lapsus keratitis

44
LAPORAN KASUS “Keratitis Pungtata Superfisial OS” Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Diajukan kepada : Pembimbing : dr. Retno Wahyuningsih, Sp.M Disusun oleh : Radita Dwihaning Putri H2A011035

Upload: anggaraputra

Post on 03-Dec-2015

129 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

good

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Keratitis

LAPORAN KASUS

“Keratitis Pungtata Superfisial OS”

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Di Bagian Ilmu Penyakit Mata

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Diajukan kepada :

Pembimbing : dr. Retno Wahyuningsih, Sp.M

Disusun oleh :

Radita Dwihaning Putri H2A011035

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Mata

Fakultas Kedokteran – Universitas Muhammadiyah Semarang

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Page 2: Lapsus Keratitis

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN

ILMU PENYAKIT MATA

Presentasi kasus dengan judul :

KERATITIS PUNGTATA SUPERFISIAL OS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Bagian Ilmu Penyakit Mata

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun Oleh:

Radita Dwihaning Putri H2A010043

Telah disetujui oleh Pembimbing:

Nama pembimbing Tanda Tangan Tanggal

dr. Retno Wahyuningsih, Sp.M ............................. .............................

Mengesahkan:

Koordinator Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata

Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

dr. Retno Wahyuningsih, Sp.M NIP. 19620721 1990 10 1

Page 3: Lapsus Keratitis

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. K

Usia : 44 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Dlimas RT 3 RW 10 Genting Jambu

Pekerjaan : Wiraswasta

No. RM : 087269

Tanggal Periksa : 26 September 2015

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada hari Sabtu, 26 September

2015 pukul 10.30 WIB

Keluhan Utama

Pasien mengeluh mata kiri merah

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli mata RSUD Ambarawa dengan mata kiri merah

sejak 1 minggu yang lalu. Mata kiri merah terjadi tiba-tiba, disertai dengan

rasa perih dan sedikit nyeri. Pasien mengaku pandangan sedikit kabur dan

silau bila terkena sinar matahari. Selain itu, pasien mengeluh mata kirinya

sering berair namun tidak terdapat kotoran pada mata. Mata sebelah kanan

tidak ada keluhan. Riwayat demam serta pusing disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan

Pasien sudah memberi obat tetes “Insto” selama mata merah namun tidak ada

perubahan pada matanya.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit yang sama : Disangkal

Page 4: Lapsus Keratitis

Riwayat hipertensi : Diakui

Riwayat DM : Disangkal

Riwayat alergi obat : Disangkal

Riwayat trauma mata : Disangkal

Riwayat operasi mata : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit yang sama : Disangkal

Riwayat Hipertensi : Disangkal

Riwayat DM : Disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien bekerja sebagai wiraswasta. Biaya pengobatan ditanggung BPJS.

Kesan sosial ekonomi cukup.

C. PEMERIKSAAN FISIK :

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 26 September pukul 10.40

a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang

b. Kesadaran : Compos mentis

c. Vital sign :

TD : 150/90 mmHg

Nadi : 92 x/menit ( Reguler, isi dan tegangan kuat)

