laporan utama: melawan radikalisme dengan islam rahmatan … · kali ini bertepatan penerbitannya...
TRANSCRIPT
Info Ulama n Edisi 1 l 2017 3
Daftar Isi
Laporan Utama: MeLawan RadikaLisMedengan isLaMRahmatan LiL aLaminRadikalisme atas nama Islam atau pun radikalisme sekuler harus dilawan. Keduanya tidak boleh dibiarkan tumbuh berkembang karena jelas berbahaya bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Halaman 5
Opini:Prof. DR. KH. Ahmad Syafi’i Mufid:Membincang Gerakan Islam Moderat untuk Kemanusiaan dan PerdamaianMungkinkah Aswaja mampu menempatkan diri pada posisi moderat (washatiyah) di tengah-tengah gempuran radikalisme, liberalisme dan sesat pikir (aliran sesat) lainnya?Halaman 30
Fatwa:Hukum Sumbangan Non-Muslimuntuk Pembangunan Masjid“Panitia pembangunan masjid diperbolehkan menerima sumbangan atau bantuan dari orang-orang non Muslim; baik berupa uang, bahan bangunan maupun tenaga yang dimanfaatkan untuk pembangunan masjid. Sumbangan atau bantuan tersebut diperbolehkan dengan syarat tidak mengikat dan tidak dijadikan sarana untuk menimbulkan bahaya (dharar) atau fitnah, baik bagi umat Islam maupun bagi masjid itu sendiri.”Halaman 39
tOkOh:Dua Tokoh Betawi Berjuang di Jalan KooperatifProfil dan kiprah ulama yang kooperatif nyaris tidak populer dan tidak diliput media massa secara luas. Namun, ketahuilah, peran mereka sama besarnya, sama pentingnya, seperti kedua tokoh Betawi ini.Halaman 42
hikMah:Dzauq“Ilmu tasawuf tidak bisa dipahami dengan sekadar membaca atau mengarang kitab. Bahkan mereka yang pakar tasawuf dan menelaah kitab-kitab tasawuf baik yang klasik maupun yang modern belum tentu mampu membedakan mana yang palsu mana yang benar...”Halaman 45
SambutanKetua Umum MUI DKI JakartaHalaman 2
Pengantar RedaksiHalaman 4
Opini:KH Zulfa Mustofa MY:Menakar Posisi HTIdalam Kehidupan Bernegara“Menurut saya, HTI tidak masuk dalam posisi kelompok sesat dalam masalah akidah dan aliran keagamaan, tapi masuk dalam kelompok sesat dalam masalah berbangsa dan bernegara...”Halaman 14
kOLOM:Prof. Dr. KH Ma’ruf Amin:Mencegah Upaya Sekularisasi Pancasila“Mengapa kita masih mempersoalkan kontribusi Islam? Apakah kita tidak pernah memahami keagungan ajaran Islam? Ataukah kita memang selalu menutup mata, atau mungkin berniat tidak baik terhadap Islam?”Halaman 17
Opini:KH. Risman Muchtar, S.Sos.I, M.Si:Ramadhan, Lebaran dan Rekonsiliasi“Membiarkan permusuhan adalah berdosa apalagi menciptakan permusuhan, dan lebih besar lagi dosanya adalah mengambil keuntungan dan manfaat dari permusuhan.”Halaman 22
gaLeRi:JAIIC dan Kawasan Halal MUI DKI JakartaHalaman 23
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 4 5
Pengantar Redaksi
alam hormat kami untuk para pembaca budiman. Tim Redaksi majalah Info Ulama dan pengelola web site MUI DKI Jakarta
www.muidkijakarta.or.id kembali menyapa para pembacanya dalam edisi perdana majalah Info Ulama di tahun 2017 ini. Sebuah kebanggaan bagi kami, Tim Redaksi, karena edisi kali ini bertepatan penerbitannya dalam bulan Ramadhan. Tentunya tersirat banyak makna dan hikmah dengan hadirnya kembali Info Ulama di tengah kesibukan anda, para pembaca setia.
Tak lupa pula kami dengan segala kerendahan hati menyampaikan Selamat Menunaikan Ibadah di Bu lan Suci Ramadhan 1438 H. Semoga segala amal ibadah yang kita lakukan, mulai dari puasa, tarawih, tartil al quran, qiyamu al lail, zakat, dan deretan ibadah lainnya di bulan suci ini dimudahkan Allah untuk kita laksanakan hingga diterima baik oleh Allah SWT dan kita semua me raih predikat al- Muttaqqien dan pantas masuk dalam golongan Minal aidhin (al fitri) wa al Faidzien (bi al jannah).
Ramadhan adalah Syahru al-tarbiyah (bulan pendidikan). Bu
“RAMADHAn DAn KeInDAHAnISlAM RAHMATAN LIL ALAMIN”
lan ini akan memiliki makna sejati bila sejumlah tarbiyah yang ki ta lakukan dan kita ditempa di dalamnya yaitu tarbiyah al ja-sa diyah (pendidikan jasmani), tarbiyahal fikriyah (pendidikan ter hadap pemikiran), dan tarbiyah al qalbiyah (pendidikan hati) dapat terus dilanjutkan, dipelihara, dan te rus dapat ditingkatkan. Tentunya ajaran Islam yang dipenuhi dengan ajaran kasih sayang (Islam Rahmat lil alamin) yang terimplimentasi de ngan jelas dalam ibadah Ramadhan akan terus kita bawa di luar Ramadhan. Puasa telah me ng ajarkan kita “mengekang” berba gai keegoan kita, hawa nafsu kita, pemikiran sektarian kita, ke angkuhan kita dalam sebuah ta tanan ruhani yang terarah dalam dimensi rabbaniyah. Spirit Ra madhan tentu menjauhkan ki ta dari sejumlah pemikiran radikal yang sifatnya sangat in divi dualistik, demikian pula pola pe nalaran yang menafikan ajaran su ci keagamaan. Ramadan juga mem berikan pembelajaran kepada ki ta bagaimana menjalin beragam ukhuwah, tidak hanya ukhuwah Islamiyah, tetapi juga ukhuwah wa taniyah, bahkan ukhuwah
Insaniyah.Pembaca, dalam edisi perdana
Info Ulama tahun 2017 ini, redaksi menyajikan beberapa tulisan terkait konsep dan gagasan Islam Rahmatan li al Alamin, warna warni JAIIC, dan Kawasan Halal Fair 2017 yang diselenggarakan Komisi ekonomi, lPPOM dan Kominfo MUI DKI Jakarta . Selain itu, edisi ini juga memuat beberapa tulisan terkait pandangan tentang radikalisme dalam beragam perspektif. Hal ini demi menegaskan bahwa nasionalisme dan komitmen Hubbul Wathon minal Iman (cinta Tanah Air) yang sejak lama diajarkan para ulama kita sejak dulu.
Para Pembaca berbahagia, dalam edisi kali ini juga ditampilkan berbagai program yang dise lengga rakan oleh beberapa Komisi MUI DKI yang dilakukan untuk mem berikan pencerahan bagi ma syarakat muslim di DKI Jakarta, se kaligus pula menjadi forum sila turrahiem dengan sejumlah pengurus wilayah MUI seDKI Jakarta. Akhirnya, Tim Redaksi Majalah Info Ulama menyampaikan Selamat mem baca...
Wallahu alam bi al shawab.
S
Dr. H. Amar Ahmad, M.Si PenanggungJawab
Laporan Utama
Radikalisme atas nama Islam atau pun radikalisme sekuler harus dilawan. Keduanya tidak boleh dibiarkan tumbuh berkembang karena jelas berbahaya bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
MelawanRadikalisMe
dengan islaM RahmatanLiL aLamin
www.pixabay.com
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 6 7
Laporan Utama Laporan Utama
asca Pilkada DKI Ja karta di tahun 2017 ini tidak serta merta mendinginkan kehidupan sosial
warga DKI Jakarta, terutama bagi umat Islam. Terminologi radikalisme atas nama Islam yang kerap dilontarkan oleh pemerintah dalam beberapa kesempatan telah mengundang protes sebagian ulama dan tokoh Islam karena dianggap memperburuk citra Islam tanpa fakta dan data yang akurat.
namun, pemerintah bergeming. Beberapa fakta memang menunjukan adanya radikalisme di beberapa kelompok dengan mengatasnamakan Islam yang telah cukup lama menyusup ke lembagalembaga pendidikan,
menyusup ke kantorkantor swasta dan pemerinah, juga menyusup pada aksiaksi selama proses pilkada DKI Jakarta yang berlangsung di tahun 2017 ini. Kelompokkelompok radikalisme yang mengatasnamakan Islam jika dibiarkan akan terus berkembang dan menjadi ancaman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tidak terlalu lama untuk menunjukkan buktinya. Pemerintah, misalnya, melalui Menkopolhukam, pada hari Senin, 8 Mei 2017 lalu mengumumkan akan mengajukan permohonan pembubaran organisasi masyarakat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ke pengadilan. Ada tiga alasan pembubaran HTI ini,
yaitu: Pertama, HTI dinilai tidak mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional; Kedua, kegiatan HTI dinilai bertentangan dengan tujuan, asas dan ciri yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945. Alasan kedua ini sesuai dengan UndangUndang nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan; dan Ketiga, aktivitas yang dilakukan HTI dinilai menimbulkan ancaman keamanan dan ketertiban masyarakat serta membahayakan nKRI. Selain HTI, pemerintah juga tengah mempertimbangkan untuk membubarkan ormas lainnya yang juga masuk dalam tiga alasan tersebut. HTI sendiri dikategorikan sebagai ormas
P
yang menganut radikalisme karena radikalisme adalah suatu paham yang menginginkan sebuah perubahan atau pembaruan dengan cara drastis hingga ke titik paling akar.
Selain HTI, kelompok radikal yang mengatasnamakan Islam lain yang paling berbahaya adalah Islamic State in Iraq and Syria (ISIS). ISIS atau IS (Islamic State) merupakan gerakan neo Khawarij yang merupakan anak gerakan dari AlQaeda yang telah bermetamorfosis dan lebih berbahaya dari AlQaeda.
namun beda dari HTI yang menggunakan jalan damai tanpa kekerasan dalam berjuang, ISIS merupakan kelompok radikal yang menggunakan teror dan kekerasan fisik dalam menjalankan aksinya. Kekalahan bertubitubi yang dialami ISIS di wilayah kekuasannya di sebagian Irak dan Suriah, membuat mereka harus memindahkan ladang jihadnya ke wilayah lain, salah satu pilihannya adalah wilayah Asia Tenggara. ISIS su
kondisi sosialpolitik maupun ekonomi yang sedang berlangsung dalam bentuk penolakan dan perlawanan. Terutama aspek ide dan kelembagaan yang dianggap bertentangan dengan keyakinannya. HTI kerap melakukan aksiaksi penolakan terhadap sistem, peraturan dan kebijakan pemerintah yang menurutnya bertentangan syariat Islam; Kedua, dari penolakan berlanjut kepada pemaksaan kehendak untuk mengubah keadaan secara mendasar ke arah tatanan lain yang sesuai dengan cara pandang dan ciri berpikir yang berafiliasi kepada nilainilai tertentu, semisal agama maupun ideologi lainnya; dan Ketiga, menguatkan sendisendi keyakinan tentang kebenaran ideologi yang diyakininya lebih unggul daripada yang lain. Menurut HTI, sistem khilafah lebih baik daripada sistem demokrasi. Pada gilirannya, sikap truth claim (klaim merasa paling benar) ini memuncak pada sikap penafian dan penegasian sistem
dah menancapkan kukunya di Marawi, Filipina Selatan dan sudah melakukan kekerasan fisik melawan pemerintah. Di Indonesia, ISIS didukung oleh kelompokkelompok radikal, seperti negara Islam Indonesia (nII). Beberapa kali kelompokkelompok kecil yang berafiliasi dengan ISIS melakukan kekerasan fisik di beberapa tempat di Indonesia, seperti melakukan bom bunuh diri dengan bom panci di Kampung Melayu, Jakarta Timur; dan melukai beberapa polisi dengan aksi ”lone wolf” di beberapa daerah.
Gejala RadikalismeAtas Nama Islam
Secara sosiologis, setidaknya ada tiga gejala radikalisme yang melekat di HTI dan ormas atau kelompok sejenisnya, juga ISIS, merujuk kepada pendapat endang Turmudi di dalam bukunya yang berjudul Islam dan Radikalisme di Indonesia, yaitu: Pertama, merespon terhadap
www.pixabay.com www.pixabay.com
www.pixabay.com
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 8 9
lain. Untuk mendorong upaya ini, ada pelibatan massa yang dilabelisasi atas nama rakyat atau umat yang diekspresikan secara emosionalagresif melalui aksiaksi massa. Bahkan yang dilakukan ISIS lebih keras lagi, yaitu dengan teror dan pembunuhan dengan berbagai bentuk dan cara.
Keberadaan kelompokkelompok radikalisme atas nama Islam di Indonesia bukan hal yang baru. Mereka eksis tidak lama setelah Indonesia mer
deka, yaitu sejak kemunculan gerakan nII (negara Islam Indonesia) yang embrionya sudah ada sejak tahun 1926 dan diproklamirkan pada tanggal 7 Agustus 1949 dalam bentuk sebuah negara (nKA nII/negara Karunia Allah nII) dengan organisasinya Darul Islam (DI) dan tentaranya yang dikenal dengan nama Tentara Islam Indonesia (TII) dan dengan tokohnya yang terkenal, Soekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.
Mereka terkenal dengan
pem berontakannya kepada pe merintah Indonesia yang dianggap sebagai pemerintahan kafir yang wajib diperangi. Mereka tidak akan pernah berhenti berperang atau melakukan caracara kekerasan sampai negara Islam Indonesia berdiri, walau pemimpin mereka, SM. Kartosoewirjo, wafat.
