laporan tim kunjungan kerja komisi xi dpr ri...
TRANSCRIPT
1
LAPORAN TIM KUNJUNGAN KERJA KOMISI XI DPR RI
RESES MASA PERSIDANGAN V TAHUN SIDANG 2015 - 2016
KE PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
1 – 5 AGUSTUS 2016
I. PENDAHULUAN
Dalam Reses Masa Persidangan V Tahun Sidang 2015-2016, Komisi XI DPR RI melaksanakan Kunjungan
Kerja ke Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Tanggal 1 – 5 Agustus 2016. Sesuai dengan ruang
lingkup tugasnya dibidang keuangan, perencanaan pembangunan nasional dan perbankan, Kunjungan Kerja
Komisi XI DPR RI ini dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan atas pelaksanaan tugas
Pemerintah Daerah serta instansi-instansi Pemerintah Pusat dan mitra kerja Komisi XI DPR RI yang ada di
daerah.
Sebagaimana kita ketahui, kinerja perekonomian nasional menghadapi tekanan seiring pelemahan ekonomi
global serta berbagai tantangan yang dihadapi perekonomian domestik. Pada tahun 2015, pertumbuhan
ekonomi Indonesia mencapai 4,8 persen (yoy) yang ditopang oleh sektor konsumsi rumah tangga, belanja
pemerintah dan investasi. Pada tahun 2016, perekonomian domestik diperkirakan mengalami peningkatan
terutama didorong oleh meningkatnya alokasi belanja infrastruktur pemerintah yang mendorong
keberlanjutan pembangunan infrastruktur baik dari pemerintah maupun swasta.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) NTB yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB pada triwulan I 2016 lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi NTB Triwulan I tahun 2016 tumbuh melambat sebesar 9,97%
(yoy) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 11,98% (yoy). Hal ini tidak terlepas dari
tren sektor pertambangan yang terus menurun seiring terbatasnya kuota ekspor hasil tambang yang
diberikan dalam triwulan I 2016.
2
Perlambatan ekonomi Provinsi NTB juga disebabkan sektor pertanian yang tumbuh negatif sebagai dampak
mundurnya musim panen. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi non tambang pada triwulan I 2016
mengalami peningkatan karena menguatnya sektor perdagangan dan sektor-sektor ekonomi penunjang
pariwisata.
Dalam kunjungan kerja Komisi XI DPR RI bermaksud mendapatkan data dan informasi terkini guna
mengetahui gambaran yang lebih jelas mengenai pelaksanaan tugas Pemerintah Daerah dan instansi-
instansi Pemerintah Pusat yang ada di daerah serta permasalahan-permasalahan yang dihadapi.
Selain itu, sesuai dengan ruang lingkup tugas khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan
negara dan perencanaan pembangunan, Komisi XI DPR RI ingin mendapat data dan informasi mengenai
rencana pembangunan terutama Rencana Kerja Pemerintah Daerah dalam APBD, capaian kinerja
pembangunan, laporan keuangan pemerintah daerah, serta data statistik terkait kondisi sosial dan ekonomi
serta kinerja perbankan dan lembaga keuangan lainnya di Provinsi NTB.
Dalam Nota Keuangan RAPBN-P Tahun 2016, pendapatan negara diperkirakan mengalami penurunan
sebesar Rp88.045,0 miliar dari APBN Tahun 2016. Penerimaan perpajakan juga diperkirakan turun sebesar
Rp19.550,9 miliar dari APBN Tahun 2016 menjadi sebesar Rp1.527.113,8 miliar yang terutama berasal dari
turunnya penerimaan PPh migas dan PPN.
Dalam kunjungan kerja yang dilakukan, Komisi XI DPR RI juga bermaksud mendapatkan informasi terkait
dengan upaya pencapaian target serta optimalisasi yang sudah dan akan dilakukan oleh Kanwil Kementerian
Keuangan Provinsi Nusa Tenggara Barat agar target penerimaan perpajakan yang sudah ditetapkan dapat
tercapai. Selain hal-hal yang telah diuraikan diatas, Kunjungan Kerja yang dilakukan juga bertujuan untuk
mengetahui permasalahan terkait Penagihan Piutang Negara, Pendapatan Negara Bukan, Realisasi
Pengelolaan dan Penyerapan Anggaran di Kanwil Kementerian Keuangan, Optimalisasi Pengelolaan Aset
Negara, Hasil audit BPK terhadap laporan keuangan Pemerintahan Daerah, hasil pengawasan dan temuan
yang dilakukan oleh BPKP, serta Data statistik kondisi sosial ekonomi masyarakat Provinsi Nusa Tenggara
Barat.
Terkait dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak,
Komisi XI DPR RI juga ingin mendapatkan gambaran dan informasi secara jelas mengenai kesiapan
pelaksanaan Undang-Undang tersebut di Provinsi NTB. Selain itu juga ingin mendapatkan
masukan/saran/pendapat terkait pelaksanaan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak untuk dapat
diteruskan dalam Rapat-Rapat Kerja dengan Menteri Keuangan.
3
Susunan keanggotaan Tim Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI ke Provinsi NTB adalah sebagai berikut:
No. No.
Angg Nama Anggota Fraksi Keterangan
1. 365 Ir. H. Soepriyatno F. Gerindra
Ketua Tim
Wakil Ketua Komisi XI
2. 183 Muhammad Prakosa F. PDIP Wakil Ketua Komisi XI/
Anggota
3. 195 Ir. Andreas Eddy Susetyo, MM F. PDIP Wakil Ketua Komisi XI
Anggota
4. 189 Indah Kurnia F. PDIP Anggota
5. 196 Eva Kusuma Sundari F. PDIP Anggota
6. 299 Melchias Markus Mekeng F. PG Anggota
7. 295 H. Andi Achmad Dara, SE F. PG Anggota
8. 287 M. Sarmudji, SE., MSi F. PG Anggota
9. 350 Dr.Ir. H. Kardaya Warnika, D.E.A F. Gerindra Anggota
10. 379 H. Willgo Zainar F. Gerindra Anggota
11. 400 Rooslynda Marpaung F.PD Anggota
12. 480 Mohammad Hatta F. PAN Anggota
13. 74 Dr. Hj. Anna Muawanah F.PKB Anggota
14. 511 Dra. Elviana, MSi F.PPP Anggota
15. 35 Dr. Achmad Hatari, SE., MSi F. NASDEM Anggota
16. 8 dr. Anarulita Muchtar F.NASDEM Anggota
II. INFORMASI DAN TEMUAN
A. PEMERINTAH PROVINSI NTB
1. Postur APBD Provinsi NTB
a) Jumlah pendapatan daerah pada tahun 2013 mencapai Rp2,379 triliun, meningkat sebesar
17,22%. Adapun pada tahun 2015 meningkat menjadi Rp3,448 triliun atau sebesar 23,63%.
Adanya peningkatan pendapatan ini disebabkan oleh adanya kenaikan pada beberapa komponen
pendapatan yaitu:
4
- Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami peningkatan sebesar 29,94% pada tahun 2014
dari Rp858,154 miliar pada tahun 2013 menjadi Rp1,115 triliun pada tahun 2014. Hal yang
sama terjadi pada tahun 2015 yang mengalami peningkatan sebesar 23,10% menjadi Rp1,373
triliun.
- Dana Perimbangan mengalami peningkatan sebesar 12,75% pada tahun 2014 dari Rp1,075
triliun pada tahun 2013 menjadi Rp1,212 triliun pada tahun 2014. Hal yang sama terjadi pada
tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 19,69% menjadi Rp1,451 triliun.
- Lain-lain pendapatan daerah yang sah mengalami peningkatan sebesar 3,56% pada tahun
2014 dari Rp446,396 miliar pada tahun 2013 menjadi Rp462,280 miliar pada tahun 2014. Hal
yang sama terjadi pada tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 35,25% menjadi
Rp625,229 miliar.
b) Jumlah Belanja Daerah pada tahun 2013 mencapai Rp2,375 triliun sedangkan pada tahun 2014
meningkat menjadi Rp2,614 triliun atau meningkat sebesar 8,48%. Adapun pada tahun 2015
meningkat menjadi Rp3,365 triliun atau sebesar 28,72%.
- Belanja Tidal Langsung pada tahun 2013 dialokasikan sebesar Rp1,482 triliun, meningkat
sebesar 5,18% pada tahun 2014 menjadi Rp1,559 triliun, sedangkan pada tahun 2015
meningkat menjadi Rp1,731 triliun atau 11,07%.
- Belanja langsung pada tahun 2013 dialokasikan sebesar Rp892,778 miliar meningkat
sebesar 18,20% pada tahun 2014 menjadi Rp1,055 triliun, sedangkan pada tahun 2015
meningkat menjadi Rp1,633 triliun atau 54,79%.
c) Jumlah pembiayaan daerah pada tahun 2013 mencapai Rp8,505 miliar sedangkan pada tahun
2014 menurun sangat signifikan menjadi Rp-25,971 miliar atau menurun sebesar 405,38%.
Adapun pada tahun 2015 mengalami peningkatan yang sangat signifikan menjadi Rp113,072 miliar
atau sebesar 535,37% dengan rincian sebagai berikut:
- Penerimaan pembiayaan daerah pada tahun 2013 sebesar Rp28,135 miliar menurun
sebesar 50,85% pada tahun 2014 menjadi Rp13,828 miliar, sedangkan pada tahun 2015
meningkat secara signifikan menjadi Rp198,748 miliar atau 1.337,24%.
- Pengeluaran pembiayaan daerah pada tahun 2013 sebesar Rp19,63 miliar meningkat
sebesar 102,75% pada tahun 2014 menjadi Rp39,80 miliar, sedangkan pada tahun 2015
meningkat secara signifikan menjadi Rp85,675 miliar atau 115,26%.
5
2. Realisasi alokasi dana perimbangan dalam 3 (tiga) tahun terakhir
a) Bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak
Jumlah dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak pada tahun 2013 sebesar Rp158,244 miliar
meningkat menjadi Rp177,032 miliar pada tahun 2014 atau naik sebesar 11,87%. Sedangkan pada
tahun 2015 mengalami penurunan menjadi sebesar Rp147,804 miliar atau turun sebesar 16,51%.
b) Dana Alokasi Umum
Jumlah DAU pada tahun 2013 sebesar Rp859,353 miliar, meningkat menjadi Rp980,390 miliar
pada tahun 2014 atau naik sebesar 14,08%. Sedangkan pada tahun 2015 mengalami peningkatan
menjadi sebesar Rp1,088 triliun atau naik sebesar 11,04%.
c) Dana Alokasi Khusus
Jumlah DAK pada tahun 2013 sebesar Rp57,407 miliar, mengalami penurunan menjadi Rp54,663
miliar pada tahun 2014 atau mengalami penurunan sebesar 4,78%. Sedangkan pada tahun 2015
mengalami peningkatan menjadi sebesar Rp214,257 miliar atau naik sebesar 291,96%.
3. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
PAD Provinsi NTB terdiri dari Pendapatan Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Target PAD tahun 2013 sebesar Rp904,5 miliar, meningkat sebesar Rp110,82 miliar atau 13,96% dari
target tahun 2012 yang sebesar Rp793,71 miliar. Sedangkan realisasi PAD pada tahu 2013 sebesar
Rp858,15 miliar atau 94,87% dari target yang ditetapkan.realisasi ini mengalami peningkatan sebesar
Rp112,17 miliar atau 15,03% dari realisasi tahun 2012 sebesar Rp754,97 miliar.
Target PAD tahun 2015 sebesar Rp1,42 triliun, meningkat sebesar Rp226,2 miliar atau 18,94% dari
target tahun 2014 yang sebesar Rp1,19 triliun. Sedangka realisasi PAD tahun 2015 sebesar Rp1,27
triliun atau 96,63% dari target yang ditetapkan. Realisasi ini mengalami peningkatan sebesar Rp257,6
miliar atau 23,10% dari realisasi tahun 2014 yang sebesar Rp1,11 triliun.
Kontribusi PAD terhadap APBD sebagai berikut:
- Tahun 2013 sebesar 32,71%;
- Tahun 2014 sebesar 37,96%; dan
- Tahun 2015 sebesar 37,04%.
Pertumbuhan PAD dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun sebesar 62,51% sementara APBD tumbuh
sebesar 41,29%.
6
4. PDRB Provinsi NTB
a) Kondisi PDRB selama 3 (tiga) tahun terakhir
PDRB ADHB (Atas Dasar Harga Berlaku) Provinsi NTB tahun 2013 dengan tambang sebesar
Rp73,605 triliun, tahun 2014 meningkat menjadi Rp82,247 triliun atau tumbuh sebesar 11,74% dan
tahun 2015 meningkat menjadi Rp102,792 triliun atau tumbuh sebesar 24,98%, sehingga dari
tahun 2013 hingga tahun 2015 meningkat sebesar 39,65%.
Adapun PDRB tanpa tambang tahun 2013 sebesar Rp65,964 triliun, meningkat di tahun 2014
menjadi Rp75,433 triliun atau tumbuh sebesar 14,36% dan tahun 2015 meningkat lagi menjadi
Rp88,424 triliun atau tumbuh sebesar 11,92%. Adapun PDRB tanpa tambang dari tahun 2013
hingga 2015 meningkat sebesar 27,98%.
b) Sektor unggulan
Sektor unggulan Provinsi NTB berdasarkan share terhadap PDRB ADHB dalam 3 (tiga) tahun
terakhir dari 17 sektor terdapat 5 sektor penyumbang dengan kontribusi terbesar, sebagai berikut:
- Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan kontribusi terhadap PDRB ADHB tahun 2013
sebesar 23,82%, tahun 2014 sebesar 23,54% dan 2015 sebesar 20,95%;
- Sektor pertambangan dan penggalian kontribusinya terhadap PDRB ADHB tahun 2013
sebesar 13,39%, tahun 2014 sebesar 11,78% dan tahun 2015 sebesar 20,58%;
- Sektor perdagangan besar dan eceran dan reparasi mobil dan sepeda motor, kontribusinya
terhadap PDRB ADHB tahun 2013 sebesar 13,59%, tahun 2014 sebesar 13,86% dan tahun
2015 sebesar 12,44%.
- Sektor konstruksi kontribusinya terhadap PDRB ADHB tahun 2013 sebesar 9,20%, tahun 2014
sebesar 9,34% dan 2015 sebesar 8,61%;
- Sektor transportasi dan pergudangan kontribusinya terhadap PDRB ADHB tahun 2013
sebesar 7,89%, tahun 2014 sebesar 8,44% dan tahun 2015 sebesar 8,04%.
c) Tingkat pertumbuhan terhadap tingkat kemiskinan dan pengangguran
- Perekonomian Provinsi NTB selalu tumbuh dari tahun 2013 hingga triwulan I tahun 2016. Pada
tahun 2013 dengan tambang, ekonomi tumbuh sebesar 5,69% dan tahun 2015 tumbuh
sebesar 24,98%, sedangkan tanpa tambang tumbuh sebesar 5,40% pada tahun 2013, dan
7
pada tahun 2015 tumbuh 5,62%. Adapun peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I
2016 untuk tambang sebesar 9,97% dan dengan non tambang sebesar 5,68%.