RR : 18 x/menit

Suhu : 36 0C

d. Status Gizi

BB : 60 Kg

TB : 160 cm

BMI : 23,44

Kesan : Gizi Cukup

e. Status Generalis : Tidak dilakukan pemeriksaan

Page 5: Lapsus Keratitis

f. Status Oftalmologis

No. Pemeriksaan Oculi Dextra Oculi Sinistra

1. Supercilia Trikiasis - -

Distikiasis - -

Madarosis - -

2. Palpebra

superior et

inferior

Silia Normal Normal

Hiperemis - -

Spasme - -

Edema - -

Ptosis - -

3. Konjungtiva

palpebra

superior et

inferior

Edema - -

Hiperemis - +

Papil - -

Cobblestone - -

Corpus alienum - -

Konjungtiva

forniks

Hiperemis - +

Corpus alienum - -

Konjungtiva

bulbi

Injeksi konjungtiva - -

Injeksi siliar - +

Edema - -

Perdarahan subkonjungtiva - -

Trantas Dot - -

Corpus alienum - -

4. Bulbus

Okuli

Gerakan

Kedudukan Kedua bola mata sejajar

Nistagmus - -

Strabismus - -

Exo/Endofthalmus - -

5. Sklera Ikteris - -

Page 6: Lapsus Keratitis

6. Kornea Warna Jernih,

mengkilat

Keruh

Neovaskularisasi - -

Sikatrik - -

Infiltrat - -

Udema - -

7. COA Warna Jernih Jernih

Kedalaman Dalam Dalam

Hipopion - -

Hifema - -

8. Iris Warna - -

Kripte - -

Sinekia - -

9. Pupil Bentuk Bulat Bulat

Letak Central Central

Reguler/ireguler Reguler Reguler

Diameter Ø 4mm Ø 4mm

Reflek pupil, direk indirek +/+ +/+

10. Funduskopi Tidak dilakukan

11. Visus (tajam penglihatan) 6/15 6/45

12. Koreksi visus Tidak dilakukan

12. Lapang pandang Tidak dilakukan

13. TIO Tidak dilakukan

14. Slit lamp dengan fluorescein - Fluorescein (+)

Bintik-bintik

hijau di bagian

tengah kornea

Page 7: Lapsus Keratitis

Gambar :

OD OS

D. RESUME

Pasien Tn. K usia 44 tahun, datang ke poli mata RSUD Ambarawa

karena sejak 1 minggu yang lalu OS hiperemis, nyeri, perih, fotofobia,

ketajaman penglihatan menurun, dan mata berair. Pasien sudah memberikan

obat tetes mata “Insto” namun belum sembuh. OD tidak mengalami keluhan.

Pasien memiliki riwayat hipertensi.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis,

tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 92 x/menit, RR 18 x/menit, suhu 36 0C,

kesan gizi cukup. Dari pemeriksaan oftalmologi pada OS didapatkan

konjungtiva palpebra dan forniks hiperemis (+), konjungtiva bulbi injeksi

silier (+), kornea keruh (+), penurunan visus (+), dan pada pemeriksaan

slitlamp dengan fluorescin didapatkan infiltrat (+) berupa titik di bagian

tengah kornea. OD dalam batas normal.

E. DIAGNOSIS BANDING

1. Keratitis Epithelial

2. Keratitis Subepithelial

3. Keratitis Endothelial

F. DIAGNOSIS

Keratitis epitelial

Bintik-bintik hijauFlurescein (+)

Injeksi silier

Page 8: Lapsus Keratitis

G. INITIAL PLAN

Subyektif :

OS hiperemis, nyeri, perih, fotofobia, ketajaman penglihatan menurun, dan

mata berair.

Obyektif :

OS konjungtiva palpebra dan forniks hiperemis (+), konjungtiva bulbi

injeksi silier (+), kornea keruh (+), penurunan visus (+), dan pada

pemeriksaan slitlamp dengan fluorescin didapatkan infiltrat (+) berupa titik di

bagian tengah kornea.

1. IpDx : Pemeriksaan segmen posterior menggunakan funduskopi,

kerokan kornea dengan pewarnaan Gram maupun Giemsa, PCR

2. IpTx :

Midriasil 1% Ed Fl, 3 x 1 OS (siklopegik)

Tobroson Ed Fl, 6 x 1 OS (antibiotik dan antiinflamasi)

Imunos tablet, 1 x 1 (imunostimulan)

3. IpMx

Kontrol 1 minggu jika mata masih merah atau jika keluhan memberat

4. IpEx

Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya

Menganjurkan mengistirahatkan mata, tidak terlalu banyak aktifitas

Bila bepergian menggunakan kacamata pelindung untuk melindungi

dari exposure dari luar seperti debu dan sinar ultraviolet.

Meningkatkan daya tahan tubuh (makan bergizi, istirahat cukup)

H. PROGNOSIS

1. Quo ad Vitam : dubia ad bonam

2. Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

3. Quo ad cosmeticam : dubia ad bonam

Page 9: Lapsus Keratitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Kornea2,3,4

Kornea merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya, bersifat

transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, tebal 0,6-

1 mm. Indeks bias kornea 1,375 dengan kekuatan pembiasan 80%. Sifat

kornea yang dapat ditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur kornea yang

uniform, avaskuler dan diturgesens atau keadaan dehidrasi relatif jaringan

kornea yang dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan

oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel

dalam mencegah dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh

lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel jauh

menyebabkan sifat transparan hilang dan edema kornea, sedangkan kerusakan

epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat karena akan menghilang

seiring dengan regenerasi epitel.

Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea

merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Jika

kornea oedem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma

yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.

