legalisasi pernikahan dalam masa iddahe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4682/1/skripsi.pdf ·...
TRANSCRIPT
-
i
LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH
( Studi Kasus Di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan
Susukan Tahun 2010 )
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Ahmad Miftakhuzzahid
21113005
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2018
-
ii
-
iii
LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH
( Studi Kasus Di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan
Susukan Tahun 2010 )
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Ahmad Miftakhuzzahid
21113005
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2018
-
iv
Heni Satar N, S. H., M. Si.
NIP. 19701127199903
PENGESAHAN PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
KepadaYth.
Dekan Fakultas Syari‘ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikumWarahmatullahi Wabarakatuh
Dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi,
maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Ahmad Miftakhuzzahid
NIM : 211-13-005
Judul : LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA
IDDAH ( Studi Kasus Di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan
Susukan Tahun 2010 )
Dapat diajukan kepada Fakultas Syariah IAIN Salatiga untuk diujikan
dalam siding munaqosyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 05 September 2018
Pembimbing,
Heni Satar N, S. H., M. Si.
NIP. 19701127199903
-
v
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:
LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH ( Studi Kasus Di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan
Susukan Tahun 2010 )
Oleh:
Ahmad Miftakhuzzahid
NIM 211-13-005
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Hukum
Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga,
pada tanggal 21 September 2018 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH).
Dewan Sidang Munaqosyah:
Ketua Penguji : Dr. H. Muh. Irfan Helmy, Lc., M.A.
Sekretaris Penguji : Heni Satar N, S. H., M. Si.
Penguji I : Muh. Hafidz, M. Ag.
Penguji II : Farkhani, S. H., S. Hi., M. H.
Salatiga,21 September 2018
Dekan Fakultas Syariah IAIN
Salatiga,
Dr. Siti Zumrotun, M.Ag
NIP. 19670115 199803 2002
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYRI’AH Jl. NakulaSadewa V No. 9Telp (0298) 3419400 Fax. 323423Salatiga5022
Website:www.iainsalatiga.ac.idEmail:[email protected]
http://www.iainsalatiga.ac.id/mailto:[email protected]
-
vi
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : Ahmad Miftakhuzzahid
NIM : 211-13-005
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Fakultas : Syariah
Judul : LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan
hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah.
Salatiga,05 Juni 2018
Yang menyatakan,
Ahmad Miftakhuzzahid
NIM 21113005
-
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
“setiap kesuksesan berawal dari suatu perjuangan
bukan dengan cara instan”
Persembahan
“”Untuk Kedua Orang Tua & Keluargaku
Tercinta””
-
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil‘alamin, segala puji bagi Allah SWT, tuhan semesta
alam yang berkuasa atas segala sesuatu. Berkat tuntutan, hidayah serta karunia-
Nyalah penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda nabi
Muhamad SAW. Nabi akhirzaman yang akan selalu menjadi suri tauladan bagi
umat islam sampai yaumulqiyamah.Amin.
Manusia tidakada yang sempurna.Begitupun dengan penulis, penulis
hanyalah makhluk yang tiada mungkin tidak ada kekurangan. Penulis hanyalah
manusia biasa yang semangatnya terkadang hidup dan padam , sehingga
merupakan anugerah yang luar biasa dengan bekal niat dan dukungan dari banyak
pihak yang pada akhirnya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul:‖legalisasi pernikahan dalam masa iddah”
Atas terselesaikannya skripsi ini, penulis menghaturkan terimakaasih
kepada:
1. Bapak Dr. H. Ahmad Hariyadi,M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dr. SitiZumrotunM.Ag, Selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN Salatiga.
3. Bapak Sukron Ma‘mun, M.Si,selaku Kepala Jurusan Hukum Keluarga Islam.
4. Ibu Heni Satar N. S. H., M. Si.,selaku Pembimbing Skripsi
5. Bapak Drs. Badwan, M. Ag.selaku dosen Pembimbing Akademik.
6. Segenap Bapak Ibu petugas Perspustakaan IAIN Salatiga yang selalu setulus
hati memberikan pelayanan terbaiknya.
-
ix
7. Orang tua tercinta Bapak Muh Bahrudin Dan Ibu Islamiyah, bimbingan,
arahan dan juga kesabarannya.
8. Bapak Yusuf Humaini yang member motifasi semangat untuk segera
menyelesaikan jenjang pendidikan.
9. Kaka saya mas Anas yang selalu ngancani dari awal kuliah sampai sekarang.
10. Teman teman saya nidya Nur Aufa, Muntaha, dan teman-teman
seperjuanganku
11. Kepada teman motivasi saya Anggraini Sulistyowati yang selalu menjadi
penyemmangat .
Penulis tidak mampu membalas dukungan, bimbingan serta motivasi yang
telah diberikan selama ini, semoga semua itu menjadi amal shalih dan semoga
Allah membalas amal shalih tersebut dengan balasan yang lebih baik. Penulis
menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelalaian,
oleh karenanya penulis berlapang dada untuk menerima kritikdan saran yang
membangun demi perbaikan.
Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi salah satu sumber ilmu yang
bermanfaat dunia dan akhirat. Trimakasih.
Salatiga, 5 September 2018
Penulis
-
x
ABSTRAK
Ahmad Miftakhuzzahid. 2018. “Legalisai Pernikahan Dalam Masa Iddah”(Studi
kasus Di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan Tahun 2010
).Skripsi.Fakultas Syari‘ah. Jurusan hukum Keluarga Islam.Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.Pembimbing Heni Satar N. S. H.,
M. Si.
Kata kunci: Masalah, Metodologi, Hasil
Terjadinya praktek pernikahan dalam masa iddah yang terjadi di Dusun
Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan yang dilakukan oleh empat pasangan
yang didasari faktor kebutuhan ekonomi dan sosial. Dikalangan masyarakat
setempat faktor tersebut sangat lah terasa di era yang serba canggih ini. Serta
peran dari KUA setempat yang belum melaksanakan tugas dan wewenangnya
dalam melayani pernikahan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metodologi sosiologis yuridis
yaitu penulis secara intensif mempelajari tentang latar belakang keadaan sekarang,
interaksi sosial, individu, kelompok, keluarga dan masyarakat.
