laptut6 bagus
DESCRIPTION
laporan yang sangat bagus dan mengandung informasi yang berguna untuk menambah ilm pengetahuanTRANSCRIPT
PATOFISIOLOGI
Demam rheumatik adalah suatu penyakit peradangan multisistem akut, diperantai secara
imunologi, yang terjadi setelah suatu episode faringitis streptokokus group A setelah interval
beberapa minggu. Faringitis ini kadang-kadang hampir asimptomatik. Demam rheumatik dapat
menyebabkan penyakit jantung selama fase akutnya, atau penyakit ini dapat menyebabkan cacat
katup kronis yang mungkin belum bermanifestasi sampai bertahun-tahun setelah penyakit akut.
Demam rheumatik akut adalah suatu reaksi hipersensitivitas yang dipicu oleh streptokokus group
A. Streptokokus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstra sel. Yang
terpenting diantaranya adalah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase,
difosforidin nukleotidase, deoksiribunuklease, serta streptococcal erythrogenic toxin. Produk-
produk tersebut merangsang timbulnya antibodi. Diperkirakan antibodi yang ditunjukan pada
protein M streptokokus group A bereaksi silang dengan protein normal yang terdapat di jantung,
sendi, dan jaringan lain. Hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun. Secara singkatnya dapat
dilihat dari bagan dibawah ini:
Streptokokus β-hemolitikus grup A akan menyebabkan infeksi faring, Antigen streptokokus
akan mengaktifkan reaksi imunitas tubuh dan merangsang pembentukan antibody. Antibodi akan
bereaksi dengan antigen streptokokus dan dengan jaringan pejamu yang secara antigenik
homolog dengan antigen streptokokus (antibodi tidak dapat membedakan antara antigen
streptokokus dengan antigen jaringan tubuh). Antibodi yang terbentuk akan bereaksi terhadap
jaringan sendiri sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.
Infeksi streptococcus Beta Hemoliticus grup A. Infeksi bakteri ini biasanya menyebabkan
Faringitis dan sebagian kecil infeksi pada kulit (pioderma). Tidak semua Streptococcus Grup A
dapat menyebabkan Demam rematik, serotype seperti M type 4,2,12. Streptococcus beta
hemolyticus dikenali oleh karena morfologi koloninya dan kemampuannya untuk menimbulkan
hemolisis. Sel ini terdiri dari sitoplasma yang dikelilingi oleh tiga lapisan membran, yang
disusun terutama dari lipoprotein. Diluar membran sitoplasma adalah dinding sel, terdiri dari tiga
komponen:
1. Komponen bagian dalam adalah peptigoglikan yang memberi kekakuan dinding sel.
2. Polisakarid dinding sel atau KH spesifik grup. KH ini terbukti memiliki determinan
antigenik bersama dengan glikoprotein pada katup jantung manusia.
3. Komponen ketiga terdiri dari mosaik protein yang dilabel sebagai protein M yakni
antigen spesifik tipe dari streptococcus grup A. adanya protein M ini menghambat
fagositosis.
Streptococcus menghasilkan sejumlah enzim ekstraseluler, termasuk dua hemolisisn atau
streptolisin S yang stabil pada oksigen, serta streptolisin O yang labil terhadap oksigen.
Diperkirakan terdapat suatu kemiripan antara antigen bakteri dengan sel jantung pada manusia
(antigenic mimicry). Pada penyelidikan ditemukan dua hal:
1. Adanya persamaan antara kabohidrat dari streptococcus grup A dengan glycoprotein dari
katup jantung.
2. Terdapat persamaan molekuler yaitu: streptococcal M.Protein dengan sarcolema* sel
miocard pada manusia.
Dua teori dasar lainnya untuk menjelaskan terjadinya ARF dan jaringan parut di target organ
terdiri dari:
Streptococcus B Hemolitik A Faktor yang bereperan:
1. Sifat organisme2. Tempat infeksi3. Predisposisi
Polisakarida bakteri menimbulkan artritis dan reaksi nodular
S: Stabil terhadap oksigen
O: Labil terhadap oksigen ASTO
Hemolisis Eritema
Enzim Eritogenik
StreptolisinHemolisin
Enzim Ekstraseluler
1. Efek toksik yang dihasilkan oleh ektrasellular toksin dari Strep. Grup A di target organ
seperti myocardium, valves, synovium, and brain.