Kornea bersifat avaskuler, maka sumber-sumber nutrisi kornea berasal

dari pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquaeus dan air mata. Kornea

superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Kornea

dipersarafi oleh banyak serat saraf sensorik yang didapat dari percabangan

pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V yang berjalan supra koroid,

masuk kedalam stroma kornea, menembus membran bowman dan

melepaskan selubung schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin

ditemukan didaerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah

limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.

Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah

depan dan terdiri atas lima lapisan dari anterior ke posterior yaitu: lapisan

Page 10: Lapsus Keratitis

epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris),

membran bowman, stroma, membran descemet dan lapisan endotel.

1. Epitel

Lapisan epitel kornea tebalnya 50 m berbentuk pipih berlapis tanpa

tanduk, ada satu lapis sel basal dan sel polygonal. Sel bersifat fat soluble

substance. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini

terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan

menjadi sel pipih, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya

dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden.

Ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui

barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang saling melekat erat.

Bila terjadi gangguan akan menjadi erosi rekuren. Ujung saraf kornea

berakhir di epitel, oleh karena itu kelainan pada epitel akan menyebabkan

gangguan sensibilitas korena dan rasa sakit dan mengganjal. Daya

regenerasi epitel juga cukup besar.

2. Membran Bowman

Terletak di bawah epitel kornea yang merupakan kolagen tipe 1 yang

tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. Kerusakan pada lapisan ini

akan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut.

3. Stroma

Gambar 1. Anatomi Kornea5

Page 11: Lapsus Keratitis

Stroma merupakan lapisan yang paling tebal dari kornea, mencakup

sekitar 90% dari ketebalan kornea. Bersifat water soluble substance.

Terdiri atas jaringan kolagen yang tersusun atas lamel-lamel, pada

permukaannya terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat

kolagen bercabang. Stroma bersifat higroskopis yang menarik air, kadar

air diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh sel epitel.

Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-

kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang

merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga

keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan

embrio atau sesudah trauma.

4. Membran Descemet

Merupakan membran aselular yang tipis, kenyal, kuat dan bening,

terletak dibawah stroma dan pelindung atau barrier infeksi dan masuknya

pembuluh darah. Membran ini sangat elastis dan berkembang terus seumur

hidup, mempunyai tebal 40m.

5. Endotel

Kornea bersifat avaskular (tak berpembuluh darah) sehingga nutrisi

didapatkan dengan cara difusi dari pembuluh darah perifer di dalam limbus

dan dari humor aqueous di bagian tengah. Lapisan endotel merupakan

lapisan kornea yang penting untuk mempertahankan kejernihan kornea,

mengatur cairan didalam stroma kornea dan tidak mempunyai daya

regenerasi, sehingga endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan

mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada

regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan

akibat gangguan sistem pompa endotel, maka stroma akan bengkak karena

kelebihan cairan (edema kornea) dan hilangnya transparansi (kekeruhan)

akan terjadi. Dapat rusak atau terganggu fungsinya akibat trauma bedah,

penyakit intraokuler dan usia lanjut.

Page 12: Lapsus Keratitis

Lapisan endotel berasal dari mesotalium, terdiri atas satu lapis sel

berbentuk heksagonal dengan tebal 20-40 m yang melekat pada membran

descmet melalui hemi desmosom dan zonula okluden.

B. Keratitis

1. Definisi

Keratitis adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada

kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam

penglihatan menurun. Infeksi pada kornea bisa mengenai lapisan

superficial yaitu pada lapisan epitel atau membran bowman dan lapisan

profunda jika sudah mengenai lapisan stroma.2

2. Epidemiologi

Menurut Murillo Lopez (2006), Sekitar 25.000 orang Amerika

terkena keratitis bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi,

dengan lebih sedikit pada negara-negara industri yang secara signifikan

lebih sedikit memiliki jumlah pengguna lensa kontak. Insiden keratitis

jamur bervariasi sesuai dengan lokasi geografis dan berkisar dari 2% dari

kasus keratitis di New York untuk 35% di Florida. Spesies Fusarium

merupakan penyebab paling umum infeksi jamur kornea di Amerika

Serikat bagian selatan (45-76% dari keratitis jamur), sedangkan spesies

Candida dan Aspergillus lebih umum di negara-negara utara. secara

signifikan lebih sedikit yang berkaitan dengan infeksi lensa kontak.5,6

3. Etiologi

Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:

a. Virus

b. Bakteri

c. Jamur

d. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari.

e. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak.

