebab itu diperlukan upaya meningkatkan produktivitas diatas

IP-3 melalui teknik radiasi, induksi somaklonal, seleksi in-vitro, teknik

tranformasi, pola tanam rapat, hibridisasi dan peningkatan nilai tambah melalui

detoksifikasi bungkil biji dengan pelarut dan pemasaman satu formulasi

pestisida.

Penelitian dilakukan di Bogor (IPB dan Balittro), Sukabumi (Kebun Percobaan

Pakuwon, Balittri), Pati (Kebun Percobaan Muktiharjo), Lumajang (Kebun

Percobaan Pasirian), Laboratorium Balittas dan Laboratorium Universitas

Muhammadiyah Malang. Hasil yang diperoleh pada tahun 2010 adalah 1) dosis

radiasi yang optimum untuk meningkatkan hasil biji kering (kg/ha) dan 30

individu terbaik hasil seleksi berdasarkan produktivitas biji kering; 2) Peta DNA

hasil proses amplifikasi PCR pada beberapa aksesi tanaman Jatropha curcas

dengan menggunakan primer Rubisco; 3) Pertambahan produksi IP-3P pada

berbagai pola tanam dan zat pengatur tumbuh yang dapat meningkatkan

pembungaan; dan 4) Karakteristik bungkil jarak pagar, metoda detoksifikasi,

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 19

formula pakan dan formula biopestisida. Pada tahun 2011 telah diperoleh 1) 1-

2 galur M1V5 hasil mutasi radiasi dengan produktivitas dan kadar minyak tinggi,

2) bibit jarak pagar pembawa gen penanda hasil transformasi, 3) sequence gen

lengkap dengan penyandi sifat produksi tinggi, 4) produksi ke-2 IP-3P pada

berbagai perlakuan pola tanam serta hasil identifikasi hama penyakit dan

dinamika populasi hama penyakitnya, serta 5) populasi komposit hasil

persilangan tetua terpilih dan individu hasil persilangan tetua terpilih.

2.2.7. Penelitian peningkatan produktivitas kakao >50% melalui penggunaan klon tahan PBK, VSD dan busuk buah

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki teknologi budidaya kakao,

klonalisasi menggunakan klon kakao unggul dan perakitan varietas unggul baru

sebagai bahan tanam tahan terhadap penyakit busuk buah, VSD maupun hama

PBK, memiliki produksi dan mutu yang baik di provinsi Jawa Timur dan

Sulawesi Barat. Hasil yang dicapai tahun 2011 adalah (1) Hasil pengamatan

komponen daya dan mutu hasil kakao klon S1 dan S2 memberikan informasi

bahwa klon – klon tersebut menghasilkan bobot biji kering >1 gram dengan Pod

value rata-rata 25-28 buah, sehingga klon tersebut dapat digunakan sebagai

bahan tanam untuk rehabilitasi tanaman kakao rakyat yang sudah tua dengan

teknik klonalisasi, (2) adanya serangan OPT yang tinggi (Penyakit Busuk Buah

Kakao) yang didukung oleh keadaan cuaca yang tidak menentu menyebabkan

terjadinya kekurangan buah, sehingga kegiatan pasca panen pendampingan

2011 belum dapat dilaksanakan, (3) pendapatan bersih yang diterima petani

dalam usahatani kakao per hektar adalah sebesar Rp.8.842.459,- dengan nilai

B/C diperoleh adalah sebesar 1,79, sehingga usahatani kakao di lokasi

pengkajian cukup layak untuk diusahakan pada kondisi pertanaman populasi

sekitar 600 pohon/ha dengan produksi 573-600 kg biji kering, (4) enam belas

klon kakao yang dianalisis dalam penelitian menunjukkan keragaman genetik

dan jarak genetik antar klon yang tinggi. Jika jarak genetik saja yang dijadikan

sebagai satu-satunya pertimbangan, maka klon kakao yang dapat dijadikan

sebagai calon tetua untuk persilangan antara lain: Kelompok tetua P1 – klon

20 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

kakao Sca 6 atau NW 6261, RCC 70 atau RCC 71, PA 300 atau PA 303, dan ICS

13 atau TSH 858 sedangkan kelompok tetua P2 – klon kakao DR 2, ICCRI 2,

DRC 16, DR1, ICCRI 3, ICCRI 1, ICCRI 4, atau DRC 15. Dalam prakteknya,

pemilihan pasangan tetua untuk menghasilkan galur kakao hibrida F1 tidak

hanya berdasarkan pada jarak genetik semata tetapi harus juga berdasarkan

kombinasi sifat-sifat unggul yang dipunyai oleh pasangan tetua, yang meliputi

daya hasil, ukuran biji, ketahanan terhadap hama dan terhadap penyakit utama

yang menyerang kakao di lapangan (5) hasil uji ketahanan terhadap tetua dan

F1 di laboratorium menunjukkan bahwa semua strain kombinasi hasil

persilangan tersebut terinfeksi penyakit busuk buah dengan intensitas serangan

bervariasi. Intensitas penyakit tertinggi terjadi pada strain kombinasi DR 1 x ICS

13 dan terendah pada strain kombinasi persilangan ICS 13 dan SCa 6. Hasil

pertanaman di lapangan seluruh kombinasi persilangan belum menunjukkan

gejala adanya infeksi OPT dan (6) klon kakao yang mempunyai daya gabung

umum yang cukup tinggi berdasarkan intensitas penyakit adalah klon TSH 858,

ICCRI 3 DAN SCA 6, sehingga klon kakao tersebut berpeluang dimanfaatkan

dalam program perakitan hibrida.

2.2.8. Varietas nilam tahan 60 % terhadap penyakit layu bakteri, produksi ≥ 320 kg/ha melalui variasi somaklonal

Masalah utama yang dihadapi budidaya nilam (Pogostemon cablin Benth) di

Indonesia adalah penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia

solanacearum. Kerugian yang ditimbulkan sebesar 60-95%. Sampai saat ini

belum ada varietas yang tahan terhadap penyakit layu bakteri. Varietas

Sidikalang diindikasikan mempunyai sifat agak toleran terhadap penyakit

tersebut. Keterbatasan sumber genetik merupakan faktor pembatas dalam

pemuliaan tanaman nilam karena tanaman nilam tidak berbunga/berbiji dan

selalu diperbanyak secara vegetatif dengan setek. Salah satu upaya yang efektif

untuk menambah keragaman genetik adalah dengan cara induksi mutasi in vitro

dan iradiasi dengan memanfaatkan variasi somaklonal. Penelitian uji coba

adaptasi lima nomor harapan nilam (Pogostemon cablin Benth) tahan penyakit

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 21

layu bakteri di tiga agroekologi bertujuan untuk mengevaluasi karakter

morfologi, daya hasil dan mutu lima nomor harapan nilam di tiga agroekologi.

Pertumbuhan lima somaklon nilam bervariasi di 3 agroekologi, akan tetapi

pertumbuhan terbaik pada tahun pertama adalah somaklon B, diikuti oleh

somaklon A, somaklon D dan somaklon C. Rata-rata kadar minyak dan PA di

Kuningan tertinggi pada somaklon B sebesar 2,36% dan 32,33%. Sedang di

Purwokerto kadar minyak dan PA tertinggi adalah somaklon B sebesar 2,32%

dan somaklon E sebesar 36,47%.

2.2.9. Perakitan galur / mutan jahe putih kecil toleran bercak daun >70 %, produktivitas > 12 t/ha dan kadar minyak atsiri > 3.5% dengan teknik iradiasi

Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh cendawan Pyricularia, Phyllosticta

dan Cercospora, menjadi masalah utama dalam usahatani jahe di beberapa

sentra produksi di Indonesia dengan tingkat kerusakan daun sampai 90%.

Serangan bercak daun mengakibatkan pertumbuhan tanaman kerdil, produksi

rimpang dan mutu menurun. Penggunaan varietas tahan merupakan cara

pengendalian penyakit yang murah dan mudah diaplikasikan. Namun sampai

saat ini belum ditemukan varietas jahe yang tahan. Jahe merupakan tanaman

introduksi yang diperbanyak secara vegetatif karena steril, sehingga keragaman

genetik plasma nutfah di alam rendah. Penelitian ini dilakukan untuk

peningkatan keragaman melalui induksi mutasi dengan irradiasi sinar gamma

Co60 pada benih jahe (rimpang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa irradiasi

dapat menimbulkan keragaman pada karakter morfologi, komponen hasil, mutu

dan ketahanan. Pada aksesi 1 irradiasi dosis 5 dan 10 Gy, mampu menurunkan

tingkat serangan penyakit bercak daun < 30 %. Irradiasi menurunkan bobot

rimpang, namun sampai dosis 5 Gy bobot rimpang tidak berbeda nyata dengan

kontrol. Irradiasi juga menurunkan kadar minyak atsiri pada jahe putih kecil <

3.5 %, namun masih lebih tinggi dari standar MMI (1.6 %). Untuk penelitian

lebih lanjut dua populasi hasil irradiasi dengan tingkat serangan < 30 %, dan

populasi yang memiliki pola pita RAPD berbeda dan tidak terserang bercak daun

akan dipilih untuk diteliti lebih lanjut. Perlu dilakukan irradiasi dengan dosis < 5

22 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

Gy, untuk menghasilkan mutan dengan ketahanan > 70 %, kadar minyak atsiri

> 3.5 % dan produktivitas > 12t/ha.

2.2.10. Galur harapan jahe putih besar produktivitas 30 t/ha, toleran layu bakteri 70% melalui variasi somaklonal, fusi protoplas dan rekayasa genetik

Penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tanaman jahe dapat

menghilangkan hasil lebih dari 80%. Upaya penanggulangan penyakit telah

dilakukan, antara lain dengan sanitasi, rotasi, penggunaan pestisida dan musuh

alami, namun hasilnya belum optimal, upaya pengendalian paling efektif adalah

penggunaan varietas tahan. Namun, rendahnya variabilitas genetik plasma

nutfah jahe menyebabkan peluang untuk memperoleh sumber gen ketahanan

atau sifat penting lainnya, semakin kecil. Di antara tiga tipe jahe (jahe putih

besar, putih kecil dan jahe merah), jahe merah paling toleran. Hibridisasi

konvensional untuk memperoleh varian jahe baru tahan terhadap penyakit tidak

dapat dilakukan karena hambatan fisiologis, yaitu adanya sifat inkompatibilitas

sendiri serta rendahnya fertilitas polen jahe. Oleh karena itu, upaya untuk

memperoleh varietas tahan akan menggunakan pendekatan inkonvensional,

seperti fusi protoplas dan transformasi gen. Informasi awal menunjukkan

bahwa peningkatan keragaman genetik

melalui induksi ketahanan in vitro menggunakan medium selektif filtrat patogen

dan elisitor kimia pada stadia kalus telah menghasilkan somaklon jahe tahan

suspensi bakteri pathogen secara in vivo. Selanjutnya, somaklon jahe tahan

suspensi R. solanacearum diuji ketahanannya di lahan endemik. Sementara itu,

gen RRS1-R yang terisolasi dari jahe merah dan LE toleran layu bakteri, diuji

ekspresinya pada berbagai jaringan jahe merah, LE dan jahe putih besar,

kemudian dilakukan rekombinasi didalam plasmid pembawa untuk diinsersi ke

dalam Agrobacterium tumefaciens dan ditransformasikan pada kalus jahe putih

besar untuk membentuk jahe putih besar transgenik toleran layu bakteri. Selain

itu, untuk membentuk galur harapan baru jahe putih besar toleran layu bakteri

dilakukan fusi protoplas jahe putih besar dengan jahe merah.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 23

Hasil penelitian menunjukkan, lima populasi somaklon (FA, FB, FIFLA, AC1 dan

AC2) yang diuji di lahan endemik penyakit layu bakteri, KP. Cicurug, tumbuh

baik pada kondisi lapang. Pada umur satu bulan setelah tanam, anakan baru

tumbuh dengan baik dan terdapat penambahan sekitar 1-10 anakan.

Penampilan daun dan batang hijau normal mencirikan pertumbuhan yang

optimal. Sampai akhir Desember 2011, gejala serangan penyakit layu bakteri

belum ditemui, meskipun curah hujan relatif konsisten. Sementara itu,

perbanyakan in vitro untuk stok benih somaklon yang menunjukkan

pertumbuhan terbaik (FA 1.2), tetap dilakukan melalui embriogenesis somatik.

Protoplast dapat diisolasi dari kalus embriogenik jahe merah dan putih besar,

menggunakan kombinasi ensim mecerozim, pektoliase dan cellulase. Fusi dapat

dilakukan dengan menggunakan kombinasi fusogen kimia PEG dan CaCl2,

masing-masing selama 30 menit. Mikrokalus hasil fusi dapat terbentuk dengan

mengoptimalkan kondisi kultur, sehingga inti sel yang sudah terkondensasi dan

membentuk mikro koloni berkembang menjadi mikro kalus dalam jumlah yang

optimal. Transformasi gen menggunakan A. tumefaciens pada kalus

embriogenik jahe putih besar berumur 8 minggu, belum menghasilkan transient

kalus optimal, karena tingkat kematian kalus pada medium dengan berbagai

taraf konsentrasi kanamisin masih relatif tinggi (>60%). Perlu dilakukan upaya

meningkatkan efisiensi transformasi dengan cara mengoptimalkan kondisi kalus

embriogenik dan mencari konsentrasi kanamisin yang optimal serta

mengaplikasikan metode perendaman sementara untuk meningkatkan kapasitas

regenerasi kalus.

2.2.11. Transformasi genetik gen faktor transkripsi WKRY dan analisis transforman untuk ketahanan terhadap penyakit nilam

Tanaman nilam merupakan tanaman tropik yang banyak dibudidayakan di

Indonesia, dan lebih dari 80% dari produksi minyak dunia dipasok dari

Indonesia. Masalah utama dalam budidaya nilam di Indonesia adalah adanya

serangan hama dan penyakit, belum ada varietas tahan terhadap penyakit, dan

terjadi alelopati. Beberapa penyakit telah dilaporkan dan menjadi masalah di

24 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

Indonesia antara lain penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum), nematoda

dan penyakit budok. Sampai saat ini varietas tahan terhadap penyakit

khususnya budok belum ditemukan. Tanaman tahan atau toleran dapat

diperoleh dengan teknik tranformasi gen dan pemuliaan tanaman. Trankripsi

faktor WRKY telah diketahui dapat meregulasi serangan beberapa patogen

penyebab penyakit tanaman.

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan 5-10 galur trangenik WRKY sebagai

kandidat yang tahan perhadap penyakit nilam (penyakit layu bakteri dan budok).

Penelitian dilakukan di laboratorium penyakit tanaman, Balai Penelitian

Tanaman Obat dan Aromatik, dan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan

Sumber Daya Genetik Pertanian (BB-Biogen). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa gen OsWRKY76 dari tanaman padi dapat ditranformasi ke tanaman

nilam dengan menggunakan Agrobacterium tumefaciens (varietas Sidikalang).

Tranformasi OsWRKY76 dengan perendaman 5 hari lebih efisien dibandingkan

dengan 7 hari, dalam menghasilkan kalus terseleksi higromisin. Tranformasi

OsWRKY76 asal tanaman padi dapat menghasilkan 187 kalus independen nilam.

Sembilan galur independen nilam transgenik WRKY dapat diaklimatisasikan di

rumah kaca dengan pertumbuhan normal. Analisis molekuler 9 galur

independen dengan PCR, 2 galur yaitu T1 dan T8 teramplifikasi dengan primer

spesifik gen hptII (gen untuk ketahanan terhadap antibiotik higromisin).

2.2.12. Evaluasi karakter vegetatif, pembungaan dan produksi awal kelapa dalam komposit hibrida intervarietas

Buah kelapa kopyor memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dari kelapa normal.

Permasalahan utama yang dihadapi dalam pengembangannya adalah

terbatasnya ketersediaan benih/bibit unggul kopyor, rendahnya persentase

kopyor alam (10-40%). Penyediaan bibit kelapa kopyor yang murah dan mudah

diperoleh serta produktivitas buah kelapa kopyor yang tinggi akan sangat

membantu petani kelapa kopyor. Hasil penyerbukan sendiri pada bunga kelapa

kopyor ternyata dapat meningkatkan persentase buah kopyor sampai 45,71%,

sedangkan buah kopyor yang menyerbuk secara alami hanya menghasilkan

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 25

15,75%. Selanjutnya uji adaptasi tiga varietas kelapa genjah kopyor di kebun

percobaan Balit Palma memperlihatkan pertumbuhan karakter vegetatif yang

beragam, dengan nilai koefisien keragaman >20%. Vigoritas tanaman

berdasarkan data awal karakter vegetatif yang diamati memperlihatkan aksesi

genjah hijau kopyor memiliki vigoritas terbaik di 2 lokasi pengujian yaitu KP.

Paniki dan Kayuwatu, sedangkan genjah Coklat Kopyor vigoritas terbaik di KP.

Paniki. Kemudian untuk kegiatan ketiga, yaitu kelapa dalam komposit terdiri

atas 10 varietas yaitu DMT, DTA, DBI, DPU, DSA, DJP, DLP, DKA, DBG dan

DRL dengan keunggulan yang berbeda. Hasil pengamatan sampai akhir tahun

2011 diperoleh bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman muda kelapa

dalam komposit di KP.Pandu adalah cukup baik. Kemudian pada umur 5 tahun

sesudah tanam silangan yang terbanyak telah berbunga awal yaitu DMT x DTA

sebanyak 22 pohon, DTA x DPU 20 pohon, DSA x DRL 19 pohon, DMT x DRL

17 pohon, dari total sampel 45 pohon, sedangkan yang paling lambat berbunga

adalah silangan DPU x DBI, yaitu baru 4 pohon.

2.2.13. Persiapan pelepasan populasi aren genjah (umur berbunga 5-6 tahun) dengan produktivitas nira > 10 l/hari, persiapan pelepasan populasi pinang dan perakitan aren super genjah (umur 3-4 tahun) dengan produktivitas nira>15 ltr/pohon/hari

Hasil kegiatan penelitian persiapan pelepasan populasi aren genjah Kutim

merupakan hasil pengamatan karakter morfologi. Sebagian besar nilai koefisien

keragaman karakter vegetatif < 20% (keragaman rendah). Hal ini menunjukkan

bahwa tingkat keragaman secara morfologi relatif rendah. Aren genjah Kutim

diduga sudah lama di budidayakan di kabupaten Kutai Timur, dengan

penyebaran yang luas terdapat di kecamatan Teluk Pandan, sehingga perlu

dilindungi kepemilikannya sebagai salah satu kekayaan hayati khas kabupaten

Kutai Timur. Sifat Genjah dengan tinggi batang yang relatif pendek yaitu 0,75 –

0.90 m serta umur mulai berproduksi sekitar 5-6 tahun, menjadi nilai tambah

dan pembeda dengan aren tipe genjah dari daerah Kalimantan Selatan,

Bengkulu, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Aren genjah Kutim memiliki

manfaat dan nilai ekonomi yang tinggi bagi masyarakat kabupaten Kutai Timur,

26 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

karena setiap mayang dapat menghasilkan nira > 12 liter/hari dengan lamanya

waktu penyadapan >2,5 bulan/mayang. Nilai tambah tersebut memberi peluang

pengembangannya di daerah sentra aren lainnya di Indonesia dalam

meningkatkan pendapatan petani. Jumlah pohon induk terpilih sebanyak 26

pohon. Pohon-pohon induk tersebut berpotensi menghasilkan benih 4032

butir/pohon, yang berarti setiap pohon aren genjah Kutim dapat digunakan

untuk pengembangan tanaman aren seluas 12 – 13 ha. Aren genjah Kutim telah

disidang dihadapan Panitian Penilai dan Pelepasan Varietas pada tanggal 14 Juli

2011 dan dilepas sebagai varietas unggul oleh Menteri Pertanian dengan SK.

No.3879/kpts/SR.120/9/2011 tanggal 14 September 2011.

Hasil kegiatan persiapan pelepasan pinang jambi merupakan hasil eksplorasi

pada bulan Juni 2011, aksesi pinang Sakernan tidak dapat dilepas karena

populasi yang tidak memungkinkan (telah diganti dengan kelapa sawit). Dua

aksesi lainnya, yaitu Betara-1 dan Betara-2 memperlihatkan hasil yang baik

untuk produksi buah selama 6 bulan pengamatan. Produksi buah aksesi pinang

Betara-1 56.32 kg berat buah matang/palm/tahun; Betara-2 44.11 kg berat

buah matang/palm/tahun. Produksi buah ke lima varietas pinang unggul India

masing-masing: a) Mangala 10 kg buah matang/pohon/tahun; b) Sumangala

17.25 kg buah matang/pohon/tahun; c) Sree Mangala 15.63 buah

matang/pohon/tahun; d) Mohitnagar 15.8 kg buah matang/pohon/tahun; e)

Calicut 18.89 kg buah matang/pohon/tahun. Evaluasi keragaman karakter

morfologi (vegetatif dan generatif) memperlihatkan penampilan yang seragam,

kecuali karakter jumlah buah per tandan.

Hasil penelitian perakitan aren super genjah umur berbunga 3-4 tahun dengan

produktivitas nira >15 liter/phn/hari menunjukkan bahwa perlakuan iradiasi

pada dosis 50 Gy – 250 Gy, menyebabkan perubahan pada jumlah kromosom

polen aren yang mengakibatkan menurunnya viabilitas polen aren. Makin tinggi

dosis iradiasi makin sedikit kromosom yang dapat diamati dan makin banyak

polen yang mati. Iradiasi dengan dosis > 200 Gy merupakan Lethal dose 100

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 27

persen pada polen aren. Jumlah buah jadi hasil persilangan menggunakan

pollen hasil iradiasi dosis 50 Gy dan 100 Gy masing-masing 500 dan 200 butir,

sedangkan pada dosis 150 Gy semua buah jadi gugur. Bibit yang diperoleh dari

benih yang diiradiasi sinar gamma hanya pada dosis iradiasi 50 Gy sebanyak 10

bibit. Buah jadi dan bibit hasil iradiasi semakin sedikit seiring dengan

peningkatan dosis sinar gamma terhadap pollen dan benih aren.

2.2.14. Identifikasi gen tahan terhadap Phytophthora pada tanaman

kelapa

penyakit busuk pucuk kelapa dan gugur buah kelapa yang disebabkan oleh

Phytophthora palmivora merupakan penyakit penting yang menyebabkan

kehilangan hasil dan kematian tanaman. Sampai saat ini dilaporkan adanya

kematian tanaman pada kelapa dalam lokal yang sebelumnya tahan terhadap

Phytophthora. Hasil penelitian pada tahun 2010 menggunakan kultivar kelapa

Dalam Mapanget generasi S2 dan kultivar kelapa Genjah Salak, dapat

diidentifikasi tanaman-tanaman yang tahan dan rentan terhadap P. palmivora.

Setelah mendapatkan tanaman tahan dan rentan, masing-masing individu yang

tahan disilangkan dengan individu tanaman rentan. Pada tahun 2011, dilakukan

persilangan pada pohon-pohon contoh yang merupakan pohon yang

diidentifikasi sebagai pohon tahan pada kultivar kelapa Dalam Mapanget dan

pohon rentan pada kultivar kelapa Genjah Salak. Kelapa Dalam Mapanget

digunakan sebagai sumber polen yang selanjutnya dikawinkan dengan pohon

contoh dari Genjah Salak. Sampai dengan Desember 2011 telah diperoleh benih

hasil persilangan tanaman tahan dan rentan sebanyak 29 butir, dan buah jadi

umur 5 bulan sebanyak 5 butir. Rendahnya buah jadi ini diduga karena (1)

persilangan dilakukan secara buatan, (2) tingkat curah hujan yang tinggi pada

bulan Oktober - Desember sehingga buah yang terbentuk mengalami

keguguran, (3) daya gabung antara kelapa Dalam Mapanget dan kelapa Genjah

Salak rendah, dan (4) sifat produksi rendah dan sifat ketahanan kemungkinan

berada pada lokus yang sangat berdekatan.

28 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

2.2.15. Konfirmasi marka DNA untuk seleksi kelapa kopyor

Kelapa Kopyor adalah salah satu jenis kelapa mutan resesif eksotik yang

memiliki nilai ekonomi tinggi. Endosperm dari kopyor kelapa mutan (triploid-

homozigot resesif mutan KKK) yang lembut dan agak manis dari kelapa normal

(triploid-homozigot dominan KKK). Oleh karena itu harga buah kelapa Kopyor

jauh lebih tinggi daripada yang normal (10x lebih tinggi). Harga bibit kelapa

yang mampu menghasilkan buah Kopyor (bibit heterozigot Kk dan khususnya

bibit mutan resesif homozigot kk) juga secara signifikan lebih mahal karena

permintaan yang tinggi. Karena bibit heterozigot (Kk) dan bibit mutan

homozigot resesif (kk) sangat mahal dan permintaan yang sedemikian tinggi

sedangkan hasil panen buah kopyor sangat rendah. Secara morfologi bibit

kelapa mampu menghasilkan buah kopyor (bibit heterozigot Kk) tidak mudah

dibedakan dari yang normal (bibit homozigot KK). Untuk membedakannya

secara morfologis tidak akan mungkin, sehingga harus digunakan penanda

molekular yang mampu membedakan tanaman heterozigot Kk dari

tanaman normal yang homozigot dominan KK. Penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan hasil konfirmasi 15-20 primer SSR sebagai penanda DNA sifat

kopyor pada kelapa, dan 100 buah jadi hasil persilangan individu tanaman

tahan dan rentan sebagai materi pengujian untuk identifikasi gen tahan. Hasil

analisis terhadap 30 sampel kelapa menggunakan 20 primer SSR menunjukkan

bahwa dua puluh primer tersebut belum dapat memperlihatkan adanya pita

yang berkaitan dengan sifat kopyor. Belum didapatkannya pita spesifik yang

dapat dijadikan penanda untuk sifat kopyor, diduga karena primer (lokus) SSR

yang digunakan letaknya berjauhan dengan gen pengontrol sifat kopyor. Oleh

karena itu masih diperlukan analisa molekular lanjutan menggunakan primer

SSR yang berbeda dan jumlah yang lebih banyak.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 29

2.2.16. Perakitan varietas kapas tahan A. biguttula, H. armigera dan P. gossypiella, produktivitas > 4 ton/ha, umur <110 Hari, dan tahan keterbatasan air hingga 35% air tanah tersedia

Upaya perbaikan produktivitas kapas terus dilakukan dengan melakukan

perakitan varietas unggul kapas dengan produktivitas dan mutu serat tinggi.

Masih rendahnya potensi produksi varietas-varietas kapas yang dihasilkan dan

adanya gangguan serangga hama dan penyakit merupakan faktor pembatas

tingkat produktivitas yang ditargetkan. Beberapa serangga hama yang hingga

saat ini masih berpotensi menurunkan produktivitas kapas, yaitu: hama

pengisap daun, Amrasca biguttula dan penggerek buah Helicoverpa armigera

dan Pectinophora gossypiella. Pemanfaatan sumber-sumber gen produktivitas

tinggi dan gen ketahanan terhadap hama dari aksesi plasma nutfah yang

tersedia telah dilakukan secara maksimal, namun hingga kini belum dapat

dihasilkan varietas-varietas baru kapas dengan rata-rata produktivitas > 4

ton/ha dan tahan terhadap serangan hama. Oleh karena itu diperlukan lebih

banyak lagi seleksi dan pengujian terhadap sumber-sumber gen tersebut. Pada

tahun 2011 serangkaian penelitian dilaksanakan untuk menghasilkan

galur/varietas kapas dalam rangka mendukung perakitan varietas kapas tahan

hama utama dengan produktivitas > 4 ton dan mutu serat tinggi, umur < 110

hari, serta tahan ketersediaan air hingga < 35%. Penelitian dilakukan di Jawa

Timur dan Jawa Tengah mulai Januari sampai dengan Desember 2011.