- Tingkat kemiskinan di NTB juga selalu mengalami penurunan dari tahun 2013-2015. Pada
tahun 2013, tingkat kemiskinan sebesar 17,25% dan saat ini tingkat kemiskinan telah
mencapai 16,48%.
- Tingkat pengangguran terbuka juga mengalami penurunan, dimana tahun 2013 sebesar 5,28%
dan saat ini mencapai 3,66%.
- Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat
mengurangi tingkat kemiskinan sebesar 0,77% dan menekan tingkat pengangguran terbuka
sebesar 1,62%.
d) Langkah peningkatan kesejahteraan masyarakat
- Percepatan pengembangan wirausaha dan iklim investasi;
- Percepatan pengembangan agroindustry;
- Pengembangan konektivitas antar wilayah melalui pembangunan infrastruktur jalan, angkutan
laut dan udara, cakupan air bersih serta ketenagalistrikan;
- Membangun komitmen bersama melalui MoU dengan pemerintah kabupaten/kota untuk
menurunkan kemiskinan;
- Melakukan pengendalian inflasi secara intensif melalui TPID;
- Memperluas akses sanitasi dasar dan jaminan kesehatan;
- Pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif;
- Pengembangan lumbung pangan, penganekaragaman konsumsi lokal, pengembangan
komoditi unggulan pijar dan pengembangan industri olahan sumberdaya lokal;
- Meningkatkan pemerataan dan kualitas pendidikan.
5. Investasi di Provinsi NTB
- Besar investasi di NTB untuk PMDN 3 (tiga) tahun terakhir yakni pada tahun 2013 sebesar
Rp1,53 triliun, tahun 2014 sebesar Rp1,35 triliun dan pada tahun 2015 sebesar Rp347 miliar.
- Besar investasi PMA dalam 3 (tiga) tahun terakhir yaitu pada tahun 2013 sebesar Rp3,37
triliun, tahun 2014 sebesar Rp4,87 triliun dan tahun 2015 sebesar Rp9,65 triliun.
- Kebijakan yang telah dilakukan untuk menarik investor antara lain:
8
Menyusun dan menetapkan Perda Provinsi NTB No. 3 Tahun 2015 tentang
Penanaman Modal;
Melakukan evaluasi dan pembenahan terhadap pelayanan terpadu satu pintu (PTSP)
baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota;
Pemantauan dan pembinaan terhadap PMDN dan PMA agar semakin aktif
menyampaikan kegiatan penanaman modal;
Menjalin kerjasama dibidang penanaman modal dengan provinsi lain;
Memfasilitasi penyelesaian masalah perusahaan dengan berkoordinasi dengan
dinas/instansi terkait dalam rangka mendorong terciptanya iklim investasi yang
kondusif.
- Pada periode januari-desember 2015, kontribusi sektor pariwisata dan pertambangan
mendominasi realisasi investasi di Provinsi NTB. Sektor pertambangan/energi/listrik mencatat
realisasi tertinggi sebesar Rp5,051 triliun (50,51%) disusul sektor jasa lainnya Rp2,302 triliun
(23,02%) dan sektor pariwisata Rp2,301 triliun (23,01%). Dibandingkan periode januari-
desember 2014, realisasi investasi tertinggi tercatat pada sektor pariwisata Rp2,003 triliun,
disusul sektor pertambangan Rp1,764 triliun dan jasa lainnya sebesar Rp1,493 triliun.
- Untuk mendukung pertumbuhan investasi di Provinsi NTB dibutuhkan dukungan percepatan
pembangunan infrastruktur dari pemerintah pusat sebagai berikut:
Perpanjangan run way bandara internasional Lombok (BIL);
Revitalisasi pelabuhan Lembar;
Peningkatan ruas jalan penujak-kuta dan kuta-keruak yang merupakan akses ke
kawasan ekonomi khusus Mandalika dan peningkatan ruas jalan-jalan nasional
lainnya;
Penanganan air bersih kawasan Kuta dan sekitarnya;
Ketersediaan jaringan telekomunikasi dan listrik.
B. BADAN PEMERIKSA KEUANGAN PERWAKILAN PROVINSI NTB
1. Pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Ketiga pemeriksaan tersebut juga dilaksanakan oleh BPK
Perwakilan Provinsi NTB terhadap pengelolaan dan tanggungjawab keuangan daerah se-NTB. Setiap
pelaksanaan pemeriksaan menghasilkan Laporan Hasil Pemeriksaan yang berisi temuan dan
9
rekomendasi perbaikan kepada Pemerintah Daerah agar menyelesaikan permasalahan yang ditemui
selama pemeriksaan. Rekomendasi tersebut secara berkala (2 kali setahun) dipantau tindaklanjutnya
oleh BPK Perwakilan Provinsi NTB. Pemantauan tindaklanjut temuan yang terakhir dilaksanakan pada
bulan Juli 2016 menunjukkan bahwa rata-rata enyelesaian tindaklanjut dari pemerintah daerah se-NTB
adalah diatas 80%.
2. Hasil pemeriksaan BPK bermanfaat bagi peningkatan pembangunan di daerah karena rekomendasi
yang diberikan oleh BPK dapat digunakan untuk memperbaiki pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan dan kinerja aparatur negara di Pemerintah Daerah. Meningkatnya kinerja aparatur daerah
dan perbaikan pertanggungjawaban keuangan akan meningkatkan pembangunan di daerah.
Pengawasan terhadap pegawai BPK yang melakukan audit dilakukan secara internal dan eksternal:
a. Internal: secara berjenjang dalam setiap penugasan pemeriksaan ada quality control dan qulity
assurance untuk menjamin pelaksanaan pemeriksaan berjalan sesuai dengan standar dan
pedoman pemeriksaan yang berlaku sehingga dapat dihasilkan hasil pemeriksaan yang
berkualitas dan bermanfaat.
b. Eksternal: di BPK ada Satuan Kerja yang bertugas melakukan pengawasan secara internal
kepada seluruh auditor BPK, yaitu inspektorat utama. Selain itu ada MKKE yang beranggotakan
2 orang anggota BPK dan 3 orang dari pihak luar BPK yang bertugas mengadili pelanggaran
kode etik yang dilakukan oleh auditor maupun anggota BPK. Selain itu masyarakat juga dapat
mengawasi secara langsung pegawai BPK dan dapat menyampaikan pengaduan masyarakat
kepada BPK melalui website BPK, surat pos ataupun PO BOX pengaduan masyarakat.
3. BPK tidak melakukan pembinaan secara langsung dalam rangka memperbaiki kinerja dan penyajian
laporan keuangan Pemerintah Daerah. Hal tersebut terkait dngna kode etik BPK.
Namun demikian dalam rangka mendorong perbaikan laporan keuangan yang lebih transparan dan
akuntabel, pada setiap pemeriksaan BPK menerbitkan laporan yang berisi rekomendasi-rekomendasi
kepada Pemerintah Daerah untuk menyelesaikan permasalahan yang ditemui selama pemeriksaan.
Sehingga setiap pemeriksaan yang dilaksanakan diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi daerah
supaya pengelolaan keuangan akan semakin baik.
Disamping itu, BPK Perwakilan NTB melaksanakan workshop tentang pengelolaan dan penyusunan
laporan keuangan pemerintah daerah di kantor BPK Perwakilan NTB dengan mengundang peserta dari
seluruh Pemda se-NTB.
10
4. BPK mempunyai kewajiban untuk mendorong pemerintah daerah menaati oeraturan dan mewujudkan
pengelolaan keuangan negara yang lebih transparan dan akuntabel, sehingga baik BPK maupun
pemerintah daerah harus selalu melakukan sinergi guna pengelolaan keuangan yang semakin baik.
Sinergi ini bisa dijalin dengan komunikasi yang baik dan efektif antara BPK dengan pihak pemerintah
daerah. BPK Perwakilan NTB dan inspektur Provinsi NTB serta Inspektur seluruh kabupaten/kota se
NTB telah menjalin komunikasi dan kerjasama yang baik dalam meningkatkan transparansi dan
tanggungjawab pengelolaan keuangan daerah khususnya dalam penyelesaian tindak lanjut
rekomendasi BPK.
Selain itu, pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK secara rutin setiap tahun juga bertujuan untuk
melakukan pembinaan terhadap pegawai maupun Pemerintah Daerah untuk mencapai pengelolaan
dan penyajian laporan keuangan yang lebih baik.
5. Saran dan masukan:
- Agar DPR dapat mendorong pemerintah daerah lebih berusaha dan berkomitmen dalam
penyajian laporan keuangan daerah yang baik, karena penyajian laporan keuangan daerah
yang baik tidak hanya menjadi tugas BPK.
- Agar hasil pemeriksaan BPK dapat dimanfaatkan lebih optimal dalam menjalankan tugas
pengawasan DPR terhadap pemerintah sesuai dengan kewenangannya.
C. BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
1. Program pendampingan dan pembinaan penyusunan LKPD oleh BPKP
Program pendampingan dan pembinaan penyusunan LKPD oleh BPKP adalah sebagai berikut:
1) Penyusunan aplikasi pengelolaan keuangan daerah berbasis komputer:
SIMDA Keuangan;
SIMDA BMD;
SIMDA Pendapatan;
CMS (Kas Daerah Online) kerjasama dengan Bank NTB.
2) Sosialisasi dan bimbingan teknis pengelolaa keuangan/barang daerah:
Akuntansi dan pelaporan (pejabat penatausahaan keuangan/PPK SKPD);
Penatausahaan (pejabat pelaksana teknis kegiatan/PPT SKPD);
Perbendaharaan (bendahara);
Manajemen aset (pengelola/pengurus barang).
11
3) Monitoring dan evaluasi penyusunan LKPD:
Penggunaan aplikasi berbasis komputer;
Ketaatan kepada standar dan peraturan perundangan;
Keterkaitan antar laporan (neraca, LAK LRA, LO, LPE, LPSAL, CaLK)
2. Strategi Pengawasan BPKP
1) Preemtif
Masyarakat terbangun public awareness agar peduli terhadap masalah penyimpangan.
Strategi ini dilaksanakan melalui sosialisasi yaitu:
- Korsupgah kerjasama dengan KPK;
- Sosialisasi Fraud Control Plan (FCP);
- Sosialisasi Program Anti Korupsi (SOSPAK).
2) Preventif
Upaya early warning system yang dapat mencegah da mendeteksi penyimpangan;
Strategi ini dilakukan melalui MoU dengan Pemda dan peningkatan kualitas manajemen
pengelolaan keuangan daerah dengan:
- Konsultasi;
- Bimbingan teknis;
- Penyusunan sistem atau pedoman kerja;
- Quality assurance: Probity audit verifikasi;
3) Represif
Penindakan atas penyimpangan.
Strategi ini dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan aparat penegak hukum melalui
audit investigasi perhitungan kerugian negara.
3. Hambatan dan Tantangan
a. Kuantitas sumber daya manusia;
b. Anggaran;
c. Dukungan Pemda dan Pimpinan SKPD;
d. Inspektorat.
4. Pendampingan Pengelolaan Dana Desa oleh BPKP
Pendampingan terhadap pengelolaan dana desa oleh BPKP dilakukan dengan cara sebagai berikut:
12
a. Penyusunan aplikasi pengelolaan keuangan desa berbasis komputer siskeudes.
b. Sosialisasi dan bimbingan teknis pengelolaan keuangan/barang desa melalui:
Penyusunan APBDes (Kepala Desa, Sekretaris Desa, plaksana kegiatan);
Penatausahaan (Sekretaris Desa, Bendahara, aparat Desa);
Pelaporan (Sekretaris Desa, bendahara, pelaksana kegiatan).
c. Monitoring dan evaluasi implementasi siskeudes melalui:
Penggunaan aplikasi siskeudes;
Ketaatan pada peraturan perundangan;
Laporan kekayaan desa, penggunaan dana desa.
5. Sosialisasi dan penyerahan aplikasi SISKEUDES di Kabupaten se-Provinsi NTB Tahun 2016
No Kabupaten Jumlah
Desa
Sosialisasi
(Jumlah
Desa)
Penyerahan
Aplikasi
(BPMPD)
Target Full
Implementasi
1. Lombok Utara 33 33 Sudah 2016
2. Lombok Barat 119 119 Sudah 2017
3. Lombok Timur 239 239 Sudah 2017
4. Lombok Tengah 127 127 Sudah 2017
5. Sumbawa 157 157 Sudah 2017
6. Sumbawa Barat 57 57 Sudah 2016
7. Dompu 72 72 Sudah 2016
8. Bima 191 - Sudah 2017
Jumlah 995 804
6. Hambatan dan Tantangan dalam Pengelolaan Dana Desa
1. Kompetensi Sumber Daya Manusia
2. Teknologi Informasi
3. Dukungan SKPD terkait
4. Belum selarasnya aturan pelaksanaan Permendagri 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan
Desa, Perka LKPP No.13 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengadaan Barang Jasa Desa, dan
13
Permendes No.4/2015 tentang BUMDes belum selaras dengan Undang-Undang Desa No.6/2014
terkait pungutan.
7. Sinergi BPKP dan Inspektorat untuk Menindaklanjuti Temuan Hasil Audit BPK
a. Mempelajari temuan hasil audit BPK;
b. Mendampingi menyusun action Plan penyelesaian temuan hasil audit BPK;
c. Monitoring pelaksanaan action plan penyelesaian temuan hasil audit BPK dan pemberian solusi
atas hambatan penyelesaian Tindak Lanjut.
8. Saran dan Masukan
Rumusan regulasi dan dorongan ke kementerian terkait dan pimpinan daerah untuk percepatan
pemahaman, implementasi aplikasi SISKEUDES dan pengawasan pemanfaatan APBDes pada
semua desa di NTB, dengan tambahan anggaran dan SDM.
Perlu perumusan kebijakan reward dan punishment jelas dan tegas dalam menindaklanjuti
temuan audit agar respon pemda atas saran BPK/BPKP/Inspektorat menjadi lebih baik dan
temuan yang sudah terjadi tidak terulang lagi.
Regulasi dan dorongan peningkatan level APIP Inspektorat, khusus tambahan SDM dan
pemenuhan anggaran 1% APBD (Permendagri No. 44 Tahun 2008 tentang Kebijakan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah).