Hasil dari peniltian yang ada pada skripsi ini adalah penulis mengetahui
apakah yang mendasari terjadinya pernikahan dalam masa iddah dikalangan
masyarakat di Dusun Ngebuk Desa Tawang. Dari hasil penelitian penulis praktek
pernikahan pada masa iddah ini terjadi akibat faktor ekonomi dan sosial dan
peran dari pihak KUA setempat terhadap pernikahan pada masa iddah di
Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang. Dari hasil keterangan KUA meraka
mengatakan kurang telitinya mereka dalam menyeleksi berkas yang sudah
diajukan oleh pihak yang akan melaksanakan pernikahan kedua.
-
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR BERLOGO .................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iv
PENGESAHAN ............................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
ABSTRAK ....................................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
D. Kegunaan Penelitian........................................................................... 5
E. Penegasan Istilah ................................................................................ 6
F. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 7
G. Metode Penelitian............................................................................... 9
H. Sistematika Penulisan....................................................................... 11
-
xii
BAB II LANDASAN TEORI
A. MASA IDDAH ................................................................................ 13
1. Pengertian Masa Iddah ............................................................... 13
2. Landasan Hukum Masa Iddah .................................................... 14
B. MASA IDDAH MENURUT UU NO.1 Tahun 1974 dan KHI ........ 15
C. PERHITUNGAN MASA IDDAH ................................................... 17
D. HIKMAH IDDAH ........................................................................... 22
E. HAK DAN KEWAJIBAN WANITA BER-IDDAH ....................... 23
F. LARANGAN DALAM MASA IDDAH ......................................... 26
G. TUGAS DAN KEWENANGAN KUA ........................................... 27
BAB III LAPORAN PENELITIAN ............................................................ 37
A. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN .......................................... 37
1. Kondisi Geografis KUA Kecamatan Susukan ........................... 37
2. Struktur Organisasi KUA Kecamatan Susukan ......................... 38
3. Kondisi Sosial-Ekonomi dan Budaya ........................................ 41
4. Luas dan Batas Desa Tawang .................................................... 42
5. Jumlah Penduduk Desa Tawang Berdasarkan Usia ................... 43
6. Jumlah Pendudduk Berdasarkan Pendiddikan .......................... 43
7. Struktur Mata Pencaharian Desa Tawang .................................. 44
8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ...................................... 44
9. Sarana Peribadahan Desa Tawang ............................................. 45
-
xiii
B. PROFIL PASANGAN ..................................................................... 45
C. HASIL WAWANCARA ................................................................. 49
BAB IV PEMBAHASAN MASALAH ....................................................... 54
A. PRAKTEK PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH DI DUSUN
NGEBUK DESA TAWANG KECAMATAN SUSUKAN ............ 54
B. FAKTOR YANG MENDORONG ADANYA PERNIKAHAN
DALAM MASA IDDAH DI DUSUN NGEBUK DESA TAWANG
KECAMATAN SUSUKAN ............................................................ 60
C. PERAN PEGAWAI KANTOR PENCATATAN PERNIKAHAN
DALAM PERNIKAHAN PADA MASA IDDAH DI KUA
KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN SEMARANG ............ 62
BAB V KESIMPULAN PENUTUP ............................................................ 64
A. KESIMPULAN ................................................................................ 64
B. SARAN ............................................................................................ 64
C. PENUTUP ........................................................................................ 65
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 67
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan
manusia, Karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami
istri, tetapi Juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Pada umumnya
perkawinan dianggap sebagai sesuatu yang suci dan karenanya setiap agama
selalu menghubungkan kaidah-kaidah perkawinan dengan kaidah-kaidah
agama. Semua agama umumnya mempunyai hukum perkawinan yang berbeda-
beda.
Manusia dalam menempuh pergaulan hidup dalam masyarakat ternyata
tidak dapat terlepas dari adanya saling ketergantungan antara manusia dengan
yang lainnya. Hal itu dikarenakan sesuai dengan kedudukan manusia sebagai
mahluk sosial yang suka berkelompok atau berteman dengan manusia lainnya.
Hidup bersama merupakan salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia baik kebutuhan yang bersifat jasmani maupun yang bersifat rohani.
Demikian pula bagi seorang laki-laki ataupun seorang perempuan yang
telah mencapai usia tertentu maka ia tidak akan lepas dari permasalahan
tersebut. Ia Ingin memenuhi kebutuhan hidupnya dengan melaluinya bersama
dengan orang lain yang bisa dijadikan curahan hati, penyejuk jiwa, tempat
berbagi suka dan duka. Hidup bersama antara seorang laki-laki dan perempuan
sebagai pasangan suami istri dan telah memenuhi ketentuan hukumnya,
-
2
ini yang lazimnya disebut sebagai sebuah perkawinan. Perkawinan pada
hakekatnya adalah merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki
dan perempuan untuk membentuk suatu keluarga yang kekal dan bahagia.
Dalam suatu pernikahan ada juga yang berakhir dalam sebuah
perceraian karena tidak semua pernikahan itu bisa selalu bahagia. Banyak hal
yang menjadikan alasan pasangan suami istri bisa memutuskan untuk bercerai
dari pada melanjutkan hubungan pernikahan mereka.
Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri
dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri
tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri. Putusnya perkawinan
oleh suami atau istri atau atas kesepakatan kedua-duanya apabila hubungan
mereka tidak lagi memungkin-kan tercapainya tujuan perkawinan. Pada
umumnya perceraian dianggap tidak terpuji akan tetapi bila keadaan mereka
menemui jalan buntu untuk dapat memperbaiki hubungan yang retak antara
suami dan istri, maka pemutusan perkawinan atau perceraian menjadi hal yang
wajib. Timbulnya perselisihan tidak hanya dikarenakan oleh pihak wanita atau
hanya pihak laki-laki saja, akan tetapi dikarenakan oleh sikap egoisme masing
masing individu. Oleh karena itu, perceraian dapat dilakukan apabila dengan
alasan yang kuat dengan hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia
dituangkan di dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
-
3
Perceraian merupakan salah satu penyebab putusnya perkawinan. Hal
ini sesuai ketentuan Pasal 113 KHI, yang mengatur bahwa putusnya
perkawinan dapat dikarenakan 3 (tiga) alasan sebagai berikut:
1. Kematian;
2. Perceraian;
3. Putusan Pengadilan.
Menurut Pasal 114 KHI menyatakan bahwa putusnya perkawinan yang
disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak oleh suami atau
gugatan perceraian oleh isteri. Selanjutnya menurut Pasal 115 KHI menyatakan
bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama
setelah pengadilan tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak.
Dalam terjadinya perceraian itu sendiri mengakibatkan adanya iddah
atau masa tunggu bagi seorang istri yang diceraikan oleh suaminya.
Iddah menurut bahasa berasal dari kata ― al-„udd ‖ dan ― al-Ihsha‟ ‖
yang berarti bilangan atau hitungan, misalnya bilangan harta atau hari jika
dihitung satu per satu dan jumlah keseluruhanya. Firman Allah dalam Al-
qur‘an :
ُهوِر ِعْنَد َة الشُّ اللَِّو اثْ َنا َعَشَر َشْهًراإنَّ ِعدَّ
―Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas
bulan”. (QS. At-Taubah (9): 36)
Menurut istilah Fuqaha‟ Iddah berarti masa menunggu wanita
sehingga halal bagi suami lain. (Amzah, 2009:318 )
-
4
Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Iddah ialah
masa menanti atau menunggu yang diwajibkan atas seorang perempuan yang
diceraikan oleh suaminya (cerai hidup atau cerai mati), tujuannya, guna atau
untuk mengetahui kandungan perempuan itu berisi (hamil) atau tidak (Rasjid,
2011:414), serta untuk menunaikan satu perintah dari Allah SWT.
Ada yang berbeda dengan apa yang sudah dijelaskan pada uraian diatas
di dusun ngebuk ,desa tawang masih terjadi pernikahan yang sah secara hukum
dan negara pada waktu masa iddah.sebagian masyarakatnya tidak
mengindahkan yang namanya masa iddah yang sudah dijelaskan dalam
alqur‘an dan undang-undang negara.
Dan dalam peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 masalah ini telah
dijelaskan dalam BAB VII Pasal 39 sementara dalam Kompilasi Hukum Islam
dijelaskan Pasal 153, 154, 155. Pasal 153 ayat (1) kompilasi menyatakan : bagi
seorang istri yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu atau iddah
kecuali belum digauli dan perkawinannya putus bukan karena kematian suami.
(lihat pasal 39 PP Nomor 9 Tahun 1975).
Dari penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan diatas bahwa iddah itu
adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. Dengan sedemikian rupa
karena itu adalah suatu hal yang wajib dalam syariat Islam. Atas dasar inilah
penulis menjadikan hal ini sebagai masalah yang akan dikaji dan diteliti
dengan judul “LEGALISASI PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH
STUDI KASUS DI DUSUN NGEBUK DESA TAWANG KECAMATAN
SUSUKAN TAHUN 2010”
-
5
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana praktek pernikahan dalam masa iddah di Dusun Ngebuk Desa
Tawang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.
2. Apakah faktor yang mendorong adanya pernikahan dalam masa iddah di
Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.
3. Bagaimana peran pegawai kantor pencatatan pernikahan dalam pernikahan
pada masa iddah di KUA Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui praktek pernikahan dalam masa iddah yang terjadi di
Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.
2. Untuk mengetahui faktor yang menjadi pendorong akan adanya pernikahan
dalam masa iddah di Dusun Ngebuk Desa Tawang Kecamatan Susukan
Kabupaten Semarang.
3. Untuk mengetahui peran pegawai kantor pencatatan pernikahan dalam
pernikahan pada masa iddah yang terjadi di KUA Kecamatan Susukan
Kabupaten Semarang.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan adanya penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang
legalitas pernikahan dalam masa iddah di masyarakat. Selain itu penelitian
-
6
ini juga diharapkan sebagai bahan pustaka bagi Institut Agama Islam
Negeri Salatiga Fakultas Syariah Jurusan Hukum Keluarga Islam (IAIN
Salatiga).
2. Manfaat Praktis
Selain memberikan manfaat teoritis penelitian ini juga mempunyai
manfaat praktis dan akademis.Sebagai sumbangan referensi kepada para
pihak yang terkait yaitu tokoh masyarakat setempat, tokoh agama dalam
menanggapi pernikahan dalam masa iddah.
E. PENEGASAN ISTILAH
Adapun penegasan istilah dalam penulisan ini yaitu:
1. Legalisasi
Legalisasi/ pengesahan ( menurut undang-undang atau hukum ): tidak
menolong usaha pelembagaan perkawinan di masyarakat.Melegalisasi
membuat menjadi legal; mengesahkan surat dan sebagainya. (KBBI)
2. Iddah
Iddah (Arab: عدة; "waktu menunggu") di dalam agama Islam adalah
sebuah masa di mana seorang perempuan yang telah diceraikan oleh
suaminya, baik diceraikan karena suaminya mati atau karena dicerai ketika
suaminya hidup, untuk menunggu dan menahan diri dari menikahi laki-laki
lain. ( Ibnu Mas'ud dan Zainal Abiding 2007: 375 )
3. Kasus
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ), Kasus adalah
keadaan yang sebenarnya dari suatu urusan atau perkara; keadaan atau
-
7
kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal; soal;
perkara;.
