lapsus hepatoma
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I. Pendahuluan
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma merupakan kanker hati primer yang
paling sering ditemukan daripada tumor hati lainnya seperti limfoma maligna,
fibrosarkoma dan hemangioendotelioma.
Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer adalah
hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari seluruh
karsinoma yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma adalah karsinoma yang
paling sering ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000 populasi.
Pria lebih banyak daripada wanita. Lebih dari 80% pasien hepatoma menderita
sirosis hati Hepatoma biasa dan sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang
merupakan komplikasi hepatitis virus kronik.
Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnya
adalah virus hepatitis B dan C. Bayi dan anak kecil yang terinfeksi virus ini lebih
mempunyai kecenderungan menderita hepatitis virus kronik daripada dewasa yang
terinfeksi virus ini untuk pertama kalinya.
Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C. Virus ini mempunyai
hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma. Hepatoma seringkali tak terdiagnosis
karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau
hepatitis kronik. Jika gejala tampak, biasanya sudah stadium lanjut dan harapan hidup
sekitar beberapa minggu sampai bulan. Keluhan yang paling sering adalah berkurangnya
selera makan, penurunan berat badan, nyeri di perut kanan atas dan mata tampak kuning.
Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran
cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal
adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati,
hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah.
Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.
1
BAB II
STUDI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Mukri
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Dusun Kenongo RT 17/ RW 03, Probolinggo
Agama : Islam
Status Marital : Menikah
No. Register : 475081
Tgl. MRS : 4 Juni 2013
STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri Perut
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Pasien mengatakan nyeri perut sudah sejak 2 minggu yang lalu. Nyeri perut disertai
perut yang terasa keras. Pasien mengeluh tidak lancer buang air besar. BAB keras dan
berwarna hitam kadang disertai darah. Warna urine kuning tua. Pasien tidak ada mual dan
muntah. Nafsu makan pasien menurun.
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :
- Pasien tidak pernah mengalami sakit yang serupa.
Riwayat Keluarga :
- Riwayat keluarga sakit kuning disangkal.
Riwayat Pengobatan :
- Mengkonsumsi jamu untuk mengobati demam dan rasa lemasnya.
2
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign
- Tekanan darah : 160/90 mmHg
- Suhu : 37 C
- Nadi : 102 x/menit
- RR : 24 x/menit
Kepala Leher :
- a/i/c/d : -/+/-/-
- Trakea lurus di tengah
- Tidak ada pembesaran KGB
Thoraks
Paru
- Retraksi otot-otot costa (-)
- Gerak napas simetris
- Sonor pada hemitoraks kanan dan kiri
- Wheezing -/-, Rhonki -/-
Jantung
- S1 S2 reguler
- Murmur (-)
Abdomen
- I : distensi (+), membesar (+), caput meduse (-)
- P : Nyeri tekan (+),
hepar membesar 3 jari BAC, tepi tumpul, permukaan rata,
Udulasi (+)
- P : Redup perut kuadran kanan atas
- A: Bising usus (+)
Ekstremitas
- Akral hangat
3
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
FUNGSI HATI
Billirubin direct
Billirubin total
SGOT
SGPT
Alkali fosfatase
HBSAg
FUNGSI GINJAL (RFT)
BUN
Creatinin
Uric acid
0,52 mg/dl
1,58 mg/dl
204 U/I
238 U/I
190 mg/dl
+
102,5 mg/dl
5,2 mg/dl
9,8 mg/dl
< 0,5 mg/dl
< 1,0 mg/dl
<31 U/I
< 31 U/I
60 – 240 mg/dl
-
10 – 20 mg/dl
0,5 – 1,7 mg/dl
3 – 7 mg/dl
USG : Hepatoma
D. DIAGNOSIS KLINIS
Hepatoma dan Ascites Permagna
E. PENATALAKSANAAN
- Inf. Asering : Ds = 1 : 1
- Inj. Ranitidin
- Inj. Asam Traneksamat
- Inj. Cefotaxim
- Inj. Vitamin K
Follow Up
1. 12 – 2 – 2013
S : nyeri perut (+), panas (+), nafsu makan menurun (+), BAB keras dan berwarna hitam,
mual muntah (-), kembung (+)
O : T : 140/804
HR: 64 x/menit
RR : 24 x/menit
T : 37,5 C
A : Hepatoma + ascites permagna
P : Inf. RL 28 tetes per menit