Hasil dari serangkaian penelitian tersebut adalah (1) 12 galur harapan F8 hasil

persilangan 2001 dengan KI 645 dengan produktivitas yang lebih tinggi, 4-5

galur toleran kekeringan yang diuji menunjukkan keunggulan sampai 294.22%,

sedangkan dalam kondisi dengan pengendalian hama optimal keunggulan

maksimum mencapai 160.36, >50 galur tahan hama, MAR dan berumur genjah,

30 galur dengan serat warna coklat yang telah seragam dan lima galur serat

panjang terbaik dengan produktivitas 1.1-1.9 ton kapas berbiji/ha. (2) dua galur

okra yang sesuai untuk tumpangsari dengan palawija yaitu 98048/2 dan

98031/1/7. Galur 4 (98048/2) sesuai bila ditumpangsarikan dengan kedelai

dengan hasil kapas 1.887,7 kg/ha dan kedelai 1.492 kg/ha, dengan penurunan

30 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

hasil kapas dan kedelai masing-masing 33% dan 39% dibanding monokulturnya.

Penurunan hasil kapas berdaun okra yang ditumpangsarikan dengan kedelai

berkisar 10-43% dibanding monokulturnya, lebih tinggi dibanding penurunan

hasil kapas berdaun normal (1%). Penurunan hasil kedelai lebih tinggi (45-

47%) bila ditumpangsarikan dengan kapas berdaun normal. Galur 1

(98031/1/7) sesuai untuk tumpangsari dengan jagung dengan hasil kapas

773,12 kg/ha dan jagung 2.557,10 kg/ha pada kondisi kekeringan setelah

tanam, dengan penurunan hasil kapas dan jagung masing-masing 30% dan

31% dibanding monokulturnya. Penurunan hasil kapas berdaun okra yang

ditumpangsarikan dengan jagung berkisar 28-49% dibanding monokulturnya.

(3) Aksesi yang tingkat pemulihan pertumbuhan vegetatifnya paling tinggi KI

121 (Arkugo 4), sedangkan aksesi yang pemulihan badan buahnya relatif lebih

tinggi bila dibandingkan dengan tanaman pembanding yaitu untuk

pembentukan buah KI 279 (Mori/5 x C145/1/3/3) dengan persentase -4,05,

sedangkan untuk produksi kapas berbiji KI 131 (M 35-5-8) dengan persentase -

28,09. (4) Aksesi kapas yang termasuk sedikit tahan hingga tahan terhadap A.

biguttula adalah: China x 146; GLK 320x359x339x448/8, GLK 135x182x351x268

/2; GLK135x182x351x268/3, GLK 320x182x351x268/9, GLK 320x182x

351x268/10; GLK 351x268/4; GLK 135x182/8; GLK 135x182/10, Kanesia 15,

CEA N 886 (hirsute); dan Deltapine 55 (blackseed), dengan frekuensi

pencapaian populasi ambang rendah (0-3 kali), kerapatan bulu daun tinggi

(121-360 helai/cm2), dan kisaran skor kerusakan rendah (0,5-2,0).

2.2.17. Perakitan varietas hibrida unggul jarak pagar untuk mendapatkan produksi >10 ton/ha/tahun, kadar minyak >40% dan umur panen pertama <110 hari

Hasil kegiatan uji multilokasi provenan dan hasil persilangan produktivitas IP-3 di

Asembagus, Muktiharjo, Gunung Kidul, dan Lombok Utara tahun 2011 terpilih 2

genotipe yang berpotensi produksi lebih tinggi dibandingkan dengan IP-3, yakni

HS-49/NTT dan PT-7/Lampung masing-masing menghasilkan biji kering

sebanyak 705.66 dan 649.13 kg/ha. Belum diperoleh genotipe yang konsisten

di beberapa lokasi berkadar minyak >40%. Genotipe yang kadar minyaknya

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 31

secara rata-rata mendekati 40% adalah hasil persilangan HS-49 x SP-88 yakni

39,61%. Genotipe HS-49/NTT memiliki umur panen pertama kurang dari 110

hari dan konsisten di empat lokasi. Dari persilangan antar IP-3P superior,

terseleksi 35 genotipe/individu F1 hibrida yang produktivitasnya >IP-3P,

sedangkan dari persilangan antar IP-3A hanya diperoleh tiga individu dengan

produktivitas > IP-3A, dan dari persilangan antar IP-3M tidak diperoleh individu

yang produktivitasnya tinggi. Dari 38 genotipe hibrida yang terseleksi tersebut

diperoleh 10 genotipe yang memiliki produktivitas > IP-3 dan umur panen I <

110 hari. Dari persilangan tahun 2009 yang diseleksi di KP. Pasirian, diperoleh

dua genotipe yang memiliki jumlah buah tinggi dan melebihi salah satu

tetuanya (Hs 49) maupun pembanding IP-3A, IP-3M dan IP-3P. Seleksi di KP.

Kalipare menghasilkan tiga genotipe yang berpotensi, namun dua di antaranya

memiliki jumlah buah lebih rendah dibandingkan HS 49, meskipun lebih tinggi

dibandingkan dengan pembanding IP-3A, IP-3M dan IP-3P.

Hasil seleksi genotipe F1 hibrida untuk peningkatan produktivitas dengan perbaikan

fruktifikasi menghasilkan tujuh (7) genotipa hibrida F1 yang memiliki kriteria

berpotensi produksi tinggi (jumlah buah >250/tanaman) dan berumur genjah

(<110 hari). Seleksi genotipe F1 hibrida untuk peningkatan produksi dan kadar

minyak menghasilkan enam genotipe hasil persilangan (F1 hibrida) yang

produktivitasnya > 250 buah/pohon dan umur panennya kurang dari 110 hari

yaitu IP-3A X SP-89 (4), HS-49 X SP-10 (10), HS-49 X SP-65 (27), HS-49 X SP-65

(31), HS-49 X SP-65 (39) dan HS-49 X SP-65 (45). Berdasarkan hasil biji

kering dan kadar minyak diperoleh delapan F1 hibrida yang produktivitasnya >IP-

3 (128 gram), kadar minyak >40% dan umur panen <110 hari yaitu IP-3A X

SP- 4 (4), IP-3A X SP- 65 (19), IP-3P X SP- 65 (50), IP-3P X SP- 65 (52), HS-49 X

SP-10 (10), HS-49 X SP-13 (66), HS-49 X SP-19 (65), dan HS-49 X SP-65 (20).

Plasma nutfah jarak pagar telah terkonservasi dengan baik karena 100% jumlah

aksesi dapat bertahan hidup, namun pemeliharaan tanaman harus lebih intensif

sehingga koleksi plasma nutfah tetap dapat hidup sebagai bahan perakitan

32 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

varietas jarak pagar. Pemeliharaan tanaman juga penting supaya pengamatan

terhadap potensi produksi mencapai hasil yang maksimal sehingga data yang

didapatkan lebih akurat.

Pada lokasi Pasirian (110 m dpl) IP-2P menghasilkan biji jarak tertinggi yaitu

2.043,75 kg/ha, disusul IP-2A 1.921,87 kg/ha, dan IP-2M 1.204,69 kg/ha. Hasil

biji jarak pagar dipengaruhi secara nyata oleh elevasi, sedang pada elevasi 950

m dan 1.450 m dpl, hanya beberapa pohon yang menghasilkan buah.

Kandungan minyak tertinggi diperoleh pada elevasi 5,5 m dan 110 m dpl yaitu

IP-2A 45,26% dan 43,19%, semakin tinggi elevasi semakin rendah kandungan

minyaknya. Dari ketiga IP-2 yang dicoba pada elevasi 5,5 m dan 450 m dpl,

IP-2A menghasilkan jumlah buah tertinggi, disusul IP-2P, dan IP-2M, sedang

pada elevasi 110 m dan 350 m dpl IP-2P menghasilkan tertinggi, disusul IP-2A

dan IP-2M, sedang pada elevasi 950 dan 1.450 m dpl sampai umur 12 bulan

hanya beberapa pohon yang berbunga dan membentuk buah.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 33

BAB III

TEKNOLOGI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS

3.1. Teknologi perbanyakan bibit tebu

Salah satu teknologi yang potensial untuk memperbanyak bibit yang cepat,

banyak dan seragam adalah teknologi kultur jaringan. Penyediaan bibit tebu

melalui kultur jaringan melalui empat tahapan penting, yaitu induksi kalus,

proliferasi kalus, diferensiasi kalus dan regenerasinya membentuk planlet. Untuk

itu perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan paket teknologi

mikropropagasi dalam usaha pengadaan bibit tebu unggul yang murah, cepat

dan teruji dalam skala luas. Untuk kegiatan perbanyakan tebu diperoleh hasil

bahwa penggunaan media untuk induksi kalus dengan penambahan 2,4-D

dapat menginduksi kalus dari eksplan daun muda tanaman tebu. Peningkatan

konsentrasi 2,4-D hingga 3 mg/l dalam media tanpa penambahan ZPT lain

cenderung dapat menurunkan jumlah eksplan berkalus. Penambahan casein

hidrolisat pada media induksi kalus tidak mempengaruhi jumlah kalus yang

dihasilkan, tetapi sangat berpengaruh pada kualitas kalus. Untuk meregenerasi

kalus menjadi planlet diperlukan formulasi media yang berbeda untuk masing-

masing varietas, sedangkan penggunaan auksin (NAA dan IBA) pada media

perakaran dapat menginduksi pembentukan akar. Metoda perbanyakan yang

dihasilkan dari penelitian ini telah diaplikasikan untuk memproduksi bibit tebu

secara massal. Benih tebu kultur jaringan yang dihasilkan pada TA 2011 ini

sebanyak 100.000 plantlet yang berpotensi menghasilkan 2.800.000 Budset G2

pada akhir 2012

34 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

Gambar 12. Induksi dan proliferasi kalus (1-2); Diferensiasi/(regenerasi tunas (3-4) dan Pembentukan plantlet induksi perakaran(5-6)

3.2. Teknologi budidaya tebu – ternak terpadu

Tebu adalah satu jenis tanaman yang potensial diintegrasikan dengan ternak.

Sebagai tanaman penghasil gula, tebu juga berpotensi sebagai sumber pakan,

karena produksi limbah tanaman berupa batang dan daunnya cukup tinggi,

yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber hijauan pakan ternak. Limbah

tanaman, limbah hasil pengolahan tebu dan limbah ternaknya juga berpotensi

sebagai sumber energi baru dan terbarukan berupa ethanol dan biogas,

sehingga berpotensi menekan emisi gas rumah kaca.

Pengembangan model perkebunan tebu- ternak dilaksanakan di Desa Lambur,

Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, Propinsi Jawa Tengah, pada

lahan tebu milik kelompok tani Mugilestari seluas 5 ha. Hasil pengamatan

menunjukkan pengawalan dan aplikasi pupuk organik produksi dari kegiatan

tebu-ternak sebanyak 5 ton per ha, penerapan klentekan dan rawis,

pemeliharaan saluran, meningkatkan produktivitas menjadi lebih dari 100 ton

per ha. Estimasi produksi pucuk, klentekan dan rawis diperkirakan mencapai 28

ton per ha yang berpotensi sebagai pakan dengan kandungan protein tinggi.

Dua unit instalasi biogas terpasang berkapasitas 5 m3 limbah ternak mampu

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 35

memproduksi 2.16 m3 biogas yang cukup memenuhi kebutuhan memasak 2

keluarga petani selama masing-masing 3.5 jam. Pengukuran emisi gas rumah

kaca pada pertanaman tebu umur satu bulan menunjukkan emisi CO2 sebesar

0.66 ton per ha per bulan, dan emisi N20 sebesar 3.63 ton per ha per bulan.

Gas methane yang dihasilkan dari limbah 16 ekor sapi mencapai 3.24 m3 per

hari atau 1083 m3 per tahun. Nilai tambah dari emisi methane sebagai bahan

bakar untuk rumah tangga yang diperoleh dari satu instalasi biogas diperkirakan

sebesar Rp 912. 000,- /KK.

3.3. Peningkatan efisiensi pemupukan pada kelapa sawit

Telah diperoleh beberapa isolat mikroba unggul hasil isolasi dari ekosistem

kelapa sawit di beberapa daerah. Mikroba tersebut menunjukkan aktivitas yang

cukup signifikan dalam menguraikan lignin, selulose, dan mempunyai aktivitas

enzim lipas. Isolat tersebut kemudian diformulasikan menjadi formula

dekomposer tandan kosong kelapa sawit. Hasil pengujian menunjukkan selain

mempercepat proses dekomposisi limbah sawit, penambahan dekomposer

tersebut menghasilkan kompos dengan kandungan K tersedia jauh lebih tinggi

(20 kali) dibandingkan dengan kompos tanpa menggunakan dekomposer

tersebut. Selain itu juga diperoleh isolat Azotobacter sp., Azospirillum sp, dan

bakteri endofitik kelapa sawit. Isolat tersebut kemudian diuji keefektifannya

dalam menambat N2 udara, melarutkan P tanah tidak tersedia dan

menghasilkan fitohormon IAA tinggi yang berpengaruh baik terhadap perakaran

kelapa sawit. Hasil seleksi isolat unggul dari mikroba tersebut kemudian

diformulasikan menjadi formula pupuk hayati. Hasilnya memperlihatkan bahwa

penggunaan formula pupuk hayati dapat meningkatkan efisiensi penggunaan

pupuk pada pembibitan kelapa sawit. Untuk meningkatkan aktivitas mikroba

unggul tersebut, telah dilakukan upaya mutasi genetik. Pembuatan

bioamelioran berbahan aktif B. cenocepacia strain KTG dilaksanakan dengan

perbanyakan inokulan bakteri tersebut di dalam biofermentor, inkorporasi

inokulan ke dalam bahan pembawa yang sebelumnya sudah dipasterurisasi

36 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

terlebih dahulu, pelapisan dengan bahan humik dan gypsum kalsinasi serta

pengantongan. Pemberian bioamelioran dapat meningkatkan serapan hara N

kelapa sawit pada tanah berpasir. Pemberian bioamelioran dapat memperbaiki

sifat fisik tanah dan meningkatkan efisiensi pemupukan dan meningkatkan hasil

tandan buah segar kelapa sawit pada tanah berpasir. Pemberian bioamelioran

dapat meningkatkan efisiensi pemupukan sebesar 40% dan meningkatkan hasil

tandan buah segar kelapa sawit pada tanah gambut.

3.4. Pengendalian terpadu penyakit JAP pada tanaman karet

Penyakit jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh patogen Rigidoporus

microporus merupakan penyakit penting di perkebunan karet karena sering

mengakibatkan kematian tanaman, dan biaya pengendaliannya relatif mahal.

Oleh karena itu, teknologi pengendalian JAP yang efektif dan murah sangat

diperlukan.

Pengendalian penyakit JAP dapat dilakukan melalui tindakan pencegahan

sebelum terjadi serangan dan pengobatan terhadap tanaman yang terserang.

Upaya pencegahan penyakit yang dianggap efektif dan sesuai bagi petani karet

adalah dengan cara penggunaan fungisida kimia, belerang, biofungisida

Trichoderma koningii dan tumbuhan antagonis. Hasil penelitian menunjukkan

pencegahan penyakit yang efektif adalah melalui pengurangan sumber infeksi

dengan mempercepat pelapukan tunggul karet dengan pembakaran atau

inokulasi jamur pelapuk. Perlindungan tanaman sebelum terserang penyakit

dilakukan dengan menanam tanaman antagonis lidah mertua di sekeliling

pangkal batang pada awal penanaman karet. Pengobatan tanaman yang

terserang JAP yang paling efisien dan efektif adalah dengan aplikasi fungisida

berbahan aktif triadmefon.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 37

Gambar 13. Aplikasi fungisda kimia, biofungisida Trichoderma koningii + belerang, dan penanaman tumbuhan antagonis lidah mertua

3.5. Pengendalian OPT pada tanaman teh

Masalah residu pestisida pada teh sebagai akibat dari tingginya penggunaan

pestisida di perkebunan teh perlu mendapatkan perhatian untuk mengamankan

dan meningkatkan ekspor teh Indonesia. Upaya untuk meminimalisasi

penggunaan pestisida dan masalah residu yang diakibatkannya, dapat dilakukan

melalui 3 (tiga) pendekatan, yaitu pengendalian non-kimiawi, perbaikan

lingkungan, dan penggunaan pestisida secara bijaksana. Untuk mendukung

upaya ini, telah dilakukan penelitian untuk menghasilkan teknologi cara

pengendalian yang ramah lingkungan untuk beberapa OPT utama teh, meliputi

tungau jingga (Brevipalpus phoenicis), penyakit cacar (Exobasidium vexans),

Empoasca flavescens, dan gulma picisan (Polypodium nummularifolium).

Penggunaan jamur entomopatogenik Paecilomyces fumosoroseus efektif

mengendalikan tungau jingga (Brevipalpus phoenicis). Di laboratorium P.

fumosoroseus efektif pada konsentrasi spora 108 spora/ml, mengakibatkan

kematian tungau jingga, sedangkan di lapangan, P. fumosoroseus pada medium

beras pada dosis 3 kg/ha efektif mengendalikan tungau jingga setelah 6 kali

aplikasi. Empat jenis compost tea , yaitu CT1 (pupuk kandang kambing 25%,

hijauan 45%, bahan berkayu 30%), CT2 (pupuk kandang sapi 25%, hijauan

45%, bahan berkayu 30%), CT3 (Pupuk kandang kambing 25%, hijauan 30%,

bahan berkayu 45%), CT4 (pupuk kandang kambing 50%, hijauan Arachis

pintoi 50%) potensial mengendalikan penyakit cacar. Formulasi insektisida

38 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

nabati Marigold yang dihasilkan efektif terhadap Empoasca flavescens. Di

laboratorium, formulasi B (Marigold 15%) lebih efektif dibandingkan dari

formulasi 10, dan dosis 1 l/ha lebih efektif dari dosis 0,5 l/ha. Di lapangan,

efektivitas formulasi Marigold 10% pada dosis 0,5 l/ha sama dengan formulasi

Marigold 15% pada dua dosis 0,5 dan 1,0 l/ha, dan sebanding dengan

insektisida kimia.

Pemangkasan mempengaruhi perkembangan gulma picisan. Pangkasan bersih

dan pangkasan tengah bersih lebih efektif mengendalikan gulma picisan

dibandingkan dengan pangkasan meja. Pengendalian gulma picisan dengan

herbisida setara dengan pengendalian secara manual, kecuali 2,4-D murni.

Kombinasi/campuran Glifosat dan Picloram secara konsisten menghasilkan

jumlah tunas primer teh terbanyak.

3.6. Penelitian pengelolaan kelapa sawit untuk menekan penurunan dampak lingkungan dan serangan OPT >20% serta meningkatkan fruit setting 20%.

Penyakit busuk pangkal batang (BPB) kelapa sawit yang disebabkan oleh

Ganoderma boninense, merupakan penyakit terpenting pada perkebunan kelapa

sawit di Indonesia. Pada beberapa kebun kelapa sawit di Indonesia, penyakit ini

telah menimbulkan kematian sampai 80% atau lebih dari seluruh populasi

tanaman kelapa sawit, sehingga mengakibatkan penurunan produksi kelapa

sawit per satuan luas. Secara ekonomis kerugian diperkirakan mencapai 3,7

juta US dollar/tahun. Sampai saat ini sudah banyak usaha untuk mengendalikan

penyakit tersebut yang meliputi pengendalian kultur teknis, mekanis dan

kimiawi, tetapi belum memberikan hasil yang memuaskan.

Upaya menekan dampak lingkungan dan serangan organisme pengganggu

sekaligus meningkatkan fruit setting pada tanaman kelapa sawit dilakukan

melalui penelitian yang bertujuan untuk: (1) mengembangkan teknik

pengendalian serangan Ganoderma boninense pada tanaman sawit dengan

memanfaatkan senyawa aktif yang dihasilkan oleh simbiosis fungi Mikoriza

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 39

arbuscular dan bakteri mikorizosfir, dan (2) mengetahui dinamika Cl dalam

tanah dan tanaman berdasarkan sumber pupuk dan jenis tanah yang diberikan.

Dari hasil pemisahan senyawa aktif diperoleh lima puncak senyawa yang

kemudian diuji aktivitasnya terhadap G. boninense. Hasil uji bioaktivitas

terhadap senyawa-senyawa yang terdapat dalam fraksi etil asetat hasil ekstraksi

metabolit sekunder isolat SSK 9.1 menunjukkan bahwa senyawa pada puncak

ke-5 adalah senyawa aktif yang dihasilkan oleh isolat tersebut. Senyawa pada

puncak ke-5 kromatogram menghasilkan luasan zona hambat paling besar

dibandingkan puncak lainnya. Pengaruh aplikasi fungi Mikoriza arbuscular dan

mikroba mikorizosfir SSK 9.1 pada bibit tanaman kelapa sawit 60 MST yang

inokulasikan dengan jamur patogen G. boninense.

Perlakuan kombinasi Mikoriza arbuscular dan mikroba mikorizosfir SSK 9.1

memberikan hasil pertambahan tinggi tanaman tertinggi sebesar 161,9 cm dan

rata-rata pertambahan jumlah daun setelah 60 MST. Pengamatan pengaruh

inokulasi fungi Mikoriza arbuscular dan mikroba mikorizosfir terhadap ketahanan

serangan jamur patogen Ganoderma boninense, belum dapat dilaksanakan

dikarenakan belum terlihatnya gejala serangan penyakit busuk pangkal batang.

Pemupukan KCl yang dibarengi dengan pemupukan bahan organik pada

tanaman sawit umur 19 tahun (TM) dapat meningkatkan kadar Chlor baik dalam

daun maupun dalam buah kelapa sawit. Pada pengujian di pembibitan,

pemberian bahan organik yang dikombinasikan pemupukan KCl nyata

meningkatkan pertumbuhan tanaman dilihat dari tinggi tanaman, jumlah daun

dan lingkar batang. Dilihat dari jenis tanah, pertumbuhan terbaik diperoleh pada

jenis tanah Inceptisol dan Ultisol. Pemberian Cl nyata menurunkan berat kering

tanaman kelapa sawit pada tanah Oxisol, sedangkan pada Inceptisol, Ultisol dan

gambut pemberian Cl tidak berpengaruh terhadap berat kering tanaman.

Pemberian bahan organik nyata meningkatkan berat kering tanaman pada

tanah Inceptisol, Oxisol dan Ultisol, sedangkan pada gambut tidak dapat

meningkatkan berat kering tanaman. Pemberian Cl cenderung menurunkan

berat kering akar kelapa sawit pada tanah Oxisol, sedangkan pada Inceptisol,

40 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

Ultisol dan gambut pemberian Cl tidak berpengaruh terhadap berat kering akar.

Pemberian bahan organik nyata meningkatkan berat kering akar pada tanah

Inceptisol, Oxisol dan Ultisol, sedangkan pada gambut tidak dapat

meningkatkan berat kering akar.

3.7. Teknologi budidaya kelapa sawit untuk meningkatkan produktivitas >15% dan menurunkan emisi GRK > 15%

Alih fungsi hutan rawa gambut ke areal pertanian/perkebunan di daerah

provinsi Riau relatif pesat, menimbulkan kekhawatiran di sektor pelestarian

lingkungan, karena alih fungsi lahan gambut ke bentuk pengelolaan yang

intensif akan memicu terjadinya percepatan dekomposisi lahan gambut yang

dapat menghasilkan emisi CO2 dalam jumlah tinggi.

Kegiatan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kedalaman drainase/ tinggi

permukaan air tanah (ground water level), perlakuan pemupukan, serta

penggunaan bahan amelioran pada perkebunan kelapa sawit rakyat di lahan

gambut yang dapat menekan emisi gas rumah kaca terutama emisi CO2,

namun tetap dapat memberikan kondisi lingkungan tumbuh dan menyediakan

kebutuhan hara secara optimal.

Penelitian untuk menurunkan efek GRK pada perkebunanan kelapa sawit rakyat

di lahan gambut dengan menerapkan pengendalian tata air dan hara, telah

dilakukan di kabupaten Siak Kecil – Riau. Penelitian ini menunjukkan bahwa

aplikasi pupuk Urea 2.50 kg/pohon/tahun+KCl 2.25 kg/pohon/tahun+pupuk SP-

36 2,75 kg/pohon/tahun+ dolomit 2 kg/pohon/tahun pada pengaturan

kedalaman drainase saluran air 80 cm memberikan produksi tertinggi kelapa

sawit per ha selama 9 bulan yaitu 19,04 ton/ha, menghasilkan fluks emisi CO2

69.10 mg/ha/tahun pada musim penghujan dan 132,9 mg/ha/tahun pada

musim kemarau. Produksi sawit meningkat 34.65 %, namun fluks emisi CO2

masih cukup tinggi. Perlakuan cover crop (Pueraria Javanica, Colopogonium

Mucunoides, Centrocema Pubescens) yang dikombinasikan perlakuan 3 kg

dolomit/pohon, atau aplikasi pupuk urea 2,50 kg/pohon/tahun + SP-36 2,75

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 41

g/pohon/tahun + MOP (KCl) 2,25 kg/pohon/tahun + dolomit 2 kg/pohon/tahun

tanpa cover crop menghasilkan produksi sawit 17,42 dan 17,72 ton/ha/tahun

atau meningkat 19,29% dan 21,28% dibandingkan dengan cara petani

(Dolomit 3 kg/pohon/tahun tanpa cover crop).

Perlakuan pemupukan dosis rekomendasi penuh tanpa disertai pemberian

bahan amelioran (P2) cenderung menghasilkan rata-rata emisi CO2 yang relatif

lebih tinggi dibanding pemupukan ¾ rekomendasi yang disertai pemberian

amelioran baik dalam bentuk pukan maupun pugam dengan dosis ¼ dosis

pugam pada perlakuan P3 dan P4. Interaksi antara pengaturan tinggi muka air

tanah (kedalaman drainase) dengan pemupukan berpengaruh nyata terhadap

fluks emisi CO2 di lahan gambut. Perlakuan drainase berpengaruh nyata

terhadap fluks emisi CO2. Gambut dengan kedalaman drainase 80 cm

menghasilkan fluks emisi CO2 yang nyata lebih tinggi dibanding perlakuan

lainnya. Perlakuan drainase 80 cm dan aplikasi pupuk rekomendasi

menghasilkan fluks emisi CO2 44,54 mg/ha/tahun. Kedalaman muka air tanah

(ground water level) dan atau saluran drainase yang dibuat untuk suatu usaha

tani kelapa sawit di lahan gambut sangat berpengaruh pada tingkat emisi GRK

terutama emisi CO2. Pada pengaturan tinggi muka air tanah (kedalaman

drainase) 40 cm perlakuan pemupukan dengan dosis rekomendasi penuh tanpa

diberi bahan amelioran pugam maupun pupuk kandang nyata menghasilkan

fluks emisi CO2 tertinggi dibanding perlakuan lainnya. Rata-rata fluks emisi CO2

pada perlakuan pugam, menghasilkan emisi CO2 paling rendah dibanding

perlakuan lainnya. Pada kedalaman drainase 60 cm perlakuan pemupukan tidak

menyebabkan perbedaan fluks emisi CO2. Pada pengaturan kedalaman

drainase 80 cm, perlakuan pugam nyata menghasilkan fluks CO2 paling rendah,

terutama jika dibandingkan control, pengaturan permukaan air tanah

(pembuatan drainase) nyata berpengaruh terhadap fluks CO2, pengaturan

permukaan air tanah yang paling dangkal (40 cm) menghasilkan emisi yang

nyata lebih rendah. Pengaturan muka air tanah/drainase yang paling dalam (80

cm) ternyata menghasilkan fluks CO2 tertinggi. Perlakuan pugam menghasilkan

42 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

fluks emisi CO2 yang nyata lebih rendah, terutama dibandingkan dengan

perlakuan kontrol, maupun pemupukan dosis rekomendasi penuh tanpa disertai

pemberian amelioran (pukan maupun pugam). Pada pengaturan tinggi muka air

tanah (kedalaman drainase) 40 cm, perlakuan pemupukan dengan dosis

rekomendasi penuh menghasilkan fluks emisi yang nyata paling tinggi dibanding

perlakuan lainnya. Pada kedalaman drainase 80 cm, perlakuan pemupukan

hanya diberi dolomit menghasilkan emisi yang nyata paling tinggi dibanding

perlakuan lainnya.