Regulasi dan dorongan peningkatan maturitas SPIP khususnya komitmen (awareness) pimpinan
daerah/SKPD.
Regulasi dan dorongan kepada kementerian terkait kepda Pemda untuk membangun indikator
penilaian kinerja masing-masing SKPD.
Dorongan sinkronisasi peraturan yang terkait dengan pengawasan pemerintahan desa dan
pengelolaan keuangan desa.
D. BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB
1. PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN DI NTB
a. Angka Kemiskinan
Sejak tahun 2006 sampai dengan September 2012, jumlah dan persentase penduduk miskin terus
mengalami penurunan cukup signifikan, sedangkan mulai Maret 2013 mengalami pelambatan
penurunan kemiskinan. Kondisi ini sangat perlu kajian lebih dalam faktor penyebab melambatnya
penurunan tingkat kemiskinan NTB.
14
b. Tingkat Pengangguran
Jumlah pengangguran pada februari 2016 sekitar 87.175 orang dengan tingkat pengangguran
terbuka (TPT) sebesar 3,66 persen. TPT Februari 2016 menurun sebesar 1,32 poin jika
dibandingkan dengan kondisi TPT Februari 2015.
Pada Februari 2016, TPT pada penduduk dengan pendidikan SMK menempati posisi tertinggi yaitu
sebesar 5,19 persen, disusul oleh TPT SMA sebesar 4,96 persen. Sedangkan TPT terendah
terdapat pada penduduk dengan tingkat pendidikan universitas yaitu sebesar 2,71 persen. Jika
dibandingkan dengan keadaan februari 2015, TPT pada semua jenjang pendidikan mengalami
penurunan kecuali TPT pada tingkat pendidikan SD ke bawah.
Untuk mengurangi tingkat pengangguran terbuka di NTB adalah penyediaan lapangan pekerjaan
untuk lulusan sekolah menengah kejuruan dan umum yang setiap tahun bertambah.
Tabel 1. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Penduduk usia 15 tahun keatas menurut
pendidikan tertinggi yang ditamatkan, 2015-2016 (persen)
Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan Februari 2015 Agustus 2015 Februari 2016
SD kebawah 2,98 2,72 3,01
SMP 6,47 7,55 4,36
SMA 5,58 9,16 4,96
SMK 16,89 10,90 5,19
Diploma I/II/III 15,15 6,50 4,61
Universitas 6,37 8,19 2,71
Jumlah 4,98 5,69 3,66
c. Ketimpangan Pendapatan
Ketimpangan pendapatan merupakan salah satu ukuran guna melihat kondisi pendapatan antar
masyarakat. Seberapa jauh ketimpangan pendapatan dimasyarakat, salah satu ukuran yang
digunakan adalah Gini Rasio. Perkembangan ketimpangan pendapatan di masyarakat NTB dapat
ditunjukkan pada tabel dibawah.
15
Perkembangan Gini Rasio dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun menunjukkan angka berkisar 0,35 –
0,38. Ini berarti ketimpangan pendapatan masyarakat NTB tergolong sedang. Dilihat dari kisaran
angka gini rasio ini sebagai early warning daerah NTB bahwa lapisan masyarakat berpendapatan
rendah (miskin) mendapatkan porsi pertumbuhan ekonomi yang relatif sedikit.
Tabel 2. Gini rasio NTB Tahun 2011 – 2015
Tahun NTB Nasional
2011 0,36 0,41
2012 0,35 0,41
2013 0,36 0,41
2014 0,38 0,41
2015 0,37 0,41
d. Indeks Pembangunan Manusia
Pembangunan manusia di NTB pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan
terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dari 64,31 tahun 2014 menjadi 65,19 pada
tahu 2015 atau meningkat 1,36 persen, bahkan peningkatan ini diatas pertumbuhan IPM Nasional
yang tumbuhn sebesar 0,94 persen.
Pada tahun 2015, IPM di NTB masih dalam kelompok “sedang”, masih sama dengan tahun 2014.
Namun demikian pertumbuhan IPM NTB tertinggi diantara Provinsi lain sehingga masuk dalam
kategori “top mover” tahun 2015 diikuti dengan Provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Barat.
Selama periode 2014 dan 2015, seluruh komponen pembentuka IPPM mengalami peningkatan:
Bayi yang baru lahir memiliki peluang untuk hidup hingga 65,38 tahun, meningkat 0,48 tahun
(5,8 bulan) dibandingkan tahun sebelumnya.
Anak-anak usia 7 tahun memiliki peluang untuk bersekolah selama 13,04 tahun, meningkat
0,33 tahun (4 bulan) dibandingkan pada 2015.
Penduduk usia 25 tahun ke atas secara rata0rata telah menempuh pendidikan selama 6,71
tahun (setara kelas VII SLTP), meningkat 0,04 tahun dibandingkan tahun sebelumnya.
Pengeluaran per kapita (harga konstan 2012) masyarakat telah mencapai Rp9,24 juta pada
tahun 2015, meningkat Rp254 ribu dibandingkan tahun sebelumnya.
16
e. Dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat
angka harapan hidup saat lahir yang merepresentasikan dimensi umur panjang dan hidup sehat
terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode 2010 hingga 2015, NTB telah berhasil
meningkatkan angka harapan hidup saat lahir meningkat 1,56 tahun. Selama periode tersebut,
secara rata-rata angka harapan hidup meningkat sebesar hampir 4 bulan per tahun. Pada tahu 2010,
angka harapan hidup saat lahir di NTB sebesar 63,82 tahun, dan pada tahun 2015 telah mencapai
65,38 tahun.
f. Dimensi Pengetahuan
Dimensi pengetahuan pada IPM dibentuk oleh dua indikator, yaitu harapan lama sekolah (HLS) dan
rata-rata lama sekolah (RLS). Kedua indikator ini terus meningkat dari tahun ke tahun.
Selama periode 2010 hingga 2015, HLS di NTB telah meningkat 1,38 tahun, sementara RLS
meningkat 0,98 tahun.
g. Dimensi Standar Hidup Layak
Dimensi yang mewakili kualitas hidup manusia adalah standar hidup layak yang diirepresentasikan
oleh pengeluaran per kapita (harga konstan 2012). Pada tahun 2015, pengeluaran per kapita
masyarakat NTB mencPi Rp9,241 juta per tahun. Selama 5 (lima) tahun terakhir, pengeluran per
kapita masyarakat meningkat sebesar Rp533.959 atau rata-rata meningkat Rp106.792 per tahun.
h. Pertumbuhan IPM Provinsi NTB “Top Mover”
Pembangunan manusia di daerah NTB menunjukkan kemajuan yang sangat pesat dilihat dari angka
IPM Provinsi NTB berkembang setiap tahun. Bahkan pada tahun 2015 dengan pertumbuhan
tertinggi diantara seluruh Provinsi dan pada tahun sebelumnya 2010 sampai dengan 2014
pertumbuhan IPM Provinsi NTB tergolong “top mover”.
2. TINGKAT KEMISKINAN
Tabel dibawah ini menunjukan perkembangan tingkat kemiskinan Provinsi NTB menurut status
kemiskinan selama periode 2013-2015 keadaan maret. Persentase penduduk sangat miskin bertambah
menjadi 7,06 persen keadaan maret 2015, yang semula sebesar 5,55 persen keadaan maret 2013.
17
Kemudian penduduk berstatus miskin keadaan maret 2015 sebesar 10,04 persen, mengalami
penurunan dibandingkan dengan keadaan maret 2013 yang semula 12,42. Dari dua perkembangan
status miskin ini berarti ada sebagian penduduk miskin yang berubah status menjadi penduduk sangat
miskin.
Status kemiskinan Maret 2013 Maret 2014 Maret 2015
Sangat miskin 256.801 249.915 340.199
(5,55%) (5,25%) 7,06%)
Miskin 574.040 570.903 483.687
(12,42%) (11,99%) (10,04%)
Tidak miskin 3.792.390 3.938.789 3994.680
(82,03%) (82,75%) (82,90%)
3. TINGKAT INFLASI
Gabungan inflasi dua Kota di Provinsi NTB tahun kalender 2016 (januari-Jli) sebesar 1,42. Andil inflasi
tahun selama tahun 2016 disumbangkan oleh kelompok:
1. Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau;
2. Sandang;
3. Kesehatan;
4. Pendidikan, rekreasi dan olahraga.
Selama tahun 2016, mencermati inflasi gabungan kota Mataram dan Kota Bima, Provinsi NTB
mengalami deflasi selama 4 bulan yaitu Februari (-0,02), maret (-0,06), April (-0,43), dan Mei (-0,29).
Sementara inflasi hanya terjadi pada bulan januari (1,16) dan Juni (1,08). Hal tersebut mengindikasikan
pengendalian harga barang kebutuhan masyarakat sudah cukup baik. Pengendalian harga dapat
dilakukan dengan menjaga kelancaran distribusi barang dan menjamin ketersediaan stok, serta
mengantisipasi peningkatan permintaan pada hari raya/besar. Perlu juga dilakukan operasi pasar untuk
kelompok bahan makanan di saat terjadi kecenderungan lonjakan harga.
Sedikit berbeda dengan inflasi wilayah perkotaan, inflasi pedesaan di Provinsi NTB selama tahun 2016
hanya 2 bulan mengalami deflasi yaitu bulan april dan mei. Inflasi pedesaan terjadi pada bulan januari
(1,07), februari (0,61), maret (0,41) dan Juni (1,13). Hal tersebut mengindikasikan pengendalian harga
diwilayah pedesaan perlu lebih ditingkatkan antara lain dengan jalan menjamin ketersediaan stok
barang dan kelancaran distribusi barang sampai wilayah pedesaan.
18
4. PEMUTAKHIRAN DAN SINKRONISASI DATA
Langkah-langkah yang dilakukan dalam evaluasi pemutakhiran dan sinkronisasi data antara data pusat
dan data Provinsi/Kabupaten/Kota antara lain:
a. Konsultasi regional PDRB dan IPM;
b. Sinkronisasi data-data pertanian;
c. Verifikasi dan kompilasi data sosial dan ekonomi;
d. Pembinaan statistik sektoral;
e. Koordinasi forum data;
f. Sinkronisasi data sektoral untuk penyusunan NTB dalam Angka.
5. EVALUASI SENSUS EKONOMI
a. Pendahuluan
Cakupan wilayah 10 kabupaten/kota, 116 kecamatan, 1.140 desa. Perkiraan jumlah usaha yang
dicakup adalah 570.700 unit usaha. Target sampel blok sensus SE2016 (DSBS) Provinsi NTB
adalah 10.088 blok sensus. Jumlah petugas 5.678 orang, terdiri dari PCL 4.068 orang, PML 1.396
orang, Korlap 1 orang, Koseka 116 orang, instruktur daerah 93 orang dan instruktur nasional 4 orang.
b. Pembagian wilayah binaan
dengan pertimbangan geografis dan untukmemudahkan monitoring evaluasi dan pembinaan, maka
dibentuk wilayah binaan yang terbagi sebagai berikut:
- Kabag TU : Kabupaten Lombok Tengah
- Kabid Staf Distribusi: Kota mataram
- Kabid Staf Produksi : Kabupaten Lombok Timur
- Kabid Staf Sosial : Kab. Bima, Kota Bima dan Kab. Dompu
- Kabid NWAS : Kab. Lombok Barat dan Kab. Lombok Utara
- Kabid IPDS : Kab. Sumbawa dan Kab. Sumbawa Barat.
c. Pengolahan sensus ekonomi 2016
Pengolahan dokumen hasil sensus ekonomi 2016 dilakukan di BPS Provinsi dan BPS Kabupaten
Kota. Pengolahan di BPS Kabupaten/Kota dilakukan terhadap dokumen rekap jumlah perusahaan
(SE2016-RBL) pada masing-masing blok sensus. Pengolahan di BPS Provinsi dilakukan terhadap
dokumen hasil listing usaha/perusahaan (SE2016-L1) dan dokumen pencacahan karakteristik
masing-masing usaha (SE2016-L2).
19
6. SARAN DAN MASUKAN
a. Sebaiknya data pendukung dari masing-masing stakeholder disampaikan ke DPR RI paling lambat
seminggu sebelum Kunjungan Kerja, agar data dan informasi tersebut dapat dibahas ditingkat pusat
sebelum ke daerah.
b. Hal-hal yang belum jelas dan perlu pendalaman dari data dan informasi yang diterima dapat dibahas
dalam pertemuan dengan seluruh stakeholder.
c. Hasil pembahasan di daerah dan tingkat pusat agar dapat dibagikan ke seluruh stakeholder agar
dipedomani, untuk perbaikan masa datang.
E. KEMENTERIAN KEUANGAN PERWAKILAN PROVINSI NTB
1. KANWIL DITJEN PAJAK NTB
a. Penerimaan Kanwil DJP
Target dan realisasi penerimaan Pajak selama 3 (tiga) tahun terakhir:
1) Penerimaan Per Jenis Pajak Provinsi NTB Tahun 2013 – Tahun 2016 adalah sebagai berikut:
(dalam jutaan)
Target Penerimaan Capaian Target Penerimaan Capaian Target Penerimaan Capaian Target Penerimaan Capaian
(1) (2) (3) (4) (5)=(4)/(3) -6 -7 (8)=(7)/(6) -9 -10 (11)=(10)/(9) -12 -13 (14)=(13)/(12)
1 PPh 1.597.940 1.227.879 76,84% 1.364.864 1.279.950 93,78% 1.950.163 1.547.079 79,33% 2.102.905 786.002 37,38%
PPh Pasal 21 924.719 708.534 76,62% 790.542 713.881 90,30% 954.202 842.046 88,25% 894.634 425.195 47,53%
PPh Pasal 22 59.749 50.968 85,30% 52.476 43.999 83,85% 83.463 52.894 63,37% 96.781 24.514 25,33%
PPh Pasal 22 Impor 1.242 1.312 105,67% 1.941 1.158 59,69% 1.5 1.438 95,88% 2.46 481 19,57%
PPh Pasal 23 138.949 70.269 50,57% 79.972 67.311 84,17% 126.141 77.219 61,22% 146.344 50.838 34,74%
PPh Pasal 25/29 OP 31.079 20.842 67,06% 22.207 17.474 78,69% 13.954 36.741 263,30% 36.63 10.221 27,90%
PPh Pasal 25/29 BD 161.828 128.516 79,42% 154.757 119.088 76,95% 230.751 147.622 63,97% 253.695 90.701 35,75%
PPh Pasal 26 3.092 2.818 91,14% 3.966 2.874 72,46% 2.578 1.921 74,53% 5.429 1.566 28,84%
PPh Final 277.266 244.5 88,18% 258.949 313.935 121,23% 537.252 386.185 71,88% 665.413 181 27,20%
PPh Fiskal LN - 11 0,00% 11 4 34,56% 4 13 301,02% 2 3 189,65%
PPh Non Migas Lain 17 35 207,48% 42 20 48,21% 317 671 211,77% 1.519 846 55,70%
PPh Migas - 73 0,00% - 204 0,00% - 328 0,00% - 638 0,00%
2 PPN dan PPn BM 618.023 533.741 86,36% 647.537 611.102 94,37% 876.951 806.556 91,97% 1.126.279 283.452 25,17%
3 Pajak Lainnya 50.494 38.506 76,26% 42.164 42.081 99,80% 83.138 41.889 50,39% 90.514 25.534 28,21%
4 PBB 54.429 35.749 65,68% 19.133 12.749 66,63% 13.365 16.389 122,63% 11.601 224 1,93%
2.320.887 1.835.875 79,10% 2.073.698 1.945.882 93,84% 2.923.617 2.411.913 82,50% 3.331.298 1.095.212 32,88%Sumber : Aplikasi Pengawasan e-portal 290 yang diakses per tanggal 28 Juli 2016 Pukul 09:33 WITA
2016
Total
No KPP2013 2014 2015
20
2) Penerimaan per KPP Pratama di Wilayah Provinsi NTB Tahun 2013 – Tahun 2016:
3) Penerimaan per KLU di Wilayah Provinsi NTB Tahun 2013 – Tahun 2016
b. Kendala yang dihadapi
Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam memperlancar Penerimaan Negara dari Sektor Pajak
selama 3 (tiga) tahun terakhir adalah sebagai berikut:
1) Potensi atas transaksi arus barang dan jasa tidak didukung konfirmasi dokumen yang lengkap.