Inj. Furosemid
Inj. Ranitidin
2. 13 – 2 – 2013
S : pasien masih merasa nyeri perut, panas (+), nafsu makan menurun (+), BAB keras dan
berwarna hitam, mual muntah (-), kembung (+)
O : T : 140/80
HR: 68 x/menit
RR : 28 x/menit
T : 37,5 C
A : Hepatoma + ascites permagna
P : Terapi tetap
3. 14 – 2 – 2013
S : pasien masih merasa kesakitan pada perut, panas (-), nafsu makan menurun (+), mual
muntah (-), kembung (+)
O : T : 150/80
HR: 64 x/menit
RR : 28 x/menit
T : 36,3 C
A : Hepatoma + ascites permagna
P : Terapi tetap
4. 15 – 2 – 2013
S : nyeri perut (+), nafsu makan menurun (+), mual muntah (-), kembung (+)
5
O : T : 140/80
HR: 64 x/menit
RR : 30 x/menit
T : 36 C
A : Hepatoma + ascites permagna
P : terapi tetap
5. 16 – 2 – 2013
S : masih nyeri perut (+), nafsu makan menurun (+), mual muntah (-), kembung (+)
O : T : 140/90
HR: 66 x/menit
RR : 28 x/menit
T : 36,5 C
A : Hepatoma + ascites permagna
P : Terapi tetap
6. 17 – 2 – 2013
S : nyeri perut (+), nafsu makan menurun (+), mual muntah (-), kembung (+), BAB seperti
petis (+)
O : T : 160/80
HR: 64 x/menit
RR : 30 x/menit
T : 37,5 C
A : Hepatoma + ascites permagna
P : Inf. RL 20 tetes per menit
Inj. Furosemid
Inj. Asam Traneksamat
Inj. Vitamin K
7. 18 – 2 – 2013
Pasien meninggal
6
BAB III
PEMBAHASAN TEORIA. Definisi
Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari hati. Ia
juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang
berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel
penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari
jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%)
timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau
Karsinoma (carcinoma).
Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati.
Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan. Tumor ini
merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran
empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya.
B. Faktor Resiko
Pasti Mungkin
Hepatitis B kronis
Hepatitis C kronis
Sirosis hati
Aflatoksin
Tyrosinemia herediter
Kontrasepsi oral
Steroid anabolic
Alcohol
1 Antytripsin deficiency
C. Etiologi
Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan
multifasik, melalui inisiasi, akselerasi, dan transformasi, serta peran onkogen dan gen terkait.
Walaupun penyebab pasti hepatoma belum diketahui, tetapi sudah dapat diprediksi factor
risiko yang memicu hepatoma, yaitu:
1. Virus hepatitis B (HBV)
7
Karsinogenitas virus hepatitis B terhadap hati mungkin terjadi melalui proses
inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA
sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berintegrasi dengan gen hati. Pada
dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif
bereplikasi menentukan tingkat karsinogenitas hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara
tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati, atau
akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV.
2. Virus hepatitis C (HCV)
Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas nekroinflamasi
kronik dan sirosis hati. Dalam meta analisis penelitian, disimpulkan bahwa risiko
terjadinya hepatoma pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan
dengan risiko pada bukan pengidap.
3. Sirosis hati
Sirosis hati merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan melatarbelakangi
lebih dari 8-% kasus hepatoma. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites,
perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal.
Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik,
kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan
sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.
4. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur
Aspergillus. Dari percobaan binatang, diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogenik.
Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok
aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu
mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada
kodon 249 dari gen supresor tumor p53.
5. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease
(NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang
menjadi sirosis hati dan kemudian dapt berlanjut menjadi Hepatocelluler Carcinoma
(HCC).
