laporan tetap chitosan

26
LAPORAN TETAP PRAKTIKUM TEKNOLOGI BIOPROSES IDENTITAS PRAKTIKAN Nama : Septyana Asih Prastiwi Nim : 03111003041 Kelompok : VI (enam) / Selasa Siang I. JUDUL PERCOBAAN : Pembuatan Chitosan II. TUJUAN PERCOBAAN 1. Membuat chitosan dari kulit udang sebagai bahan pengawet 2. Memanfaatkan limbah kulit udang agar menjadi bahan yang bernilai ekonomis 3. Mengetahui proses pembuatan chitosan dari limbah kulit udang III. DASAR TEORI 3.1. Udang Udang merupakan komoditi ekspor yang menarik minat banyak pihak untuk mengolahnya. Adapun hal yang mendorong pembudidayaan udang antara lain harga yang cukup tinggi dan peluang pasar yang cukup baik, terutama diluar negeri. Udang di Indonesia diekspor dalam bentuk bekuan dan telah mengalami proses pemisahan kepala dan kulit. Proses pemisahan ini akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan yaitu berupa limbah padat yang lama- kelamaan jumlahnya akan semakin besar sehingga akan mengakibatkan pencemaran lingkungan berupa bau yang tidak sedap dan merusak estetika lingkungan. Pada 1

Upload: septyana-asih-prastiwi

Post on 28-Dec-2015

112 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

CHITOSAN

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN tetap chitosan

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM TEKNOLOGI BIOPROSES

IDENTITAS PRAKTIKAN

Nama : Septyana Asih Prastiwi

Nim : 03111003041

Kelompok : VI (enam) / Selasa Siang

I. JUDUL PERCOBAAN : Pembuatan Chitosan

II. TUJUAN PERCOBAAN

1. Membuat chitosan dari kulit udang sebagai bahan pengawet

2. Memanfaatkan limbah kulit udang agar menjadi bahan yang bernilai ekonomis

3. Mengetahui proses pembuatan chitosan dari limbah kulit udang

III. DASAR TEORI

3.1. Udang

Udang merupakan komoditi ekspor yang menarik minat banyak pihak untuk

mengolahnya. Adapun hal yang mendorong pembudidayaan udang antara lain

harga yang cukup tinggi dan peluang pasar yang cukup baik, terutama diluar negeri.

Udang di Indonesia diekspor dalam bentuk bekuan dan telah mengalami proses

pemisahan kepala dan kulit. Proses pemisahan ini akan menimbulkan dampak yang

tidak diinginkan yaitu berupa limbah padat yang lama-kelamaan jumlahnya akan

semakin besar sehingga akan mengakibatkan pencemaran lingkungan berupa bau

yang tidak sedap dan merusak estetika lingkungan. Pada perkembangan lebih lanjut

kulit dan kepala udang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kitin dan kitosan

(chitosan).

Dalam industri pembekuan udang ada dua jenis limbah. Pertama adalah

limbah padat yang berupa kepala udang. Limbah cair jika didiamkan akan

menimbulkan bau tidak sedap dan akan mencemari sungai atau areal persawahan

yang ada di dekatnya. Begitu juga limbah padat yang sarat akan bakteri jika

didiamkan merupakan smber kontaminan yang mengganggu lingkungan. Limbah

yang berbentuk cair sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi sehingga penanganan yang

terbaik adalah menggunakan waste water treatment. Lain halnya dengan limbah

padat. Limbah ini masih bisa dimanfaatkan menjadi produk lanjut yang mempunyai

1

Page 2: LAPORAN tetap chitosan

nilai ekonomis tinggi, misalnya kitin, tepung ikan untuk pakan ternak, dan perasa

udang. Limbah udang merupakan sumber yang ka

ya akan kitin, yaitu kurang lebih 30% dari berat kering (Purwaningsih,1995).

Limbah padat crustacea (kulit, kepala, kaki) merupakan salah satu masalah yang

harus dihadapi oleh pabrik pengolahan krustacea. Selama ini limbah tersebut

dikeringkan dan dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau pupuk denagn nilai yang

rendah. Mengolahnya menjadi kitin atau chitosan akan memberikan nilai tambah

yang cukup tinggi.