2) Pemotongan dan pemungutan pajak atas belanja pemerintah dalam struktur pengelolaan
keuangan daerah tidak didukung kualitas SDM Bendahara Pengeluaran yang memadai.
3) Layanan tempat pembayaran yang tidak optimal.
4) Kurang optimalnya dukungan ICT untuk meminimalisir kendala jarak dan waktu karena luasnya
wilayah kerja.
5) Kurangnya pemahaman atas Tugas Fungsi Ditjen Pajak oleh para stakeholder.
c. Pengawasan dan pembinaan aparat pajak
Upaya pengawasan dan pembinaan terhadap aparat Pajak sehingga tidak terjadi kebocoran
penerimaan negara, adalah sebagai berikut :
(dalam jutaan)
Target Penerimaan Capaian Target Penerimaan Capaian Target Penerimaan Capaian Target Penerimaan Capaian
(1) (2) (3) (4) (5)=(4)/(3) (6) (7) (8)=(7)/(6) (9) (10) (11)=(10)/(9) (12) (13) (14)=(13)/(12)
1 Mataram Barat 627.032 527.029 84,05% 587.055 572.027 97,44% 1.258.570 999.642 79,43% 1.435.152 445.862 31,07%
2 Raba Bima 232.176 192.933 83,10% 226.833 229.368 101,12% 346.288 262.114 75,69% 370.904 124.805 33,65%
3 Sumbawa Besar 751.193 531.81 70,80% 579.208 474.801 81,97% 722.814 550.448 76,15% 785.885 262.208 33,36%
4 Mataram Timur 254.101 218.599 86,03% 248.336 240.275 96,75% 209.921 243.329 115,91% 319.136 112.353 35,21%
5 Praya 456.385 365.504 80,09% 432.266 429.409 99,34% 386.023 356.379 92,32% 420.222 149.984 35,69%
2.320.887 1.835.875 79,10% 2.073.698 1.945.882 93,84% 2.923.617 2.411.913 82,50% 3.331.298 1.095.212 32,88%Sumber : Aplikasi Pengawasan e-portal 290 yang diakses per tanggal 28 Juli 2016 Pukul 09:33 WITA
2016
Total
KPP2013
No2014 2015
(dalam jutaan)
2016 2015
Administrasi Pemerintahan Dan Jaminan 485,317,079,698 443,471,079,767 9.44% 24.61%
Keuangan Dan Asuransi 369,402,927,316 340,491,972,614 8.49% 18.73%
Konstruksi 311,299,341,376 251,744,593,558 23.66% 15.78%
Perdagangan Besar Dan Eceran Reparasi 250,975,613,338 221,745,545,420 13.18% 12.72%
Pertambangan Dan Penggalian 161,103,794,231 158,434,596,683 1.68% 8.17%
Total 5 Sektor Dominan 1,578,098,755,959 1,415,887,788,042 11.46% 80.01%
Di luar Sektor Dominan 394,309,054,823 358,964,538,213 9.85% 19.99%
Jumlah 1,972,407,810,782 1,774,852,326,255 11.13% 100.00%Sumber : Aplikasi Pengawasan e-portal 290 yang diakses per tanggal 28 Juli 2016 Pukul 09:33 WITA
SektorRealisasi
Growth Peranan
21
1) Secara Internal Direktorat Jenderal Pajak dalam hal ini Kantor Wilayah Ditjen Pajak Nusa
Tenggara melakukan pengawasan yang dilakukan oleh Subbagian Bantuan Hukum dan
Kepatuhan Internal (Subbag Bankum KI) yang bertugas melakukan pemantauan kepada para
pegawai, baik itu secara diam-diam atau dalam bentuk lain (sidak). Salah satu pemantauan yang
dilakukan adalah konfirmasi kepada Wajib Pajak yang telah dilakukan pemeriksaan atau
keberatan maupun himbauan/konseling.
2) Menyelenggarakan Internal Corporate Value (ICV), dimana hal ini dilakukan untuk
memperkenalkan, memahami dan melaksanakan nilai-nilai Kementerian Keuangan yang terdiri
dari Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan dan Kesempurnaan setiap tahun dengan
tema yang beragam.
d. Jumlah Wajib Pajak di Provinsi NTB
1. Jumlah Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun 2012 sampai dengan 2016
di Wilayah Provinsi NTB
2. Langkah-langkah yang telah ditempuh untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor
pajak di Provinsi NTB adalah sebagai berikut:
• Melakukan pengawasan intensif dan pendampingan terhadap WP Bendahara (Satker)
Pengguna dana APBN dan APBD government expenditure dilakukan secara man to man
marking.
• Melakukan intensifikasi pengawasan pembayaran masa dengan himbauan/SP2DK dan
penerbitan STP menggunakan Aplikasi easy STP.
Pemungut Badan OP Jumlah Pemungut Badan OP Jumlah Pemungut Badan OP Jumlah Pemungut Badan OP Jumlah Pemungut Badan OP Jumlah(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21)
Mataram Barat 866 7,788 60,759 69,413 932 8,291 65,670 74,893 975 8,786 70,881 80,642 1,012 9,352 76,956 87,320 1,040 9,667 79,806 90,513
Raba Bima 2,380 5,126 47,947 55,453 2,478 5,536 54,308 62,322 2,561 5,908 60,864 69,333 2,690 6,327 67,907 76,924 2,717 6,861 71,917 81,495
Sumbawa Besar 1,240 4,578 34,046 39,864 1,273 5,030 37,117 43,420 1,312 5,451 40,340 47,103 1,454 5,985 44,546 51,985 1,466 6,279 46,683 54,428
Mataram Timur 1,087 3,634 27,481 32,202 1,133 4,030 30,306 35,469 1,171 4,461 33,474 39,106 1,310 4,999 39,530 45,839 1,346 5,346 42,047 48,739
Praya 2,390 7,296 72,332 82,018 2,512 8,179 82,853 93,544 2,553 8,802 91,131 102,486 2,735 9,621 99,704 112,060 2,789 10,460 105,067 118,316
Total NTB 7,963 28,422 242,565 278,950 8,328 31,066 270,254 309,648 8,572 33,408 296,690 338,670 9,201 36,284 328,643 374,128 9,358 38,613 345,520 393,491
KPP Pratama 2013
WP Terdaftar di Wilayah Provinsi NTB
2012 2014 2015 2016
Sumber : Aplikasi Pengawasan Menu Mapping WP Terdaftar yang diakses tanggal 28 Juli 2016 Pukul 09:00 WITA
22
• Penggalian Potensi Pajak Berbasis Sektor Dominan: Sektor perdagangan untuk sentra
ekonomi dengan on the spot activity dan bedah pelabuhan.
• Profiling terhadap WP OP BesarPotensial di tiap-tiap KPP.
• Pemanfaatan data Approweb, aplikasi Portal DJP, data PP-31 dan data pihak ketiga.
• Optimalisasi Pemeriksaan Pajak.
• Optimalisasi Pencairan Tunggakan Pajak melalui tindakan penagihan aktif.
• Menghimbau kepada WP pemenang tender untuk mendaftarkan diri dan melakukan
pemenuhan kewajiban perpajakan di lokasi.
• Melakukan kegiatan ekstensifikasi untuk memperluas basis pajak melalui pendataan dan
kanvasing/penyisiran di kawasan pusat perekonomian baik perkotaan (pedagang kaki lima)
maupun pedesaan (usaha rakyat kecil) untuk meningkatkan penerimaan Pajak dari wajib
pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dengan Geo Tagging.
• Mengoptimalkan peran dan fungsi Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) untuk meningkatkan
pelayanan kepada Wajib Pajak dan Pelayanan Pengaduan (Kring Pajak 1500200).
• Kegiatan mapping WP untuk memetakan potensi pajak serta mendapatkan data perpajakan
yang meliputi WP yang belum terdaftar, WP yang telah terdaftar namun tidak melaksanakan
kewajiban perpajakan dan WP telah terdaftar dan telah melaksanakan kewajiban
perpajakannya namun belum maksimal.
• Melakukan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya peranan pajak melakui kegiatan penyuluhan/sosilaisasi kepada calon
wajib pajak dan kepada Calon Wajib Pajak Potensial, serta melakukan edukasi yang
berkelanjutan kepada wajib pajak terdaftar melalui kegiatan Triple One dan kelas pajak.
• Melakukan upaya penegakan hukum (Law enforcement) dengan kegiatan pemeriksaan dan
penagihan pajak :
- Melakukan tindakan penagihan minimal sampai dengan Surat Paksa.
- Melakukan upaya pencegahan ke luar negeri kepada Penunggak Pajak yang memiliki
tunggakan minimal 100 juta.
- Mengintensifkan tindakan penagihan pajak dengan pemblokiran rekening Penunggak
Pajak yang tersimpan di bank.
23
2. KANWIL DITJEN BEA DAN CUKAI NTB
a. Penerimaan Kanwil Ditjen Bea dan Cukai
Target dan realisasi penerimaan Bea dan Cukai selama 3 (tiga) tahun terakhir:
1) Target dan realisasi Penerimaan Kepabeanan dan Cukai Tahun Anggaran 2013 – 2016:
2) Target dan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai Tahun Anggaran 2013 – tahun 2014
berdasarkan kantor Pelayanan:
JENIS PENERIMAAN 2013 2014
TARGET REALISASI % TARGET REALISASI %
Bea Masuk 137.075.537.000 155.910.362.078 113,74 92.007.052.000 52.788.625.565 57,37
Tipe MP C Mataram 100.000.000 143.447.000 143,45 900.000.000 924.648.000 102,74
Tipe Pratama sumbawa 136.975.537.000 155.766.915.078 113,72 91.107.052.000 51.863.977.565 56,93
Bea Keluar 1.581.365.000 1.010.347.000 63,89 1.114.300.698.000 319.890.355.000 28,71
Tipe MP C Mataram - - - - - -
Tipe Pratama Sumbawa 1.581.365.000 1.010.347.000 63,89 1.114.300.698.000 319.890.355.000 28,71
Cukai 1.000.000.000 1.254.431.950 125,44 1.230.000.000 1.755.550.800 142,73
Tipe MP C Mataram 1.000.000.000 1.254.431.950 125,44 1.230.000.000 1.755.550.800 142,73
Tipe Pratama Sumbawa - - - - - -
TOTAL 139.656.902.000 158.175.141.028 113,27 1.207.537.750.000 374.434.531.365 31,01
3) Target dan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai tahun anggaran 2015 – tahun 2016
berdasarkan Kantor Pelayanan:
JENIS PENERIMAAN 2015 2016*
TARGET REALISASI % TARGET REALISASI %
Bea Masuk 102.639.872.000 65.216.467.907 63,54 69.012.852.000 28.120.927.000 40,75
Tipe MP C Mataram 100.000.000 143.394.907 143,39 150.000.000 2.260.916.000 1.507
Tipe Pratama Sumbawa 102.539.872.000 65.073.703.000 63.46 68.862.852.000 28.120.927.000 40,84
Bea Keluar 1.210.007.000.000 1.400.406.225.000 115,74 1.120.051.800.000 710.708.079.000 63,45
Tipe MP C Mataram - - - - - -
Tipe Pratama Sumbawa 1.210.007.000.000 1.400.406.225.000 115,74 1.120.051.800.000 710.708.079.000 63,45
Cukai 3.500.000.000 3.855.823.000 110,17 4.000.000.000 4.434.818.900 110,9
Tipe MP C Mataram 3.500.000.000 3.855.823.000 110,17 4.000.000.000 4.434.818.900 110,9
Tipe Pratama Sumbawa - - - - - -
TOTAL 1.316.146.872.000 1.469.478.515.907 111,65 1.193.064.652.000 743.263.824.900 62,3
24
b. Kendala yang dihadapi
Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam memperlancar penerimaan negara dari sektor bea dan
cukai di Provinsi NTB selama 3 (tiga) tahun terakhir, antara lain:
1) Bea Keluar; potensi terbesar Bea Keluar untuk Provinsi NTB bersumber dari kegiatan ekspor
oleh PT Newmont Nusa Tenggara.
Penerapan tarif Bea Keluar yang cukup tinggi atas ekspor konsentrat tembaga pada awal
tahun 2014 berdasarkan serapan biaya pembangunan smelther menyebabkan kegiatan
ekspor produk pertambangan oleh PT Newmont Nusa Tenggara sempat terhenti untuk
sementara waktu;
SPE atas ekspor konsentrat tembaga baru terbit pada pertengahan September 2014 dan
berakhir pada 18 Maret 2015.
Untuk penerimaan negara dari sektor bea keluar, PT. Newmont Nusa Tenggara
merupakan satu-satunya eksportir yang berkontribusi sehingga pemenuhan target bea
keluar sangat bergantung pada kadar tembaga yang diproduksi dan besarnya kuota
ekspor yang diberikan melalui Surat Persetujuan Ekspor Oleh Kementerian ESDM
2) Bea Masuk; hambatan penerimaan negara yang bersumber dari impor, antara lain disebabkan
faktor-faktor berikut:
Konsekuensi dari komitmen Kerjasama Perdagangan Internasional melalui skema FTA.
