lapsus hepatoma

35
BAB I PENDAHULUAN I. Pendahuluan Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan daripada tumor hati lainnya seperti limfoma maligna, fibrosarkoma dan hemangioendotelioma. Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer adalah hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma adalah karsinoma yang paling sering ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000 populasi. Pria lebih banyak daripada wanita. Lebih dari 80% pasien hepatoma menderita sirosis hati Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik. Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C. Bayi dan anak kecil yang terinfeksi virus ini lebih mempunyai kecenderungan menderita hepatitis virus kronik daripada dewasa yang terinfeksi virus ini untuk pertama kalinya. 1

Upload: christopher-sanchez

Post on 03-May-2017

228 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Hepatoma

BAB I

PENDAHULUAN

I. Pendahuluan

Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma merupakan kanker hati primer yang

paling sering ditemukan daripada tumor hati lainnya seperti limfoma maligna,

fibrosarkoma dan hemangioendotelioma.

Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer adalah

hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari seluruh

karsinoma yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma adalah karsinoma yang

paling sering ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000 populasi.

Pria lebih banyak daripada wanita. Lebih dari 80% pasien hepatoma menderita

sirosis hati Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang

merupakan komplikasi hepatitis virus kronik.

Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnya

adalah virus hepatitis B dan C. Bayi dan anak kecil yang terinfeksi virus ini lebih

mempunyai kecenderungan menderita hepatitis virus kronik daripada dewasa yang

terinfeksi virus ini untuk pertama kalinya.

Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C. Virus ini mempunyai

hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma. Hepatoma seringkali tak terdiagnosis

karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau

hepatitis kronik. Jika gejala tampak, biasanya sudah stadium lanjut dan harapan hidup

sekitar beberapa minggu sampai bulan. Keluhan yang paling sering adalah berkurangnya

selera makan, penurunan berat badan, nyeri di perut kanan atas dan mata tampak kuning.

Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran

cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal

adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati,

hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah.

Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.

1

Page 2: Lapsus Hepatoma

BAB II

STUDI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Mukri

Umur : 52 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Dusun Kenongo RT 17/ RW 03, Probolinggo

Agama : Islam

Status Marital : Menikah

No. Register : 475081

Tgl. MRS : 4 Juni 2013

STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri Perut

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :

Pasien mengatakan nyeri perut sudah sejak 2 minggu yang lalu. Nyeri perut disertai

perut yang terasa keras. Pasien mengeluh tidak lancer buang air besar. BAB keras dan

berwarna hitam kadang disertai darah. Warna urine kuning tua. Pasien tidak ada mual dan

muntah. Nafsu makan pasien menurun.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :

- Pasien tidak pernah mengalami sakit yang serupa.

Riwayat Keluarga :

- Riwayat keluarga sakit kuning disangkal.

Riwayat Pengobatan :

- Mengkonsumsi jamu untuk mengobati demam dan rasa lemasnya.

2

Page 3: Lapsus Hepatoma

B. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Composmentis

Vital Sign

- Tekanan darah : 160/90 mmHg

- Suhu : 37 C

- Nadi : 102 x/menit

- RR : 24 x/menit

Kepala Leher :

- a/i/c/d : -/+/-/-

- Trakea lurus di tengah

- Tidak ada pembesaran KGB

Thoraks

Paru

- Retraksi otot-otot costa (-)

- Gerak napas simetris

- Sonor pada hemitoraks kanan dan kiri

- Wheezing -/-, Rhonki -/-

Jantung

- S1 S2 reguler

- Murmur (-)

Abdomen

- I : distensi (+), membesar (+), caput meduse (-)

- P : Nyeri tekan (+),

hepar membesar 3 jari BAC, tepi tumpul, permukaan rata,

Udulasi (+)

- P : Redup perut kuadran kanan atas

- A: Bising usus (+)

Ekstremitas

- Akral hangat

3

Page 4: Lapsus Hepatoma

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

FUNGSI HATI

Billirubin direct

Billirubin total

SGOT

SGPT

Alkali fosfatase

HBSAg

FUNGSI GINJAL (RFT)