Sebagian besar rajungan diekspor dalam bentuk rajungan beku tanpa kepala

dan kulit. Produksi rajungan yang diekspor pada tahun 1993 sebanyak 422,724 ton

dalam bentuk tanpa kepala dan kulit, sedangkan yang dikonsumsi dalam negeri

diperkirakan lebih banyak. Dengan demikian, jumlah hasila samping produksi yang

berupa kepala, kulit, ekor, maupun kaki rajungan yang umumnya 25-50% dari

berat, sangat berlimpah. Hasil samping ini, di Indonesia belum banyak digunakan

sehibngga hanya menjadi limbah yang mengganggu lingkungan, terutama pengaruh

pada bau yang tidak sedap dan pencemaran air (kandungan BOD5, COD, dan TSS

perairan di sekitar pabrik cukup tinggi). Melalui pendekatan teknologi yang tepat,

potensi limbah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi polisakarida (polisaccharide),

di mana di dalamnya termasuk chitin [(C8H13NO5)n], chitin ini dapat diolah lebih

lanjut menjadi chitosan [(999C6H11NO4)] dan glukosamine (C6H13NO5). Ketiga

produksi ini mempunyai sifat mudah terurai dan tidak mempunyai Chitin &

Chitosan.

Secara umum, cangkang kulit udang mengandung protein 34,9 %, mineral

CaCO3 27,6 %, chitin 18,1 %, dan komponen lain seperti zat terlarut, lemak dan

protein tercerna sebesar 19,4 % (Suhardi, 1992). Chitin  merupakan polisakarida

yang bersifat non toxic(tidak beracun) dan biodegradable sehingga chitin banyak

dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Lebih lanjut chitin dapat mengalami proses

deasetilasi menghasilkan chitosan.

Formalin merupakan bahan kimia  beracun  yang  selama ini banyak

digunakan sebagai pengawet pada bahan makanan. Diperlukan suatu pengawet

alami yang tidak beracun, tidak berbahaya bagi kesehatan, dan mudah terurai

(biodegradable). Selama ini limbah kulit udang hanya dimanfaatkan untuk pakan

2

Page 3: LAPORAN tetap chitosan

ternak atau untuk industri makanan seperti pembuatan kerupuk udang. Limbah kulit

udang dapat diolah untuk pembuatan chitin yang dapat diproses lebih lanjut

menghasilkan chitosan yang memiliki banyak manfaat dalam bidang industri,

antara lain adalah sebagai pengawet makanan yang tidak berbahaya (non toksid)

pengganti formalin. Chitosan adalah bahan alami yang direkomendasikan untuk

digunakan sebagai pengawet makanan karena tidak beracun dan aman bagi

kesehatan.

3.2 Chitosan

Khitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan

kopopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, tidak berbau.

Chitosan merupakan produk diasetilasi kitin melalui proses kimia menggunakan

enzim kitin diacetilase (Rismana,2001). Chitosan (CS), derivat deasetilasi dari

chitin terdiri atas satuan-satuan glukosamine yang terpolimerisasi oleh rantai ß-1,4-

glikosidic (Simunek et al,2006). Chitosan (poli-ß-1,4-glucosamine) disiapkan

secara komersial dengan deasetilase basa kitin yang didapat dari eksoskeleton

crustacea laut, chitosan mempunyai nilai pKa kiira-kira 6,3 pada nilai pH lebih

rendah, molekulnya bersifat kation karena protonasi dari grup amino. Laporan

selanjutnya, terindikasikan bahwa ketika chitosan dilarutkan dalam garam, air

suling, atau media labolatorium, menunjukkan aktivitas antimikrobial melawan

strain-strain berfilamen dari fungi, yeast, bakteri (Rhoades and Roller,2000).

Chitosan (poly-β-1,4-glucosamine) adalah serat alami yang dibuat dari kulit

udang/rajungan dengan struktur molekul menyerupai selulosa (serat pada sayuran

dan buah-buahan) bedanya terletak pada gugus rantai C-2, dimana gugus hidroksi

(OH) pada C-2 digantikan oleh gugus amina (NH2).

Gambar 3.1. Struktur Molekul Chitosan

Chitosan adalah produk alamiah yang merupakan turunan dari polisakarida

chitin. Pada chitosan terdapat gugus aktif yang berikatan dengan mikroba, sehingga

chitosan mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Chitosan juga dapat

3

Page 4: LAPORAN tetap chitosan

digunakan sebagai pengawet alami yang dapat melapisi (coating) agar kandungan

bahan makanan tidak keluar. Chitosan yaitu chitin yang telah dihilangkan gugus

asetilnya dengan menggunakan basa pekat sehingga bahan ini merupakan polimer

D-glukosamin yang mampu berikatan dengan protein. Pemberian chitosan yang

tinggi meningkatkan kadar protein di dalam bahan, hal ini disebabkan oleh

kemampuan chitosan berikatan dengan asam amino sehingga terjadi perubahaan

pada strukrur asam amino itu sendiri. Naiknya kadar protein disebabkan karena

molekul chitosan memiliki gugus N yang sama dengan protein sehingga chitosan

mampu berikatan dan membentuk senyawa asam amino yang banyak. Kemampuan

chitosan yang dapat mengabsorbsi air, sehingga kadar air menurun yang dapat

meningkatkan pengawetan bahan. Pengikatan air mengakibatkan menurunnya

aktivitas mikroba karena mikroba tidak dapat menggunakan air pada bahan

makanan sehingga pertumbuhannya terhambat. Pemberian chitosin pada bahan

pangan dapat meningkatakna kadar protein, kadar lemak sebaliknya kadar air

mengalami penurunan.

