lapsus mola hidatidosa (mega)

38

Click here to load reader

Upload: bocahbritpop

Post on 12-Dec-2015

37 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

tes

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Laporan Kasus

Universitas Mulawarman

MOLA HIDATIDOSA

oleh:

Ayu Herwan Mardatillah

0910015020

Pembimbing:

dr. Novia Fransiska Ngo, Sp. OG

1

Page 2: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Laboratorium Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

2015

BAB 1

PENDAHULUAN

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian atau seluruh

vili korialisnya mengalami degenerasi berupa gelembung yang menyerupai

anggur. Frekuensi mola hidatidosa umumnya di wanita Asia lebih tinggi (1 per

120 kehamilan) daripada wanita di negara Barat (1 per 2.000 kehamilan)

(Hadijanto, 2009; Syafii, Aprianti, & Hardjoeno, 2006; Mansjoer, Triyanti,

Savitri, Wardhani, & Setiowulan, 2000). Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi

di Asia, Afrika dan Amerika Latin dibandingkan dengan Negara-negara barat. Di

negara-negara barat dilaporkan 1 : 200 atau 2000 kehamilan. Di Negara-negara

berkembang: 100 atau 600 kehamilan. (Fitriani, 2009).

Di Indonesia, mola hidatidosa dianggap sebagai penyakit yang penting

dengan insiden yang tinggi (data RS diIndonesia, 1 per 40 persalinan), faktor

risiko banyak, penyebaran merata serta sebagian besar data masih berupa hospital

based. Soejoenoes dkk (1967) melaporkan 1 : 85 kehamilan; RS Dr. Cipto

Mangunkusomo Jakarta 1 : 31 persalinan dan 1 : 9 kehamilan ; Luat A. Siregar

(Medan) tahun 1982 : 11-16 per 1000 kehamilan; Soetomo (Surabaya) 1:80

persalinan; Djamhoe Martaadisoebrata (Bandung); 9-12 per 1000 kehamilan.

Biasanya dijumpai lebih seringpada umur reproduktif (14-45 tahun) dan

multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola akan

lebih besar. Faktor risiko mola hidatidosa terdapat pada usia kurang dari 20 tahun

2

Page 3: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

dan di atas 35 tahun, gizi buruk, riwayat obstetri, etnis dan genetik. (Syafii,

Aprianti, & Hardjoeno, 2006; Fitriani, 2009).

Mola hidatidosa diklasifikasikan menjadi mola hidatidosa komplet dan

parsial. Mola hidatidosa komplet tidak memungkinkan terjadinya embriogenesis

sehingga tidak pernah mengandung bagian janin.Mola hidatidosa pasrsial masih

memungkinkan pembentukan mudigah awal sehingga mengandung bagian-bagian

janin, memiliki beberapa vilus korion normal, dan hamper selelu triploid (misal

69, XXY;) (Crum, Lester, & Cotran, 2007)

Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah

jantung, atau tirotoksikosis. Di Negara maju kematian karena mola hampir tidak

ada lagi, akan tetapi di Negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar

antara 2,2% dan 5,%. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah

jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian

menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma (Hadijanto, 2009).

Secara keseluruhan, 80% hingga 90 % mola tetap jinak setelah kuretase bersih;

10% mola komplet menjadi invasive, tetapi tidak lebih dari 2% hingga 3% yang

menjadi koriokarsinoma. Hampir 20% dari mola hidatidosa sempurna

berkembang menjadi tumor trofoblastik (Crum, Lester, & Cotran, 2007).

Oleh karena itu, perlu untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan

mengarahkan pemeriksaan yang diperlukan demi penegakan mola hidatidosa lebih

dini.

3

Page 4: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

BAB 2

LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Minggu, 26 Juli

2015 pukul 21.30 wita di Ruang VK Mawar RSUD AW. Sjahranie Samarinda.

Anamnesis

Identitas pasien:

Nama : Ny. Y

Umur : 28 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SMK

Pekerjaan : Swasta

Suku : Banjar

Alamat : Jl. Sambutan Sindang Sari RT.02

Masuk Rumah Sakit : 27 Juli 2015

Identitas suami:

Nama : Tn. M

Umur : 30 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : D3

Pekerjaan : Swasta

4

Page 5: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

Suku : Banjar

Alamat : Jl. Sambutan Sindang Sari RT.02

Keluhan Utama

Keluar darah dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak 12 jam

SMRS. Darah berwarna merah segar tidak disertai gumpalan-gumpalan, dan tidak

disertai keluarnya gelembung-gelembung berwarna putih. Keluhan disertai nyeri

perut bagian bawah. Selama sekitar 12 jam pasien menggunakan 7 pembalut.