Gambar 14. Saluran drainase dan pintu air; dari depan (A), dari belakang (B)

Penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tanaman jahe dapat

menghilangkan hasil lebih dari 80%. Perlu dicari teknik budidaya yang efektif

dan efisien untuk mengendalikan penyakit tersebut. Tujuan penelitian adalah

mencari teknologi untuk menekan populasi R. solanacearum dalam tanah

dengan cara solarisasi dan penggunaan biofumigan dari serasah tanaman

Brassicaceae yang mengandung antibakteri glukosinolat, meningkatkan

ketahanan tanaman jahe melalui pemberian ekstrak tanaman elisitor, dan

formulasi pupuk an-organik berimbang mengandung unsur hara yang tepat

terutama N, K, Ca, S dan unsur hara mikro. Hasil penelitian tahap pertama

menunjukkan bahwa : 1) perlakuan penutupan mulsa dikombinasikan dengam

pemberian biofumigan limbah kubis belum dapat menekan populasi R.

solanacearum di dalam tanah, 2) pada penelitian di rumah kaca diketahui

bahwa tanamam brassicaceae terbaik sebagai biofumigan berturut-turut

adalah lobak, broccoli, caisin, selada air dan kubis, 3) ekstrak tanaman akar

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 43

kucing, sambiloto, dan temulawak mengandung senyawa elisitor untuk

menginduksi ketahanan yang efektifitasnya sebanding dengan asam salisilat.

Formula ekstrak tanaman sambiloto (Andrographis paniculata)+Ca dan asam

salisilat+Ca dengan cara disiramkan pada tanah cukup efektif dalam

mengurangi perkembangan penyakit layu bakteri pada tanaman jahe, dan 4)

formula pupuk dengan imbangan hara 500 kg/ha urea + 300 kg/ha SP-36 +

600 kg/ha KCl dapat mempertahankan tanaman jahe hidup sebesar 18,67 %

pada tanaman yang diinokulasi R. solanacearum. Hasil bobot rimpang basah

pada tanaman yang tidak diinokulasi maupun yang diinokulasi masing-masing

sebesar 801,33 dan 685,00 g/tanaman atau setara dengan 32,05 dan 27,4

ton/ha. Pada penelitian tahap kedua (penelitian baru berjalan 1,5 bulan)

pengaruh perlakuan mulsa plastik transparan yang dikombinasikan dengan

limbah kubis dapat menekan populasi R. solanacearum dalam tanah sebesar

100 %. Pengaruh pemupukan berimbang yang dikombinasikan dengan kompos

tanaman elisitor belum terlihat, saat ini tanaman jahe baru berumur 1,5 bulan

dan serangan penyakit belum ada.

3.8. Pengujian Pemupukan dan Fungisida untuk menekan serangan bercak daun pada jahe

Diantara kelompok tanaman obat, jahe merupakan salah satu komoditas yang

paling banyak dibutuhkan karena dapat digunakan sebagai bahan baku obat

maupun rempah. Di lapang, selain penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh

Ralstonia solanacearum, juga banyak dijumpai penyakit bercak daun pada

berbagai daerah sentra produksi jahe di Indonesia. Kerugian yang ditimbulkan

oleh bercak daun masih belum pernah dievaluasi, tetapi bercak daun sudah

menyebar luas pada pertanaman jahe di Indonesia. Tujuan penelitian ini

adalah mendapatkan kombinasi pupuk dan perlakuan fungisida untuk

mendapatkan teknologi pengendalian bercak daun yang efisien. Cara yang

digunakan adalah menguji kombinasi pemupukan dan fungisida pada tanaman

jahe di daerah endemik. Tingkat dan luas serangan penyakit, pertumbuhan

tanaman diamati setiap bulan, sedang parameter produksi dan mutu rimpang

44 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

dilakukan pada akhir pengamatan. Hasil sementara adalah perlakuan benih

sebelum tanam dapat menekan perkembangan patogen yang terbawa benih.

Penyimpanan benih dalam ruangan yang dibuat gelap tanyata dapat menekan

perkecambahan rimpang jahe. Pertumbuhan jahe putih kecil lebih cepat

dibandingkan Halina 1. Aksesi jahe putih kecil nampaknya lebih rentan

terhadap infeksi penyakit bercak daun. Pengaruh kombinasi pupuk dan

fungisida belum nampak.

3.9. Pengendalian penurunan produktivitas tanaman dan lahan nilam pada sistem budidaya menetap

Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil

minyak atsiri. Masalah utama dalam pengembangan tanaman nilam adalah

budidaya dengan ladang berpindah-pindah, kerugian akibat penyakit, dan

adanya senyawa toksik alelopati. Untuk hal tersebut maka perlu dilakukan

usaha perbaikan teknik budidayanya melalui penerapan sistim pola menetap,

perbaikan tanah akibat alellopati dan pengendalian terpadu penyakit tanaman

nilam. Penyakit layu bakteri dan budok merupakan penyakit paling serius

pada tanaman nilam ditemukan di propinsi Sumatera Barat, Sumatera Utara

dan Aceh. Penyakit layu bakteri disebabkan oleh Ralstonia solanacearum dan

penyakit budog disebabkan oleh Synchytrium spp. Pengendalian hayati

menggunakan rhizobakteria indigenus diantaranya pseudomonad fluoresen

dan Bacillus spp adalah metode pengendalian alternatif yang diharapkan dapat

mengendalikan penyakit ini, karena metode ini telah berhasil mengendalikan R.

solanaceraum pada tomat, kentang, tembakau dan pisang.

Pengujian produk kombinasi rhizobakteria indigenus untuk mengendalikan

penyakit layu bakteri dan budog pada tanaman nilam menunjukkan bahwa

pemberian produk kombinasi rhizbakteria indigenus lebih baik dibandingkan

dengan produk tunggal rhziobakteria indigenus dalam mengendalikan penyakit

layu bakteri dan budog pada nilam serta meningkatkan pertumbuhan dan

produksi nilam di daerah endemik penyakit layu bakteri dan budog. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat memproduksi produk kombinasi rhziobakteria

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 45

indigenus dalam bentuk formula yang stabil, efektif dan efisien untuk

mengendalikan penyakit layu bakteri dan budog serta meningkatkan

pertumbuhan dan produksi nilam secara optimal.

Pengendalian penyakit budok pada tanaman nilam dengan agensia hayati, dan

pembenah tanah menunjukkan bahwa perlakuan bubur bourdeux dan benomil

tidak memperlihatkan gejala penyakit budok. Tanaman yang diperlakuan

dengan rhizobakteri formula granul dan cair, Trichoderma sp, serta pestisida

nabati menunjukkan gejala penyakit dengan intensitas serangan masing-masing

2,5; 2,0; 2,6; dan 2,7%. Perlakuan pembenah tanah yang dikombinasikan

dengan terusi dapat menekan serangan penyakit budok. Perlakuan pembenah

tanah secara tunggal menunjukkan bahwa pembenah kaptan dapat menekan

penyakit budok lebih baik (2,6%) dibandingkan zeolite, fosfat alam, pupuk

kandang dan arang sekam.

Penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan beberapa komponen

pertumbuhan tanaman nilam, khususnya tinggi dan jumlah cabang, baik pada

tanah bekas nilam (TBN) di Bogor maupun tanah bukan bekas nilam (TBBN) di

Curup pada umur 2 bulan setelah semai (BSS). Dari hasil pengamatan tingkat

kesehatan tanaman nilam terlihat terpengaruh oleh senyawa alelopati yang

dihasilkan oleh nilam secara nyata. Persentase kematian tanaman nilam di

tanah TBBN Curup hampir tidak ada, sebaliknya persentase kematian pada

tanah TBN Bogor pada umur 3 BSS di Bogor yang cukup tinggi. Hal tersebut

telah mengindikasikan adanya efek racun dari senyawa alelopati yang

mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman nilam. Dari 8 perlakuan

yang diberikan 2 perlakuan diantaranya masing-masing aplikasi perendaman

asam salisilat dan aplikasi MgSO4 mampu menekan efek alelopati walaupun

pertumbuhannya sendiri kurang optimal. Diperlukan analisis kimia lanjutan yang

akan dilakukan pada umur panen untuk melihat pengaruh tanaman dan tanah

yang mengandung senyawa alelopati.

46 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

3.10. Perakitan budidaya nilam hemat pupuk (≥ 25% dosis standar) dengan produktivitas ≥ 320 kg/ha melalui pemanfaatan pupuk organik dan hayati

Perakitan budidaya nilam hemat pupuk meliputi evaluasi respon enam aksesi

nilam terhadap input pupuk rendah (pengurangan 25-50% dosis standar), dan

pemanfaatan pupuk organik dan hayati untuk efisiensi pupuk anorganik (≥

50%) di lapang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan respon 6

(enam) aksesi nilam terhadap dosis pupuk rendah (pengurangan 25-50% dosis

pupuk standar), dan mendapatkan satu jenis pupuk organik dan hayati yang

dapat mengefisienkan ≥ 50% pupuk an-organik. Penelitian dilakukan di

daerah sentra produksi minyak nilam di Kuningan, Jawa Barat. Hasil penelitian

dari kegiatan ini sebagai berikut: pengaruh aksesi nyata terhadap beberapa

parameter pertumbuhan (tinggi tanaman jumlah daun, jumlah cabang primer

dan lebar kanopi) dan produksi tanaman nilam, sedangkan pengaruh penurunan

dosis pupuk NPK hanya nyata terhadap tinggi, jumlah cabang sekunder, lebar

kanopi dan bobot kering terna. Pertumbuhan dan produksi nilam terbaik

dihasilkan oleh varietas kontrol yaitu Sidikalang dengan bobot terna segar, terna

kering, kadar minyak, produksi minyak dan kadar PA sebesar 553,1 g/tan.,

130,5 g/tan., 3%, 78,4 kg/ha dan 28,5%. Sedangkan untuk aksesi yang diuji,

yaitu ATG sebesar 431,1 g/tan., 101,7 g/tan., 3,1%, 63,8 kg/ha dan 23,3%;

untuk aksesi GR1 sebesar 353,4 g/tan., 83,4 g/tan, 2,7%, 45,7 kg/ha dan

32,3%; untuk aksesi GR4 sebesar 385,9 g/tan., 91,1 g/tan., 2,9%, 54,5 kg/ha

dan 27%; untuk aksesi DRI sebesar 304,2 g/tan., 71,8 g/tan., 3,1%, 43,9 kg/ha

dan 29,1%. Penurunan dosis pupuk NPK sampai 50% berpengaruh terhadap

penurunan kadar PA dari aksesi ATG sampai 23,3%, sedangkan ketiga aksesi

yang lain relatif stabil. Pemupukan dosis 75% dari dosis anjuran menghasilkan

pertumbuhan tanaman dan produksi terna lebih tinggi, sehingga terjadi efisiensi

penggunaan pupuk sebesar 25% (25 kg N/ha + 10 kg P2O5/ha +25 kg K2O

/ha). Dari keenam aksesi nilam yang diuji, aksesi yang relatif stabil terhadap

pengurangan 25%-50% dosis pupuk NPK anjuran adalah aksesi GR4, GR1,

ATG, dan DR1. Aplikasi jenis pupuk organik dan hayati berpengaruh nyata

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 47

terhadap parameter pertumbuhan dan produksi tanaman nilam. Pertumbuhan

dan produksi tanaman nilam terbaik dihasilkan dari perlakuan kompos limbah

penyulingan nilam+FMA (bobot segar dan kering sebesar 499 dan 111,3

g/tan.), diikuti oleh kompos hijauan+FMA (bobot segar dan kering sebesar 440

dan 98 g/tan.). Penurunan dosis pupuk NPK sampai 50%+kompos limbah

penyulingan nilam + FMA menghasilkan parameter pertumbuhan tanaman

tertinggi pada 3 BST. Bobot kering terna tertinggi dihasilkan dari perlakuan

dosis penuh pupuk NPK +kompos limbah penyulingan nilam + FMA, dan diikuti

oleh 50% pupuk NPK + kompos limbah penyulingan nilam + FMA. Produksi

minyak tertinggi dihasilkan pada perlakuan dosis NPK anjuran+kompos limbah

nilam+FMA, diikuti oleh ¾ dosis NPK +kompos hijauan+FMA dan ½ dosis

NPK+kompos limbah penyulingan nilam+FMA.

3.11. Pengendalian hama terpadu dan teknologi pemupukan pada kelapa dan palma untuk mencegah kehilangan hasil >20%

Isolasi calon agens biokontrol dari rizosfer kelapa didapatkan 30 isolat yang

terdiri dari 17 isolat bakteri (TBL1P1, TBLP4, TBL1P3, BHP2, BH1P5, BH1P4,

BH2P4, BH2P5, BKN1P1, BKN2P5, BKN2P1, BKOP3, BKOP4, MT3P1, MT4P1,

MT5P1, TontaP2) dan 13 isolat cendawan (TBL2P3, TBL3P1, BH1P6, BH2P6,

BHP3, BKNP6, BKN1P3, MTP6, MTP8, MT2P1,TontaP4, TontaP4.2, TontaP2).

Enam isolat yang berpotensi menekan perkembangan P. palmivora yaitu BHP2,

BH2P4, TBL1P3, TBL2P1, BKN2P1 dan TONTAP3. Media tumbuh mempengaruhi

persentase penghambatan agens biokontrol terhadap P. palmivora. Keenam

agens biokontrol tidak menyebabkan penyakit lain pada tanaman kelapa. Agens

biokontrol BHP2 dan TBL2P3 ; BHP2 dan TONTAP3 serta BH2P4 BKN2P1 dapat

digabungkan dalam satu formulasi yang sama.

Hama Oryctes dan Rhynchophorus banyak menimbulkan kerugian pada

tanaman kelapa di beberapa daerah di Indonesia. Hama ini merusak pelepah

daun muda yang belum terbuka dan spadiks, akibatnya produksi menurun dan

serangan berat menyebabkan tanaman mati. Kumbang sagu Rhynchophorus

ferrugineus juga merupakan salah satu hama yang berbahaya pada tanaman

48 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

kelapa dan tanaman palma lainnya. Pengujian perangkap dengan feromonas

(feromon untuk Oryctes) dan rhynchomonas (feromon untuk Rhynchophorus)

dilakukan pada pertanaman kelapa kopyor di kabupaten Pati, Jawa Tengah.

Hama utama yang ditemukan pada kelapa kopyor dan kelapa dalam di

Lampung yaitu Artona catoxantha, Oryctes rhinoceros dan Brontispa longissima.

Kerusakan daun pada tanaman kelapa kopyor bervariasi antara 0,11 – 0,30

guntingan per pelepah dan kelapa dalam 0,04 0,85 guntingan per pelepah,

dengan demikian dapat diasumsi bahwa penurunan produksi kelapa bervariasi

antara <10% - 30%. Di Pati Jawa Tengah, kerusakan tanaman dapat mencapai

1,36 guntingan per pelepah, dengan asumsi penurunan produksi 48%, hal ini

tentunya sangat merugikan petani kelapa. Perangkap Oryctes yang terbuat dari

paralon berukuran 40-50 cm yang sudah dimodifikasi, dapat digunakan sebagai

perangkap yang lebih efisien dibandingkan dengan perangkap yang sudah

dikembangkan sebelumnya.

Pemupukan dengan pupuk anorganik maupun organik mempengaruhi

pertumbuhan tanaman aren. Pengaruh pemupukan ini berbeda menurut umur

tanaman. Untuk tanaman umur 4 tahun, pertumbuhan yang terbaik diperoleh

pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik 400 g/pohon. Untuk

tanaman umur 6 tahun, pertumbuhan yang terbaik diperoleh pada tanaman

yang dipupuk dengan pupuk organik 800 g/pohon dan pupuk anorganik 800-

1200 g/pohon, kecuali lingkar batang dan jumlah daun yang terbanyak

diperoleh pada tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik 800 g/pohon.

Untuk tahun 2011, selain data pertumbuhan vegetatif, telah diperoleh data

produksi nira, yaitu 17,5 l/pohon/hari dengan kadar gula 12-13%.

3.12. Formulasi Serratia untuk pengendalian hama Brontispa longissima

Brontispa longissima telah menyebar luas dan menimbulkan kerusakan pada

tanaman kelapa sehingga menimbulkan kerugian besar. Untuk mengendalikan

hama ini maka penelitian yang bertujuan untuk mempelajari bahan pembawa

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 49

dan UV protektan yang kompatibel untuk formulasi Serratia sp. dilakukan di

Sulawesi Utara. Penelitian diawali dengan pengumpulan isolate dan pengujian

bahan pembawa dan UV protektan yang kompatibel untuk diformulasikan dalam

bentuk padat dan cair. Hasil penelitian sementara menunjukkan bahwa isolat

Serratia spp. diperoleh dari KP Pandu dan sudah diisolasi dan dimurnikan ke

dalam media tumbuh.

3.13. Teknik perbanyakan in vitro kelapa, aren dan sagu yang cepat,

seragam dengan peningkatan efisiensi > 20%

Kendala yang dihadapi dalam perbanyakan kelapa kopyor melalui teknik kultur

embrio adalah rendahnya daya adaptasi planlet pada saat aklimatisasi di screen

house. Hal ini disebabkan anatomi internal bibit kelapa yang diperbanyak secara

in vitro berbeda dengan bibit kelapa yang ditumbuhkan secara konvensional

yaitu melalui biji. Bibit yang bertumbuh pada media in vitro yang diperkaya

dengan gula menghasilkan karbohidrat dalam jumlah yang sedikit melalui fiksasi

CO2. Apabila bibit ini dikeluarkan dari kondisi in vitro bibit tersebut harus

beradaptasi dengan lingkungan luar yang baru dan bertumbuh secara

autotropik. Selain itu dalam teknik kultur embrio, dari satu embrio hanya

dihasilkan satu planlet. Kedua faktor ini menyebabkan harga bibit kelapa kopyor

mahal dan tidak terjangkau petani. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan

penelitian modifikasi kultur embrio kelapa kopyor melalui dua tahap kegiatan

yaitu (1) tahap in vitro, yaitu splitting embrio kelapa kopyor, sehingga dari satu

embrio dapat dihasilkan planlet 1,5 kali lebih banyak daripada menggunakan

embrio utuh, dan (2) tahap ex vitro untuk meningkatkan daya adaptasi planlet

kelapa kopyor. Tujuan akhir penelitian ini adalah mendapatkan teknologi kultur

embrio yang efisien. Kegiatan penelitian yang telah dilakukan adalah splitting

embrio kelapa kopyor yang telah berkecambah, kemudian dikulturkan dalam

media tumbuh Y3 yang diperkaya dengan BAP 2,5 mg/l media. Hasil yang

diperoleh saat ini adalah plantlet hasil splitting sebanyak 112 sebagai bahan

tanaman yang akan diberi perlakuan pada media tumbuh ex vitro , sisanya

50 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

adalah enam kecambah yang siap dipisahkan, 33 kecambah dan 67 embrio

yang belum berkecambah.

Saat ini permintaan benih/bibit berkualitas tanaman palma yaitu sagu dan aren

semakin banyak. Akan tetapi ketersediaan bibit berkualitas masih kurang.

Dengan berkembangnya bioteknologi, saat ini dikenal luas salah satu cara

perbanyakan tanaman berkualitas secara cepat dalam jumlah banyak, dan

waktu yang dibutuhkan relatif singkat yaitu melalui kultur jaringan (in vitro).

Kultur jaringan merupakan salah satu alternatif untuk memperbanyak tanaman

kelapa, aren dan sagu unggul secara klonal. Pada tanaman palma kelapa sawit,

kurma, kultur jaringan telah dilakukan melalui teknik embriogenesis somatik.

Embriogenesis somatik adalah salah satu aplikasi penting dalam propagasi

tanaman secara vegetatif dalam skala besar. Perkembangan kultur jaringan

pada tanaman sagu, perbanyakan tanaman sagu masih mengalami beberapa

permasalahan yaitu dalam pertumbuhan dan pendewasaan embrio somatik

yang masih rendah keberhasilannya. Keberhasilan kultur jaringan tanaman

aren masih sedikit dipublikasi karena kurangnya penelitian di bidang ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan media yang tepat untuk induksi

embrio somatik sagu dan mendapatkan jenis eksplan dan media yang tepat

untuk perbanyakan aren secara in vitro. Induksi kalus tanaman sagu pada

media MMS dengan penggunaan zat pengatur tumbuh 2,4-D memberikan

respon pembentukan kalus eksplan sagu. Untuk tanaman aren diperoleh

sumber eksplan kultur jaringan yaitu embrio yang berasal dari buah aren umur

18 bulan. Media WPM dengan beberapa konsentrasi zat pengatur tumbuh

auksin dan sitokinin dapat dijadikan media awal perkecambahan tanaman aren

untuk perbanyakan melalui kultur jaringan.

3.14. Teknologi budidaya pendukung pelepasan varietas baru kapas

berproduktivitas > 3,5 ton/ha dan toleran terhadap hama penghisap dan penggerek buah

Masih rendahnya potensi produksi varietas-varietas kapas yang dihasilkan dan

adanya gangguan serangga hama dan penyakit merupakan faktor pembatas

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 51

tingkat produktivitas yang ditargetkan. Demikian pula serangga hama yang

hingga saat ini masih berpotensi menurunkan produktivitas kapas, adalah :

hama pengisap daun, Amrasca biguttulla serta penggerek buah Helicoverpa

armigera dan Pectinophora gossypiella. Varietas kapas dengan produktivitas

tinggi, tahan hama serta mutu serat tinggi akan meningkatkan pendapatan

petani dan memacu kemajuan di bidang industri tekstil. Sebagai konsekuensi

dari produktivitas yang tinggi, kebutuhan nutrisi tanaman juga banyak, oleh

karena itu input berupa pupuk juga harus disesuaikan terutama pupuk N karena

produktivitas kapas sangat ditentukan oleh pengelolaan nitrogen (N). Untuk

memaksimalkan pemanfaatan dan distribusi nutrisi dalam tanaman kapas,

diperlukan zat pengatur tumbuh (ZPT) agar lebih optimal sehingga produksi

bisa maksimal. Hingga kini belum dapat dihasilkan varietas-varietas baru kapas

dengan rata-rata produktivitas > 3 ton/ha dan tahan terhadap serangan hama.

Pada tahun 2011 dilaksanakan dua penelitian untuk menghasilkan teknologi

budidaya guna mendukung pelepasan varietas baru kapas yaitu (1) Respon

galur/varietas baru kapas terhadap aplikasi pemupukan N dan ZPT pada

sistem tumpangsari dengan palawija dan (2). Pengendalian A. biguttulla

dengan parasitoid dan predator untuk varietas kapas tahan penggerek buah.

Tujuan dari penelitian tersebut adalah (1) Untuk mendapatkan dosis pupuk N

yang tepat serta ZPT yang sesuai bagi galur-galur/varietas baru kapas ; (2)

Untuk mengidentifikasi musuh alami wereng kapas yang potensial serta

mengevaluasi potensi parasitoid dan predator dalam pengendalian alami A.

biguttulla.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pada kondisi kekeringan, penggunaan

ZPT paklobutrasol lebih baik daripada mepiquat chlorida. Pengaruh positif

paklobutrasol lebih nampak bila pemupukan N tinggi (120 N/ha) yaitu produksi

kapas sebesar 701,26 kg/ha. Bila ditambah mepiquat chlorida produksi kapas

665,37 kg/ha dan 604,81 kg/ha bila tanpa ZPT. Produksi galur 99023/5

(721,65 kg/ha) lebih tinggi dibanding Kanesia 13. (2) teknik pengendalian

wereng kapas A. biguttulla dengan menerapkan teknik konservasi musuh alami

52 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

melalui sistem tanam kapas tumpangsari dengan palawija secara teknis dapat

menekan populasi wereng kapas. Efisiensi teknik pengendalian wereng kapas

melalui sistem tanam tumpangsari dapat ditingkatkan dengan menambahkan

tindakan penyemprotan molasses dengan dosis 5 mL/L air yang disemprotkan 5

kali interval seminggu sejak tanaman berumur 40 – 70 HST.

3.15. Teknik pengendalian hama dan penyakit terpadu pada jarak pagar.

Hama dan penyakit menjadi kendala dalam pencapaian potensi produksi jarak

pagar. Dua jenis hama yang penting adalah kutu Ferrisia virgata dan

Megapulvinaria maxima. Selain itu, penyakit busuk arang merupakan salah satu

penyakit yang sering dijumpai pada tanaman jarak pagar pada saat kering dan

panas. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh musuh alami berupa

predator, parasitoid, dan jamur entomopatogen yang efektif mengendalikan

hama kutu jarak pagar. Selain itu, penelitian ini juga untuk memperoleh jamur

antagonis yang efektif untuk pengendalian R. bataticola. Blepyrus sp.

berkembang dari telur sampai imago dalam waktu rata-rata 30 hari dengan fase

telur selama 2-3 hari. Perkembangan predator Chrysopa sp. mulai telur hingga

dewasa memerlukan waktu rata-rata 44,5 hari dengan rincian fase telur, larva,

pupa dan imago masing-masing selama 3 hari , 8,8 hari, 8,6 hari, 12,8 hari 11,3

hari. Selama hidupnya predator ini memangsa rata-rata 46 ekor Ferrisia virgata.

Uji kemampuan antagonisme mikroba antagonis terhadap R. bataticola secara

in vitro diperoleh 28 isolat jamur dan 13 isolat bakteri yang berpotensi.

Penghambatan tertinggi (86.00%) adalah jamur yang diidentifikasi sebagai

Trichoderma spp. Kelompok bakteri yang berpotensi sebagai antagonis sebagian

besar adalah Bacillus spp.

3.16. Teknik pengelolaan tanaman jarak pagar untuk produksi >10

ton, kadar minyak >40%, dan umur panen-1 <110 hari

Tanaman jarak di Indonesia tidak dapat bersaing dengan komoditas pertanian

lainnya. Hasil analisis ekonomi menunjukkan bahwa usahatani jarak pagar pagar

menguntungkan apabila produktivitas tanaman mencapai 10 ton/ha dan kadar

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 53

minyak > 35%. Produktivitas optimal jarak pagar diperoleh pada umur 4-5 tahun

sehingga selama 3 tahun mengalami kerugian. Meskipun telah diperoleh IP-3 yang

berpotensi produksi 8-10 t/ha namun dalam kenyataan belum pernah diperoleh

produksi yang mendekati potensi tersebut. Hal ini membuktikan pengelolaan

tanaman di lapangan belum dilakukan sesuai dengan karakter tanaman.

Pemangkasan yang salah akan berakibat pada penurunan produksi dan kadar

minyak. Selain pemangkasan, pembungaan dan pemasakan buah dapat dipacu

dengan ZPT. Sistem sambung antara batang atas IP-3 dengan batang bawah

IP-2 menghasilkan produksi beragam. Penggunaan batang bawah yang sesuai

dapat meningkatkan produksi dan kadar minyak serta mempercepat umur

panen-1. Pengelolaan jarak pagar yang sesuai dengan karakter tanaman

diharapkan dapat menghasilkan produksi > 10 t, kadar minyak > 40%, dan

umur panen-1 < 110 hari.