Menurut Hardjito (2001) bahwa karena memiliki gugus aktif yang akan

berikatan denagn mikroba, maka chitosan juga mampu menghambat pertmbuhan

mikroba. Menurut Rismana (2001) multiguna chitosan tidak terlepas dari sifat

alaminya, sifat alami tersebut dapat dibagi menjadi dua sifat besar, yaitu sifat kimia

dan sifat biologi.

Sifat kimia chitosan sama dengan kitin tetapi yang khas antara lain :

1) Merupakan polimer poliamin berbentuk linier.

2) Mempunyai gugus amino aktif.

3) Mempunyai kemampuan mengikat beberapa logam.

4) Mempunyai sifat beracun, sehingga sangat ramah terhadap lingkungan (Sopiah

dan Prayitno,2002).

Sifat biologi chitosan antara lain :

1) Bersifat biokompatibel, artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak

mempunyai akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah

diuraikan oleh mikroba (biodegradable).

2) Dapat berikatan dengan sel mamalia dan sel mikroba secara agresif.

3) Mampu meningkatkan pembentkan tulang.

4

Page 5: LAPORAN tetap chitosan

4) Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol.

5) Bersifat sebagai depresan pada sistem syaraf pusat.

Berdasarkan kedua sifat tersebut maka chitosan mempunyai sifat fisik khas, yaitu

mudah dibentk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran, dan serat yang sangat

bermanfaat dalam aplikasinya.

3.3. Prinsip dan Proses Pembuatan Chitosan

Chitosan merupakan turunan dari chitin yang dideasetilasi dapat larut dalam

larutan asam seperti asam asetat atau asam format. Isolasi secara tradisional chitin

dari limbah udang melewati tiga tahapan yaitu demineralisasi, deproteinase dan

dekolorisasi. Tiga tahapan tersebut merupakan standard prosedur pada pembuatan

chitosan. Aplikasi chitosan sudah dilakukan di berbagai bidang, mulai dari

manajemen limbah, pembuatan makanan, obat-obatan dan bioteknologi. Dan

chitosan juga dapat diaplikasikan pada industri farmasi dan kosmetika karena sifat

biodegradabilitas dan biocompabilitas serta kemampuan toksik atau racun rendah.

Proses pembuatan chitosan biasanya melalui beberapa tahapan yakni

pengeringan bahan baku mentah chitosan (ranjungan), pengilingan, penyaringan,

deproteinasi, pencucian dan penyaringan, deminarisasi (penghilangan mineral Ca),

pencucian, deasilitilisasi, pengeringan dan akhirnya terbentuklah produk akhir

berupa chitosan.

Pada tahap persiapan, limbah kulit udang dicuci dengan air lalu dikeringkan

di dalam oven dengan temperatur 65oC selama 4 jam. Setelah kering, kulit udang

dihancurkan di dalam grinder dan diayak untuk mendapatkan bubuk dengan ukuran

mesh 50. Kulit udang yang ukurannya melebihi mesh 50 akan dimasukkan kembali

ke dalam grinder.

Ekstraksi kitin umumnya melalui tahapan penggilingan, deproteinasi,

demineralisasi, pengeringan, dan pembubukan, sedangkan chitosan diperoleh

dengan penbambahan alkali kuat terhadap kitin pada suhu tinggi.

Adapun teknologi pengolahan kitin dan chitosan dilakukan melalui beberapa tahap,

yaitu :

1. Demineralisasi

Limbah cangkang udang dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di

bawah sinar matahari sampaikering, kemudian dicuci di dalam air panas dua kali

5

Page 6: LAPORAN tetap chitosan

lalu direbus selama 10 menit. Tiriskan dan keringkan. Bahan yang sudah kering lalu

digiling samapi menjadi serbuk ukuran 40-60 mesh. Kemudian dicampur asam

klorida 1N (HCl 1N) denagn perbandingan 10:1 untuk pelarut dibandingkan dengan

kulit udang, lalu diaduk merata sekitar 1 jam. Biarkan sebentar, kemudian panaskan

pada suhu 90oC selama 1 jam. Residu berupa padatan dicuci denagn air sampai pH

netral dan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama 24 jam atau

dijemur sampai kering.

