latar belakang

15
Latar belakang Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia . Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Upload: mary-walker

Post on 13-Jun-2015

1.094 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Latar belakang

Latar belakang

Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai wilayah Indonesia.

Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Page 2: Latar belakang

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang MasalahPendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia.Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusiamenurut ukuran normatif. Menyadari akan hal tersebut, pemerintah sangat seriusmenangani bidang pendidikan, sebab dengan sistem pendidikan yang baik diharapkanmuncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diriuntuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Reformasi pendidikan merupakan respon terhadap perkembangan tuntutanglobal sebagai suatu upaya untuk mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampumengembangkan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedangberkembang. Melalui reformasi pendidikan, pendidikan harus berwawasan masadepan yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak azasi manusia untukmengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna kesejahteraanhidup di masa depan.Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan.1 Dalamproses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar danpendidik. Sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran kedalam otak anak didik, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan1 Syaiful Bahri Djamarah. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, h. 73.2membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, danmandiri. Djamarah berpendapat bahwa baik mengajar maupun mendidik merupakantugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional2. Oleh sebab itu, tugasyang berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh guruyang memiliki kompetensi profesional yang tinggi.Guru memegang peranan sentral dalam proses belajar mengajar, untuk itumutu pendidikan di suatu sekolah sangat ditentukan oleh kemampuan yang dimiliki

Page 3: Latar belakang

seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Menurut Aqib guru adalah faktor penentubagi keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru merupakan sentral serta sumberkegiatan belajar mengajar3. Lebih lanjut dinyatakan bahwa guru merupakankomponen yang berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah4. Hal inimenunjukkan bahwa kemampuan atau kompetensi profesional dari seorang gurusangat menentukan mutu pendidikan.Kompetensi profesional guru dalam hal ini guru matematika SMP Negeri diwilayah Kabupaten Pandeglang masih relatif rendah. Berdasarkan hasil TesKompetensi Guru yang dilakukan Depertemen Pendidikan Nasional DirektoratJenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutran Pertamayang bekerja sama dengan Pusat Penilaian Pendidikan pada Tahun 2003,menunjukkan bahwa rata-rata nilai kompetensi guru matematika di Kabupaten2 Ibid., h. 74.3 Zainal Aqib. 2002. Profesionalisme Guru dalam Pembelajaran. Surabaya: Cendekia, h. 22.4 Ibid., h. 32.3Pandeglang hanya mencapai 42,25 %. Angka ini masih relatif jauh di bawah standarnilai kompetensi minimal yang diharapkan yaitu 75 %.Pada dasarnya tingkat kompetensi profesional guru dipengaruhi oleh faktordari dalam guru itu sendiri yaitu bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan yangdiemban. Sedangkan faktor luar yang diprediksi berpengaruh terhadap kompetensiprofesional seorang guru yaitu kepemimpinan kepala sekolah, karena kepala sekolahmerupakan pemimpin guru di sekolah.Sikap guru terhadap pekerjaan merupakan keyakinan seorang guru mengenaipekerjaan yang diembannya, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikandasar kepada guru tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam caratertentu sesuai pilihannya. Sikap guru terhadap pekerjaan mempengaruhi tindakanguru tersebut dalam menjalankan aktivitas kerjanya. Bilamana seorang guru memilikisikap positif terhadap pekerjaannya, maka sudah barang tentu guru akan menjalankan