Ketika peperangan dengan kontak senjata dirasakan belum memungkinkan lagi, para aktivis nII ini kemudian menempuh caracara lain agar tujuan me
reka tetap tercapai, termasuk bergabung dengan kelompok AlQaeda pimpinan noordin M. Top di Indonesia (Tandzim AlQaidah Asia Tenggara) yang katanya telah menyempal dari Jamaah Islamiyah (JI). Bergabungnya kelompok nII dengan kelompok AlQaeda pimpinan noordin M. Top ini diketahui dengan munculnya nama Jaja sebagai salah seorang teroris paling diburu di Indonesia pasca tewasnya Syaifudin Zuhri dan Syahrir (Indopos, 10 Oktober
Laporan Utama Laporan Utama
aum Muslimin yang tersebar di seluruh dunia, kini telah menunjukan eksistensinya melalui berbagai aktivitas dan capaiancapaian prestasi yang mereka
tunjukkan, khususnya di beberapa kota besar dunia. Seperti Sadiq Khan, Walikota london, Inggris; Jilani Chowdhury, Walikota Islington, Inggris; Mohammed Hameeduddin, Walikota Teaneck, Bergen County, new Jersey, Amerika Serikat; Ahmed Aboutaleb, Walikota Rotterdam, Belanda; dan naheed Kurban nenshi, Walikota Caglary,Alberta,Kanada.
namun, prestasi kaum Muslimin di berbagai kotakota besar di dunia ini bukan tanpa tantangan. Minimal, ada empat tantangan utama yang kini sedang dihadapi oleh kaum Musli
JAIIC DAN PRAKARSA JAKARTAUnTUK DAKWAH ISlAM
RAHMATAN LIL ALAMIN
min, yaitu: Pertama, meningkatnya Islamophobia (ketakutan terhadap Islam) bahkan sudah dalam bentuk serangan fisik dan upaya genosida kepada kaum Muslimin di sebuah negara. Seperti yang mendera kaum Muslimin Rohingya di Myanmar.
Kedua, radikalisme dan tindakan kekerasan juga masih terus terjadi di tubuh sebagian kaum Muslimin dalam memperjuangkan citacita dan tujuan politiknya yang sebagian menimbulkan krisis kemanusiaan. Sasaran mereka tidak pandang bulu, bahkan kepada sesama Muslim. Seperti kelompok ISIS di Suriah dan Irak serta kelompokkelompok yang berafiliasi kepada ISIS di berbaga negara; kelompok militan Ansar Bayt alMaqdis, Mesir; dan kelompok Abu Sayyaf, Filipina.
lahirnya kelompokkelompok radikal ekstri
mis dan teroris pada dasarnya diawali oleh adanya orangorang yang berlebihan dalam memahami ajaran agama. Dalam berdakwah, mereka mengesampingkan cara bil hikmah dan metode gradual, “step by step”, sebagaimana yang digunakan oleh nabi Muhammad SAW dan para alim ulama sebagai penerusnya dalam menyampaikan agama Islam. Sehingga dalam menyampaikan ajaran Islam, mereka cenderung kasar, keras dalam berbicara dan emosional dalam menyampaikan pendapatnya. Mereka menganggap sikap itu adalah sebagai wujud ketegasan, konsisten dalam berdakwah, dan melaksanakan misi amar makaruf nahi munkar. Sungguh, suatu sikap yang kontra produktif dengan metode dakwah Rasulullah SAW dan bisa membahayakan eksistensi Islam ke depannya.
Selain metoda dakwah yang keras, kelompokkelompok tersebut juga sangat mudah mengkafirkan orang lain yang berbeda pendapat. Mereka mudah berburuk sangka kepada orang lain yang tak sepaham dengan pemikiran serta tindakannya. Mereka cenderung memandang dunia ini
hanya dengan dua warna saja, yaitu hitam dan putih. Sehingga muncullah caracara yang berbahaya akaibat dari mengkafirkan orang lain yaitu melakukan pengeboman, penculikan, penyanderaan, pembajakan dan sebagainya. Itulah tantangan terbesar yang dihadapi ummat Islam saat ini.
Ketiga, keberadaan media sosial yang merupakan aplikasi berbasis internet. Media sosial telah banyak disalahgunakan untuk merusak moral kalangan muda Islam dengan kontenkonten porno, transaksi narkoba dan menjadi media yang efektif untuk menyebarkan paham radikalisme dan mengkampanyekan aksi terorisme. Media sosial juga menjadi sarana perekrutan anggota oleh kelompokkelompok radikal dan teroris lintas negara.
Keempat, peredaran narkoba yang telah banyak merusak generasi muda Islam di berbagai kota besar di dunia. Seperti Jakarta, sebagai Ibu Kota negara yang merupakan pintu gerbang masuknya berbagai kalangan internasional di negeri ini, dihadapkan pada tantangan
K
www.pixabay.com
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 10 11
Laporan Utama Laporan Utama
2009). Jaja adalah aktivis nII dari kelompok Banten yang diduga kuat memiliki hubungan baik dengan Rois, dalang bom di Hotel Marriot 2003 (JW. Marriot I) yang tidak memiliki background JI melainkan nII. Dengan demikian, persentuhan kelompok noordin M. Top dengan nII sudah dimulai sejak bom JW. Marriot I tersebut. Indikasi kuat lainnya, pelaku bom bunuh diri, Heri Golun, adalah orang nII. Begitu pula dengan Syaifudin Zuhri dan Syahrir yang merupa
kan pentolan nII Banten. BnPT melalui Densus 88
terus aktif menggempur gerakan neoKhawarij di Indonesia ini. Gerakan neoKhawarij pun sempat redup dari tahun 2009 2014 awal, walau ada beberapa kali teror kecil dilakukan oleh kelompok neoKkhawarij ini dan para pengikut mereka beberapa kali operasi berhasil ditangkap. namun, dengan munculnya ISIS, para penganut paham neo Khawarij ini muncul kembali ke permukaan. Mereka adalah
para aktivis nII dan kelompok radikal lainnya yang telah berbaiat dan bergabung di ISIS.
Gejala RadikalismeSekuler
namun demikian, radikalisme yang juga berbahaya dan faktanya juga ada di Indonesia bukan hanya radikalisme agama, dalam hal ini radikalisme atas nama Islam, tetapi juga radikalisme sekuler. Radikalisme sekuler adalah paham yang ingin memisahan bahkan
menghilangkan pengaruh dan peran agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Merujuk kepada pendapat Harvey Cox, pakar teologi pembebasan dari Harvard, ada tiga gejala dari radikalisme sekuler ini, yaitu: Pertama, Dischan-ment of Nature. Kehidupan dunia disterilkan dari pengaruh ruhani dan agama. Sekuler liberal ini membatasi peran agama hanya di wilayah personal. Agama cukup di dinding masjid,
besar peredaran narkoba yang begitu deras dan masif. Sudah menjadi hal yang lumrah bahwa sebelum perederan narkoba merasuk ke semua
wilayah Indonesia, terlebih dahulu pihakpihak yang terlibat dalam peredaran narkoba akan menjadikan Jakarta sebagai sasaran pertama.
Tantangan dakwah di Ibu Kota Indonesia saat ini tidak hanya sekedar memberikan ceramah, tausiah dan dakwah di majelis taklim, masjid dan musala, tetapi harus dibuatkan strategi dakwah yang efektif dalam mengatasi persoalan umat yang terancam dengan pengaruh buruk narkoba.
Berdasarkan empat tantangan di atas, Ma jelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta telah menyelenggarakan Jakarta International Islamic Conference (JAIIC) dengan tema perkembangan dakwah Islam di berbagai kota besar di dunia dari tanggal 29 november sampai 1 Desember 2016 lalu di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara. JAIIC dihadiri oleh narasumber dan peserta dari 16 negara, termasuk Indonesia, yaitu: Syaikh Ghiyats Abdul Baqi(Arab Saudi);Syaikh Sulaiman alKhatib (Suriah);Dr. Samir alKhaouli (libanon);Habib Muhammad alJunaid(Yaman);Dr. Abdul Ilah Muhamamad Ahmad Abdullah (Sudan); Prof. Dr. Zekeriya Guler (Turki);Dr. Syekh Abu Bakar (Cina),Prof. Yahya Michot(Amerika Serikat),Mr. Jurjen Aan de Wiel ( Belanda); Dr. Sheikh Salim Alwan AlHusainiyy dan nadirsyah Hosen, llA,
MA. PhD (Australia); Mr. Mohd Daud bin Kasim, BA(Kamboja);Prof. Dr. Hadji latif Sahraman (Philipina);H. Abdul Halim lateh, lc. MA (Thailand); Dr. Daing Mohamed Fuad (Singapura);Dr. Yusri bin Mohamad, Dr. nasharudin Mat Isa dan Isfadiah Mohd Dasuki (Malaysia).
JAIIC diadakan sebagai wahana berbagi informasi mengenai tantangan dan peluang dakwah terkini dari kotakota besar masingmasing negara peserta yang melahirkan Prakarsa Jakarta. Di konferensi ini, para narasumber memaparkan permasalahan dan tantangan dakwah di kotakota besar dari negaranya serta mencari solusi yang tepat untuk menanganinya; membangun kebersamaan langkah melalui forum bersama negaranegara peserta lonferensi untuk terus mengembangan pilihan dakwah yang positif bagi kemajuan umat manusia di dunia, yaitu dakwah Islam Rahmatan Lil Alamin yang berkelanjutan melalui pertemuan secara berkala; dan menyebarluaskan gagasan dakwah yang positif dalam pembangunan peradaban manusia, yang dimulai dari kotakota besar
www.pixabay.com
www.pixabay.com
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 12 13
Laporan Utama Laporan Utama
gereja,vihara, dan seterusnya. Di luar itu, akal manusia jadi Tu han. Radikalisme sekuler menghendaki agama menyingkir dari kehidupan; Kedua, de-sacralization of Politics. Politik harus dikosongkan dari pengaruh agama dan nilai spiritual. Sebab, politik semata urusan akal manusia. Agama dengan segala simbolnya dilarang terlibat politik. Agama merupakan wilayah khusus, harus dipisah alias tidak boleh disatukan dengan politik; dan Ketiga, deconsentration of
negara peserta konferensi.Berikut ini Prakarsa Jakarta yang dihasilkan
dalam JAIIC tersebut:
PRAKARSA JAKARTA
Bertolak dari berbagai problem peradaban yang dihadapi umat Islam akibat kelalaian dan kesalahan mereka dalam melaksanakan tugas dakwah, ditambah dengan pengaruh negatif peradaban Barat terhadap pemahaman dan sikap keberagamaan umat, Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta telah melaksanakan Konferensi Internasional dengan tema “Dakwah Islam di Berbagai Kota Besar Dunia: Tantangan dan Solusinya” pada 29 november1 Desember 2016. Konferensi tersebut dihadiri oleh para ulama dan dai dari Indonesia, Cina, Filipina, libanon, Kamboja, Malaysia, Suriah, Singapura, Sudan, Thailand, Turki, Australia, Belanda, dan Yaman. Dalam pertemuan ilmiah tersebut disajikan dan didiskusikan berbagai masukan
dan pemikiran ilmiah syar’iyyah yang berharga seputar tematema dakwah dan problematika peradaban, maka pada kesempatan ini kami menyepakati beberapa hal sebagai berikut ini:
1. Dakwah perlu diarahkan untuk memberikan pemahaman Islam yang benar dan berbasis kesadaran moderatisme, dalam upaya untuk memperkuat persatuan umat Islam dalam satu negara ataupun antar umat Islam dari berbagai negara di seluruh penjuru dunia.
2. Perlunya mengembangkan prinsipprinsip dakwah rahmatan lil alaman yang mengantarkan umat pada pemahamanIslam yang komprehensip holistik dengan memadukan antara universalitas ajaran Islam dan lokalitas ekspresi, memadukan khazanah turats dan berbagai perkembangan saintek mo dern.
3. Perlunya mendakwahkan Islam rahmatan lil alamin dengan berbagai pendekatan dan pemanfaatan berbagai pendekaran ilmiah khususnya melalui dunia maya.
values. Tidak ada kebenaran mutlak, nilainilai adalah relatif. Doktrin ini menisbikan kebenaran kitab suci. Kitab suci diangap produk budaya, tidak lebih dari buatan manusia.
Melawan dengan Islam Rahmatan Lil alamin
Radikalisme atas nama Islam ataupun radikalisme sekuler harus dilawan, tidak boleh dibiarkan tumbuh berkembang karena jelas keduanya berbahaya bagi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, bahkan sangat berbahaya bagi umat Islam dan Islam sendiri serta umat beragama lainnya dengan agamanya. Bagi umat Islam, paham Islam Rahmatan Lil Alamin merupakan solusi untuk menghadang, mengeliminasi dan lebih jauh lagi: menghapuskan kedua paham ini.
Istilah Islam Rahmatan Lil Alamin diambil dari Istilah rah-matan lil ‘alamin yang termaktub dalam QS. AlAnbiya, ayat 107 yang berbunyi: “Dan
tiadalah Kami mengutus engkau (hai Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamiin)”
Dalam konteks kekin-ian, khususnya di Negara Kesatuan Republik Indo-nesia ini, yang dimaksud dengan Islam Rahmatan Lil Alamin adalah agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi semua seluruh makhluk, mengharamkan radikalisme, terorisme dan
4. Perlunya memberdayakan umat dan meningkatkan kapasitas mereka agar mampu mengemban tugas dakwah dan berkontribusi secara aktif dalam pengayaan dakwah tersebut melalui aspek ekonomi, sosial, dan politik, untuk pembangunan di tingkat lokal, regional, dan global.
5. Perlunya menjalin kerjasama antar ibukota dan kotakota besar negaranegara peserta konferensi di bidang dakwah Islam untuk memberikan solusi terhadap berbagai problematika yang dihadapi umat Islam, dalam upaya mereka untuk menciptakan kesejahteraan, keamanan, dan ketenangan lahir batin yang pada akhirnya bermuara pada terciptanya perdamaian dunia secara menyeluruh.
6. Menyelenggarakan pertemuanpertemuan bersama secara rutin dan berkesinambungan, yang diselenggarakan secara bergantian oleh negaranegara peserta seminar dengan tujuan untuk memperluas jejaring dakwah dan mencari model dakwah ideal, serta solusi atas
permasalahanpermasalah dakwah untuk menciptakan kemajuan peradaban.