Page 13: Lapsus Keratitis

f. Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak

cukupnya pembentukan air mata

g. Adanya benda asing di mata

h. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara

seperti debu, serbuk sari, jamur, atau ragi

i. Efek samping obat tertentu1,2,3

4. Patofisiologi4

Mata yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagai

pertahanan imunologik yang alamiah. Pada proses radang, mula-mula

pembuluh darah mengalami dilatasi, kemudian terjadi kebocoran serum

dan elemen darah yang meningkat dan masuk ke dalam ruang

ekstraseluler. Elemen-elemen darah makrofag, leukosit polimorf nuklear,

limfosit, protein C-reaktif imunoglobulin pada permukaan jaringan yang

utuh membentuk garis pertahanan yang pertama. Karena tidak

mengandung vaskularisasi, mekanisme kornea dimodifikasi oleh

pengenalan antigen yang lemah. Keadaan ini dapat berubah, kalau di

kornea terjadi vaskularisasi. Rangsangan untuk vaskularisasi timbul oleh

adanya jaringan nekrosis yang dapat dipengaruhi adanya toksin, protease

atau mikroorganisme. Secara normal kornea yang avaskuler tidak

mempunyai pembuluh limfe. Bila terjadi vaskularisasi terjadi juga

pertumbuhan pembuluh limfe dilapisi sel.

Reaksi imunologik di kornea dan konjungtiva kadang-kadang

disertai dengan kegiatan imunologik dalam nodus limfe yang masuk

limbus (kornea perifer) dan sklera yang letaknya berdekatan dapat ikut

terkait dalam sindrom iskemik kornea perifer, suatu kelainan yang jarang

terjadi, tetapi merupakan kelainan yang serius. Patofisiologi keadaan ini

tidak jelas, Antigen cenderung ditahan oleh komponen polisakarida di

membrana basalis. Dengan demikian antigen dilepas dari kornea yang

avaskuler, dan dalam waktu lama akan menghasilkan akumulasi sel-sel

yang memiliki kompetensi imunologik di limbus. Sel-sel ini bergerak ke

arah sumber antigen di kornea dan dapat menimbulkan reaksi imun di tepi

Page 14: Lapsus Keratitis

kornea. Sindrom iskhemik dapat dimulai oleh berbagai stimuli. Bahwa

pada proses imunologik secara histologik terdapat sel plasma, terutama di

konjungtiva yang berdekatan dengan ulkus. Penemuan sel plasma

merupakan petunjuk adanya proses imunologik. Pada keratitis herpetika

yang kronik dan disertai dengan neo-vaskularisasi akan timbul limfosit

yang sensitif terhadap jaringan kornea.

5. Pemeriksaan Penyakit Kornea

Untuk dapat memperoleh gambaran yang komperehensif mengenai proses

patologi yang terjadi pada kornea, diperlukan data yang dapat diperoleh

melalui pemeriksaan berikut:

a. Anamnesis

Melalui anamnesis, ditanyakan adanya riwayat trauma, mengingat

keberadaan benda asing dan abrasi merupakan penyebab yang cukup

sering pada penyakit kornea. Di samping itu, ditanyakan pula mengenai

riwayat penyakit kornea sebelumnya, misalnya pada keratitis akibat

infeksi herpes simpleks. Riwayat imunodefisiensi maupun penggunaan

obat-obatan topikal, terutama kortikosteroid, penting untuk ditanyakan

karena dapat menjadi faktor predisposisi bagi pertumbuhan bakteri,

jamur, maupun virus.

Karena kornea memegang peranan sebagai salah satu media

refraksi, adanya lesi kornea umumnya menurunkan ketajaman

penglihatan, terutama untuk lesi yang berada di bagian tengah kornea,

sehingga pandangan menjadi buram seringkali menjadi salah satu

keluhan yang muncul.