Karakter partisi karbohidrat untuk pertumbuhan akar, batang, daun, petiol,

buah, kulit buah, dan biji serta laju keguguran daun dan waktu panen pada

pertanaman umur 1-3 tahun dipengaruhi oleh umur tanaman. Karakter-karakter

tersebut pada pertanaman umur < 1 th selain dipengaruhi oleh umur tanaman

juga dipengaruhi oleh bahan tanaman dan populasi tanaman. Dengan

menggunakan karakter-karakter tanaman tersebut model potensi pertumbuhan

dan produksi jarak pagar dapat dikonstruksi dalam empat berkas, yakni berkas

program, berkas tanaman, berkas iklim, dan berkas hasil. Eksekusi model

simulasi yang diperoleh dapat berjalan dengan baik.

Pemberian ZPT P+E pada pertanaman umur < 1 tahun mampu meningkatkan

produksi biji 25,06% dari tanpa ZPT, namun belum mampu meningkatkan kadar

minyak dan memperpendek umur panen. Pemberian ZPT NAA pada pertanaman

jarak pagar umur > 2 tahun mampu meningkatkan jumlah buah terpanen dan

bobot 100 biji masing-masing sebesar 26,64 dan 2,07% dan menurunkan kadar

minyak sebesar 3,05% dari tanpa perlakuan ZPT. Dosis 1000 ppm NAA mampu

meningkatkan jumlah buah terpanen dan bobot 100 biji masing-masing sebesar

35,09 dan 2,99% dan menurunkan kadar minyak sebesar 3,58%.

54 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

Penggunaan tanaman sela kedelai, kacang hijau dan wijen dalam pertanaman

jarak pagar hasil rehabilitasi (penyambungan dengan IP2A) pada tahun ke-3

tidak mempengaruhi hasil jarak pagar dan mampu memberikan hasil tanaman

sela masing-masing sebesar 1316, 1557, dan 1417 kg/ha. Adapun kegiatan

keempat menunjukkan HS-80 merupakan aksesi yang sesuai untuk digunakan

sebagai batang bawah dalam sistem pertanaman sambungan. Penggunaan

aksesi batang bawah yang mempunyai perakaran dalam mampu meningkatkan

jumlah cabang yang terbentuk pada pertanaman sambungan sebesar 19,57%

dan menurunkan pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 2,13% dari pertanaman

batang atas non sambungan serta meningkatkan jumlah cabang dan daun yang

terbentuk masing-masing sebesar 41,02 dan 8,23% dan menurunkan tinggi

tanaman sambungan sebesar 7,93% dari aksesi-aksesi tersebut non sambungan.

Dalam sistem penyambungan tanaman umur produktif, bila menggunakan

entres dari IP-3M maka panjang entres terbaik adalah 10-15 cm, sedangkan

bila menggunakan entres dari IP-3A maka panjang entres terbaik adalah 5 cm.

3.17. Teknik pengelolaan lahan, hara dan air yang efisien untuk mendukung varietas unggul jarak pagar berproduksi >10 ton, kadar minyak >40%, dan umur panen pertama <110 hari

Untuk mencapai produktivitas jarak pagar yang tinggi diperlukan teknologi

pengelolaan lahan, hara dan air yang efisien, dengan memperhatikan kondisi tanah

dan hasil yang diharapkan. Penambahan hara disertai pengairan yang cukup

diharapkan akan mencapai produktivitas yang tinggi. Pemberian tanah liat dan

bahan organik pada tanah berpasir diharapkan dapat memperbaiki tanah sebagai

media tanam, sehingga produktivitas dapat meningkat. Pengolahan tanah dan

penyiangan perlu dilakukan lebih efisien agar biaya produksi dapat ditekan.

Hasil yang diperoleh adalah : Peningkatan dosis pupuk organik (pupuk kandang)

dan pupuk kimia (ponska), serta kombinasi keduanya dapat meningkatkan

pertumbuhan tinggi atau kanopi tanaman, tetapi hanya perlakuan pupuk

organik yang nyata meningkatkan hasil biji. Untuk memperoleh hasil optimal,

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 55

jika hanya menggunakan pupuk kandang, maka dibutuhkan minimal 5

kg/tanaman atau setara 12,5 ton/ha. Jika hanya menggunakan pupuk ponska

maka dibutuhkan 240 g/tanaman (600 kg/ha). Jika menggunakan kombinasi

pupuk kandang dan ponska, maka dibutuhkan minimal pupuk kandang 2 kg +

ponska 240 g/tanaman (5 t/ha + 600 kg/ha). Untuk penerapan pemupukan

jarak pagar di daerah lain perlu pengujian atau penyesuaian dengan kondisi

lahan dan iklim setempat.

Pengairan tanaman jarak pagar umur 5 tahun ketika musim kemarau tidak

efektif meningkatkan hasil, sehingga pengairan untuk jarak pagar umur 5 tahun

tidak diperlukan. Peningkatan dosis pupuk phonska dari 750 kg/ha/th menjadi

900 kg/ha/th belum meningkatkan hasil, walaupun meningkatkan jumlah

cabang produktif tanaman jarak pagar. Tanaman jarak pagar yang

menghasilkan buah dan biji tertinggi adalah: IP-1P (127.67 buah/tanaman;

521.16 Kg/Ha).

Penambahan tanah pasir dengan 10% tanah liat dan 1,6% bahan organik serta

pemberian mulsa dapat meningkatkan kadar air tanah dan porositas tanah, dan

menurunkan berat isi tanah, dan meningkatkan kadar unsur hara C, N, P dan K.

Selain itu bahan ameliorasi tanah berpasir tersebut dapat meningkatkan

pertumbuhan dan produksi jarak pagar, yaitu meningkatkan tinggi tanaman

sebesar 19% dan lebar kanopi 9%, serta produksi biji kering sebesar 2,17 kali.

Perbaikan kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah pasir dan peningkatan hasil

jarak pagar dengan penambahan 10% tanah liat + 1,6% bahan organik dan

mulsa perlu diketahui efisiensi ekonominya. Aplikasi dalam skala luas akan

diketahui biaya input dan pengurangannya (terutama biaya untuk pupuk dan

pengolahan tanah serta pembersihan gulma) akan dapat dikuantitatifkan.

Mesin pengolah tanah dan penyiang untuk tanaman pemanis dan serat

(MOSITTAS-2) dapat dioperasikan dengan baik pada lahan kering bertekstur

ringan dengan kapasitas : pengolahan 15,9 jam/ha, penggaruan 8,6 jam/ha dan

penyiangan 16,4 jam/ha. Pada tingkat harga MOSITTAS-2 RP 11.000.000,-/unit,

56 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

upah seorang operator Rp 100.000,-/hari dan ongkos sewa mesin sebesar Rp

600.000,-/ha diperoleh biaya pokok pengoperasian sebesar Rp 171.500,-/ha,

titik impas 1,24 ha dan nisbah keuntungan dan biaya (B/C) sebesar 3,1. Dengan

demikian MOSITTAS-2 cukup layak untuk diterapkan di tingkat petani pada

lahan kering bertekstur ringan. Menghemat biaya pengolahan tanah dan

penyiangan sebesar Rp 1.600.000,- per hektar/tahun. Perlu dilakukan

pengembangan Mosittas untuk tanah bertekstur sedang-berat.

3.18. Pengembangan teknologi pengelolaan kelapa dan kakao secara terpadu untuk meningkatkan pendapatan petani >25%

Penelitian Model pengembangan kakao terpadu ini bertujuan untuk mendapatkan

paket teknologi rehabilitasi kakao untuk peningkatan produktivitas menjadi 1 ton

biji kering dengan kualitas prima dan mendapatkan teknologi alternatif

penggemukan sapi dengan limbah kakao dan tanaman penaung. Hasil yang

telah dicapai adalah : Model Pengembangan Kakao Terpadu di Propinsi Sulawesi

Tenggara berupa : 1) demplot teknik produksi pada tanaman kakao yang

meliputi pemupukan berimbang, pemangkasan, sambung samping pada

tanaman kakao, pola tanam kelapa dan seraiwangi serta 2) terbangunnya pusat

pengkajian dan desiminasi teknologi fermentasi kakao, pemanfaatan limbah

untuk pakan ternak sapi, dan fasilitas pelatihan dan gelar teknologi usahatani

kakao dengan kelapa integrasi dengan ternak sapi.

Model Pengembangan Kakao Terpadu di Propinsi Sulawesi Selatan antara lain :

telah ditetapkan 2 lokasi penelitian yaitu di Kelompok Tani Bunga Cokelat, Desa

Tinco Kecamatan Citta, Kabupaten Soppeng dan di Kelompok Tani Sinar Ujung

Desa Gantarankeke Kecamatan Gantarangkeke Kabupaten Bantaeng. Pelatihan

Petani pada Model Pengembangan Kakao dilaksanakan di Desa Tinco

Kecamatan Citta Kabupaten Soppeng, perbaikan fisik tanaman dengan

melaksanakan pemeliharaan tanaman kakao berupa pemupukan, pemangkasan

dan pengendalian hama dan penyakit dan rehabilitasi tanaman kakao dengan

tehnik sambung samping, sambung pucuk dan benih hibrida. Untuk

memanfaatkan limbah tanaman kegiatan model pengembangan kakao terpadu

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 57

mengintegrasikan tanaman kakao dengan ternak yang di rancang kedepan

untuk pengolahan limbah ternak sebagai biogas dan biourin, dan untuk

meningkatkan pengetahuan petani kakao upaya yang telah dilakukan adalah

pembinaan kelembagaan petani yang dilakukan oleh tim dari Universitas

Hasanudin Makassar.

Gambar 15. a) Sambung samping pada tanaman kakao; b) Penangkaran benih seraiwangi untuk materi polatanam kelapa + kakao + seraiwangi; c) Pemangkasan produksi dan d) rehabilitasi total

3.19. Perbaikan teknologi dan sistem peremajaan untuk

meningkatkan produktivitas kelapa sawit rakyat > 40%

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model peremajaan kelapa sawit

melalui penerapan pola tebang bertahap dan polatanam yang mudah dan

murah tanpa menghilangkan pendapatan petani selama peremajaan serta yang

dapat meningkatkan produktivitas > 40%. Penelitian dilaksanakan melalui

percobaan lapang sekaligus sebagai demonstrasi plot yang dapat diakses oleh

semua lapisan masyarakat di lokasi kegiatan di Bagan Batu, kabupaten Rokan

Hilir, provinsi Riau, jenis tanah podsolik merah kuning (Kandiudults/

58 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

Dystrudepts), iklim tipe B2 (Oldeman), dan ketinggian tempat 30 m di atas

permukaan laut. Penelitian menggunakan rancangan Split-plot terdiri atas 2

faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama terdiri atas 3 taraf pola tebang bertahap.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peremajaan sawit dengan cara

penebangan bertahap mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman sawit

muda, namun tidak mempengaruhi masa pembungaan kelapa sawit muda.

Penanaman tanaman sela baik jagung maupun kedelai tidak mempengaruhi

pertumbuhan kelapa sawit muda. Penanaman tanaman sela kedelai pada

penebangan bertahap 60% masih memberikan padapatan >Rp. 15.000.000,-

/ha/tahun dan memiliki kemampuan lebih besar untuk mempertahakan

pendapatan tersebut dibanding jagung.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 59

BAB IV

PRODUK OLAHAN TANAMAN PERKEBUNAN

4.1. Pengembangan formula pupuk hayati berbasis bakteri endofit

Pengelolaan pupuk melalui integrated plant nutrition system (IPNS) dalam

pertanaman tebu merupakan pilihan yang bijak. Tiga pilar utama yang

menopang IPNS yaitu pupuk buatan, bahan organik, dan pupuk hayati.

Penggunaan pupuk buatan takaran tinggi dan dalam waktu lama dapat

menurunkan populasi mikroflora tanah. Oleh karena itu, pemanfaatan pupuk

hayati sangat diperlukan.

Pupuk hayati yang berkembang umumnya menggunakan bakteri endofitik.

Enam isolat bakteri penambat N endofitik diuji daya hidupnya dalam formula

pupuk hayati dan diuji efikasinya pada tanaman tebu. Hasilnya menunjukkan

bahwa formulasi pupuk hayati yang dibuat dengan campuran blotong 50%,

zeolit 30%, dan tanah lempung 20%, pada hari ke-0 sampai ke-15, jumlah

bakteri endofit sebesar 8 – 6x 106. Pada bulan ke 3, jumlah bakteri dalam

pupuk mencapai 6,33 x 102. Setiap bakteri endofit memiliki pola yang spesifik

yang menggambarkan keberadaan dan persistensinya dalam jaringan tebu.

Bakteri tersebut mampu bertahan selama 3 bulan dalam jaringan tanaman.

Dalam jaringan daun tebu, bakteri endofit membentuk jaringan mikrokoloni. Uji

efikasi bakteri endofit terhadap keragaan tebu pada stadium perkecambahan

dan awal pertunasan (umur 2 bulan) belum dapat tergambarkan secara kongkrit.

Hasil pengamatan menunjukkan aplikasi bakteri endofit belum memberikan

respon yang signifikan, mengingat pengamatan dilaksanakan pada tahap awal

pertunasan.

4.2. diversifikasi tandan kosong dan hasil kelapa sawit untuk biofuel generasi 2 dan reduksi 3-MCPD

Upaya memanfaatkan tandan kosong kelapa sawit yang melimpah mendorong

dilakukannya penelitian: 1) gasifikasi tandan kosong kelapa sawit, 2) penelitian

60 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

pembuatan bioetanol melalui sakarifikasi bahan tandan kelapa sawit serta 3)

reduksi 3 MCPD pada minyak sawit. Gasifikasi tandan kosong kelapa sawit dan

pembuatan bioetanol merupakan upaya rintisan dalam menghasilkan bioenergi

generasi dua, sedangkan reduksi 3-MCP adalah upaya mengurangi zat

berbahaya tersebut.

Kinerja gasifikasi optimal diperoleh pada perlakukan diameter tenggorokan

(throat) 13 cm dengan tinggi ruang reduksi 10 cm. Kinerja gasifikasi terbaik

dicapai pada ukuran potongan bahan < 4 cm, dengan tekanan pada bahan

0,02-0,03 kg/cm2, dan debit input udara 14 lpm. Pada perlakuan tersebut

dicapai laju proses sebesar 3,5 kg/jam, efisiensi proses 80%, suhu nyala api

pembakaran gas 600oC.

Perbaikan proses hilir produksi bioetanol dari tandan kosong kelapa sawit

terbaik adalah perlakuan dengan H2SO4 konsentrasi 4%, dengan autoklav

selama 15 menit, kemudian dilanjutkan penambahan xilanase pH6 selama 3

hari dilanjutkan penambahan selulase selama 3 hari. Fermentasi dengan

Sacharomyces dilakukan 2 hari. Gula reduksi tercapai 11,11% dan etanol yang

dihasilkan 8,66%. Hasil penelitian penggandaan skala 2 liter dibutuhkan 100

gram TKKS delignifikasi menghasilkan 6,7-8,2 ml etanol.

Proses deodorisasi meningkatkan kadar 3-MCPD sangat signifikan. Kandungan

senyawa 3-MCPD ester pada tahapan proses deodorisasi sebesar 5,32 mg/kg.

Titik kritis terbentuk senyawa 3-MCPD ester terjadi pada tahapan proses

deodorisasi. Hasil simulasi pembentukan senyawa 3-MCPD ester yang telah

dilakukan menunjukkan kandungan mono-asil gliserol, di-asil gliserol dan tri-asil

gliserol serta asam lemak bebas dalam minyak sawit dapat mempengaruhi

banyaknya 3-MCPD ester yang terbentuk. Hal tersebut terjadi karena gliserol

dan HCl mengalami reaksi substitusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis

adsorpsi Z2 dan SMS mampu menurunkan senyawa 3-MCPD ester terbesar.

Maka dari itu, dipilih kedua jenis adsorpsi tersebut untuk dilihat pengaruh

temperatur, lama waktu pengendapan, dan rasio adsorben dengan minyak.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 61

4.3. Pengembangan formula produk kopi luwak secara enzimatik untuk peningkatan produktivitas > 20%

Kopi luwak merupakan produk kopi yang dihasilkan dari feses binatang luwak

(Paradoxurus hermaphrodirus), setelah binatang tersebut mengkonsumsi buah

kopi matang. Kopi luwak memiliki cita rasa yang spesifik dan istimewa, karena

buah yang dikonsumsi adalah buah matang yang benar-benar terseleksi melalui

penciuman aroma yang tajam, serta melalui proses fermentasi dalam saluran

pencernaan binatang luwak sebelum dikeluarkan dalam bentuk biji.

Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan data kualitas fisik dan cita rasa serta

uji kandungan nutrisi pada biji kopi arabika yang difermentasi dengan mikroba

probiotik luwak dengan berbagai level waktu. Hasil penelitian menunjukkan :

(1) kopi kopyor merupakan calon klon kopi arabika dan dapat dikembangkan

pada ketinggian > 1000 dpl, disamping itu waktu panen juga berpengaruh

terhadap rendemen, dimana pada saat panen mendekati puncak musim

kemarau, rendemen biji kopi semakin tinggi, (2) fermentasi dapat menurunkan

kandungan protein kopi bubuk, walaupun tidak terlalu nyata. Demikian pula

fermentasi dapat menurunkan kadar serat kasar (CF) dalam kopi bubuk.

Fermentasi juga menyebabkan terbentuknya asam butirat dalam biji kopi,

kecuali pada fermentasi waktu pendek (P1). Mengingat asam butirat memiliki

sifat anti oksidan dan anti karsinogenik, kopi probiotik luwak memiliki nilai lebih

secara fungsional dibandingkan dengan kopi biasa dan (3) Pada feses luwak

dapat diperoleh bakteri selulolitik, xylanolitik dan proteolitik yang berpotensi

untuk mendegradasi biji kopi secara enzimatis. Proses fermentasi kopi secara

enzimatis menggunakan bakteri selulolitik dan xylanolitik dapat dilakukan

hingga 72 jam atas dasar pengamatan tingkat pertumbuhan dan produksi enzim

tertinggi dari kedua bakteri tersebut.

62 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

4.4. Formula jamu ternak berbasis tanaman obat peningkat fertilitas sapi dan minyak atsiri sebagai bio aditif bahan bakar minyak

4.4.1. Formula jamu ternak peningkat fertilitas sapi jantan

Tanaman obat telah diketahui dapat menjadi produk jamu yang bermanfaat

untuk meningkatkan daya tahan tubuh (promotif), pencegahan penyakit

(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (paliatif).

Peternak di negeri China, sudah lama menggunakan obat tradisional dari bahan

tanaman obat sebagai “feed additive”, secara nyata dapat menurunkan

pengaruh infeksi dan secara langsung mempengaruhi mekanisme respon

immunitas. Pemanfaatan tanaman obat untuk tujuan peningkatan fertilitas

pada manusia telah lama dikenal, tetapi belum banyak dilakukan untuk ternak.

Dalam program nasional swa sembada daging sapi, salah satu programnya

dilakukan melalui program inseminasi buatan (IB). Peningkatan produktivitas

sapi potong dilakukan melalui IB dengan menggunakan sapi pedaging unggul

sebagai pejantan, sebagai upaya perbaikan varietas. Beberapa tanaman obat

diantaranya purwoceng, pasakbumi, cabe jawa, lengkuas, temulawak telah

menjadi produk aphrosidiaka untuk manusia. Guna meningkatkan keberhasilan

IB, maka dilakukan pemanfaatan tanaman aphrosidiaka dalam formula jamu

peningkat fertilitas sapi jantan, sehingga dapat meningkatkan kuantitas dan

kualitas semen sapi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula

produk jamu ternak peningkat fertilitas sapi jantan.

Telah dihasilkan empat formula serbuk untuk jamu ternak peningkat fertilitas

sapi jantan Balittro-1, Balittro-2, Balittro-3 dan Balittro-4, dengan bahan baku

untuk temulawak, temu ireng, lengkuas sejumlah 45%, sambiloto 5% dan

ditambahkan bahan tanaman obat lain (cabe jawa, purwoceng dan pasakbumi)

sehingga mencapai jumlah 100%. Hasil uji in vivo feeding trial formula tersebut

ternyata tidak menghambat peningkatan bobot badan sapi. Formula jamu

tersebut berpengaruh meningkatkan konsentrasi semen, motilitas semen,

jumlah semen hidup dan mengurangi semen mati. Efektivitas formula nampak

pengaruhnya setelah diberikan berturut-turut selama tiga minggu, dua hari

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 63

sekali dengan dosis 10g/60kg bobot badan dan diberikan dengan cara dicekok.

Formula Balittro-3 dan Formula Balittro-4 diunggulkan karena dapat

menunjukkan respon yang stabil dalam peningkatan konsentrasi semen dan

motilitas semen.

4.4.2. Formulasi jamu ternak peningkat fertilitas sapi betina

Tingkat fertilitas sapi betina berpengaruh terhadap reproduksi dan sekaligus

terhadap tingkat populasi sapi. Pemanfaatan tanaman obat yang dicampur

dengan rumput selain bermanfaat sebagai pakan juga dapat meningkatkan

daya tahan tubuh terhadap penyakit dan sekaligus dapat memperbaiki tingkat

fertilitas sapi betina.

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan formula jamu ternak berbasis

tanaman obat peningkat fertilitas sapi betina. Hasil pengamatan menunjukkan

kadar unsur mineral N, P, K, Fe, Zn dan C-organik rumput banta lebih tinggi dari

pada jeriwit dan bura-bura. Hasil analisis GCMS jumlah komponen pada rumput

keibar dari Papua 15 dan dari Bogor 14. Sedangkan untuk rumput jeriwit 14,

bura-bura 15 dan banta 15 komponen. Rumput jeriwit, bura-bura, banta dan

keibar mengandung unsur mineral N, P, K, Fe, Zn dan C-organik cukup tinggi.

Semua jenis rumput yang dikarakterisasi menghasilkan kadar sari air lebih tinggi

dari pada kadar sari alkohol. Hasil skrining fitokimia, rumput jeriwit, bura-bura

dan banta mengandung senyawa alkaloid, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid

dan glikosida lebih kuat dibandingkan rumput banta.semua bahan mengandung

senyawa golongan amatidan tertinggi kadarnya terdapat pada rumput banta. Di

dalam rumput banta, bura-bura dan jeriwit terdapat senyawa kimia phenol,

asam amino (plorin) dan vitamin E yang bermanfaat untuk kesuburan dan juga

kesehatan ternak. Semua jenis formula yang diuji dapat meningkatkan fertilitas

sapi betina serta bobot badan. Pengamatan secara visual, sapi yang diberi

jamu lebih sehat, lebih gemuk dan kulitnya lebih bersih dan mengkilap

dibandingkan kontrol.

64 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

4.5. Pemanfaatan minyak atsiri sebagai bio aditif bahan bakar minyak

Minyak atsiri merupakan suatu bahan alam yang tersusun dari komponen-

komponen yang bersifat mudah menguap, berat jenisnya rendah dan

mengandung senyawa-senyawa hidrokarbon bercabang dan hidrokarbon

aromatik. Komponen-komponen tersebut diharapkan dapat menyempurnakan

sistem pembakaran bahan bakar minyak. Karakteristik BBM secara umum terdiri

dari berat jenis, kekentalan, nilai kalori, kandungan belerang, titik tuang, titik

nyala, angka oktan, kadar abu, nilai knocking. Nilai-nilai karakteristik tersebut

berkorelasi dengan komposisi hidrokarbon dan bahan lainnya. Minyak atsiri

bersifat mudah menguap, berat jenisnya rendah, dapat campur dan melarutkan

bahan organik termasuk bahan bakar minyak.

Telah dihasilkan formula yang memiliki kemampuan efisiensi (menghemat) BBM

sampai 20%, dan akan diupayakan perbaikan formula untuk meningkatkan

efisiensi (penghematan) BBM lebih dari 25%. Peningkatan efisiensi tersebut

diharapkan diikuti pula dengan penurunan emisi gas buang yang lebih besar.

Penurunan konsumsi (penghematan) BBM yang dihasilkan dengan penambahan

aditif tersebut secara tidak langsung akan mengurangi pencemaran yang

ditimbulkan oleh logam timbal (Pb) yang memang terkandung dalam bahan

bakar bensin maupun solar.

4.6. Efektivitas biopestisida berbasis sitronellal, eugenol, dan azadirachtin untuk menekan serangan OPT utama perkebunan, tanaman pangan dan hortikultura > 50%

Teknik pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang murah,

praktis dan aman sangat diperlukan untuk menggantikan penggunaan pestisida

kimia sintetis yang diketahui berbahaya bagi lingkungan dan organisme bukan

sasaran. Salah satu cara pengendalian yang cukup prospektif adalah

penggunaan pestisida nabati yang berasal dari tanaman. Pestisida nabati

mudah terurai sehingga tidak mencemari lingkungan, toksisitas terhadap

mamalia rendah sehingga aman terhadap manusia tetapi tidak menyebabkan

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 65

resistensi hama sasaran. Prospek pemanfaatan pestisida nabati cukup baik,

karena Indonesia memiliki keragaman hayati flora yang merupakan sumber

bahan baku pestisida nabati. Penelitian guna mengevaluasi potensi dan

pemanfaatan beberapa jenis tanaman obat dan aromatik sebagai pestisida

nabati, diantaranya seraiwangi, cengkeh, dan mimba sebagai komponen utama

dan beberapa tanaman obat dan aromatik potensial lainnya seperti nilam,

rutenon, kayumanis, akarwangi, kunyit dan temulawak telah dilakukan dengan

metoda bioassay dan aplikasi lapang terhadap organisme pengganggu tanaman

(OPT) utama pada tanaman perkebunan, pangan dan hortikultura. Penelitian ini

bertujuan untuk menguji pestisida nabati berbasis atsiri tersebut yang

diharapkan mampu menurunkan populasi hama wereng coklat > 80%, hama-

hama pada tanaman brokoli (30%), pengendalian OPT teh (Plusia chalcites,

Helopeltis spp, Empoasca sp dan Exobasidium vexans > 50%, hama penggerek

buah (Conophomorpa cramerella) > 50% dan penyakit busuk buah

(Phytopthora sp) >30% pada kakao, hama penggulung daun nilam

(Pachyzancla stultalis). >50%, serta nematoda buncak akar (Meloidogyne sp)

pada

tanaman jahe (> 50%). Empat formula pestisida nabati yang diuji yaitu CEES,

CEKAM, CESPLENG, dan NEEMPLUS mampu menyebabkan mortalitas 84-94

persen terhadap wereng coklat padi (Nilaparvata lugens) dengan metode

semprot serangga, lebih tinggi dari kinerja insektisida kimia imidacloprid yang

mampu menimbulkan mortalitas sebesar 72 persen. Sementara itu, aplikasi

terhadap tanaman (foliar spray) tidak efektif untuk membunuh wereng coklat.

Mortalitas yang ditimbulkan berkisar 12-54 persen pada 72 jam setelah aplikasi.

Aplikasi limbah sulingan tanaman nilam tidak berpengaruh nyata terhadap kadar

N tetapi mampu menaikkan secara nyata kadar unsur K dan berpengaruh positif

terhadap pertumbuhan dan produksi brokoli; kombinasi limbah nilam dengan

pestisida nabati Bioprotektor-1 mampu menekan kerusakan akibat serangan

serangga hama Crocidolomia binotalis sebesar 30.0 %, selain itu juga mampu

memberikan kenaikan hasil sebesar 14 % dibandingkan kontrol. Kenaikan

66 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

produksi yang tertinggi dihasilkan oleh perlakuan kombinasi aplikasi limbah

nilam dengan insektisida sintetis yaitu sebesar 40 %. Aplikasi limbah nilam

dengan Bioprotektor juga memberikan kepadatan populasi jamur dan bakteri

tanah lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain. Aplikasi formula petisida nabati

citronellal+asam salisilat dan formula eugenol+xanthorizol, pada konsentrasi

1%, tidak menghambat pertumbuhan tanaman jahe,sedangkan formula

eugenol+citronellal menghambat pertumbuhan tanaman tersebut. Pestisida

nabati mampu menekan serangan OPT pada tanaman teh dengan intensitas

serangan Helopeltis spp, 7.25 – 13.34 persen, Empoasca sp, 9.85 – 10.13

persen, dan ulat jengkal 8.47 – 12.21 persen lebih rendah dan berbeda nyata

dibanding kontrol. Kendala yang dihadapi adalah pestisida nabati mudah tercuci

oleh air hujan dan embun, sehingga belum menampakan hasil yang optimal.

