lapsus orto

Upload: dessriya

Post on 01-Mar-2016

231 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

laporan kasus ortopedi

TRANSCRIPT

BAB ILAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIENNama: Tn. AJenis Kelamin: Laki-lakiUsia: 27 tahunAgama : IslamSuku bangsa: JawaStatus marital: MenikahAlamat: Sukomulyo 05/05 Kebumen Tanggal masuk RS: 03 Juni 2015Tanggal pemeriksaan: 06 Juni 2015 Nomor CM: 00948170

B. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)1. KELUHAN UTAMABenjolan di daerah lutut kiri 2. KELUHAN TAMBAHANNyeri senut-senut yang hilang timbul pada benjolan di lutut kiri dan tidak dapat melakukan aktivitas karena tidak bisa berjalan.3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANGPasien datang ke IGD RSMS tanggal 03 Juni 2015 dengan keluhan benjolan di lutut kiri sejak 1 tahun yang lalu, awalnya pasien mengetahui ada benjolan hanya sebesar telur ayam kampung di atas lutut kiri bagian samping. Benjolan di atas lutut kiri bagian samping dirasakan semakin membesar sampai bagian lutut kiri tertutupi. Karena benjolan semakin membesar dan meluas tersebut pasien tidak dapat melakukan aktivitas karena kesulitan berjalan. Selain benjolan yang membesar, pasien juga mengeluh nyeri senut-senut yang hilang timbul pada benjolan tersebut, badan lemah, letih dan nafsu makan menurun. Hal ini terjadi secara mendadak dan memburuk selama 3 bulan terakhir. Pada awalnya, keluarga membawa pasien ke pengobatan alternatif yang lebih terjangkau dan mendapatkan beberapa ramuan tradisional seperti bedak untuk dioleskan pada benjolan. Setelah beberapa kali diobati dengan ramuan tradisional tersebut benjolan di lutut kiri pasien tidak kunjung kempes justru bertambah besar dan nyeri. Dengan keadaan pasien yang semakin memburuk tersebut kemudian keluarga pasien membawa ke RSU Kebumen pada tanggal 25 Mei 2015, di RS tersebut pasien diperiksa oleh dokter dan dilakukan pemeriksaan radiologi foto dada dan foto lutut kiri kemudian dianjurkan untuk dirujuk ke RSMS Purwokerto dengan alasan penyakitnya sudah parah dan supaya mendapatkan penanganan yang lebih lengkap. Ketika di RSMS, dokter menyarankan untuk dilakukan operasi pengambilan jaringan tumor untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi. 4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Riwayat penyakit yang sama sejak 1 tahun terakhir Riwayat trauma disangkal Riwayat penyakit jantung disangkal5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal6. RIWAYAT PENGOBATAN DAN ALERGI Riwayat pengobatan alternatif beberapa kali selama 3 bulan terakhir

C. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan di Bangsal Seruni kamar 08 tanggal 06 Juni 20151. STATUS GENERALISa. Keadaan umum: Tampak sakitb. Kesadaran: Kompos mentis (E4M6V5)c. Tanda tanda vital Tekanan darah: 120/80 mmHg Nadi: 76 x/menit RR: 20 x/menit Suhu: 36 Cd. Kulit: Warna sawo matang, tidak ikterik, tidak hiperemis, turgor cukup, benjolan pada lutut kiri berwarna seperti kulit sekitar (sawo matang) dan tampak venektasi.e. Kepala: Normocephal, tidak terdapat jejas, distribusi rambut merata.f. Mata: Sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis, pupil isokor dengan diameter 3 mm/3mm, reflek cahaya langsung dan tidak langsung +/+.g. Hidung: Normal, sekret -/- , tidak ada deviasi septum.h. Mulut: Bibir sianosis (-), lidah sianosis (-), faring tidak hipermis, dan tonsil T0-T0.i. Telinga: Aurikula normal, serumen -/-, hiperemis -/-.j. Leher: Kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening tidak teraba membesar.2. STATUS LOKALISa. Pemeriksaan ThoraxParu Inspeksi: Dinding dada simetris, statis dan dinamis, retraksi (-), ketinggalan gerak dada tidak adaPalpasi: Simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiri, ketinggalan gerak tidak ada, massa tidak adaPerkusi: Sonor kedua lapang paruAuskultasi: Suara dasar: vesikuler kanan dan kiriSuara nafas tambahan tidak didapatkanJantungInspeksi:Simetris, ictus cordis tidak tampakPalpasi:Ictus cordis teraba tak kuat angkatPerkusi:Batas atas kiri : ICS II LPS sinistraBatas atas kanan : ICS II LPS dextraBatas bawah kiri : ICS V LMC sinistraBatas bawah kanan: ICS IV LPS dextraAuskultasi: S1 > S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