Saat ini Indonesia telah membuat 7 (tujuh) perjanjian kerjasama perdagangan baik
multilateral maupun bilateral, yaitu kerjasama perdagangan antar anggota ASEAN
(ATIGA), ACFTA (ASEAN-CINA FTA), AKFTA (ASEAN-Korea FTA), IJEPA (Indonesia-
Jepang FTA), AIFTA (ASEAN-India FTA), AANZFTA (ASEAN-Australia dan New
Zealand FTA), IPPTA (Indonesia-Pakistan Preferential Tariff Agreement);
Kebijakan tarif umum BM (MFN) yang cenderung menurunkan tarif rata-rata BM;
Pemberian berbagai fasilitas pembebasan dan keringanan BM;
Kebijakan non tarif yang berorientasi pada pengendalian barang impor dan penggunaan
produksi dalam negeri;
Untuk penerimaan negara dari sektor bea masuk kendala yang ditemui adalah semakin
menurunnya jumlah kegiatan impor hal ini dikarenakan importasi alat-alat tambang sudah
dilakukan pada saat akan dilakukan kegiatan pertambangan pertama kali sehingga lebih
banyak kegiatan re-ekspor untuk perbaikan lalu di impor kembali.
25
Selain itu banyaknya kegiatan impor yang dilakukan dengan menggunakan fasilitas
sehingga dibebaskan dari bea masuk, sebagai contohnya adalah importasi asphalt
dengan menggunakan form D oleh PT. Wana Indah Asridan PT. Shell Indonesia;
Upaya-Upaya yang sudah dan akan dilakukan terus untuk memperlancar penerimaan Negara
(pabean dan cukai) :
Penelitian dokumen impor yang lebih optimal;
Pengawasan atas peredaran produk hasil tembakau dan MMEA impor (operasi pasar dan
monitoring harga jual eceran) termasuk mengoptimalkan kegiatan intelijen dan surveillance;
Pemberian pelayanan prima, asistensi dan sosialisasi atas peraturan beserta perubahannya di
bidang kepabeanan dan cukai.
c. Kinerja Pengawasan Barang Kena Cukai (Preventif dan represif)
1) Pengawasan Preventif :
NO ACTION PLAN DAERAH KETERANGAN
a. Melakukan operasi pasar terhadap peredaran Hasil Tembakau di daerah rawan. Operasi Pasar terhadap Hasil Tembakau adalah kegiatan yang dilakukan secara berkala untuk memastikan peredaran hasil tembakau menggunakan pita cukai yang benar dan sesuai peruntukan.
Kota Mataram, Kab. Lombok Utara, Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Tengah dan Kab. Lombok Timur
Telah dilakukan operasi pasar hasil tembakau di Kota Mataram, Kab. Lombok Utara, Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Tengah dan Kab. Lombok Timur
b. Melakukan pemetaan jalur distribusi, distributor/subdistributor meliputi gudang-gudang serta Tempat Penjualan Eceran termasuk Pengusaha Jasa Titipan
Kota Mataram, Kab. Lombok Utara, Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Tengah dan Kab. Lombok Timur
c. Melakukan pemutakhiran profil pengusaha BKC, jangka waktu Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), Surat Ijin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUPMB)
Kota Mataram, Kab. Lombok Utara, Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Tengah dan Kab. Lombok Timur
26
d. Melakukan patroli darat terhadap peredaran Barang Kena Cukai MMEA impor termasuk pengawasan kewajiban memilik ijin Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC)
Kota Mataram, Kab. Lombok Utara, Kab. Lombok Barat, Kab. Lombok Tengah dan Kab. Lombok Timur
e. Melakukan pengawasan Barang Kena Cukai di pintu masuk Pulau Lombok
Pelabuhan Lembar
2) Pengawasan Represif:
Selama 3 (tiga) tahun terakhir, data penindakan barang kena cukai sebagai berikut :
1) Periode JANUARI 2013 s.d DESEMBER 2013
Jumlah Penindakan untuk BKC berupa Hasil Tembakau sebanyak 13 Surat Bukti
Penindakan (SBP) dengan potensi kerugian negara sebesar Rp855.100,00 sedangkan
untuk BKC berupa MMEA sebanyak 20 SBP dengan potensi kerugian negara sebesar
Rp1.800.040,00
2) Periode JANUARI 2014 s.d DESEMBER 2014
Jumlah Penindakan untuk BKC berupa Hasil Tembakau sebanyak 58 SBP dengan potensi
kerugian negara sebesar Rp135.099.820,00 sedangkan untuk BKC berupa MMEA
sebanyak 23 SBP dengan potensi kerugian negara sebesar Rp2.816.000,00
3) Periode JANUARI 2015 s.d DESEMBER 2015
Jumlah Penindakan untuk BKC berupa Hasil Tembakau sebanyak 130 SBP dengan
potensi kerugian negara sebesar Rp21.462.280,00 sedangkan untuk BKC berupa MMEA
sebanyak 26 SBP dengan potensi kerugian negara sebesar Rp3.569.720,00
4) Periode JANUARI 2016 s.d JUNI 2016
Jumlah Penindakan untuk BKC berupa Hasil Tembakau sebanyak 365 SBP dengan
potensi kerugian negara sebesar Rp7.410.040,00 sedangkan untuk BKC berupa MMEA
sebanyak 8 SBP dengan potensi kerugian negara sebesar Rp448.500,00.
d. Pengawasan dan Pembinaan Aparat Bea dan Cukai
Upaya pengawasan dan pembinaan terhadap aparat bea dan cukai sehingga tidak terjadi kebocoran
penerimaan negara, adalah sebagai berikut :
1) Mengoptimalkan Pengawasan Melekat (Waskat) yang dilakukan oleh pemimpin masing-masing
unit kerja dan/atau atasan langsung terhadap pegawai bawahannya;
27
2) Melakukan koordinasi Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Layanan pada KPPBC di lingkungan
Kanwil DJBC Bali, NTB dan NTT sehingga kinerja aparat bea dan cukai dapat semakin
meningkat, disiplin dan berintegritas;
3) Memberikan himbauan kepada seluruh pegawai bahwa setiap pegawai wajib memberikan
kontribusi terhadap pencapaian target penerimaan bea dan cukai serta senantiasa
melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan pola pikir yang berorientasi kepada
tercapainya target penerimaan bea dan cukai;
4) Melaksanakan pengujian terhadap penerapan pengendalian intern terhadap kegiatan-kegiatan
yang telah ditetapkan untuk memastikan bahwa pengendalian intern dijalankan sesuai dengan
sistem, prosedur, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat dideteksi
sedini mungkin apabila ada potensi-potensi yang memungkinkan tidak tercapainya tujuan
organisasi;
5) Melaksanakan kegiatan Pengawasan Kepatuhan Pelaksanaan Tugas (PKPT) baik di bidang
pengawasan, pelayanan maupun administrasi, dimana kegiatan PKPT ini dilaksanakan dengan
membandingan SOP yang ada dengan pelaksanaan dilapangan dan kemudian dapat
memberikan rekomendasi-rekomendasi perbaikan terhadap proses bisnis yang dilaksanakan
sehingga pada masa mendatang dapat semakin efektif dan efisien;
6) Melaksanakan penelitian, pemeriksaan, penilaian, serta penyiapan bahan tanggapan dan tindak
lanjut terhadap laporan pengawasan atau pengaduan masyarakat terhadap kinerja aparat bea
dan cukai dalam melaksanakan kegiatannya yang masuk melalui saluran aplikasi pengaduan
SIPUMA dimana setiap pengaduan yang masuk wajib ditindaklanjuti dan diberikan jawaban.
e. Langkah-langkah yang telah ditempuh oleh Kementerian Keuangan
Langkah-langkah yang telah ditempuh oleh Kementerian Keuangan untuk meningkatkan
penerimaan Bea dan Cukai di Provinsi NTB sebagai berikut:
• Mengadakan sosialisasi kepada para pengguna jasa / stakeholder;
• Mencetak Brosur dan Pamflet tentang ketentuan di bidang Kepabeanan dan Cukai;
• Mengadakan penyuluhan–penyuluhan seperti acara “Customs Goes To Campus” sebagai
salah satu upaya mengedukasi masyarakat terutama kepada generasi muda;
• Mengintensifkan pelaksanaan pemeriksaan barang baik melalui kantor Pos Lalu Bea dan
terminal kedatangan penumpang internasional identifikasi barang wajib bea bisa dioptimalkan;
28
• Mengidentifikasi dan memberikan pengarahan kepada para Kasubsi Hanggar di kantor pos
maupun di bandara kedatangan internasional sehingga dapat melakukan penetapan nilai
pabean barang Impor lebih optimal;
• Melakukan Sosialisasi setiap awal tahun terkait peraturan tarif cukai serta deteksi keaslian pita
cukai;
• Mengoptimalkan pengawasan mulai dari produksi, distribusi serta di tempat penjualan akhir
terhadap barang kena cukai untuk menghindari pelanggaran/kecurangan di bidang cukai;
• Melakukan monitoring harga jual eceran secara rutin untuk mengetahui perbandingan harga
barang kena cukai di pasaran apakah sudah sesuai dengan tarif cukai yang dikenakan;
• Mengawasi dan mendata produsen Barang Kena Cukai berupa HT (Hasil Tembakau) terkait
kewajiban memiliki ijin sebagai pengusaha pabrik sehingga terhindar dari produksi Barang Kena
Cukai Polos atau Tanpa Pita Cukai;
• Dilakukannya penelitian kembali terhadap dokumen impor untuk mencegah adanya kurang
bayar terhadap bea masuk yang harus dibayar, di tahun 2016 ini telah diterbitkan :
No. Dokumen Jumlah Tagihan (Rp)
1. SPKTNP 8 1.639.106.000
2. SPTNP 1 255.296.000
3. SPP 1 1.288.000
4. Denda Administrasi 2 500.107.000
Total 2.395.797.000
• Dilakukan pengawasan terhadap jumlah (tonnase) pemuatan konsentrat tembaga curah serta
penelitian kembali dokumen ekspor khususnya kadar tembaga untuk mencegah adanya kurang
bayar terhadap bea keluar yang seharusnya dibayar, di tahun 2016 telah diterbitkan :
No. Dokumen Jumlah Tagihan (Rp) 1. SPPBK 13 7.167.202.000 2. SPKPBK 1 899.858.000 3. Kep Keberatan 1 1.484.048.000
Total 9.551.108.000
3. KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN NTB
a. Penyerapan APBN di Provinsi NTB
Penyerapan Anggaran APBN (Realisasi Belanja APBN) satuan-satuan kerja Kementerian
Negara/Lembaga pada lingkup Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Barat selama
29
3 (tiga) tahun terakhir (2013 – 2015) secara persentase menunjukkan peningkatan yang cukup
signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari realisasi belanja APBN Tahun 2014 (93,26%) yang
meningkat 4,89% dari tahun sebelumnya (88,91%). Peningkatan juga terjadi pada Tahun 2015 yang
menunjukkan realisasi sebesar 93,86%. Kendati demikian, kenaikan alokasi pagu anggaran yang
signifikan (18,47%) hanya terjadi pada Tahun 2015 yang mencapai Rp8,99 Triliun. Capaian
Realisasi Belanja APBN Semester I Tahun 2016 pada lingkup satuan-satuan kerja Kementerian
Negara/Lembaga berhasil melampaui target (40,03%) yakni 40,31% (Rp3,27 T). Capaian ini
menunjukkan lonjakan sebesar 79,63% dari capaian semester yang sama Tahun 2015 (yang hanya
22,44%).
Adapun Realisasi Belanja APBN Satuan Kerja Kementerian Keuangan (19 Satker) yang merupakan
Kantor Vertikal 4 (empat) Direktorat Jenderal (Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Ditjen
Perbendaharaan, dan Ditjen Kekayaan Negara) di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun
2013 sampai dengan Semester I Tahun 2016 menunjukkan capaian realisasi belanja yang optimum
dan sangat baik. Secara umum capaian realisasi belanja tahun 2013-2015 rata-rata sebesar 93,16%.
Sementara untuk Realisasi Semester I Tahun 2016 telah mencapai 48,75% (Rp53,7 M). Capaian ini
berada di atas capaian rerata satker pengguna anggaran APBN di Provinsi NTB pada Semester I
Tahun 2016 sebesar 40,31%. Capaian realisasi satker Kementerian Keuangan di Provinsi Nusa
Tenggara Barat sampai dengan Juli 2016 telah mencapai 51,84%.Secara keseluruhan realisasi
belanja satker lingkup Kementerian Keuangan Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat dilihat
sebagaimana pada grafik berikut:
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
100.00%
KPPPRATAMA
MATARAMBARAT
KPPPRATAMA
MATARAMTIMUR
KPPPRATAMA
RABA BIMA
KPPPRATAMA
PRAYA
KP2KPGERUNG
KP2KPSELONG
KP2KPDOMPU
KP2KPTALIWANG
KPPPRATAMA
SUMBAWABESAR
KANTORWILAYAH
DJP NUSATENGGARA
KPPBC TMPC
MATARAM
KPPBC TipePratama
Sumbawa
KPPNMATARAM
KPPN BIMA KPPNSUMBAWA
BESAR
KanwilDJPB
PROVINSINTB
KPPNSELONG
KPKNLBIMA
KPKNLMATARAM
Grafik Belanja 19 Satker-Satker Kementerian Keuangandi Provinsi Nusa Tenggara Barat
Tahun 2013 - 2016(dalam persen)
2013 2014 2015 Semester I 2016 S.d Juli 2016
30
Data capaian Realisasi Belanja APBN yang menunjukkan kondisi baik di atas menyiratkan tidak
adanya kendala berarti. Kendati demikian, kendala yang patut diperhitungkan adalah rendahnya
kedisiplinan pencairan anggaran. Hal ini dibuktikan oleh rendahnya realisasi Belanja APBN pada
Semester I dalam 3 (tiga) tahun terakhir, yang rata-rata hanya mencapai 26,96%. Oleh karena itu,
persepsi yang menyatakan bahwa penyebab rendahnya pencairan dana adalah
ketakutan/kegamangan para KPA untuk mencairkan anggaran karena ketidakjelasan aturan adalah
tidak benar. Hal ini dapat dilihat dari tingkat realisasi belanja yang pada dasarnya selalu maksimum
(di atas 90%). Deviasi realisasi belanja di bawah 10% lebih disebabkan oleh kebijakan pemotongan
anggaran yang dilakukan setiap tahun. Adapun faktor yang memperlancar adalah kuatnya upaya
untuk meningkatkan komunikasi dengan Kuasa Pengguna Anggaran untuk terus mencairkan
anggaran secara disiplin. Hal ini dibuktikan dengan fakta capaian Semester I Tahun 2016 yang dapat
melampaui target 40,03%.