BUN

Creatinin

Uric acid

0,52 mg/dl

1,58 mg/dl

204 U/I

238 U/I

190 mg/dl

+

102,5 mg/dl

5,2 mg/dl

9,8 mg/dl

< 0,5 mg/dl

< 1,0 mg/dl

<31 U/I

< 31 U/I

60 – 240 mg/dl

-

10 – 20 mg/dl

0,5 – 1,7 mg/dl

3 – 7 mg/dl

USG : Hepatoma

D. DIAGNOSIS KLINIS

Hepatoma dan Ascites Permagna

E. PENATALAKSANAAN

- Inf. Asering : Ds = 1 : 1

- Inj. Ranitidin

- Inj. Asam Traneksamat

- Inj. Cefotaxim

- Inj. Vitamin K

Follow Up

1. 12 – 2 – 2013

S : nyeri perut (+), panas (+), nafsu makan menurun (+), BAB keras dan berwarna hitam,

mual muntah (-), kembung (+)

O : T : 140/804

Page 5: Lapsus Hepatoma

HR: 64 x/menit

RR : 24 x/menit

T : 37,5 C

A : Hepatoma + ascites permagna

P : Inf. RL 28 tetes per menit

Inj. Furosemid

Inj. Ranitidin

2. 13 – 2 – 2013

S : pasien masih merasa nyeri perut, panas (+), nafsu makan menurun (+), BAB keras dan

berwarna hitam, mual muntah (-), kembung (+)

O : T : 140/80

HR: 68 x/menit

RR : 28 x/menit

T : 37,5 C

A : Hepatoma + ascites permagna

P : Terapi tetap

3. 14 – 2 – 2013

S : pasien masih merasa kesakitan pada perut, panas (-), nafsu makan menurun (+), mual

muntah (-), kembung (+)

O : T : 150/80

HR: 64 x/menit

RR : 28 x/menit

T : 36,3 C

A : Hepatoma + ascites permagna

P : Terapi tetap

4. 15 – 2 – 2013

S : nyeri perut (+), nafsu makan menurun (+), mual muntah (-), kembung (+)

5

Page 6: Lapsus Hepatoma

O : T : 140/80

HR: 64 x/menit

RR : 30 x/menit

T : 36 C

A : Hepatoma + ascites permagna

P : terapi tetap

5. 16 – 2 – 2013

S : masih nyeri perut (+), nafsu makan menurun (+), mual muntah (-), kembung (+)

O : T : 140/90

HR: 66 x/menit

RR : 28 x/menit

T : 36,5 C

A : Hepatoma + ascites permagna

P : Terapi tetap

6. 17 – 2 – 2013

S : nyeri perut (+), nafsu makan menurun (+), mual muntah (-), kembung (+), BAB seperti

petis (+)

O : T : 160/80

HR: 64 x/menit

RR : 30 x/menit

T : 37,5 C

A : Hepatoma + ascites permagna

P : Inf. RL 20 tetes per menit

Inj. Furosemid

Inj. Asam Traneksamat

Inj. Vitamin K

7. 18 – 2 – 2013

Pasien meninggal

6

Page 7: Lapsus Hepatoma

BAB III

PEMBAHASAN TEORIA. Definisi

Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari hati. Ia

juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang

berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel

penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari

jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%)

timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau

Karsinoma (carcinoma).

Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati.

Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan. Tumor ini

merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran

empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya.

B. Faktor Resiko

Pasti Mungkin

Hepatitis B kronis

Hepatitis C kronis

Sirosis hati

Aflatoksin

Tyrosinemia herediter

Kontrasepsi oral

Steroid anabolic

Alcohol

1 Antytripsin deficiency

C. Etiologi

Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan

multifasik, melalui inisiasi, akselerasi, dan transformasi, serta peran onkogen dan gen terkait.

Walaupun penyebab pasti hepatoma belum diketahui, tetapi sudah dapat diprediksi factor

risiko yang memicu hepatoma, yaitu:

1. Virus hepatitis B (HBV)

7

Page 8: Lapsus Hepatoma

Karsinogenitas virus hepatitis B terhadap hati mungkin terjadi melalui proses

inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA

sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berintegrasi dengan gen hati. Pada

dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif

bereplikasi menentukan tingkat karsinogenitas hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara

tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati, atau

akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV.