Pasien mengalami mual tetapi tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.

Sebelumnya pasien berobat ke bidan di dekat rumahnya kemudian bidan

menyarankan agar ke Rumah Sakit. Pasien mengaku selama hamil ini telah 4 kali

kontrol kehamilan dan melakukan pemeriksaan USG. Pada 2 kali pemeriksaan

USG terakhir, yaitu 1 hari SMRS dokter Sp. OG mengatakan bahwa pasien

mengalami hamil anggur.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyangkal riwayat penyakit asma, jantung, tekanan darah tinggi dan

tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ditemukan riwayat penyakit dalam keluarga

Riwayat Haid

- Menarche usia 14 tahun

- Lama haid 3 hari

- Hari Pertama Haid Terakhir : 10-01-2015

- Taksiran Persalinan : 17-10-2015

Riwayat Perkawinan

5

Page 6: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

Perkawinan pertama, kawin usia 23 tahun, lamanya pernikahan dengan suami

sekarang adalah 5 tahun.

Riwayat Obstetrik

No Tahun

Tahun

Tempat

Partus

Umur

Kehamilan

Jenis

Persalinan

Penolong

Persalinan

Jenis

Kelamin

Anak /

BB

Keadaan Anak

Sekarang

1 2015 Hamil ini

Kontrasepsi

Tidak menggunakan kontrasepsi

Pemeriksaan fisik

1. BB/TB : 65 kg, tinggi badan 163 cm

2. Keadaan Umum : Baik

3. Kesadaran : Komposmentis, GCS : E4V5M6

4. Tanda vital:

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Frekuensi nadi : 80 x/menit

Frekuensi napas : 16 x/menit

Suhu : 36.3 °C

5. Status generalis:

Kepala : Normochepali

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-)

Telinga/hidung/tenggorokan : tidak ditemukan kelainan

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax:

Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : hepar: pembesaran (-), limpa: pembesaran (-)

6. Ekstremitas : Atas: akral hangat

6

Page 7: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

Bawah: edema tungkai (-/-), varices (-/-),

7. Status Obstetrik:

1. Inspeksi :Perut tampak datar, linea nigra (-),

hiperpigmentasi (-), striae (-)

2. Palpasi : Tinggi Fundus Uteri (TFU) Setinggi pusat

3. VT : tidak dilakukan

Pemeriksaan Penunjang

Laboaratorium

Jenis

PemeriksaanNilai Normal

23/7/15 26/7/15 3/8/15

Pemeriksaan Darah Lengkap

Hb 11,0-16,00 g/dL 13,2 11,9

Ht 37-54% 35,4

BT 2-5’ 3’

CT 5-10’ 8’

Leu 4000-10.000 μL 14.200 11.400

Tr 150.000-450.000 μL 351.000 303.000

Pemeriksaan Kimia Darah

GDS 60-150 mg/dl 85 70

Ureum 10-40 21 20,8

Creatinin 0,5-1,5 0,8 0,6

HbsAg NR NR NR

112 NR NR NR

Hormon

Beta HCG

kuantitatif

(mIU/ml)

Usia kehamilan

(minggu)

1-3 : 5-50

4 : 5-425

5 : 20 – 7400

112.496 3.094

7

Page 8: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

6 : 1.000 – 56.000

7-8 : 7.600 – 230.000

9 – 12 : 25.000 –

290.000

Pemeriksaan Urin

Bilirubin Negatif +1

Eritrosit 0-1/lpb 50-60

Hemoglobin/

Darah

Negatif +4

Plano Test +

Rontgen Torax

23 Juli 2015 (Laboratorium swasta)

Sinus, diaphragm dan cor normal

Pulmo: corakan bronchovaskuler agak ramai, terutama paracardial

Hili agak lebar

Tidak tampak cavitas, perselubungan atau pun pleural effusion.