Page 4: Latar belakang

fungsi dan kedudukannya sebagai tenaga pengajar dan pendidik di sekolah denganpenuh rasa tanggung jawab. Demikian pula sebaliknya seorang guru yang memilikisikap negatif terhadap pekerjaannya, pastilah dia hanya menjalankan fungsi dankedudukannya sebatas rutinitas belaka. Untuk itu amatlah perlu kiranya ditanamkansikap positif guru terhadap pekerjaan, mengingat peran guru dalam lingkunganpendidikan dalam hal ini sekolah amatlah sentral.Sikap guru terhadap pekerjaan dapat dilihat dalam bentuk persepsi dankepuasaannya terhadap pekerjaan maupun dalam bentuk motivasi kerja yangditampilkan. Guru yang memiliki sikap positif terhadap pekerjaan, sudah barang tentu4akan menampilkan persepsi dan kepuasan yang baik terhadap pekerjaanya maupunmotivasi kerja yang tinggi, yang pada akhirnya akan mencerminkan seorang guruyang mampu bekerja secara profesional dan memiliki kompetensi profesional yangtinggi.Sikap positif maupun negatif seorang guru terhadap pekerjaan tergantung dariguru bersangkutan maupun kondisi lingkungan. Menurut Walgito, sikap yang adapada diri seseorang dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor fisiologis danpsikologis, serta faktor eksternal, yaitu berupa situasi yang dihadapi individu, normanorma,dan berbagai hambatan maupun dorongan yang ada dalam masyarakat5.Sekolah sebagai organisasi, di dalamnya terhimpun unsur-unsur yang masingmasingbaik secara perseorangan maupun kelompok melakukan hubungan keja samauntuk mencapai tujuan. Unsur-unsur yang dimaksud, tidak lain adalah sumber dayamanusia yang terdiri dari kepala sekolah, guru-guru, staf, peserta didik atau siswa,dan orang tua siswa. Tanpa mengenyampingkan peran dari unsur-unsur lain dariorganisasi sekolah, kepala sekolah dan guru merupakan personil intern yang sangatberperan penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan di sekolah.Keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pada efisiensi danefektivitas penampilan seorang kepala sekolah6. Sedangkan Sekolah sebagai lembaga

Page 5: Latar belakang

pendidikan bertugas menyelenggarakan proses pendidikan dan proses belajarmengajar dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal ini kepala5 Bimo Walgito. 2001. Psikologi Sosial, Suatu Pengantar. Yogyakarta: Penerbit Andi, h. 115-116.6 Wahjosumidjo. 2002. Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, h. 349.5sekolah sebagai seseorang yang diberi tugas untuk memimpin sekolah, kepala sekolahbertanggung jawab atas tercapainya tujuan sekolah. Kepala sekolah diharapkanmenjadi pemimpin dan inovator di sekolah. Oleh sebab itu, kualitas kepemimpinankepala sekolah adalah signifikan bagi keberhasilan sekolah.Wahjosumidjo mengemukakan bahwa:Penampilan kepemimpinan kepala sekolah adalah prestasi atau sumbanganyang diberikan oleh kepemimpinan seorang kepala sekolah, baik secara kualitatifmaupun kuantitatif yang terukur dalam rangka membantu tercapainya tujuansekolah. Penampilan kepemimpinan kepala sekolah ditentukan oleh faktorkewibawaan, sifat dan keterampilan, perilaku maupun fleksibilitas pemimpin.Menurut Wahjosumidjo, agar fungsi kepemimpinan kepala sekolah berhasilmemberdayakan segala sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan sesuai dengansituasi, diperlukan seorang kepala sekolah yang memiliki kemampuan profesionalyaitu: kepribadian, keahlian dasar, pengalaman, pelatihan dan pengetahuanprofesional, serta kompetensi administrasi dan pengawasan.7.Kemampuan profesional kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yaitubertanggung jawab dalam menciptakan suatu situasi belajar mengajar yang kondusif,sehingga guru-guru dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik dan peserta didikdapat belajar dengan tenang. Disamping itu kepala sekolah dituntut untuk dapatbekerja sama dengan bawahannya, dalam hal ini guru.Kepemimpinan kepala sekolah yang terlalu berorientasi pada tugas pengadaansarana dan prasarana dan kurang memperhatikan guru dalam melakukan tindakan,