Kombinasi perlakuan Sitronella (S) 34% + Eugenol (E) 80% + Azadirachtin (A)

0,6% konsentrasi 5 ml/l mampu mengurangi tingkat kerusakan buah akibat

serangan penggerek batang kakao yang ditunjukkan dengan nilai efikasi

sebesar 37,00% pada serangan ringan, 51,62% pada serangan sedang, dan

65,18% pada serangan berat dibanding kontrol dan berbeda tidak nyata

dibanding perlakuan yang sama pada konsentrasi 10 ml/l. Kombinasi perlakuan

S 34% + E 80% + A 0,6% konsentrasi 10 ml/l mampu menekan serangan

penyakit busuk buah kakao yang ditunjukkan dengan nilai efikasi sebesar

52,93% pada serangan rendah; 68,00% pada serangan sedang; dan 76,26%

pada serangan berat dan tidak berbedanya nyata dibanding pemakaian

pestisida sintetik. Insektida dan fungisida yang diujikan tidak mempengaruhi

keberadaan musuh alam dan tidak mengakibatkan fitotoksik. Semua formula bio

pestisida yang di uji dalam skala rumah kaca, dapat meningkatkan kematian

larva penggulung daun P. stultalis sebesar 19,81%-59,09% dibanding kematian

alami pada kontrol. Pemakaian dosis 20%, menunjukkan efektifitas yang lebih

baik dengan kematian larva antara 51,25%-63,24%. Pada skala lapang,

toksisitas dosis terbaik skala rumah kaca mengalami penurunan 11,20%-

12,96% dengan tingkat kematian larva antara 46,80%-49,50% dan intensitas

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 67

serangan antara 41,30%-46,40%. Peningkatan dosis terbaik rumah kaca

menjadi 22%, menunjukkan hasil yang lebih baik pada semua parameter .

4.7. Diversifikasi VCO dengan kandungan asam lemak >30% dengan perbaikan prosesing etanol dengan efisiensi >95%

Untuk mengatasi kelebihan produksi Virgin Coconut Oil (VCO) dan untuk

meningkatkan pemanfaatan VCO, maka perlu dilakukan pengolahan lanjut VCO

menjadi berbagai produk, seperti produk pangan yang lebih spesifik. Selain itu

untuk memanfaatkan hasil samping VCO, seperti ampas kelapa dapat diolah

menjadi tepung ampas kelapa yang kemudian dapat menjadi bahan baku

pengolahan biskuit kaya serat pangan. Penelitian bertujuan untuk (1)

mengetahui proses pemurnian HMF (Human Milk Fat) analog (lemak baru hasil

interesterifikasi VCO dan palm stearin, (2) mengetahui proses pengolahan

biskuit kaya serat dan asam lemak rantai medium tinggi, menggunakan tepung

ampas kelapa (hasil samping pengolahan VCO), dan (3) memodifikasi

teknologi pengolahan etanol dari nira aren, yang dapat mengolah etanol kadar

25-35 % menjadi etanol kadar 95 % atau lebih melalui proses evaporasi,

destilasi dan dehidrasi dengan proses yang efisien. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa proporsi fraksi monogliserida tertinggi dengan lipase

pankreas diperoleh pada pH 6,5 dengan rasio substrat : buffer fosfat 10:4

dalam waktu 42 jam sebesar 37,83%. Pemurnian HMF analog dapat dilakukan

dengan menggunakan kromatografi lapis tipis menggunakan fase stasioner

Silica gel F254 dan fase mobil campuran pelarut petroleum eter : dietil eter :

asam asetat = 60:40:1. HMF analog yang dihasilkan mengandung asam lemak

rantai medium (asam kaprat dan asam laurat) 36,45%, sedangkan asam

palmitat dan asam oleat berturut-turut 22,22% dan 16,35%. Hasil samping

ampas kelapa dari pengolahan VCO, dapat diolah lanjut menjadi tepung ampas

kelapa (tanpa testa dan ada testa). Kedua jenis tepung ampas kelapa,

mengandung serat pangan berkisar 39.11-39.81% (ada testa) dan 42.56-

48.43% (tanpa testa). Pengolahan biscuit yang disubstitusi tepung ampas kelapa

ada testa dan tanpa testa, masing-masing 25% menghasilkan formula biscuit

68 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

yang kaya serat pangan dan asam lemak rantai medium yang disukai panelis.

Formula A-substitusi TAKat 25%: kadar serat pangan 8.39% dan asam lemak

rantai medium (ALRM)/C10 dan C12= 13.04 dan Formula B- substitusi TAKtt

25%: kadar serat pangan 8.65% dan asam lemak rantai medium (ALRM)/C10

dan C12= 12.66%. Alat pengolahan etanol sistem evaporator-destilator ganda

rancangan tahun 2011, lebih efektif dibanding alat pengolahan etanol sistem

sinambung rancangan tahun 2009, yang ditandai dengan waktu proses lebih

singkat dan etanol yang dihasilkan dapat mencapai kadar 98,5-99,0 %.

Pengolahan etanol anhidrat pada alat rancangan ini, dengan menggunakan

saringan molekuler dapat dilakukan dalam satu tahap proses. Untuk praktis

pengolahan dapat dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama tanpa

saringan molekuler dan tahap kedua menggunakan saringan molekuler. Untuk

efektif proses pengolahan etanol dengan alat pengolahan etanol sistem

evaporator-destilator ganda, perlu memperhatikan karakteristik bahan baku,

suhu optimal unit operasi, waktu proses, debit air destilasi, dan penggunaan

saringan molekuler. Berdasarkan kepraktisan operasional pengolahan etanol alat

pengolahan etanol sistem evaporator-destilator ganda, dapat diaplikasikan pada

kelompok tani atau usaha kecil menengah.

4.8. Formulasi biopestisida berbahan aktif mikroba, entomopatogen, dan nabati untuk serangga hama dan penyakit kapas, tembakau dan minyak industri dengan efektivitas >75 % dan pupuk organik

Penambahan 2 isolat bakteri dan 2 isolat jamur ke dalam formulasi biopestisida

serta penambahan khitin sebagai peningkat kemampuan antagonis dan

perangsang pertumbuhan mampu memperbaiki kemampuan pengendalian

penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum, dan penyakit busuk batang

berlubang Erwinia carotovora, meskipun masih belum stabil.

Perbaikan formulasi MABA ke dalam bentuk pupuk kurang efisien, karena selain

lebih mahal dan repot, efektivitasnya juga tidak lebih baik meskipun daya tahan

hidup bakteri masih sangat baik. Secara umum, hasil pengujian formulasi MABA

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 69

baik yang cair maupun yang powder secara in vivo tidak efektif dalam menekan

perkembangan penyakit lanas yang disebabkan oleh P. nicotianae.

Suhu penyimpanan formulasi B. bassiana tidak berpengaruh terhadap mortalitas

dan bobot larva H. armigera, tetapi ditentukan oleh lama penyimpanan.

Mortalitas ulat H. armigera pada aktivitas murni (original activity) formulasi B.

bassiana mencapai 87,8% pada konsentrasi tertinggi (4,5 x 108 konidia/m) dan

pada lama penyimpanan 8 bulan mortalitas menurun hingga 56,3%.

Pertumbuhan N. rileyi paling cepat pada medium Sabouraud maltose agar (3,83

mm/hari) dan pertumbuhan P. fumosorose paling cepat pada potato dextrose

agar (14,2 mm/hari). AjNPV patogenik terhadap ulat A. janata dengan

mortalitas 100% pada konsentrasi tinggi (108-109 PIB/ml) pada hari ke-5-8

setelah perlakuan, sedangkan mortalitas 79-97% dicapai pada konsentrasi lebih

rendah, yaitu 106-107 PIB/ml.

Dari hasil ekstraksi tembakau diperoleh polisakarida (gula), ekstrak nikotin

pikrat, dan ekstrak nikotin cair 1 dan 2 yang mampu membunuh Myzus. Namun,

proses ekstraksi ini mahal, sehingga perlu penyederhanaan proses ekstraksi

agar biaya ektrak lebih murah.

Aplikasi vaksin Carna 5 di pesemaian mampu menekan perkembangan penyakit

CMV pada tanaman tembakau di lapang dengan dosis terbaik 15 g/100 ml BF

pH7. Aplikasi Carna5 cukup aman bagi perkembangan tanaman karena tidak

mempengaruhi umur berbunga maupun jumlah daun yang dihasilkan.

Penggunaan kompressor otomatis atau kompressor manual tidak

mempengaruhi efektivitas vaksin Carna 5.

Kompos bungkil dan kulit jarak pagar setelah diproses selama 4 minggu telah

memenuhi Standar Mutu Kompos (SNI : 19-7030-2004),yaitu dengan kadar C:N

= <20:1 dengan ciri-ciri fisik antara lain : 1). Suhu sesuai dengan suhu air

tanah, 2). Berwarna kehitaman seperti tanah, 3). Berbau tanah, 4). Ukuran

partikel seragam. Unsur makro N, P, K yang tersedia dalam kompos relatif

tinggi dibanding syarat minimum SNI. Unsur N yang tersedia tertinggi berasal

70 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

dari kompos bungkil biji jarak pagar yaitu antara 5,4-7,3%, kemudian kompos

kulit antara 3,3-3,5%, kompos kotoran sapi 3,4% dan kompos kotoran ayam

2,6%. Unsur makro P dan K juga telah memenuhi syarat SNI masing-masing

sekitar 0,32-1,68% dan 0,18-0,32%. Kandungan minyak kompos bungkil sudah

mengalami penurunan sebesar 64,1-73,6% menjadi 5,4-7,35%. Pengaruh

pemberian kompos terhadap tinggi tanaman wijen, jumlah cabang, jumlah

polong berat 1000 biji, hasil, dan kadar minyak biji wijen relatif sama dengan

kontrol pupuk kimia. Artinya pemberian kompos saja juga sudah dapat

mengganti pupuk kimia. Namun hasil ini belum optimal karena tanaman wijen

terserang penyakit pada fase awal pembungaan. Kadar minyak wijen relatif

tinggi sekitar 54,4-57,6%.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 71

BAB V

PELESTARIAN PLASMA NUTFAH

5.1. Pembangunan kebun koleksi klon-klon unggul karet dan tebu

Perakitan genotipe unggul karet sangat tergantung pada ketersediaan plasma

nutfah. Kebun koleksi klon-klon unggul karet perlu dibangun sebagai kebun

konservasi plasma nutfah, kebun induk benih dan kebun persilangan buatan

untuk merakit klon karet unggul.

Kebun koleksi karet dibangun di KP Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat seluas 0,5

ha untuk 10 klon, yaitu AVROS 2037, GT 1, RRIC 100, BPM 1, BPM 24, BPM

107, BPM 109, PB 260, IRR 5 dan IRR 104. Pembangunan kebun koleksi klon-

klon karet di Pakuwon merupakan salah satu kegiatan Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perkebunan, Badan Litbang Kementerian Pertanian pada tahun

anggaran 2011. Pembangunan kebun koleksi dimulai dari penyiapan bibit stum

mata tidur di Balai Penelitian Sungei Putih, Sumatera utara, pembangunan

pembibitan stum mata tidur dalam polibeg di KP.Pakuwon, penyiapan lahan dan

penanaman di lapangan. Kebun koleksi ditata secara blok klonal. Tiap plot

terdiri atas satu klon dengan jumlah tanaman 25 pohon sehingga seluruhnya

terdapat 10 plot. Penyiapan lahan dilakukan secara mekanis dan penanaman

mengacu kepada standar manajemen pembangunan kebun karet. Bahan

tanaman (bibit) dalam polibeg satu payung daun. Deskripsi dari tiap klon

dilakukan didasarkan pada ciri-ciri tanaman, yang meliputi helaian daun, anak

tangkai daun, tangkai daun, payung daun, mata tunas, kulit batang dan potensi

hasil lateks.

Untuk tanaman tebu, dari ekplorasi dari Jawa Tengah diperoleh 34 nomor

koleksi (Ubd 1 sampai Ubd 34); dari Jawa Timur diperoleh 70 nomor koleksi

(Ubd 35 sampai Ubd 104). Telah dilakukan penenaman bagal mikro G1 tahap I

72 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

dan II. Varietas tebu yang dikoleksi memperlihatkan keragaan genetik yang

tinggi dan dapat digunakan dalam perakitan varietas unggul baru.

Gambar 16. Pembibitan karet dengan naungan paranet

5.2. Eksplorasi sagu unggul di Riau

Hasil ekplorasi sagu unggul di Riau menunjukkan bahwa tinggi pohon sagu

berdasarkan pohon contoh cukup seragam, dengan nilai KK sekitar 11,88%

atau masih dibawah 20%. Rata-rata karakter lingkar batang adalah 144,80 cm,

jumlah daun sekitar 16,8 helai per pohon, dengan panjang daun mencapai 715

cm, atau 7,15 m. Dengan keragaan panjang daun ini, tanaman sagu yang akan

ditanam teratur dapat menggunakan jarak tanam 8 m sampai 9 m. Data

morfologi daun lainnya adalah panjang anak daun dan lebar anak daun. Hasil

pengamatan juga memperlihatkan bahwa dalam satu rumpun sagu dijumpai

rata-rata memiliki 11,4 anakan sagu dengan berbagai tingkatan umur tanaman.

Data ini berhubungan dengan jumlah anakan terbaik dalam satu rumpun sagu,

sehingga perkembangan anakan sagu lebih cepat. Keragaman kandungan

tepung sagu kering dari pohon contoh beragam antara 76.07 sampai 170,76 kg,

atau rata-rata berat adalah 111,18 kg per batang sagu. Keragaman hasil tepung

sagu antar batang pohon dari lima contoh batang ini memperlihatkan

keragaman cukup besar, yaitu nilai KK 32,68 , atau >20%. Jika dibandingkan

dengan hasil tepung sagu dari Maluku dan Papua yang mencapai 150 kg sampai

300 kg seperti dalam beberapa laporan hasil penelitian, maka hasil tepung sagu

asal Riau ini masih lebih rendah yaitu sebesar 111 kg. Untuk itu perlu dilakukan

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 73

penelitian lebih lanjut untuk mengetahui potensi hasil tertinggi, memperbanyak

contoh pohon sagu yang dianalisis, dan mencari populasi sagu lainnya yang

mungkin lebih produktif.

5.3. Koleksi dan karakterisasi 17 aksesi plasma kemiri sunan dan

pengembangan kebun koleksi 15 jenis tanaman BBN perkebunan

Kemiri sunan sebagai tanaman sumber BBN saat ini sedang dikembangkan di

Jawa Barat antara lain di Kabupaten Karawang, Subang, dan Sumedang. Untuk

mendapatkan benih yang memenuhi persyaratan untuk pengembangan, maka

diperlukan pembangunan kebun induk kemiri sunan. Pembangunan kebun induk

selain ditujukan sebagai sumber benih juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber

materi genetik untuk tujuan penelitian pemuliaan tanaman. Usaha yang perlu

dilakukan dapat diawali dengan melakukan karakterisasi keragaman genetik

kemiri sunan yang ada (in situ), dilanjutkan dengan konservasinya baik secara

in situ maupun ex situ. Selanjutnya diperlukan penelitian-penelitian yang

terarah meliputi: seleksi tanaman, tindakan agronomis termasuk cara

perbanyakan generatif maupun vegetatif, dan analisis karakteristik kadar dan

kualitas minyak. Pada kegiatan TA 2011 telah dihasilkan :

1. koleksi tanaman bahan bakar nabati sebanyak 15 jenis yaitu : kelapa 3

varietas, kelapa sawit, jarak pagar 2 varietas, bunga matahari, wijen,

nyamplung, kemalakian, kemiri sunan, kemiri sayur, aren, jarak kepyar,

kosambi, kepuh, tebu, bintaro dan lain-lain.

2. 17 aksesi kemiri sunan dengan 286 tanaman yang dieksplorasi di Propinsi

Jawa Barat dan sekitarnya, materi eksplorasi berupa entrys dan biji. Bahan

tanaman tersebut telah disemai untuk materi yang berasal dari biji sedang

yang berupa entrys telah di-grafting dan selanjutnya ditanam di Instalasi

Penelitian Pakuwon Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman

Indsutri Lain seluas + 2 ha dengan jarak tanam 9 x 9 m. Untuk karakteristik

aksesi telah diamati pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman, lingkar

batang, jumlah daun, dan jumlah cabang. Untuk mengetahui kualitas

74 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

minyak untuk aksesi yang diperoleh biji dalam eksplorasi telah dianalisa

kualitas minyaknya.

5.4. Hasil pengembangan KIJP untuk produksi benih IP-2 dan IP-3

Pada tahun 2011 dilakukan pemeliharaan intensif tanaman jarak pagar di Kebun

Induk Jarak Pagar Pakuwon yang terdiri atas 10 ha IP-2P dan 15 ha IP-3P

dengan target produksi masing-masing sebanyak 5 ton benih. Sampai akhir

tahun 2011, produksi benih IP-2P dan IP-3P yang dihasilkan relatif sangat

rendah, masing-masing sebesar 336 kg dan 184 kg dan masih jauh dari target

produksi sebesar masing-masing 5 ton. Banyak faktor yang diduga

menyebabkan hal ini diantaranya populasi tanaman yang sebagian terdiri atas

individu yang berpotensi rendah sebagai akibat segregasi progeni yang

dihasilkan, umur tanaman, kondisi tanah yang semakin lama menjadi berkurang

kesuburannya, dan kondisi iklim yang kurang sesuai dengan pertumbuhan dan

perkembangan tanaman jarak pagar. Bila pengembangan jarak pagar tetap

akan dilanjutkan, maka kegiatan produksi benih jarak pagar membutuhkan

perhatian yang lebih intensif diantaranya seleksi berulang bahan tanaman,

pemilihan lahan yang lebih subur dan teknik budidaya yang tepat.

5.5. Plasma nutfah tanaman obat dan aromatika

Kegiatan penelitian konservasi 100 jenis plasma nutfah, Rejuvenasi,

Karakterisasi dan Evaluasi 8 Jenis serta Dokumentasi Plasma Nutfah Tanaman

Obat dan Aromatik telah dilakukan di kebun koleksi plasma nutfah, rumah kaca

dan laboratorium in vitro serta laboratorium Database Balittro – Bogor.

Konservasi 100 jenis plasma nutfah TOA di rumah kaca. Pemeliharaan,

peremajaan dan peningkatan keragaman genetik plasma nutfah tanaman obat

dan aromatik baik di lapangan, rumah kaca maupun laboratorium in vitro untuk

tahun 2011 telah dilakukan pada 100 jenis yang dikonservasi di rumah kaca.

Usaha perbanyakan tanaman telah dilakukan pada tanaman yang berasal dari

biji maupun setek sebanyak 100 jenis yang terpelihara dirumah kaca.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 75

Konservasi 30 Jenis Tanaman Obat dan Aromatik Secara In Vitro.

Perbanyakan tanaman pada 8 aksesi jahe telah memperlihatkan respon yang

berbeda terhadap media yang sama. Untuk kegiatan multiplikasi tanaman jahe,

aksesi asal eksplan dapat mempengaruhi kestabilan genetik tanaman, yang

terlihat dari penampilannya saat dikultur, sehingga untuk kegiatan konservasi

plasma nutfah akan menggunakan teknik embriosomatik untuk mendapatkan

eksplan yang stabil. Pada tanaman nilam telah berhasil dikoleksi 11 aksesi,

yaitu Tapak tuan, Sidikalang, Lhokseumawe, Aceh Merah, Melauboh, Cirauteun,

Nomor 9, 25, 42, 54 dan 55. Tanaman yang telah berhasil tumbuh kemudian

dikultur pada media perbanyakan yang sudah baku.

Rejuvenasi dan karakterisasi 15 aksesi jahe putih besar, dari 15 aksesi

JPB yang di rejuvinasi hanya 13 aksesi yang masih tumbuh, karena aksesi no 13

dan 15 tidak mampu tumbuh. Di antara 13 aksesi JPB yang tumbuh, aksesi

nomor 12 terlihat mempunyai karakter morfologi vegetatif (populasi tanaman

yang tumbuh, tinggi batang, tinggi tanaman, diameter pangkal batang, jumlah

anakan, dan daun serta panjang dan lebar daun) yang lebih baik dibandingkan

aksesi lainnya. Batang dan daun pada umumnya berwarna hijau sampai hijau

tua, sedangkan arah tumbuhnya pada umumnya semi tegak, Panen

direncanakan pada umur 10 – 12 bulan dan sekitar bulan April-Mei 2012.

Rejuvenasi dan karakterisasi 12 aksesi Temu Ireng. Hasil pengamatan

pada umur 5 bulan menunjukkan bahwa aksesi no 3 diikuti aksesi no 2 dan no 1

mempunyai karakter morfologi pertumbuhan vegetatif (populasi tanaman yang

tumbuh, tinggi batang, tinggi tanaman, diameter pangkal batang, jumlah

anakan, dan daun serta panjang dan lebar daun) yang lebih baik dibandingkan

aksesi lainya. Daun berwarna hijau bergaris kemerahan, batang berwarna hijau

sampai hijau kemerahan, sedangkan arah tumbuhnya semi tegak.

Rejuvenasi dan karakterisasi 8 aksesi Cabe Jawa. Telah dilakukan

perbanyakan (rejuvinasi) terhadap 8 aksesi cabe jawa yaitu Piret 4, Piret 6, Piret

10, Piret 13, Piret 14, Piret 16, Piret 18 dan Piret 23. Perbanyakan dengan

76 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

menggunakan sulur panjat 3-5 ruas yang disemai terlebih dahulu. Penyemaian

dilakukan dengan menggunakan polibag berukuran 10 x 15 cm dengan media

tanah dan pupuk organik 2 : 1. Setek yang sudah siap kemudian ditanam di

polibag yang sudah disediakan, kemudian dilakukan penyungkupan dengan

menggunakan plastik transparan. Penyungkupan dilakukan untuk

mempertahankan kelembaban dipersemain. Setelah tanaman berumur 1-2

bulan di persemaian sungkup diangkat. Tanaman dari persemaian dipindahkan

ke lapang setelah bertunas dan perakarannya banyak. Bahan tanaman untuk

perbanyakan diambil dari pohon induk yang sudah ada.

Rejuvenasi dan karakterisasi 40 aksesi Jahe Putih Kecil. Hasil

pengamatan daya tumbuh pada 4 BST menunjukkan bahwa jahe putih kecil

aksesi 21 mempunyai daya tumbuh yang paling tinggi yaitu 90 %, lalu diikuti

oleh aksesi 40 yaitu 80 %. Demikian juga dengan serangan bercak daun,

hanya sedikit ditemukan pada populasi aksesi 21. Sampai akhir pengamatan

beberapa tanaman terserang becak daun dari populasi aksesi 21 agak sedikit

yang terserang bercak daun. Hal tersebut menunjukkan bahwa aksesi 21 tahan

terhadap kekeringan dan serangan bercak daun. Beberapa aksesi yang lain juga

menunjukkan hal yang sama yaitu viabilitas benih tinggi yang ditunjukkan

dengan tingginya daya tumbuh, pertumbuhan tanaman seragam dan rendahnya

serangan bercak daun yang ditemukan pada aksesi 2, aksesi 13, dan aksesi 29.

Evaluasi daya hasil dan mutu 20 aksesi serai wangi. Dari bobot kering

panen umur 6 bulan dan 9 bulan yang di suling menghasilkan volume minyak

dan kadar minyak yang berbeda-beda dari 20 aksesi yang dievaluasi. Aksesi

yang mengeluarkan hasil minyak tertinggi ditampilkan oleh aksesi Andus 007

sebesar 35,88 ml dan terendah ditampilkan oleh aksesi Andus 005 sebesar

24,50 ml, sedangkan hasil minyak rata-rata sebesar 29,45 ml. Dari hasil minyak

tersebut aksesi yang memiliki kadar minyak tertinggi adalah aksesi Andus 007

sebesar 5,05% di ikuti aksesi Andus 008 (4,61%), Andus 019 (4,30%), Andus

011 (4,26%), Andus 020 (4,21%), Andus 010 (4,18%), Andus 018 (4,14%),

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 77

Andus 004 (4,12%), Andus 012 (4,09%), dan Andus 014 (4,03%). Rata-rata

kadar minyak dari 20 aksesi yang dipanen umur 9 bulan mengalami penurunan

hasil dibanding kadar minyak dari panen umur 6 bulan. Rata-rata kadar minyak

yang dihasilkan dari umur panen 6 bulan sebesar 6,10% sedangkan rata-rata

kadar minyak dari hasil panen umur 9 bulan sebesar 1,69%. Begitu pula dengan

rata-rata hasil minyak umur panen 6 bulan lebih besar (31.02 ml) dibanding

hasil minyak dari umur 9 bulan (27,88 ml).

Karakterisasi 20 aksesi plasma nutfah serai dapur. Pengamatan

morfologi serai dapur 7 BST menunjukkan tinggi tanaman, jumlah anakan,

panjang daun, lebar daun, tebal daun dan diameter batang berbeda sangat

nyata pada masing-masing aksesi, sedangkan jumlah daun tidak berbeda nyata.

Aksesi 20 memiliki tinggi tanaman (110.87 cm), jumlah daun (9.33) dan

panjang daun (84.60 cm) yang relatif tinggi dibandingkan dengan aksesi lainnya.

Pada parameter lebar daun dan tebal daun pada aksesi 17 tertinggi yaitu 1.42

cm dan 0.77 cm. Jumlah anakan pada aksesi 12 memiliki jumlah anakan yang

terbanyak yaitu 142.93. Hasil panen bobot segar, bobot batang dan daun segar,

bobot kering angin, bobot akar kering angin, bobot batang dan daun segar dan

lebar kanopi menunjukkan hasil yang beberda nyata pada semua aksesi,

sedangkan pada bobot akar segar hasil tidak berpengaruh nyata antar aksesi.

Rejuvenasi dan karakterisasi 81 aksesi nilam. Dari semua aksesi nilam

yang direjuvenasi, hasil karakterisasi menunjukkan adanya variasi pada karakter

tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, panjang daun dan lebar daun.

Karakter tinggi tanaman berkisar antara 16,3 – 48,8 cm, karakter tertinggi

terdapat pada aksesi Poca 60 (48,8 cm), terendah terdapat pada aksesi Poca 3

(16,3 cm). Karakter jumlah cabang berkisar antara 3,5 – 16,2, tertinggi

terdapat pada aksesi Poca 39 (16,2) sedangkan terkecil perdapat pada aksesi

Poca 18 (3,5). Karakter jumlah daun berkisar antara 4,6 – 14,4, jumlah

terbanyak terdapat pada aksesi Poca 4 (14,4) dan terendah terdapat pada

aksesi Poca 20 (4,6). Karakter panjang daun berkisar antara 7,1 – 19 cm,

78 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

karakter terpanjang terdapat pada aksesi Poca 19 (19 cm), terpendek terdapat

pada aksesi Poca 13 (7,1 cm). Sedangkan karakter lebar daun berkisar antara

2.7 – 7.2 cm, tertinggi terdapat pada aksesi Poca 71 (7.2 cm) terendah pada

aksesi Poca 19 (2,7 cm).

