laporan tpp sule
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
ACARA III PEMBUATAN SUSU KEDELAI
Disusun olehEssix Fitriyani A1M011007Muhayyinah Kusuma Wardhani A1M011061Muhammad Syaifudin A1M011039Stefanus Mega Prabawa A1M011057Andriana Jumiharti Lestari A1M011001Hikmah Ari Setiani A1M011063Nurestu Hidyatiasih A1M011085
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO
2013
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
ACARA III PEMBUATAN SUSU KEDELAI
Disusun olehAndriana Jumiharti Lestari A1M011001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Susu memiliki gizi yang tinggi dan sangat dibutuhkan manusia karena zat-
zat gizinya terkandung dalam perbandingan yang sempurna, mudah dicerna, dan
tidak ada sisa yang terbuang. Susu tidak hanya berasal dari hewani saja, tetapi
terdapat susu yang berasal dari nabati seperti kacang-kacangan.
Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji
kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan
lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Kacang-kacangan
dapat diolah menjadi berbagai macam makanan salah satunya ialah susu. Susu
nabati yang biasa dikenal oleh masyarakat umum yaitu susu kedelai dan susu
kacang hijau.
Kedelai mempunyai potensi yang sangat besar sebagai sumber protein
nabati yang utama bagi manusia, karena kedelai merupakan salah satu jenis
kacang-kacangan yang kandungan proteinnya paling tinggi. Proses pengolahan
kedelai menjadi berbagai makanan pada umumnya merupakan proses yang
sederhana, dan peralatan yang digunakan cukup dengan alat-alat yang biasa
dipakai di rumah tangga. Banyak produk makanan yang dibuat dari bahan baku
kedelai, di antaranya adalah susu kedelai yang dibuat dari ekstrak kedelai.
Selain mempunyai kandungan protein yang tinggi, susu kedelai juga
mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, phosphor, zat besi, provitamin A,
Vitamin B kompleks (kecuali B12), dan air. Susu kedelai juga memiliki kadar
protein dan komposisi asam amino yang hampir sama dengan susu sapi. Susu
kedelai memiliki sumber protein yang mempunyai susunan asam amino yang
mendekati susunan asam amino susu sapi, sehingga dapat digunakan sebagai
pengganti susu sapi bagi mereka yang tidak toleran terhadap susu sapi.
Susu kedelai juga dikenal sebagai minuman kesehatan, karena tidak
mengandung kolesterol melainkan kandungan phytokimia, yaitu suatu senyawa
dalam bahan pangan yang mempunyai khasiat menyehatkan.
Kandungan protein dalam susu kedelai itu sendiri dipengaruhi oleh varietas
kedelai, jumlah air yang ditambahkan, jangka waktu dan kondisi penyimpanan,
serta perlakuan panas. Semakin banyak jumlah air yang digunakan untuk
mengencerkan susu, maka akan semakin sedikit kadar protein yang diperoleh.
Namun, dalam pengolahan susu kedelai ini terdapat kendala yaitu
penyimpangan cita rasa dari susu kedelai dengan timbulnya rasa pahit, rasa
berkapur, dan bau langu. Bau langu disebabkan oleh enzim lipoksigenase yang
terdapat didalam kedelai itu sendiri yang dapat mengoksidasi lemak.
Maka dari itu, didalam pengolahan susu kedelai harus diberikan beberapa
perlakuan untuk menginaktifkan enzim lipoksigenase tersebut yaitu dengan cara
pemanasan biji kedelai sebelum dikupas dan ekstrasi biji kedelai sebelum digiling.
B. Tujuan
Mempelajari proses pembuatan susu kedelai dan membandingkan susu yang
dibuat dari biji kedelai yang direbus dahulu dan tidak direbus, serta ekstraksi
menggunakan air dingin dan air panas.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai sebagai bahan makanan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Di
antara jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein (35-45%),
lemak (18-32 %), karbohidrat (12-30 %), air (7 %), vitamin, mineral dan serat
yang paling baik. Dalam lemak kedelai terkandung beberapa fosfolipida penting,
yaitu lesitin, sepalin dan lipositol (Mudjajanto dan Kusuma, 2005).
Menurut Suhardjo (1996) dibanding protein hewani, protein nabati kedelai
lebih murah dan terjangkau oleh kebanyakan masyarakat. Kedelai merupakan
sumber protein rendah kolesterol, kedelai juga diketahui memiliki pengaruh
positif untuk pencegahaan beberapa penyakit seperti jantung koroner dan kanker.