8
6. Diabetes mellitus
Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-alkoholik (NASH).
Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like
growth hormone faktors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker
7. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol
berisiko untuk menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik.
8. Faktor risiko lain
Bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko hepatoma namun lebih jarang
ditemukan, antara lain:
a. Penyakti hati autoimun : hepatitis autoimun, PBS/sirosis bilier primer
b. Penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetik, defisiensi antiripsin-alfa1, Wilson
disease
c. Kontrasepsi oral
d. Senyawa kimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida organoklorin, asam
tanik
Fisiologi Hepar :
1. Pembentukan dan ekskresi empedu (metabolisme garam empedu dan pigmen empedu)
Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbs lemak serta vitamin larut
lemak dalam usus, bilirubin (pigemen mpempedu utama) merupakan hasil akhir
metabolism pemecahan eritrocyt yang sudah tua, proses konjugasi berlangsung dalam
hati dan diekskresi kedalam empedu
2. Metabolidme karbohidrat (glikogenesis glikogenolisis, glukoneogenesis) dan metabolism
protein, serta sintesis protein, hati berperan penting dalam mengatur kadar glukosa darah
normal menyediakan energy untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati dalam bentuk
glikogen. Protein serum yang disentesis oleh hati adalah albumin serta globulin alfa dan
beta (gamma globulin tidak). Faktor pembekuan darah yang disentesis oleh hati adalah
fibrinogen (1), protrombin (II), dan factor V, VII, IX, dan X, sedangkan vitamin k
merupakan kofaktor yang penting dalam sintesis semua factor ini kecuali factor V
9
3. Pembentkan urea, penyimpanan protein (asam amino), metabolism lemak, ketogenesis,
sintesis kolesterol,dan penimbunan lemak. Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari
amoniak (NH3) yang kemudian diekskresi dalam feses , NH3 dibentuk dari deaminasi
asam amino dan kerja bakteri usus terhadap asam amino. Hidrolisisi trigleserida,
kolesterol,fosfolipid, dan lipoprotein (diabsorbsi dari usus) menjadi asam lemak dan
gliserol, hati memgang peranan utama dalam sintesis kolesterol, sebagian besar
diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol dan asam kolat
4. Penimbunan vitamin dan mineral. Vitamin larut lemak A D E Kdisimpan dalam hati juga
vitamin B12 tembaga dan besi
5. Metabolism steroid. Hati menginaktifkan dan menyekresi aldosteron glukokortikoid,
ekstrogen, progresteron dan testoteron.
6. Detoksifikasi, hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya (obat)
menjadi zat-zat yang tidak berbahaya yang kemidian diekskresi oelh ginjal
7. Gudang darah dan filtrasi. Sinusoid hati merupakan depot darah yangn mengalir kermbali
dari vena cava (gagal jantung kanan ), kerja fagositik sel kuffer membuangn bakteri dan
debris dari darah.
D. Patofisiologi
Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui, apapun agen
penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran
(turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk
inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik
seperti perubahan kromosom, aktivasi oksigen sellular atau inaktivasi gen suppressor tumor,
yang mungkin bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi
telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik,
alkohol dan penyakit hati metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa1,
mungkin menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan
sirosis). Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen suppressor tumor p53 dan ini
menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk
berlangsungnya proses hepatogenesis.
10
Berikut ini bagan Pathobiologi hepatocelular carcinoma/Hepatoma :
E. Gejala Klinis
1. Fase dini umumnya asimtomatis
2. Fase lanjut
Tidak dikenal tanda yang patognomonis/khas. Keluhan dapat berupa penurunan berat
badan, nyeri abdomen, fatique, anoreksia, mual, sebah, nafsu makan menurun. Pada
metastasis ke tulang penderita mengeluh nyeri tulang.
3. Pemeriksaan fisik
- Ikterus
- Hepatomegali berdungkul, keras, dan nyeri
- Ascites dan tanda-tanda patognomoni dari sirosis hati.