Evaluasi daya hasil 9 aksesi Jahe Merah di lahan Marjinal. Berdasarkan

pertumbuhan vegetatif yang ditampilkan dari 9 aksesi jahe merah di lahan

marjinal yang menunjukkan daya adaptasi yang cukup baik melalui

pemeliharaan dan penanggulangan OPT secara dini, diharapkan akan muncul

beberapa aksesi yang beradaptasi dan berdaya hasil tinggi setelah diperoleh

data hasil panen umur 10 bulan yang direncanakan akan dipanen sekitar bulan

Februari – Maret 2012. Dari aksesi terpilih tersebut direncanakan akan diuji di

beberapa lokasi lahan marjinal untuk mengetahui kestabilan pertumbuhan dan

hasil untuk kemudian dikembangkan di lahan marjinal sebagai daerah

pengembangan baru.

Dokumentasi tanaman obat dan aromatik. Perekaman data telah

dilakukan ke dalam sofware microsoft access sebanyak 21.696 data yang

berasal dari hasil entri data jumlah aksesi yang dikoleksi di lapang (2.664 data),

data paspor (1.029 data), data karakter komoditas yang sudah terkarakterisasi

(14.819 data), data klasifikasi dari jenis-jenis yang dikoleksi (2.850 data), data

deskripsi varietas yang sudah dilepas (19 data) dan data dalam bentuk foto

yang terentri dalam katalog (315 data). Data-data tersebut akan terus diupdate

secara berkesinambungan agar perubahan-perubahan yang terjadi baik pada

jumlah koleksi di lapang maupun penambahan data karakter yang berasal dari

kegiatan plasma nutfah.

5.6. Plasma nutfah tanaman kelapa dan palma lain

Aksesi-aksesi kelapa, sagu, aren dan pinang yang tersebar di wilayah Indonesia

menghadapi ancaman dan resiko kehilangan keragaman genetik akibat erosi

genetik, kerusakan dan pemusnahan genetik. Kehilangan keragaman genetik

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 79

ini disebabkan oleh peremajaan, penebangan untuk industri, alokasi lahan

untuk penggunaan lainnya, dan sebagian daerah sentra keragaman merupakan

daerah konflik. Hal ini dapat berakibat hilangnya gen-gen yang mengontrol

sifat-sifat penting komoditas tersebut. Jika hal ini terjadi maka peluang

perbaikan genetik plasma nutfah kelapa, sagu, aren dan pinang serta kegiatan

pemanfaatan keunggulan sifat-sifat spesifik baik untuk konsumsi, atau produk

bukan makanan, ketahanan terhadap hama penyakit, atau toleransi terhadap

lingkungan ekstrim akan semakin terbatas. Dengan demikian konservasi,

karakterisasi, evaluasi dan dokumentasi plasma nutfah kelapa, sagu, aren dan

pinang penting untuk terus dilakukan sehingga keanekaragaman plasma

nutfah dapat terselamatkan dan ketersediaan bahan tanaman dapat

berkesinambungan untuk dijadikan materi pemuliaan maupun pemanfaatan

lainnya. Tujuan penelitian ini adalah mengkonservasi dan mengkarakterisasi

plasma nutfah kelapa, sagu, aren dan pinang.

Hasil penelitian sampai dengan Desember 2011 menunjukkan pertumbuhan

vegetatif maupun generatif dan produksi dari 82 aksesi kelapa di KP Mapanget,

KP Paniki, KP Kima Atas, KP Kayuwatu dan KP Pandu, 15 aksesi sagu di KP

Mapanget dan KP Kayuwatu, 15 aksesi aren di KP Kima Atas, KP Kayuwatu dan

KP Pandu serta 30 aksesi pinang di KP Kayuwatu cukup baik, dan

memperlihatkan keragaman yang sangat besar diantara aksesi kelapa, serta

keragaman yang cukup besar didalam populasi setiap aksesi. Hal ini

menunjukkan adanya peluang untuk melakukan seleksi pada karakter-karakter

tertentu yang berpotensi untuk dapat digunakan dalam merakit varietas baru

maupun sebagai bahan baku pangan maupun non pangan. Hasil penelitian juga

menunjukkan bahwa kegiatan rejuvenasi beberapa aksesi koleksi plasma nutfah

kelapa perlu segera dilakukan untuk menjaga kelestarian dan tersedianya

plasma nutfah secara berkesinambungan.

80 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

BAB VI

BENIH SUMBER TANAMAN PERKEBUNAN

6.1. Tanaman Obat dan Aromatik

Untuk memenuhi ketersedian benih sumber tanaman obat dan aromatik yang

berkualitas tinggi dan sehat, sejak tahun 2002 telah dilakukan kegiatan produksi

benih sumber tanaman obat dan aromatik, yaitu benih kencur, kunyit, jahe

gajah, jahe merah, temu lawak, nilam, serai wangi, pegagan, sambiloto,

mentha, dan akar wangi kepada para pengguna. Produksi benih tanaman

tersebut harus dilakukan setiap tahun karena sifat tanaman yang panen

setahun sekali dan benihnya tidak tahan simpan. Pada 2011 telah dilakukan

produksi benih sumber kelas dasar dan benih pokok bersertifikat. Produksi

benih dasar dilakukan di kebun Balittro sedangkan benih dasar diperbanyak di

penangkar. Hasil kegiatan produksi benih sumber tanaman obat dan aromatik

telah menghasilkan benih sumber jahe 1,061 ton, kencur 347 kg, kunyit 2008

kg, temulawak 2542,5 kg. Benih nilam 100.000 setek dan seraiwangi 150.000

anakan. Benih sumber seluruh komoditas sudah disalurkan ke Bogor, Jakarta,

Tangerang, Sukabumi, Sumedang, Jambi, Lampung, Bengkulu, Palembang,

Sumatera Barat, Medan, Purwokerto, Yogyakarta, Karanganyar-Bali, Palu dan

Kendari. Penangkar benih binaan berjumlah 14 terdiri dari penangkar benih

nilam (Purbalingga, Kuningan, cicurug, Leuwiliang), benih temulawak di

Cileungsi, Nagrak, Ciemas; penangkar benih jahe di Nagrak, Ciemas, Sumedang,

penangkar benih kunyit di Sumedang, Nagrak, Ciemas; dan penangkar benih

kencur di Cileungsi.

6.2. Tembakau dan Tanaman Serat

Kegiatan produksi percepatan produksi benih sumber tanaman tembakau, serat

buah, serat batang/daun dan minyak industri mencakup kegiatan produksi

benih sumber tanaman kapas, jarak pagar, rami, kenaf, jarak kepyar, wijen,

dan tembakau. Kebun Percobaan (KP) Asembagus dikhususkan untuk produksi

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 81

benih sumber kapas, jarak pagar (IP-1A, 2A, 3A), jarak kepyar, dan wijen (var

Sbr 1). KP. Muktiharjo untuk produksi benih sumber rami dan Jarak pagar (IP-

1M, 2M, 3M), dan KP. Pasirian untuk produksi benih sumber tembakau dan

wijen varietas Sbr 4. Produksi benih sumber kapas (1,0 ha) menggunakan

varietas Kanesia 10, Kanesia 11, Kanesia 12, Kanesia 14, Kanesia 15 dan ISA

205, ditanam pada bulan Januari - Februari 2011. Produksi benih sumber

jarak kepyar (3 ha) untuk varietas Asb 81 ditanam bulan Januari 2011, dan

produksi benih dasar wijen (1,0 ha) dengan varietas Sbr 1, ditanam bulan

Januari 2011. Di Pasirian varietas wijen yang ditanam adalah varietas Sbr 4

yang ditanam bulan Februari dan Maret 2011. Produksi bibit rami varietas

Ramindo-1 di Pati sudah ditanam sejak tahun 2002 dan 2007 seluas 3,5 hektar.

Hasil yang telah dicapai adalah : (a) Benih sumber kapas sebanyak 457,50 kg

benih gundul; (b) Benih sumber jarak pagar dari Asembagus dan Muktiharjo

sebanyak 4.602,5 kg; (c) Benih sumber jarak kepyar sebanyak 3.050 kg; (d)

Benih sumber wijen di Asembagus sebanyak 1.015 kg (varietas Sbr 1) dan dari

Pasirian sebanyak 812 kg (varietas Sbr 4); (e) Benih sumber rami di

Muktiharjo sebanyak ± 500.000 rizom ; (f) Benih sumber kenaf dari sumberrejo

sebanyak 215 kg (varietas KR 11) dan 250 kg (varietas KR 15); dan (g) Benih

sumber tembakau di Pasirian tidak menghasilkan benih sama sekali karena

semuanya terserang penyakit bakteri dan virus.

6.3. Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri

Benih sumber tanaman rempah dan aneka tanaman industri dicapai melalui sub

kegiatan Pengelolaan UPBS, dengan target sebesar 22 ton (identik dengan

22.000 polybag) dan telah terealisasi sebesar 33,36 ton (identik dengan 33.360

polybag) (110,33%) mencakup benih sumber tanaman lada 24.030 polybag

(identik 24,03 ton); vanili 8.700 polybag (identik dengan 8,7 ton); dan jambu

mete sebanyak 639 polybag (identik dengan 0.639 ton).

82 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

6.4. Tanaman Kelapa dan Palma Lain

Benih sumber yang dihasilkan Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lain selama

tahun anggaran 2011 dicapai melalui sub kegiatan pengembangan perbenihan

Kelapa dengan output produksi benih kelapa sebanyak 300 ton.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 83

BAB VII

REKOMENDASI KEBIJAKAN

7.1. Sistem beli putus tebu

Salah satu bentuk kemitraan antara Petani Tebu Rakyat (PTR) dengan pabrik

gula (PG) adalah bagi hasil gula yang didasarkan pada angka rendemen akhir

tebu petani. Di lapangan masalah penetapan rendemen sering menjadi potensi

konflik karena PTR tidak percaya dengan hasil yang diperoleh karena sangat

tergantung pada efisiensi dan kinerja pabrik gula. Sesuai dengan Rekomendasi

Panja Gula Komisi VI DPR RI, rendemen tebu petani harus diukur sebelum

proses pengolahan sehingga petani memperoleh rendemen sesuai dengan

mutu tebu yang dihasilkan.

Alternatif pola kemitraan antara petani dengan PG adalah dengan sistem beli

putus (SBP) tebu sehingga petani tidak menanggung resiko tingkat efisiensi

pabrik dan ketidaklancaran proses pengolahan. Untuk itu diperlukan suatu

rumus penetapan rendemen dan harga beli tebu yang menguntungkan kedua

belah pihak. Rumus harga tebu ditetapkan berdasarkan bagi hasil, rendemen

tebu, HPP gula, bagi hasil tetes dan harga tetes. Rumus tersebut secara umum

adalah :

Harga tebu/ton = 1.000 x {(gula bagian petani x R x HPP gula) + ( tetes bagian petani x harga tetes)}

Pengukuran rendemen dilakukan dari contoh tebu yang diambil dengan alat

yang mudah dioperasikan, akurat, dan transparan. Salah satu alat yang

memiliki kriteria tersebut adalah Core Sampler.

Keuntungan ekonomi sistem beli putus tebu terhadap pendapatan petani

adalah: (1) penilaian kualitas tebu secara individu, memberikan dampak positif

terhadap peningkatan produktivitas hasil dan petani menerima pembayaran

harga tebu yang sesuai dan optimal; (2) petani tidak dibebani dengan kondisi

pabrik gula yang kurang efisien; (3) pembayaran dimuka akan membantu

84 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

petani untuk kebutuhan primer dan sekunder; dan (4) pabrik gula akan

terdorong untuk meningkatkan efisiensi pabrik

7.2. Peluang swasembada gula tahun 2014 tanpa perluasan areal

Penerapan inovasi teknologi tebu, dalam peningkatan produktivitas dan

rendemen berperan penting dalam mewujudkan swasembada gula pada tahun

2014. Target produksi gula tahun 2011 sebesar 2,73 juta ton diperkirakan tidak

akan tercapai karena rendemen diperkirakan turun dari rata-rata 7,6 % menjadi

rata-rata 7,4 %. Permasalahan yang dihadapi dari hulu hingga hilir untuk

mencapai target swasembada gula sangat sulit diatasi. Namun dengan adanya

revisi target, perluasan lahan tidak perlu dilakukan atau dapat dikurangi tapi

dibarengi dengan perbaikan varietas, budidaya tebu dan komitmen dalam

proses penggilingan tebu di Pabrik Gula.

Tabel 1. Simulasi Produktivitas, Rendemen dan Produksi Swasembada Tanpa Perluasan Areal

Prod (t/ha) 70 80 90 100 110 110

Rendemen (%) 7 8 9 10 11 12

Luas (000 ha) 437 437 437 437 437 437

Prod gula nasional

(000t)

2141.3 2796.8 3539.7 4370 5287.7 5768.4

Tabel 2 memperlihatkan simulasi produktivitas, rendemen dan produksi gula

apabila perluasan lahan tidak dilakukan, tetapi tetap dengan luas yang ada pada

saat ini yaitu 437.000 ha. Jika alternatif ini dijalankan maka varietas yang

digunakan harus yang mempunyai produksi 110 ton/ha dengan rendemen 12%.

Apabila target diturunkan menjadi 3,6 – 4,3 juta ton, maka produktivitas aktual

yang diperlukan 90-100 ton tebu/ha dengan rendemen 9-10%.

Rata-rata produktivitas tebu pada bulan Juni 2011 hanya 78 juta ton dengan

rendemen 6,89%. Untuk meningkatkan produksi sampai 3,7 juta ton pada

tahun 2014, Badan Litbang Pertanian menghasilkan calon-calon varietas

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 85

unggul dengan potensi rendemen 9-12%, seperti PS 881, PS 882, PS 862 dan

VNC 766. Apabila benih ini diuji adaptasi tahun 2012 maka tahun 2013 sudah

dapat dikembangkan. Calon varietas yang paling menjanjikan adalah PS 89-

20961 dan POJ 3016 serta varietas introduksi dari Filipina dengan rendemen

9,5%, 14% dan 16% dan produktivitas 140, 150, 150 ton/tahun.

Untuk mengatasi senjang potensi hasil dan hasil aktual, perlu perbaikan

budidaya yang meliputi (1) penerapan program berbantuan bongkar ratoon

seperti pada tahun 2004, ratoon hanya bisa dipakai sampai 3 tahun, (2)

penggunaan varietas untuk masak awal, masak tengah dan masak akhir, (3)

pemupukan berimbang antara organik dan anorganik, seperti pupuk kandang

sebanyak 5 ton/ha atau BBA (Blotong, Bagas dan Abu) dengan dosis 80 ton/ha

atau 40 ton/ha kalau sudah menjadi kompos, (4) aplikasi zat pengatur tumbuh

(Ethepon, 400 mg/liter) pada tanaman tebu berumur 5 bulan, (5) penerapan

PHT terutama dengan varietas toleran/tahan, (6) pengelolaan air dengan alur

atau sprinkler sesuai dengan kebutuhan tanaman, dan (7) sistem tanam

disesuaikan untuk asal bibit kultur jaringan.

Seluruh perlakuan budidaya disusun dalam suatu demfarm (Show window) di 3

lokasi di Lampung, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan yang sekaligus akan

menjadi lokasi pelaksanaan uji multilokasi bagi calon varietas POJ 3016, PS 86 –

10029 serta klon introduksi dari Filipina dan klon unggul harapan lainnya. Dari

demfarm ini akan dihasilkan Standar Operasional Prosedur (SOP)

pengembangan tebu berbasis kultur jaringan serta pelepasan varietas unggul.

Peta pencapaian swasembada gula tahun 2014 yang diusulkan sebagai berikut

: (1) pada tahun pertama akan dilaksanakan demfarm di 3 lokasi diharapkan

mulai tanam November 2011 dan sosialisasi ke pihak-pihak terkait seperti

Dewan Gula Indonesia, Direktorat Jenderal Perkebunan, Pabrik Gula dan PTPN;

(2) pada tahun kedua, SOP dari tahun I disosialisasikan dan mulai

dikembangkan; dan (3) pada tahun ketiga (2014) diharapkan semua sentra

produksi tebu sudah menerapkan SOP dan menggunakan varietas unggul yang

berproduksi tinggi.

86 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

Pengembangan tebu berbasis kultur jaringan dengan dukungan teknologi

budidaya ini tidak akan berhasil tanpa kerjasama dari semua pihak yang terkait.

Diasumsikan diluar perlakuan yang diaplikasikan semua berjalan optimal, seperti

pengukuran rendemen, efisiensi pengolahan di PGk

Dari hasil analisis terhadap dua hal tersebut telah dihasilkan dua rekomendasi

kebijakan antisipatif, yaitu: (1) Strategi pencapaian target swasembada gula,

dan (2) Optimalisasi Manfaat Gernas Kakao. Rekomendasi kebijakan antisipatif

telah disampaikan secara berjenjang dari Puslitbang Perkebunan kepada Kepala

Badan Litbang Pertanian, kemudian dari Badan Litbang Pertanian kepada

Menteri Pertanian.

7.3. Sistem modeling swasembada gula

Berdasarkan hasil simulasi model, dengan mempertimbangkan kecilnya peluang

untuk penambahan areal (ekstensifikasi), maka strategi yang disarankan untuk

mencapai target swasembada gula tahun 2014 adalah meningkatkan rendemen

dan produktivitas kebun tebu, disertai dengan perbaikan tataniaga.

Berikut ini langkah-langkah yang disarankan untuk melaksanakan strategi

tersebut. Untuk meningkatkan rendemen dan produktivitas perlu dilakukan: (1)

perakitan dan pengujian varietas unggul dengan rendemen tinggi dan tahan

cekaman iklim, (2) penyediaan benih murah melalui penerapan teknik

perbanyakan massal disertai pembinaan penangkar untuk perbanyakan benih

G1, G2, dan G3 di sentra produksi tebu, (3) distribusi benih berdasarkan

kebutuhan varietas di wilayah Pabrik Gula sesuai dengan peta kesesuaian

varietas, (4) penyesuaian rekomenndasi pemupukan dengan perubahan iklim,

(5) penetapan rendemen secara transparan dengan melakukan analisis

rendemen individu (ARI) dan penerapan sistem beli putus tebu bagi PG berbasis

tebu rakyat, dan (6) mendorong peningkatan efisiensi PG dengan investasi PG

baru atau perbaikan mesin pada PG yang sudah ada. Dari sisi perbaikan

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 87

tataniaga, disarankan untuk: (1) mempertegas peran Bulog sebagai penyangga

stok gula, dan (2) meningkatkan efisiensi tataniaga dengan distribusi margin

tataniaga yang adil melalui penetapan harga pokok produksi (HPP) berdasarkan

biaya pokok produksi (BPP).

7.4. Optimalisasi manfaat gernas kakao

Saran kebijakan yang diusulkan untuk penyempurnaan pelaksanaan Gernas

Kakao adalah:

1. Program intensifikasi dapat diteruskan dengan penerapan teknologi “zero

waste” untuk pupuk organik

2. Program rehabilitasi dapat dilanjutkan dengan perbaikan rehabilitasi

selektif, tidak seluruhnya direhabilitasi, tetapi dipilih yang pertumbuhannya

kurang baik. Entres yang digunakan untuk sambung samping minimal 4

klon unggul agar bila terjadi eksplosi hama penyakit, sebagian tanaman

masih dapat bertahan

3. Program peremajaan harus segera diperbaiki. Tanaman yang berasal dari

bibit SE diperbaiki melalui sambung samping atau tanaman diganti secara

bertahap dengan menggunakan hibrida yang berasal dari kebun induk yang

menghasilkan hibrida. Desain kebun dapat menggunakan bi-klonal atau

poli-klonal. Tetua-tetuanya harus memiliki keunggulan pada aspek potensi

produksi, ketahanan terhadap hama dan penyakit, kandungan lemak > 50

% dan berbiji besar. Diharapkan hibrida yang dihasilkan memiliki

keragaman genetik yang tinggi sehingga bila ada serangan hama dan

penyakit, populasi tanaman tidak akan mengalami kerusakan seluruhnya,

tetapi diharapkan sebagian masih bertahan.

4. Perbaikan seluruh program dilakukan melalui sosialisasi penerapan

teknologi dibarengi dengan pendampingan baik oleh peneliti maupun

penyuluh. Dalam pendampingan diharapkan penerapan teknologi

fermentasi juga dilakukan untuk sekaligus memperbaiki mutu kakao.

88 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

7.5. Bea keluar kakao

Terkait dengan usulan Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO) untuk meninjau

kembali Permenkeu No. 67/2010 dengan alasan keberadaan Permenkeu

tersebut menekan harga kakao ditingkat petani, berikut disampaikan beberapa

argumen untuk mensikapinya:

1. Secara umum, penetapan kebijakan dalam jangka pendek pasti akan

menimbulkan reaksi terhadap para pelaku usaha/kegiatan yang terkena

peraturan kebijakan dimaksud, dan tidak terkecuali kebijakan BK ekspor

kakao. Reaksi umum yang akan terjadi dalam jangka pendek adalah

pengurangan volume ekspor dan tekanan harga ditingkat petani. Data

ekspor Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa selama kurun waktu

Januari-Oktober 2010, ekspor biji kakao Indonesia mencapai 386.855 ton

meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2009 yang mencapai

341.646 ton. Kondisi ini menunjukkan bahwa secara umum kebijakan BK biji

kakao tidak berdampak terhadap kinerja ekspor biji kakao Indonesia.

Bagaimana dengan harga ditingkat petani? Data harga mingguan kakao

Kementerian Pertanian menunjukkan selama kurun waktu Juli-Desember

2010, harga kakao tidak fermentasi ditingkat petani berkisar antara Rp.

18.000 – Rp. 20.000 per kg; sementara itu harga kakao dunia berkisar

antara US$ 2.800 – 3.200 per ton. Memasuki tahun 2011, harga kakao

ditingkat petani beranjak naik dan selisih harganya tidak terlampau jauh

dengan harga kakao dunia. Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa harga

kakao petani di sentra produksi di wilayah Sulawesi selama empat minggu

terakhir bergerak pada harga Rp. 23.000 hingga Rp. 26.000 per kg;

sementara harga kakao dunia berfluktuasi pada tingkat harga US$ 3.000 -

3.400 per ton. Di luar faktor kualitas yang selama kurun waktu tahun 2010

memang kurang baik, namun pengenaan BK ekspor biji kakao sempat

mempengaruhi harga ditingkat petani. Namun seiring dengan tingginya

harga kakao dunia dan membaiknya kualitas kakao petani, harga kakao di

tingkat petani mulai meningkat.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 89

2. Penilaian bahwa upaya pemerintah mendorong pertumbuhan industri

pengolahan dan peningkatan nilai tambah kakao domestik, melalui

instrumen BK ekspor kakao adalah kurang berhasil, dinilai terlalu terburu-

buru. Respon jangka pendek (pengurangan ekspor dan tekanan harga

ditingkat petani) memang dapat terjadi seketika; namun respon terhadap

pertumbuhan industri pengolahan membutuhkan waktu yang lebih panjang

dan perlu adanya konsistensi kebijakan dari pemerintah. Investor yang akan

membangun industri pengolahan kakao tentu berharap adanya jaminan

ketersediaan bahan baku secara konsisten, sehingga kebijakan penetapan

BK ekspor biji kakao sebagai salah satu instrumen untuk mendorong

peningkatan ketersediaan bahan baku kakao domestik, sangat diharapkan

oleh investor dapat diterapkan dalam jangka panjang.

3. Untuk mengatasi dampak negatif pengenaan bea keluar kakao ini,

diperlukan upaya mempercepat perkembangan industri pengolahan kakao

dalam negeri, sehingga dapat menampung produk kakao dalam negeri dan

memanfaatkan potensi pasar ekspor kakao olahan dengan dibukanya pasar

kakao olahan di kawasan Asean. Upaya pengembangan agribisnis kakao

dalam negeri dapat dilakukan dengan mengalokasikan hasil pungutan BK

ekspor biji kakao, untuk pengembangan usaha kakao domestik, baik melalui

program peningkatan produktivitas dan kualitas kakao maupun kegiatan

penelitian dan pengembangan komoditas kakao; sehingga pada akhirnya

tujuan pembangunan agribisnis kakao dalam negeri dapat dicapai.

Kebijakan pemerintah tentang pengenaan BK ekspor biji kakao perlu

dipertahankan. Untuk mengimbangi kemungkinan terjadinya tekanan harga

ditingkat petani, maka pemerintah perlu mendorong para investor untuk segera

merealisasikan pembangunan industri pengolahan kakao. Dalam jangka pendek-

menengah pemerintah juga diharapkan dapat mendorong peningkatan

kapasitas industri pengolahan kakao yang telah ada. Penggairahan industri

pengolahan kakao domestik, diharapkan dapat menstabilkan harga kakao

ditingkat petani.

90 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

7.6. Hama utama tanaman perkebunan

Ulat bulu ( hama tanaman jambu mete, alpukat dan kedondong)

Tanggap pengendalian

1. Sebelum pengendalian perlu dilakukan monitoring ulat pada permukaan

daun bagian bawah, dan ditempat lain, agar populasinya dapat dipantau

sesegera mungkin.

2. Pengendalian ulat bulu dapat dilakukan dengan cara fisik/mekanik, melalui

pengasapan, pengumpulan ulat secara masal, kemudian dimusnahkan

dengan cara dikubur, agar bulu-bulu ulat tidak berterbangan yang dapat

mengganggu pernapasan.

3. Penggunaan lampu perangkap dari lampu petromak dapat dianjurkan,

mengingat ngengat tertarik cahaya. Petromak digantungkan pada tiang,

dibawahnya diletakkan ember plastik yang berisi air sabun. Ngengat yang

tertarik lampu akan jatuh ke air sabun akhirnya akan mati.

4. Penggunaan agen hayati : Metarhiziun sp., Bacillus sp., Beauveria sp. atau

Verticillium.

5. Pengendalian dengan insektisida nabati antara lain mimba (5 ml/l), jika

terpaksa dapat digunakan insektisida sintetis antara lain Deltametrin 25 EC

dengan konsentrasi rendah (1-2 ml/l) atau dengan cara infus pada batang

pohon mangga dan pastikan bahwa pohon mangga dalam fase vegetative.

6. Apabila stadia serangga sudah berubah menjadi pupa dalam kepompong,

maka dapat dilakukan melalui pengendalian fisik/mekanik, dengan cara

mengumpulkan pupa didalam kepompong kemudian dimusnahkan. Cara ini

mempunyai tujuan untuk mengurangi populasi ulat bulu pada generasi

berikutnya.

7. Pengumpulan pupa juga dapat dilakukan dengan memasukkan kedalam

botol aqua yang diberi ventilasi, kemudian disimpan lebih kurang satu

minggu. Jika yang keluar ngengat, segera dimusnahkan, tetapi jika yang

keluar serangga kecil (parasitoid) lepaskan ke-alam untuk membantu

pengendalian hayati.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 91

8. Saat ini stadia ulat bulu sudah menjadi pupa. Untuk mengantisipasi pupa

yang tersisa dari pengendalian point 6 dan 7, dalam 1- 2 bulan kedepan

perlu diwaspadai, karena setelah keluar ngengat akan segera meletakkan

telur kemudian menetas, selanjutnya mengambil langkah pengendalian

melalui pemantauan dan observasi dilapang.

9. Pengendalian pada saat ini secara operasional cukup dilakukan oleh Dinas

Pertanian setempat bekerjasama dengan pihak terkait.

10. Jika ada warga masyarakat yang terkena ulat bulu, kemudian merasa

gatal-gatal, dapat dioles dengan minyak tawon, alkohol atau minyak kayu

putih atau segera berobat dan laporkan ke Puskesmas/dokter terdekat.

