lapsus abses peritonsil
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Abses peritonsillar adalah infeksi profunda yang paling umum dari kepala dan leher yang
terjadi pada orang dewasa. Infeksi ini dimulai sebagai infeksi superfisial dan berkembang
menjadi selulitis tonsil. Abses peritonsil merupakan bentuk dari stadium yang sudah lanjut.
diagnosis abses yang lebih aawal memungkinkan pengobatan yang tepat untuk memulai
sebelum abses menyebar ke dalam struktur anatomi sekitarnya. Seorang dokter keluarga
yang telah mendapat pelatihan yang memadai dapat mendiagnosa dan mengobati sebagian
besar pasien dengan abses peritonsillar3.
Abses peritonsillar paling sering terjadi pada orang 20 sampai 40 tahun. Anak-anak jarang
terkena kecuali mereka mengalami gangguan sistem imun, tetapi infeksi bisa menyebabkan
obstruksi jalan napas yang signifikan pada anak-anak. infeksi ini mengenai pria dan
wanita dengan prevalensi yang sama. Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau
percobaan beberapa antibiotik oral untuk tonsilitis akut dapat mempengaruhi predisposisi
pasien untuk berkembang dari tonsilitis menjadi abses peritonsil3
II. LAPORAN KASUS
Identitas pasien
Nama : bapak N
Umur : 42 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : labuapi
Pekerjaan : satpam
Anamnesis
Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri sangat hebat ketika menelan makanan dan sukar membuka mulut
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSUP NTB pada tanggal 20 januari 2011 dengan keluhan
nyeri hebat di tenggorokannya. Nyeri tersebut dirasakan terus-menerus dan sangat
mengganggu kehidupan sehari-hari pasien sejak dua hari yang lalu . Pasien mengeluh sulit
membuka mulut , sangat sulit makan maupun minum. Pasien juga mengeluh demam
dirasakan saat itu
Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat sakit tenggorokan sebelumnya, tapi tidak sehebat keluhan yang sekarang
dialami
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal yang sama.
Riwayat alergi
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal
Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya datang ke mantri desa meminta obat, tetapi tidak ada perubahan
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tensi : 110/60 mmHg, nadi : 86x/mnt, respirasi 18x/mnt
Status lokalisasi
Telinga
Kanan Kiri
Telinga Kanan Telinga Kiri
Inspeksi :
Aurikula
Preaurikula
Retroaurikula
Palpasi
MAE
Edema (-), hiperemi (-),
massa (-)
Edema (-), hiperemi (-),
massa (-), fistula (-),
abses (-)
Edema (-), hiperemi (-),
massa (-), fistula (-),
abses (-)
Nyeri pergerakan
aurikula (-), nyeri tekan
tragus (-), nyeri tekan
retroaurikula (-)
Edema (+), hiperemi
Edema (-), hiperemi (-),
massa (-)
Edema (-), hiperemi (-),
massa (-), fistula (-),
abses (-)
Edema (-), hiperemi (-),
massa (-), fistula (-),
abses (-)
Nyeri pergerakan
aurikula (-), nyeri tekan
tragus (-), nyeri tekan
retroaurikula(-)
Edema (-), hiperemi (-),
Membran timpani
(+), sekret (-), furunkel
(-), serumen (+),
Sulit dievaluasi karena tertutup oleh serumen
sekret (-), furunkel (-),
serumen (+)
Intak, berwarna putih,
cone of light (+)
Hidung
Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri
Hidung luar Bentuk (N), inflamasi (-),
nyeri tekan (-), deformitas
(-)
Bentuk (N), inflamasi (-),
nyeri tekan (-),deformitas (-)
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi N N
Dasar cavum nasi Bentuk (N), mukosa
hiperemi (-)
Bentuk (N), mukosa
hiperemi (+) merah pucat
Meatus media Mukosa hiperemi (-), sekret
(-), konka nasi media (N),
massa (-)
Mukosa hiperemi (-),
sekret (-), konka nasi
media (-), massa (-)
Meatus inferior Mukosa hiperemi (-), udema
(-)
Mukosa hiperemi (-),
udema (-)
Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi
(-), livid (-).
, hipertropi (+) mukosa
hiperemi (-), livid (-).
Septum nasi Deviasi (-), benda asing (-),
perdarahan (-)
Deviasi (-), benda asing(-),
perdarahan (-)
Tenggorokan
Keterangan
Mukosa bukal
Mukosa gigi
Mukosa faring
Tonsil kanan kiri
uvula
Warna merah muda, hiperemi(-)
Warna merah muda, hiperemi(-)
Hiperemi (+),edema (-),ulkus (-), granul (-), pelebaran pembuluh
darah (+)
Hiperemi (+), ukuran T2-T2, kripte melebar (+), detritus (-),
terdapat abses pada daerah superior fosa supratonsil kanan, tonsil
palatina kanan terdorong lebih ke bawah
Terdorong ke arah kontralateral dari abses,
Diagnosis : abses peritonsil dekstra dan tonsilitis kronis dekstra-
sinistra dan serumen obturans dan rinitis alergi
Diagnosis banding : abses tonsil dan infiltrat peritonsil Usulan pemeriksaan : pemeriksaan mikrobiologi dengan pungsi abses
Rencana Terapi : tahap awal diberikan analgetik dan antibiotik intravena
untuk memperbaiki kondisi pasien, analgetik diberikan adalah
ketorolac dan antibiotik diberikan penisilin G, antibiotik
diganti menunggu hasil kultur sensitivitas kuman. Kemudian
pasien direncanakan untuk tindakan operatif yaitu drainase
abses dan tonsilektomi
- KIE : menjaga hieginetas mulut
- tidak membiarkan radang tenggorokan tanpa dilakukan pengobatan yang adekuat
- pasien disarankan untuk tidur dengan posisi tredlenburg dan tidak sering bangun
tidur dari dari ranjang
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Abses peritonsil adalah suatu timbunan nanah yang terletak di antara kapsul tonsil
dan muskulus konstriktor superior faring2
B. ETIOLOGI
Infeksi tonsila berlanjut menjadi selulitis difusa dari daerah tonsila meluas sampai
palatum mole. Kelanjutan proses ini menyebabkan abses peritonsilaris4. Proses ini
terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar
mukus weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan
penyebab tonsilitis1.