7. Menyerukan kepada seluruh umat Islam di dunia, baik secara perorangan maupun kolektif untuk mengutuk setiap bentuk diskriminasi, ketidakadilan, dan penindasan terhadap umat manusia, dan secara khusus memberikan dukungan dan advokasi terhadap umat Islam Rohingiya dan Palestina untuk memperjuangkan keadilan dan hak hidupnya.
Untuk mewujudkan halhal di atas, kami menyepakati pembentukan forum bersama ulamaulama ibukota dan kotakota besar negaranegara peserta seminar, sebagai ajang bagi para ulama penggerak dakwah. Forum tersebut berfungsi menjadi jembatan komunikasi antar mereka dalam rangka memajukan peradaban umat manusia, forum tersebut kami beri nama: Forum Dunia untuk Dakwah yang Moderat. ***
sejenisnya, serta praktek bunuh membunuh lainnya. Dengan demikian, seorang yang berpaham Islam Rah-matan Lil Alamin tidak akan menyetujui radikalisme atas nama Islam maupun radikalisme sekuler. Dia berada di tengahtengah, taat hukum, menjadi juru damai, penjaga persatuan bangsa dan keutuhan nKRI yang telah susah payah diperjuangkan oleh para pendahulunya sebagai rahmat dari Allah SWT. ***
www.pixabay.com
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 14 15
Laporan Utama Laporan Utama
kajian MUI Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2011 tersebut, dengan pertanyaan: Pasca pernyataan pemerintah yang akan membubarkan HTI, maka posisi HTI sekarang bukan lagi pada posisi oposisi atau pro pemerintah, tetapi apakah HTI tetap berada di posisi yang benar atau sudah berada di posisi yang sesat?
Menurut beberapa ulama, posisi Hizbut Tahrir (yang HTI adalah bagian darinya) telah dimasukkan sebagai kelompok sesat. Di antaranya adalah Syaikh AlAbani dengan alasan bahwa golongan atau kelompok atau perkumpulan atau jamaah apa saja dari perkumpulan Islamiyah, selama mereka semua
tidak berdiri di atas Kitabullah (Alquran) dan Sunnah Rasulullah SAW serta di atas man-haj (jalan/cara) Salafusshalih, maka dia (golongan itu) berada dalam kesesatan yang nyata! Tidak diragukan lagi bahwa golongan (hizb) apa saja yang tidak berdiri di atas tiga dasar ini (Alquran, Sunnah SAW dan Manhaj Shalafusshalih) maka akan berakibat atau membawa kerugian, pada akhirnya walaupun mereka itu (dalam dakwahnya) ikhlas. Dan Hizbut Tahrir merupakan kelompok yang sesat karena dalam melaksanakan Islam menggunakan akal manusia sebagai tolok ukurnya, bukan berdasarkan Kitabullah, Sunnah Rasulullah
SAW dan Manhaj Salafusshalih. namun, berbeda dengan
MUI. MUI sangat berhatihati untuk memposisikan sebuah kelompok, ormas, dalam posisi sesat, termasuk kepada HTI. MUI sendiri telah menetapkan sepuluh indikator kriteria ajaran atau aliran yang sesat, yang dirumuskan di dalam Rakernasnya di Hotel Sari Pan Pacific Jakarta Tahun 2007, yaitu: Pertama, mengingkari salah satu rukun Iman yang enam dan rukun Islam yang lima; Kedua, meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dengan Alquran dan Sunnah; Ketiga, meyakini turunnya wahyu setelah Alquran; Ke-empat, mengingkari otensitas dan atau kebenaran isi Alquran;
encana pemerintah untuk membubarkan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) telah men
jadi perhatian publik akhirakhir ini. MUI (Majelis Ulama Indonesia) Provinsi DKI Jakarta sendiri pada tahun 2011 telah melakukan kajian terhadap HTI dan ormasormas Islam lainnya yang telah diterbitkan dalam buku yang berjudul Posisi dan Peran Ormas Islam Dalam Pem-
bangunan Masyarakat Jakarta. Pada hasil kajian tersebut, MUI Provinsi DKI Jakarta memasukkan HTI dalam kelompok ormas Islam yang beroposisi terhadap pemerintah.
Hasil kajian yang terdapat di buku tersebut memang bersifat deskriptif, hanya memberikan gambaran mengenai ormas HTI berupa sejarah singkat, landasan pemikiran, metode dakwah, dan keanggotaan. Ki
ranya, sejak tahun 2011 sampai sekarang atau sudah 6 tahun sejak kajian tersebut dilakukan dan dipublikasikan, tentu banyak perkembangan yang terjadi di HTI yang luput dari kajian sehingga harus dilakukan kajian kembali, terlebih pemerintah sudah akan membubarkan HTI. Maka, di kolom ini, saya pribadi memberikan pendapat mengenai posisi HTI sekarang ini sebagai bagian dari kelanjutan
MenakaR Posisi HTi dalaM keHiduPan
BeRnegaRa“Menurut saya, HTI tidak masuk dalam posisi kelompok sesat dalam masalah akidah dan aliran keagamaan, tapi masuk dalam kelompok sesat dalam masalah berbangsa
dan bernegara...”
R
www.pixabay.com
Oleh: KH Zulfa Mustofa MYSekretaris Umum MUI Provinsi DKI Jakarta
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 16 17
Laporan Utama Kolom
MencegahUpaya SekUlariSaSi
Pancasila“Mengapa kita masih mempersoalkan kontribusi Islam? Apakah kita tidak pernah memahami keagungan ajaran Islam? Ataukah kita memang selalu menutup mata,
atau mungkin berniat tidak baik terhadap Islam?”
Oleh: Dr. KH Ma’ruf AminKetua Umum MUI Pusat
aklumat keIndonesiaan yang digagas oleh sejumlah orang dalam simposium nasional di Fisip UI yang lalu, dengan tema Restorasi Pan-
casila, sebelum peringatan hari lahirnya Pancasila, dan dibacakan oleh Todung Mulya lubis dalam Peringatan Hari lahir Pancasila menarik untuk dicermati. Inti dari maklumat tersebut adalah penegasan bahwa Pancasila bukanlah agama,
dan tidak boleh ada satu agama pun yang berhak memonopoli kehidupan yang dibangun berdasarkan Pancasila. Di sisi lain, maklumat tersebut juga menegaskan keluhuran sosialisme, dan keberhasilan material yang diraih oleh kapitalisme.
Kita memang tidak tahu ada apa di balik penegasan ini. Di satu sisi, Pancasila dinyatakan bukan agama, dan agama juga tidak boleh mendominasi kehidupan yang dibangun berdasarkan Pancasila,
M
Kelima, melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidahkaidah tafsir; Keenam, mengingkari kedudukan hadis nabi SAW sebagai sumber ajaran Islam; Ketujuh, menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul; Kedelapan, mengingkari nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir; Kesembilan, mengubah, menambah dan atau mengurangi pokokpokok iba dah yang telah ditetapkan oleh syari’ah, seperti haji tidak ke Baitullah dan shalat wajib tidak lima waktu; Kesepuluh, mengkafirkan sesama tanpa dalil syar’i, seperti mengkafirkan muslim hanya karena bukan kelompoknya.
Atas dasar sepuluh kriteria di atas, maka MUI akan memfatwakan sebagai kelompok aliran sesat atau kelompok di luar Islam apabila ada kelompok umat yang memiliki salah satu di antara kriteria tersebut. Apalagi terdapat beberapa kriteria di suatu kelompok tertentu. Kelompok ini, sesudah diadakan penelitian atau pengkajian mendalam dan pembahasan sesuai prosedur penetapan di MUI, tentulah akan divonis sesat atau akan dinyatakan telah keluar dari Islam. Orang atau kelompok yang dinyatakan telah keluar dari Islam ini berarti dia orang
murtad dan murtad berarti kafir atau, lebih dikenal dengan istilah, kafir murtad.Hal itu berarti, takfir atau fatwa ‘sesat’ MUI hanya berkaitan dengan bidang akidah dan aliran keagamaan, tidak mencakup bidangbidang yang lain, seperti di bidang sosial politik, meski tidak semua fatwa yang dikelompokkan dalam bidang akidah dan aliran keagamaan itu bernada penyesatan atau pengkafiran.
Maka, menurut saya, HTI tidak masuk dalam posisi kelompok sesat dalam masalah akidah dan aliran keagamaan, tapi masuk dalam kelompok sesat dalam masalah berbangsa dan bernegara. Itu pun jika HTI melakukan gerakan untuk mendirikan negara Islam dengan kon sep khilafah karena berten
tangan dengan konsep nKRI dan melawan konstitusi. Jika telah terbukti sesat dalam konteks berbangsa dan bernegara, maka HTI harus diajak kembali kepada yang hak, sehubungan para pendiri bangsa ini sepakat bahwa Indonesia adalah negara bangsa yang mengakui adanya agama, bukan negara agama. Masalahnya adalah apakah HTI telah melakukan gerakan pendirian negara Islam dalam konsep khilafah atau hanya sebatas wacana saja? Inilah yang harus disikapi secara hatihati oleh pemerintah.
Akhir kalam, sekali lagi, jika HTI berupaya menelikung komitmen bersama yang telah disepakati oleh pendiri bangsa ini, maka anggota HTI adalah saudara kita dalam konteks beragama, tapi dalam konteks berbangsa dan bernegara mereka telah sesat. lagi pula kon sep khilafah yang selama ini disuarakan oleh HTI adalah bukan satusatunya konsep dan bentuk kepemimpinan (nasbul imam) dalam bernegara yang ada di dalam Islam. Bahkan negaranegara Islam pun memiliki konsep kepemimpinan negara yang berbedabeda, seperti Arab Saudi dengan konsep kerajaan, Indonesia dengan konsep de mokrasi, dan Iran dengan kon sep imamah serta lainnya.
“Menurut saya,HTI tidak masuk
dalam posisi kelompok sesat dalam masalah
akidah dan aliran keagamaan, tapi masuk dalam kelompok sesat dalam masalah berbangsa dan
bernegara...”
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 18 19
Kolom Kolom
sementara sosialisme —yang dibangun berdasarkan ideologi materialisme, dan anti agama, dan karenanya bertentangan dengan nilai Pancasila— justru diagungkan. Demikian juga dengan kapitalisme —yang dibangun berdasarkan sekularisme, dan setengah anti agama karena tidak menolak, tetapi juga tidak sepenuhnya menerima agama, dan nyatanyata melahirkan ketidakadilan global, yang justru bertentangan dengan nilai Pancasila— malah dipujapuja. Maka, dengan membaca sekilas inti maklumat tersebut, kita dengan mudah bisa membaca adanya sejumlah inkonsistensi dan keganjilan di dalamnya.
Vision of StatePancasila memang bukan agama, karena ia
merupakan kumpulan value (nilai) dan vision (visi). Tepatnya, lima nilai dan visi yang hendak diraih dan diwujudkan oleh bangsa Indonesia ketika berihtiar mendirikan sebuah negara. Meski demikian, bukan berarti Pancasila itu anti
agama, atau agama harus disingkirkan dari rahim Pancasila. Karena keberadaan agama itu diakui dan dilindungi, serta dijamin eksistensinya oleh Pancasila. Masingmasing agama juga berhak hidup, dan pemeluknya pun bebas menjalankan syariat agamanya. Tentu tidak terkecuali dengan Islam dan umatnya. Sebab, dengan value dan visi ketuhanannya, justru arah negara Indonesia kelak bukanlah negara sekular, juga bukan negara sosialiskomunis, maupun kapitalisliberal. Tetapi, sebuah negara yang dibangun berdasarkan nilai dan visi Ketuhanan yang Maha esa.
Justru karena itulah, maka sangat ganjil dan aneh, jika agama —khususnya Islam— yang ada di dalamnya hendak disingkirkan, dan dibuang jauhjauh dari kehidupan, dengan logika tidak boleh ada satu agama (kebenaran) yang mendominasi. Di sisi lain, hak umat Islam untuk menjalankan syariat agamanya selalu saja dibenturkan dengan Pancasila dan UUD 1945, padahal kewajiban menjalankan syariat Islam tetap dijamin oleh sistem
hukum di negeri ini. Karena itu, kemudian maklumat atau logikalogika seperti ini, tidak lebih hanyalah tafsiran yang juga nisbi, bahkan maaf sangat absurd, yang pada akhirnya selalu dipaksakan oleh segelintir orang kepada mayoritas rakyat di negeri ini dengan menggunakan kekuatan sebuah rezim. Memang aneh, di sisi lain, tafsir orang lain atas kebenaran tidak boleh dipaksakan, tetapi mereka sendiri memaksakan tafsirannya atas kebenaran dan bahkan memonopoli tafsiran itu untuk dipaksakan kepada orang lain. Inilah bentuk inkonsistensi cara berfikir. Tetapi, bagi mereka justru ini merupakan bentuk konsistensi, tepatnya konsisten menolak Islam. Meski cara berfikir mereka sendiri inkonsisten.
Justru, karena itulah, maka hubungan antara agama, khususnya Islam, dengan negara tidak pernah solid. Ketidaksolidan ini justru terjadi karena adanya pihak yang terusmenerus berupaya membenturkan antara agama dan negara. Padahal, ketika bangsa yang mayoritas Muslim ini berhasil menyelenggarakan pemilu, orangorang itu berteriak dengan lantang, bahwa demokrasi kompatibel dengan Islam. Tapi, giliran umat Islam menuntut syariatnya diterapkan, segera saja mereka menolak dengan menggunakan tafsir kebenaran mereka sendiri, yang maaf sudah klise; bertentangan dengan Pancasilalah, bertentangan UUD 1945, mengancam keutuhan bangsa, dan tafsirtafsir teror yang lainnya.