Page 6: Latar belakang

dapat menyebabkan guru sering melalaikan tugas sebagai pengajar dan pembentuknilai moral. Hal ini dapat menumbuhkan sikap yang negatif dari seorang guru7 Ibid., h. 431.6terhadap pekerjaannya di sekolah, sehingga pada akhirnya berimlikasi terhadapkeberhasilan prestasi siswa di sekolah.Kepala sekolah adalah pengelola pendidikan di sekolah secara keseluruhan,dan kepala sekolah adalah pemimpin formal pendidikan di sekolahnya. Dalam suatulingkungan pendidikan di sekolah, kepala sekolah bertanggung jawab penuh untukmengelola dan memberdayakan guru-guru agar terus meningkatkan kemampuankerjanya. Dengan peningkatan kemampuan atas segala potensi yang dimilikinya itu,maka dipastikan guru-guru yang juga merupakan mitra kerja kepala sekolah dalamberbagai bidang kegiatan pendidikan dapat berupaya menampilkan sikap positifterhadap pekerjaannya dan meningkatkan kompetensi profesionalnyaBerdasarkan uraian diatas menunjukkkan bahwa kepemimpinan kepalasekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan merupakan faktor yang cukup menentukantingkat kompetensi profesional guru. Sehinga dapat diduga bahwa masih rendahnyakompetensi profesional guru dalam hal ini guru matematika SMP Negeri diKabupaten Pandeglang, disebabkan oleh kompetensi profesional guru itu sendiri yangrendah, kepemimpinan kepala sekolah yang kurang efektif dan sikap guru yangnegatif terhadap pekerjaannya. Atas dasar pemikiran tersebut, peneliti merasa tertarikuntuk mengadakan penelitian tentang “Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolahdan Sikap Guru terhadap Pekerjaan dengan Kompetensi Profesional GuruMatematika SMP Negeri di Kabupaten Pandeglang”.7B. Identifikasi MasalahMasalah yang muncul berkenaan dengan hubungan kepemimpinan kepalasekolah dan sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru,diidentifikasikan sebagai berikut:1. Apakah kepemimpinan kepala sekolah memiliki hubungan dengan kompetensiprofesional guru.

Page 7: Latar belakang

2. Apakah sikap guru terhadap pekerjaan memiliki hubungan dengan kompetensiprofesional guru.3. Apakah kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaanberhubungan dengan kompetensi profesional guru.4. Apakah kompetensi profesional guru dapat ditingkatkan melalui kepemimpinankepala sekolah.5. Apakah kompetensi profesional guru dapat ditingkatkan melalui sikap guruterhadap pekerjaan guru.6. Apakah para guru telah mempunyai tingkat kompetensi profesional yang tinggi.7. Apakah kepala sekolah telah menerapkan kepemimpinan yang efektif dan relevandengan kondisi sekolah.8. Apakah para guru telah memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya.9. Apakah kepemimpinan kepala sekolah yang semakin positif akan diiringi dengansemakin positifnya kompetensi profesional guru.10. Apakah sikap guru terhadap pekerjaan yang positif akan diiringi dengan semakinpositifnya kompetensi profesional guru.811. Apakah tingkat kompetensi profesional guru yang rendah diakibatkan olehkepemimpinan kepala sekolah yang kurang efektif dan tidak relevan.12. Apakah tingkat kompetensi profesional guru yang rendah diakibatkan oleh sikapguru yang negatif terhadap pekerjaannya.13. Bagaimana pola hubungan fungsional antara kepemimpinan kepala sekolah dansikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.C. Pembatasan MasalahPembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah, terfokus, dantidak menyimpang dari sasaran pokok penelitian. Oleh karena itu, penulismemfokuskan kepada pembahasan atas masalah-masalah pokok yang dibatasi dalamkonteks permasalahan yang terdiri dari :1. Hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengan kompetensi profesionalguru.2. Hubungan antara sikap guru terhadap pekerjaan dengan kompetensi profesionalguru.3. Hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap

Page 8: Latar belakang

pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.Selanjutnya untuk lebih memperdalam penelitian, maka dipilih tiga variabelyang relevan dengan permasalahan pokok, yaitu kepemimpinan kepala sekolahsebagai variabel bebas kesatu (X1), sikap guru terhadap pekerjaan sebagai variabelbebas kedua (X2), dan kompetensi profesional guru sebagai variabel terikat (Y).9D. Perumusan MasalahPerumusan masalah merupakan langkah yang paling penting dalam penelitianilmiah. Perumusan masalah berguna untuk mengatasi kerancuan dalam pelaksanaanpenelitian. Berdasarkan masalah yang dijadikan fokus penelitian, masalah pokokpenelitian tersebut dirumuskan sebagai berikut :1. Apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dengankompetensi profesional guru.2. Apakah terdapat hubungan antara sikap terhadap pekerjaan dengan kompetensiprofesional guru.3. Apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guruterhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru.E. Kegunaan PenelitianKegunaan dari penelitian yaitu untuk meningkatkan kompetensi profesionalguru dengan melihatnya dari aspek kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guruterhadap pekerjaan. Untuk maksud tersebut, dicari hubungan antara kepemimpinankepala sekolah dengan kompetensi profesional guru dan hubungan antara sikap guruterhadap pekerjaan dengan kompetensi profesional guru. Setelah itu dikaji bagaimanahubungan antara kepemimpinan kepala sekolah dan sikap guru terhadap pekerjaansecara bersama-sama dengan kompetensi profesional guru. Dengan mengetahuihubungan tersebut, hasil penelitian diharapkan berguna untuk meningkatkankompetensi profesional guru matematika khususnya di Kabupaten Pandeglang.

Page 9: Latar belakang

PROGRAM AKSI REFORMASI PENDIDIKANSECARA FUNDAMENTAL

Oleh : Mayor CZI Ir. Edy Saptono, MM, Set Balitbang Dephan.

Pendahuluan

Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, kultural, dan politik, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara keseluruhan. Dalam proses pembangunan tersebut peranan pendidikan sangat strategis. Berbagai upaya pembaharuan pendidikan telah dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan namun demikian sampai sejauh ini belum menampakkan hasil. Mengapa kebijakan pembaharuan pendidikan di Indonesia dapat dikatakan senantiasa mengalami kegagalan dalam menjawab problem masyarakat ? "Kegagalan" pembaharuan pendidikan tersebut dikarenakan penentu kebijakan tidak sinkron dalam mengimplementasikan paradigma peranan pendidikan dalam perubahan sosial.

Krisis multi dimensi yang di-alami bangsa Indonesia belum sepenuhnya teratasi sehingga memberikan dampak negatif terhadap dunia pendidikan dengan memunculkan keseimbangan baru pendidikan. Terobosan baru dalam dunia pendidikan harus diperkenalkan dan diciptakan untuk mengatasi permasalahan pendidikan, dengan kata lain reformasi pendidikan merupakan suatu "imperative action".

Reformasi Pendidikan

Reformasi pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks dan majemuk sehingga memerlukan pengerahan segenap potensi yang ada dalam tempo yang panjang. Di samping itu, yang lebih penting adalah reformasi pendidikan harus memberikan peluang (room for manoeuvre) bagi siapapun yang aktif dalam pendidikan untuk me-ngembangkan langkah-langkah baru yang memungkinkan pe-ningkatan kualitas pendidikan.

Reformasi pendidikan pada da-sarnya mempunyai tujuan agar pendidikan dapat berjalan lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam reformasi tersebut yang perlu dilakukan adalah identifikasi masalah yang menghambat pelaksanaan pendidikan dan perumusan reformasi bersifat strategik dan praktis sehingga dapat diimplementasikan di lapangan.

Reformasi pendidikan harus berdasarkan pada realitas lembaga pendidikan yang ada, bukan berdasar pada jargon-jargon pendi-dikan semata. Maka reformasi

Page 10: Latar belakang

pendidikan tersebut hendaknya didasarkan fakta dan hasil penelitian yang valid, sehingga dapat dikembangkan program reforma-si yang utuh, jelas dan realistis.