2. Respon imunitas yang abnormal untuk komponen strep. Grup A. Molecular mimicry
dimana respon imun gagal membedakan epitop (gen) dari strep. Grup A dengan jaringan
tertentu dari penderita (jaringan ikat).
Demam rematik akut ditandai dengan lesi inflamasi non supuratif dari sendi, jantung,
jaringan subkutan dan CNS. Perjalanan penyakit ini diawali dengan infeksi faringitis/ISPA.
Antibodi
SBHA
Antibodi
Sel jaringan (Katup Jantung)
Seharusnya...
Di dalam pembuluh darah
Antibodi
Perjalanan Penyakit
Masa laten infeksi Streptococcus dengan munculnya DR akut cukup singkat bila ada artritis
dan eritema marginatum. Dan akan lebih lama jika gejala klinisnya disertai korea, sedangkan
karditis dan nodul subkutan diantaranya.
Lamanya DR akut jarang melebihi 3 bulan. Tetapi bila ada karditis yang berat biasanya
klinis DR akut akan berlangsung 6 bulan atau lebih. (Taranta, 1964. Majeed, 1992: gejala
karditis akan ditemukan pada tiga bulan pertama dari 93 % pasien DR akut.( McIntosh dkk,1935.
Rosentha, 1968) Perjalanan alamiah D.R. :
Fase infeksi : S.B.H group A pd nasopharynx
Fase laten : ( 1 – 3 minggu sesudah infeksi ) demam menurun manifestasi klinis lain
menurun , biakan SBH (-).
Fase rematik akut :
Manifestasi klinis bervariasi :
– Carditis ringan
– Carditis berat dng gagal jantung 2 – 3 bulan.
– Polyarthritis migrans
Fase akhir : Fase tenang atau inaktif (semua tanda-tanda aktif menurun)
DIAGNOSIS
WHO mengajukan kriteria untuk diagnosis DR dan PJR (berdasarkan kriteria Jones yang
telah direvisi). Ditegakkan bila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor + 2 kriteria
minor, ditambah dengan bukti infeksi streptokokus Grup A tenggorok positif + peningkatan titer
antibodi streptokokus. Kecuali bila ada chorea atau karditis maka bukti infeksi sebelumnya tidak
diperlukan.
TATALAKSANA
Bila seorang pasien Demam Rheumatik akut telah sembuh, maka masalah utama adalah
pencegahan sekunder. Kita tidak mempersoalkan bagaimanapun ringan atau beratnya serangan
pertama, namun kerentanan penyakit ini sangat tinggi sehingga serangan berulang-ulang dapat
timbul kembali. Kekerapan penyakit ini sudah menurun dalam 25 tahun terakhir di Amerika dan
Eropa. Dimana keadaan ini sebahagian besar disebabkan oleh pencegahan sekunder yang telah
dilaksanakan.
Sesuai dengan laporan dari “Intersociaty Commition for Heart Disease Resources”
(AHA, 1988) bahwa semua pasien yang sembuh dari Demam Rheumatik akut diberikan suatu
pencegahan sekunder dengan atau tanpa karditis. Sehingga serangan ulang dapat dicegah.
Pencegahan sekunder perlu disesuaikan dengan lingkungan, cuaca, umur, pekerjaan, keadaan
rumah tangga, dan keadaan jantung itu sendiri yang sangat berpengaruh terhadap timbulnya
risiko serangan berulang.
Pencegahan Primer
Pencegahan demam rheumatik dibutuhkan terapi yang adekuat untuk faringitis SGA.
Pada pemilihan pada pemilihan terapi yang tepat pada faringitis SGA, harus dipertimbangkan
beberapa faktor, meliputi bakteriologis dan efikasi klinis, kemudahan kepatuhan terhadap
regimen yang direkomendasikan (frekuensi pemberian harian, durasi terapi, dan palatibilitas),
biaya, spektrum aktivitas obat, dan efek samping. Benzatin penisilin G intamuskular dan
penisilin V oral merupakan obat antimikroba yang direkomendasikan untuk terapi SAG, kecuali
pada individu dengan riwayat alergi penisilin.