4. Pemeriksaan laboratorium
- AFP > 400 ng/ml (nilai diagnostic)
- HBsAg (+), anti HCV (+)
- Gangguan tes fungsi hati
11
F. Diagnosis Klinis
Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan maju pesat, maka berkembang pula
cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini. Kanker hati selular yang
kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya dengan pendekatan radiologi yang
akurasinya 70 – 95%1,4,8 dan pendekatan laboratorium alphafetoprotein yang akurasinya 60
– 70%.
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia), yaitu:
Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT
Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron
Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.
Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu
yaitu kriteria empat atau lima.
G. STADIUM PENYAKIT
1. Stadium HCC sistem Okuda ada 4 berdasarkan kriteria, yaitu Ukuran tumor (< atau >
50% hati) , Asites (ada atau tidak), Bilirubin (< atau > 3mg/dl), Albumin (< atau >
3mg/dl).
Okuda I : tidak ada kriteria
Okuda II : Positif 1 atau 2
Okuda III : Positif 3 atau 4
2. Sitem stadium TNM (Tumor-Nodul-Metastase)
Stadium I : Satu fokal tumor berdiametes < 3cm yang terbatas hanya pada salah
satu segment tetapi bukan di segment I hati.
Stadium II: Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segement I
atau multi-fokal terbatas pada lobus kanan/kiri
12
Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke lobus
kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem pembuluh
darah (vascular) atau pembuluh empedu (billiary duct) tetapi hanya terbatas pada
lobus kanan atau lobus kiri hati.
Stadium IV : - Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus
kiri hati.
- atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra
hepaticvaskuler) ataupun pembuluh empedu (biliary duct)
- atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra
hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis)
- atau vena cava inferior
- atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic metastase).
H. Pemeriksaan
a. Alphafetoprotein
Sensitivitas Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa KHS 60% – 70%, artinya hanya
pada 60% – 70% saja dari penderita kanker hati ini menunjukkan peninggian nilai AFP,
sedangkan pada 30% – 40% penderita nilai AFP nya normal. Spesifitas AFP hanya
berkisar 60% artinya bila ada pasien yang diperiksa darahnya dijumpai AFP yang tinggi,
belum bisa dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini sebab AFP juga dapat meninggi
pada keadaan bukan kanker hati seperti pada sirrhosis hati dan hepatitis kronik, kanker
testis, dan terratoma.
b. AJH (aspirasi jarum halus)
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama ditujukan
untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi imaging dan
laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma. Tindakan biopsi aspirasi yang
dilakukan oleh ahli patologi anatomi ini hendaknya dipandu oleh seorang ahli radiologi
dengan menggunakan peralatan ultrasonografi atau CT scann fluoroscopy sehingga hasil
yang diperoleh akurat. Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG ataupun CT
scann mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan dibiopsi dapat
terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang berjalan persis menuju
13
tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan akurasi
yang tinggi karena benar jaringan tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan
bukanlah jaringan sehat di sekitar tumor.
c. Ultrasonography (USG) Abdomen
Ultrasonography (USG) merupakan salah satu imaging diagnostic untuk memeriksa
alat-alat tubuh, dimana kita dapat mempelajari bentuk, ukuran anatomis, gerakan serta
hubungan dengan jaringan sekitarnya.
Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AFP, pasien sirosis hati
dianjurkan menjalani pemeriksaan setiap 3 bulan. Untuk tumor kecil pada pasien dengan
risiko tinggi, USG lebih sensitif daripada AFP serum berulang. Sensitifitas USG untuk
neoplasma hati berkisar antara 70-80%.
Secara umum pada USG sering diketemukan adanya hepar yang membesar,
permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intra hepatik dengan struktur eko yang
berbeda dengan parenkim hati normal. Biasanya menunjukkan struktur eko yang lebih
tinggi disertai nekrosis sentral berupa gambaran hipoekoik sampai anekoik akibat adanya
nekrosis, tepinya irregular. Yang sangat sulit adalah menentukan hepatoma pada stadium
awal di mana gambaran struktur eko yang masih isoekoik dengan parenkim hati normal.