F. TINJAUAN PUSTAKA
Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, tentang masa
iddah sudah dituangkan dalam beberapa penelitian, diantara penelitian –
penelitian tersebut yang mirip dengan penelitian yang penyusun tulis antara
lain :
Pada tahun 2012, dalam skripsi yang berjudul ―Pelaksanaan Pernikahan
Dalam Masa Iddah Ditinjau Menurut Hukum Islam (Studi kasus di Tnajung
Samak Kecamatan Rangsang Kabupaten Kepulauan Maranti). Karya Siti
Anisah memfokuskan pemahasannya pada faktor yang menjadi pendorong
masyarakat melakukan pernikahan dalam masa iddah. Dari hasil penelitian
diatas adalah kebanyakan masyarakat di desa tersebut kurang memahami
tentang batasan dan larangan dalam masa iddah sehingga tidak ada yang
menghiraukan tentang masa iddah. Bedanya dari penulisan skripsi yang akan
dibuat adalah peran pegawai pencatat perninakan dan faktor yang utama
mendasari terlaksananya pernikahan dalam masa iddah.
Pada tahun 2015, karya Ita Nurul Asna dalam skripi yang berjudul
―Pelanggaran Masa Iddah di Masyarakat ( Studi Kasus di Dusun Gilang, Desa
Tegaron, Kecamatan Banyubiru )‖. Skripsi ini memfokuskan pada bentuk
pelanggaran dalam masa iddah yang dilakukan wanita. Hasil dari penelitian ini
adalah bagaimana dan apa saja pelanggaran yang dilakukan wanita dalam masa
iddah. Bedanya dari penulisan skripsi yang akan dibuat adalah peran pegawai
-
8
pencatat pernikahan dan faktor yang utama mendasari terlaksananya
pernikahan dalam masa iddah.
Pada tahun 2017, karya Tendy Utama Halim dalam skripsi yang berjudul
―Akibat Hukum Dilanggarnya Masa Iddah Menurut Undang-Undang No 1
Tahun 1974 Tentang Pernikahan Dan Kompilasi Hukum Islam ( Studi Kasus
Putusan Pengadilan Agama Tasikmalaya Nomor:2085/Pdt.G/2004/Pa.Ts).
Skripsi ini memfokuskan pada akibat hukum dari dilanggarnya masa iddah
dalam undang-undang pernikahan. Hasil dari penelitian ini adalah para wanita
yang melanggar masa iddah menerima hukuman menurut undang-undang
pernikahan. Bedanya dari penulisan skripsi yang akan dibuat adalah peran
pegawai pencatat perninakan dan faktor yang utama mendasari terlaksananya
pernikahan dalam masa iddah.
Pada tahun 2015, karya Annaningtias Emmi dalam skripsi yang berjudul
―Pelaksanaan Masa Iddah ( Waktu Tunggu ) Bagi Seorang Wanita Ditinjau
Dari Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi
Hukum Islam / INPRES No 1 Tahun 1991 ( Studi Kasus di Pengadilan Agama
Demak ). Fokus dari skripsi ini adalah pelaksanaan masa iddah wanita menurut
undang-undang pernikahan, kompilasi hukum islam dan inpres no.1 tahun
1991. Hasilnya adalah mengetahui seberapa lama masa tunggu atau masa iddah
wanita sebelum menikah kembali. Bedanya dari penulisan skripsi yang akan
dibuat adalah peran pegawai pencatat perninakan dan faktor yang utama
mendasari terlaksananya pernikahan dalam masa iddah.
-
9
Pada tahun 2017, karya Siti Muthohharoh dalam skripsi yang berjudul ―
Tinjauan hukum islam terhadap pernikahan dalam masa iddah pada masyarakat
Dayak Bakumpai Desa Muara Bumban Kecamatan Murung kabupaten
Murung Raya Kalimantan Tengah. Skripsi ini memfokuskan pada tinjauan dan
solusi hukum pada masyarakat setempat. Hasilnya adalah masyarakat menjadi
tau tentang hukum pernikahan dalam masa iddah. Bedanya dari penulisan
skripsi yang akan dibuat adalah peran pegawai pencatat perninakan dan faktor
yang utama mendasari terlaksananya pernikahan dalam masa iddah.
G. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan tindakan yang dapat membantu
terlaksananya penelitian dengan hasil yang sangat baik.
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis pendekatan ini adalah penelitian lapangan ( Field Researd ) yang
secara umum bersifat sosiologis-yuridis. Penelitian lapangan yaitu
mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan
interaksi suatu sosial, individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat.
( Husaini Usman 2005: 5 ) Jadi, penelitian dengan hukum empiris harus
dilakukan dilapangan dengan menggunakan metode dan teknik penelitian
lapangan.
2. Sumber Data
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari sumber-sumber asli yang
memuat informasi atau data dari responden ( Amirin,1990:132 ). Dalam
hal ini terdiri dari pasangan suami istri yang melakukan pernikahan
-
10
dalam masa iddah, tokoh masyarakat, Ulama‘, dan orangorang yang
mengetahui masalah tersebut.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak lain,tidak secara
langsung diterima oleh penulis dari subyek penelitiannya dalam format
dokumentasi (Azwar,2007:91).Metode dokumentasi dilakukan dengan
cara menelusuri pelaku nikah dalam masa iddah in yang menjadi obyek
utama.
3. Metode Pengumpulan Data
Adapun cara penulis dalam melakukan pengumpulan data adalah
sebagai berikut:
a. Wawancara
Metode wawancara yaitu metode yang dipergunakan dalam
penelitian dengan cara dialog yang dilakukan pleh pelaku sebagai
pewawancara untuk memperoleh infomasi dari terwawancara (
Arikunto, 1998:145 ). Adapun metode wawancara yang dilakukan
dengan cara tanya jawab secara lisan mengenai masalah yang ada
dengan berpedoman pada daftar pertanyaan sebagai rujukan yang telah
dirumuskan sebelumnya. Dalam metode ini penulis melakukan wawan
cara kepada pelaku pernikahan dalam masa iddah, kepada pejabat kua
setempat dan tokoh masyarakat di desa setempat sebagai informan guna
mendapatkan informasi.
b. Dokumentasi
Menurut sugiono (2013:240) dokumen merupakan catatan
-
11
peristiwa yang berlaku.Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau
karya-karya monumental dari seorang. Sedangkan menurut Arikunto
(1998:236) dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau
variable yang berupa catatan, transkip, buku-buku, surat kabar,
majalah, prasasti notulen-notulen, lengger, agenda, dan sebagainya.