Bakteri aerob yang paling sering penyebab abses peritonsil adalah Streptococcus
pyogen (streptokokkus grup A beta hemolitikus), sedangkan bakteri anaerob
penyebab tersering adalah mikroorganisme golongan fusobacterium. Sebagian
besar abses ditemukan campuran mikroorganisme antara jenis aerob dan anaerob3
C. PATOLOGI
Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh
karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati
daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak.Walaupun sangat jarang,
abses peritonsil dapat terbentuk di bagian inferior1.
Pada stadium permulaan (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak
permukaannya hiperemis. Bila proses berlanjut, terjadi supurasi sehingga timbul
trismus. Abses dapat pecah spontan, mungkin dapat terjadi aspirasi ke paru1.
D. TANDA DAN GEJALA KLINIS
Selain gejala dan tanda tonsilitis akut, juga terdapat odinofagi yang hebat, biasanya
pada sisi yang sama juga terdapat nyeri telinga (otalgia), mungkin terdapat muntah
( regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah, suara bergumam (hot
potato voice) dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus), serta
pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan1
E. PENATALAKSANAAN
Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotik golongan penisilin atau klindamisin,
dan obat simptomatik. Juga perlu obat kumur –kumur dengan cairan hangat dan
kompres dingin pada leher1.
Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses kemudian diinsisi
untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi adalah daerah yang paling menonjol dan
lunak, atau pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham
atas terakhir pada sisi yang sakit1.
Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Dr.Soetoma pungsi abses lebih baik
dibandingkan insisis abses. Antara lain,
1. tidak menakutkan penderita,
2. dapat untuk diagnostik kuman penyebab,
3. metode lebih sederhana,
4. hanya membutuhkan peralatan sederhana dan dapat dikerjakan oleh dokter
umum, kerusakan jaringan lebih sedikit,
5. waktu penyembuhan dengan metode insisi relatif sama yaitu 3,4 hari2
kemudian pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi. Bila dilakukan bersama-
sama tindakan drainase abses disebut tonsilektomi “a’chaud”, dan bila tonsilektomi
4-6 minggu dilakukan sesudah drainase abses, disebut tonsilektomi “a’froid”1
F. KOMPLIKASI
Apabila abses pecah spontan dapat menyebabkan perdarahan, aspirasi paru atau
piema. Penjalaran infeksi dan abses ke ruang parafaring sehingga dapat berlanjut
menjadi mediastinitis. Bila terjadi penjalaran ke daerah intrakranial, dapat
mengakibatkan trombus sinus kavernosus, meningitis dan abses otak1
G. PROGNOSIS
Prognosis cukup baik bila diagnosis dibuat dengan tepat dan pengobatan
dilakukan dengan segera, tindakan operatif yang tepat dan observasi yang cermat
diperlukan dalam kasus ini untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
PEMBAHASAN
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Berdasarkan anamnesa diketahui pasien mengalami nyeri tenggorokan yang hebat,
bertambah ketika menelan makanan dan minuman, terasa panas di tenggorokan dan
pasien mengeluh demam. Dari pemeriksaan fisik didapatkan abses pada bagian
arkus anterior faring sinsitra dengan ukuran tonsil T2/T2 dan didapatkan kripte
pada tonsil palatinanya. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis abses
peritonsiler dengan tonsilitis kronis.
Pada pasiennya ini direncanakan drainase abses bersamaan dengan tonsilektomi
(tonsilektomi a’chaud), pada kasus ini tonsilektomi perlu dilakukan primer dari
abses peritonsiler adalah tonsilitis kronis yang diderita oleh pasien, karena
tonsilitis yang tidak terobati dapat menjadi selulitis dan berkembang menjadi abses.
Pada pasien ini diberikan terapi pereda nyeri dan antibiotik secara empiris. KIE
yang diberikan kepada pasien adalah menjaga hieginetas mulut dan tidak
membiarkan radang tenggorokan tanpa dilakukan pengobatan yang adekuat
DAFTAR PUSTAKA
1. Fachruddin, Darnilla. (2007). Kelainan Telinga Luar, Dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. Ke-6. Dr. H. Efiaty
Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. Dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (Editor). Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 226.
2. Soebroto, Rukmini S., Amatpoera, Hoetomo. (1993). Perbedaan Pungsi Versus Insisi
Pada Terapi Abses Peritonsil Di UPF THT RSUD Dr.Soetomo. Cermin Dunia
Kedokteran No.89, Hal 22-24.
3. Steyer, Terrence E. (2002). Peritonsiller Abcess : Diagnostic And Treatment. Am Fam
Physician ; 65(1) :93-97.
4. Gorlin, Robert G. (1997). Boeis : Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. EGC : Jakarta.
LAPORAN KASUS
Abses Peritonsil
Oleh
Fahmi Anshori
H1A006013
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
DI BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROKAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
2011