2. Virus hepatitis C (HCV)

Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi

kronik dan sirosis hati. Dalam meta analisis penelitian, disimpulkan bahwa risiko

terjadinya hepatoma pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan

dengan risiko pada bukan pengidap.

3. Sirosis hati

Sirosis hati merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan melatarbelakangi

lebih dari 8-% kasus hepatoma. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites,

perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal.

Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik,

kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan

sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.

4. Aflatoksin

Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur

Aspergillus. Dari percobaan binatang, diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogenik.

Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok

aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu

mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada

kodon 249 dari gen supresor tumor p53.

5. Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease

(NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang

menjadi sirosis hati dan kemudian dapt berlanjut menjadi Hepatocelluler Carcinoma

(HCC).

8

Page 9: Lapsus Hepatoma

6. Diabetes mellitus

Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-alkoholik (NASH).

Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like

growth hormone faktors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker

7. Alkohol

Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol

berisiko untuk menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik.

8. Faktor risiko lain

Bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko hepatoma namun lebih jarang

ditemukan, antara lain:

a. Penyakti hati autoimun : hepatitis autoimun, PBS/sirosis bilier primer

b. Penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetik, defisiensi antiripsin-alfa1, Wilson

disease

c. Kontrasepsi oral

d. Senyawa kimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida organoklorin, asam

tanik

Fisiologi Hepar :

1. Pembentukan dan ekskresi empedu (metabolisme garam empedu dan pigmen empedu)

Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbs lemak serta vitamin larut

lemak dalam usus, bilirubin (pigemen mpempedu utama) merupakan hasil akhir

metabolism pemecahan eritrocyt yang sudah tua, proses konjugasi berlangsung dalam

hati dan diekskresi kedalam empedu

2. Metabolidme karbohidrat (glikogenesis glikogenolisis, glukoneogenesis) dan metabolism

protein, serta sintesis protein, hati berperan penting dalam mengatur kadar glukosa darah

normal menyediakan energy untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati dalam bentuk

glikogen. Protein serum yang disentesis oleh hati adalah albumin serta globulin alfa dan

beta (gamma globulin tidak). Faktor pembekuan darah yang disentesis oleh hati adalah

fibrinogen (1), protrombin (II), dan factor V, VII, IX, dan X, sedangkan vitamin k

merupakan kofaktor yang penting dalam sintesis semua factor ini kecuali factor V

9

Page 10: Lapsus Hepatoma

3. Pembentkan urea, penyimpanan protein (asam amino), metabolism lemak, ketogenesis,

sintesis kolesterol,dan penimbunan lemak. Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari

amoniak (NH3) yang kemudian diekskresi dalam feses , NH3 dibentuk dari deaminasi

asam amino dan kerja bakteri usus terhadap asam amino. Hidrolisisi trigleserida,

kolesterol,fosfolipid, dan lipoprotein (diabsorbsi dari usus) menjadi asam lemak dan

gliserol, hati memgang peranan utama dalam sintesis kolesterol, sebagian besar

diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol dan asam kolat

4. Penimbunan vitamin dan mineral. Vitamin larut lemak A D E Kdisimpan dalam hati juga

vitamin B12 tembaga dan besi

5. Metabolism steroid. Hati menginaktifkan dan menyekresi aldosteron glukokortikoid,

ekstrogen, progresteron dan testoteron.

6. Detoksifikasi, hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya (obat)

menjadi zat-zat yang tidak berbahaya yang kemidian diekskresi oelh ginjal

7. Gudang darah dan filtrasi. Sinusoid hati merupakan depot darah yangn mengalir kermbali

dari vena cava (gagal jantung kanan ), kerja fagositik sel kuffer membuangn bakteri dan

debris dari darah.

D. Patofisiologi

Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui, apapun agen

penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran

(turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk

inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik

seperti perubahan kromosom, aktivasi oksigen sellular atau inaktivasi gen suppressor tumor,

yang mungkin bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi

telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik,

alkohol dan penyakit hati metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa1,

mungkin menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan

sirosis). Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen suppressor tumor p53 dan ini

menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk

berlangsungnya proses hepatogenesis.