b. Pemeriksaan abdomenInspeksi: Perut membuncit (-), sikatrik (-), massa (-), bekas jejastrauma (-)Auskultasi: Terdengar suara bising usus normalPalpasi: Supel, kembung ( - ), defans muskular ( - ), nyeri tekan ( - ),hepar/lien tak terabaPerkusi: Timpani di seluruh kuadran abdomen (+), nyeri tekan (-),ascites (-)c. Pemeriksaan Ekstremitas Ekstrimitas atas: Dextra: dbnSinistra: dbnEkstrimitas bawah:Dextra: : dbnSinistra: terdapat kelainanStatus lokalis ekstrimitas bawah sinistra:Look: Benjolan pada genue sinistra diameter 25 cm, batas tegas,permukaan rata, warna sawo matang seperti kulit sekitar,tampak venektasiFeel: nyeri tekan (+), konsistensi keras, immobileMove: ROM terbatas

D. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan laboratorium darah tanggal 03 Juni 2015Darah lengkap Hemoglobin: 8,8 g/dl (L) (Normal : 12 - 16 gr/dl)Leukosit: 13020 U/L (H) (Normal :4.800 10.800/l)Hematokrit: 26 % (L) (Normal : 37%-47%)Eritrosit: 3,3 x 10e6/Ul (L) (Normal :4,2-5,4 juta/l)Trombosit: 439.000 /Ul (Normal: 150.000-450.000/l)MCV: 77,5 fL (L) (Normal : 79 -99fL)MCH: 26,4 pg (L) (Normal : 27-31 pg)MCHC: 34,1 % (Normal : 33 37gr/dl)RDW`: 14,4 % (Normal : 11,5-14.5)Hitung JenisBasofil: 0,4 % (Normal : 0,0 1,0 %)Eosinofil: 1,5 % (L) (Normal : 2,0 4,0 %)Batang: 1,6 % (L) (Normal : 2,00 5,00 %)Segmen: 69,7 % (Normal : 40 70%)Limfosit: 16,0 % (L) (Normal : 25-40%)Monosit: 10,8 % (H) (Normal : 2 8%)Kimia KlinikSGOT: 49 U/L (H) (Normal : 15-37 U/L)SGPT: 37 U/L (Normal : 30 65 U/L)Ureum darah: 38,1 mg/dL (Normal :14,98-38,52 mg/dL)Kreatinin darah: 0,65 mg/dL(L)(Normal : 0,80-1,30 mg/dL)Gula darah sewaktu: 71 mg/dL (Normal 200 mg/dL)Seroimmunologi tanggal 05 Juni 2015PT: 10,6 detik (Normal: 9,3-11,4 detik)APTT: 41,4 detik (H) (Normal: 29,0-40,2 detik)Pemeriksaan radiologi foto thorax dan genue dextra et sinistra tanggal 25 Mei 2015 di RSU Kebumen

Gambar 1. Foto thorax Tn. A

Gambar 2. Foto genu sinistra Tn. A

Gambar 3. Foto Klinis Tn A

E. RESUME1. AnamnesisPasien datang ke IGD RSMS tanggal 03 Juni 2015 dengan keluhan benjolan di lutut kiri sejak 1 tahun yang lalu, sebesar telur ayam kampung, kesulitan berjalan, nyeri senut-senut yang hilang timbul pada benjolan tersebut, badan lemah, letih dan nafsu makan menurun. Hal ini terjadi secara mendadak dan memburuk selama 3 bulan terakhir. Pasien pernah dibawa ke pengobatan alternatif namun tidak sembuh kemudian keluarga pasien membawa ke RSU Kebumen dan dianjurkan untuk dirujuk ke RSMS Purwokerto.. Ketika di RSMS, dokter menyarankan untuk dilakukan operasi pengambilan jaringan tumor untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi. 2. Pemeriksaan fisikMata: konjungtiva anemisStatus lokalis ekstrimitas bawah sinistra:Look: Benjolan pada genue sinistra diameter 25 cm, batas tegas,permukaan rata, warna sawo matang seperti kulit sekitar, tampakvenektasiFeel: nyeri tekan (+), konsistensi keras, immobileMove: ROM terbatas