Cara berfikir seperti ini tentu sangat picik dan tidak jujur. Picik, karena selalu menggunakan Pancasila dan konstitusi sebagai pelarian. Tidak jujur, karena orangorang itu tidak mau menerima kenyataan, bahwa demokrasi yang mereka agungagungkan itu sendiri mengajarkan vox populi vox dei (suara rakyat suara tuhan). Artinya, jika rakyat yang mayoritas itu menginginkan kehidupan mereka diatur oleh syariat, mengapa
mereka harus menolak? Inilah logika demokrasi yang sehat. Kalau kepicikan dan ketidakjujuran ini terus dipraktikkan, maka kalangan Muslim yang masih menerima demokrasi pun pada akhirnya akan muak dengan demokrasi, apalagi kalangan Muslim yang jelasjelas menolak sama sekali. Pada akhirnya, umat Islam akan membuktikan sendiri, bahwa demokrasi itu hanyalah jargon kaum kapitalissekular, untuk mempertahankan kepentingan mereka.
Sekularisasi PancasilaPengamat Politik lIPI, Dr. Mochtar Pabottinggi,
juga mengatakan bahwa Pancasila bukanlah ideologi negara, melainkan vision of state (visi negara), yang mendahului berdirinya Republik Indonesia. Visi itu kemudian dituangkan dalam UUD 1945, pasal 29, yang menyatakan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa. Artinya, dengan visi itu para pendiri negara ini justru ingin menegaskan, bahwa negara yang dibangunnya itu bukanlah negara sekuler.
Karena itu, tidak ada satu pun pasal dalam UUD 1945 yang menolak agama untuk dijadikan sebagai sumber hukum. Bahkan, banyak pakar hukum Indonesia yang memberikan penegasan, bahwa Islam merupakan salah satu sumber hukum nasional. Maka, penegasan bahwa Pancasila bukanlah agama, dan agama tidak boleh memonopoli kebenaran, jelas merupakan upaya untuk menistakan agama, dan memisahkan Pancasila dari agama. Sebagai open idea (ide terbuka) atau open value (nilai terbuka), sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden SBY, seharusnya kontribusi agama, sebut saja Islam, dalam membimbing visi yang dicitacitakan itu tidak boleh dibendung. Apalagi dengan membenturkan keduanya. Justru inilah yang harus segera diakhiri. Karena agama adalah keyakinan, sementara Pancasila yang no
www.pixabay.com
Pancasila memang bukan agama, karena ia merupakan kumpulan value (nilai) dan vision (visi).
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 20 21
tabene bukan agama tidak akan bisa menggeser posisi agama.
nah, masalahnya kemudian adalah, apakah kontribusi agama, tepatnya penerapan syariat Islam akan mengancam keharmonisan? Mari kita jujur melihat fakta.
Pertama, selain Islam, agamaagama lain tidak memiliki syariat yang mengatur urusan ekonomi, politik, pendidikan, sanksi hukum, politik luar negeri. Agamaagama itu hanya mengatur urusan ibadah, cara berpakaian, makan, minum, kawin dan cerai.
Kedua, bagi Islam, urusan ibadah, cara berpakaian, makan, minum, kawin dan cerai para pemeluk agama lain diserahkan kepada agama mereka masingmasing. Islam justru memberikan kebebasan mereka untuk menjalankan syariat agamanya, pada wilayah yang memang menjadi wilayah agama mereka. Di sisi lain, mereka juga tidak dipaksa untuk menjalankan syariat agama lain, yang diatur oleh syariat agama mereka.
Ketiga, bagi nonIslam, Islam hanya mengatur urusan ekonomi, politik, pendidikan, sanksi hukum dan politik luar negeri, yang notabene tidak diatur oleh syariat mereka. Sementara bagi kaum Muslim, Islam mengatur semua aspek kehidupan mereka, mulai dari urusan ibadah, cara berpakaian, makan, minum, kawin dan cerai, sampai urusan ekonomi, politik, pendidikan, sanksi hukum dan politik luar negeri.
Dengan demikian, secara normatif tidak akan pernah terjadi benturan atau disharmoni dalam hubungan antara Muslim dan nonMuslim. Secara historis, kondisi itu telah dibuktikan oleh sejarah Islam sepanjang 800 tahun, ketika Spanyol hidup dalam naungan Islam. Tiga agama besar yaitu Islam, Kristen, dan Yahudi bisa hidup berdampingan. Masingmasing pemeluknya bebas menjalankan syariat agamanya, dijamin oleh negara.
Inilah yang diabadikan oleh Mc I Dimon, sejarawan Barat, dalam Spain in the Three Religion. Untuk kasus Indonesia, kita tidak mungkin menyingkirkan fakta bahwa: Islam telah tumbuh dan berkembang di Indonesia lebih dari 500 tahun. Islam dianut mayoritas, sekitar 87 persen.
Hukum Islam hidup di masyarakat Indonesia lebih dari 500 tahun, sehingga hukum Islam sudah menjadi law of life (hukum yang hidup). Wajar kalau syariah Islam menjadi sumber hukum peraturan perundangan di Indonesia. Aneh kalau ada yang menentangnya.
Di samping itu, secara substansi, ajaran Islam adalah ajaran yang universal, rahmatan lil ‘ala-min, bukan hanya rahmatan lil Muslimin. Kalimat rahmatan lil ‘alamin selalu diucapkan oleh semua pihak, termasuk kalangan pejabat, mulai dari presiden hingga kepala desa. Bila semua warga negara tanpa pandang bulu mendapatkan rahmat dari penerapan hukum tersebut, maka harmonisasi pasti tercipta. Adopsi hukum syariah pasti menjamin rahmat bagi semua? Sebab hukum syariah dan ajaran Islam sangat jelas bersumber dari Alquran dan Hadits nabi SAW yang merupakan wahyu Allah SWT, Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang, Dzat Yang Maha luas rahmatnya.
Mewujudkan cita-citaKalau syariat Islam diterapkan, bukan hanya
kesatuan dan persatuan Indonesia, tetapi kemanusiaan yang adil dan beradab, keadilan sosial bagi seluruh rakyat, serta hikmah dan kebijaksanaan dalam permusyaratan atau perwakilan juga diterapkan. Dalam Islam, umat lain mendapatkan perlindungan penuh dari negara. Juga jaminan kebutuhan hidup yang sama, baik sandang, papan, dan pangan, serta kesehatan, pendidikan, dan keamanan.
nabi SAW pernah mengatakan, “Man adza dza-
Kolom Kolom
miiyan faqad adzani (Siapa saja yang menganiaya ahli dzimmah, maka sama dengan menganiaya diriku).” Ketika rumah seorang Yahudi hendak digusur oleh Amr bin alAsh untuk pembangunan masjid, yang berarti menasionalisasi hak milik pribadi, Umar bin Khatab marah dan meminta gubenurnya mengembalikan hak milik pribadi Yahudi tersebut.
Juga kisah Ali bin Abi Thalib, yang bersengketa dengan orang Yahudi soal baju besi. Kasus itu dimenangkan oleh orang Yahudi, yang notabene rakyat jelata. Inilah jaminan yang diberikan Islam, lebih baik dibanding konsep keadilan sosial yang diadopsi dari sosialisme dan kapitalisme.
Demikian halnya dengan hikmah dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan. Islam memberikan ruang yang cukup dan proporsional kepada publik untuk menyampaikan pandangannya. Inilah yang dikenal dengan syura wa akhdz ar-ra’y (permusyawaratan dan pengam
bilan pendapat). Ada wilayah di mana pendapat tersebut harus diambil dari syariat, ada yang diambil dari pendapat mayoritas, dan ada juga yang diambil berdasarkan pandangan ahli/pakar, atau yang paling benar. Masingmasing didudukkan secara proporsional. Dengan demikian, kebebasan berpendapat tidak akan keluar dari pakemnya. Islam bukan memberangus kebebasan berpendapat, tapi mengarahkan dan membimbingnya.
Dalam Islam, ada Majelis Ummah dan ada juga partai politik yang berfungsi mengontrol pemerintah. Bahkan, kalau pemerintah menyimpang dari haluan negara, ada Mahkamah Madzalim yang bisa memberhentikannya. lalu, mengapa kita masih mempersoalkan kontribusi Islam? Apakah kita tidak pernah memahami keagungan ajaran Islam? Ataukah kita memang selalu menutup mata, atau mungkin berniat tidak baik terhadap Islam? Wallahu a’lam.
www.pixabay.com
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 22 23
GaleriOpini
raMadhan, lebaran dan Rekonsiliasi
“Membiarkan permusuhan adalah berdosa apalagi menciptakan permusuhan, dan lebih besar lagi dosanya adalah mengambil keuntungan dan manfaat dari
permusuhan.”
Oleh: KH. Risman Muchtar, S.Sos.I, M.SiKetua Komisi Ukhuwah dan KUB MUI Provinsi DKI Jakarta
www.pixabay.com
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 24 25
Galeri Galeri
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 26 27
Galeri Opini
amadhan datang, hingar bingar pun hilang. Semua tanpa terasa menyatu dalam suasana ibadah, yang pro dan yang kontra semua sama, siang hari berpuasa,
saat Maghrib buka bersama, malam hari shalat berjamaah, selesai shalat mendengar ceramah, dengan topik akidah dan ibadah, akhlak dan muamalah, tidak ada permusuhan dan pertengkaran, tidak ada perbedaan dan perdebatan, itulah rekonsiliasi, pertengkaran dan perbedaan diakhiri, hubungan persahabatan dipulihkan kembali; satu sama lain saling menghormati; itulah keindahan syariat Islam, tidak boleh saling mendendam, bila salah saling memaafkan, kepada Allah memohon ampunan dari segala dosa dan kesalahan.
tidak ada saling mencaci dan memaki, apalagi saling menghina dan membenci, karena semua merasa bersaudara dalam satu aqidah, tidak ada ilah kecuali Allah, nabi Muhammad SAW adalah Rasulullah, telah tersimpul dalam dua kalimah syahadah, terbuhul dengan kuat dalam hati orang yang beriman, selalu berpihak kepada kebenaran dan keadilan, menjauhi segala bentuk permusuhan dan kezaliman, mencintai perdamaian dan persahabatan.
Islam mengajarkan bahwa sesama orangorang beriman adalah bersaudara, satu sama lain berkewajiban untuk saling mendamaikan, tidak boleh membiarkan saudaranya saling bermusuhan, apalagi menciptakan permusuhan dan mengam
R
Dengan mengamalkan satu kewajiban dalam Islam yaitu berpuasa di bulan Ramadhan memiliki dampak yang luarbiasa dalam membangun kerukunan dan perdamaian antar sesama umat dan warga bangsa. Itulah kehebatan Islam dan mukjizat Alquran, bila diamalkan dalam kehidupan, tidak ada kusut yang tak selesai, tidak ada keruh yang tak akan jernih, yang jauh akan menjadi dekat, yang berat akan menjadi ringan, yang sulit akan menjadi mudah, karena semua dilakukan dengan ikhlas sematamata mencari ridha Allah SWT.
Tidak ada kepentingan pribadi dan golongan, semua melebur dalam sebuah kebersamaan penuh persahabatan dan persaudaraan. Hilanglah ego pribadi, rasa dengki dan sakit hati,
bil keuntungan dari permusuhan itu (baca QS Al Hujurat:10). Membiarkan permusuhan adalah berdosa apalagi menciptakan permusuhan, dan lebih besar lagi dosanya adalah mengambil keuntungan dan manfaat dari permusuhan.
Itulah sebabnya ajaran Islam melarang praktek adu domba sesama Muslim, karena hal yang demikian adalah pekerjaan setan yang selalu berusaha menciptakan permusuhan dan kebencian, adakalanya melalui minuman keras dan perjudian serta caracara lain yang bertujuan untuk menghalangi orangorang beriman untuk mengingat Allah dan beribadah kepadanya (baca QS AlMaidah:91). Siapapun orangnya, apapun pangkat dan jabatannya, jika mereka berusaha untuk mengadu domba sesama Muslim agar
“Jika berbicara Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, kehancuran umat Islam sekaligus adalah
kehancuran bangsa, karena jika umat Islamnya sudah lemah, terpecah-pecah dan saling bermusuhan satu sama lain, artinya negara
dan bangsa Indonesia berada dalam keadaan bahaya...”
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 28 29
Opini
mereka berpecah belah dengan maksud untuk melemahkan dan menguasainya, dan mereka itulah adalah setansetan yang berbentuk manusia.
Allah SWT melarang tindakan dan perbuatan yang berpotensi merusak persaudaraan sesama Muslim (ukhuwah Islamiyah); saling menghina satu kaum dengan kaum yang lain, mencela diri sendiri (maksudnya mencela saudara sesama mukmin) dan memberikan julukan atau gelargelar yang tidak disukai oleh saudaranya, dan seburukburuk gelar sesuadah beriman adalah fasik atau sejenisnya. Perbuatan menghina, mencela dan memberikan gelargelar yang buruk dapat merusak perasaan saudara sendiri dan pada
gilirannya dapat merusak persaudaraan sesama Muslim. Jika para pelakunya tidak bertobat atau tidak meninggalkan perbuatan tercela tersebut, mereka dicap Allah sebagai orangorang yang zalim (baca QS Al Hujurat 11)
Begitu juga Allah melarang keras sikap berburuk sangka terhadap saudara seiman, mencaricari kesalahan mereka (tajassus) dan membuat gosip menyebar fitnah atau bergunjing (ghibah). Para penyebar gosip dan penggunjing dikecam Allah dengan sebutan makhluk pemakan bangkai (baca QS. AlHujurat 12). Berburuk sangka, mencaricari kesalahan dan menyebar fitnah adalah perbuatan yang dapat merusak persaudaraan
Opini
sesama Muslim, yang pada gilirannya dapat merusak persatuan dan kesatuan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kelemahan, dan kelemahan itu adalah salah satu penyebab kehancuran dan kekalahan.
Jika berbicara Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, kehancuran umat Islam sekaligus adalah kehancuran bangsa, karena jika umat Islamnya sudah lemah, terpecahpecah dan saling bermusuhan satu sama lain, artinya negara dan bangsa Indonesia berada dalam keadaan bahaya. Oleh karena itu, sebagai umat dan sebagai bangsa kita wajib memelihara dan menjaga ukhuwah Islamiyah dengan menjauhi segala bentuk tindakan dan perbuatan yang dapat merusaknya. Umat Islam sangat berkepentingan dengan keutuhan bangsa ini, karena bangsa ini diperjuangkan dengan teriakan Allahu Akbar dan tetesan darah dan nyawa para mujahid Islam, para ulama dan kaum muslimin yang mencintai agamanya dan negaranya.