10

Page 11: Lapsus Hepatoma

Berikut ini bagan Pathobiologi hepatocelular carcinoma/Hepatoma :

E. Gejala Klinis

1. Fase dini umumnya asimtomatis

2. Fase lanjut

Tidak dikenal tanda yang patognomonis/khas. Keluhan dapat berupa penurunan berat

badan, nyeri abdomen, fatique, anoreksia, mual, sebah, nafsu makan menurun. Pada

metastasis ke tulang penderita mengeluh nyeri tulang.

3. Pemeriksaan fisik

- Ikterus

- Hepatomegali berdungkul, keras, dan nyeri

- Ascites dan tanda-tanda patognomoni dari sirosis hati.

4. Pemeriksaan laboratorium

- AFP > 400 ng/ml (nilai diagnostic)

- HBsAg (+), anti HCV (+)

- Gangguan tes fungsi hati

11

Page 12: Lapsus Hepatoma

F. Diagnosis Klinis

Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan maju pesat, maka berkembang pula

cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini. Kanker hati selular yang

kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya dengan pendekatan radiologi yang

akurasinya 70 – 95%1,4,8 dan pendekatan laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60

– 70%.

Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati

Indonesia), yaitu:

Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.

AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.

Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT

Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron

Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.

Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.

Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.

Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu

yaitu kriteria empat atau lima.

G. STADIUM PENYAKIT

1. Stadium HCC sistem Okuda ada 4 berdasarkan kriteria, yaitu Ukuran tumor (< atau >

50% hati) , Asites (ada atau tidak), Bilirubin (< atau > 3mg/dl), Albumin (< atau >

3mg/dl).

Okuda I : tidak ada kriteria

Okuda II : Positif 1 atau 2

Okuda III : Positif 3 atau 4

2. Sitem stadium TNM (Tumor-Nodul-Metastase)

Stadium I : Satu fokal tumor berdiametes < 3cm yang terbatas hanya pada salah

satu segment tetapi bukan di segment I hati.

Stadium II: Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segement I

atau multi-fokal terbatas pada lobus kanan/kiri

12

Page 13: Lapsus Hepatoma

Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke lobus

kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem pembuluh

darah (vascular) atau pembuluh empedu (billiary duct) tetapi hanya terbatas pada

lobus kanan atau lobus kiri hati.

Stadium IV : - Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus

kiri hati.

- atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra

hepaticvaskuler) ataupun pembuluh empedu (biliary duct)

- atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra

hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis)

- atau vena cava inferior

- atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic metastase).

H. Pemeriksaan

a. Alphafetoprotein

Sensitivitas Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa KHS 60% – 70%, artinya hanya

pada 60% – 70% saja dari penderita kanker hati ini menunjukkan peninggian nilai AFP,

sedangkan pada 30% – 40% penderita nilai AFP nya normal. Spesifitas AFP hanya

berkisar 60% artinya bila ada pasien yang diperiksa darahnya dijumpai AFP yang tinggi,

belum bisa dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini sebab AFP juga dapat meninggi

pada keadaan bukan kanker hati seperti pada sirrhosis hati dan hepatitis kronik, kanker

testis, dan terratoma.

b. AJH (aspirasi jarum halus)

Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama ditujukan

untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi imaging dan

laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma. Tindakan biopsi aspirasi yang

dilakukan oleh ahli patologi anatomi ini hendaknya dipandu oleh seorang ahli radiologi

dengan menggunakan peralatan ultrasonografi atau CT scann fluoroscopy sehingga hasil

yang diperoleh akurat. Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG ataupun CT

scann mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan dibiopsi dapat

terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang berjalan persis menuju

13

Page 14: Lapsus Hepatoma

tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan akurasi

yang tinggi karena benar jaringan tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan

bukanlah jaringan sehat di sekitar tumor.

c. Ultrasonography (USG) Abdomen

Ultrasonography (USG) merupakan salah satu imaging diagnostic untuk memeriksa

alat-alat tubuh, dimana kita dapat mempelajari bentuk, ukuran anatomis, gerakan serta

hubungan dengan jaringan sekitarnya.

Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AFP, pasien sirosis hati

dianjurkan menjalani pemeriksaan setiap 3 bulan. Untuk tumor kecil pada pasien dengan

risiko tinggi, USG lebih sensitif daripada AFP serum berulang. Sensitifitas USG untuk

neoplasma hati berkisar antara 70-80%.