Tanggap alternatif

1. Populasi ulat bulu meningkat disebabkan oleh perubahan iklim, perubahan

ekosistem, sehingga faktor pembatas baik abiotik maupun biotik tidak dapat

menahan perkembangan populasi ulat bulu, oleh karena itu kembalikan

fungsi pembatas biotik (predator, parasitoid dan patogen serangga) dengan

cara memperbaiki faktor abiotik (ekosistem yang labil menjadi lebih stabil

melalui penanaman pohon (reboisasi), menghindari tanaman monokultur,

tidak merusak hutan dan mengurangi penebangan pohon.

2. Mengurangi penggunaan pestisida yang berspektrum luas, yang dapat

membunuh parasitoid, predator dan patogen serangga.

3. Melakukan monitoring secara konsisten, melalui dinas pertanian/penyuluh

dan instansi terkait, sehingga perkembangan ulat bulu segera diketahui.

4. Berbagai elemen dari pemerintah maupun masyarakat sudah turun ke

lapangan untuk menanggulangi peledakan populasi ulat bulu antara lain

para pakar dari Badan Litbang Pertanian, Perguruan Tinggi, Pejabat yang

terkait di daerah maupun di Pusat. Oleh karena itu perlu koordinasi dan

saling tukar informasi diantara elemen tersebut untuk mengatasi serangan

ulat bulu dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

5. Tingkatkan penelitian dasar khususnya di bidang entomologi termasuk ulat

bulu untuk identifikasi melalui penelitian taksonomi, morfologi, penelitian

92 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

ekologi dan fisiologi serta diikuti penelitian terapan antara lain pengendalian

berdasarkan konsep pengendalian hama terpadu (PHT). Melalui penelitian

akan dapat menjawab dan mengatasi serangan hama tanaman.

Hama lada (Lophobaris piperis, Dasynus piperis, Diconocoris hewetti)

Tanggap antisipatif

1. Melakukan pemantauan atau pengamatan secara rutin/berjadwal

merupakan langkah awal menuju tindakan pengendalian. Kegiatan ini

untuk memantau kehadiran hama dengan mengamati gejala serangan atau

stadium hama yang ditemukan. Hasil pemantauan dapat digunakan untuk

pengambilan keputusan pengendalian hama.

2. Memangkas tiang panjat hidup untuk mengatur kebutuhan tanaman lada

terhadap cahaya matahari (75%) dan menciptakan lingkungan yang kurang

disukai hama. Hama utama lada tidak menyukai sinar matahari langsung.

3. Melakukan penyiangan gulma secara terbatas yaitu hanya di sekeliling

pangkal batang. Tidak dianjurkan untuk melakukan penyiangan bersih,

biarkan gulma berbunga tumbuh. Bunga gulma dapat dijadikan sebagai

sumber pakan oleh imago parasitoid, sehingga parasitoid memiliki

kemampuan hidup dan keperidian yang lebih baik.

4. Menanam varietas unggul yang kurang cocok untuk perkembangan

serangga. Varietas Natar 1 toleran terhadap penggerek batang. Varietas

kerinci diketahui menurunkan tingkat kesuburan pengisap buah lada.

Varietas Lampung Daun Lebar (LDL) lebih sesuai untuk hidup dan

berkembang pengisap bunga dibandingkan dengan varietas Chunuk.

Varietas tertentu mungkin toleran terhadap satu jenis hama tetapi tidak

toleran terhadap jenis hama yang lain. Oleh karena itu, pemilihan varietas

apapun harus diikuti dengan upaya untuk mengurangi kerusakan dan

penurunan produksi tanaman oleh hama.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 93

5. Memelihara kehadiran musuh alami dengan cara tidak melakukan

penyemprotan insektisida, tidak menyiang bersih, menanam tanaman

berbunga seperti A. pintoi, atau menanam tanaman tumpangsari.

Tanggap pengendalian

1. Mengambil secara langsung serangga dewasa baik L. piperis, D. piperis,

maupun D. hewetti yang dijumpai pada setiap tanaman. Serangga L.

piperis dan D. hewetti peka terhadap sentuhan dan getaran. Oleh karena

itu mengumpulkan serangga tersebut dengan menggoyang tanaman.

Serangga yang tidak terlihat akan berjatuhan dan dapat ditampung dengan

kain yang diletakkan di bawah tajuk. Untuk larva penggerek dapat

dilakukan dengan cara memotong ranting atau cabang terserang. Bekas

bagian tanaman yang dipotong segera disemprot atau dibasahi dengan

insektisida atau minyak/oli untuk mencegah serangga betina meletakkan

telur. Nimfa dan imago D. piperis dapat ditangkap langsung dengan tangan

atau menggunakan jaring. Nimfa tidak aktif terbang, sering berkumpul di

sekitar buah. Imago akan terbang jika terganggu dengan mengeluarkan

bau khas seperti walang sangit. Pengendalian secara mekanik/fisik ini

dapat juga dilakukan dengan cara mengambil telur-telur D. piperis pada

bagian tanaman lada. Telur umumnya diletakkan secara berkelompok

dibagian tengah tanaman pada permukaan atas daun.

2. Serangga dewasa yang ditangkap dimasukkan kedalam kantong plastik

atau tempat lain kemudian dimusnahkan. Potongan ranting atau cabang

dan telur D. piperis disimpan dulu dalam suatu tempat untuk memberi

kesempatan musuh alami (parasitoid) keluar. Jika yang muncul nimfa atau

imago hama segera matikan, sedangkan jika parasitoid yang muncul

segera lepas ke lapangan.

3. Menyemprotkan cendawan patogen serangga seperti Beauveria bassiana,

Metarrhizium anisopliae, dan Spicaria sp. Cendawan B. bassiana dapat

mematikan penggerek batang mencapai 41,67% pada konsentrasi 0,1%

dan mematikan D. hewetti mencapai 97,50% pada konsentrasi 10 g/l.

94 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

4. Menyemprotkan insektisida nabati (alami) atau sintetik. Insektisida nabati

yang dapat digunakan diantaranya biji mimba, bengkuang dan akar tuba.

Pengolahannya dilakukan dengan cara membuat ekstrak sederhana yaitu

bahan tanaman tersebut dihancurkan halus, direndam dalam air selama 1

hari, kemudian disaring sampai siap disemprotkan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ekstrak bengkuang 20 g/100 l dan ekstrak biji mimba

5% efektif terhadap imago penggerek batang, ekstrak mimba (produk

pasar) 1% efektif terhadap pengisap bunga.

5. Menggunakan insektisida sintetik sebagai pilihan terakhir, antara lain

Karbofuran 3G untuk penggerek batang. Insektisida MIPC, BPMC, pyretroid,

methamidophos, betacyfluthrin, omethoate, dan fention dapat digunakan

untuk mengendalikan pengisap buah. Beberapa insektisida untuk

pengendalian pengisap bunga adalah MIPC, BPMC 500, pyretroid,

fenitothion, metil pirimifos, karbofenothion, permethrin, fention, naled,

kartap, hidrokhlorida, kuinalfos, endosulfan, fentoat, dan karbaryl.

6. Menggunakan insektisida sintetik harus tepat waktu, tepat dosis, tepat

sasaran, dan tepat jenis. Perhatikan segi keamanannya pada saat

digunakan.

Hama Kelapa ( Oryctes rhinoceros)

Tanggap pengendalian

1. Identifikasi tempat berkembang biak hama kelapa disetiap lokasi/desa

2. Tempat perkembangbiakan larva adalah batang kelapa atau kayu yang

sudah lapuk, serbuk gergaji, kotoran sapi/kerbau, tumpukan kayu bakar

atau bahan bangunan yang sudah lapuk. Bersihkan seluruhnya atau

musnahkan.

3. Gunakan insektisida sistemik melalui injeksi.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 95

Tanggap alternatif

1. Menanam cover crop (tanaman penutup tanah) dapat menutupi batang

atau kotoran sapi dan menghalangi Oryctes untuk bertelur.

2. Memelihara musuh alaminya yaitu Baculovirus oryctes dan Metarhizium

anisapliae. Batang kelapa atau kayu yang sudah lapuk sebagai tempat

berkembang biak

Hama kakao (Conopomorpha cramerella, Helopeltis sp.)

Tanggap antisipasi

1. Tidak memasukkan bahan tanaman dan perlengkapan lain ke kebun dari

daerah serangan PBK

2. Tidak menanam kakao dekat pertanaman sumber PBK. Monitoring saat

panen dan mengubur sisa panen.

3. Penyelubungan buah ukuran antara 8-10 cm sampai buah panen dengan

kantong plastik 30 x 15 cm

4. Pemangkasan tajuk tanaman sampai tinggi tajuk 4 m

5. Pemangkasan pohon pelindung

6. Panen sesering mungkin (satu minggu sekali)

7. Sanitasi gulma :Ageratum, Oxalis, Centella, dll.

8. Pemupukan yang tepat. Kekurangan P & K atau kelebihan N, tanaman peka

terhadap serangan Helopeltis

Tanggap pengendalian

1. Pemanfaatan semut hitam Dolichoderus thoracichus dan Cendawan

Beauveria bassiana

2. Insektisida sintetik, golongan piretroid berdasarkan system peringatan dini.

Hama kelapa sawit (ulat api dan ulat kantong)

Tanggap pengendalian

1. Kelompok-kelompok populasi hama yang melampaui padat populasi kritis

dikendalikan dengan menggunakan virus atau Bacillus thuringiensis.

96 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

2. Khusus untuk ulat api, dapat dilakukan kombinasi pengendalian stadia ulat

dengan virus, pelepasan predator E. furcellata serta penyebaran inokulum

jamur C. aff. militaris yang diambil dari areal kelapa sawit lainnya atau dari

hasil pembiakan massal di laboratorium.

3. Apabila pengendalian terpaksa dilakukan dengan insektisida kimia sintetik,

yakni pada saat terjadi ledakan populasi yang meliputi hamparan luas dan

kepadatan populasinya di atas batas maksimum padat populasi kritis, maka

dipilih jenis dan teknik aplikasi insektisida yang aman terhadap parasitoid

dan predator.

4. Pada 3-15 hari setelah pelaksanaan pengendalian (tergantung jenis bahan

dan teknik pengendalian yang digunakan), dilakukan evaluasi hasil

pengendalian dengan melaksanakan pengamatan efektif ulang terhadap

populasi hama.

5. Apabila masih dijumpai populasi hama diatas padat populasi kritis, maka

harus dilakukan pengendalian ulangan, dan kalau perlu dilakukan

penggantian jenis bahan serta teknik pengendalian yang digunakan.

Tanggap antisipatif

Penanaman tumbuhan liar yang berguna bagi imago parasitoid di pinggiran

kebun kelapa sawit.

Hama lundi (E. hypoleuca, E. costata)

Tanggap pengendalian

1. Sanitasi

2. Pengendalian mekanik/fisik

3. Pengendalian dengan tanaman perangkap

4. Pengendalian dengan lampu perangkap

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 97

Hama teh (Helopeltis antonii )

Tanggap pengendalian

Pengendalian mekanis (pemetikan pucuk dengan interval kurang dari 7-10 hari),

Penggunaan insektisida nabati. Jika menggunakan insektisida sintetik gunakan

insektisida yang relatif aman terhadap parasitoid dan predator

7.7. Pengujian pestisida sintetis

Saran kebijakan yang diusulkan untuk mencegah dampak penggunaan

pestisida sintetis terhadap masyarakat adalah:

1. Insektisida yang sudah beredar di pasar agar segera dikaji kembali dengan

pengambilan sampel WBC yang lokasinya diperbanyak, dari segi

keefektifannya terhadap WBC dan musuh alaminya, sekaligus dipelajari

kemungkinan munculnya biotipe baru. Institusi yang mempunyai mandat

tersebut telah ditunjuk oleh pemerintah,

2. Insektisida dengan bahan aktif sipermetrin dan deltametrin yang telah

dilarang penggunaannya untuk padi berdasarkan Inpres No.3/1986, agar

tetap di larang karena sangat berbahaya untuk perkembangan musuh alami.

Berdasarkan pengamatan sebelumnya bahan aktif yang tidak berbahaya

untuk predator adalah buprofezin dan BPMC,

3. Sampai saat ini pertanaman padi di Jateng dan Jatim masih dilanda

serangan WBC, disarankan agar Pemda Jateng dan Jatim mengikuti strategi

Pemda Jabar yaitu melaksanakan tanam serempak dengan sebelumnya

mengeradikasi tanaman terserang dan singgang, memberhentikan air irigasi

pada saat tidak tanam dan menata ulang pengendalian dengan

memfokuskan ke penggunaan agensia hayati yang mudah diperbanyak oleh

petani.

7.8. Riset feedstock dan teknologi biofuel generasi kedua

Dari hasil analisis terhadap perkembangan riset dan pemanfaatan

biomassa, telah disampaikan saran kebijakan sebagai berikut:

98 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

1. Dengan semakin banyaknya investor yang ingin mengimpor biomasa dari

Indonesia, sudah selayaknya Indonesia membatasinya agar kekayaan alam

Indonesia dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bangsa sendiri.

2. Sesuai dengan program pokok Kementerian Pertanian No 13 dan Inpres

No. 1 tahun 2006 tentang pengembangan bahan bakar nabati maka

penelitian dan pengembangan biofuel generasi kedua seyogyanya segera

dimulai atau memperkuat apa yang telah dilakukan saat ini.

7.9. Kelangkaan bahan jamu

Untuk mengatasi kelangkaan bahan jamu, telah disampaikan saran tindak lanjut sebagai berikut:

1. Melakukan perbanyakan benih unggul dalam skala besar pada musim

tanam tahun 2011.

2. Optimalisasi dan perbanyakan benih sehat.

3. Menyiapkan gudang penyimpanan benih terutama di dataran tinggi yang

merupakan daerah produksi jamu.

4. Percepatan penelitian untuk mendapatkan varietas tahan OPT maupun

teknologi pengendalian, khususnya tanaman temu-temuan.

5. Menitikberatkan penelitian untuk varietas toleran genangan/kebanyakan

air/hujan berkepanjangan

6. Dalam kondisi mendesak, melakukan impor benih jahe dan bahan baku dari

luar negeri (khusus untuk jahe, mutunya kurang sesuai dengan mutu jahe

dari produksi dalam negeri).

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 99

BAB VIII

PENGEMBANGAN DAN DISEMINASI INFORMASI PERKEBUNAN

8.1. Puslitbangbun

Pada T.A 2011 kegiatan ekspose/pameran yang telah diikuti dan dilaksanakan

oleh Puslitbangbun meliputi : Pameran Agrinex; Pelaksanaan IndoGreen

Forestry Expo; Pameran Agro & Food Expo; Pameran Climate Change

Indonesia 2011; PENAS XIII; MPPI; Expo Nasional Inovasi Perkebunan

(ENIP); dan Pameran Pekan Pertanian Spesifik Lokasi (PPSL).

Pameran Agrinex merupakan kegiatan tahunan untuk mempromosikan

agribisnis Indonesia di pasar lokal maupun internasional dengan menunjukkan

wajah agribisnis Indonesia. Agrinex diselenggarakan pada tanggal 4-6 Maret

2011 di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta di Assembly Hall dengan

tema “Agribusiness for Proesperity”. Puslitbang Perkebunan yang tergabung

dalam Badan Litbang Pertanian ikut mengisi stand Departemen Pertanian

dengan menyajikan materi berupa pestisida nabati, healtro, dan tanaman

rempah.

Pelaksanaan IndoGreen Forestry Expo 2011, merupakan kerjasama Pusat

Hubungan Masyarakat, Sekretariat Jenderal Kementerian Kehutanan dengan

PT. Wahyu Promocitra. Event tersebut diharapkan dapat menjadi wahana

sosialisasi dan promosi berbagai hasil produk, teknologi, industri, dan jasa

maupun keberhasilan pembangunan di bidang yang terkait erat dengan

kehutanan. Selain itu, event ini merupakan sarana untuk menarik minat para

investor menanamkan modalnya dalam industri dan jasa di sektor kehutanan,

pertanian, perkebunan, pertambangan, wisata, dan lain-lain. Tema dari

pelaksanaan kegiatan ini adalah green ecosystem, green product, green living.

100 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

Materi yang disajikan pada acara ini mencakup tanaman jarak, nyamplung,

lada dan tanaman rempah.

Pameran Agro & Food Expo merupakan agenda tahunan yang telah

diselenggarakan Kementerian Pertanian RI sejak tahun 2001 lalu. Pameran ini

merupakan pameran terbesar dan terlengkap di sektor pertanian, perkebunan,

kehutanan, kelautan, perikanan, makanan dan minuman serta

teknologi. Pameran dilaksanakan pada tanggal 26-29 Mei 2011 di Jakarta

Convention Center dengan mengangkat tema " Meningkatkan nilai tambah dan

daya saing rempah-rempah Indonesia untuk menjadi pemenang di pasar

rempah Indonesia ". Sejumlah negara asing ikut ambil bagian pada pameran

kali ini diantaranya adalah Malaysia, Turky, Korea, dan Taiwan.

Minat masyarakat untuk mengetahui lebih banyak informasi tentang pertanian

melalui pameran Agro & Food Expo ini terus meningkat. Hal itu terbukti

dengan makin meningkatnya jumlah pengunjung pameran. Mereka bukan

hanya datang dari dalam negeri, namun juga dari sejumlah negara asing

seperti Jerman, Prancis, Taiwan, Thailand, Korea, Turky dan Malaysia. Pada

pameran ini Puslitbang Perkebunan menampilkan Bio-diesel kelapa sawit,

Feromonas, Komix, kopi rendah kafein, Bio-etanol baik dalam bentuk produk,

poster dan leaflet.

Gambar 17 . Pameran Agro and Food Expo, di Jakarta Convention Center (JCC), 26-29 Mei 2011

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 101

Pada Pameran Climate Change Indonesia 2011 dengan tema “Mensiasati

perubahan iklim dengan kebijakan ramah lingkungan” Puslitbang Perkebunan

turut berpartisipasi dengan menyampaikan materi berupa pestisida nabati dan

kultur jaringan tebu.

PENAS XIII digelar tanggal 18 sampai dengan 23 Juni 2011 di Tenggarong,

Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Penas Petani dan Nelayan XIII

ini merupakan forum pertemuan untuk saling bertukar informasi dan

pengalaman antara para petani, nelayan dan seluruh pihak baik pemerintah

maupun swasta. Acara yang digelar setiap empat tahun sekali ini juga

bertujuan meningkatkan motivasi petani-nelayan dan menumbuhkan minat

generasi muda pada bidang pertanian dan perikanan. Puslitbangbun ikut

berpartisipasi dalam even tersebut dengan menampilkan berbagai kegiatan,

yaitu: pembuatan demplot tumpangan sari tanaman semusim (kacang tanah,

kedelai) + tanaman sumber bahan bakar nabati ,

Gambar 18. Kegiatan Pekan Nasional Tani Nelayan Andalan (PENAS XIII) 2011, Tenggarong-Kaltim, 17-23 Juli 2011

MPPI sebagai organisasi yang mewadahi aspirasi seluruh unsur pemangku

kepentingan dalam perbenihan dan perbibitan nasional, adalah satu-satunya

organisasi masyarakat yang patut dan harus menggunakan dan

memanfaatkan momentum ini guna meningkatkan perannya dalam

102 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

mengakselerasi perkembangan industri perbenihan dan perbibitan nasional.

Munas ke II MPPI tahun 2011 ini difokuskan pada konsolidasi organisasi,

pemantapan AD/ART, dan pemilihan pengurus MPPI periode 2011-2015.

Dalam Munas II MPPI tahun 2011 ini digelar kegiatan-kegiatan, yaitu pameran

benih dan bibit unggul Indonesia. seminar perbenihan dan pembibitan, kontes

benih dan bibit unggul, temu bisnis benih/bibit. Materi yang ditampilkan dari

Puslitbang Perkebunan, adalah: kulltur jaringan tebu dan tanaman tebu

(dalam polybag).

Expo Nasional Inovasi Perkebunan (ENIP) diselenggarakan pada tanggal 14-16

Oktober 2011 di Balai Kartini, Jakarta. Pameran ini diselenggarakan oleh

Badan Litbang Pertanian dengan tema: “Inovasi Teknologi Mendukung

Peningkatan Nilai tambah, Daya Saing dan Ekspor Perkebunan” . ENIP 2011

diresmikan oleh Menteri Koordinasi Bidang Perkenomian, Ir. Hatta Rajasa

mewakili Wakil Presiden Republik Indonesia. Pertemuan dihadiri oleh Menteri

Pertanian RI, Wakil Menteri Pertanian RI, Para Pejabat Eselon I Kementerian

Pertanian, Kementerian Ristek, Kementerian Sosial, Kementerian Perdagangan,

Kementerian Perindustrian, Para Pejabat Eselon II Kementerian Pertanian dan

lintas Kementerian terkait. Acara ini dihadiri pula oleh para pengusaha BUMN

dan Swasta, Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta, Asosiasi terkait pertanian,

Bappeda, stakeholders lingkup Badan Litbang Pertanian, dan tamu undangan

lainnya.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 103

Gambar 19. Expo Nasional Inovasi Perkebunan (ENIP 2), Balai Kartini, Jakarta 14-16 Oktober 2011

Pada Pameran Pekan Pertanian Spesifik Lokasi (PPSL) produk yang ditampilkan

adalah produk teknologi pertanian spesifik lokasi dari seluruh provinsi dan

inovasi yang telah dikembangkan petani, serta model pembelajaran penerapan

inovasi pertanian oleh petani yang tergabung dalam FMA-FEATI. Ekspose

dilaksanakan secara oral, sementara peragaan produknya menyatu dengan

stand pameran di halaman depan Auditorium Ismunadji, Jl. Tentara Pelajar No.

3A, Cimanggu Bogor.

8.2. Balittro

Pada tahun 2011 Balittro telah melaksanakan Kegiatan Ekspose dan Diseminasi

yang berisi partisipasi dalam pameran, publikasi, kerjasama penelitian,

komersialisasi alih teknologi, pengelolaan perpustakaan, seminar nasional

pestisida nabati IV, seminar rutin, pendampingan teknologi budidaya dan

pengeloaan website. Balittro telah berpartisipasi pada 14 pameran yang

dilaksanakan di lingkup Badan Litbang Pertanian maupun di luar Badan Litbang,

Kegiatan Publikasi telah menerbitkan publikasi Bulletin Littro yang

mengakomodasi hasil penelitian primer dan monograf untuk artikel yang berupa

review, dan beberapa publikasi lainnya seperti SOP budidaya temulawak dan

Warta Balittro. Kerjasama penelitian telah mengakomodasi pelaksanaan RTM 3

dan beberapa kegiatan penelitian yang dilakukan dalam bentuk kerjasama

104 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

dengan pemerintah maupun swasta. Komersialisasi alih teknologi telah

melaksanakan 10 pelatihan dan pembuatan produk-produk yang berdasarkan

pada tanaman obat dan atsiri. Seminar rutin dan sarasehan telah

melaksanakan 11 kali pertemuan dengan total pembicara sebanyak 33 orang.

Seminar nasional pestisida nabati telah dilaksanakan pada Oktober 2011 dengan

mengundang pembicara dari Balittro dan peserta dari luar Balittro, dengan

dihadiri oleh 172 peserta. Perpustakaan telah melakukan penambahan data

pustaka berupa buku dan digitalisasi data. Kegiatan pendampingan teknologi

budidaya tanaman obat dan aromatik telah melaksanakan lima aktivitas baik di

Pacitan, Sukabumi, Karawang untuk tanaman obat, dan di Blitar serta Cimahi,

Jawa Barat untuk tanaman aromatik. Pengelolaan website telah melakukan up

dating berita, dan up load publikasi yang telah diterbitkan oleh Balittro.

Gambar 20. Pelaksanaan seminar Pestisida Nabati IV. (A) Sambutan Ka Badan Litbang, (B) Kapuslitbangbun dan (C) Narasumber dan pemakalah utama

Gambar 21. Kawasan Rumah Pangan Lestasi (KRPL) Pacitan. (A) Pertanaman

di lapang, (B) Pelatihan pembuatan jamu ternak, dan (C) Produk jamu ternak.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 105

8.3. Balittri

Teknologi hasil-hasil penelitian tanaman rempah dan aneka tanaman industri

(TRI) telah banyak dihasilkan diantaranya dari komoditi vanili, cengkeh, lada,

pala dan kayu manis. Dalam rangka menyebarkan hasil penelitian kepada

pengguna dan mempromosikan Balittri sebagai lembaga penelitian dan sebagai

sarana untuk menjalin komunikasi dengan pihak lain, Balittri mengadakan acara

“Forum Komunikasi Pengembangan Jambu Mete” dan mengikuti sejumlah event

pameran/ekspo diantaranya PENAS XIII, ENIP 2011, Pekan Pertanian Spesifik

Lokasi 2011, serta The 1st Indonesian Spices Congress 2011.

Dalam Expo Nasional Inovasi Perkebunan (ENIP) 2011 Menteri Pertanian,

Suswono, memberikan Anugerah Inovasi Perkebunan. Anugerah inovasi

diberikan kepada pemerintah daerah pengembang perkebunan berbasis inovasi,

petani berprestasi, peneliti berprestasi, dan peneliti pelopor perkembangan

inovasi. Balittri sangat bangga karena salah satu Penelitinya, Ir. Dibyo Pranowo,

mendapatkan penghargaan ANUGERAH INOVASI PERKEBUNAN 2011, yaitu

Bersama 12 orang yang mendapat Penghargaan tersebut. Ir. Dibyo Pranowo

mendapatkan penghargaan sebagai peneliti berprestasi dalam bidang “Inovasi

Bioenergi”.

Gambar 22. (A) Menteri Pertanian memberikan penghargaan kepada Ir. Dibyo Pranowo

sebagai peneliti berprestasi; (B) Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri Pertanian Dr. Ir. Suswono, MMA. menikmati kopi Arabika

A B

106 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

Tim ekspo dan pameran Balittri telah berhasil merancang dan membuat display

yang dapat digunakan untuk menampilkan hasil penelitian di kantor balai

sekaligus dapat dibawa ke tempat pameran/ekspo. Untuk mengakomodir

berbagai jenis bahan pameran, tim ekspo dan pameran Balittri membuat

beberapa tipe berupa rak untuk bahan-bahan pameran yang kecil dan sedang

misalnya botol kaca, plastik dan produk yang di kemas; rak untuk bahan

publikasi yang telah diterbitkan, rak untuk poster atau bahan lain yang perlu

ditempel, dan meja sebagai tempat untuk makanan yang dapat dicicipi.

Gambar 23. Display pameran yang bisa dibawa ke tempat pameran dan ditampilkan di Kantor

8.4. Balittas

Kegiatan diseminasi Balittas mencakup Pertemuan Ilmiah, Pendampingan

Teknologi Budidaya Kapas, dan Pendampingan teknologi perbenihan jarak

kepyar. Kegiatan pertemuan ilmiah berupa Seminar Nasional Serat Alam telah

menghasilkan “Deklarasi Malang” yang intinya adalah aspirasi dari forum

untuk pembentukan Dewan Serat Alam Nasional (DSAN) yang mampu

mempertemukan berbagai pihak untuk pengembangan terpadu dan alokasi

proporsi serat alam dan sintetis serta menjadi perantara antara peneliti,

pengusaha dibidang industri serat alam dengan pengambil kebijakan. Forum

juga menengarai perlunya menghimbau pemerintah untuk mencanangkan

Ketahanan Bahan Baku Sandang untuk mengurangi impor sekaligus

mendukung dicanangkannya IYNF pada tahun 2009 oleh PBB. Disamping itu

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 107

Kegiatan seminar nasional telah memberikan masukan dan umpan balik

tentang inovasi teknologi yang telah dihasilkan Balittas. Sedangkan seminar

bulanan balai dilaksanakan 5 kali dengan 9 topik. Seminar ini dapat

meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta produktivitas hasil penelitian

terutama bagi peneliti dan teknisi Balittas. Akselerasi transfer teknologi

budidaya kapas tumpangsari jagung di lahan kering beriklim kering telah

dilaksanakan di KP Naibonat, dengan sasaran teknisi BPTP NTT.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sistem tanam kapas integrasi

jagung yang dicoba memberikan harapan untuk direplikasi di daerah

pengembangan kapas di NTT. Kapas yang disisipkan diantara baris jagung

memberikan tambahan pendapatan Rp. 6.702.000,- dibanding dengan apabila

menanam jagung monokultur. Tindak lanjut dari kegiatan ini diharapkan

teknisi dapat melakukan pendampingan pengembangan budidaya kapas di

NTT. Pendampingan teknologi perbenihan jarak kepyar telah dilaksanakan di

Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, dengan sasaran PT Kimia Farma/PT GAT.