Implementasi reformasi pendi-dikan yang berada diantara kebijakan publik dan kebijakan yang berdasarkan pada mekanisme pasar tersebut, memusatkan pada empat dimensi yaitu : dimensi kultural-fondasional, politik kebijakan, teknis operasional, dan dimensi kontekstual.

Dimensi Kultural Fondasional

Dimensi kultural fondasional berkaitan dengan nilai, keyakinan dan norma-norma pendidikan, seperti apa sekolah/lembaga pendidikan itu? Siapa pengajar/ dosen? Seberapa jauh materi yang harus dipelajari anak didik? dan siapa siswa itu? serta siapa yang memiliki kekuasaan untuk mengontrol institusi sekolah tersebut? Maka jawaban atas pertanyaan tersebut akan dapat menentukan gambaran fungsi dan tanggung jawab serta peranan komponen institusi pendidikan seperti pimpinan lembaga pendidikan, tenaga pengajar, pegawai administrasi, siswa dan orang tua siswa yang bersang-kutan.

Secara khusus, reformasi pendidikan ditunjukkan oleh perilaku dan peran baru siswa/anak didik dalam proses belajar-mengajar di lembaga pendidikan tersebut. Perubahan pada diri anak didik tersebut sebagai hasil adanya perubahan perilaku pada diri staf pengajar dalam melaksanakan proses belajar-mengajar khususnya, dan perubahan iklim lembaga pendidikan tersebut pada umumnya.

Perubahan perilaku tenaga pe-ngajar/guru/dosen merupakan perubahan pada aspek teknis yang disebabkan oleh aspek politik. Namun demikian reformasi pendidikan tidak lebih dari sekedar dimensi teknis dan politik, melainkan harus meletakkan dimensi kultural dalam proses reformasi. Tetapi sayang-nya, aspek kultural merupakan suatu yang bersifat relatif abstrak dan sulit untuk dikendalikan. Aspek kultural dapat dibangun dan dikembangkan berdasarkan nilai-nilai dan keyakinan yang ada dalam dunia pendidikan itu sendiri. Nilai-nilai dan keyakinan tersebut merupakan inti dari reformasi pendidikan. Berkaitan dengan dimensi kultural tersebut, lembaga pendidikan harus diperlakukan sebagai suatu institusi yang memiliki otonomi dan kebijakan (organik). Lazimnya sebagai suatu sistem organik, lemba-ga pendidikan dapat dilihat sebagai tubuh manusia yang memiliki sifat kompleks dan terbuka yang didekati dengan sistem "thin-king" , artinya dalam pengelolaannya lembaga pendidikan harus dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh. Dengan pendekatan sistem "thinking" tersebut dapat di identifikasi struktur, umpan balik dan dampak seperti : keterbatasan perubahan pendidkan, pergeseran sasaran reformasi pendidikan, dan perkembangan pendidikan.

Dimensi Politik-Kebijakan

Dimensi politik berkaitan dengan otoritas, kekuasaan dan pengaruh (termasuk negoisasi) untuk memecahkan konflik-konflik dan isu-isu pendidikan. Aspek politik dari reformasi pendidikan amat kompleks. Keberhasilan dalam mengendalikan aspek politik ini ditunjukkan dengan adanya berbagai kebijakan dan setiap kebijakan saling melengkapi serta menuju sasaran utama yaitu meningkatkan kemajuan pendidikan.

Page 11: Latar belakang

Dimensi politik ini tidak sekedar hak-hak politik warga sekolah/institusi pendidikan, khususnya tenaga pengajar/guru/dosen dan kepala sekolah/rektor, tetapi mempunyai pengertian yang luas, yakni penekanan pada kebebasan atau otonomi sekolah, khususnya dalam kaitannya dengan masya-rakat sekitar. Dengan otonomi tersebut maka keberadaan sekolah/lembaga pendidikan merupa-kan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan tidak terlalu menggantungkan pada birokrasi di atas.