Tidak tampak fraktur atau kelainan pada thoracis

Kesan : Bronhitis

Diagnosis kerja

G1P0A0 gravid 13-14 minggu + mola hidatidosa

Penatalaksanaan

Lapor Sp. OG, anjuran :

Rencana Kuretase

Lembar Observasi

26/7/15 27/7/15 28/7/15 29/7/15

S Keluar darah

dari jalan lahir

Perdarahan

(+), 6x ganti

Perdarahan Flek

(+) sudah

Keluhan tidak ada,

perdarahan (-)

8

Page 9: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

pembalut,

mules (+)

berkurang

O CM, TD :

130/80 mmHg,

N : 80 x/menit,

RR : 16

x/menit, T:

36,3 C, TFU :

Sepusat

CM, TD :

130/90 mmHg,

N : 80 x/menit,

RR : 20

x/menit, T:

36,5 C, TFU :

Sepusat

CM, TD :

130/80 mmHg,

N : 80 x/menit,

RR : 20

x/menit, T: 36,7

C,

CM, TD : 100/60

mmHg, N : 69

x/menit, RR : 18

x/menit,

A G1P0A0

gravid 13-14

minggu + mola

hidatidosa

G1P0A0

gravid 13-14

minggu + mola

hidatidosa

G1P0A0 gravid

13-14 minggu +

mola hidatidosa

Mola hidatidosa

post kuret mola I

P Pro Kuretase Pro Kuretase

Ro. Thorax

Pro Kuret hari

ini

Cefadroxyl 2 x

500 mg

Asam Mefenamat

3 x 500 mg

Pulang

Laporan Operasi

28 Juli 2015

- posisi litotomi

- Sediaan : 20 cc

Kerokan : jumlah sekitar 300 ml

Jaringan sekitar 100 ml

Kuretase

Terapi Post Operasi:

- Diet Halus

- Cefadroxyl 3 x 1

- Asam Mefenamat 3 x 1

- Drip Oksitosin 2 ampul s/d 8 jam

9

Page 10: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

- Cek Beta HCG kuantitatif post kuretase

Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi:

29 Juli 2015

Makroskopis:

Diterima jaringan cokelat kehitaman rapuh 20 cc

Mikroskopis:

Sediaan jaringan terlihat sebagian besar nekrosis dengan area-area perdarahan

dengan sel-sel trophoblast nekrotik yang tersebar diffuse

Kesimpulan:

Cavum uteri, kerokan:

Sisa trophoblast

10

Page 11: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di

mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan

berupa degenerasi hidropik (Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani, &

Setiowulan, 2000; Hadijanto, 2009). Mola hidatidosa merupakan salah satu bagian

di dalam kategori tumor trofoblastik atau yang disebut dengan istilah penyakit

trofoblastik gestasional (Crum, Lester, & Cotran, 2007).

2.2 Epidemiologi

Mola hidatidosa terjadi pada sekitar 1 dalam 1000 kehamilan di Amerika

Serikat dan Eropa. Frekuensi mola hidatidosa pada kehamilan yang terjadi pada

awal atau akhir usia subur relatif lebih tinggi. Efek paling berat dijumpai pada

wanita berusia lebih dari 45 tahun, dengan frekuensi lesi relative lebih dari 10 kali

lipat dibandingkan pada usia 20 sampai 40 tahun. Kekambuhan mola hidatidosa

dijumpai pada sekitar 1 sampai 2 persen kasus (Cuningham & dkk, 2005).

Insidensi mola hidatidosa komplet adalah sekitar 1-1,5 per 2000 kehamilan

di Amerika Serikat dan Negara Barat lainnya. Karena alasan yang tidak diketahui,

insidensi penyakit ini jauh lebih tinggi di Negara Asia. Mola paling sering terjadi

pada usia sebelum 20 dan setelah 45 tahun, dan adanya riwayat mola

meningkatkan risiko untuk kehamilan berikutnya. Meski pun biasanya ditemukan

pada minggu kehamilan 12 hingga 14 karena gestasi yang “terlalu besar untuk

11

Page 12: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

usianya”, pemantauan dini kehamilan dengan ultrasonografi telah berhasil

menurunkan usia gestasi saat penyakit terdeteksi sehingga diagnosis dapat

ditegakkan lebih dini. Pada dua keadaan, penigkatan kadar hCG dalam darah ibu

bersamaan dengan tidak adanya bagian janin atau bunyi jantung janin (Crum,

Lester, & Cotran, 2007).

2.3 Etiologi

Mola terjadi akibat dari kelainan pembuahan, pada mola komplet, sebuah

telur kosong dibuahi oleh dua spermatozoa (atau satu sperma diploid),

menghasilkan kariotip diploid, sedangkan pada mola parsial sebuah telur normal

dibuahi oleh dua spermatozoa (atau satu spermatozoa diploid) sehingga terbentuk

kariotipe triploid (Crum, Lester, & Cotran, 2007). Kondisi yang menyebabkan

terjadinya mola hidatidosa ini dapat dilakukan dengan analisis DNA (Ngan &

dkk, 2012).