Secara umum pada USG sering diketemukan adanya hepar yang membesar,

permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intra hepatik dengan struktur eko yang

berbeda dengan parenkim hati normal. Biasanya menunjukkan struktur eko yang lebih

tinggi disertai nekrosis sentral berupa gambaran hipoekoik sampai anekoik akibat adanya

nekrosis, tepinya irregular. Yang sangat sulit adalah menentukan hepatoma pada stadium

awal di mana gambaran struktur eko yang masih isoekoik dengan parenkim hati normal.

Modalitas imaging lain seperti CT-scan, MRI, dan angiografi kadang diperlukan

untuk mendeteksi hepatoma, namun karena kelebihannya, USG masih tetap merupakan

alat diagnostic yang paling popular dan bermanfaat.

USG menunjukkan massa hyperechoic mewakili karsinoma hepatoseluler.

14

Page 15: Lapsus Hepatoma

Hepatocellular carcinoma

d. CT Scan

CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin penting untuk diagnosis lokasi dan sifat

hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah

dan ukuran tumor dalam hati, hubungannya dengan pembuluh darah dan penentuan

modalitas terapi.

CT scan hepatoma

e. Angiografy

Dicadangkan hanya untuk penderita kanker hati-nya yang dari hasil pemeriksaan USG

dan CT scann diperkirakan masih ada tindakan terapi bedah atau non-bedah masih yang

mungkin dilakukan untuk menyelamatkan penderita. Pada setiap pasien yang akan

15

Page 16: Lapsus Hepatoma

menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan angiografi. Dengan

angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker yang kita lihat

dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran

sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker

yang sebenarnya. Lebih lengkap lagi bila dilakukan CT angiography yang dapat

memperjelas batas antara kanker dan jaringan sehat di sekitarnya sehingga ahli bedah

sewaktu melakukan operasi membuang kanker hati itu tahu menentukan di mana harus

dibuat batas sayatannya.

I. Pengobatan

Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan, banyak kasus didasari oleh

sirosis hati. Pasien sirosis hati mempunyai toleransi yang buruk pada operasi

segmentektomi pada hepatoma. Selain operasi masih ada banyak cara misalnya

transplantasi hati, kemoterapi, emboli intra arteri, injeksi tumor dengan etanol agar terjadi

nekrosis tumor, tetapi hasil tindakan tersebut masih belum memuaskan dan angka

harapan hidup 5 tahun masih sangat rendah.

Karena sirosis hati yang melatarbelakanginya serta seringnya multi-nodularitas,

resektabilitas kanker hati sangat rendah. Di samping itu kanker hati juga sering kambuh

meskupin sudah menjalani reseksi bedah kuratih. Pilihan terapi ditetapkan berdasarkan

atas ada-tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor, serta derajat pemburukan hepatik.

a. Transplantasi hati

16

Page 17: Lapsus Hepatoma

Bagi pasien kanker hati dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan

kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang

mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh

rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplan. Rekurensi tumor bahkan mungkin

diperkuat oleh obat antirejeksi yang harus diberikan. Tumor yang berdiameter kurang

dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diamternya lebih

dari 5 cm.

b. Reseksi hepatik

Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati

normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis

diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang

harapan hidupnya menurun. Parameter yang dapat digunakan adalah skor child plug

dan derajat hipertensi portal atau kadar bilirubin serum dan derajat hipertensi portal

saja. Subjek yang bilirubin normal tanpa hipertensi portal yang m bermakna, harapan

hidup 5 tahunnya dapat mencapai 70%. Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya

metastatis ekstrahepatik,kanker hati difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut dan

penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi.

c. Ablasi tumor perkutan

Destruksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan kimia (alkohol, asam

asetat) atau dengan memodifikasi suhunya (radiofrequency, microwave, laser,

cryoablation). Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk tumor

kecil karena efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif murah. Dasar

kerjanya adalah menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular dan fibrosis. Untuk

tumor kecil (diameter <5 cm) pada pasien sirosis Child-Pugh A, angka harapan hidup

5 atahun dapat mencapai 50%. PEI bermanfaat untuk pasien dengan tumor kecil yang

resektabilitasnya terbatas karena adanya sirosis hati non-Child A.