4. Metode Analisis Data
Sesudah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisa agar
memperoleh data yang matang dan akurat. Dalam penganalisaan data
tersebut penulis menggunakan analisa kualitatif yaitu, analisa untuk
meneliti kasus setelah terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk uraian.
( Moeloeng 2011:288 )
Pada metode ini penulis akan mengolah data yang diperoleh dari
hasil wawancara dan mengamati dari sumber-sumber lain agar lebih
mengetahui lebih dalam tentang terjadinya pernikahan dalam masa iddah.
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memudahkan dalam penulisan ini, maka penulis menyusun
sistematika sebagai berikut :
Bab Pertama, Berisi tentang Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab Kedua, Berisi tentang Landasan teori masa iddah yang berisi tentang
Pegertian iddah, macam-macam iddah, landasan Hukum, Pendapat
ulama, dan hikmah iddah dan Tugas serta kewenangan KUA.
-
12
Bab Ketiga, Berisi tentang Hasil penelitian yang berisi tentang gambaran lokasi
penelitian.
Bab keempat, Berisi tentang Pembahasan yang berisikan pemaparan tentang
skripsi yang dibuat.
Bab kelima, Berisi tentang Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.
-
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Masa Iddah
1. Pengertian Masa Iddah
Menurut bahasa iddah berasal dari kata al-‗adad yang berarti
menghitung. Kata al-‗adad memiliki arti ukuran dari sesuatu yang dihitung
dan jumlahnya. Secara etimologi iddah berarti:menghitung atau
hitungan.Kata ini digunakan untuk maksud Iddah karena wanita yang
beriddah menunggu waktu berlakunya.( Syarifuddin, 2006, h.303)
Pengertian iddah secara istilah ,para ulama banyak memberikan
pengertian yang beragam, seperti Muhammmad al-Jaziri memberikan
pengertian bahwa iddah merupakan masa tunggu seorang perempuan yang
tidak hanya didasarkan pada masa haid atau sucinya tetapi kadang-kadang
juga didasarkan pada bilangan bulan atau dengan melahirkan dan selama
masa tersebut seorang perempuan dilarang untuk menikah dengan laki-
laki.( Al-Jaziri,1969,jilid 4: 513 )
Pengertian yang tidak terlalu beda, juga diungkapkan oleh Sayyid
Sibiq bahwa ‗iddah merupakan sebuah nama bagi masa lamanya
perempuan (istri) menunggu dan tidak boleh kawin setelah kematian
suaminya atau setelah pisah dari suaminya.kedua pengertian ulama ini
sedikit beriringan yang menekankan pada masa menunngu dan ketentuan
untuk menikah dalam masa tunggu tersebut. ( Sabiq,2009: 196 )
-
14
Selain kedua pendapat diatas juga ada sebuah pendapat mengenai
Iddah dari Abu Yahya Zakariya al-Ansari yaitu ‗iddah sebagai masa
tunggu seorang perempuan untuk mengetahui kesucian rahim untuk
ta‘abbud (beribadah) atau untuk tafajju‘ (bela sungkawa) terhadap
suaminya.(Al-Ansari,1998:103)
Dari definifi diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa pada masa
tunggu yang ditetapkan bagi perempuan setelah kematian suami atau
putusnya perkawinan baik berdasarkan masa haid atau suci, bilangan bulan
atau dengan melahirkan untuk mengetahui kesucian rahim, beribadah atau
ta‘abbud maupun bela sungkawa atau tafajju‘ atas suaminya.selama masa
tersebut seorang perempuan (istri) dilarang untuk menikah dengan laki-laki
lain.
2. Landasan Hukum Masa Iddah
Hukum iddah wajib,dasarnya:
a. Al Quran firman allah.
ۚ َواْلُمطَلََّقاُت يَ تَ َربَّْصَن ِبَأنْ ُفِسِهنَّ َثََلثََة قُ ُروٍء
“ Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diti
(menuggu) tiga kali quru”.(QS. Al-Baqarah (2): 228).
Az—Zamakhsyari berkata: ayat ini berbentuk berita dalam
makna perintah Asal perkataan: Hendaklah wanita-wanita itu
menunggu , mengeluarkan perintah dalam bentuk kalimat berita
bermakna penguat perintah dan memberi isyaarat termasuk sesuatu
yang wajib diterima dengan segera agar dipatuhi. Mereka seakan telah
-
15
patuh terhadap perintah menunggu kemudian Allah memberitakan apa
adanya. Perumpamaan perkataan mereka:‖semoga Allah
merahmatimu‖kalimat ini dikeluarkan dalam bentuk berita karena
percaya terkabulnya,seolah telah ad rahmat kemudian diberitakan.
Dalam alquran allah telah memberitakan tentang masa iddah.
b. Sunnah sebagaimana dijelaskan dalam shahih muslim dari fathimah
binti qais bahwa Rasulullah bersabda kepadanya:
اعتدي فئ بيت ابن عمك ا بن ام مكتوم
“hendaklah enkau di rumah pamanmu ibnu umi
maktum”.(muslim : 1\94)
Dan sabda nabi kepada wanita yang khulu‘: dan hendaklah engkau
ber-iddah sekali haid.sebagai mana dalam bab khulu‘ dan hadis lain.
c. Ijma‘ umat islam sepakat wajibnya iddah sejak masa Rasulullah
sampai sekarang.