2. Deproteinasi

Limbah udang yang telah dimineralisasi dicampur denagn larutan sodium

hidroksida 3,5% (NaOH 3,5%) dengan perbandingna antara pelarut dan cangkang

udang 6:1. Aduk sampai merata sekitar 1 jam. Selanjutnya biarkan sebentar, lalu

dipanaskan pada suhu 90oC selama 1jam. Larutan lalu disaring dan didinginkan

sehinggadiperoleh residu padatan yang kemudian dicuci denagn air samapai pH

netral dan dikeringkan pada suhu 80oC selama 24 jam atau dijemur sampai kering.

3. Deasetilasi kitin menjadi chitosan.

Chitosan dibuat dengan menambahkan sodium hidroksida (NaOH) 50%

denagn perbandingan 20:1 (pelarut dibanding kitin). Aduk sampai merata selama 1

jam dan biarkan sekitar 30 menit, lalu dipanaskan selama 90 menit denagn suhu

140oC. Larutan kemudian disaring untuk mendapatkan residu berupa padatan, lalu

dilakukan pencucian denagn air sampai pH netral, kemudian dikeringkan denagn

oven suhu 70oC selama 24jam atau dijemur sampai kering. Bentuk akhir chitosan

bisa berbentuk serbuk maupun serpihan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum pembuatan Chitosan

diperoleh pada konsentrasi NaOH 4%,  suhu 700C, dan waktu 100 menit (proses

deproteinasi), dan konsentrasi 3,5 N, suhu kamar, dan waktu 30 menit (proses

demineralisasi). Hasil larutan chitosan yang diperoleh bagus untuk digunakan pada

pengawetan bakso, mie, dan tahu (tahan 3 hari), sedangkan untuk pengawetan ikan

kurang baik (tahan 8-9 jam).

3.4. Kelebihan dan Kekurangan Chitosan.

Berdasarkan sifat-sifat biologi dan kimianya, maka khitosan mempunyai sifat

fisik khas, yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran, dan

serat yang sangat bermanfaat aplikasinya. Tidak seperti serat lam lain, chitosan

6

Page 7: LAPORAN tetap chitosan

mempunyai sifat unik, karena memberikan daya pengikat lemak yang sanagt tinggi.

Pada kondisi normal chitosan mampu menyerap 4 - 5 kali lemak dibandingkan serat

lain (Rismana,2001). Menurut Prasetiyo (2006) dari segi ekonomi, pemanfaatan

khitin dari limbah cangkang udang untuk bahan utama dan bahan pendukung dalam

berbagai bidang dan industri sangat menguntungkan karena bahan bakunya berupa

limbah berasal dari sumber daya lokal (local content).

Khitosan merupakan polisakarida yang unik dan telah secara luas digunakan

dalam bermacam aplikasi biomedis disebabkan kemudah cocokannya dengan unsur

makhluk hidup, toxicitasnya rendah, mudah diuraikan, tidak bersifat imunogenik,

dan sifatnya non-karsinogenik (Irawan,2007). Kelebihan dan kekurangan khitosan

menurut Kusumawati (2006) bahwa karena sifatnya yang dapat menarik lemak,

chitosan banyak dibuat untuk tablet/pil penurun berat badan. Chitosan dapat

menyyerap lemak dalam tubuh dengan cukup baik. Dalam kondisi optimal, chitosan

dapat menyerap lemak sejumlah 4-5 kali berat chitosan. Beberapa penelitian telah

berhasil membuktikan bahwa chitosan dapat menurunkan kolesterol tanpa

menimbulkan efek samping. Hanya satu saja yang harus diperhatikan, konsumsi

chitosan harus tetap terkontrol, karena chitosan juga dapat menyerap mineral

kalsium dan vitamin yang ada di dalam tubuh. Selain itu, orang yang biasanya

mengalami alergi terhadap makanan laut sebaiknya menghindari dari

mengkonsumsi tablet/pil chitosan.

Namun, sebaik-baiknya produk buatan manusia, pasti masih ada

kekurangannya. Menurut ibu Dr. Endang Sri Heruwati yang juga seorang peneliti

dari FPIK-IPB, chitosan kurang efektif untuk mengawetkan ikan segar. Selain itu,

chitosan tidak memiliki fungsi mengenyalkan, seperti yang dimiliki oleh formalin.

Tapi tidak perlu berpikir untuk kembali pada formalin, karena masalah ini juga ada

jalan keluar yang lebih aman dan ekonomis. Untuk mengawetkan ikan segar,

sebaiknya digunakan buah picung. Dari hasil penelitian, buah picung dapat

mengawetkan ikan segar selama enam hari tanpa mengurangi mutunya. Sedangkan

untuk mengenyalkan, ada lagi produk bernama karagenan yang terbuat dari rumput

laut, yang banyak dibudidayakan di Indonesia.