Susu kedelai adalah minuman padat gizi yang diperoleh dari biji kedelai
berkualitas yang dibudidayakan secara alami tanpa rekayasa genetik (Uransyah,
2011). Susu kedelai juga merupakan sari kedelai yang diproses dengan
menghancurkan biji kedelai dalam air dingin atau panas. Kedelai yang digunakan
adalah yang berkulit kuning. Tahap pengolahannya meliputi pembersihan,
perendaman, penghancuran, penyaringan, pemanasan, serta penambahan rasa dan
aroma. Perendaman dimaksudkan untuk menghilangkan zat-zat yang rasanya
tidak enak atau yang menimbulkan bau langu (Hermana, 1993).
Perendaman kedelai sebelum proses penggilingan dilakukan dengan tujuan
untuk melarutkan oligosakarida penyebab flatulensi, mengurangi kadar trypsin
inhibitor, mengurangi bau langu dari kedelai, memudahkan dispersi dan suspensi
padatan selama ekstraksi, meningkatkan rendemen, melunakkan biji kedelai untuk
mempermudah penggilingan dan mengurangi waktu pemasakan akhir (Shurtleff
dan Aoyagi, 1984). Serta perendaman juga dapat memudahkan pengupasan biji
kedelai dengan kulit arinya, dan apabila dalam perendaman ditambahkan senyawa
seperti soda kue dapat merenggangkan kulit luar kedelai dengan bijinya.
Ada 2 macam susu kedelai yaitu berbentuk cairan dan berbentuk bubuk,
cairan susu dipanaskan kemudian dikeringkan dengan menggunakan spray dryer.
Sedangkan untuk memperoleh susu kedelai cair, setelah selesai penyaringan
biasanya dimasak sampai mendidih atau disterilkan dalam botol (Winarno dan
Rahman, 1974).
Pada kedelai terdapat senyawa-senyawa anti gizi dan senyawa penyebab
off–flavor yaitu penyimpangan cita rasa dan aroma pada produk pengolahan
kedelai. Diantara senyawa anti gizi yang sangat mempengaruhi mutu produk
olahan kedelai ialah antitripsin, hemaglutinin, asam fitat, oligosakarida penyebab
flatulensi (timbulnya gas dalam perut sehingga perut menjadi kembung).
Sedangkan senyawa penyebab "off flavor" pada kedelai ialah glukosida,
saponin, estrogen dan senyawa-senyawa penyebab alergi. Dalam pengolahan,
senyawa-senyawa tersebut harus dihilangkan, atau diinaktifkan, sehingga akan
dihasilkan produk olahan kedelai dengan mutu terbaik dan aman untuk
dikonsumsi manusia (Cahyadi, 2007).
Bau dan rasa langu merupakan salah satu masalah dalam pengolahan susu
kedelai. Rasa langu yang tidak disukai ini dihasilkan oleh adanya enzim
lipoksidase pada kedelai. Hal ini terjadi karena enzim lipoksidase menghidrolisis
atau menguraikan lemak kedelai menjadi senyawa- senyawa penyebab bau langu,
yang tergolong pada kelompok heksanal dan heksanol. Senyawa-senyawa tersebut
dalam kosentrasi rendah sudah dapat menyebabkan bau langu. Disamping bau
langu, faktor penyebab "off-flavor" yang lain dalam kedelai adalah rasa pahit dan
rasa kapur yang disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa glikosida dalam biji
kedelai. Diantara glikosida-glikosida tersebut, soyasaponin dan sapogenol
merupakan penyebab rasa pahit yang utama dalam kedelai dan produk-produk non
fermentasinya. Senyawa glikosida lain yang menyebabkan "off-flavor" pada
kedelai adalah isoflavon dan gugus aglikonya. Glikosida tersebut menyebabkan
timbulnya rasa kapur pada susu kedelai dan produk nonfermentasi lainnya.
Senyawa isoflavon dalam kedelai terdiri dari genistin dan daidzin, sedangkan
gugus aglikonnya masing-masing disebut genistein dan daidzein (Koswara, 1992).
Semakin tinggi kandungan protein susu kedelai, maka semakin tinggi pula
viskositas yang dihasilkan (Tamime dan Robinson, 1989). Viskositas berbanding
terbalik dengan suhu, semakin tinggi suhu maka viskositas semakin rendah.