Capaian Semester I Tahun 2016 sangat didukung oleh peningkatan disiplin pencairan anggaranyang
dimulai dengan penetapan target realisasi anggaran Tahun 2016 secara bulanan dalam suatu Pakta
Delapan Komitmen Utama Kinerja Perbendaharaan Tahun 2016 yang disepakati dan ditandatangani
oleh seluruh unsur pimpinan Kantor Vertikal Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTB. Untuk mencapai
target tersebut, dilakukan intensifikasi komunikasi dengan para Kuasa Pengguna Anggaran dan
Mitra Strategis lainnya sebagai Paket Strategi yang meliputi penerapan 6 (enam) Quick Wins secara
serentak dan terencana oleh seluruh Kantor Vertikal lingkup Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi
NTB. Adapun Enam Quick Wins dimaksud adalah :
Peningkatan Integritas Stakeholders terhadap Agenda Reformasi Ditjen Perbendaharaan;
Program Advokasi “Masyarakat Sadar APBN”;
Quarterly High Level Treasury Dialogue;
Executing Agency High Level Dialogue;
Penyelenggaraan Koordinasi Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Anggaran Tingkat Provinsi NTB;
dan
PenerapanCostumers & Strategic Partner Rating System.
Adapun kendala ketidakdisplinan dalam proses penyerapan anggaran muncul dalam berbagai
bentuk, seperti :
31
Keterlambatan penetapan/penunjukan Pejabat Perbendaharaan;
Keterlambatan proses lelang;dan
Tender ulang karena gagal lelang.
4. KANWIL DITJEN KEKAYAAN NEGARA
a. Jumlah aset/kekayaan milik negara yang berada di Provinsi NTB adalah sebagai berikut:
b. Terhadap aset BMN di Provinsi NTB telah selesai dilaksanakan penertiban secara keseluruhan
dengan cara Inventarisasi dan Penilaian (IP) BMN sejak tahun 2007. Hasil IP BMN tersebut
digunakan sebagai dasar penertiban aset BMN meliputi pengamanan BMN dalam hal pengamanan
administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum.
c. Dalam hal inventarisasi BMN, tetap dilaksanakan secara periodik dalam jangka waktu setiap 5
(lima) tahun oleh masing-masing Satuan Kerja.
d. Saat ini sedang dilakukan proses inventarisasi utilisasi BMN untuk pemanfaatan pada setiap
Kementerian/Lembaga sesuai arahan Menteri Keuangan terhadap DJKN sebagai Revenue Centre
dan Satuan Kerja sebagai Revenue Creator untuk meningkatkan Penerimaan Negara dari sektor
PNBP.
e. Terhadap Kekayaan Negara berupa Sumber Daya Alam (SDA) di Provinsi NTB masih dalam tahap
pengumpulan data sebagai persiapan penilaian yaitu untuk menentukan nilai keekomonian
sebagai bagian dari penyusunan neraca aset Sumber Daya Alam.
f. Adapun kendala dan permasalahan yang dihadapi terkait pengelolaan aset/kekayaan Negara
adalah sebagai berikut:
1) Masih terdapat aset BMN yang belum ditetapkan status kepemilikan BMN berupa Sertipikat
a.n Pemerintah Republik Indonesia.
2) Terhadap pengamanan Fisik BMN, masih terdapat sejumlah gugatan/sengketa terkait
kepemilikan BMN.
32
3) Terhadap aspek administrasi, masih kurangnya kesadaran tiap Satuan Kerja untuk
melakukan pengelolaan BMN sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
g. Adapun solusi permasalahan terkait pengelolaan aset/kekayaan Negara dijelaskan sebagai
berikut:
1) Terhadap aset BMN yang belum memiliki bukti sertipikat a.n. Pemerintah Republik
Indonesia, saat ini sedang dalam proses percepatan sertipikasi dengan melibatkan Satuan
Kerja dan Kantor Pertanahan terkait sejak Tahun 2013.
2) Terhadap aspek administrasi pengelolaan BMN, KPKNL sebagai Pengelola BMN secara
intensif melakukan Sosialisasi Peraturan terkait BMN terhadap Satuan Kerja demi
terwujudnya tertib Administrasi Pengelolaan BMN.
5. PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK
1. Strategi Kehumasan Terkait Amnesti Pajak
a) Sosialisasi
• Internal
• Eksternal: Wajib Pajak Potensial (prominent people), UMKM, FORKOMPINDA, Anggota
DPRD, Pejabat wajib LHKPN, Tokoh Masyarakat, Anggota asosiasi/organisasi, komunitas
tertentu.
b) Kerjasama kemitraan
• Komunikasi pelaksanaan amnesti pajak kepada pihak ke-3 (industrial partnership)
c) Publikasi
• Press conference bagi media local;
• Mencetak materi publikasi amnesti pajak dan publikasi di media luar ruang;
• Iklan di media cetak dan elektronik;
• Publikasi di media sosial resmi unit kerja;
• Menyelenggarakanevent: pojokpajak, tax on the road, dll;
• melakukan pendekatan kepada bank-bank persepsi dan kantor instansi pemerintah untuk
menempatkan leaflet atau spanduk di lokasi kantornya.
2. Pembentukan Tim Amnesti Pajak
1) KEP-206/WPJ.31/2016 tanggal 21 Juli 2016.
33
3. Sarana Dan Prasarana
1) Penyiapan Ruang Khusus untuk Pelayanan Amnesti Pajak di KPP Pratama;
2) Membuka Help Desk di Kanwil DJP Nusa Tenggara untuk Memberikan Informasi dan Konsultasi
Bagi Wajib Pajak Terkait Amnesti Pajak;
3) Membuka Pojok Pajak.
4. Kendala dan hambatan Pelaksanaan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak:
1) Keterbatasan Anggaran untuk Sosialisasi dan Publikasi Secara Massive.
2) Persepsi Masyarakat Yang Keliru Tentang Amnesti Pajak :
a) Anggapan bahwa amnesti pajak hanya untuk Wajib Pajak yang memiliki aset di luar
negeri.
b) Anggapan bahwa amnesti pajak untuk pengemplang pajak.
F. KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NTB
1. OVERVIEW PEREKONOMIAN PROVINSI NTB
a. Makro ekonomi
Perekonomian NTB pada tahun 2015 tumbuh tinggi sebesar 21,24% (yoy), naik dibandingkan
tahun 2014 sebesar 5,06% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi tersebut didorong
oleh ekspor luar negeri dan investasi, khususnya pada investasi swasta. Kinerja ekspor luar negeri
Provinsi NTB sejalan dengan kinerja sektor pertambangan, mengingat 99% ekspor luar negeri
Provinsi NTB adalah ekspor tembaga. Investasi swasta yang meningkat adalah investasi asing
(Penanaman Modal Asing/PMA) pada sektor pertambangan dan pariwisata.
Dari sisi sektoral, ekonomi NTB tahun 2015 didominasi sector pertanian (20,95%), kemudian
disusul sector pertambangan dan penggalian (20,58%), dan sector perdagangan besar dan eceran
(12,44%). Kontribusi sektor pertambangan meningkat signifikan di tahun 2015 seiring dengan
pertumbuhannya yang sangat tinggi setelah relaksasi ekspor tembaga diberikan pada akhir tahun
2014.
Pertumbuhan ekonomi non-tambang mengalami penurunan terkait melemahnya kinerja sektor
perdagangan karena masih terbatasnya tingkat konsumsi masyarakat. Pertumbuhan ekonomi NTB
non-tambang di tahun 2015 tersebut sebesar 5,62% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan tahun
2014 yang mencapai 6,12% (yoy).
34
Perekonomian NTB triwulan I 2016 tumbuh 9,97% (yoy). Meski masih tumbuh tinggi angka
pertumbuhan tersebut melambat dari triwulan IV 2015 sebesar 11,98% (yoy). Dari sisi permintaan,
perlambatan ekonomi Provinsi NTB pada tahun 2015 didorong oleh menurunnya ekspor antar
daerah dan belanja pemerintah. Sementara itu, arah pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya bertolak-belakang dengan arah pertumbuhan sektor pertambangan yang
justru menurun. Hal tersebut disebabkan karena ekspor triwulan I 2016 ini juga turut mengekspor
stok barang tambang yang telah diproduksi pada triwulan sebelumnya.
Secara sektoral, perlambatan ekomomi NTB di triwulan I 2016 disebabkan oleh menurunnya
produksi sektor ekonomi primer. Sektor tambang tumbuh 23,48% (yoy), atau lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 36% (yoy). Perlambatan tersebut disebabkan
oleh terbatasnya kuota ekspor tembaga. Sementara itu, sektor pertanian mengalami penurunan
terkait dengan masa panen yang mundurdanberdampak pada menurunnya produksi padi.
Jika perhitungan kinerja sektor tambang dikeluarkan, pertumbuhan ekonomi NTB non-tambang
triwulan I-2016 sebesar 5,68% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 5,27% (yoy). Hal tersebut didorong oleh meningkatnya kinerja sektor perdagangan,
konstruksi, dan transportasi.
Pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan II 2016 diperkirakan melambat yaitu sebesar 6,5-7%
(yoy), seiring dengan perkiraan produksi tembaga yang tidak setinggi periode sebelumnya.
Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi NTB non-tambang, diperkirakan meningkat menjadi sebesar
9,4-9,8% (yoy), yang didorong oleh sumber pertumbuhan ekonomi baru di industri pengolahan.
35
Pertumbuhan ekonomi NTB tahun 2016 secara tahunan diperkirakan sebesar 5,6% (yoy), atau
melambat dibandingkan tahun 2015, yang tumbuh sangat tinggi sebesar 21,24% (yoy). Faktor
utama yang menyebabkan perlambatan tersebut adalah menurunnya produksi tambang tembaga,
karena faktor usia tambang yang tidak lagi produktif. Namun perlambatan tersebut sedikit tertahan
dengan perkiraan membaiknya kinerja sektor ekonomi lainnya seperti industri pengolahan (pabrik
gula di Kabupaten Dompu) dan sektor-sektor ekonomi penunjang pariwisata.
b. Kesejahteraan (kemiskinan dan tenaga kerja)
Tingkat kemiskinan NTB Maret tahun 2016 secara relatif (presentase) mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan Maret 2015 dan September 2015. Persentase penduduk miskin (PPM) Maret
2016 sebesar 16,48% atau lebih rendah dibandingkan kondisi Maret 2015 yang sebesar 17,1%
dan September 2015 sebesar 16,54%.
Namun demikian, kemiskinan secara absolut (jumlah penduduk) pada bulan Maret 2016 meningkat
dari 802.290 jiwa (posisi September 2015) menjadi 804.450 jiwa.
Presentase penduduk miskin kota lebih tinggi dibandingkan pedesaan. Namun secara jumlah,
sejak Maret 2013 terjadi perubahan jumlah penduduk miskin di desa lebih banyak dibandingkan
dengan di kota. Hal ini ditengarai terkait dengan pertumbuhan ekonomi di perkotaan yang lebih
tinggi dibandingkan pedesaan dalam beberapa tahun terakhir. Data tahun 2014 kemiskinan absolut
tertinggi di Kabupaten Lombok Timur,
Lombok Tengah, dan Lombok Barat.
Hal lain yang perlu dicermati
berdasarkan data September 2015 ke
Maret 2016 adalah bertambahnya
penduduk miskin di kota, dan
berkurangnya penduduk miskin di
desa, meskipun proporsi masih lebih
banyak di kota. Hal tersebut
diindikasikan terkait urbanisasi
penduduk miskin dari desa kekota, yang berdampak pada bertambahnya penduduk miskin di kota.
Fenomena urbanisasi tersebut diperkirakan didorong oleh kondisi perekonomian di desa yang
turun pada awal tahun, sebagai dampak mundurnya masa panen padi.
36
Sebagai upaya mengurangi tingkat kemiskinan di Provinsi NTB kedepan, diperlukan dukungan
infrastruktur, pembiayaan, pendidikan, serta peran aktif pemerintah daerah yang dapat mendorong
sektor ekonomi potensial secara merata di seluruh kota/kabupaten.
Sementara itu, jumlah tenaga Kerja Provinsi NTB pada bulan Februari 2016 menunjukan arah
peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Tingkat pengangguran terbuka NTB pada bulan
Februari 2016 sebesar 5,66%, lebih rendah jika dibandingkan kondisi bulan Agustus 2015 yang
sebesar 5,69%. Dilihat dari sisi sektoral, dari 2.295.441 angkatan kerja yang bekerja di NTB,
sebanyak 43% bekerja di sektor pertanian, dan 18% bekerja di sektor perdagangan. Dengan
kondisi mayoritas pekerja di Provinsi NTB berada pada sektor pertanian, maka kinerja sektor
pertanian turut mempengaruhi daya serap pekerja pada sektor tersebut.
37
c. Perkembangan Infasi
Inflasi NTB bulan Juli 2016 sebesar 1,07% (yoy), relatif sama dengan bulan sebelumnya sebesar
1,08% (mtm). Namun, inflasi NTB tersebut lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional sebesar 0,69%
(mtm). Tingginya permintaan masyarakat saat Lebaran, persiapan tahun ajaran baru, dan fase libur
yang cukup panjang mempengaruhi inflasi NTB pada bulan Juli 2016.
Inflasi NTB tersebut bersumber dari kenaikan harga kelompok volatile food yaitu tomat sayur,
beras, dan cabai rawit, serta kenaikan harga kelompok administered price khususnya pada tarif
angkutan udara.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB dalam
pengendalian inflasi adalah sebagai berikut:
a. Memastikan Ketersediaan Pasokan
Melakukan penjadwalan masa tanam komoditas pertanian yang dilakukan oleh Dinas
Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Uji coba penanaman cabai di luar musim tanam yang dilakukan oleh Dinas Pertanian.
Pada tahun 2015, Kantor Perwakilan Bank Indonesia juga telah melakukan uji coba
penanaman cabai di luar musim yang bekerja sama dengan Badan Koordinasi Penyuluh
(Bakorluh) NTB, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB. Hal ini dilakukan
untuk menjaga ketersediaan pasokan antar waktu.
38
Pengembangan Kampung Unggas oleh Dinas Peternakan Provinsi NTB.
Pembatasan penggunaan LPG bersubsidi pada PNS golongan tertentu.
b. Menjaga Kelancaran Distribusi
Koordinasi antara TPID Provinsi NTB dengan PT Pelindo III Cabang Lembar guna
memastikan kelancaran distribusi di pelabuhan.
c. Memastikan Keterjangkauan Harga
Melakukan operasi pasar atau pasar murah. Pada tahun 2016 pada saat bulan puasa
telah dilakukan pasar murah yang terintegrasi dengan layanan penukaran uang yang
dilakukan di beberapa lokasi strategis yang dekat dengan area pemukimam. Pasar
Murah tersebut merupakan kerjasama antara TPID Provinsi NTB, TPID Kota Mataram,
Badan Musyawarah Perbankan Daerah (BMPD) Provinsi NTB, dan distributor barang
kebutuhan rumah tangga. Selain itu sidak pasar juga dilakukan pada saat menjelang
bulan puasa oleh TPID Provinsi NTB di pasar tradisional.