Maka, dapat disimpulkan bahwa chitosan merupakan bahan pengawet alami

penolong bagi kelangsungan industri kecil di Indonesia, sekaligus bermanfaat untuk

7

Page 8: LAPORAN tetap chitosan

keamanan pangan Indonesia. Munculnya fenomena penggunaan pengawet mayat

ini seharusnya membuat kita sama-sama sadar, inilah dampak dari kebobrokan

ekonomi dan mental bangsa kita. Sekarang baru penggunaan formalin yang terkuak,

padahal masih banyak penggunaan bahan berbahaya lainnya dalam makanan yang

belum terungkap, seperti penggunaan pewarna, perasa, dan lain-lain.

3.5 Manfaat Chitosan

Chitosan mempunyai kegunaan yang sangat luas, tercatat sekitar 200 jenis

penggunaannya, dari industri pangan, bioteknologi, farmasi, dan kedokteran, serta

lingkungan. Di industri penjernihan air, kitin telah banyak dikenal sebagai bahan

penjernih. Kitin juga banyak digunakan di dunia farmasi dan kosmetik, misalnya

sebagai penurun kadar kolesterol darah, mempercepat penyembuhan luka, dan

pelindung kulit dari kelembaban.

Sifat chitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorbsi

lemak, penurun kolesterol, pelangsing tubuh, atau pencegahan penyakit lainnya.

Chitosan bersifat tidak dapat dicernakan dan tidak diabsorbsi tubuh, sehinga lemak

dan kolesterol makanan terikat menjadi bentuk non absorbsi yang tak berkalori.

Sifat khas chitosan yang lain adalah kemampuannya untuk menurunkan kandungan

LDL kolesterol sekaligus mendorong meningkatkan HDL kolesterol dalam serm

darah. Peneliti Jepang menjuluki chitosan sebagai suatu senyawa yang

menunjukkan zat hipokolesterolmik yang sanagt efektif. Dengan kata lain, chitosan

mampu menurunkan tingkat kolesterol dalam serum denagn efektif dan tanpa

menimbulkan efek samping (Rismana,2001).

Beberapa tahun yang lalu, chitosan dan beberapa tipe modifikasinya

dilaporkan penggunaannya untuk aplikasi biomedis, seperti artificial skin,

penembuh luka, anti koagulan, jahitan pada luka (suuture), obat-obatan, bahan

vaksin, dan dietary fiber. Baru-baru ini, penggunaan chitosan dan derivatnya telah

diterima banyak perhatian sebagai tempat penggantungan sementara untuk proses

mineralisai, atau pembentukan tulang stimulin endokrin (Irawan,2007).

Pada penelitian yang dilakukan Handayani (2004) menunjukkan bahwa chitin

dan chitosan dapat digunakan sebagai bahan koagulasi pada sari buah tomat. Untuk

penggunaan chitin dan chitosan sebagai bahan koagulasi pada sari buah tomat

menunjukkan bahwa chitin dan chitosan dapat digunakan sebagai bahan koagulasi,

8

Page 9: LAPORAN tetap chitosan

ditandai dengan uji vitamin C, viskositas, pH, dan TPT yang menunjukkan hasil

yang tidak berbeda jauh dengan bahan koagulasi yang umum digunakan pada sari

buah tomat. Chitosan choating telah terbukti meminimalisasi oksidasi, ditunjukkan

oleh angka peroksida, perubahan warna, dan jumlah mikroba pada sampel

(Yingyuad et al, 2006).

1. Manfaat Chitosan pada Bidang Makanan

Chitosan dapat meningkatkan daya awet berbagai produk pangan seperti bakso,

sosis, nuget, jus buah/sayur, tahu, ikan asin, mi basah, produk olahan ikan, buah-

buahan, mayonise, dodol, dll karena memiliki aktifitas antimikroba dan antioksidan

serta penggunaan chitosan pada produk pangan dapat menghindarkan konsumen

dari kemungkinan terjangkit penyakit typhus, karena chitosan dapat menghambat

pertumbuhan berbagai mikroba patogen penyebab penyakit typhus

seperti Salmonella enterica, S. enterica var. Paratyphi-A dan S. enterica var.