B. Masa Iddah MenurutUndang-Undang No.1 Tahun 1974 Dan Kompilasi
Hukum Islam
1) Menurut UU No.1 Tahun 1974 Pasal 11
a. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu.
b. Tenggang waktu jangka waktu tersebut dalam ayat (1) akan di atur
dalam pengaturan pemerintah lebih lanjut.
2) Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 153-154
-
16
a. Bagi seorang istri yang putus perkawinannya berlaku waktu tunggu
atau iddah, kecuali qobla al dukhul dan perkawinannya putus bukan
karena kematian suami.
b. Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut:
1) Apabila putus karena kematian, walaupun qobla al dukhul, waktu
tunggu ditetapkan 130 hari;
2) Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi
yang masih haid 3(tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90
hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkannya 90 hari;
3) Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda tersebut
dalam keadaan hamil, waktu tunggu sampai melahirkan;
4) Apabila perkawinan putus karena kematian, janda tersebut dalam
keadaan hamil, waktu tunggu sampai melahirkan.
c. Tidak ada waktu tunggu bagi yang putus perkawinan karena perceraian
sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya qobla al dukhul.
d. Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu
dihitung sejak jatuhnya putusan pengadilan agama yang mempunyai
kekuatan hukum tetap,sedangkan perkawinan yang putus karena
kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami.
e. Waktu tunggu bagi isteri yang pernah haid sedang waktu menjalani
iddah tidak haid karena menyusui, maka iddahnya 3 kali waktu haid.
-
17
f. Dalam hal keadaan pada ayat (5) bukan karena menyusui, maka
iddahnya selama 1 tahun, akan tetapi bila dalam waktu setahun tersebut
ia haid kembali, maka iddah nya menjadi 3 kali suci.
Pasal 154 apabila isteri bertalak raj‘i kemudian dalam waktu
iddah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) huruf b, ayat (5) dan
ayat (6) pasal 153, ditinggal mati oleh suaminya, maka iddahnya
berubah menjadi 4 bulan 10 hari terhitung saat matinya bekas
suaminya.
C. Perhitungan Masa Iddah
Secara umum pembagian iddah sebagai berikut:
1. Iddah seorang isteri yang sudah tidak haid ( menopause ) yaitu tiga bulan:
2. Iddah seorang isteri yang ditinggal mati oleh suaminya adalah empat bulan
sepuluh hari jika ia tidak dalam keadaan hamil.
3. Iddah seorang isteri yang hamil yaitu sampai melahirkan, Dari keempat
bagian itu jika diperincikan terbagi menjadi:
a. Iddah berdasarkan haid
Apabila terjadi putus perkawinan disebabkan karena talaq, baik
raj‘i maupun ba‘in, baik ba‘in sughra maupun kubra atau karena fasakh
seperti murtadnya suami atau khiyar bulug dari perempuan sedangkan
isteri masih mengalami haid maka ‗Iddahnya dengan tiga kali haid.
Sekalipun ketentuan ini harus memenuhi syarat.( Sabiq,2007: 278. )
Selain itu ada pula ketentuan bahwa iddah berdasarkan haid juga
berkaitan dengan isteri yang ditinggal mati oleh suaminya dan ia tidak
-
18
dalam keadaan hamil dalam dua keadaan. Pertama, apabila ia
dicampuri secara syubhat dan sebelum putus perkawinannya suaminya
meninggal maka ia wajib beriddah berdasarkan haid. Kedua, apabila
akadnya fasid dan suaminya meninggal maka ia ber‘iddah dengan
berdasarkan haid tidak dengan empat bulan sepuluh hari yang
merupakan ‗Iddah atas kematian suami karena hikmah ‗Iddah di sini
adalah untuk mengetahui kebersihan rahim dan tidak untuk berduka
terhadap suami karena dalam hal mencampuri secara syubhat tidak ada
suami dan dalam akad yang fasid tidak ada suami secara syar‘i maka
tidak wajib berduka atas suami.
b. Iddah berdasarkan bilangan bulan
Apabila perempuan (istri) merdeka dalam keadaan tidak hamil
dan telah dicampuri baik secara hakiki atau hukmi dalam bentuk
perkawinan sahih dan dia tidak mengalami haid karena sebab apapun
baik karena dia masih belum dewasa atau sudah dewasa tetapi telah
menopause yaitu sekitar umur 55 tahun atau telah mencapai umur 15
tahun dan belum haid kemudian putus perkawinan antara dia dengan
suaminya karena talak, atau fasakh atau berdasarkan sebab-sebab yang
lain maka ‗Iddahnya adalah tiga bulan penuh berdasarkan firman Allah
dalam Surat at-Talaq (65): 4.
َثُة َأْشُهٍر َوٱلََّّٰ ِى َلَْ تُ ُهنَّ ثَ لََّٰ َوٱلََّّٰ ى يَِئْسَن ِمَن ٱْلَمِحيِض ِمن نَِّساِئُكْم ِإِن ٱْرتَ ْبُتْم فَِعدَّْضَن ۥَمن يَ تَِّق ٱللََّو ََيَْعل لَّوُ وَ ۚ َوأُولََُّٰت ٱْْلَْْحَاِل َأَجُلُهنَّ َأن َيَضْعَن َْحَْلُهنَّ ۚ َيَِ
يُْسًرا ۦِمْن أَْمرِهِ
-
19
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di
antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa
iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu
(pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-
perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka
melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada
Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam
urusannya”. (Q.S. At-thalak: 4).
Dalam hal ini bagi perempuan yang ditinggal mati oleh
suaminya dan ia tidak dalam keadaan hamil dan masih mengalami haid
iddahnya empat bulan sepuluh hari berdasarkan firman allah Surat al-
Baqarah (2) : 234.