Tetapi berbanding lurus dengan jumlah partikel dan konsentrasi, semakin banyak
partikel terlarut maka semakin tinggi viskositasnya dan semakin tinggi
konsentrasi maka semakin tinggi pula viskositas susunya.
Protein pada susu kedelai tersusun oleh sejumlah asam amino, yaitu arginin,
lisin, glisin, leusin, isoleusin, treonin, triptofan, fenilalanin, metionin, sistin, valin,
histidin, dan alanin. Protein yang terkandung dalam kedelai diketahui kaya akan
asam amino arginin dan glisin yang merupakan komponen penyusun hormon
insulin dan glukagon yang disekresi oleh kelenjar pankreas dalam tubuh kita
(Efendi 2008).
Kandungan nutrisi susu kedelai yang sangat bermanfaat bagi kesehatan
selain protein adalah karbohidrat dan lemak. Kandungan energi pada susu kedelai
lebih rendah daripada susu sapi karena komponen laktosa yang dimiliki susu
kedelai lebih sedikit. Tetapi dengan kandungan laktosa yang sedikit, susu kedelai
dapat dikonsumsi oleh orang yang tidak mempunyai enzim laktase. Susu kedelai
juga mengandung vitamin A, B1, dan E. Selain itu, susu kedelai juga mengandung
mineral-mineral (Ca, P, dan Fe) (Almatsier 2009).
III. METODE PRAKTIKUM
A. Bahan
Biji kedelai
Gula pasir
Garam
B. Alat
Blender
Kain saring
Panci’
Kompor
Timbangan analitik
Termometer
C. Prosedur Praktikum
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel hasil Pengamatan Bau Langu
PanelisBau Langu
R1E1 R2E1 R3E1 R1E2 R2E2 R3E2
1 2 2 4 3 4 4
2 2 2 4 2 4 4
3 3 4 4 2 3 4
4 2 3 3 2 3 3
5 3 3 4 2 3 4
6 2 3 4 3 3 4
7 3 4 4 3 2 4
8 3 3 4 4 4 4
9 2 3 4 2 3 3
10 3 4 4 3 4 4
11 3 3 4 3 4 4
12 1 2 3 2 2 4
13 2 3 4 3 3 4
14 2 3 4 3 3 4
15 3 2 4 2 3 3
Total 36 44 58 39 48 57
Rata-rata 2 3 4 3 3 4
Keterangan:
1 = Sangat langu
2 = Langu
3 = Agak langu
4 = Tidak langu
Keterangan kode:
R1E1 = tidak direbus, ekstraksi dengan air dingin (matang)
R2E1 = direbus 5 menit, ekstraksi dengan air dingin (matang)
R3E1 = direbus 15 menit, ekstraksi dengan air dingin (matang)
R1E2 = tidak direbus, ekstraksi dengan air panas (suhu ± 85°C)
R2E2 = direbus 5 menit, ekstraksi dengan air panas (suhu ± 85°C)
R3E2 = direbus 15 menit, ekstraksi dengan air panas (suhu ± 85°C)
Tabel hasil Pengamatan Viskositas
Panelis Viskositas
R1E1 R2E1 R3E1 R1E2 R2E2 R3E2
1 2 1 1 2 2 1
2 3 2 1 3 2 1
3 3 2 3 3 3 1
4 3 2 1 2 2 1
5 3 2 2 3 3 1
6 3 2 1 3 2 1
7 3 1 1 3 1 1
8 3 1 1 2 1 1
9 3 2 1 3 3 1
10 2 1 1 1 1 1
11 2 1 2 1 2 1
12 3 1 2 3 2 1
13 3 1 2 1 2 1
14 3 2 2 2 1 1
15 3 2 1 3 3 2
Total 42 23 22 35 30 16
Rata-rata 3 2 1 2 2 1
Keterangan:
1 = Sangat kental
2 = Kental
3 = Agak encer
4 = Encer
Keterangan kode:
R1E1 = tidak direbus, ekstraksi dengan air dingin (matang)
R2E1 = direbus 5 menit, ekstraksi dengan air dingin (matang)
R3E1 = direbus 15 menit, ekstraksi dengan air dingin (matang)
R1E2 = tidak direbus, ekstraksi dengan air panas (suhu ± 85°C)
R2E2 = direbus 5 menit, ekstraksi dengan air panas (suhu ± 85°C)
R3E2 = direbus 15 menit, ekstraksi dengan air panas (suhu ± 85°C)
B. Pembahasan
Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan kacang kedelai yang
diambil ekstraknya. Selain mempunyai kandungan protein yang tinggi dan
komposisi asam amino yang hampir sama dengan susu sapi, susu kedelai juga
mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, phosphor, zat besi, provitamin A,
Vitamin B kompleks (kecuali B12), dan air.