F. DIAGNOSISPrimery Malignant Bone Tumor Femur Distal Sinistra Suspek Osteosarkomadengan Anemia Ringan

G. PENATALAKSANAANRabu , 06 Juni 2015 pukul 06.00S: nyeri senut-senut yang hilang timbul pada benjolan di lutut kiri, kesulitan berjalan, badan lemah, letih dan nafsu makan menurun.O: KU/kesadaran: Sedang/komposmentisTekanan darah :120/80 mmHgNadi: 76 x/menitSuhu: 36 0 CRR: 20 x/menitA: Primery Malignant Bone Tumor Femur Distal Sinistra Suspek Osteosarkoma dengan Anemia RinganP: Terapi medikamentosa: Simtomatik untuk managemen nyeri, anemia dan mengobati infeksi sekunder.Operatif : AmputasiAdjuvant: KemoterapiNonmedikamentosa: Edukasi pasien tentang penyakit, gejala, terapi dan komplikasi serta rujuk pasien ke spesialis ortopedi.

H. PROGNOSISQuo ad vitam: Dubia ad malamQuo ad functionam: Dubia ad malamQuo ad Sanactionam: Dubia ad malam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiOsteosarcoma adalah tumor ganas primer dari tulang yang ditandai dengan pembentukan tulang yang immatur atau jaringan osteoid oleh sel-sel tumor. Osteosarkoma dan Ewings sarcoma merupakan tumor tulang yang paling banyak terjadi pada masa anak-anak dan dewasa muda (Patel & Benjamin, 2008; Picci, 2011). Osteosarkoma dapat ditanggani dengan operasi, kemoterapi dan radioterapi. Pada awal perkembangan manajemen osteosarkoma, terapi operatif berupa amputasi merupakan metode standar penatalaksanaan osteosarkoma, namun pada tahun 1980 perkembangan limb-sparing surgery menjadi pilihan utama penatalaksanaan osteosarkoma. Selain itu, terapi kemoterapi adjuvan dengan regimen terbaru menjadi alternatif terapi osteosarkoma. Kemoterapi adjuvan memberi peningktan signifikan kelangsungan hidup pasien dengan osteosarkoma sebesar 15%-20% survival rate (NCI, 2010).

B. EtiologiSel spindle osteosarkoma berasal dari lesi solid yang tumbuh secara sentrifugal. Bagian tepi lesi pada tumor ganas merupakan bagian matur, sedangakan pada tumor jinak, bagian tepi merupakan tempat sel-sel normal. Lesi pada tumor ganas diselubungi oleh pseudokapsul yang berisi sel-sel tumor. Zona fibrovaskular menyebar di antara jaringan normal membentuk komponen inflamasi yang menjadi bakal lesi tumor ganas (NCI, 2010). Terdapat 3 tahapan tumor tulang yakni, 1) mengkompresi jaringan normal, 2) reasorpsi tulang oleh osteokals yang reaktif, dan 3) penghancuran secara langsung terhadap jaringan normal. Tumor tulang ganas menyerang bagian korteks tulang kemudian menyebar ke jaringan lunak sekitar tulang (NCI, 2010).

C. Faktor RisikoPenyebab pasti dari osteosarkoma tidak diketahui, namun terdapat berbagai faktor resiko untuk terjadinya osteosarkoma yaitu: (Mehlman & Charles, 2014)1. Pertumbuhan tulang yang cepat Lokasi osteosarkoma paling sering pada metafisis, dimana area ini merupakan area pertumbuhan dari tulang panjang.2. Faktor lingkungan: paparan terhadap radiasi.3. Predisposisigenetik: displasia tulang, termasuk penyakit paget,fibrous dysplasia, enchondromatosis, dan hereditary multiple exostoses and retinoblastoma (germ-line form). Kombinasi dari mutasi RB gene (germline retinoblastoma) dan terapi radiasi berhubungan dengan resiko tinggi untuk osteosarkoma, Li-Fraumeni syndrome (germline p53 mutation), dan Rothmund-Thomson syndrome (autosomal resesif yang berhubungan dengan defek tulang kongenital, displasia rambut dan tulang, hypogonadism, dan katarak).