Radiofrequency Ablation (RFA) menunjukkan angka keberhasilan yang lebih

tinggi dari pada PEI dan efikasinya tertinggi untuk tumor yang lebih besar dari 3 cm,

namun tetap tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien. Selain itu, RFA lebih

17

Page 18: Lapsus Hepatoma

mahal dan efek sampingnya lebih banyak dibandingkan dengan PEI. Guna mencegah

terjadinya rekurensi tumor, pemberian asam poliprenoik (polyprenoic acid) selama 12

bulan dilaporkan dapat menurunkan angka rekurensi pada bulan ke 38 secara

bermakna dibandingkan dengan kelompok plasebo (kelompok plasebo 49%,

kelompok terapi PEI atau reseksi kuratif 22%).

d. Terapi paliatif

Sebagian besar pasien kanker hati didiagnosis pada stasium menengah-lanjut

(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan meta

analisis, pada stadium ini hanya TAE/TACE (transarterial embolization/chemo

embolization) saja yang menunjukkan penuruanan pertumbuhan tumor serta dapat

meningkatkan harapan hidup pasien dengan kanker hati yang tidak resektabel. TACE

dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya

cukup baik (Child-Pugh A) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi

vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak bisa diberi terapi radikal. Namun

bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan iskemik

akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping berat. Adapun beberapa jenis

terapi lain untuk kanker hati yang tidak resektabe; seperti imunoterapi dengan

interferon, terapi antiestrogen, antiandrogen, oktreotid, radiasi internal, kemoterapi

arterial atau sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan

penilaian yang meyakinkan.

e. Tatalaksana komplikasi sirosis hati

1. Asites dan edema

Untuk mengurangu edema dan asites, pasien dianjurkan membatasi asupan

garam dan air. Jumlah diet garam yang dianjurkan biasanya sekitara dua gram per

hati, dan cairan sekitar satu liter sehari.

Kombinasi diuretik spironolakton dan furosemid dapat menurunkan dan

menghilangkan edema dan asitespasa sebagian besar pasien. Bila pemakaian

diuretik tidak berhasil (asites refrakter), dapat dilakukan parasintesis abdomen

untuk mengambil cairan asites sedemikian besar sehingga menimbulkan keluhan

18

Page 19: Lapsus Hepatoma

nyeri akibat distensi abdomen, dan atau kesulitan bernapas karena keterbatasan

geralan diafragma, parasintesis dapat dilakukan dalam jumlah lebih dari 5 liter

(large volume paracentesis = LVP). Pengobatan lain untuk asites refrakter adalah

TIPS (Transjugular intravenous portosystemic shunting) atau transplantasi hati.

2. Perdarahan varises

Bila varises telah timbul di bagian diatal esofagus atau proksimal

lambung, pasien sirosis berisiko mengalami perdarahan serius akibat pecahnya

varises. Sekali varises mangalami perdarahan, bertendensi perdarahan ulang dan

setiap kali berdarah, pasien berisiko meninggal. Karena itu pengobatan ditujukan

untuk pencegahan perdarahan pertama maupun pencegahan perdarahan ulang

dikemudian hari. Untuk tujuan tersebut, ada beberapa cara pengobatan yang

dianjurkan, termasuk pemberian obat dan prosedur untuk menurunkan tekanan

vena porta, maupun prosedur untuk menurunkan tekanan vena porta, maupun

prosedur untuk merusak atau mengeradikasi varises.

Propanolol atau nadolol, merupakan obat penyekat reseptor beta non-

selektif. Efektif menurunkan tekanan vena porta, dan dapat dipakai untuk

mencegah perdarahan pertama maupun perdarahan ulang varises pasien sirosis.