Keberhasilan reformasi pendidik-an ditentukan oleh keberhasilan dalam memberdayakan guru/dosen, dimana guru/dosen me-miliki otonomi profesional dan kekuasaan untuk menentukan bagaimana visi dan misi sekolah/institusi pendidikan / lembaga pendidikan harus diimplementasikan dalam praktek sehari-hari. Selain itu pemberdayaan guru/dosen perlu dilakukan pula melalui pemberian kesempatan dan dorongan bagi mereka untuk selalu belajar menambah ilmu. Proses pembelajaran (learning) sepanjang waktu bagi tenaga pendidik/guru/dosen merupakan keharusan dan menjadi titik sentral dalam reformasi pendidikan.

Dimensi Teknis Operasional

Dimensi teknis berkaitan dengan profesionalisme dan tingkat pengetahuan pendidik, atau dengan kata lain aspek teknis dipusatkan pada kemauan dan kemampuan guru/dosen untuk melaksanakan reformasi pada dimensi kelas atau melaksanakan proses belajar-mengajar sebagaimana dituntut oleh reformasi.

Kemampuan pendidik yang dituntut dalam reformasi pendidikan pada umumnya adalah kemampuan penguasaan materi kurikulum dan kemampuan paedogogik. Orientasi kurikulum me-nitikberatkan pada penguasaan konsep-konsep pokok dan menekankan pada cara bagaimana peserta didik menguasai konsep dan hubungan untuk dikaitkan dengan realitas kehidupan masyarakat. Disamping perlu penyempurnaan kurikulum, pendidik harus memahami dan memiliki motiva-si untuk mempergunakan pendekatan dan cara belajar yang lebih natural /alami dan menarik. Untuk itu perlu dikembangkan tim kerja yang melibatkan pendidik dan para pakar/ahli agar dapat terjalin komunikasi yang baik sehingga berdampak positif bagi pendidik itu sendiri dalam me-ngembangkan kemampuan dan pengetahuannya.

Dimensi Kontekstual

Pendidikan tidak berproses da-lam suasana vakum dan tertutup, namun terbuka dan senantiasa berinteraksi dengan aspek-aspek lain diluar pendidikan. Aspek-aspek lain tersebut dapat berdampak positif maupun negatif bagi pendidikan. Aspek-aspek tersebut antara lain : kepedulian ma-syarakat terhadap pendidikan, perkembangan media masa, dan sistem politik pemerintah.

Keberhasilan reformasi pendidik-an ditentukan juga oleh dukung-an masyarakat, warga masyarakat, khususnya orang tua siswa perlu dilibatkan untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran secara aktif. Maka untuk itu, orang tua siswa dan tokoh-tokoh masyarakat perlu diajak memahami visi dan misi institusi pendidikan tersebut sehingga mereka dapat mengambil peran dalam melaksanakan misi tersebut sesuai dengan keyakinan dan kemampuannya.

Page 12: Latar belakang

Program Aksi Reformasi

Dalam pembahasan sebelumnya kita ketahui bahwa empat dimensi/aspek tersebut secara riil dapat diimplementasikan dalam "action program" dan memberikan dukungan yang signifikan dalam kontribusinya meningkatkan kualitas pendidikan sesuai dengan tujuan reformasi yang diharapkan. Program aksi yang perlu dikembangkan untuk me-nunjukkan tujuan reformasi tersebut dapat diwujudkan dalam matriks analisa reformasi (lihat tabel 1)

Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan penjelas-an di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Reformasi pendidikan merupakan suatu keharusan walaupun krisis moneter, ekonomi

dan politik masih belum sepenuhnya dapat diselesaikan dengan baik. Reformasi pendidikan yang diperlukan bersifat mendasar dan menyeluruh,

menyangkut dimensi kultural, politik, teknis, dan kontekstual.

Kemungkinan adanya resistensi yang menghambat reformasi pendidikan, sehingga reformasi pendidikan perlu mendapat dukungan dari kalangan profesional, orang tua dan masyarakat.

Reformasi pendidikan berhasil jika beban administrasi (non-profesi) tenaga pendidik dikurangi dan lebih menekankan pada aspek teknis profesional.