Oleh sebab itu semua elemen dan komponen bangsa, mulai dari penguasa, aparat dan pejabat negara, tentara, polisi, hakim dan jaksa, para penegak hukum lainnya, politisi, pengusaha, para intelektual dan ulama, dosen dan mahasiswa, buruh tani nelayan, dan rakyat jelata berkewajiban untuk menciptakan suasana yang aman dan nyaman berdasarkan prinsipprinsip keadilan dan kebenaran, menjauhi segala tindakan yang berpotensi menimbulkan kekisruhan, kerusuhan dan permusuhan.
Berhari raya Idul Fitri haruslah dijadikan momentum yang tepat untuk membangun silaturrahim dengan menebar kepedulian terhadap kaum dhuafa dan orangorang miskin melalui zakat fitrah, saling bermaafan dengan tetangga dan saudara, silatturrahim antara ulama dan umara, penguasa dan rakyat jelata, dan sillaturrahim
antar seluruh komponen bangsa.Jika bulan Ramadhan kita sikapi sebagai bulan
rekonsiliasi, maka bulan syawal kita isi dengan sillaturrahim, tidak hanya sebatas seremonial minus substansi. Berhalal bilhalal mempersatukan hati, bertatap muka dan saling memaafkan, menghabiskan dendam dan menghentikan permusuhan, menciptakan kasih sayang menjauhi perseteruan. Jangan berlaku munafik, lain di luar lain di dalam, lain perkataan dan lain kenyataan, bertanam tebu di bibir, pandai bermulut manis, tetapi tidak sejalan kata dengan perbuatan.
Di hari raya, ketika bertemu seorang Muslim dengan Muslim lainnya yang terdengar hanyalah ucapan saling mendoakan “taqabbalallahu minna waminkum” semoga Allah menerima ibadah kita termasuk anda, itulah doa dan harapan bersama sesama Muslim, dan itulah semestinya yang harus menjadi akhlak dan pola hubungan yang harus dibangun di antara sesama Muslim yang beriman, yaitu saling mendoakan untuk kebaikan dan keselamatan bersama, bukan sebaliknya, saling menjelekkan, mencaricari kesalahan dan saling memfitnah.
Terakhir, di bulan Syawwal yang berarti bulan peningkatan, kita rawat dan kita jaga prestasi ibadah yang telah berhasil kita raih selama Ramadhan, kita pelihara shillaturrahim, hubungan kasih sayang sesama muslim, kita bangun komunikasi sesama warga bangsa apapun suku dan agamanya, jangan saling mengeksploitasi, jangan hanya ingin senang dan menang sendiri, jangan ada tirani mayoritas, apalagi tirani minoritas, yang mayoritas melindungi hakhak minoritas dan yang minoritas menghormati hakhak yang mayoritas, itulah toleransi dan itulah demokrasi yang hakiki. Semoga Ramadhan dan Idul Fithri membawa berkah tersendiri untuk negeri yang kita cintai ini. Amin. Nashrun Minallahi Wafathun Qarib. ***
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 30 31
Opini
MeMbincang gerakan iSlaM Moderat UntUk
kemanusiaan dan PeRdamaian
Mungkinkah Aswaja mampu menempatkan diri pada posisi moderat (washatiyah) di tengahtengah gempuran radikalisme, liberalisme dan sesat
pikir (aliran sesat) lainnya?
Oleh Prof. DR. KH. Ahmad Syafi’i MufidKetua Komisi Kajian dan litbang MUI DKI Jakarta
Indonesia dan Gerakan Islam Moderataat ini, Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Islam masuk ke wilayah nusantara tergolong paling akhir dibandingkan den
gan kawasan lainnya seperti Persia, Asia Tengah
dan eropa. Paham keagamaan yang diajarkan dan kemudian dianut oleh mayoritas penduduk adalah ahlus sunnah waljamaah, sebuah paham moderat. Secara harfiyah, ahlu sunnah wal jama’ah adalah penganut sunnah, tradisi atau kebiasaan yang dilakukan oleh nabi Muhammad
S
Opini
SAW dan kesepakatan para ulama. Watak moderasi (washatiyah) yang dimiliki oleh faham ini baik dalam sistem keyakinan (aqidah), syari’ah maupun praktik akhlak/tasawuf sesuai dengan corak kebudayaan masyarakat Indonesia. Dinamika perkembangan Ahlu sunnah wal jamaah (Aswaja), awalnya dinilai akomodatif terhadap tradisi lama (local tradition), kemudian berkembang mengikuti trend pemurnian (puritanisme) sehingga corak Islam terlihat semakin murni dari unsurunsur lokal. Pemurnian ajaran Aswaja dari anasir lokal dan tradisi lama dimulai dengan apa yang disebut organisasi dan gerakan modernis, yang tetap bersandar pada kaidah berfikir mazhab Ahlu sunnah wal jamaah. Kelangsungan dan perubahan pemahaman dan perubahan paham Aswaja berjalan damai, kecuali dalam beberapa kasus seperti pertentangan antara “kaum tua” versus “kaum muda” di awal abad ke XX dan radikalisme serta terorisme di awal abad XXI.
Sejarah Indonesia dimulai sejaknya tumbuhnya kesadaran sebagai bangsa terjajah dan berkeinginan untuk merdeka, bebas dari dominasi bangsa lain. Kesadaran tersebut dimulai sejak kehadiran bangsabangsa Barat pada abad 16 yang kemudian mendapat perlawaan dari Kesultanan Samudra Pasai dan Demak di Malaka pada tahun 1511. Perlawanan terhadap Barat terus berlangsung sampai tercapainya kemerdekaan. Sejumlah tokoh perlawanan muncul dari Aceh sampai Sulawesi. Sultan Hasanudin (Sulawesi), Sultan Agung (Mataram), Sultan Ageng Tirtoyoso (Banten), Sultan Badarudin (Palembang), Pangeran Diponegoro (Jawa), Imam Bonjol (Sumatera) Teuku Umar, Cut nyak Dien, Teuku Cik Di Tiro (Aceh). Penderitaan sebagai bangsa terjajah inilah yang melahirkan semangat nasonalisme bagi bangsa Indonesia.
Perjuangan untuk mencapai kemerdekaan
mengalami perubahan strategi, dari perlawanan fisik ke politik. lagilagi umat Islam menjadi pelopornya, perang digantikan dengan gerakan sosial, ekonomi dan politik. Dimulai dengan gerakan Sarikat Dagang Islam pada tahun 1905 yang kemudian berubah menjadi gerakan politik, Syarikat Islam (1912). Gerakan sosial pendidikan dimulai oleh Muhammadiyah (1912), dan pada tahun 1926 lahir nahdhatul Ulama. Organisasi Islam lainnya juga bergerak dalam bidang sosial dan pendidikan tersebar di berbagai wilayah. Mathla’ul Anwar (Banten,1916), Perikatan Umat Islam (PUI) sebelumnya bernama Persyarikatan Oelama pada tahun 1916. Persatuan Islam (Bandung, 1923), Persatuan Tarbiyah Islamiyah ( Sumatera Barat, 1930), Al Khairat (Palu, Sulawesi, 1930) dan Al Jamaatul Wasliyah ( Medan, 1930) dan nahdhatul Wathan (nusa Tenggara Barat, 1937). Organisasi Islam yang berdiri pada era kolonial tersebut sampai sekarang masih berkembang adalah penganut paham washatiyah (moderat) atau yang disebut Ahlu sunnah wal jamaah. Organisasi politik satusatunya, Syarikat Islam, memiliki corak radikal, terutama setelah diinfiltrasi oleh kelompok sosialis demokrat yang kemudian berkembang menjadi Partai Komunis Indonesia. Setelah diterapkan disiplin partai, kaum komunis dikeluarkan dari Syarikat Islam, gerakan politik umat kembali ke jalan moderat.
Peran Gerakan Islam Moderat dalam Kemerdekaan Indonesia
Gerakan Islam moderat inilah yang berhasil membangun kesepakatan dengan eksponen bangsa Indonesia lainnya dalam hal merumuskan dan penetapkan Dasar negara Republik Indonesia. Tokoh utama yang terlibat dalam persiapan kemerdekaan dan penetapan dasar negara adalah; (1). Agus Salim (Syarikat Islam), (2). Abi
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 32 33
kusno Tjokrosuyoso (Syarikat Islam), (3). Abddul Wahid Hasyim (nahdhatul Ulama), (4). Abdul Kahar Muzakir (Muhammadiyah), (5). Soekarno (Ketua), (6). Muhammad Hatta, (7). Muhammad Yamin, (8). Ahmad Subarjo, dan (9) Alex Andries Maramis. Disamping itu Tokoh nomor satu sampai dengan empat adalah pemimpin organisasi nasionalis Islam, no 5 sampai 8 adalah Muslim nasionalis sekuler dan no 9 adalah tokoh Kristen dari Indonesia Timur. Peran Muslim moderat dalam membela dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia juga sangat besar. Ketika tentara belum lahir, laskar Hisbullah dan Sabililah berjuang mempetahankan kemerdekaan. KH. Hasyim Asy’ari, pemimpin tertinggi nU, mengeluarkan fatwa wajib berjihad bagi semua umat Islam untuk mempertahankan kemerdekaan. Perlawanan rakyat Surabaya terhadap tentara sekutu yang ingin melucuti tentara Jepang mengakibatkan pertempuran besar yang kemudian diperingati sebagai hari pahlawan, setiap 10 november. Bong Tomo memberikan komando perlawanan dengan meneriakkan semangat jihad dan suara takbir. Ketika Belanda kembali membentuk pemerintahan sipil di Indonesia (The netherlands Indie Civil Administration) rakyat menyambutnya dengan perang kemerdekaan dipimpin oleh jenderal Soedirman, pendiri pandu Hisbul Wathan (Muhammadiyah).
Sekali lagi, Islam moderat kembali meneguhkan komitmenya dalam penguatan ideologi bangsa. Melalui muktamar 1983, nU menerima Pancasila sebagai satusatunya asas dalam berbangsa dan bernegara. Begitu juga Muhammadiyah pada muktamar 1984 memutuskan menerima Pancasila sebagai asas dalam berbangsa dan bernegara. Singkat kata, perjalanan sejarah bangsa ini selalu mendapat dukungan dan peran dari gerakan Islam moderat. Oleh karena itu ketika gerakan Islam
transnasional mulai menanamkan pengaruhnya di Indonesia, kelompok moderat inilah yang memberikan respon baik melalui wacana maupun aksi. Runtuhnya kekuasaan represif Orde Baru dan munculnya Orde Reformasi membawa perubahan bagi diskursus keagamaan. Masyarakat Muslim Indonesia digegerkan oleh munculnya paham dan gerakan seperti laskar Jihad, Front Pembela Islam, Majelis Mujahidin Indonesia, Jama’ah Ansharut Tauhid, Salafi radikal, Hizbut Tahrir Indonesia dan banyak lagi yang lain. Gerakan Islam yang muncul pasca reformasi mengaku ahlus sunnah, meskipun dalam berwacana dan aksi berbeda dengan kelompok Ahlus sunah wal jamaah yang telah eksis jauh sebelum paham baru tersebut muncul. Perkembangan Syiah juga memperoleh momentum pada era Reformasi. Muncul organisasi Ikatan Jama’ah Al Bait Indonesia (IJABI) dan Ahlul Bait Indonesia (ABI). Di samping melalui organisisi gerakan, Syiah juga berkembang melalui lembagalembaga pendidikan yang didirikan di berbagai wilayah. Hubungan antarumat agama, pada akhir masa orde baru sudah tegang menjadi semakin panas, ketika presiden Soeharto jatuh. Konflik suku, ras, agama dan golongan (SARA) terjadi di manamana. Ada konflik Ketapang Jakarta, konflik nTT, konflik Ambon, konflik Maluku, Sambas, Sampit dan seterusnya. Ketegangan semakin menjadi, ketika dibentuk laskar Jihad yang kemudian dikirim ke Ambon dan Maluku. Benturan terjadi benturan antar penganut agama, utamanya antara Islam dan Kristen. Belakangan konflik internal juga terjadi antara penganut Ahlu sunnah berhadaphadapan dengan komunitas Syiah, sebagaimana terjadi di Sampang, Madura, Bondowoso dan Jember, Jawa Timur. Jamaah Ahmadiyah Indonesia, yang dating ke Indonesia sejak sebelum kemerdekaan juga mendapat tantangan. Jika pada masa sebelum kemerdekaan
Opini
tantangannya berupa perdebatan dan penolakan, kini pertentangan sudah sampai konflik fisik seperti di Ceukesik, Banten dan Mataram nTB.
Perubahan sosial akibat modernisasi dan perjumpaan dengan berbagai pemikiran global, penganut Aswaja menghadapi tantangan internal maupun eksternal. Tantangan internal, menguatnya pengaruh Wahabisme (Salafi) dalam tiga pulih tahun terakhir. Kehadiran faham Wahabi membuat gaduh wacara keagamaan karena kritikkritik dan praktik keagaaam mereka yang tidak hanya berbeda dengan kaum Aswaja tetapi penghakiman kemusyrikan, pembid’ahan terhadap praktik keyakinan dan peribadatan yang berbeda. Tidak hanya dalam bidang agama, kelompok Salafi Jihadis (Sururi) juga mengembangkan faham fundamentalisme radikal yang mendorong terjadinya teror di Indonesia. Islam kemudian identik dengan kekerasan dan teror. Reaksipun muncul dari kalangan kaum muda pendukung Aswaja, dengan mendeklarasikan terbentuknya Jaringan Islam liberal (JIl). Kebebasan berfikir membuat kaum tua dari kalangan Aswaja khawatir dan gelisah terhadap gerakan Islam liberal. Mungkinkah Aswaja mampu menempatkan diri pada posisi moderat (washatiyah) di tengahtengah gempuran radikalisme, liberalisme dan sesat pikir (aliran sesat) lainnya? Tantangan eksternal, Aswaja berhadapan dengan globalisasi seperti demokrasi, hak asasi manusia dan ekonomi pasa, juga merupakan tentangan tersendiri.