D. KlasifikasiKlasifikasi dari osteosarkoma merupakan hal yang kompleks, namun 75% dari osteosarkoma masuk ke dalam kategori klasik, yang termasuk osteosarkoma osteoblastic, chondroblastic, dan fibroblastic. Stadium klasik yang biasa digunakan untuk tumor keras lainnya tidak tepat untuk digunakan pada tumor skeletal, karena tumor ini sangat jarang untuk bermetastase ke kelenjar limfa. Pada tahun 1980, Enneking memperkenalkan sistem stadium berdasarkan derajat, penyebaran ekstrakompartemen, dan ada tidaknya metastase. Sistem ini dapat digunakan pada semua tumor muskuloskeletal (tumor tulang dan jaringan lunak). Komponen utama dari sistem stadium berdasarkan derajat histologi (derajat tinggi atau rendah), lokasi anatomi dari tumor (intrakompartemen dan ekstrakompartemen), dan adanya metastase (NCI, 2010).

Gambar 4. Tabel Staging Osteosarkoma(diadaptasi dari Enneking, 1980).

Osteosarkoma intra kompartemen berada diantara periosteum. Lesi tersebut mempunyai derajat IIA pada sistem Enneking. Jika osteosarkoma telah menyebar keluar dari periosteum maka derajatnya menjadi IIB. Untuk kepentingan secara praktis maka pasien digolongkan menjadi dua yaitu pasien tanpa metastase (localized osteosarkoma) dan pasien dengan metastase (metastatic osteosarkoma) (NCI, 2010).

E. Gejala Klinis1. AnamnesiGejala yang paling sering terdapat adalah nyeri dan massa atau pembengkakan. Tidak jarang terdapat riwayat trauma, meskipun peran trauma pada osteosarkoma tidaklah jelas. Fraktur patologis sangat jarang terjadi, terkecuali pada osteosarkoma telangiectatic yang lebih sering terjadi fraktur patologis (Patel & Benjamin, 2008; Mehlman & Charles, 2014)Nyeri pada ekstrimitas dapat menyebabkan kekakuan. Riwayat pembengkakan dapat ada atau tidak, tergantung dari lokasi dan besar dari lesi. Gejala sistemik, seperti demam atau keringat malam jarang terjadi. Penyebaran tumor pada paru-paru sangat jarang menyebabkan gejala respiratorik. Gejala paru muncul bila terjadi keterlibatan paru yang luas (Mehlman & Charles, 2014).2. Pemeriksaan Fisika. Look: peningkatan vaskularitas kulit .b. Feel: teraba massa ataupun tidak, yang bergantung pada lokasi tumor, nyeri tekan dan rasa hangat pada palpasi.c. Move: Penurunanrange of motion pada sendi yang sakit.(Mehlman & Charles, 2014)

F. Diagnosis Banding1. Ewings sarcoma2. Osteomyelitis3. Osteoblastoma4. Giant cell tumor(Kawiyana, 2009)

G. Pemeriksaan Penunjang1. LaboratoriumPemeriksaan laboratorium biasanya dilakukan untuk kepentingan kemoterapi. Penting untuk mengetahui fungsi organ sebelum pemberian kemoterapi dan untuk memonitor fungsi organ setelah kemoterapi. Beberapa pemeriksaan laboratorium yang penting termasuk (Geoff, 2010; Patel & Benjamin, 2008).a. LDHb. ALP (kepentingan prognostik)c. Hitung darah lengkapd. Tes fungsi hati: Aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT), bilirubin, dan albumin.e. Elektrolit : Sodium, potassium, chloride, bicarbonate, calcium, magnesium, phosphorus.f. Tes fungsi ginjal: blood urea nitrogen (BUN), creatinine 2. RadiologiPemeriksaan x-ray merupakan modalitas utama yang digunakan untuk investigasi. Ketika dicurigai adanya osteosarkoma, MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada jaringan lunak sekitarnya. CT scan kurang sensitif bila dibandingkan dengan MRI untuk evaluasi lokal dari tumor namun dapat digunakan untuk menentukan metastase pada paru-paru. Isotopic bone scanning secara umum digunakan untuk mendeteksi metastase pada tulang atau tumor synchronous, tetapi MRI seluruh tubuh dapat menggantikan bone scan (Mehlman & Charles, 2014).

Gambar 5. Foto polos X-ray dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle (arrow) dan difus, mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak. Perubahan periosteal berupa Codman triangles (white arrow) dan masa jaringan lunak yang luas (black arrow).

Gambar 6. Sunburst appearance pada osteosarkoma di femur distal

Gambar 7. Gambaran MRI menunjukkan kortikal destruksi dan adanya massa jaringan lunak.