Pada kornea, terdapat serabut saraf yang dapat menghantarkan

nyeri. Oleh karenanya, setiap lesi pada kornea umumnya akan

menimbulkan nyeri maupun fotofobia. Rasa nyeri akan bertambah

buruk dengan adanya pergerakan dari kelopak mata. Fotofobia pada

penyakit kornea muncul sebagai akibat dari rasa nyeri pada kontraksi

iris yang mengalami inflamasi. Dapat pula ditemukan adanya dilatasi

Page 15: Lapsus Keratitis

pembuluh darah iris sebagai respons terhadap iritasi pada ujung saraf

korneal. Pada kasus tertentu, misalnya fotofobia pada kasus keratitis

herpetikus sebagai akibat dari hipestesia yang menjadi salah satu bagian

dari perjalanan penyakitnya.2,3,4

b. Pemeriksaan Kornea (Tanda)

Hal yang harus dievaluasi dari kornea adalah transparansi (adanya

opasitas stroma dan epitelium menunjukkan scarring atau infiltrasi) dan

luster pada permukaan (absensi menunjukkan defek epitel atau lesi

kornea superfisial).5

Umumnya, seorang oftalmologis akan menggunakan slit lamp

dalam pemeriksaan. Adapun pulasan dengan satu tetes larutan

fluorescein atau rose bengal 1%, dengan sifatnya yang umumnya tidak

diabsorbsi oleh epitelium, dapat memperjelas gambaran lesi epitel

superfisial yang sulit terlihat pada pemeriksaan biasa, mulai dari

keratitis pungtata superfisial hingga erosi kornea.2-5

Topografi permukaan kornea secara kasar dapat dievaluasi

menggunakan keratoskop / Placido’s disk. Akan tetapi, hasil yang lebih

akurat dapat diperoleh melalui pemeriksaan topografi kornea yang

terkomputerisasi (videokeratoskopi).5

Sensitivitas kornea secara sederhana dapat dinilai dengan cotton

swab. Dalam hal ini, secara kasar dinilai adanya infeksi viral atau

neuropati fasialis atau trigeminalis. Densitas epitelium kornea secara

kasar dapat dinilai menggunakan slit lamp atau teknik mikroskop

spekular untuk keperluan kuantifikasi. Ukuran kornea dapat diukur

menggunakan penggaris sederhana atau keratometer Wessely.5

c. Pemeriksaan Laboratorium2

Pemeriksaan laboratorium pada penyakit kornea untuk

mengidentifikasi organisme penyebab dan memberikan terapi yang

sesuai terutama pada ulserasi supuratif. Spesimen dapat diambil dari

kerokan kornea yang kemudian diberikan pewarnaan Gram ataupun

Page 16: Lapsus Keratitis

Giemsa. Selain kerokan kornea, spesimen juga dapat diambil dari

kontaks lens pasien ataupun larutan kontak lens tersebut.

Pemeriksaan dengan PCR dapat dilakukan untuk dapat

mengidentifikasi virus, acanthamoeba dan jamur dengan cepat.

Pemeriksaan melalui kultur, biasanya dilakukan pada semua kasus

infeksi bakteri dan fungi pada kunjungan pertama. Kultur

acanthamoeba atau virus dapat dikerjakan bergantung pada gambaran

klinis dan tidak adanya respon terapi infeksi bakteri.

6. Klasifikasi2,3

Berdasarkan morfologik lesi kornea, keratitis dibagi menjadi : 2

a. Keratitis Epitelial

Epitel kornea terlibat pada sebagian besar konjungtivitis dan keratitis.

Perubahan-perubahan epithelial bervariasi dari edema sederhana dan

vakuolisasi, hingga erosi, formasi filament dan keratinisasi parsial.

Lesinya pun berbeda-beda dari tiap kornea. Variasi ini memiliki

signifikasi diagnostik yang penting.

Page 17: Lapsus Keratitis
Page 18: Lapsus Keratitis

b. Keratitis Subepitelial

Keratitis subepitelial biasanya disebabkan secara sekunder oleh keratitis

epitelial

c. Keratitis Stromal

Pada keratitis stroma, terdapat respon stroma kornea terhadap penyakit

yang ditunjukkan dengan akumulasi dari sel radang, edema yang

menyebabkan penebalan kornea, opaksifikasi atau parut, nekrosis dan

vaskularisasi. Pola dari respon pada keratitis stroma ini tidak spesifik

untuk setiap penyebabnya sehingga diperlukan informasi klinis lainnya

untuk mengidentifikasi secara jelas.

d. Keratitis Endotelial

Terjadi disfungsi dari endotel kornea yang menyebabkan edema kornea

mengenai stroma terlebih dahulu dan kemudian epitel. Penemuan sel

radang berupa persipitat keratic pada endothelium tidak selalu

merupakan indikasi dari penyakit endotelial karena manifestasi dari dari

anterior uveitis tidak selalu diikuti oleh keratitis stroma.