Paratyphi-B

2. Manfaat Chitosan pada Bidang Kesehatan

Chitosan pada kesehatan juga dapat digunakan sebagai;

a) Penghambat perbanyakan sel kanker lambung manusia dan meningkatkan daya

tahan tubuh.

b) Chitosan dapat mengikat lemak dan menghambat penyerapan lemak oleh tubuh

dan mengurangi ldl yang dikenal oleh masyarakat sebagai kolesterol jahat

sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol darah secara efektif dan aman,

tanpa efek samping. Hal ini disebabkan karena chitosan dapat menjerat lemak

(fat absorber) dan mengeluarkannya bersama kotoran karena chitosan sebagai

serat tidak dapat dicerna oleh tubuh, sehingga penggunaan chitosan akan

mengurangi resiko terkena kolesterol tinggi.

c) Chitosan dapat mengurangi beban kerja liver (hati) dan mengurangi tekanan

kerja organ tubuh lain akibat adanya lemak yang berlebihan juga membantu

mengontrol tingkat asam urat sehingga terhindar dari penyakit encok dan batu

ginjal.

d) Chitosan dapat juga digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka dan

kerusakan tulang.

9

Page 10: LAPORAN tetap chitosan

e) Chitosan dapat menghindarkan konsumen dari kemungkinan terjangkit penyakit

typhus, karena chitosan dapat menghambat pertumbuhan berbagai mikroba

patogen penyebab penyakit typhus seperti salmonella enterica, S. enterica var.

Paratyphi-A dan S. enterica var. Paratyphi-B.

3. Manfaat Chitosan pada Bidang Kecantikan

Chitosan pada bidang kosmetika juga dimanfaatkan sebagai pelembab, antioksidan,

tabir surya pada produk kosmetik.

Chitosan telah mendapatkan persetujuan dari BPOM No. HK.00.05.52.6581

untuk digunakan dalam produk pangan. Di Amerika chitosan telah mendapat

pengesahan sebagai produk GRAS (Generally Recognised As Safe) oleh FDA.

Selain aman chitosan yang diproduksi oleh PT. Araminta Sidhakarya juga telah

mendapatkan sertifikat halal dari LPPOM-MUI No. 00170043490307 (sebagai

pengawet) dan 00170043510307 (sebagai pelapis). Chitosan mempunyai sifat

antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari kitin. Jika chitosan ditambahkan pada

tanah, maka akan menstimulir pertumbuhan mikrobia mikrobia yang dapat

mengurai jamur. Selain itu chitosan juga dapat disemprotkan langsung pada

tanaman. Sifat kitin dan chitosan dapat mengikatair dan lemak. Karena sifatnya

yang dapat bereaksi dengan asam-asam seperti polifenol, maka chitosan sangat

cocok untuk menurunkan kadar asam pada buah-buahan, sayuran dan ekstrak kopi.

Chitosan mempunyai sifat polikationik, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai

agensia penggumpal. 

3.6 Pekembangan Chitosan di Indonesia

Indonesia merupakan negara maritim dengan dua per tiga wilayahnya terdiri

dari perairan. Dengan luas seperti itu, Indonesia sebagai negara maritim sangat

berpotensi menghasilkan devisa. Salah satu devisa terbesar negara ini adalah udang

dan hingga saat ini devisa terbesar di Indonesia adalah udang. Udang memiliki nilai

ekonomi yang tinggi. Sebagai salah satu contohnya adalah chitosan.

Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penerapan  teknologi  pembuatan

chitosan di Indonesia adalah melakukan penelitian optimasi   proses deproteinasi 

dan demineralisasi untuk memperoleh produk intermediate kitin yang murni,

sehingga dihasilkan produk chitosan dengan kuantitas dan  kualitas produk yang

10

Page 11: LAPORAN tetap chitosan

memenuhi standart internasional, menyusun prosedur / langkah baku untuk

operasi / proses.

IV. ALAT DAN BAHAN

4.1. Alat

1. Water bath

2. Neraca analitis

3. Corong dan kertas saring

4. Beker gelas

5. pH meter

6. Pipet tetes

7. Oven

8. Spatula

4.2. Bahan

1. Kulit udang

2. HCl

3. NaOH

4. Aquadest

V. PROSEDUR PERCOBAAN

1. Pisahkan udang dan kulitnya kemudian cuci bersih dan keringkan.

2. Gerus sampai halus kulit udang yang telah dikeringkan tadi hingga menjadi

bubuk atau powder.

3. Timbang bubuk kulit udang sebanyak 5 gr, dicampur dengan 300 ml aquadest.

4. Kemudian masukkan HCl sebanyak 3 tetes, selanjutnya larutan kulit udang tadi

dipanaskan selama 2 menit, diamkan sebentar.

11

Page 12: LAPORAN tetap chitosan

5. Larutan tadi disaring dengan kertas saring, slurry kulit udang dimasukkan dalam

beker gelas kemudian dicuci serta disaring kembali.