Pada praktikum yang dilakukan, tahap pembuatan susu kedelai yaitu biji
kedelai disortasi, dicuci, dilakukan perebusan dengan beberapa perlakuan yang
berbeda diantaranya R1 yaitu tidak direbus, R2 yaitu direbus selama 5 menit, dan
R3 yaitu direbus selama 15 menit. Lalu dilakukan perendaman selama 3-4 jam,
pengupasan kulit biji kedelai yang hasil biji kedelai kupasnya diberi beberapa
perlakuan ekstraksi diantaranya E1 diekstrasi dengan air dingin (matang) dan E2
diekstraksi dengan air panas (suhu ± 85°C). Setelah itu biji kedelai digiling
dengan blender dan ditambahkan air dengan perbandingan biji kedelai kupas dan
air 1:3, penggilingan biji kedelai ini bertujuan untuk mengekstrak protein globulin
pada susu yang akan diambil sarinya. Kemudian disaring untuk diambil filtratnya.
Selanjutnya filtrat yang dihasilkan dimasak sambil diaduk-aduk hingga mendidih
dan ditambahkan gula pasir sebanyak (7-10%) serta garam (0,2%) pada saat filtrat
dimasak. Lalu didinginkan dan diamati bau langu dan viskositasnya oleh 15 orang
panelis.
Pada kedelai terdapat senyawa-senyawa anti gizi dan senyawa penyebab
off–flavor yaitu penyimpangan cita rasa dan aroma pada produk pengolahan
kedelai diantaranya adalah bau langu. Bau langu dapat dihindari dengan
perendaman dengan air panas untuk menginaktifkan enzim lipoksigenase dan juga
dapat dihindari dengan cara penggilingan dengan air mendidih dapat mengurangi
rasa langu karena terjadinya inaktifasi enzim lipoksigenase oleh panas (Susanto
dan Saneto, 1994). Selain itu, pemanasan juga bertujuan untuk membunuh
mikroba patogen. Disamping bau langu, faktor penyebab "off-flavor" yang lain
dalam kedelai adalah rasa pahit dan rasa kapur yang disebabkan oleh adanya
senyawa-senyawa glikosida dalam biji kedelai. Senyawa tersebut ialah saponin
yang terdapat pada kulit biji kedelai dengan konsentrasi yang tinggi, untuk
menghindari rasa pahit tersebut maka dilakukan pengupasan biji kedelai dengan
memisahkan biji kedelai dari kulit arinya.
Pada parameter bau langu, hasil pengamatan yang diperoleh yaitu pada
perlakuan R1E1 yaitu biji kedelai tidak direbus dan ekstraksi dengan air dingin
(matang) didapat skor 2 yaitu langu, hal ini disebabkan oleh tidak adanya
pemanasan (perebusan biji kedelai) dan ekstraksi yang menggunakan air dingin
sehingga enzim lipoksigenase yang terdapat didalam kedelai aktif mengakibatkan
protein dan lemak terhidrolisis dan menghasilkan senyawa-senyawa bau langu
pada produk akhir susu kedelai tersebut yang tergolong pada kelompok heksanal
dan heksanol.
Pada perlakuan R2E1 yaitu biji kedelai direbus 5 menit dan ekstraksi dengan
air dingin (matang) dan R1E2 yaitu biji kedelai tidak direbus dan ekstraksi dengan
air panas (suhu ± 85°C) didapat skor 3 yaitu agak langu. Hal ini disebabkan oleh
enzim lipoksigenase yang terdapat didalam kedelai tidak seluruhnya inaktif dan
masih terjadi hidrolisis protein dan lemak karena adanya pemanasan yang tidak
cukup lama dan ekstraksi menggunakan air dingin pada perlakuan R2E1 dan tidak
adanya pemanasan tetapi hanya ekstraksi dengan air panas saja pada perlakuan
R1E2.
Pada perlakuan R3E1 yaitu biji kedelai direbus 15 menit dan ekstraksi
dengan air dingin (matang) didapat skor 4 yaitu tidak langu, karena enzim
lipoksigenase yang terdapat pada kedelai inaktif pada saat pemanasan dengan
waktu yang cukup lama yaitu 15 menit sehingga senyawa-senyawa penyebab bau
langu tidak terbentuk.