3. Ensefalopati hepatik

Pasien dengan siklus tidur abnormal, gangguan berpikir, perubahan

kepribadian, atau tanda-tanda lain enselopati hepatik, biasanya harus mulai

diobati dengan diet rendah protein dan laktulosa oral. Untuk mendapat efek

laktulosa, dosisnya harus sedemikian rupa sehingga pasien buang air besar dua

sampai tiga kali sehari. Bila gejala enselopati masih tetap ada, antibiotika oral

seperti neomisin atau metronidazol dapat ditambahkan. Pada pasien enselopati

hepatik yang semakin jelas, ada tiga tindakan yang harus segera diberikan : 1)

singkirkan penyebab enselopati yang lain, 2) perbaiki atau singkirkan faktor

pencetus dan 3) segera mulai pengobatan empiris yang dapat berlangsung lama,

seperti : klisma, diet rendah atau tanpa protein, laktulosa, natibiotika (neomisin,

metronidazol atau vankomisin), asam amino rantai cabang, bromokriptin, preparat

19

Page 20: Lapsus Hepatoma

zenk, dan atau ornitin aspartat. Bila enselopati tetap ada, atau timbul berulang kali

dengan pengobatan empiris, dapat dipertimbangkan transplantasi hati.

J. Diagnosa Banding

1. Hemangioma

Hemangioma merukapakan tumor terlazim dalam hati, tumor ini biasanya

subkapsular pada konveksitaslobus hepatis dexter dan kadang-kadang berpedunkulasi.

Ultrasonografi memperlihatkan bercak-bercak ekogenik soliter dengan batas licin

berbatas tegas. Pada foto polos biasanya memperlihatkan kapsul berkalsifikasi.

haemangioma

2. Abses hepar

Sangat sukar dibedakan anatara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat besar,

kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah sampai cairan (anekoik) dengan adanya

bercak-bercak hiperekoik (debris) di dalamnya. Tepinya tegas, irregular yang makin lama

makin bertambah tebal.

Abses hepar

20

Page 21: Lapsus Hepatoma

3. Tumor metastasis

Hepar adalah organ yang paling sering menjadi tempat tumor metastasi setelah

kelenjar limfe. Gambaran eko bergantung pada jenis asal tumor primer. Jadi dapat berupa

struktur eko yang mungkin lebih tinggi atau lebih rendah daripada jaringan hati normal.8

Metastasis pada hati dari kanker paru-paru

K. Prognosis

Fase dini : tindakan operasi berupa reseksi dari tumor prognosis baik, penderita dapat hidup

dalam waktu yang cukup lama.

Fase lanjut : dimana tindakan tidak mempunyai arti lagim kematian dapat terjadi dalam 2-6

bulan setelah diagnosis ditegakkan.

21

Page 22: Lapsus Hepatoma

KESIMPULAN

Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati.

Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan. Tumor ini

merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran

empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya.

Faktor risiko hepatoma antara lain : Infeksi Hepatitis B, Infeksi Hepatitis C, Alkohol,

Obesitas, Diabetes Melitus (DM), Idiopatik, Usia, dan Sirosis Hepatis.

Keluhan utama yang sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun ada

rasa bengkak di perut kanan atas dan nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan rasa

lemas. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites (penimbunan cairan dalam

rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak hitam, demam, bengkak kaki, kuning,

muntah, gatal, muntah darah, perdarahan dari dubur, dan lain-lain.

Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti

Hati Indonesia), yaitu:

1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.

2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.

3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT

Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron

Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.

4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.

5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.

Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu

kriteria empat atau lima.

Pemeriksaan hepatoma terdiri dari alphafetoprotein (AFP), AJH (Aspirasi Jarum halus),

Ultrasonography (USG) Abdomen, CT Scan, Angiography.

Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan, banyak kasus didasari oleh sirosis

hati. Beberapa terapi antara lain transplantasi hati, reseksi hati, ablasi tumor perkutan, terapi

paliatif, dan terapi untuk komplikasi dari hepatoma.

22

Page 23: Lapsus Hepatoma

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer,Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 hal : 428. Jakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Harrison’s. 2005. Principles of Internal Medicine, 16th Edition. USA: McGraw-Hill.

3. Budihusodo, Unggul. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1, Edisi IV. Jakarta:

Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia.

4. Tjokroprawiro, Askandar. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga

University Press

5. Singgih B., Datau E.A., 2006, Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. Diakses dari http://

www. Kalbe. co. id / files / cdk/ files/ 08_150 Hepatoma

Hepatorenal.pdf/08_150_HepatomaHepatorenal.html

6. Jacobson R.D., 2009. Hepatocelluler Carcinoma. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview

7. Rasyid, Abdul. 2006. Temuan Ultrasonografi Kanker Hati Hepato Selular (Hepatoma).

Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15615/1/mkn-jun2006-

%20%286%29.pdf

23