Modalitas imaging lain seperti CT-scan, MRI, dan angiografi kadang diperlukan
untuk mendeteksi hepatoma, namun karena kelebihannya, USG masih tetap merupakan
alat diagnostic yang paling popular dan bermanfaat.
USG menunjukkan massa hyperechoic mewakili karsinoma hepatoseluler.
14
Hepatocellular carcinoma
d. CT Scan
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin penting untuk diagnosis lokasi dan sifat
hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah
dan ukuran tumor dalam hati, hubungannya dengan pembuluh darah dan penentuan
modalitas terapi.
CT scan hepatoma
e. Angiografy
Dicadangkan hanya untuk penderita kanker hati-nya yang dari hasil pemeriksaan USG
dan CT scann diperkirakan masih ada tindakan terapi bedah atau non-bedah masih yang
mungkin dilakukan untuk menyelamatkan penderita. Pada setiap pasien yang akan
15
menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan pemeriksaan angiografi. Dengan
angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker yang kita lihat
dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran
sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker
yang sebenarnya. Lebih lengkap lagi bila dilakukan CT angiography yang dapat
memperjelas batas antara kanker dan jaringan sehat di sekitarnya sehingga ahli bedah
sewaktu melakukan operasi membuang kanker hati itu tahu menentukan di mana harus
dibuat batas sayatannya.
I. Pengobatan
Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan, banyak kasus didasari oleh
sirosis hati. Pasien sirosis hati mempunyai toleransi yang buruk pada operasi
segmentektomi pada hepatoma. Selain operasi masih ada banyak cara misalnya
transplantasi hati, kemoterapi, emboli intra arteri, injeksi tumor dengan etanol agar terjadi
nekrosis tumor, tetapi hasil tindakan tersebut masih belum memuaskan dan angka
harapan hidup 5 tahun masih sangat rendah.
Karena sirosis hati yang melatarbelakanginya serta seringnya multi-nodularitas,
resektabilitas kanker hati sangat rendah. Di samping itu kanker hati juga sering kambuh
meskupin sudah menjalani reseksi bedah kuratih. Pilihan terapi ditetapkan berdasarkan
atas ada-tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor, serta derajat pemburukan hepatik.
a. Transplantasi hati
16
Bagi pasien kanker hati dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan
kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang
mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh
rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplan. Rekurensi tumor bahkan mungkin
diperkuat oleh obat antirejeksi yang harus diberikan. Tumor yang berdiameter kurang
dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diamternya lebih
dari 5 cm.
b. Reseksi hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati
normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis
diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang
harapan hidupnya menurun. Parameter yang dapat digunakan adalah skor child plug
dan derajat hipertensi portal atau kadar bilirubin serum dan derajat hipertensi portal
saja. Subjek yang bilirubin normal tanpa hipertensi portal yang m bermakna, harapan
hidup 5 tahunnya dapat mencapai 70%. Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya
metastatis ekstrahepatik,kanker hati difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut dan
penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi.
c. Ablasi tumor perkutan
Destruksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan kimia (alkohol, asam
asetat) atau dengan memodifikasi suhunya (radiofrequency, microwave, laser,
cryoablation). Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk tumor
kecil karena efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif murah. Dasar
kerjanya adalah menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular dan fibrosis. Untuk
tumor kecil (diameter <5 cm) pada pasien sirosis Child-Pugh A, angka harapan hidup
5 atahun dapat mencapai 50%. PEI bermanfaat untuk pasien dengan tumor kecil yang
resektabilitasnya terbatas karena adanya sirosis hati non-Child A.