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya mola hidatidosaantara

lain (Fitriani, 2009):

Faktor ovum: ovum sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat

dikeluar-kan.

Umur di bawah 20 tahun dan di atas 40 tahun.

Imunoselektif dari trofoblas.

Keadaan sosioekonomi yang rendah dan defisiensi gizi; mola hidatidosa

banyak ditemukan pada mereka dengan status ekonomi yang rendah

serta diet rendah protein.

Paritas tinggi.

Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

Ada beberapa teori yang menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblas

(Fitriani, 2009):

Teori Missed abortion

12

Page 13: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

Mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu (missed abortion), karena

itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan

dalam jaringan mesenkim dari vili dan akhirnya terbentuk gelembung-

gelembung.

Teori neoplasma dari Park

Dikatakan yang abnormal adalah sel- sel trofoblas, yang mempunyai

fungsi abnormal pula, dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke-

dalam vili sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan

peredaran darah dan kematian mudigah

2.4 Klasifikasi

a. Mola Hidatidosa Sempurna

Mola hidatidosa komplet tidak memungkinkan terjadinya embriogenesis

sehingga tidak pernah mengandung bagian janin. Semua vilus korion abnormal

(46,XX atau, yang jarang 46, XY) (Crum, Lester, & Cotran, 2007).

Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Ukuran

vesikel bervariasi dari sulit dilihat sampai berdiameter beberapa sentimeter dan

sering berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan

histologist yang diperlihatkan ditandai oleh (Cuningham & dkk, 2005):

Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma vilus

Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak

Proliferasi epitel trofoblas dengan derajat bervariasi

Tidak adanya janin dan amnion.

Pada pemeriksaan sitogenetik terhadap kehamilan mola sempurna

menemukan komposisi kromosom yang umumnya (85 % atau lebih) adalah 46 xx,

dengan kromosom seluruhnya berasal dari ayah. Fenomena ini dsebut sebagai

androgenesis. Risiko tumor trofoblastik yang berkembang dari mola sempurna

adalah sekitar 20% (Cuningham & dkk, 2005).

b. Mola Hidatidosa Parsial

13

Page 14: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan

mungkin tampak sebagian jaringan janin, biasanya paling tidak kantung amnion,

keadaan ini diklasifikasikan sebagai mola hidatidosa parsial. Terjadi

pembengkakan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian vili yang

biasanya avaskular, sementara vili-vili berpembuluh lainnya dengan sirkulasi

janin-plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Hyperplasia trofoblastik lebih

bersifat fokal daripada generalisata.

Janin pada mola parsial biasanya memiliki tanda-tanda triploidi, yang

mencakup malformasi congenital multiple dan hambatan pertumbuhan serta tidak

viable. Mola hidatidosa mungkin diikuti oleh tumor trofoblastik nonmetastatik

pada 4 sampai 8 persen kasus. Risiko koriokarsinoma yang berasal dari mola

parsial sangat rendah (Cuningham & dkk, 2005).

Mola hidatidosa pasrsial masih memungkinkan pembentukan mudigah

awal sehingga mengandung bagian-bagian janin, memiliki beberapa vilus korion

normal, dan hamper selalu triploid (misal 69, XXY;) (Crum, Lester, & Cotran,

2007)

2.5 Gejala dan Tanda

Gambaran klinis sebagaian besar kehamilan mola telah banyak berubah

dalam 20 tahun terakhir karena penggunaan ultrasonografi transvagina dan hCG

serum kuantitatif menyebabkan diagnosis ditegakkan lebih dini. Tanda-tanda

klinis yang dapat terjadi antara lain (Cuningham & dkk, 2005):

a. Perdarahan

Perdarahan uterus hamper universal dan dapat bervariasi dari

bercak sampai perdarahan berat. Perdarahan mungkin terjadi sesaat

sebelum abortus atau, yang lebih sering, terjadi secara intermiten selama

beberapa minggu bahkan bulan. Kadang-kadang terjadi perdarahan yang

tertutup di dalam uterus. Anemia defisiensi besi sering dijumpai dan

kadang-kadang terdapat eritropoiesis megaloblastik, mungkin akibat

kurangnya asupan gizi karena mual dan muntah disertai menungkatnya

kebutuhan folat trofoblas yang cepat berproliferasi.