َفِإَذا ۚ َوالَِّذيَن يُ تَ َوف َّْوَن ِمْنُكْم َوَيَذُروَن َأْزَواًجا يَ تَ َربَّْصَن بَِأنْ ُفِسِهنَّ َأْربَ َعَة َأْشُهٍر َوَعْشًرا َواللَُّو ِبَا ۚ بَ َلْغَن َأَجَلُهنَّ َفََل ُجَناَح َعَلْيُكْم ِفيَما فَ َعْلَن ِف أَنْ ُفِسِهنَّ بِاْلَمْعُروِف ِبيٌ تَ ْعَمُلوَن خَ
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan
dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah
habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan
mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat”. (Q.S.Al-Baqarah: 234)
c. Iddah berdasarkan meninggalnya suami
Dalam poin ini, terbagi menjadi dua bagian , diantaranya:
Pertama, istri yang tidak dalam keadaan hamil ‗Iddahnya adalah
empat bulan sepuluh hari berdasarkan surat al-Baqarah (2) :234.
َفِإَذا ۚ َوالَِّذيَن يُ تَ َوف َّْوَن ِمْنُكْم َوَيَذُروَن َأْزَواًجا يَ تَ َربَّْصَن بَِأنْ ُفِسِهنَّ َأْربَ َعَة َأْشُهٍر َوَعْشًرا َواللَُّو ِبَا ۚ َح َعَلْيُكْم ِفيَما فَ َعْلَن ِف أَنْ ُفِسِهنَّ بِاْلَمْعُروِف بَ َلْغَن َأَجَلُهنَّ َفََل ُجَنا
تَ ْعَمُلوَن َخِبيٌ
-
20
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan
dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah
habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan
mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat‖. (Q.S.Al-Baqarah: 234)
Dalam hal ini tidak aada perbedaan baik istri masih kecil atau
sudah dewasa , muslim atau kitabiyah begitu pula apakah sudah
melakukan hubungan atau belum karena ‗iddahnya dalam kondisi
seperti ini adalah untuk menunjukkan kesedihan dan rasa belas kasih
atas kematian suami sehingga diisyaratkan bahwa akadnya sahih , jika
akadnya fasid maka ‗iddahnya dengan haid karena untuk mengetahui
kebersihan rahim.Semua ketentuan ini adalah bagi istri yang merdeka
sementara jika istri aadalah hamba sahaya dan hamil maka ‗iddahnya
sama dengan istri yang merdeka yaitu sampai melahirkan dan jika
tidak hamil dan masih mengalami haid ‗iddahnya adalah dua kali suci.
Kedua , apabila istri dalam keadaan hamil ‗iddahnya sampai
melahirkan.
d. Iddah bagi perempuan yang belum di dukhul
Adapun jika putusnya perkawinan terjadi sebelum di dukhul
(hubungan suami istri) apabila disebabkan oleh kematian suami maka
wajib bagi istri untuk beriddah sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya. Dan jika putusnya perkawinan disebabkan karena talaq
atau fasakh maka tidak ada kewajiban ‗iddah bagi istri. Jika nikahnya
berdasarkan akad sahih tidak disyaratkan adanya dukhul ( hubungan
suami istri ) hakiki akan tetapi adanya khalwat shahih sudah
-
21
mewajibkan untuk ber‘iddah sebaliknya jika berdasarkan akad fasid
maka tidak wajib ber‘iddah kecuali telah terjadi dukhul hakiki
( hubungan suami istri ).Dan tidak ada kewajiban ‗iddah bagi istri yang
dicerai sebelum dicampuri ( qabla ad-dukhul ) berdasrkan firman allah
dalam surat al-Ahzab (33):49.
وُىنَّ َفَمايَا أَي َُّها الَِّذيَن آَمُنوا ِإَذا َنكَ ْحُتُم اْلُمْؤِمَناِت ُُثَّ طَلَّْقُتُموُىنَّ ِمْن قَ ْبِل َأْن ََتَسُّونَ َها ٍة تَ ْعَتدُّ يًَل ۚ َلُكْم َعَلْيِهنَّ ِمْن ِعدَّ ُعوُىنَّ َوَسرُِّحوُىنَّ َسَراًحا َجَِ َفَمت ِّ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi
perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan
mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib
atas mereka 'iddah bagimu yangkamu minta menyempurnakannya.
Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara
yang sebaikbaiknya”.(Q.S al-Ahzab (33) : 49)
e. Iddah wanita istihadah adalah sama dengan kebiasaan haidnya.
Namun apabila tergolong wanita yang menopause maka iddah-
nya akan berakhir setelah melewati masa tiga bulan.
Adapun perhitungan masa iddah yang diatur dalam Pasal 153
Ayat 2 Kompilasi Hukum Islam bahwa masa iddah bagi wanita yang
ditinggal mati adalah 130 hari. Masa iddah perceraian bagi wanita
yang masih haid adalah tiga kali suci atau sekurang-kurangnya 90 hari,
dan masa iddah bagi wanita menopause adalah 3 bulan atau 90 hari.
Masa iddah bagi janda yang berada dalam keadaan hamil adalahsampai
ia melahirkan. Serta masa iddah bagi wanita yang ditinggal mati
sedang ia dalam kondisi hamil, maka iddahnya hanya sampai ia
melahirkan.( Zainuddin Ali,2000: 88.)
-
22
Penulis memahami bahwa dalam Hukum Pernikahan di
Indonesia, memiliki ikhtiyati yang tinggi terhadap iddah Diketahui
bahwa masa „iddah bagi wanita ba‟da dukhul adalah tiga kali quru‟.
Sedangkan siklus haid dan kesucian wanita itu bersifat subjektif,
sehingga tercapainya kesempurnaan iddah juga berbeda, ada yang
kurang dari tiga bulan dan ada yang lebih. Maka Hukum Perkawinan
di Indonesia yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mencoba
untuk berhati-hati dalam memberikan ketentuan masa iddah. Dan
sejalan dengan hukum administratif di Indonesia tentang pernikahan
dan talak,bahwa wanita janda (talak raj‟i) boleh menikah kembali saat
mencukupi masa „iddah tiga kali quru‟ yaitu 90 hari.