Radiofrequency Ablation (RFA) menunjukkan angka keberhasilan yang lebih
tinggi dari pada PEI dan efikasinya tertinggi untuk tumor yang lebih besar dari 3 cm,
namun tetap tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien. Selain itu, RFA lebih
17
mahal dan efek sampingnya lebih banyak dibandingkan dengan PEI. Guna mencegah
terjadinya rekurensi tumor, pemberian asam poliprenoik (polyprenoic acid) selama 12
bulan dilaporkan dapat menurunkan angka rekurensi pada bulan ke 38 secara
bermakna dibandingkan dengan kelompok plasebo (kelompok plasebo 49%,
kelompok terapi PEI atau reseksi kuratif 22%).
d. Terapi paliatif
Sebagian besar pasien kanker hati didiagnosis pada stasium menengah-lanjut
(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan meta
analisis, pada stadium ini hanya TAE/TACE (transarterial embolization/chemo
embolization) saja yang menunjukkan penuruanan pertumbuhan tumor serta dapat
meningkatkan harapan hidup pasien dengan kanker hati yang tidak resektabel. TACE
dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya
cukup baik (Child-Pugh A) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi
vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak bisa diberi terapi radikal. Namun
bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan iskemik
akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping berat. Adapun beberapa jenis
terapi lain untuk kanker hati yang tidak resektabe; seperti imunoterapi dengan
interferon, terapi antiestrogen, antiandrogen, oktreotid, radiasi internal, kemoterapi
arterial atau sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan
penilaian yang meyakinkan.
e. Tatalaksana komplikasi sirosis hati
1. Asites dan edema
Untuk mengurangu edema dan asites, pasien dianjurkan membatasi asupan
garam dan air. Jumlah diet garam yang dianjurkan biasanya sekitara dua gram per
hati, dan cairan sekitar satu liter sehari.
Kombinasi diuretik spironolakton dan furosemid dapat menurunkan dan
menghilangkan edema dan asitespasa sebagian besar pasien. Bila pemakaian
diuretik tidak berhasil (asites refrakter), dapat dilakukan parasintesis abdomen
untuk mengambil cairan asites sedemikian besar sehingga menimbulkan keluhan
18
nyeri akibat distensi abdomen, dan atau kesulitan bernapas karena keterbatasan
geralan diafragma, parasintesis dapat dilakukan dalam jumlah lebih dari 5 liter
(large volume paracentesis = LVP). Pengobatan lain untuk asites refrakter adalah
TIPS (Transjugular intravenous portosystemic shunting) atau transplantasi hati.
2. Perdarahan varises
Bila varises telah timbul di bagian diatal esofagus atau proksimal
lambung, pasien sirosis berisiko mengalami perdarahan serius akibat pecahnya
varises. Sekali varises mangalami perdarahan, bertendensi perdarahan ulang dan
setiap kali berdarah, pasien berisiko meninggal. Karena itu pengobatan ditujukan
untuk pencegahan perdarahan pertama maupun pencegahan perdarahan ulang
dikemudian hari. Untuk tujuan tersebut, ada beberapa cara pengobatan yang
dianjurkan, termasuk pemberian obat dan prosedur untuk menurunkan tekanan
vena porta, maupun prosedur untuk menurunkan tekanan vena porta, maupun
prosedur untuk merusak atau mengeradikasi varises.
Propanolol atau nadolol, merupakan obat penyekat reseptor beta non-
selektif. Efektif menurunkan tekanan vena porta, dan dapat dipakai untuk
mencegah perdarahan pertama maupun perdarahan ulang varises pasien sirosis.
3. Ensefalopati hepatik
Pasien dengan siklus tidur abnormal, gangguan berpikir, perubahan
kepribadian, atau tanda-tanda lain enselopati hepatik, biasanya harus mulai
diobati dengan diet rendah protein dan laktulosa oral. Untuk mendapat efek
laktulosa, dosisnya harus sedemikian rupa sehingga pasien buang air besar dua
sampai tiga kali sehari. Bila gejala enselopati masih tetap ada, antibiotika oral
seperti neomisin atau metronidazol dapat ditambahkan. Pada pasien enselopati
hepatik yang semakin jelas, ada tiga tindakan yang harus segera diberikan : 1)
singkirkan penyebab enselopati yang lain, 2) perbaiki atau singkirkan faktor
pencetus dan 3) segera mulai pengobatan empiris yang dapat berlangsung lama,
seperti : klisma, diet rendah atau tanpa protein, laktulosa, natibiotika (neomisin,
metronidazol atau vankomisin), asam amino rantai cabang, bromokriptin, preparat
19
zenk, dan atau ornitin aspartat. Bila enselopati tetap ada, atau timbul berulang kali
dengan pengobatan empiris, dapat dipertimbangkan transplantasi hati.