3. BiopsiBiopsi merupakan diagnosis pasti untuk menegakkan osteosarkoma. Akhir-akhir ini banyak dianjurkan dengan biopsi jarum perkutan (percutaneous needle biopsy) dengan berbagai keuntungan seperti: invasi yang sangat minimal, tidak memerlukan waktu penyembuhan luka operasi, risiko infeksi rendah dan bahkan tidak ada, dan terjadinya patah tulang post biopsy dapat dicegah (Geoff, 2010).Pada gambaran histopatologi akan ditemukan stroma atau dengan high-grade sarcomatous dengan sel osteoblast yang ganas, yang akan membentuk jaringan osteoid dan tulang. Pada bagian sentral akan terjadi mineralisasi yang banyak, sedangkan bagian perifer mineralisasinya sedikit. Sel-sel tumor biasanya anaplastik, dengan nukleus yang pleomorphik dan banyak mitosis. Kadang-kadang pada beberapa tempat dari tumor akan terjadi diferensiasi kondroblastik atau fibroblastik diantara jaringan tumor yang membentuk osteoid (Mehlman & Charles, 2014).

H. Penatalaksanaan1. Preoperatif Kemoterapi preoperatif diikuti dengan pembedahanlimb-sparing(pilihan utama) dan diikuti dengan postoperatif kemoterapi merupakan standar manajemen. Osteosarkoma merupakan tumor yang radioresisten, sehingga radioterapi tidak mempunyai peranan dalam manajemen rutin (Springfield, 2006; Mehlman & Charles, 2014).Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada osteosarkoma, terbukti dalam 30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi dapat mempermudah melakuan prosedur operasi penyelamatan ekstremitas (limb salvage procedure) dan meningkatkan survival rate dari penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase ke paru-paru dan sekalipun ada, mempermudah melakukan eksisi pada metastase tersebut (Kawiyana, 2009).Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif (preoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan induction chemotherapy atau neoadjuvant chemotherapy dan kemoterapi postoperatif (postoperative chemotherapy) yang disebut juga dengan adjuvant chemotherapy (Patel & Benjamin, 2008; Kawiyana, 2009; Geoff, 2010).Kemoterapi preoperatif merangsang terjadinya nekrosis pada tumor primernya, sehingga tumor akan mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan secara dini terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini akan membantu mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor dan sekaligus masih dapat mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian kemoterapi postoperatif paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3 minggu setelah operasi (Kawiyana, 2009).Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk osteosarkoma adalah: doxorubicin (Adriamycin), cisplatin (Platinol), ifosfamide (Ifex), mesna (Mesnex), dan methotrexate dosis tinggi (Rheumatrex). Protokol standar yang digunakan adalah doxorubicin dan cisplatin dengan atau tanpa methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi induksi (neoadjuvant) atau terapi adjuvant. Kadang-kadang dapat ditambah dengan ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan multi-agent ini, dengan dosis yang intensif, terbukti memberikan perbaikan terhadap survival rate sampai 60 - 80% (Kawiyana, 2009; Mehlman & Charles, 2014).2. PembedahanTujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus sampai batas bebas tumor. Semua pasien dengan osteosarkoma harus menjalani pembedahan jika memungkinkan reseksi dari tumor prmer. Tipe dari pembedahan yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor yang harus dievaluasi dari pasien secara individual.Batas radikal, didefinisikan sebagai pengangkatan seluruh kompartemen yang terlibat (tulang, sendi, otot) biasanya tidak diperlukan. Hasil dari kombinasi kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih baik jika dibandingkan dengan amputasi radikal tanpa terapi adjuvant, dengan tingkat5-year survival ratessebesar 50-70% dan sebesar 20% pada penanganan dengan hanya radikal amputasi (Mehlman & Charles, 2014).3. Follow-up jangka panjangKetika pasien sudah tidak mendapat terapi selama lebih dari 5 tahun, maka pasien dipertimbangkan sebagaisurvivorsjangka panjang. Individu ini harus berkunjung untuk monitoring dengan pemeriksaan yang sesuai dengan terapi dan efek samping yang ada termasuk evaluasi hormonal, psychosocial, kardiologi, dan neurologis (Mehlman & Charles, 2014).

I. PrognosisPrognosis osteosarkoma dibagi menjadi kasi dan besar dari tumor, adanya metastase, reseksi yang adekuat, dan derajat nekrosis yang dinilai setelah kemoterapi (NCI, 2010; Mehlman & Charles, 2014).