Penyesuian HET LPG secara proporsional apabila terjadi perubahan harga gas.
Penyesuaian tarif angkutan umum apabila terjadi perubahan harga BBM secara nasional.
d. Mengendalikan Ekspektasi
Sosialisasi pemahaman inflasi dan kebijakan pengendalian inflasi kepada masyarakat.
Sosialisasi tersebut telah dilakukan oleh TPID Provinsi NTB dan Gubernur Provinsi NTB
sebagai Pengarah TPID Provinsi NTB melalui himbauan kepada masyarakat untuk tidak
melakukan konsumsi secara berlebihan pada bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB sebagai tindaklanjut Rapat Koordinasi
TPID Provinsi NTB dan TPID Kota/Kabupaten di Provinsi NTB juga telah melakukan
edukasi keuangan kepada anggota Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW)
Provinsi NTB.
e. Lain-lain
Pada tahun 2015 dan awal tahun 2016 TPID Provinsi NTB telah melakukan Capacity
Building dengan TPID Provinsi Jawa Barat dan TPID Provinsi Daerah Istimwea
Yogyakarta (DIY) . Capacity Building yang dilakukan dengan TPID Provinsi DIY selain
melakukan pembahasan mengenai pengendalian inflasi di daerah juga studi banding di
Kabupaten Kulonprogo dalam upaya menggali informasi dan strategi dalam mengurangi
angka kemiskinan.
39
d. Nilai Tukar
Rupiah menguat pada Juni 2016 terutama dipengaruhi oleh meredanya ketidakpastian kenaikan
Fed Fund Rate, terbatasnya dampak Brexit, dan meningkatnya sentimen positif atas pengesahan
UU Pengampunan Pajak. Secara point-to-point (ptp), Rupiah mengalami apresiasi sebesar 3,4%
(mtm) ke Rp13.213 per dolar AS pada bulan Juni 2016. Dampak Brexit terhadap Rupiah cenderung
terbatas, dibandingkan dengan mata uang negara lain, dan hanya berlangsung singkat. Penguatan
kembali Rupiah didukung oleh persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik,
sejalan dengan pengesahan UU Pengampunan Pajak, perbaikan kondisi makroekonomi, serta
perkiraan penundaan kenaikkan FFR oleh the Fed. Penguatan rupiah tersebut sejalan dengan
aliran masuk modal asing yang kembali meningkat setelah sempat sedikit terkoreksi akibat Brexit.
Ke depan, Bank Indonesia akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai
fundamentalnya.
e. Sistem Pembayaran
Kebutuhan uang tunai menjelang lebaran tahun 2016 sebesar Rp 1,84 Triliun. Jumlah tersebut
meningkat sebesar 24% dibandingkan tahun lalu yang sebesar Rp 1,48 Triliun. Peningkatan
kebutuhan uang tunai disebabkan adanya penyaluran gaji ke-13 & 14 PNS di tahun ini dan
meningkatnya alokasi dana desa untuk Provinsi NTB.
Pada triwulan I 2016 transaksi non tunai menunjukkan peningkatan dibanding triwulan
sebelumnya. Peningkatan transaksi tersebut merupakan indikator yang baik dalam sistem
pembayaran, terutama dalam mendukung Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Transaksi non
tunai baik RTGS maupun kliring secara keseluruhan pada triwulan I 2016 secara nominal mencapai
Rp8,58 triliun, meningkat 65,83% (yoy) atau 13,97% (qtq). Sedangkan jumlah warkat secara
keseluruhan mencapai 93,02 ribu lembar, meningkat 71,01% (yoy) atau 3,54% (qtq).
Terkait dengan jumlah uang beredar di NTB, perhitungan tidak dapat dilakukan secara pasti untuk
per Provinsi. Namun demikian, perhitungan dapat dilakukan melalui pendekatan porsi PDRB NTB
terhadap PDB Nasional dikalikan dengan jumlah uang beredar nasional. Berdasarkan perhitungan
tersebut, jumlah uang beredar (M2) di NTB diperkirakan sebesar Rp40 triliun.
40
2. PROYEKSI PEREKONOMIAN PROVINSI NTB
Provinsi NTB memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan secara optimal dengan
mendorong sektor utama yakni sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan; sektor pertambangan dan
penggalian; dan sektor penunjang pariwisata yaitu perdagangan, hotel, dan restoran. Pertumbuhan
ekonomi Provinsi NTB dari tahun ke tahun cukup fluktuatif terkait dengan kinerja subsektor
pertambangan yang merupakan salah satu sektor utama. Ketergantungan ekspor di Provinsi NTB
kepada subsektor pertambangan masih cukup besar. Sektor utama pertanian yang memberikan
kontribusi terbesar terhadap PDRB Provinsi NTB dan memiliki jumlah tenaga kerja paling banyak
dibanding sektor lain produktivitasnya perlu untuk ditingkatkan, karena relatif rendah dibanding sektor
lain.
Sehingga kedepan diperlukan upaya untuk mengurangi atau melepas ketergantungan terhadap
subsektor pertambangan dan mendorong kinerja sektor pertanian dan sektor penunjang pariwisata
yakni perdagangan, hotel, dan restoran, serta jasa transportasi.
Faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi kedepan, yaitu: potensi sektor pertanian di Provinsi
NTB yang dapat dikembangkan dengan pemanfaatan teknologi dan pengembangan sektor penunjang
pariwisata.
Sejumlah risiko dihadapi oleh Provinsi NTB kedepan yang berpotensi menghambat pertumbuhan
ekonomi, yaitu: ketidakpastian izin konsentrat tembaga; dampak fenomena Elnino (2015) yang diikuti
Lanina (2016) berpotensi mengganggu produksi pertanian; harga komoditas dunia (tembaga) yang
cenderung turun; terhambatnya proyek-proyek pembangunan infrastruktur.
3. Langkah-langkah dalam rangka memperkuat KPw BI di daerah dalam mendukung
perekonomian dan mendorong terciptanya stabilitas harga di daerah.
Dalam mendukung perkembangan perekonomian regional dan mendorong stabilitas harga di Provinsi
NTB, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB telah melakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB secara rutin bulanan memberikan analisis
pengendalian inflasi daerah kepada Pemerintah Daerah Provinsi NTB dan Kota/Kabupaten
sebagai masukan kepada pemerintah daerah mengenai langkah-langkah antisipasi
menghadapi gejolak harga di daerah
41
b. Secara berkala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB telah memberikan
rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi mengenai asesmen ekonomi terkini yang diterbitkan
dalam bentuk buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional dan rekomendasi kebijakan
ekonomi baik jangka pendek maupun jangka panjang berdasarkan hasil asesemen atau hasil
riset.
c. Untuk menjaga stabilitas rupiah perlu didukung pengaturan dan pengelolaan akan kelancaran
Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Sebagai otoritas moneter, BI menetapkan dan
memberlakukan kebijakan SPN dan menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui
infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan sistem kliring antar bank. Pada
tahun 2015, telah diterapkan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Generasi II yang
merupakan sistem pemindahan dana secara elektronik yang transaksinya diselesaikan secara
periodik, secara nasional, termasuk di Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang merupakan
penyempurnaan generasi sebelumnya. Keunggulan SKNBI Generasi II tersebut di antaranya:
frekuensi kliring 5 kali sehari (pukul 09.00, 11.00, 13.00, dan 15.00, dan 16.15 WIB), dari
sebelumnya 4 kali sehari; layanan kliring warkat debit 4 kali sehari dari sebelumnya 1 kali sehari;
perluasan akses kepesertaan terhadap Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank Umum, yaitu
menambah juga Penyelenggara Transfer Dana (PTD) Non Bank khusus untuk Layanan
Transfer Dana (Kliring Kredit); biaya kliring maksimal telah ditentukan sebesar Rp5.000,- (lima
ribu Rupiah). Dibandingkan transfer melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-
RTGS), terdapat beberapa perbedaan transfer melalui SKNBI, yaitu pertama, SKNBI
setelmennya dilakukan secara periodik (netting) sedangkan RTGS, setelmennya dilakukan
secara individual (gross). Kedua, dari segi batasan nominal, transaksi nasabah yang dapat
diproses melalui SKNBI maksimal sebesar Rp.500.000.000,00 per transaksi, sedangkan
transaksi melalui RTGS minimal sebesar Rp.100.000.000,00 per transaksi. Ketiga, biaya yang
dikenakan Bank Indonesia kepada Peserta untuk SKNBI lebih murah, yaitu sebesar Rp 750,00
per transaksi, sedangkan untuk BI-RTGS sebesar Rp 15.000,00.
d. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB telah mendorong Pemerintah Provinsi NTB
dalam program elektronifikasi yang diimplementasikan dengan pembayaran gaji Pegawai
Negeri Sipil melalui perbankan pada tahun 2015. Program ini merupakan implementasi
Gerakan Nasional Non Tunai yang sangat bermanfaat dalam peningkatan efektifitas dan
efisiensi dalam bertransaksi.
42
4. Langkah-langkah dalam rangka peningkatan kualitas dan pemenuhan permintaan uang rupiah
sesuai kebutuhan.
Dalam rangka peningkatan kualitas dan pemenuhan permintaan uang Rupiah dengan pecahan yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB telah
melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pelayanan Kas Keliling sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas uang di masyarakat baik di
Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Kedepan, layanan Kas Keliling akan terus diperluas ke
pulau-pulau terpencil di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan direncanakanakan
bekerjasama dengan TNI Angkatan Laut.
b. Untuk meningkatkan efisiensi perbankan dan optimalisasi pengelolaan uang, Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi NTB mendorong Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB). Selain
itu, kerja sama dengan perbankan dalam rangka memberikan pelayanan penukaran uang juga
akan terus ditingkatkan. Untuk keterjangkauan pelayanan perkasan di Pulau Sumbawa, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB telah melakukan kerjasama Kas Titipan dengan bank
umum di Kota Bima.
c. Sosialisasi 3D (Didapat, Disayang, Disimpan) kepada semua lapisan masyarakat agar kualitas
uang yang beredar tetap terjaga.
d. Sebagai upaya peningkatan kualitas uang, pada semester I 2016 telah dilakukan survei untuk
mengetahui soil level uang yang beredar di masyarakat. Survei ini sebagai bagian dari strategi
kedepan dalam upaya peningkatan kualitas uang.
5. Instrumen Kebijakan dalam Pelaksanaan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak
Dengan telah disahkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak,
terdapat potensi tambahan dana untuk pembiayaan pembangunan sektor swasta. Selain itu, tax base
akan meningkat, yang dapat digunakan sebagai pembiayaan untuk pembangunan sektor pemerintah.
Kebijakan BI untuk optimalisasi tax amnesty di antaranya kebijakan makroprudensial untuk
mendorong kredit dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
43
6. Kendala da hambatan dalam sosialisasi dan
pelaksanaan Undang-Undang tentang
Pengampunan Pajak
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa
Tenggara Barat saat ini telah melakukan
koordinasi dengan Kantor Wilayah Dirjen Pajak
NTB mengenai rencana sosialisasi terkait dengan
pelaksanaan Undang-undang tentang
Pengampunan Pajak di Provinsi NTB.
G. OTORITAS JASA KEUANGAN PERWAKILAN PROVINSI NTB
a. Perkembangan kinerja perbankan
1. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK)
Total DPK perbankan NTB sampai dengan dengan posisi Juni 2016 tercatat mencapai sebesar
Rp21,77 triliun dengan komposisi yaitu; Tabungan sebesar Rp11,01 triliun, Deposito Rp6,93 triliun,
dan Giro Rp3,82 triliun.
Secara umum pertumbuhan penghimpunan DPK perbankan di NTB selama 3 (tiga) tahun terakhir
tercatat cukup stabil di kisaran 15% (Yoy), adapun penghimpunan DPK sampai dengan bulan Juni
2016 menunjukan pertumbuhan sebesar 7,09% dibanding posisi akhir tahun 2015.
2. Aset Perbankan
Total aset perbankan NTB sampai dengan posisi Juni 2016 tercatat mencapai sebesar Rp33,74
triliun, secara umum pertumbuhan aset perbankan di NTB selama 3 (tiga) tahun terakhir tercatat
cukup stabil diatas 11% (Yoy), adapun total aset perbankan NTB sampai dengan bulan Juni 2016
menunjukan pertumbuhan sebesar 7,09% dibanding posisi akhir tahun 2015.
44
3. Kredit yang diberikan
Dari total penyaluran kredit Perbankan NTB sebesar Rp26,91 triliun, sebesar 56,37% diantaranya
merupakan kredit konsumsi, sedangkan kredit modal kerja dan investasi masing-masing mencapai
Rp8,64 triliun dan Rp3,03 triliun. Adapun pertumbuhan kredit selama beberapa tahun terakhir
(2012 s.d 2015) masih tergolong relatif baik yaitu di atas 12%, adapun sampai dengan Juni 2016
pertumbuhan kredit telah mencapai 7,50% (Ytd) dengan pertumbuhan terbesar pada kredit modal
kerja sebesar 10,71% (Ytd), diikuti pertumbuhan kredit konsumsi sebesar 6,16% (Ytd) dan kredit
investasi sebesar 5,43% (Ytd).
Penyaluran Kredit ke sektor Perdagangan Besar dan Kecil masih mendominasi penyaluran kredit
UMKM, dari total penyaluran Kredit UMKM posisi Juni 2016 sebesar Rp8,88 triliun, sebesar Rp6,42
triliun (72,39% dari total kredit UMKM) merupakan kredit kepada sektor Perdagangan Besar dan
Eceran, diikuti penyaluran kredit kepada sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar
Rp500 miliar (5,63%) dan kepada sektor Pertanian Perburuan dan Kehutanan sebesar RpRp482
miliar (5,44%).
4. Kredit Usaha Rakyat
45
Kredit KUR yang disalurkan perbankan NTB pada tahun 2015 sempat mengalami penurunan
akibat penundaan penyaluran pada tahun 2015, namun mulai awal tahun 2016 penyaluran KUR
telah digiatkan kembali tercermin dari jumlah penyaluran KUR sampai posisi Juni 2016 mencapai
Rp365 miliar, meningkat 50,40% sejak akhir tahun 2015. Kualitas kredit KUR yang disalurkan pun
relatif baik, tercermin dari rasio NPL sebesar 3,56%.