J. Diagnosa Banding
1. Hemangioma
Hemangioma merukapakan tumor terlazim dalam hati, tumor ini biasanya
subkapsular pada konveksitaslobus hepatis dexter dan kadang-kadang berpedunkulasi.
Ultrasonografi memperlihatkan bercak-bercak ekogenik soliter dengan batas licin
berbatas tegas. Pada foto polos biasanya memperlihatkan kapsul berkalsifikasi.
haemangioma
2. Abses hepar
Sangat sukar dibedakan anatara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat besar,
kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah sampai cairan (anekoik) dengan adanya
bercak-bercak hiperekoik (debris) di dalamnya. Tepinya tegas, irregular yang makin lama
makin bertambah tebal.
Abses hepar
20
3. Tumor metastasis
Hepar adalah organ yang paling sering menjadi tempat tumor metastasi setelah
kelenjar limfe. Gambaran eko bergantung pada jenis asal tumor primer. Jadi dapat berupa
struktur eko yang mungkin lebih tinggi atau lebih rendah daripada jaringan hati normal.8
Metastasis pada hati dari kanker paru-paru
K. Prognosis
Fase dini : tindakan operasi berupa reseksi dari tumor prognosis baik, penderita dapat hidup
dalam waktu yang cukup lama.
Fase lanjut : dimana tindakan tidak mempunyai arti lagim kematian dapat terjadi dalam 2-6
bulan setelah diagnosis ditegakkan.
21
KESIMPULAN
Hepatoma (karsinoma hepatoseluler) adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati.
Hepatoma merupakan kanker hati primer yang paling sering ditemukan. Tumor ini
merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran
empedu atau metastase dari tumor jaringan lainnya.
Faktor risiko hepatoma antara lain : Infeksi Hepatitis B, Infeksi Hepatitis C, Alkohol,
Obesitas, Diabetes Melitus (DM), Idiopatik, Usia, dan Sirosis Hepatis.
Keluhan utama yang sering adalah keluhan sakit perut atau rasa penuh ataupun ada
rasa bengkak di perut kanan atas dan nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan rasa
lemas. Keluhan lain terjadinya perut membesar karena ascites (penimbunan cairan dalam
rongga perut), mual, tidak bisa tidur, nyeri otot, berak hitam, demam, bengkak kaki, kuning,
muntah, gatal, muntah darah, perdarahan dari dubur, dan lain-lain.
Kriteria diagnosa Kanker Hati Selular (KHS) menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti
Hati Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT
Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron
Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya KHS.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya KHS.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan KHS.
Diagnosa KHS didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu
kriteria empat atau lima.
Pemeriksaan hepatoma terdiri dari alphafetoprotein (AFP), AJH (Aspirasi Jarum halus),
Ultrasonography (USG) Abdomen, CT Scan, Angiography.
Pengobatan hepatoma masih belum memuaskan, banyak kasus didasari oleh sirosis
hati. Beberapa terapi antara lain transplantasi hati, reseksi hati, ablasi tumor perkutan, terapi
paliatif, dan terapi untuk komplikasi dari hepatoma.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer,Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 hal : 428. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Harrison’s. 2005. Principles of Internal Medicine, 16th Edition. USA: McGraw-Hill.
3. Budihusodo, Unggul. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1, Edisi IV. Jakarta:
Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Tjokroprawiro, Askandar. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga
University Press
5. Singgih B., Datau E.A., 2006, Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. Diakses dari http://
www. Kalbe. co. id / files / cdk/ files/ 08_150 Hepatoma
Hepatorenal.pdf/08_150_HepatomaHepatorenal.html
6. Jacobson R.D., 2009. Hepatocelluler Carcinoma. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview
7. Rasyid, Abdul. 2006. Temuan Ultrasonografi Kanker Hati Hepato Selular (Hepatoma).
Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15615/1/mkn-jun2006-
%20%286%29.pdf
23