14

Page 15: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

b. Ukuran Uterus

Uterus sering membesar lebih cepat dari pada biasanya. Uterus

mungkin sulit diidentifikasi secara pasti dengan palpasi, terutama pada

wanita nulipara, karena konsistensinya yang lunak di bawah dinding

abdomen yang kencang. Kadang-kadnag ovarium sangat membesar akibat

kista-kista teka lutein sehingga sulit dibedakan dari uterus yang membesar.

c. Aktivitas Janin

Walau pun uterus cukup membesar sehingga mencapai jauh di atas

simfisis, bunyi jantung janin biasanya sulit terdeteksi. Walaupun jarang,

mungkin terdapat plasenta kembar dengan perkembangan kehamilan mola

sempurna pada salah satunya, sementara plasenta lain dan janinnya tampak

normal.

d. Hipertensi akibat kehamilan.

Yang dangat penting adalah kemungkinan terjadinya preeclampsia

pada kehamilan dengan mola, yang menetap sampai trimester kedua.

e. Hiperemesis

Pasien dapat mengalami mual dan muntah yang cukup berat.

f. Tirotoksikosis

Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering

meningkat, tetapi jarang menyebabkan gejala klinis hipertiroidisme.

Tiroksin bebas dalam serum meningkat akibat efek gonadotropin korionik

atau varian-variannya yang mirip tirotropin.

g. Embolisasi

Saat evakuasi trofoblas dengan atau tanpa stroma vilus, lolos dari

uterus melalui aliran vena dalam jumlah bervarasi. Volumenya dapat

15

Page 16: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

mencapai sedemikian sehingga menimbulkan gejala dan tanda embolisme

paru akut dan bahkan hasil yang fatal.

2.6 Diagnosis

Suatu keadaan yang mengarahkan kecurigaan kepada mola hidatidosa

adalah jika terdapat perempuan dengan amenore, perdarahan pervaginam, uterus

yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti

seperti balotemen dan detak jantung janin. Untuk memperkuat diagnosis dapat

dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin immunoassay.

Peninggian hCG, terutama dari hari ke-100, sangat sugestif. Bila belum jelas

dapat dilakukan pemeriksaan USG, di mana kasus mola menunjukkan gambaran

yang khas, yaitu badai salju (snow flake pattern) atau gambaran seperti sarang

lebah (honey comb) (Hadijanto, 2009; Ngan & dkk, 2012).

Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung

mola. Umumnya jika sudah keluar gelembung mola kondisi tersebut disertai

pengeluaran darah yang banyak, sehingga lebih baik mendiagnosa mola sebelum

keluar gelembung mola (Hadijanto, 2009).

Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik,

sehingga seringkali sulit dibedakan dengan kehamilan anembrioneik, missed

abortion, abortus inkompletus, atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II

gambaran mola hidatidosa pada umumnya lebih spesifik. Kavum uteri berisi

massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekoik vesicular berdiameter antara 5-

10 m. gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang lebah (honey

comb) atau badai salju (snow storm). Pada 20 – 50 % kasus dijumpai adanya

massa kistik multilokuler di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka

lutein (Hadijanto, 2009).

Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian berisi

janin yang ukurannya reltif kecil dari umur kehamilannya disebut mola parsialis.

Umumnya janin mati pada bulan pertama, tapi ada juga yang hidup sampai cukup

besar atau bahkan aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa vili

yang edema dengan sel trofoblas yang tidak berproliferasi, sedangkan di tempat

lain masih tampak vili yang normal. (Hadijanto, 2009).

16

Page 17: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

Secara singkat, gambaran klinis dan diagnostic suatu mola hidatidosa

sempurna adalah sebagai berikut (Cuningham & dkk, 2005):

Pengeluaran darah yang terus menerus atau intermiten yang terjadi mulai

usia gestasi sekitar 12 minggu, biasanya tidak banyak, dan sering

cenderung cokelat dari pada merah

Pembesaran uterus melebihi durasi kehamilan pada sekitar separuh kasus

Tidak adanya bagian-bagian janin dan bunyi jantung janin walau pun

uterus telah membesar sampai setinggi pusat atau lebih.

Gambaran ultrasonografi yang khas

Kadar gonadotropin korionik serum lebih tinggi daripada yang

diperkirakan untuk tahap gestasinya

Preeclampsia-eklampsia yang timbul sebelum usia gestasi 24 minggu

Hiperemesis gravidarum

Kadar β-hCG menurut usia kehamilan (Fitriani, 2009)

Prosentase peningkatan kada β-hCG menurut diagnose (Fitriani, 2009)

17

Page 18: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

Pada pemeriksaan patologi mola hidatidosa biasanya berupa suatu massa

besar vilus korion yang membengkak, kadang-kadang mengalamai dilatasi kistik,

dan secara makroskopis tampak seperti anggur. Vilus yang membengkak ditutupi

oleh epitel korion dari yang banl hingga yang sangat atipikal (Crum, Lester, &

Cotran, 2007).