Hasil yang diperoleh adalah berupa benih jarak kepyar 967 kg. Benih ini

selanjutnya akan ditanam di areal pengembangan jarak kepyar di Jawa.

Gambar 24. (A) Seminar Nasional Serat Alam 2011; (B) Kapas integrasi dengan jagung

A B

108 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

8.5. Balit Palma

Capaian kegiatan diseminasi Balit Palma tahun 2011 meliputi kegiatan Ekpose,

Pameran dan Gelar Teknologi. Pada kegiatan Pameran dalam rangka HUT

Kabupaten Minahasa Utara ke 7, Balit Palma menampilkan teknologi yang telah

dihasilkan yaitu perbenihan dengan memperlihatkan benih dan bibit dari kelapa

Dalam Unggul Nasional yang telah di lepas secara Nasional oleh menteri

Pertanian yaitu Kelapa Dalam Mapanget dan kelapa Genjah Salak, serta

beberapa produk hasil pemanfaatan tanaman kelapa seperti VCO, kerajinan

tangan dari sabut dan tempurung kelapa.

Teknologi Balit Palma yang ditampilkan di Display Puslitbangbun adalah

teknologi yang berkaitan dengan ramah lingkungan dan publikasi Balit Palma TA

2010 dan 2011. Teknologi yang ditampilkan adalah pengendalian hama Sexava

dengan menggunakan Perangkap Sexava Tipe Balit Palma hasil Karya Dr. Meldy

Hosang yang mendapat penghargaan Prseiden RI dan produk ramah lingkungan

dan sehat untuk dikonsumsi yaitu Virgin Coconut Oil (VCO).

Partisipasi Balit Palma pada Pekan Nasional (Penas) XIII Petani Nelayan 2011,

di Desa Perjiwa, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai

Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, telah menampilkan beberapa kegiatan,

antara lain; Pameran Pembangunan Pertanian Nasional, Temu Usaha Agribisnis,

Expo Aquaculture, Expo Agroforestry, Expo dan Kontes Peternakan Nasional,

serta berbagai gelar teknologi tepat guna khususnya bidang pertanian.

Teknologi tepat guna yang ditampilkan oleh Balit Palma pada gelar teknologi

Penas XIII 2011 adalah Jarak dan Sistem Tanam Baru Kelapa serta

pemanfataan lahan di antara kelapa dengan tanaman, aren, nenas dan kacang

tanah. Jarak dan Sistem Tanamam Baru Kelapa adalah suatu teknologi tepat

guna yang dapat dilaksanakan untuk mampu menjawab permasalahan yang

sedang dihadapi sektor pertanian yaitu lahan yang semakin sempit dan kecil

serta produktivitas rendah. Upaya mengoptimalkan pemanfaatan lahan di

antara kelapa dapat ditempuh dengan memilih komoditas yang sesuai dengan

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 109

kondisi iklim mikro yang ada atau meningkatkan intersepsi radiasi surya agar

sesuai dengan kebutuhan tanaman sela.

Gambar 25. Kegiatan di penas XIII Tenggarong

Jarak dan Sistem Tanam Baru Kelapa adalah penanaman kelapa dengan jarak

tanam 6 x 16 m sistem pagar yaitu jarak dalam barisan tanaman kelapa 6 m

dan jarak antar barisan tanaman kelapa 16 m. Pada jarak dan sistem tanam ini

per hektar terdapat 119 tanaman kelapa, 6 jalur tanaman kelapa dan 7.200 m2

lahan dalam jalur. Lahan dalam jalur kelapa ini dapat dimanfaatkan berbagai

usahatani polikultur. Dengan mengatur jarak dan sistem tanam, membuat

kondisi areal di antara barisan tanaman dapat memperoleh cahaya yang cukup

sepanjang umur kelapa. Selanjutnya, agar intensitas radiasi surya maksimal,

perlu diatur arah barisan tanaman Timur-Barat. Jarak dan sistem ini

menciptakan ruang lebih luas dan iklim mikro di antara barisan kelapa lebih

mudah disesuaikan, sehingga membuka peluang bagi petani memilih komoditas

yang akan diusahakan pada lahan di antara kelapa. Dengan demikian, dapat

diusahakan penanaman berbagai jenis tanaman sela yang membutuhkan

intensitas radiasi surya yang tinggi sepanjang waktu, mulai dari tanaman

pangan, hortikultura hingga tanaman perkebunan. Jika tanaman yang

diusahakan memerlukan tingkat radiasi surya rendah, maka bisa diadakan

penanaman tanaman pelindung sementara.

110 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

Pada Pameran Pembangunan yang diikuti oleh Balitka saat ini lebih

menonjolkan peran Balit Palma di Sulawesi Utara dengan pemberian bantuan

benih kelapa Dalam bermutu yaitu kelapa Dalam mapanget dan Aren Genjah

Kutim yang baru dilepas sebagai varietas unggul nasional. Materi pameran

meliputi; tandan kelapa, bibit kelapa, banner, foto, buku, dan leaflet. Tandan

buah kelapa yang dipamerkan adalah; Kelapa Dalam Mapanget (DMT), Kelapa

Dalam Tenga (DTA), Kelapa Dalam Bali (DBI), Kelapa Dalam Takome ((DTE),

Kelapa Dalam Palu (DPU), Kelapa Dalam Sawarna (DSA), Kelapa Genjah Raja

(GRA), Kelapa Genjah Kuning Nias (GKN), Kelapa Genjah Kuning Bali (GKB) dan

Kelapa Genjah Salak (GSK) serta tandan pinang asal Sumatera Barat. Bibit

kelapa yang dipamerkan adalah; Kelapa Dalam Mapanget (DMT), Kelapa Dalam

Tenga (DTA), Kelapa Dalam Sawana (DSA), dan Kelapa Genjah Salak (GSK)

dan bibit Aren Genjah Kutim. Informasi lain yang ditampilkan dalam pameran

ini dalam bentuk banner, yaitu; Mandat Balit Palma, Kelapa Dalam dan Genjah

Unggul, Alat dan Mesin Pengolahan Kelapa, Coconut sugar for a healthy life,

Hama dan Penyakit Kelapa, Kelapa Eksotik dan Properties of Cocopeet, Aren

Genjah Kutim, Kelapa Genjah Salak. Selain itu, beberapa foto kelapa Dalam

Unggul. Buku-buku yang dipamerkan adalah; 25 tahun Balit Palma, Buletin

Palma (No. 36, 37, 38 dan 39), Prosiding Seminar Pengendalian Hama Terpadu

Kelapa, Laporan Tahunan 2010, Monograf Pasca Panen Kelapa, Prosiding

Konperensi Nasional Kelapa VII Buku I dan Buku II, Monograf kelapa Kopyor,

Profil Kelapa dan Petunjuk Teknis Budidaya kelapa. Leaflet yang ditampilkan

dalam pameran ini adalah; Kelapa Dalam Unggul, Kelapa Genjah Unggul, Alat

pengolahan Kelapa dan Palma, Pengendalian Terpadu Hama Brontispa, Coco

Diesel, Penyakit Busuk Pucuk Kelapa dan Aneka Produk dari Buah Kelapa.

Dalam pameran ini informasikan pula Produk Olahan dari kelapa, yaitu; gula

semut, kecap manis, kelapa muda segar (Pamugar), Keripik kelapa, dan Virgin

Coconut Oil (VCO), demikian pula dengan aneka kerajinan dari tempurung,

sabut dan lidi kelapa. Pengunjung pameran ke stand Balit Palma yang mengisi

buku tamu sebanyak 1.103 orang melonjak hampir 3 kali lipat tahun lalu sekitar

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 111

300 orang. Pengunjung umumnya murid SMP, SLTA, PNS dan masyarakat

umum yang berasal dari Kota Manado, Kabupaten Minahasa, Kabupaten

Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa Tenggara,

Kota Bitung dan Kota Tomohon, bahkan dari luar propinsi yaitu sulawesi Selatan

dan Sulawesi Barat. Pengunjung umumnya tertarik dan bertanya tentang;

prosedur membeli buah kelapa di Balit Palma, persyaratan dan penetuan pohon

induk kelapa. hama dan penyakit kelapa serta cara pengendaliannya, teknologi

kultur embrio, pasca panen kelapa, kerajinan dari tempurung, batang, sabut

dan lidi kelapa, budidaya kelapa serta budidaya dan pengolahan tanaman aren.

Gambar 26. Stand Balit Palma di Pameran Pembangunan Sulut (A); dan Penyerahan

bantuan benih kelapa DMT dari Balit Palma 6000 butir oleh Gubenur kepada 6 Bupati/Walikota (B)

Expo Nasional Inovasi Perkebunan (ENIP) 2011 yang diselenggarakan

oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian,

pada 14 - 16 Oktober 2011 di Kartika Expo Balai Kartini, Jakarta. Tema ENIP

2011 adalah “Inovasi Teknologi Mendukung Peningkatan Nilai Tambah, Daya

Saing dan Ekspor Perkebunan”. ENIP 2011 ini dibuka secara resmi oleh Menteri

Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Bapak Ir. Hatta Rajasa

mewakili Wakil Presiden Republik Indonesia dan didampingi Menteri Pertanian

Republik Indonesia Bapak Dr.Ir. Suswono. MS, pada Jumat 14 Oktober 2011.

Bahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Bapak Ir.

Hatta Rajasa bersama dengan Menteri Pertanian Republik Indonesia Bapak Dr.Ir.

Suswono. MS, menikmati syrup kelapa kopyor produk Balit Palma yang dipajang

A B

112 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

sebagai bahan pameran pada stand Badan Litbang Pertanian dalam rangka

ENIP 2011. Mereka berdua juga tertarik dengan penampilan bibit kelapa Genjah

Kopyor Pati alami dan hasil kultur embrio Balit Palma bahkan ingin menanam

kelapa ini.

Gambar 27. Kunjungan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Bapak Ir. Hatta Rajasa dengan Menteri Pertanian Republik Indonesia Bapak Dr.Ir. Suswono. MS ke Stand Balit Palma dan mencicipi kelapa kopyor

Kegiatan Balit Palma pada ENIP 2011 ini antara lain adalah: (1)

Penandatanganan Naskah Kerjasama Balit Palma dengan Dinas Perkebunan

Provinsi Sulawesi Tengah tentang Program Pelepasan Kelapa Dalam Buol, (2)

Memberi bantuan benih kelapa Dalam kepada Petani/Kelompok Tani Kabupaten

Minahasa Utara dan Minahasa Selatan masing-masing 2000 benih, (3)

Launching Benih Unggul Aren Genjah Kutim; (4) Kegiatan Seminar Nasional

Nabati IV, (5) Temu Bisnis serta Anugerah Inovasi kepada peneliti, swasta dan

pemerintah daerah, dan (6) Pameran Karya Inovasi Perkebunan.

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 113

Gambar 28. Penanda tanganan MOU Balitka dengan Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Tengah

114 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

BAB IX

SUMBERDAYA

9.1. Sumberdaya manusia

Dalam menjalankan mandat penelitian dan pengembangan, Pusat Penelitian

dan Pengembangan Perkebunan didukung oleh sumberdaya manusia yang

terdiri atas peneliti, teknisi, laboran, dan tenaga administrasi. Peneliti Puslitbang

Perkebunan terdiri dari berbagai latar belakang disiplin ilmu, yaitu: pemuliaan,

agronomi, sosial ekonomi, hama penyakit, ekofisiologi, pasca panen dan lain-

lain. Komposisi pegawai lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perkebunan tersebar di Kantor Puslitbang Perkebunan 95 orang atau 12%,

Balittro 252 orang atau 33%, Balittas 193 orang atau 25%, Balitka 115 orang

atau 15%, dan Balittri 116 orang pegawai 15% (Gambar 29)

Gambar 29. Rekapitulasi Pegawai Lingkup Puslitbangbun 2011

Berdasarkan pendidikan sampai dengan TA 2011 Puslitbang Perkebunan beserta

lingkup didukung oleh 771 pegawai yang terdiri dari 45 orang S3, 82 orang S2

dan 202 orang S1, 31 orang SM/D3, 7 orang D2, 2 orang D1 serta 402 orang

SLTA ke bawah (Tabel 3).

Kantor Pusat 12%

Balittro 33%

Balittas 25%

Balitka 15%

Balittri 15%

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 115

Tabel 2. Jumlah pegawai lingkup Puslitbang Perkebunan menurut Pendidikan Akhir pada tahun 2011

Unit Kerja S3 S2 S1 SM/D3

D2 D1 SLTA < SLTA Jumlah

Kantor

Pusat

11 6 21 6 3 1 40 7 95

Balittro 16 20 62 11 3 0 101 39 252

Balittas 9 26 61 8 0 0 69 20 193

Balitka 5 17 24 2 1 0 55 11 115

Balittri 4 13 34 4 0 1 43 17 116

Jumlah 45 82 202 31 7 2 308 94 771

Berdasarkan jabatannya sumber daya manusia di lingkungan Puslitbang

Perkebunan diklasifikasikan menjad 4 (empat) yaitu Peneliti, Teknisi Litkayasa,

Pustakawan, Penunjang Penelitian dan Pejabat Struktural. Jumlah pegawai

berdasarkan jabatannya disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3. Jumlah pegawai lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan jabatannya pada tahun 2011

Unit Kerja

Peneliti

Teknisi

Litkayasa

Pustakawan

Penunjang Penelitian

dan Pejabat Struktural

Jumlah

Kantor Pusat 13 0 7 75 95

Balittro 77 67 3 105 252

Balittas 58 24 4 107 193

Balitka 31 27 0 57 115

Balittri 39 30 0 47 116

JUMLAH 218 148 14 391 771

Komposisi tenaga penunjang penelitian dan struktural berjumlah 391 orang

(Tabel 4). Jumlah tersebut besar dibandingkan dengan jumlah tenaga

fungsional lingkup Puslitbang Perkebunan (Peneliti, Teknisi. Litkayasa dan

Fungsional lainnya). Seyogyanya tenaga fungsional, sebagai motor penggerak

untuk mencapai tujuan organisasi lebih besar dibandingkan dengan tenaga

116 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

penunjangnya sehingga perencanaan SDM kedepan perlu mempertimbangkan

komposisi tersebut.

Komposisi peneliti lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan jenjang jabatan

fungsional (Gambar 30) terdiri dari Peneliti Utama 33 orang (14%), Peneliti

Madya 86 orang (34%), Peneliti Muda 38 orang (17%), Peneliti Pertama 34

orang (14%), dan Peneliti Non Klasifikasi 44 orang (21%).

Gambar 30. Komposisi Peneliti Lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan Jenjang Jabatan

Peneliti lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan kepakaran/bidang ilmunya

pada tahun 2011 tertera pada Tabel 5.

Berdasarkan bidang kepakarannya, peneliti lingkup Puslitbang Perkebunan

dikelompokkan dalam 12 kelompok/bidang kepakaran yakni Budidaya Tanaman,

Ekonomi Pertanian, Fisiologi Tanaman, Hama dan Penyakit Tanaman, Ekonomi

Sumberdaya, Pemuliaan dan Genetika Tanaman, Teknologi Pasca Panen,

Teknologi Pertanian dan Mekanisasi, Kesuburan dan Biologi Tanah, Kimia

Analitik lainnya, Bioteknologi Pertanian dan Sistem Usaha Pertanian.

Peneliti Utama 14%

Peneliti Madya 34%

Peneliti Muda 17%

Peneliti Pertama 14%

Peneliti Non Klasifikasi

21%

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 117

Tabel 4. Keragaan Peneliti berdasarkan Kepakaran/bidang ilmu lingkup Puslitbang Perkebunan 2011

Bidang Keahlian Kantor Pusat

Balittro Balittas Balitka Balittri Jumlah

Budidaya Tanaman 6 27 13 8 13 67

Ekonomi Pertanian 1 5 2 3 3 14

Fisiologi Tanaman 0 3 0 1 1 5

Hama dan Penyakit

Tanaman 6 24 17 8 7 62

Pemuliaan dan Genetika Tanaman

1 19 18 9 12 59

Teknologi Pasca Panen

1 3 3 3 1 11

Teknologi Pertanian dan Mekanisasi

1 0 4 3 2 10

Ekonomi Sumberdaya 1 0 0 0 0 1

Kesuburan Tanah dan Biologi Tanah

0 0 1 0 1 2

Kimia Analitik Lainnya 0 0 1 0 0 1

Bioteknologi Pertanian 0 0 0 1 0 1

Sistem Usaha Pertanian

0 0 0 0 1 1

Jumlah peneliti terbanyak adalah peneliti dengan bidang kepakaran Budidaya

Tanaman yaitu 67 orang (29%), Hama dan penyakit tanaman 62 orang (26%),

serta Pemuliaan dan Genetika Tanaman 59 orang (25%). Sedangkan jumlah

peneliti dengan bidang kepakaran lainnya berjumlah kurang dari 7%.

Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan, jumlah pegawai lingkup Puslitbang

Perkebunan diprediksi akan memasuki masa pensiun sebanyak 176 orang terdiri

atas pegawai kantor Puslitbangbun 19 orang, Balittro 66 orang, Balittas 35

orang, Balitka 34 orang dan Balittri 22 orang. Dari 176 orang yang memasuki

masa pensiun, paling banyak adalah golongan III (124 orang) dengan tingkat

pendidikan S1 kebawah.

118 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

Gambar 31. Prediksi jumlah pegawai lingkup Puslitbangbun yang memasuki masa pensiun dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2016

9.2. Sumberdaya keuangan

Pada tahun 2011 Puslitbang Perkebunan beserta Unit Pelaksana Teknis (Balittro,

Balittas, Balitka dan Balittri) mendapat anggaran sebesar Rp. 85.085.000.000,-

dan setelah mengalami revisi-revisi termasuk mendapatkan tambahan melalui

APBN mengalami kenaikan menjadi Rp. 120.168.723.000,- atau mengalami

kenaikan sebesar Rp. 35.000.000.000,- (41% dari anggaran semula). Keragaan

anggaran lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan Jenis Belanja pada Tahun

Anggaran 2010 dan 2011 tertera pada Gambar 32 berikut:

-20,000 40,000 60,000 80,000

100,000 120,000 140,000

Pegawai Barang Modal Total2010 36,908 47,271 18,635 102,814

2011 39,830 41,658 38,732 120,220

Gambar 32. Keragaan Anggaran lingkup Puslitbang Perkebunan Berdasarkan

Jenis Belanja TA 2011 (dalam juta rupiah)

Puslitbangbun

Balittro Balittri Balittas Balitka

2011 - 2016 19 66 22 35 34

0

20

40

60

80

Prediksi Pegawai Lingkup Puslitbangbun yang Memasuki Pensiun Tahun 2011 s.d. 2016

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 119

Struktur anggaran Puslitbang Perkebunan TA 2011 berdasarkan jenis

belanja dibandingkan dengan TA 2010 ditandai dengan penurunan alokasi

belanja barang dan peningkatan alokasi belanja pegawai dan modal. Pagu

dibandingkan realisasi anggaran berdasarkan jenis belanja disajikan dalam

Gambar 33.

Gambar 33. Pagu dan Realisasi Anggaran Puslitbang Perkebunan Berdasarkan Jenis Belanja pada TA 2010 dan 2011

Realisasi anggaran belanja pegawai 2011 meningkat dibandingkan tahun

sebelumnya. Realisasi belanja pegawai TA 2010 mencapai 97%, sedangkan

pada TA 2011 naik menjadi 98%. Demikian juga terjadi pada realisasi belanja

barang dan modal. Realisasi belanja barang pada TA 2011 mencapai 95%,

sedangkan pada TA 2010 mencapai 93%. Serapan belanja modal pada TA

2011 yaitu sebesar 95% sangat bagus dibandingkan tahun anggaran

sebelumnya yang hanya mencapai 67%.

Sebaran Pagu dan Realisasi Anggaran UK/UPT lingkup Puslitbang Perkebunan

(dalam Ribu Rupiah) pada TA 2010 dan 2011 dapat dilihat pada Gambar 34.

Prosentase serapan anggaran Puslitbang Perkebunan pada TA 2011 mencapai

96.06 % lebih bagus dibandingkan dengan TA 2010 yang hanya mencapai

89.51%. Berdasarkan UK/UPT, prosentase serapan anggaran Puslitbang

Perkebunan, Balittro, Balitri, Balittas dan Balitka pada TA 2010 berturut-turut

mencapai 81.45%; 97.05%; 98.55%; 97, 26% dan 95.67%. Sedangkan

Pegawai Barang Modal

Target 36.908 47.271 18.635

Realisasi 35.863 43.777 12.395

% 97% 93% 67%

-

20.000

40.000

60.000 TA 2010

Pegawai Barang Modal

Pagu 39.830 41.658 38.732

Realisasi 39.165 39.472 36.849

% 98% 95% 95%

0

20.000

40.000

60.000 TA 2011

120 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

realisasi anggaran pada TA 2011 berturut-turut dari Puslitbang Perkebunan,

Balittro, Balitri, Balittas dan Balitka mencapai 95,30%; 96,25%; 94,89%;

97,82% dan 99,86%.

Gambar 34. Pagu dan realisasi anggaran UK/UPT lingkup Puslitbang Perkebunan TA 2010 dan TA 2011 berdasarkan UK/UPT (dalam juta Rupiah)

Dari sisi pendapatan, Puslitbangbun menghasilkan Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP). Estimasi/target dan realisasi PNBP Fungsional lingkup Puslitbang

Perkebunan dalam tiga tahun anggaran terakhir dapat dilihat pada Gambar 35

berikut:

Gambar 35. Keragaan target dan realisasi PNBP Fungsional lingkup Puslitbang Perkebunan dalam tiga tahun terakhir

Dalam tiga tahun terakhir, Target PNBP fungsional pada tiga tahun terakhir

tidak tercapai. Hal ini disebabkan oleh target PNBP yang terlalu tinggi

P-bun B-tro B-tri B-ttas B-ka

Target 49.937 19.006 9.510 14.729 9.633

Realisasi 40.674 18.446 9.372 14.326 9.215

% 81,45% 97,05% 98,55% 97,26% 95,67%

-

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000 TA 2010

P-bun B-tro B-tri B-ttas B-ka

Target 62.764 21.027 10.045 15.876 10.507

Realisasi 59.815 20.221 9.530 15.530 10.389

% 95,30% 96,17% 94,88% 97,82% 98,88%

-

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000 TA 2011

TA 2009 TA 2010 TA 2011

Target 1.130.093.000 1.203.591.000 1.889.167.500

Realisasi 1.007.990.005 898.544.950 1.543.667.650

% 89,20% 74,66% 81,71%

-

500.000.000

1.000.000.000

1.500.000.000

2.000.000.000

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 121

dibandingkan kemampuannya. Disamping itu disebabkan juga karena

perubahan cuaca dan iklim menyebabkan produksi benih sebagai sumber PNBP

tidak mencapai target yang direncanakan.

Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Fungsional lingkup

Puslitbang Perkebunan TA 2011 meningkat 72 % dibandingkan TA 2010.

Realisasi PNBP Fungsional TA 2011 berdasarkan UK/UPT lingkup Puslitbang

Perkebunan tertera pada Gambar 36.

Gambar 36. Realisasi PNBP Fungsional TA 2011 berdasarkan UK/UPT Lingkup Puslitbang Perkebunan

Pada TA 2011 penghasil PNBP fungsional tertinggi adalah Balitka (36,59%)

disusul oleh Balittro (34,47%), Balittas (19,01%), Balittri (9,50%), dan

Puslitbangbun (0,43%). Dibandingkan dengan target PNBPnya, Balittro,

Balittas, dan Balitka berhasil mencapai target yang telah ditetapkan, sementara

Balittri dan Puslitbang Perkebunan tidak berhasil melampaui target yang

ditetapkan. Hal ini terkait dengan berkurangnya produktivitas jarak pagar yang

telah berumur lebih dari 5 tahun.

Puslitbangbun

Balittri Balittro Balittas Balitka

Target 10.000.000 675.853.000 532.000.000 291.314.500 380.000.000

Realisasi 6.600.000 146.629.000 532.047.350 293.500.000 564.891.300

% 66,00% 21,70% 100,01% 100,75% 148,66%

- 100.000.000 200.000.000 300.000.000 400.000.000 500.000.000 600.000.000 700.000.000 800.000.000

122 Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011

BAB X.

P E N U T U P

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan sebagai penghasil teknologi

dan kebijakan khususnya dibidang perkebunan telah menghasilkan cukup

banyak inovasi teknologi di bidang perkebunan antara lain dalam peningkatan

biodiversitas dan jumlah bahan tanaman, produktivitas dan mutu tanaman

perkebunan, produk dan teknologi pengolahan hasil tanaman perkebunan serta

sintesis kebijakan.

Berbagai inovasi teknologi yang telah dihasilkan Puslitbang Perkebunan selama

tahun 2011 dengan sasaran mendukung pemenuhan kebutuhan benih unggul,

teknologi budidaya dan peningkatan nilai tambah tanaman perkebunan adalah

tersedianya varietas unggul; teknologi budidaya; produk olahan dan teknologi

peningkatan nilai tambah; benih sumber serta plasma nutfah tanaman

perkebunan. Selain itu telah dihasilkan pula sembilan rekomendasi kebijakan

pengembangan tanaman perkebunan.

Untuk adopsi teknologi oleh pengguna/petani telah dirintis percepatan

penyampaian inovasi hasil penelitian melalui diseminasi dan publikasi hasil

penelitian serta simposium/seminar/pameran/lokakarya. Sedangkan untuk

sintesis/rekomendasi kebijakan perkebunan telah dihasilkan Rekomendasi

Kebijakan Pengembangan Tanaman Perkebunan.

Pada tahun 2011 Puslitbang Perkebunan beserta Unit Pelaksana Teknis (Balittro,

Balittas, Balitka dan Balittri) mendapat anggaran sebesar Rp. 85.085.000.000,-

dan setelah mengalami revisi-revisi termasuk mendapatkan tambahan melalui

APBN mengalami kenaikan menjadi Rp. 120.168.723.000,- atau mengalami

kenaikan sebesar Rp. 35.000.000.000,- (41% dari anggaran semula).

Laporan Tahunan Puslitbang Perkebunan TA. 2011 123

Struktur anggaran Puslitbang Perkebunan TA 2011 berdasarkan jenis belanja

dibandingkan dengan TA 2010 ditandai dengan penurunan alokasi belanja

barang dan peningkatatan alokasi belanja pegawai dan modal. Realisasi

belanja pegawai TA 2010 mencapai 97%, sedangkan pada TA 2011 naik

menjadi 98%. Demikian juga terjadi pada realisasi belanja barang dan modal.

Realisasi belanja barang pada TA 2011 mencapai 95%, sedangkan pada TA

2010 mencapai 93%. Serapan belanja modal pada TA 2011 yaitu sebesar

95% sangat bagus dibandingkan tahun anggaran sebelumnya yang hanya

mencapai 67%. Prosentase serapan anggaran Puslitbang Perkebunan pada

TA 2011 mencapai 96.06 % lebih bagus dibandingkan dengan TA 2010 yang

hanya mencapai 89.51%.