Berdasarkan lapisan kornea yang terkena, keratitis dibagi menjadi:

a. Keratitis Pungtata5

Keratitis yang terkumpul di daerah Bowman, dengan infiltrat berbentuk

bercak-bercak halus. Keratitis pungtata superfisial memberikan

gambaran seperti infiltrat halus bertitik-titik pada permukaan kornea.

Merupakan cacat halus kornea superfisial dan hijau bila diwarnai

fluoresein. Sedangkan

keratitis pungtata

subepitel adalah keratitis yang

terkumpul di daerah membran

Bowman.

Gambar 2. Jenis Utama Keratitis Epitelial

Page 19: Lapsus Keratitis

Gambar 3. Keratitis pungtata5

b. Keratitis Marginal6

Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan

limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis

kataral atau keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya

terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya

blefarokonjungtivitis.

Gambar 4. Keratitis Marginal6

c. Keratitis Interstitial3

Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh

darah ke dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi

kornea. Keratitis interstitial dapat berlanjut menjadi kebutaan. Sifilis

adalah penyebab paling sering dari keratitis interstitial.

Page 20: Lapsus Keratitis

Gambar 5. Keratitis Interstitial6

Berdasarkan penyebabnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:

1. Keratitis Bakteri1,2

Faktor Risiko

Setiap faktor atau agen yang menciptakan kerusakan pada epitel

kornea adalah potensi penyebab atau faktor risiko bakteri keratitis,

beberapa faktor risiko terjadinya keratitis bakteri diantaranya:

a) Penggunaan lensa kontak

b) Trauma

c) Kontaminasi pengobatan mata

d) Riwayat keratitis bakteri sebelumnya

e) Riwayat operasi mata sebelumnya

f) Gangguan defense mechanism

g) Perubahan struktur permukaan kornea

Etiologi

Page 21: Lapsus Keratitis

Manifestasi Klini s

Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada

mata yang terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan

menjadi kabur. Pada pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan

hiperemis perikornea, blefarospasme, edema kornea, infiltrasi kornea

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan kultur bakteri dengan menggores ulkus kornea dan

bagian tepinya menggunakan spatula steril kemudian ditanam di media

cokelat, darah dan agar Sabouraud, kemudian dilakukan pengecatan

dengan Gram. Biopsi kornea menggunakan blade kornea bila

ditemukan infiltrat dalam di stroma jika kultur negatif dan tidak ada

perbaikan klinis.

Terapi

Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil menunggu

hasil kultur bakteri.

Gambar 7. Keratitis ulseratif supuratif disebabkan oleh P.aeruginosa1

Gambar 6. Etiologi Keratitis Bakterial

Page 22: Lapsus Keratitis

2. Keratitis Fungi (Jamur)1,2,3

Etiologi

Keratitis jamur dapat disebabkan oleh:

a) Jamur berfilamen (filamentous fungi)

Bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa, terdiri dari:

1) Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp,

Cladosporium sp, Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora

sp, Curvularia sp, Altenaria sp.

2) Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.

b) Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan

tunas : Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.

c) Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media

pembiakan membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies

sp, Histoplastoma sp, Sporothrix sp.

Patologi

Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamella

kornea. Mungkin ada nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas

dengan edema serat kolagen dan keratosit. Reaksi inflamasi yang

menyertai kurang terlihat daripada keratitis bakterialis. Abses cincin

steril mungkin ada yang terpisah pusat ulkus. Mikroabses yang multiple

Gambar 8. Terapi inisial untuk keratitis bakteri1

Page 23: Lapsus Keratitis

dapat mengelilingi lesi utama. Hifa berpotensi masuk ke membrane

descemet yang intak dan menyebar ke kamera okuli anterior.

Manifestasi Klinis

Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena

infeksi jamur dalam bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan

antigen jamur yang larut. Agen-agen ini dapat menyebabkan nekrosis

pada lamella kornea, peradangan akut, respon antigenik dengan formasi

cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat.

Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat

menunjukkan infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaan kasar,

dan bagian kornea yang tidak meradang tampak elevasi keatas. Lesi

satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama dan berhubungan dengan

mikroabses stroma. Plak endotel dapat terlihat paralel terhadap ulkus.