Pada perlakuan R2E2 yaitu biji kedelai direbus 5 menit dan ekstraksi dengan
air panas (suhu ± 85°C) didapat skor 3 yaitu agak langu karena enzim
lipoksigenase tidak aktif secara keseluruhan sehingga senyawa-senyawa heksanol
dan heksanal yang dihasilkan sedikit, meskipun konsentrasi yang dihasilkan
rendah tetap saja dapat menyebabkan bau langu pada produk akhir susu kedelai
tersebut.
Pada perlakuan R3E2 yaitu biji kedelai direbus 15 menit dan ekstrasi dengan
air panas (suhu ± 85°C) didapat skor 4 yaitu tidak langu, karena enzim
lipoksigenase yang terdapat pada kedelai inaktif seluruhnya pada saat pemanasan
dengan waktu yang cukup lama dan dibantu dengan ekstraksi menggunakan air
panas. Sehingga senyawa heksanal dan heksanol tidak terbentuk karena tidak
terjadinya hidrolisis protein dan lemak yang mengakibatkan bau langu.
Semakin tinggi kandungan protein susu kedelai, maka semakin tinggi pula
viskositas yang dihasilkan. (Tamime dan Robinson, 1989). Viskositas berbanding
terbalik dengan suhu, semakin tinggi suhu maka viskositas semakin rendah.
Tetapi berbanding lurus dengan jumlah partikel dan konsentrasi, semakin banyak
partikel terlarut maka semakin tinggi viskositasnya dan semakin tinggi
konsentrasi maka semakin tinggi pula viskositas susunya.
Pada parameter viskositas, hasil pengamatan yang diperoleh yaitu pada
perlakuan R1E1 yaitu biji kedelai tidak direbus dan ekstraksi dengan air dingin
(matang) didapat skor 3 yaitu agak encer, karena kandungan protein susu kedelai
pada perlakuan ini rendah sebab terjadi hidrolisis protein oleh enzim
lipoksigenase sehingga viskositas yang dihasilkanpun juga rendah.
Sedangkan pada perlakuan R2E2 yaitu biji kedelai direbus 5 menit dan
ekstraksi dengan air panas (suhu ± 85°C), R1E2 yaitu biji kedelai tidak direbus dan
ekstraksi dengan air panas (suhu ± 85°C), dan R2E1 yaitu biji kedelai direbus 5
menit dan ekstraksi dengan air dingin (matang) didapat skor 2 yaitu kental, karena
kandungan protein susu kedelai pada perlakuan ketiga tersebut tinggi sebab
hidrolisis protein yang terjadi tidak secara keseluruhan dan hanya sedikit sehingga
jumlah partikel yang terlarut cukup banyak dan konsentrasi yang dimiliki juga
cukup tinggi.
Pada perlakuan R3E1 yaitu biji kedelai direbus 15 menit dan ekstraksi
dengan air dingin (matang) dan R3E2 yaitu biji kedelai direbus 15 menit dan
ekstraksi dengan air panas (suhu ± 85°C) didapatkan skor 1 yaitu sangat kental
karena kandungan protein susu kedelai pada perlakuan ini sangat tinggi sebab
tidak terjadi hidrolisis protein oleh enzim lipoksigenase, serta jumlah partikel
terlarut yang terkandung banyak dengan konsentrasi yang tinggi sehingga
viskositas yang dihasilkan sangat tinggi.
Penambahan gula dalam susu kedelai bukanlah hanya untuk menghasilkan
rasa manis saja tetapi gula juga dapat memberikan kekentalan pada susu kedelai.
Karena daya larut yang tinggi dari gula dan mempunyai kemampuan mengurangi
kelembaban relatif serta daya mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan
gula dipakai dalam pengawetan pangan (Buckle,et al., 1987).