Tatalaksana Demam Reumatik
Pencegahan untuk penyakit demam reumatik terdiri atas tirah baring (rawat inap),
eradikasi infeksi tenggorokan, pengobatan keradangan non supuratif, serta pembedahan
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah timbulnya demam reumatik. Bila sudah
terkena infeksi streptokokus dan menderita faringitis, pasien diberikan terapi untuk mencegah
perburukan penyakit yang akan berkembang menjadi penyakit jantung reumatik. Lama
pemberian pencegahan sekunder sangat bervariasi, bergantung pada berbagai faktor tergantung
dengan tujuan nya, termasuk waktu serangan atau serangan ulang, umur pasien, dan keadaan
lingkungan. Makin muda saat serangan makin besar kemungkinan serangan timbul kembali.
Setelah pubertas kemungkinan kumat cenderung menurun. Sebagian besar kumat terjadi dalam 5
tahun pertama sesudah serangan terakhir. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kematangan organ limfoid yakni tonsil, serta kebersihan lingkungan.
1. Pencegahan Sekunder:
lama pencegahan sekunder disesuaikan secara individual; beberapa prinsip umum dapat
dikemukakan. Pasien tanpa karditis pada serangan sebelumnya diberikan profilaksis minimum 5
tahun sesudah serangan terakhir, sekurangnya sampai umur 18 tahun. Pasien dengan keterlibatan
jantung dilakukan pencegahan setidaknya sampai umur 25 tahun, dan dapat lebih lama jika
lingkungan atau faktor risiko lain mendukungnya. Evaluasi pengobatan setiap 5 tahun. Risiko
terjadi kekambuhan paling tinggi dalam 5 tahun pertama.
Pencegahan sekunder harus dilanjutkan selama pasien hamil, akan tetapi sebaiknya tidak
dipakai sulfadiazin karena mendatangkan risiko terhadap janin. Remaja biasanya mempunyai
masalah khusus terutama dalam ketaatannya minum obat, sehingga perlu upaya khusus
mengingat resiko terjadinya kumat cukup besar. Untuk pasien penyakit jantung reumatik kronik,
pencegahan sekunder untuk masa yang lama, bahkan seumur hidup kadang diperlukan, terutama
pada kasus yang berat.
Morbiditas demam reumatik akut berhubungan erat dengan derajat keterlibatan jantung.
Mortalitas sebagian besar juga akibat karditis berat, komplikasi yang sekarang sudah jarang
terlihat di negara maju (hampir 0%) namun masih sering ditemukan di negara berkembang (1-
10%). Selain menurunkan mortalitas, perkembangan penisilin juga mempengaruhi kemungkinan
berkembangnya menjadi penyakit valvular kronik setelah serangan demam reumatik akut.
Sebelum penisilin, persentase pasien berkembang menjadi penyakit valvular yaitu sebesar 60-
70% dibandingkan dengan setelah penisilin yaitu hanya sebesar 9-39%.
Profilaksis sekunder yang efektif mencegah kumatnya demam reumatik akut hingga
mencegah perburukan status jantung. Pengamatan menunjukkan angka penyembuhan yang tinggi
penyakit katup bila profilaksis dilakukan secara teratur. Informasi ini harus disampaikan kepada
pasien, bahwa profilaksis dapat memberikan prognosis yang baik, bahkan pada pasien dengan
penyakit jantung yang berat.
Perbedaan demam reumatik dengan jantung reumatik
Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non supuratif yang
digolongkan pada kelainan vascular kolagen atau kelainan jaringan ikat. Proses reumatik ini
merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi
dan system saraf pusat. Manifestasi klinis penyakit demam reumatik ini akibat Streptococus
Grup A (SGA) beta hemolitik pada tonsilofaringitis dengan masa laten 1-3 minggu. Demam
reumatik ini memiliki sau atau lebih gejala mayor yaitu poliatritis, corea, nodul subkutan, dan
eritema marginatum.
Penyakit jantung rematik adalah kelainan jantung yang terjadi akibat demam reumatik
atau kelainan karditis reumatik yang ditandai dengan kerusakan katup jantung akibat serangan
karditis reumatik akut yang berulang kali.