6. Hasil saringan ini dicampur kembali dengan 300 aquadest, direbus selama 2

menit, kemudian saring kembali.

7. Hasil saringan ditetesi NaOH sebanyak 3 tetes, selanjutnya diukur pH dengan

menggunakan pH meter.

8. Langkah terakhir larutan disaring kembali dan dikeringkan.

VI. HASIL PENGAMATAN

Pembuatan chitosan ini menggunakan bahan baku berupa kulit udang yang

sudah dihaluskan terlebih dahulu. Berat kulit udang halus yang digunakan sebanyak

5 gram lalu ditambah aquadest sebanyak 300 ml. Campuran ini ditambahkan zat

kimia berupa HCl dan kemudian dipanaskan selama 2 menit. Setelah dilakukan

penyaringan, produk dikeringkan dalam oven selama 24 jam. Massa chitosan yang

diperoleh pada percobaan ini adalah 3,8 gram.

Massa Kulit

Udang

Massa awal: 5 gram Massa akhir: 3.8 gram

Warna

Larutan

Saat ditetesi HCl:

Keruh

Saat dicampurkan NaOH:

Lebih bening dari

sebelumnya

Warna

Sampel

Sebelum Proses:

Orange

Setelah Proses:

Putih Pucat

pH Slurry Setelah dicampur HCl:

pH = 7

Setelah dicampur NaOH:

pH = 8

Gambar Sebelum diproses: Setelah diproses:

12

Page 13: LAPORAN tetap chitosan

VII. PEMBAHASAN

Percobaan pembuatan chitosan kali ini menggunakan bahan baku berupa kulit

udang yang telah dikeringkan. Tujuan pengeringan ini adalah untuk mengurangi

bau amis dari kulit udah tersebut dan mempermudah dalam proses pembuatan

chitosan tersebut. Pemilihan kulit udang sebagai bahan baku karena kulit udang

mudah didapat dibandingkan dengan kulit kepiting yang juga mengandung kitin.

Bagian kulit ini dipilih karena kandungan kitin lebih banyak dibandingkan dengan

bagian tubuh yang lainnya. Kulit udang yang akan diproses dihaluskan terlebih

dahulu. Tujuannya adalah agar kitin dalam kulit udang dapat dengan mudah

bereaksi dengan zat kimia yang digunakan (praktikum kali ini menggunakan HCl

dan NaOH), dengan dilakukannya penghalusan, maka permukaan kulit udang akan

lebih kecil sehingga memudahkan zat kitin untuk larut bersama HCl dan NaOH.

Kulit udang sebanyak 5 gram ditambahkan aquadest sebanyak 300 ml. Meskipun

dicampurkan, kedua bahan ini tidak saling melarut. Pelarutan chitin sebenarnya

tergantung dari konsentrasi asam mineral dan temperatur. Karena itulah, pada saat

proses pemanasan temperaturnya tidak terlalu tinggi dan campuran tidak boleh

diaduk terlalu sering karena dikhawatirkan akan membuat kandungan chitin terlarut

dalam aquadest. Pemanasan pun hanya dilakukan selama 2 menit. Setelah

dipanaskan, larutan ini disaring. Slurry kulit udang kemudian diukur pH-nya. Dari

pengukuran pH slurry didapatlah pH sebesar 7. Slurry ini seharusnya ditambah

aqudest, dipanaskan lagi, dan disaring. Kemudian slurry kulit udang diukur pH-nya

agar menjadi basa dengan ditambah NaOH hingga pH-nya menjadi basa. Lalu

perlakuan selanjutnya sama dengan perlakuan sebelumnya. Terakhir, setelah

13

Page 14: LAPORAN tetap chitosan

disaring chitosan yang diperoleh dikeringkan dalam oven. Namun, karena waktu

praktikum yang kurang karena penggilingan kulit udang yang memakan waktu

lama, maka proses penambahan NaOH tidak kami lakukan.

Chitosan dalam bentuk powder telah diperoleh, namun apakah bubuk kering

itu murni chitosan atau masih terkandung zat lainnya selain chitosan, hal itu masih

diragukan. Karena dalam percobaan pembuatan chitosan ini tidak diketahui

parameter kimia zat chitosan. Chitosan kering yang kami peroleh yaitu sebanyak

3,8 gram. Padahal bahan baku yang kami gunakan sebanyak 5 gram. Artinya,

terdapat sebanyak 2,2 gram sampel awal yang telah hilang atau terbuang.

Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh beberapa faktor seperti: adanya kulit

udang yang larut dalam aquadest dan proses pencucian yang tidak bersih. Bisa juga

dikarenakan banyak serbuk kulit udang yang terbawa pada saat pencucian maupun

penyaringan menggunakan kertas saring. Hal ini bisa dilihat pada kertas saring

dimana masih begitu banyak slurry udang yang tak bisa diambil dan masih

tertinggal.

Sebagaimana kita ketahui, ada tiga proses utama dalam pembuatan Chitosan

dari Chitin. Yaitu demineralisasi, deproteinasi dan terakhir adalah de-asetilasi.

Bahan-bahan tadi kemudian dihilangkan mineralnya (demineralisasi) dengan cara

dimasak pada pH asam. Karena Organisme laut itu sangat kaya akan mineral

makanya harus dihilangkan terlebih dahulu kandungan mineralnya. Untuk itulah

pada praktikum ini kita tambahkan senyawa asam pekat berupa asam klorida (HCl).

Mengapa harus digunakan HCl pada proses ini, karena HCl adalah asam kuat yang

tergolong asam mineral. Sehingga akan lebih mudah menyerap kandungan mineral

yang terdapat pada kulit udang. Selain itu akan terjadi reaksi ionik antara mineral

seperti Ca dan ion Cl- pada HCl.

Proses selanjutnya ialah dihilangkan proteinnya (deproteinasi) dengan

dimasak pada tempat yang sama pada pH basa. Untuk itulah pada praktikum ini kita

tambahkan senyawa basa kuat berupa Natrium Hidroksida (NaOH). Hasilnya,

diperoleh bahan yang disebut dengan chitin murni yang nanti akan dimanfaatkan

untuk proses selanjutnya.

Proses berikutnya (terakhir) adalah deasetilasi. Proses ini diperlukan karena

di dalam struktur chitin, terdapat gugus asetil. Gugus ini harus dibuang dan

14

Page 15: LAPORAN tetap chitosan

digantikan dengan gugus NH2, juga pada proses basa, tapi jauh lebih kuat dari basa

pada proses penghilangan protein. Setelah deasetilasi, jadilah chitosan dalam

bentuk bubur. Bubur ini tinggal dicuci dan dikeringkan dalam oven selama sehari

semalam. Tujuannya agar chitosan yang didapat benar-benar murni dan tidak

terkandung lagi air serta impurities lainnya. Tahapan–tahapan seperti inilah yang

bisanya dilakukan dalam proses pengolahan chitosan. Chitosan sangat berpotensi

untuk dijadikan sebagai bahan antimikroba, karena mengandung enzim lysosim dan

gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.

Chitosan yang diperoleh berupa bubuk yang dapat langsung digunakan sebagai

pengawet alami.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII.1.Kesimpulan

1. Dipilih kulit udang sebagai bahan baku pembuatan chitosan, karena banyak

terkandung senyawa chitin didalamnya daripada bahan baku lain.

2. Ada tiga proses utama pembuatan chitosan dari chitin, yaitu tahap demineralisasi

(penghilangan mineral), deproteinasi (penghilangan protein), dan penghilang

gugus asetil (deasetilasi).

3. Selama proses pencampuran kulit udang dengan aquadest, perlu diperhatikan

konsentrasi asam mineral yang digunakan serta temperatur pemanasan. Hal ini

penting agar kulit udang tidak larut dalam aquadest.

4. Sebaiknya pada saat pemanasan, larutan chitosan jangan terlalu lama diaduk

Karena dikhawatirkan bisa melarutkan chitosan di dalam air sehingga

mengurangi jumlah produk akhir.

5. Pembuatan chitosan selanjutnya sebaiknya memperhatikan ukuran sampel awal

(harus dalam bentuk powder), temperature pemanasan yang tidak lebih dari 100 oC, lama pemanasan yang tidak lebih dari 5 menit, banyaknya HCl dan NaOH

yang ditambahkan, dan ketepatan dalam penyaringan dan pengeringan produk.

6. Dipilih HCl dalam proses demineralisasi karena merupakan asam kuat yang

tergolong asam mineral, sehingga mempermudah dalam proses penghilangan

kadar mineral.

VIII.2. Saran

15

Page 16: LAPORAN tetap chitosan

Pada praktikum ini sebaiknya diperlukan efisiensi waktu karena dibutuhkan

waktu pengolahan yang cukup lama. Ketelitian dalam penambahan HCl pada

proses demineralisasi sangat diperlukan karena HCl yang kami tambahkan pada

larutan mungkin terlalu banyak, sehingga Ph yang seharusnya dikondisikan asam,

tetapi yang kami dapat netral.

Lampiran Gambar

Neraca Hot Plate

Kertas Saring Beker Gelas Corong Plastik

16

Page 17: LAPORAN tetap chitosan

Erlenmeyer pH Indikator

17