1. Lokasi tumorLokasi tumor mempunyai faktor prognostik yang signifikan pada tumor yang terlokalisasi. Diantara tumor yang berada pada ekstrimitas, lokasi yang lebih distal mempunyai nilai prognosa yang lebih baik daripada tumor yang berlokasi lebih proksimal.Tumor yang berada pada tulang belakang mempunyai resiko yang paling besar untuk progresifitas dan kematian. Osteosarkoma yang berada pada pelvis sekitar 7-9% dari semua osteosarkoma, dengan tingkat survival sebesar 20% 47%.2. Ukuran tumorTumor yang berukuran besar menunjukkan prognosa yang lebih buruk dibandingkan tumor yang lebih kecil. Ukuran tumor dihitung berdasarkan ukuran paling panjang yang dapat terukur berdasarkan dari dimensi area cross-sectional.3. MetastasePasien dengan tumor yang terlokalisasi mempunyai prognosa yang lebih baik daripada yang mempunyai metastase. Sekitar 20% pasien akan mempunyai metastase pada saat didiagnosa, dengan paru-paru merupakan tempat tersering lokasi metastase. Prognosis juga terlihat lebih baik pada pasien dengan nodul pulmoner yang sedikit dan unilateral, bila dibandingkan dengan nodul yang bilateral, namun bagaimanapun juga adanya nodul yang terdeteksi bukan berarti metastase. Derajat nekrosis dari tumor setelah kemoterapi tetap merupakan faktor prognostik. Pasien dengan skip metastase dan osteosarkoma multifokal terlihat mempunyai prognosa yang lebih buruk4. Reseksi tumorKemampuan untuk direseksi dari tumor mempunyai faktor prognosa karena osteosarkoma relatif resisten terhadap radioterapi. Reseksi yang lengkap dari tumor sampai batas bebas tumor penting untuk kesembuhan.

5. Nekrosis tumor setelah induksi kemoterapiKebanyakan protokol untuk osteosarkoma merupakan penggunaan dari kemoterapi sebelum dilakukan reseksi tumor primer, atau reseksi metastase pada pasien dengan metastase. Derajat nekrosis yang lebih besar atau sama dengan 90% dari tumor primer setelah induksi dari kemoterapi mempunyai prognosa yang lebih baik daripada derajat nekrosis yang kurang dari 90%, dimana pasien ini mempunyai derajat rekurensi 2 tahun yang lebih tinggi. Tingkat kesembuhan pasien dengan nekrosis yang sedikit atau sama sekali tidak ada, lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat kesembuhan pasien tanpa kemoterapi.

BAB IIIKESIMPULAN

1. Osteosarkoma merupakan tumor ganas dari tulang. 2. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fsiisk, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiografi seperti plain foto, CT scan, MRI, bone scan dan dengan pemeriksaan histopatologis melalui biopsi.3. Prognosis osteosarkoma tergantung pada staging dari tumor dan efektif-tidaknya penanganan. 4. Penanganan osteosarkoma saat ini dilakukan dengan memberikan kemoterapi, baik pada preoperasi (induction=neoadjuvant chemotherapy, dan pascaoperasi (adjuvant chemotherapy).

DAFTAR PUSTAKA

Hide Geoff. 2010.Osteosarcoma, Variants. http://emedicine.medscape.com/ article/394057-overview, 7 Juni 2015.

National Cancer Institute. 2010.Osteosarkoma and Malignant Fibrous Histiocytoma of Bone Treatment. http://www.cancer.gov, 7 Juni 2015.

Kawiyana S. 2009. Osteosarcoma, Diagnosis dan Penanganannya. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/dr%20siki_9.pdf, 6 Juni 2015.

Mehlman T. Charles. 2010.Osteosarcoma. http://emedicine.medscape.com/ article/1256857-overview, 6 Juni 2015.

Springfield D. 2006. Orthopaedics. dalam: Brunicardi FC.Schwartzs Manual of Surgery 8th ed. USA: McGRAW-HILL.

Patel SR, Benjamin RS. 2008. Soft Tissue and Bone Sarcomas and Bone Metastases. dalam: Kasper DL et al. Harrisons Principles of Internal Medicine 17thed. USA: McGRAW-HILL.

Picci P. 2007. Osteosarcoma (Osteogenic Sarcoma). Orphanet Journal of Rare Disease. http://www.OJRD.com/content/2/1/6, 6 Juni 2015.

20