Secara makroskopik, mola hidatidosa berupa gelembung-gelembung putih,

tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa

millimeter sampai 1 sampai 2 cm. Gambaran histopatologi yang khas dari mola

hidatidosa adalah edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada

vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel trofoblas. (Hadijanto, 2009).

Substansi vilus adalah edematosa miksomatosa longgar. Epitel korion hamper

selalu memperlihatkan proliferasi sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas.

Proliferasinya mungkin ringan, tetapi pada banyak kasus tampak hyperplasia

sirkumferensial yang mencolok. Penentuan derajat histologik untuk

memperkirakan hasil akhir klinis telah diganti oleh pemeriksaan cermat kadar

hCG. Pada mola parsial, edema vilus hanya mengenai sebagian vilus dan

proliferasi trofoblastiknya bersifat fokal dan ringan (Crum, Lester, & Cotran,

2007).

Terdapat beberapa penyakit yang dapat didiagnosis banding dengan mola

hidatidosa, antara lain kehamilan multiple, hidramnion, abortus, mioma uteri

(Fitriani, 2009).

2.7 Penatalaksanaan

Terapi mola hidatidosa terdiri dari dua fase, yaitu evakuasi mola segera dan

tindak lanjut untuk mendeteksi proliferasi trofoblas persisten atau perubahan

keganasan. Evaluasi awal harus dilakukan sebelum evakuasi atau histerektomi

yang mencakup pemeriksaan radiografi toraks untuk mencari lesi paru. Beberapa

pilihan dalam terapi mola hidatidosa, antara lain (Cuningham & dkk, 2005):

1. Terminasi kehamilan mola

2. Kemoterapi profilaktik

3. Aspirasi vakum

4. Oksitosin, prostaglandin, dan histerotomi

18

Page 19: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

5. Histerektomi

Pengelolaan mola hidatidosa dapat terdiri dari 4 tahap berikut ini (Hadijanto,

2009):

a. Perbaikan Keadaan Umum

Pemberian transfuse darah untuk memperbaiki syok atau anemia dan

menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeclampsia atau

tirotoksikosis (Ngan & dkk, 2012).

b. Pengeluaran jaringan mola

Ada dua cara yaitu (Ngana & dkk, 2012) (Hadijanto, 2009):

Vakum kuretase

Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa

pembiusan. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula

uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan kuretase dengan

menggunakan sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret

cukup dilakukan 1 kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya

dilakukan bila ada indikasi. Sebelum tindakan kuret sebaiknya

disediakan darah untuk menjaga bila terjadi perdarahan yang

banyak

Histerektomi

Tindakan ini dilakukan pada perempuan yang telah cukup umur

dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi

ialah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan factor

predisposisi untuk terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai

adalah umur 35 tahun dengan anak hidup 3. Tidak jarang bahwa

pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan

histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda keganasan berupa

mola invasive / koriokarsinoma.

c. Prosedur Tindak Lanjut

19

Page 20: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

Tujuan utama tindak lanjut adalah deteksi dini setiap perubahan yang

mengisyaratkan keganasan. Metode umum tindak lanjut adalah sebagai

berikut :

Cegah kehamilan selama masa tindak lanjut, yaitu sekurang-

kurangnya 1 tahun

Ukur kadar hCG setiap 2 minggu. Walau pun sebagian

menganjurkan pemeriksaan setiap minggu, belum terbukti adanya

manfaat yang nyata

Tunda terapi selama kadar serum tersebut terus berkurang. Kadar

yang meningkat atau mendatar mengisyaratkan perlunya evaluasi

dan biasanya terapi.

Setelah kadar normal, yaitu setelah mencapai batas bawah

pengukuran, pemeriksaan dilakukan setiap bulan selama 6 bulan,

lalu setiap 2 bulan untuk total 1 tahun.

Tindak lanjut dapat dihentikan dan kehamilan diizinkan setelah 1

tahun.

Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah

mola hidatidosa. Kadar gonadotropin korionik harus turun secara progresif

sampai kadar yang tidak terdeteksi, karena di luar itu berarti trofoblas

menetap. Peningkatan mengisyaratkan proliferasi yang kemungkinan besar

ganas kecuali apabila wanita yang bersangkutan kembali hamil. Tes hCG

harus mencapai nilai normal 8 minggu setelah evakuasi. Lama

pengawawan berkisar satu tahun. Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan

selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu dengan

menggunakan kondom, difragma, atau pantang berkala (Hadijanto, 2009).

Kadar β-hCG sebelum dan setelah kuret (Fitriani, 2009)

20

Page 21: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

Terapi profilaksis dengan sitostatika.

Pemberian kemoterapi repofilaksis pada pasien pasca evaluasi mola

hidatidosa masih menjadi kontroversi. Beberapa hasil penelitian menyebutkan

bahwa kemungkinan terjadi neoplasma setelah evaluasi mola pada kasus yang

mendapat-kan metotreksat sekitar 14%, sedangkan yang tidak mendapat sekitar

47%. Pada umumnya profilaksis kemoterapi pada kasus mola hidatidosa

ditinggalkan dengan pertimbangan efek samping dan pemberian kemoterai untuk

tujuan trapi definitive memberi-kan keberhasilan hampir 100%. Sehingga

pemberian profilaksis diberikan apabila. apabila dipandang perlu pilihan

profilaksis kemoterapi adalah: Metotreksat 20 mg/ hari IM selama 5 hari.

2.8 Prognosis

Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah

jantung, atau tirotoksikosis. Di Negara maju kematian karena mola hampir tidak

ada lagi, akan tetapi di Negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar

antara 2,2% dan 5,%. Sebagian dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah

jaringannya dikeluarkan, tetapi ada sekelompok perempuan yang kemudian

menderita degenerasi keganasan menjadi koriokarsinoma. Persentase keganasan

yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar antara 5,56%.

Bila terjadi keganasan, maka pengelolaan secara umum khusus pada divisi

Onkologi Ginekologi (Hadijanto, 2009).

Secara keseluruhan, 80% hingga 90 % mola tetap jinak setelah kuretase

bersih; 10% mola komplet menjadi invasive, tetapi tidak lebih dari 2% hingga 3%

yang menjadi koriokarsinoma. Mola parsial jarang menjadi koriokarsinoma. Pada

mola komplet, pemantauan darah pascakuretase dan kadar hCG urin, terutama

subunit beta hormone yang lebih definitive, memungkinkan kita mendeteksi mola

yang masih tertinggal atau penyulit serius sehingga dapat diberikan terapi yang

tepat, termasuk kemoterapi, yang hamper selalu kuratif (Crum, Lester, & Cotran,

2007).

Mortalitas akibat mola telah berkurang menjadi nol oleh diagnosis yang

lebih dini dan terapi yang tepat. Pada kehamilan mola tahap lanjut biasanya pasien

akan anemic dan mengalami perdarahan akut. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus

21

Page 22: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

ini tidak menyebabkan morbiditas serius. Sayangnya, evakuasi lebih dini tidak

menghilangkan kemungkinan terjadinya tumor persisten. Hamper 20% dari mola

hidatidosa sempurna berkembang menjadi tumor trofoblastik (Crum, Lester, &

Cotran, 2007).

BAB 4

PEMBAHASAN

Anamnesis

Teori Fakta

Epidemiologi & Faktor Risiko:

sering terjadi pada usia 20-45 tahun

sering ditemukan pada minggu

kehamilan 12 hingga 14

Paritas tinggi.

Infeksi virus dan faktor kromosom

yang belum jelas.

Keadaan sosioekonomi yang

rendah dan defisiensi gizi

Riwayat kehamilan mola

sebelumnya

Gejala:

Amenore

Perdarahan dari jalan lahir

Mual muntah yang cukup berat

Epidmeiologi & Faktor Risiko:

Pasien berusia 28 tahun

Usia kehamilan 13 – 14 minggu

Primipara

Sosioekonomi cukup

Tidak ada riwayat kehamilan mola

Gejala :

Amenore

Perdarahan dari jalan lahir

Mual muntah ringan

Teori dan fakta sesuai

22

Page 23: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

Pemeriksaan

Teori Fakta

Fisik:

Ukuran uterus lebih besar dari usia

kehamilan

Hipertensi

Tidak terdengar detak jantung

walau pun usia kehamilan besar

Tirotoksikosis

Keluarnya gelembung mola

Penunjang:

USG:

Gambaran badai salju (snow flake

pattern)

Sarang lebah (honey comb)

β-hCG :

meningkat dari usia kehamilan

Rontgen Thoraks

Evaluasi adanya metastase

Patologi:

Macros:

Gelembung-gelembung putih, tembus

pandang, berisi cairan jernih, dengan

ukuran bervariasi dari beberapa

Fisik:

TFU sepusat

TD : 130/80 mmHg

DJJ (-)

Tirotoksikosis (-)

Gelembung mola (-)

Penunjang :

USG :

Riwayat pemeriksaan USG di dr. Sp.