Sesungguhnya, kehadiran berbagai macam paham transnasional ke Indonesia merupakan ujian bagi mayoritas umat Islam yang menganut paham Aswaja. Apakah Aswaja akan tetap eksis bahkan menjadi semakin menguat atau semakin kecil peranannya dalam kancah berbangsa dan bernegara. Perbincangan dengan topik Peta Kontestasi Gerakan Radikal dan liberal dapat
dijadikan bahan renungan dan pemikiran dalam menetapkan strategi pemeliharaan kerukunan internal umat beragama maupun antarumat beragama, sebagaimana yang sedang dikembangkan oleh Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Kalimantan Selatan saat ini.
Kerukunan HidupAntarumat Beragamadi Indonesa
Belajar dari pengalaman sejarah panjang “perang dan damai” antar anak Adam di muka bumi, Indonesia berhasil membangun kesepakatan bersama para pemuka agama dan tokoh bangsa lainnya dalam menentukan dasar negara sebagaimana diuaraikan di atas. Indonesia juga mebrehasil membangun dan memelihara kerukunan inter umat beragama, kerukunan antarumat beragama dan kerukunan antara umat beragama dan pemerintah. Saat ini di seluruh wilayah provinsi, kabupaten, dan kota telah berdiri Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Forum Kerukunan Umat Beragama, adalah sebuah lembaga yang dibentuk oleh majelismajelis agama mengemban tugas memelihara kerukunan dan mengembangkan binadamai dalam masyarakat. Anggota dan pimpian FKUB adalah tokohtokoh yang berasal dari semua komunitas agama yang telah ada di Indonesia. Dari kalangan Islam, anggota FKUB berasal dari oranisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI), nahdhatul Ulama (nU), Muhammadiyah, Persatuan Islam, Syarikat Islam, Persatuan Tarbiyah Islamiyah dan juga ormas Islam local. Awalnya banyak pihak yang belum paham eksistensi FKUB. Mereka mengira FKUB hanya sebagai lembaga yang berwenang memberikan rekomendasi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah ibadah. Tidak banyak yang paham kalau FKUB harus membangun dan mengembangkan
Opini
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 34 35
Opini
dialog lintas agama, menampung aspirasi umat beragama, menyalurkan aspirasi pemuka agama dan tokoh masyarakat, melakukan sosialisasi kerukunan dan perdamaian serta mengembangkan programprogram pemberdayaan kerukunan dan perdamaian. lebih dari itu harapan masa depan perdamaian melalui internalisasi nilainilai Pancasila juga menjadi garapan FKUB. Kini, peranan FKUB sangat dominan dalam penanganan dan penyelesaian konflik social, sebagaimana diatur dalam UndangUndang no 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Bahkan dalam proses demokrasi di Indonesia, peranan FKUB dalam mengawal penyelenggraan pemilihan umum yang damai dan tidak mengeksploitasi isuisu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan sebagaimana diatur dalam undangundang Pemilihan Umam juga sangat besar.
Pengalaman Indonesia dalam membangun dan memelihara kerukunan dengan melibatkan peran gerakan Islam moderat dapat mengoreksi pandangan bahwa Islam itu intoleran dan cenderung menggunakan politik kekerasan. Beberapa kritik terhadap agama, seperti disampaikan Jack nelsonPallmeyer bahwa semua agama monoistik secara inhern mengandung kekerasan. Yahudi, Kristen dan Islam akan secara terus menerus menyumbang pada kekerasan hingga tidak ada lagi tantangan keras terhadap “teks suci” dan hingga tidak ada lagi kekuatan yang menentang Tuhan ( nelsonPallmeyer, Jack (2005). Is religion killing us? Violence in the Bible and the Quran, Continuum International Publishing Group. P.136). nyatanya, sebagaimanan dicatat oleh Tanner bahwa pada abad XX lebih dari 25 juta orang beriman di negaranegara ateis, menderita kekerasan anti agama (The Harmful Secular Ideologies. Ames Tribune, 2011). Perang dunia adalah perang sekular yang tidak didorong oleh agama tetapi oleh ide
ologi non agama (PD I, PD II, civil wars (American, el Salvador, Russia, Sri langka, dan China), Perang Vietnam, Korea dan perang melawan teroris (nelson, James M, 2009. Psychology, Religion, and Spirituality. Springer. P. 427). Talal Asad, menilai pandangan yang menyamakan antara institusi agama dengan kekerasan dan fanatisme tidaklah benar. Kekejaman institusi non agama di abad 20 sangat luar biasa dahsyat. Dia juga mencatat bahwa nasionalisme juga telah dipandang sebagai agama sekuler ( Asad, Talal (2003). Formations of Secular: Christianity, Islam, Modernity. Stanford University Press, p. 100, 187190).
Ada tiga tesis tentang peran agama dan binadamai. “Peace through religion alone” , perdamaian hanya melalui agama saja. Artinya, tesis ini mengusulkan bahwa untuk mencapai perdamaian dunia hanya melalui pengabdian terhadap agama tertentu. “Peace without religion”, perdamaian tanpa agama. Perdamaian hanya dapat dicapai bila tanpa agama. “Peace with religion” , pendekatan ini fokus pada pentingnya koeksistensi dan dialog antariman. FKUB pada hakikatnya adalah nGO yang sangat potensial untuk membangun bina damai dan pengembangannya seperti penyelenggaraan Sekolah Agama dan BinaDamai yang digagas dan dikembangkan ole FKUB Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ( bandingkan Douglas Johnston, “FaithBased Organization: The Religious Dimension of Peacebulding.” in People Building Peace II: Succesful Stories of Civil Soci-ety, Paul van Tongeren, et al (Boulder, CO: lynne Reiner, 2005), p.209218.
Sekolah Agama dan BinaDamai memilik visi awal menjadi lembaga pendidikan dan pelatihan anggota dan calong anggota FKUB. Sekarang, sekolah ini telah diterima sebagai lembaga pendidikan bina damai secara lebih luas, yakni menyiapkan kader perdamaian untuk bangsa. Misinya,
Opini
memberikan pengetahuan tentang agama dan ajaran binadamai. Memberikan pendidikan & pelatihan penanganan perselisihan disebabkan oleh faktor sosial keagamaan. Memberikan fasilitas pengalaman hidup bersama dalam perbedaan. Pendidikan dan Pelatihan Agama dan BinaDamai ini mencakup bidangbidang sebagai berikut: (1). Kajian tentang ajaran perdamaian dalam agamaagama, (2). Pemahaman terhadap tugastugas Forum Kerukunan Umat Beragama. (3). Keterampilan penanganan masalah kerukunan umat beragama (manajemen konflik dan resolusi konflik). (4). Hidup bersama dalam keluarga dan masyarakat berbeda keyakinan agama.(5). Pengembangan dan pelatihan analisis konflik sosial, dan perencanaan sosial.
Pandangan optimisme pengelolaan kerukunan umat beragama juga muncul dari berbagai kajian ilmiah dan opini yang berkembang dalam pertemuan lintas agama. Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada tahun 2012 telah melakukan survey nasional kerukunan umat beragama di Indonesia. Survey ini menjangkau responden di 33 provinsi dengan responden berjumlah 3.300 dengan margin of error 1,7 %. Hasil survey menunjukkan bahwa tingkat kerukunan umat beragama di Indonesia mencapai di atas angka 3 dari skala 5. Data tersebut menunjukkan bahwa kondisi kerukunan di Indonesia pada saat itu sudah cukup harmonis. Pada tahun ini Appeal of Conscien Foundation (ACF) di new York, memberikan penghargaan “World Statesman Award” kepada Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Meskipun awalnya banyak aktifis yang menentang, akhirnya penghargaan tersebut diterima karena sebagai penghargaan kepada seluruh umat beragama yang bekerja keras dalam menjaga keharmonisan hidup berbangsa dan bernegara.
Kemanusiaan, Perdamaian dan Masa Depan
IndonesiaMemuliakan kemanusian adalah sebuah kes
epakatan dasar dalam berbangsa dan bernegara bahkan dalam percaturan kehidupan global. Sejak awal, perjuangan kemerdekaan, revolusi Indonesia dipandang sebagai revolusi kemanusiaan. Soekarno, bapak bangsa mengatakan bahwa revolusi Indonesia adalah revolution of man-kind (Yudi latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, Jakarta, Penerbit Gramedia, 2011: 237). Prinsip kesamaan kemanusiaan antarbangsa juga disampaikan oleh proklamotor Muhammad Hatta di depan sidang pengadilan di Den Haag, 9 Maret 1928. Pandangan Bung Hatta maupun Soekarna bercorak kritis dan menggugat. Hal ini disebabkan oleh cara pandang antagonisme antara eropa dan Asia, atau antara kulit putih dan kulit berwarna ( lothrop Stoddard, Pasang Naik Kulit Berwarna (The Rising Tide of Color), Jakarta, Balai Pustaka, 1966). Spirit humanitarianisme bagi bangsa Indoneia tidak bersifat liberal tetapi dengan batasan keadilan dan keadaban. Kemanusiaan yang adil dan beradab dalam Pancasila berarti kedudukan manusia adalah sebagai hamba Allah, yang satu dengan yang harus saling menghormati layaknya saudara. Keadilan berarti kesamaan dan kesedarajatan dalam hubungan antarmanusia dan antarsuku, antarbangsa. Diskriminasi dan pembedaan didasarkan atas primordialisme tidak sesuai dengan falsafah Pancasila.
Indonesia dan juga bangsabangsa lain mengalami tantangan disintegrasi bukan disebabkan oleh kurangnya persaudaraan tetapi disebabkan oleh tidak terpenuhinya rasa keadilan. Berbagai pemberontakan yang terjadi seperti Darul Islam/Tentara Islam Indonesia, adalah kerena keadilan yang tidak tercapai. Begitu juga pergolakan daerah seperti PRRI/Permesta dan RMS juga berakar
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 36 37
Opini
pada masalah keadilan. Gerakan Aceh Merdeka dan Organisasi Papua Merdeka juga berpangkal pada tuntutan keadilan. Aksi Umat Islam tanggal 14 Oktober dan 4 november 2016 terjadi juga karena terganggunya rasa keadilan yakni penistaan agama oleh seorang Gubernur DKI Jakarta dan oleh aparat keamanan tidak diperlakukan sebagaimana mestinya. Semua kasus penodaan agama, pelakunya ditahan tetapi kali ini dibiarkan bebas. Rasa keadialan terganggu dan protes social dalam jumlah massif terjadi di Jakarta dan banyak kota di seluruh Indonesia. Perlawanan terhadap dominasi asing adalah naluri dasar dari semua kebudayaan. Oleh karena itu wajar jika agama digunakan sebagai garis yang membedakan antara mana yang suci dan jahat. Agama dapat menjadi kekuatan pemersatu yang lebih efektif dari sekedar etnisitas, karena agama tergantung pada kuasa yang lebih tinggi. Oleh karena itu perlawanan yang didasarkan atas agama tidak pernah dapat dipadamkan ( Fuller, A World Without Islam, new York. Back Bay Books, 2010: 243). Jihad Afganistan hingga persag saudara di dunia Arab, merupakan bukti perlawanan abadi yang dibangun berdasarkan tafsir terhadap kitab suci. Jihad atau perlawanan secara tradisional adalah perang yang dilakukan oleh khalifah yang berkuasa dalam kapasitas sebagai imam dari semua umat Islam. Jihad atau perang yang dilakukan oleh khalifah tunduk pada aturan dan taktik dan sasaran yang sah. Berbeda dengan fenomena kontemporer, jihadisme adalah reinterpretasi jihad yang dibangun melalui rekonstruksi politis atas Islam (Islamisme). Peperangan atau jihad baru ini tidak dilakukan oleh negara tetapi oleh actoraktor tanpa pengakuan akan aturan atau batasan target yang telah diterima sebelumnya. Jihadisme adalah ideology yang diagamaisasikan yang melegitimasi bentuk peperangan irregular
yang dibingkai dengan istilah perang pemikiran (ghazwu al fikru). Perlawanan atau perang yang dilakukan oleh kelompok jihadis ini ditampilkan sebagai perang yang adil dari kaum tertindas melawan sang penindasnya. Perang melawan hegemoni Barat dan para pendukungnya (Bassam Tibi, Islam da Islamisme (Ismanism and Islam), Bandung, Mizan, 2016: 185187).
Di tengahtengan gerakan Islam moderat, di Indonesia juga berkembang gerakan radial dan liberal. Gerakan radikal Islam di Indnesia sudah ada sejak era colonial dan terus dipelihara sebagai ideology perlawanan pasca kemerdekaan hingga era reformasi. Gerakan ini lebih dikenal sebagai “garis keras”. Bagian dari gerakan ini yang radikal adalah organisasi rahasia (tandhim sirri) yang sering melakukan terror. Pada awal reformasi, kelompok ini dikenal dengan nama Al Jama’ah al Islamiyah dan saat ini sudah tidak aktif lagi. Pemikiran radikal dan kegiatan terorisme dilanjjutkan oleh organisasi rahasia yang disebut Anshor al Khalifah (Anshar al Daulah) yang berafiliasi dengan ISIS di Irak dan Syam. Di kalangan anak muda, penganut dan pendukung faham ASWAJA, pada akhir dekade 1990an mengembangkan faham Islam liberal. Mereka memproklamirkan lahirnya Jaringan Islam liberal (JIl) pada tanggal 8 Maret 2001 dalam sebuah diskusi untuk pencerahan dan kebebasan pemikiran Islam Indonesia ( nuh, 2007: xvi). Mungkin banyak yang bertanya, ketika koordinator Jaringan Islam liberal, Ulil Abshar Abdalla, menyatakan bahwa akarakar liberalisme pemikiran keislamannya justru dari ilmuilmu tradisional seperti ushul fiqh dan qawaidul fiqh yang dahulu diajarkan oleh para kyai pesantren. Pemikiran yang dilontarkan oleh cendekiawan nU meliputi banyak hal yang berpotensi menimbulkan pandangan kontroversial menyangkut bidang akidah, fikih maupun tasawuf. BerIslam tidak
Opini
berarti sama dengan menjadi ekstrim. Atau sikap benar dalam Islam itu sama dengan berlaku hitam putih? Bukankah alQur’an berpesan: ya ahlal kitab la taghlu fi dinikum, hai orangorang yang menerima Kitab Suci dari Tuhan, janganlah terlalu “ekstrem” dalam beragama. nabi pun bersabda: yassiru wa la tu’assiru, mudahkanlah dan jangan dipersulit ( Abdalla, 2005: 4346).