Cincin imun dapat mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi

antara antigen jamur dan respon antibodi tubuh. Sebagai tambahan,

hipopion dan sekret yang purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi

konjungtiva dan kamera okuli anterior dapat cukup parah. Untuk

menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut :

Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama

Lesi satelit

Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan

seperti hifa di bawah endotel utuh

Plak endotel

Hypopyon, kadang-kadang rekuren

Formasi cincin sekeliling ulku

Lesi kornea yang indolen

Page 24: Lapsus Keratitis

Gambar 6. Keratitis Fungi6

1. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan kornea

(sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus

dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram,

Giemsa atau KOH + Tinta India.

Biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff atau

Methenamine Silver.

2. Terapi

Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi:

Polyenes termasuk natamycin, nistatin, dan amfoterisin B.

Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole,

Miconazole, flukonazol, itraconazole, econazole, dan clotrimazole.

3. Keratitis Virus

4. Keratitis Herpetik

a. Keratitis Infeksi Herpes Zoster

b. Keratitis Infeksi Herpes Simplek :

Keratitis Dendritik dan Keratitis Disiformis

5. Keratitis Alergi

a. Keratokonjungtivitis

b. Keratokonjungtivitis epidemi

Page 25: Lapsus Keratitis

c. Tukak atau ulkus fliktenular

d. Keratitis fasikularis

e. Keratokonjungtivitis vernal

Berdasarkan bentuk klinisnya, keratitis diklasifikasikan menjadi:

1. Keratitis Flikten

2. Keratitis Sika

3. Keratitis Neuroparalitik

4. Keratitis Numuralis

A. Keratitis Virus2,4

1. Etiologi

Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering

pada kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host,

merupakan parasit intraselular obligat, dapat ditemukan pada mukosa,

rongga hidung, rongga mulut, vagina dan mata. Penularan dapat terjadi

melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut,

alat kelamin yang mengandung virus.

2. Patofisiologi

Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :

Pada epitelial : kerusakan terjadi akibat pembiakan virus intraepitelial

mengakibatkan kerusakan sel epitel dan membentuk tukak kornea

superfisial.

Pada stromal : terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang

menyerang yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke

dalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk

merusak virus tetapi juga akan merusak stroma di sekitarnya.

3. Manifestasi Klinis

Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan

kabur, mata berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika

bagian pusat yang terkena.

Infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis

folikularis akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan

Page 26: Lapsus Keratitis

kelenjar limfe regional. Kebanyakan penderita juga disertai keratitis epitelial dan

dapat mengenai stroma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat

sembuh sendiri, akan tetapi pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh

sangat lemah akan menjadi parah dan menyerang stroma

Gambar 7. Keratitis Virus Herpes Simpleks

4. Pemeriksaan Penunjang

Usapan epitel dengan Giemsa multinuklear noda dapat menunjukkan sel-sel

raksasa, yang dihasilkan dari perpaduan dari sel-sel epitel kornea yang terinfeksi

dan virus intranuclear inklusi

5. Terapi

Debridement

Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement

epithelial, karena virus berlokasi didalam epithelial. Debridement juga

mengurangi beban antigenic virus pada stroma kornea. Epitel sehat

melekat erat pada kornea namun epitel yang terinfeksi mudah

dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas

khusus. Obat siklopegik seperti atropine 1% atau homatropin 5%

diteteskan kedalam sakus konjungtiva, dan ditutup dengan sedikit

tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya

sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam.

Terapi Obat

IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1%

dan diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam)

Page 27: Lapsus Keratitis

Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk

salep

Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1%

setiap 4 jam

Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.

Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat,

khususnya pada orang atopi yang rentan terhadap penyakit

herpes mata dan kulit agresif.

Terapi Bedah

Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi

penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun

hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif.

B. Keratitis Alergi2,3,4

1. Etiologi

Reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata, biasanya

penderita sering menunjukkan gejala alergi terhadap tepung sari rumput-

rumputan.

2. Manifestasi Klinis

Bentuk palpebra: cobble stone (pertumbuhan papil yang besar), diliputi

sekret mukoid.

Bentuk limbus: tantras dot (penonjolan berwarna abu-abu, seperti lilin)

Gatal

Fotofobia

Sensasi benda asing

Mata berair dan blefarospasme

3. Terapi

Biasanya sembuh sendiri tanpa diobati

Steroid topikal dan sistemik

Kompres dingin

Obat vasokonstriktor

Page 28: Lapsus Keratitis

Cromolyn sodium topikal

Koagulasi cryo CO2.