OG dan dikatakan pasien mengalami

hamil anggur.

β-hCG :

1. 112.496 mIU/ml (11/4/2015)

2. 3.094 mIU/ml (21/4/2015)\

Rontgen Thoraks

Kesan : Bronhitis

Patologi:

Makroskopis:

Diterima jaringan cokelat kehitaman

rapuh 20 cc

23

Page 24: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

millimeter sampai 1 sampai 2 cm

Micros :

Stroma vili, tidak ada pembuluh darah

pada vili/degenerasi hidropik dan

proliferasi sel-sel trofoblas

Mikroskopis:

Sediaan jaringan terlihat sebagian besar

nekrosis dengan area-area perdarahan

dengan sel-sel trophoblast nekrotik

yang tersebar diffuse

Kesimpulan:

Cavum uteri, kerokan:

Sisa trophoblast

Teori dan fakta sesuai

Penatalaksanaan

Teori Fakta

Perbaikan kondisi umum

Kuret

Sitostatik

Histerektomi

Tindak lanjut cek kadar β-hCG

per minggu

Perbaikan kondisi umum

Kuret

Pemeriksaan kadar β-hCG post

kuretase

Teori dan fakta sesuai

24

Page 25: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

BAB 5

PENUTUP

2.1 Kesimpulan

Pasien Ny. Y, perempuan, usia 28 tahun, datang dengan keluhan

perdarahan dari jalan lahir yang dialami 1 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan TFU setinggi pusat yang berbeda dengan usia kehamilan pada saat ini.

Dari riwayat pemeriksaan USG pasien ditemukan gambaran “hamil anggur”.

Ditemukan peningkatan kadar hormon β-hCG yang masih dalam batas kisaran

peningkatannya menurut usia kehamilan. Pemeriksaan patologi ditemukan adanya

sisa trofoblas. Pasien kemudian di diagnose sebagai G1P0A0 gravid 13-14

minggu dengan mola hidatidosa. Pasien di rawat di rumah sakit, dilakukan

perbaikan kondisi umum, kuret, dan pemeriksaan kadar hormon β-hCG post

kuretase. Evaluasi kadar β-hCG post kuretase ditemukan penurunan yang

progresif dibandingkan dengan kadarnya pada pemeriksaan pertama. Secara

umum, penegakan diagnosis dan alur penatalaksanaan pada pasien Ny. Y telah

sesuai dengan literature yang ada.

2.2 Saran

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan atas penyusunan

tutorial klinik ini. Oleh karena itu, penulis mengharapakan kritik dan saran dari

rekan-rekan sekalian demi bertambahnya khasanah ilmu pengetahuan kita

bersama.

25

Page 26: Lapsus Mola Hidatidosa (Mega)

DAFTAR PUSTAKA

Crum, C. P., Lester, S. S., & Cotran, R. S. (2007). Sistem Genitalia Perempuan dan Payudara. In V. Kumar, R. S. Cotran, & S. L. Robbins, Robbins Buku Ajar Patologi (7th ed., Vol. 2, pp. 784-78). Jakarta: EGC.

Cuningham, F. G., & dkk. (2005). Obstetri Williams (21st ed., Vol. 2nd). Jakarta: EGC.

Fitriani, R. (2009). Mola Hidatidosa. Jurnal Kesehatan , 2, 1-6.

Hadijanto, B. (2009). Perdarahan pada Kehamilan Muda. In A. B. Saifuddin, & T. Rachimhadhi, Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo (4th ed., pp. 488 - 491). Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. (2000). Kapita Selekta Kedokteran (3rd ed., Vol. 1). Jakarta: Media Aesculapius FK UI.

Ngana, H. Y., & dkk. (2012). Trophoblastic disease. International Journal of Gynecology and Obstetrics 119S2 , S130–S136.

Syafii, Aprianti, S., & Hardjoeno. (2006). Kadar b-hCG Penderita Mola Hidatidosa Sebelum dan Sesudah Kuretase. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory , 13, 1-3.

26