Mujamil Qomar dalam disertasinya menyimpulkan bahwa diantara pemikiranpemikiran para cendekiawan nU, ternyata telah banyak gagasan yang jauh keluar dari dari batasbatas tradisi pemikiran nU. Pemikiran para cendekiawan nU seperti Abdurrahman Wahid, Sahal Mahfudz, Masdar Masudi, Said Agil Sirat, Ali Yafi, Thalhah Hasan telah memberi implikasi iklim intelektual di kalangan angkatan muda nU, baik mahasiswa, pelajar maupun santri pesantren. Bahkan diantara memerka ada yang memiliki pemikiran lebih liberal dibanding pada ulama cendekiawan mereka. Anehnya, pemikiran yang mencoba menentang tradisi pesantren itu ternyata mendapat dukungan deari kyaikyai tua ( Qomar, 2002: 273; Feillard, 2008: 388). lengkap sudah, sejak akhir tahun 1990an Indonesia menjadi tempat persemaian faham radikal dan liberal. Pemikiran liberal sudah berkembang menjadi gerakan. Diskusi digelar diberbagai kampus. Artikel dalam jurnal dapat dijumpai, seperti “indahnya kawin sesama jenis” yang diterbitkan oleh jurnal di IAIn Walisongo, Semarang. Beberapa kampus IAIn dalam orientasi studi mahasiswa baru, berani memasang spanduk yang sangat liberal, menghujat dan cenderung melecehkan. Beberapa tahun yang lalu di Bandung muncul spandul “ Daerah Bebas Tuhan” dan di UIn Sunan Ampel juga muncul spanduk “ Tuhan Telah Membusuk”. Kasuskasus tersebut adalah beberapa contoh tentang perkembangan paham liberal. Ironis memang, kalau di kalangan pen
didikan tinggi Islam berkembang paham liberal, di kampus perguruan tinggi umum dan bahkan sekolahsekolah menengah berkembang paham Islam radikal.
PenutupGerakan Islam moderat yang mengusung fa
ham Aswaja yang telah menjadi bagian dari sistem keberagamaan masyarakat Muslim Indonesia terus menerus mengalami penilaian dan kritik secara internal, dikoreksi dan disesuaikan dengan perkembangan. Pengertian Aswaja secara sempit sudah ditinggalkan, dan pengertian secara inklusif diterima dan dikembangkan. namun watak dan corak khas faham Aswaja; moderasi (tawashut), keseimbangan (tawazun), dan berkeadilan (adalah) tetap dijaga dan dipelihara.
Meskipun orientasi keagamaan sebagian penganut Aswaja telah berubah ke arah fundamentalradikal, atau progresif liberal, tradisi yang selama ini berkembang dalam masyarakat tetap terpelihara dengan baik. Bahkan beberapa dekade terakhir telah terjadi konvergensi pemahaman di kalangan umat. Tantangan yang paling mengkhawatirkan adalah berkembangannya faham dan sikap hidup materialistik, yang juga sudah disinyalir dalam alQur’an (bal tu’sirunal hayata al-dunya, wa al-akhiratu khairun wa abqa). Pembacaan terhadap kecenderungan duniawi berbanding dengan kesiapan menghadapi masa depan (ukhrawi) meniscayakan pemahaman kebergamaan yang moderat, toleran dan kesediaan berdialog serta bekerjasama lintas madzhab dan lintas keyakinan agama. (Tulisan ini pernah dipresentasikan dalam acara Jakarta International Islamic Conference (JAIIC) yang bertemakan “Tantangan dan Solusi Dakwah Islam di Berbagai Ibukota negara” pada 29 november – 1 Desember 2016)
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 38 39
Opini
Daftar Pustaka
Abdalla, Ulil Abhar2005 Menjadi Muslim Liberal, Penerbit nalar kerjasama
dengan Jaringan Islam liberal, Freedom Institute.
Alatas, Ismail Fajrie2010 “ Menjadi Arab: Komunitas Hadrami, Ilmu Pengeta
huan Kolonial & etnisitas, Dalam lWC. Van den Berg, Orang Arab Nusantara, Jakarta, Komunitas Bambu.
Ali, As’ad Said2012 Ideologi Gerakan Pasca Reformasi, Jakarta, lP3eS.
Atho Mudzhar2012 Menjaga Aswaja dan Kerukunan Umat, Jakarta, Pus
litbang Kehidupan Keagamaan, Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
Berg, lWC. Van den2010 Orang Arab di Nusantara, Jakarta, Penerbit Komunitas
Bambu (terj. Rahayu H)
Dhofier, Zamakhsyari1982 Tradisi Pesantren : Studi tentang Pandangan Hidup
Kyai, Jakarta, lP3eS.
Fuller, Graham e2010 A World Without Islam, new York, Back Bay Books.
Feillard, Andree 2008 NU vis-a-vis Negara: Pencarian Isi, Bentuk dan Makna,
Yogyakarta, lKIS.
Hasan, noorhaidi2008 Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas
di Indonesia Pasca Orde Baru, Jakarta Penerbit lP3eS dan KITlV Jakarta.
Ismail, Faisal2001 Islam and Pancasila: Indonesia Politics 1945-1995,
Jakarta, Balitbang dan Diklat Departemen Agama RI.2004 Dilema NU Di Tengah Badai Pragmatisme Politik, Ja
karta, Badan litbang dan Diklat Departemen Agama RI.
Jamhari, Jajang Jahrani (peny)2004 Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Jakarta, Raja
Grafindo Persada
Jaiz, Hartono Ahmad2002 Aliran dan Paham Sesat di Indonesia. Jakarta, Pustaka
AlKautsar.
Kurzman, Charles2003 Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer
Tentang Isu-Isu Global. Jakarta, Paramadina.
Mbai, Ansyaad2014 Dinamika Baru Jejaring Teror di Indonesia. AS Produc
tion Indonesia
Mufid, Ahmad Syafi’i 2006 Tangklukan, Abangan dan Tarekat: Kebangkitan
Agama di Jawa. Jakarta, Penerbit Obor.2011 Al-Zaytun The Untold Stories: Investigasi terhadap
Pesantren Paling Kontrover Sial di Indonesia, Jakarta, Penerbit alvabet.
2011 Perkembangan Paham Keagamaan Transnasionql di Indonesia, Jakarta, Puslitbang Kehidupan Keagamaan Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
2012 Motivation and Root Causes of Terrorism, Jakarta, InSeP.
2012 “ Setelah Jihad dan Bom: Diskursus Dakwah Pada Masyarakat Plural” dalam Harmoni, Vol. 11 no.2 JanuariMaret.
2013 “ Radikalisasi dan Terorisme Agama, Sebab dan Upaya Pencegahan” dalam Harmoni, Vol. 12 no.1 JanuariApril.
nuh, nuhrison M (ed)2007 Faham-Faham Keagamaan Liberal Pada Masyarakat
Perkotaan, Jakarta Badan litbang dan Diklat Departemen Agama RI.
Pijper, G.F1984 Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di Indonesia
1900-1950, Jakarta Universitas IndonesiaPress. (terj. Tujiman dan Yessy
Augusdin).
Qomar, Mujamil2002 NU “Liberal” Dari Tradisionalisme Ahlussunnah ke
Universalisme Islam, Bandung, Penerbit Mizan.
Samudra, Imam2004 Aku Melawan Teroris, Solo, Penerbit Jazera.
Schwartz, Stehen Sulaiman,2007 Dua Wajah Islam: Modetaisme vs Fundamentalisme
Dalam Wacana Global, Jakarta, Penerbit Blantika bekerjasama dengan The Wahid Institute dan Center for Islamic Pluralism
Shiraishi, Takashi2005 Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-
1926. Jakarta Grafiti.
Tanjung, M. Alfian2006 Mengganyang Komunis: Langkah&Strategi Mengha-
dapi Kebangkitan PKI, Jakarta, Taruna Muslim Press.
Tibi, Bassam2016 Islam dan Islamisme, Bandung, Penerbit Mizan
Thoha, Anis Malik2005 Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis, Jakarta, Pener
bit Prespektif.
Tim Peneliti2006 Faham-Faham Keagamaan Liberal Pada Masyarakat
Perkotaan, Jakarta, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI.
Turmudi, endang dan Riza Sihbudi (ed)2005 Islam dan Radikalisme di Indonesia, Jakarta, lIPI Press.
Fatwa
FATWA MUI DKI JAKARTAtentang
HUKUM SUMBANGAN NoN-MUSLIMUNTUK PeMBANGUNAN MASJID
pengantaR RedaksiRubrik ini berisi seputar fatwa-fatwa MUI DKI JAKARTA, baik fatwa yang sudah lawas maupun yang terbaru. Kami berharap setiap informasi fatwa yang kami muat dapat memberikan pencera-han kepada pembaca sekalian. Berikut ini kami turunkan fatwa MUI DKI Jakarta ihwal Hukum Sumbangan Non-Muslim untuk Pembangunan Masjid yang dikeluarkan pada tahun 2001 dan kami nukil dari buku Kumpulan Fatwa MUI DKI 1975-2012. Salam.
Bismillahirrahmanirrahim
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta, dalam rapatnya yang berlangsung pada tanggal 20 Rabi’ atsTsani 1422 H, bertepatan dengan tanggal 12 Juli 2001, yang membahas tentang Hukum Sumbangan non Mus
lim Untuk Pembangunan Masjid, Musala, Pondok Pesantren, dan sebagainya, setelah:
Menimbang:1. Bahwa masyarakat Indonesia yang memegang
teguh dasar negara Pancasila dan UUD 1945 sangat toleran terhadap pemeluk agama lain.
www.pixabay.com
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 40 41
Fatwa
Bahkan, mereka saling bantu membantu dan tolong menolong, bukan hanya dalam kehidupan kemasyarakatan, tetapi juga dalam kehidupan agama.
2. Bahwa salah satu bentuk nyata dari sikap saling bantu membantu dan tolong menolong bangsa Indonesia adalah kesediaan kaum muslimin Indonesia memberikan bantuan untuk pembangunan rumah ibadah agama lain. Demikian juga sebaliknya, kesediaan orangorang non muslim memberikan bantuan untuk pembangunan masjid, mushala, pondok pesantren dan sebagainya.
3. Bahwa sebagian umat Islam mempertanyakan tentang boleh atau tidaknya bantuan non muslim untuk pembangunan masjid, mushala, pondok pesantren dan sebagainya.
4. Bahwa untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang hukum bantuan non muslim untuk pembangunan masjid, mushala, pondok pesantren dan sebagainya, maka MUI Provinsi DKI Jakarta memandang perlu untuk segera mengeluarkan Fatwa tentang Hukum Bantuan non Muslim Untuk Pembangunan Masjid, Mushala, Pondok Pesantren dan sebagainya.
Mengingat:1. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga
Majelis Ulama Indonesia (PD/PRT MUI)
2. PokokPokok Program Kerja MUI Provinsi DKI Jakarta Tahun 2000 – 2005
3. Pedoman Penetapan Fatwa MUI
Memperhatikan:Saran dan pendapat para ulama peserta rapat
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 20 Rabi’ atsTsani 1422 H bertepatan dengan tanggal 12 Juli 2001M, yang membahas tentang hukum bantuan non muslim untuk pembangunan masjid yang diajukan oleh Pengurus Yayasan Wakaf Baitus Salam Komplek Billy& Moon, Pondok Kelapa Jakarta Timur 13450 melalui suratnya no. 05/Ya Salam/2001 tanggal 1 Juli 2001.
Memutuskan:Dengan bertawakkal kepada Allah SWT dan
memohon ridlanya, sesudah mengkaji permasalahan tersebut dari alQur’an, asSunnah, dan kitabkitab yang mu’tabar, menyampaikan fatwa sebagai berikut:
1. Panitia pembangunan masjid diperbolehkan menerima sumbangan atau bantuan dari orangorang non muslim; baik berupa uang, bahan bangunan maupun tenaga yang dimanfaatkan untuk pembangunan masjid. Sumbangan atau bantuan tersebut diperbolehkan, dengan syarat tidak mengikat dan tidak dijadikan sarana untuk menimbulkan bahaya (dlarar) atau fitnah, baik bagi umat Islam maupun bagi masjid itu sendiri. Hal ini didasarkan pada dalil dan argumentasi yang disampaikan Prof. Dr. Wahbah azZuhaili dalam kitabnya At-Tafsir al-Munier, Juz X halaman 140141 sebagai berikut1:
“Menurut pendapat yang paling shahih (valid) bahwa orang kafir diperbolehkan membantu pembangunan masjid dan melakukan peker-
1 Wahbah alZuhaili, At-Tafsir al-Munir,(Beirut: Dar alFikr, 1997), juz ke10, hal. 140141.
Fatwa
Jakarta, 15 Februari 2001 M.21 Dzulqo’dah 1421 H.
kOMisi FatwaMAJeLIS ULAMA INDoNeSIA DKI JAKARTA
Ketua, Sekretaris, ttd ttd Prof. KH. Irfan Zidny, MA KH. Drs. M. Hamdan Rasyid, MA
Mengetahui,
Ketua Umum, Sekretaris Umum, ttd ttd KH. Achmad Mursyidi Drs. H. Moh. Zainuddin
jaan-pekerjaan yang terkait dengan pemban-gunan masjid seperti menjadi tukang batu dan tukang kayu. Karena hal ini tidak termasuk larangan yang termaktub pada ayat di atas (Surat at-Taubat, ayat 17-18). Akan tetapi, orang kafir tidak boleh menjadi pengurus masjid (takmir masjid) atau pengurus yayasan wakaf masjid….. demikian juga, orang kafir diperbolehkan membangun masjid atau mem-berikan bantuan dana pembangunan masjid dengan syarat hal itu tidak dijadikan sarana untuk menimbulkan bahaya (dlarar). Jika di-jadikan sarana untuk menimbulkan bahaya atau fitnah, maka hal itu dilarang karena sama dengan masjid dlirar (masjid yang dibangun oleh orang-orang munafik di Madinah pada masa Rasulullah untuk memecah belah umat Islam)”.