Semakin kental viskositas susu maka suhu membekunya susu akan semakin
tinggi, dan semakin rendah viskositas susu maka suhu membekunya susu akan
semakin rendah. Perbedaan suhu pembekuan susu tidak selalu mutlak bahwa susu
yang memiliki viskositas tinggi maka suhu pembekuan akan semakin tinggi,
banyak faktor yang mempengaruhinya seperti wujud beku dari susu, susu beku
berbentuk padatan atau hanya sekedar dingin saja tetapi tidak membentuk
padatan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Proses pembuatan susu kedelai pada praktikum ini yaitu biji kedelai
disortasi, dicuci, dilakukan perebusan dengan beberapa perlakuan yang berbeda
diantaranya yaitu tidak direbus dan direbus. Lalu dilakukan perendaman selama 3-
4 jam, pengupasan kulit biji kedelai lalu dilakukan ekstraksi dengan air dingin
(matang) dan air panas (suhu ± 85°C). Setelah itu biji kedelai digiling dengan
blender dan ditambahkan air dengan perbandingan biji kedelai kupas dan air 1:3,
kemudian disaring. Selanjutnya filtrat yang dihasilkan dimasak sambil diaduk-
aduk hingga mendidih dan ditambahkan gula pasir sebanyak (7-10%) serta garam
(0,2%). Susu kedelai yang sudah matang didinginkan.
Pada praktikum ini bau langu dan viskositas yang diamati pada 6
perlakuan yang berbeda yaitu pada perlakuan R1E1 yaitu biji kedelai tidak direbus
dan ekstraksi dengan air dingin (matang) didapatkan bau langu dan agak encer.
Pada perlakuan R2E1 yaitu biji kedelai direbus 5 menit dan ekstraksi dengan air
dingin (matang), R2E2 yaitu biji kedelai direbus 5 menit dan ekstraksi dengan air
panas (suhu ± 85°C), dan R1E2 yaitu biji kedelai tidak direbus dan ekstraksi
dengan air panas (suhu ± 85°C) didapatkan bau agak langu dan kental. Pada
perlakuan R3E2 yaitu biji kedelai direbus 15 menit dan ekstrasi dengan air panas
(suhu ± 85°C) dan R3E1 yaitu biji kedelai direbus 15 menit dan ekstraksi dengan
air dingin (matang) didapatkan bau tidak langu dan sangat kental.
B. Saran
Berhati-hatilah dalam memilih panelis, jangan memaksakan orang lain
apabila ia tidak mau menjadi panelis karena dapat menimbulkan bias pada saat
pengujian dilakukan.
Pada pengupasan kulit dari biji kedelai harus teliti agar tidak ada kulit
yang terbawa pada saat digiling sehingga susu kedelai yang dihasilkan rasanya
tidak pahit.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. Jakarta: UI-Press.
Cahyadi, W. 2007. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Efendi. 2008. “Manfaat mengkonsumsi susu kedelai”. (on-line).http://efendi.blogspot.com/2008/01/manfaat mengkonsumsi susukedelai.html, diakses pada 8 Mei 2013.
Hermana. 1993. “Pengolahan kedelai menjadi berbagai bahan makanan”. hlm. 441-469. Dalam Kedelai. Cetakan II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Koswara, M. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Mudjajanto, E.S. dan F.R. Kusuma. 2005. Susu Kedelai: Susu Nabati yang Menyehatkan. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Shurtleff, W. dan A. Aoyagi. 1984. Tofu and Soymilk Production: The Book of
Tofu Vol. II. California: The Soyfoods Center Lafayette.
Suhardjo. 1996. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara.
Susanto, T. dan B. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya: Bina Ilmu.
Uransyah MP. 2011. “Manfaat kedelai”. (on-line).http://www.deptan.go.id/bpsdm/bbppbinuang/index.php?option=com_content&task=view&id=95&Itemid=1, diakses pada 8 Mei 2013.
Tamime, A.Y. dan R.K. Robinson. 1989. Yoghurt Science and Technology.Oxford: Pergamon press.
Winarno, F.G. dan A. Rahman. 1974. Protein Sumber dan Peranannya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN
Kedelai setelah dikupas dengan perlakuan tidak direbus, didiamkanselama 3 – 4 jam dan diekstraksi menggunakan air panas.
Biji kedelai digiling dengan blender.
Biji kedelai setelah digiling.
Biji kedelai yang telah digiling lalu disaring.
Hasil filtrat dari biji kedelai giling setelah disaring.
Gula pasir ditimbang.
Garam ditimbang.
Filtrat dimasak lalu gula dan garam ditambahkan kedalam filtrat.
Hasil dari filtrat setelah dimasak.
Susu kedelai siap dikonsumsi dari perlakuan biji kedelai tidak direbus dan diekstraksi menggunakan air panas.
Susu kedelai dari semua perlakuan yang siap diamati oleh panelis.