5. Risiko Perbankan NTB
• Risiko Kredit
Secara inherent risiko kredit perbankan NTB dinilai masih relatif terjaga dengan baik, tercermin
dari rasio non performing loan (NPL) pada posisi Juni 2016 yang masih berada di bawah 5%
yaitu sebesar 2,59%. Meskipun terdapat peningkatan dibandingkan posisi akhir tahun 2015
yang hanya sebesar 2,23%, namun rasio NPL perbankan NTB per Juni 2016 tersebut masih
berada dibawah NPL perbankan nasional yang saat ini telah tercatat di kisaran 2,9%. Adapun
penyumbang NPL terbesar adalah kredit produktif (modal usaha dan investasi) yaitu mencapai
67,23% dari total NPL, sedangkan penyaluran kredit perbankan NTB masih didominasi oleh
kredit konsumsi yang memiliki rasio NPL yang relatif rendah .
• Risiko Likuiditas
Rasio LDR perbankan NTB pada Juni 2016 tergolong tinggi yaitu mencapai 123,57% hal
tersebut khususnya disebabkan oleh kondisi Bank Umum yang berkantor pusat di luar NTB
yang penyaluran kreditnya lebih tinggi dari penghimpunan DPK, sehingga untuk kebutuhan
likuiditasnya masih perlu disupport oleh Kantor Pusatnya. Namun demikian, jika dilihat dari
penghimpunan DPK yang didominasi oleh dana murah (Tabungan dan Giro) yang tidak terlalu
sensitif terhadap perubahan suku bunga, maka risiko likuiditas perbankan diyakini masih dapat
terjaga dengan baik.
• Risiko Pasar
Eksposur risiko pasar yang dihadapi oleh perbankan NTB berasal dari portofolio penyaluran
kredit dan DPK. Adapun berdasarkan data posisi Juni 2016 diketahui bahwa portofolio DPK
dan Kredit dalam valas jumlahnya sangat kecil masing-masing sebesar 2% dan 0,02%.
46
b. Perkembangan Kinerja Sektor Keuangan
1. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan
Pertumbuhan sektor Perbankan sampai dengan Juni 2016 dinilai relatif cukup baik, sebagaimana
telah dijabarkan pada poin 1 di atas.
2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal
Jasa keuangan di sektor pasar modal di NTB relatif belum terlalu signifikan, mengingat hingga saat
ini hanya terdapat 1 (satu) cabang perusahaan pengelolaan investasi yaitu PT Sinarmas Asset
Management. Namun demikian berdasarkan data pertumbuhan jumlah nasabah sebagaimana tabel
di bawah, secara umum menunjukan pertumbuhan yang cukup baik. Sosialisasi terhadap produk-
produk investasi yang ditawarkan terus diupayakan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat
terhadap manfaat yang dapat diperoleh serta risiko yang perlu diwaspadai.
3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan lainnya
Berdasarkan data jumlah jaringan kantor posisi Mei 2016, diketahui bahwa terdapat perkembangan
jaringan kantor LKNB khususnya untuk Asuransi Jiwa, dengan dibukanya Kantor Pemasaran PT
Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dan PT Asuransi Jiwa Syariah Al-Amin. Namun disisi lai terdapat
penurunan jumlah jaringan kantor akibat penutupan beberapa Kantor Cabang (KC) Mitra Pinasthika
Mustika Finance dan pembukaan 1 KC Mandiri Tunas Finance dan 1 KC Wahana Ottomitra
Multiartha.
c. Komunikasi antar lembaga untuk pencegahan krisis
OJK NTB senantiasa aktif membangun komunikasi dengan stakeholder di NTB, baik kepada
Pemerintah Daerah, Lembaga Penegak Hukum, Bank Indonesia serta Lembaga-lembaga Negara lain
yang terkait. Adapun sebagai upaya pencegahan krisis serta untuk meningkatkan inklusi keuangan di
NTB, bersama dengan Pemerintah Daerah dan stakeholder terkait lainnya OJK NTB telah membentuk
forum-forum komunikasi dan koordinasi antara lain:
a. Forum Komunikasi Lembaga Jasa Keuangan (FKLJK)
Merupakan forum komunikasi yang beranggotakan semua lembaga jasa keuangan di NTB. Forum
ini diharapkan dapat menjadi sarana tukar-menukar informasi serta menjadi wadah diskusi untuk
47
mendapatkan solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan inklusi keuangan
masyarakat NTB.
b. Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD)
Merupakan tindak lanjut dari Radiogram Menteri Dalam Negeri No T-900/634/Keuda tanggal 19
Februari 2016 yang isinya meminta Kepala Daerah dalam hal ini Gubernur, Bupati dan Walikota
untuk membentuk TPAKD di Provinsi/Kabupaten/Kota bersama-sama OJK di wilayah.
c. Satuan Tugas Waspada Investasi (Satgas Waspada Investasi) NTB
Terdiri dari OJK, Polda NTB, Kejati NTB, BI, Kemenag, Disperindag NTB, Dinas Koperasi dan UMKM
NTB, Dishubkominfo NTB, serta Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu NTB.
Satgas akan melaksanakan koordinasi agar ada upaya penyelesaian dan penegakkan hukum
terhadap investasi ilegal dapat dilaksanakan serta untuk menghindarkan masyarakat dari
penawaran investasi bodong/ilegal.
d. Instrumen kebijakan dalam mendukung Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak
Secara umum OJK NTB mendukung kebijakan Kantor Pusat dalam mempersiapkan instrumen
kebijakan yang dapat digunakan dalam menampung dana repatriasi dari tax amnesty.
a. Sebagaimana telah disampaikan dalam siaran pers OJK tanggal 27 Juni 2016, untuk bidang Pasar
Modal OJK telah mempersiapkan beberapa instrumen kebijakan untuk pemanfaatan dana tax
amnesty antara lain dengan mempersiapkan instrumen investasi berupa:
• Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) dengan relaksasi regulasi berupa penurunan besarnya nilai
minimum investasi untuk setiap pemodal dari Rp10 miliar menjadi Rp5 miliar.
• Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) dengan relaksasi regulasi berupa dihapuskannya
kewajiban adanya perusahaan sasaran pada saat pencatatan RDPT.
b. Pada bidang Perbankan, potensi dana masuk dari tax amnesty akan diarahkan untuk masuk pada
instrumen-instrumen penghimpunan dana dengan tenor jangka panjang. Masuknya dana-dana
tersebut selain mendorong pertumbuhan aset perbankan juga diharapkan dapat meningkatkan
likuiditas bank serta menekan cost of fund dan pada akhirnya dapat berdampak pada penurunan
bunga kredit.
c. Pada bidang Industri Keuangan Non Bank (IKNB), OJK telah mengajukan rekomendasi beberapa
perusahaan kepada Kementerian Keuangan untuk dapat dipertimbangkan sebagai pengelolan dana
48
repatriasi, melalui instrumen investasi antara lain unit link, obligasi perusahaan pembiayaan atau
penyertaan modal langsung ke modal ventura.
e. Sosialisasi Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak
OJK NTB bekerjasama dengan Kanwil DJP Nusa Tenggara telah menyelenggarakan sosialisasi atas
UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak pada tanggal 28 Juli 2016. Sosialisasi tersebut
diikuti oleh seluruh Pimpinan Lembaga Jasa Keuangan yang ada di NTB.
H. PT. ASKRINDO
a. Kinerja operasional dan kinerja keuangan
49
b. Perkembangan Kinerja Penjaminan KUR Provinsi NTB sejak 2013 - Juni 2016 adalah sebagai
berikut:
50
c. Penjaminan KUR Provinsi NTB per Bank Pelaksana sejak 2013 - Juni 2016 adalah sebagai
berikut:
d. Penjaminan KUR Provinsi NTB per Sektor Usaha sejak 2013 sampai dengan Juni 2016 adalah
sebagai berikut:
e. Non Performing Guarantee (NPG):
Non Performing Guarantee (NPG) Kredit Usaha Rakyat PT Askrindo di Wilayah Propinsi Nusa
Tenggara Barat 3 tahun terakhir Seluruh Bank Pelaksana Penyalur KUR (1 Januari 2013 sd 30 Juni
2016) adalah sebesar 3,3%.
Secara tahunan Non Performing Guarantee (NPG) pada Tahun 2013 sebesar 1,6%, Tahun 2014
sebesar 7,3 %, Tahun 2015 sebesar 8,7 % dan Juni 2016 sebesar 1,1 %.
51
f. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat Non Performing Guarantee (NPG) antara lain:
- Kesiapan Nasabah Calon Debitur Kur
Kesiapan nasabah menjalankan usahanya sangat mempengaruhi kemampuan nasabah untuk
memenuhi kewajiban-kewajiban kredit kepada bank pelaksana. Nasabah yang berpengalaman
pada umumnya mempunyai kecenderungan lebih mampu mengelola usahanya sehingga
diharapkan dapat menyelesaikan kewajibannya kepada bank.
- Sektor Usaha Yang Dimasuki
Sektor usaha yang dibiayai oleh perbankan tingkat resikonya berbeda-beda, dan pada
umumnya sektor yang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan mempunyai tingkat risiko
yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor usaha yang tahan terhadap perubahan
lingkungan.
- Pendampingan Dan Pembinaan Teknis
Keberhasilan usaha debitur tidak semata-mata tergantung pada aspek permodalan, namun
juga dipengaruhi iklim usaha, aspek pembinaan teknis, proses produksi, dan pemasaran yang
saling berkaitan.
Bagi UMKMK faktor pendampingan dan pembinaan mempunyai peranan penting dan sangat
berpengaruh pada keberhasilan dalam mengelola usahanya. Sifat pemberian kredit yang
terpadu dengan pendampingan dan pembinaan merupakan skema kredit yang ideal bagi
UMKMK.
- Kesiapan Bank Pelaksana Penyalur Kur
Bank pelaksana KUR yang mempunyai akses lebih dekat dengan UMKMK mempunyai
kecenderungan dapat melakukan pengendalian lebih baik kepada UMKMK, sehingga
diharapkan dapat menekan tingkat Non Performing Guarantee (NPG).
- Sosialisasi Program Kur
Diperlukan sosialisasi yang lebih terpadu dari pihak-pihak yang terkait, sehingga ada kesamaan
persepsi dalam pelaksanaan program penjaminan KUR.
g. Upaya-upaya untuk menekan tingkat Non Performing Guarantee (NPG) antara lain:
Peran serta seluruh pihak yang terkait dalam upaya melakukan kontrol agar Non Performing
Guarantee (NPG) KUR tidak menjadi tinggi adalah sangat diperlukan. Dalam hal ini, langkah-langkah
yang dilakukan oleh Askrindo untuk menekan tingkat NPG, yaitu sebagai berikut :
52
- Terhadap KUR yang telah memasukan NPL (coll 3, 4, 5) akan segera dikomunikasikan dengan
pihak bank pelaksana KUR, agar terlebih dahulu dilakukan langkah-langkah restrukturisasi, dan
klaim merupakan upaya atau langkah terakhir dalam penyelesaian KUR;
- Sosialisasi ketentuan dan persyaratan program KUR, baik kepada pihak Bank Pelaksana KUR
maupun instansi-instansi atau Dinas terkait pembina UMKMK;
- Melakukan verifikasi secara cermat atas berkas-berkas dan data-data permohonan penerbitan
Sertifikat Penjaminan program KUR;
- Melakukan pengawasan pelaksanaan KUR, baik secara administratif maupun secara langsung
di lapangan.
h. Pembinaan dan Pelatihan
Dalam melakukan pembinaan dan pelatihan PT. Askrindo tidak melakukan secara langsung namun
melibatkan beberapa pihak diantaranya bekerjasama dengan instansi terkait, bekerjasama dengan
Pemprov/Pemkot/Pemkab dan Bank Pelaksana penyaluran KUR, hal ini dilakukan untuk menjaga
Moral Hazard masyarakat yang selama ini beranggapan bahwa kredit yang sudah dijamin tidak perlu
dikembalikan sehingga menimbulkan kredit macet.
I. PERUM JAMKRINDO
a. Kinerja operasional dan kinerja keuangan
i. Kinerja Operasional
53
ii. Kinerja keuangan
b. Penjaminan Kredit di Provinsi NTB
54
c. Non Performing Guarantee (NPG) di wilayah Provinsi NTB
d. Upaya Pembinaan
1. Perum Jamkrindo melakukan sosialisasi mengenai ketentuan KUR ke Bank-Bank Pelaksana
KUR maupun LKBB yang akan menjadi pelaksana KUR.
2. Melakukan sosialisasi ketentuan KUR kepada UMKM bersama-sama dengan Kementerian terkait
yaitu Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah Republik Indonesia.
III. TINDAK LANJUT HASIL KUNJUNGAN KERJA
Berdasarkan informasi dan permasalahan yang diperoleh oleh Tim Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI
pada saat melaksanakan kunjungan ke Provinsi NTB, Tim Kunjungan Kerja menyampaikan beberapa
rekomendasi untuk ditindak lanjuti sebagai berikut:
a. Komisi XI DPR RI mendukung Pemerintah Provinsi NTB untuk mempercepat pembangunan
infrastruktur di Provinsi NTB dan mendorong Pemerintah Daerah untuk terus meningkatkan
kinerjanya.
b. Komisi XI DPR RI meminta kepada Pemerintah Provinsi NTB untuk terus meningkatkan program
yang selama ini telah menjadi prioritas daerah guna mendukung percepatan pembangunan dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTB.
55
c. Terkait dengan usulan pembangunan infrastruktur, Komisi XI DPR RI akan mengupayakan untuk
membantu Pemerintah Daerah dan Komisi XI akan meminta agar dapat dilibatkan secara langsung
dalam kegiatan Musrenbang sesuai dengan Daerah Pemilihan masing-masing.
d. Terkait kendala dan permasalahan yang telah disampaikan baik oleh seluruh mitra Kerja dalam
Kunjungan Kerja Spesifik di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Komisi XI DPR RI akan segera
melakukan pembahasan lanjutan dalam rapat-rapat Komisi XI DPR RI dengan kementerian
terkait/pemerintah agar kendala dan permasalahan yang terjadi dapat segera diselesaikan.
IV. PENUTUP
Demikian Laporan Kunjungan Kerja Komisi XI DPR RI ke Provinsi NTB. Kami mengharapkan berbagai data
dan informasi yang diperoleh didalam laporan ini dapat menjadi bahan pertimbangan serta ditindaklanjuti
dalam Rapat-rapat Komisi XI DPR RI.
Jakarta, Agustus 2016
TIM KUNJUNGAN KERJA KOMISI XI DPR RI
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Ketua,
ttd
Ir. H. SOEPRIYATNO