2. Sungguh pun orangorang kafir (nonmuslim) telah membantu pembangunan masjid, mer
eka tidak diperbolehkan menjadi pengurus takmir masjid, pengurus yayasan wakaf masjid, atau pengurus di sector lain yang terkait dengan usahausaha memakmurkan masjid. Karena hal itu hanya boleh dilakukan oleh orangorang yang beriman. Sebagaimana telah difirmankan dalam surat atTaubah, ayat 1718:
“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka. Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat menunaikan zakat dan tidak takut kepada (sia-papun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golon-gan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. At-Taubah, 9:17-18)
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 42 43
Tokoh
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
dua Tokoh BeTawi berjUang di jalan kooperatif
Profil dan kiprah ulama yang kooperatif nyaris tidak populer dan tidak diliput media massa secara luas. namun, ketahuilah, peran mereka sama besarnya, sama
pentingnya, seperti kedua tokoh Betawi ini.
da dua tokoh Betawi yang wafat sebelum Indonesia merdeka yang berjuang di jalan
kooperatif, yaitu Mohammad Husni Thamrin (MH Thamrin) dan Habib Utsman bin Yahya.
AMH Thamrin, tokoh pergerakan dan pahlawan nasional, wafat pada tanggal 11 Januari 1941 sedangkan Habib Utsman bin Yahya, Mufti Betawi, wafat pada hari Ahad, 19 Januari 1914.
Menurut Asv i Warman
Adam, Sejarawan lIPI, Selama ini kata “kooperatif “ memiliki konotasi kurang positif. Orang lebih menghargai tokoh yang berjuang secara nonkooperatif. namun, kedua jalur itu saling melengkapi perjuangan bangsa
Tokoh
dalam mencapai kemerdekaan. Jika Ir. Soekarno (Bung Karno) dikenal sebagai tokoh non kooperatif, maka MH Thamrin dikenal sebagai tokoh kooperatif di dalam berjuang. Bila Bung Karno berpidato soal makro, seperti falsafah dan ideologi negara, MH Thamrin menukik kepada persoalan mikro, seperti kampung yang becek tanpa penerangan dan masalah banjir. Ia memprotes mengapa perumahan elite Menteng yang diprioritaskan pembangunannya, sedangkan kampung kumuh diabaikan. Ia mempersoalkan harga kedelai, gula, beras, karet rakyat, kapuk, kopra, dan semua komoditas yang dihasilkan rakyat. Sikap MH Thamrin bukanlah kooperatif tanpa reserve. Dia memiliki prinsip, sebagaimana tercermin dalam pernyataannya “nasionalis kooperatif dan nonkooperatif memiliki satu tujuan bersama yang samasama yakin pada Indonesia Merdeka! Jika kami kaum kooperator merasa bahwa pendekatan kami tidak efektif, maka kami akan menjadi yang pertama mengambil arah kebijakan politik yang diperlukan. “ (Handelingen Volkraad, 19311932).
Sedangkan Habib Utsman bin Yahya dikenal sebagai ulama yang kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda dalam
Hadhrami, penulis kitab Safina-tun An Najah, dikenal sangat tegas di dalam mempertahankan kebenaran, apa pun resiko yang harus dihadapinya. Beliau juga tidak menyukai jika para ulama mendekat, bergaul, apalagi menjadi budak para pejabat. Seringkali beliau memberi nasihat dan kritikan tajam kepada para ulama dan para kiai yang gemar mondarmandir kepada para pejabat pemerintah Belanda.
Martin van Bruinessen da
lam bukunya yang berjudul “‘Pe santren and Kitab Kuning: Continuity and Change in a Tradition of Religious Learn-ing” menceritakan perbedaan pandangan dan pendirian yang terjadi antara Habib Utsman bin Yahya dan Syekh Salim bin Sumair yang telah menjadi perdebatan di kalangan umum. Pada saat itu, tampaknya, Syekh Salim bin Sumair kurang setuju dengan pendirian Habib Utsman bin Yahya yang loyal kepada Pemerintah Hindia Belanda.
melakukan dakwah Islam dan memperjuangan kepentingan umat. Kesediaannya menjadi Mufti Betawi dan diangkat oleh Belanda sebagai Honorair Ad-viseur (Penasehat Kehormatan) untuk urusan Arab, adalah bentuk dari sifat kooperatifnya. Jika MHT Thamrin memiliki tokoh pembanding dari sikap
kooperatifnya yang menempuh perjuangan non kooperatif, yaitu Bung Karno, maka Habib Utsman bin Yahya juga memiliki tokoh pembanding dari sikap kooperatifnya yang menempuh jalan dakwah non kooperatif, yaitu Syekh Salim bin Sumair Al Hadhrami.
Syekh Salim bin Sumair Al
Makam MH. Thamrin dan Habib Utsman bib Yahya
Info UlamaInfo UlamaEdisi 1 l 2017 n n Edisi 1 l 2017 44 45
Tokoh
Habib Utsman bin Yahya sendiri yang pada waktu itu, sebagai Mufti Betawi yang diangkat dan disetujui oleh Pemerintah Hindia Belanda, sedang berusaha menjernbatani jurang pemisah antara `Alawiyyin (Habaib) dengan Pemerintah Hindia Belanda, sehingga dia merasa perlu untuk mengambil hati para pejabatnya.
Dalam rangka mengambil hari para pejabat Pemerintah Hindia Belanda, Habib Utsman bin Yahya, sebagai Mufti Betawi, memberikan beberapa fatwa yang seakanakan mendukung program dan rencana mereka. Hal itulah yang kemudian menyebabkan Syekh Salim bin Sumair terlibat dalam polemik panjang dengan Habib Utsman bin Yahya yang dianggap tidak konsisten di dalam mempertahankan kebenaran. Syekh Salim bin Sumair memang ulama yang dikenal sangat anti dengan pemerintahan yang dholim, apalagi para penjajah kafir.
Tuduhantuduhan kepada Habib Utsman bin Yahya sebagai antek Belanda dari pihakpihak yang tidak menyukainya semakin kuat ketika dia bersahabat dengan Snouck Hurgronje. Persahabatannya dengan Snouck Hurgronje memang mengundang kontroversi dan polemik di kalangan ulama dan cendikiawan sampai hari ini. namun,
persahabatan tersebut terjalin karena menurut Habib Ismail bin Yahya bahwa Habib Utsman bin Yahya meyakini Snouck Hurgronje adalah seorang Muslim yang keyakinan ini dibawanya sampai wafat. Sedangkan ketika Habib Ustman bin Yahya sudah wafat, Snocuk Hurgonje masih aktif melakukan misinya.
namun, seperti MH Thamrin, sikap kooperatif Habib Utsman bin Yahya juga bukanlah tanpa reserve. Dikisahkan oleh Habib Ali Yahya, mantan Wapemred Majalah Alkisah, bahwa pada suatu hari, Habib Utsman bin Yahya datang menghadap ke Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Istana Buitenzorg (Istana Bogor). Kedatangannya kali ini dengan menempatkan lencana Bintang Oranye, maaf, di bagian pantatnya, bukan lagi di dada sebelah kiri. lencana Bintang Oranye (Orde van Oranye Nas-sau) diberikan oleh Ratu Belanda, Ratu Wilhelmina, kepada Habib Utsman bin Yahya sebagai penghormatan karena peran dan jasanya kepada Pemerintah Hindia Belanda. Penempatan lencana Bintang Oranye di bagian pantat ini sebagai bentuk protes dan ketidaksukaan Habib Utsman bin Yahya kepada sikap Pemerintah Hindia Belanda yang terus membiarkan keberadaan peternakan babi yang berada di
pinggir sungai. Padahal Habib Utsman Bin Yahya sudah meminta kepada Pemerintah Hindia Belanda agar peternakan babi itu ditutup sebab sungai di peternakan babi itu digunakan umat Islam untuk mandi dan bersuci. Habib Utsman bin Yahya bermaksud mengembalikan lencana Bintang Oranye kepada Ratu Belanda melalui Gubernur Jenderal Hindia Belanda jika peternakan babi tersebut tidak ditutup. Gubernur Jenderal Hindia Belanda pun mengabulkan permintaan Habib Utsman Bin Yahya dengan menutup peternakan babi tersebut karena tahu jika Habib Utsman Bin Yahya merupakan salah satu tokoh yang sangat disegani dan dihormati oleh Ratu Wilhelmina.
Akhir kalam, di era sekarang ini, banyak tokoh dan ulama kita berjuang di jalan kooperatif dalam memperjuangan nasib umat dan bangsa ini. Kiprah mereka memang tidak seheroik tokoh dan ulama yang melakukan perjuangan di jalan non kooparatif atau cenderung konfrontatif, bahkan profil dan kiprah mereka nyaris tidak populer dan tidak diliput media massa secara luas. namun, ketahuilah, peran mereka sama besarnya, sama pentingnya, seperti kedua tokoh dari Betawi ini.***
Hikmah
dzaUq“Ilmu tasawuf tidak bisa dipahami dengan sekadar membaca atau mengarang kitab.
Bahkan mereka yang pakar tasawuf dan menelaah kitabkitab tasawuf baik yang klasik maupun yang modern belum tentu mampu membedakan mana yang palsu
mana yang benar”.(Prof. Dr. Sayyed Mohamed Fadil AlJailani AlHasani)
Oleh : A. Muaz
www.pixabay.com
Info UlamaEdisi 1 l 2017 n46
Hikmah
osen saya, suatu kali, pernah memberikan tugas yang tidak lazim: bukan paper, tidak ada urusan merujuk
bukubuku berbahasa Arab dan Inggris, tidak ada baubaunya dengan dunia presentasi, tiada terkait aktivitas tulismenulis sedikit pun.
Ia, Prof. K (mari kita sebut saja demikian), mengajar Kajian Tasawuf di kelas pascasarjana yang saya ikuti tiga tahun lalu. “Saya minta masingmasing anda merekam suara doa yang dibaca imam sehabis shalat berjamaah di musala atau masjid,” demikian pintanya. Hal ini, tegasnya, untuk mengetahui seberapa khusyuk dan hikmat seorang imam menghayati doanya. Ini berarti kami mesti bawa gawai ke masjid dan diamdiam merekamnya. Semacam misi klandestin para intel. Ah, baiklah. Seminggu kemudian, kami bertemu lagi di kelas. Ada yang menyerahkan. Ada yang tidak. Saya termasuk yang sami’na wa atha’na pada perintahnya. lagipula, menarik melalukan risetriset partisipatif kecilkecilan seperti ini; langsung turun ke lapangan, menukik ke jantung masyarakat yang memang ratarata (mengaku) Muslim.
Dan hasilnya? Ternyata hampir 99% pembaca doa, para imam, terdengar buruburu melafalkanya, serupa orang
yang kebelet pipis. “Bagaimana menurut anda? Bisakah para imam tersebut menghayati doadoa yang dibacanya? Mungkinkah Yang Maha Kudus dan Rahman bisa dirasakan kehadirannya di dalam kalbu bila permohonan kepadanya dilafalkan sebegitu cepat seperti itu,” tanyanya. Kami terdiam. Kami mafhum. Benar. Pertanyaan dan pernyataan Prof. K boleh jadi keliru, namun bila diukur probabilitasnya: kemungkinan marjin errornya tipis sekali. Artinya, bisa saja pendoa yang bacanya cepat dan khusyuk dan lalu makbul doanya sedikit sekali. Para waliyullah atau ulamaulama wara’, misalnya.
Uji lapangan kecilkecilan tersebut kian meyakinkan kami bahwa banyak orang berzikir dan berdoa sejatinya memang sekadar di bibir. Tidak meresapinya. Tidak menikmatinya. Sekadar pengguguran ritual dan kewajiban. Saya, anda dan kita semua agaknya pernah mengalami situasi seperti ini. Prof K lalu menegaskan, begitulah yang terjadi pada ilmu tasawuf. Banyak yang mengkajinya, banyak pula yang gagal menjalaninya.
Saya teringat petuah Prof. Dr. Sayyed Mohamed Fadil AlJailani AlHasani: “Ilmu tasawuf tidak bisa dipahami dengan sekadar membaca atau mengarang kitab. Bahkan mereka yang pakar tasawuf dan menelaah kitabkitab tasawuf baik yang
klasik maupun yang modern belum tentu mampu membedakan mana yang palsu mana yang benar”.
Ya, sebagian kita agaknya memang lebih sibuk mengkaji dan memperbincangkan ilmunya, bersibuksibuk membedahnya, berbantahanbantahan dengan diskursusnya ketimbang menjalani dan mengalaminya. Sejumlah ajaran dan ujaran dalam tasawuf adalah panduan ibadah kepadanya, panduan memperbaiki diri dan hati, panduan untuk memperbagus dan memperindah perilaku sang hamba kepada Ilahi dan ciptaannya. namun, yang terjadi, ilmu ini lebih banyak mengendap fissutur (di lembarlembar kertas) semata, tidak membekas fissudhur, meresap di kalbukalbu yang basah. Walhasil, ibadah adalah sibuk menghitung, adalah kalkulasi ritual yang melelahkan. Tidak ada dzauq di sana, tidak ada rasa yang lezat yang membuat kita merasa candu ingin menikmatinya pada tiap momennya. Saya jadi teringat jawaban Syekh Bayazid Bistami saat ditanya muridnya ihwal kenapa ia tak kunjung mendapati lezatnya beribadah. Sang waliyullah hanya berkata: “Sejatinya engkau (hanya) menyembah ibadah (itu sendiri). Kalau saja engkau menyembah Allah, niscaya yang kau dapati lezatnya beribadah.” Wallahu’alam bilshawab.
D