Pembedahan kecil (eksisi).

Antihistamin umumnya tidak efektif

Kontraindikasi untuk pemasangan lensa kontak

Klasifikasi keratitis berdasarkan bentuk klinisnya, yaitu:

A. Keratitis Flikten/Skrofulosa/Eksemtosa3

Flikten merupakan benjolan berdiameter 1-3 mm berwarna abu-abu pada

lapisan superfisial kornea. Epitel diatasnya mudah pecah dan membentuk

ulkus. Ulkus ini dapat sembuh atau tanpa meninggalkan sikatrik. Adapula

ulkus yang menjalar dari pinggir ke tengah, dengan pinggir meninggalkan

sikatrik sedangkan bagian tengah nya masih aktif, yang disebut wander

phlyctaen. Keadaan ini merupakan proses yang mudah sembuh, tetapi

kemudian kambuh lagi di tempat lain bila penyebabnya masih ada dan dapat

menyebabkan kelainan kornea berbentuk bercak-bercak sikatrik, menyerupai

pulau-pulau yang disertai ‘geographic pattern’.

B. Keratitis Sika6

Merupakan peradangan konjungtiva dan kornea akibat keringnya permukaan

kornea dan konjungtiva. Penyebab keringnya permukaan konjungtiva dan

kornea, yaitu:

Berkurangnya komponen lemak, seperti pada blefaritis

Berkurangnya airmata, seperti pada syndrome syrogen, setelah memakai

obat diuretik, atropin atau dijumapai pada usia tua.

Berkurangnya komponen musin, dijumpai pada keadaan avitaminosis A,

penyakit-penyakit yang menyebabkan cacatnya konjungtiva, seperti

trauma kimia, Sindrom Steven Johnson, trakoma.

Penguapan yang berlebihan seperti pada kehidupan gurun pasir,

lagoftalmus, keratitis neuroparalitika.

Adanya sikatrik pada kornea.

Page 29: Lapsus Keratitis

Gejala klinis yang sering timbul yaitu mengeluh mata terasa gatal, terasa

seperti ada pasir,fotopobi,visus menurun, secret lengket, mata terasa kering.

Dari hasil pemeriksaan didapatkan sekret mukus dengan tanda-tanda

konjungtivitis dengan xerosis konjuntiva, sehingga konjungtiva bulbi edema,

hiperemi, menebal, kering, tak mengkilat, warnanya mengkilat. Terdapat

infiltrat-infiltrat kecil,letak epiteleal,tes fluoresen (+). Terdapat juga benang-

benang (filamen) yang sebenarnya sekret yang menempel, karena itu, disebut

juga keratitis filamentosa.

C. Keratitis Numularis6

Diduga dari virus. Pada klinis, tanda-tanda radang tidak jelas, terdapat infiltrat

bulat-bulat subepitelial di kornea, dimana tengahnya lebih jernih, disebut halo

(diduga terjadi karena resorpsi dari infiltrat yang dimulai di tengah). Tes

fluoresen (-). Keratitis ini kalau sembuh meninggalkan sikatrik yang ringan.

2.2.6 Komplikasi2,3

Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan

akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis sampai

hilangnya penglihatan (kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain diantaranya:

Gangguan refraksi

Jaringan parut permanent

Ulkus kornea

Perforasi kornea

Glaukoma sekunder

2.2.7 Prognosis2

Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika

tidak diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks

dan dapat mengakibatkan hilang penglihatan selamanya.

Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari:

Page 30: Lapsus Keratitis

Virulensi organisme

Luas dan lokasi keratitis

Hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen

American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea.

San Fransisco 2008-2009. p. 179-90

Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17.

Jakarta : EGC. 2009. p. 125-49.

Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata edisi–2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002.

p.113–116

Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media

Aesculapius FKUI. Hal: 56

Thygeson P. "Superficial Punctate Keratitis". Journal of the American

Medical Association.1997. 144:1544-1549. Available at : http://webeye.

ophth.uiowa.edu/ dept/service/cornea/cornea.htm (accessed: Juli 2011)

Reed, KK. 2007. Thygeson's SPK photos. Nova Southeastern University

College of Optometry 3200 South University Drive Ft. Lauderdale,

Florida. Available at: http://www.fechter.com/Thygesons.htm. (accessed:

Juli 2011)