D. Hikmah Iddah
Mayoritas fuqoha‘berpendapat bahwa semua iddah tidak lepas dari
maslahat yang dicapai,yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui tentang kebebasan rahim dari percampuran nasab.
(Ash-Shabuni,2008:261)
2. Memberikan kesempatan bagi suami agar dapat intropeksi diri dan kembali
kepada istri yang dicerai.
3. Berkabungnya wanita yang ditinggal mati suami untuk memenuhi dan
menghormati perasaan keluarganya.
-
23
4. Mengagungkan urusan nikah,karena ia tidak sempurna kecuali dengan
terkumpulnya kaum laki-laki dan tidak melepas kecuali dengan penantian
yang lama.
Ibnu Al- Qoyyim (Al-Mahally:2010:257) berpendapat bahwa iddah
adalah diantara perkara yang bersifat ibadah (ta‘abbudi) yang tidak tidak
menemukan hikmahnya selain allah karena kita berhajat mengetahui
kebebasan rahim wanita yang mandul ketika dicerai dan tidak ada
kesempatan rujuk dalam talak ba‘in.
Pendapat yang shahih seperti apa yang dikemukakan mayoritas
fuqoha‘diatas dari beberapa hikmah iddah. Sesungguhnya iddah hukumnya
wajib sehingga wanita yang mandul pun,dalam keadan talak ba‘in dan
fasakh akad sebab apapun agar dapat melintasi seluruh bab dalam satu
bentuk.
E. Hak Dan Kewajiban Wanita Ber-Iddah
Wanita ber-iddah talak raj‘i (setelah talak tidak boleh rujuk kembali),
para fuqoha‘tidak berbeda pendapat bahwa suami berkewajiban memberikan
tempat tinggal dirumah suami dan memberi nafkah. Sedangkan istri wajib
tinggal bersamanya,kehidupan dalam masa iddah seperti kehidupannya
sebelum talak. Hikmahnya agar sasng istri tetap dibawah pendengaran dan
pandangan suami dan bagi suami berhak untuk rujuk kembali. Dalilnya
sebagaimana firman Allah:
َنٍة َوَمْن يَ تَ َعدَّ ُحُدوَد اللَِّو فَ َقْد ظََلَم ۚ َوتِْلَك ُحُدوُد اللَِّو ۚ َوََل ََيُْرْجَن ِإَلَّ َأْن يَْأِتنَي بَِفاِحَشٍة ُمبَ ي ِِّلَك أَْمرا) ۚ نَ ْفَسُو ( َفِإَذا بَ َلْغَن َأَجَلُهنَّ َفَأْمِسُكوُىنَّ ِبَْعُروفٍ 1ََل َتْدرِي َلَعلَّ اللََّو َُيِْدُث بَ ْعَد ذََّٰ
-
24
“Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah
mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang
terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-
hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya
sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu
sesuatu hal yang baru. Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka
rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik” .
( QS.Ath-Thalaq (65): 1 )
Para mufassir menjelaskan bahwa yang diharapkan firman Allah adalah
agar mau kembali sebelum masa iddah habis. Tinggalnya wanita dalam rumah
suami hak Allah, suami tidak bisa mengusirnya.
1. Wanita ber-iddah talak ba‘in
Fuqaha‘ berpendapat tentang nafkah dan tempat tinggalnya.
( Al-Mughni:8/104 )
a. Ulama Hanabilah, Zhahiriyah, Ishaq, dan Abu Tsaur berpendapat
bahwa istri tidak berhak nafkah dan tempat tinggal sekalipun hamil.
Alasan mereka, nafkah dan tempat tinggal diwajibkan sebagai imbalan
hak rujuk bagi suami, sedangkan dalam talak ba‘in suami tidak
punyahak rujuk, oleh karenanya tidak ada nafkah dan tidak ada tempat
tiggal. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari fatimah binti qais
yang telah ditalak oleh suaminyayang ketiga kalinya, bahwa
Rasulullah tidak menjadikan nafkah dan tempat tinggal baginya. Bagi
wanita yang terputus haid, hendak ber-iddah sekehendaknya.
b. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa wanita tersebut berhak mendapat
nafkah dan tempat tinggal secara bersama, kecuali jika wanita tersebut
ber-iddah karena perpisahan yang disebabkan pelanggaran istri, seperti
istri murtad setelah bercampur atau tindakan istri menodai kehormatan
-
25
mertua seperti suami dan saudara-saudaranya, istri hanya berhak
tempat tinggal dan tidak berhak atas nafkah. Alasan mereka adalah
firman Allah SWT.
ُقوا َعَلْيِهنَّ َوِإْن ُكنَّ ۚ َأْسِكُنوُىنَّ ِمْن َحْيُث َسَكْنُتْم ِمْن ُوْجدُِكْم َوََل ُتَضارُّوُىنَّ لُِتَضي َِّّٰ َيَضْعَن َْحَْلُهنَّ أُوََلِت َْحٍْل َفأَنِْفُقوا َعَلْيِهنَّ َحَّتَّ
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat
tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan
mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-
isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada
mereka nafkahnya hingga mereka bersalin” . (QS.Ath-Thalaq (65): 6)
c. Ulama Malikiyah, Syafi‘iyah dan Jumhur ulama Salaf berpendapat
bahwa istri berhak tempat tinggal, baik hamil maupun tidak dan berhak
nafkah jika hamil. Dalilnya sebagai berikut:
1) Ayat di atas “ berikan tempat tinggal mereka ...” (QS.Ath-
Thalaq(65): 6 ); Allah mewajibkan memberi tempat tinggal
kepaada mereka tanpa ada kelebihan dan menggantungkan
kewajiban nafkah pada istri yang hamil. Nafkah wajib karena
hamil dan tidak wajib kalau tidak hamil.
2) Talak ada hubungan antara nafkah dan tempat tinggal baik tidak
adanya seperti pendapat ulama Hanabillah maupuan adanya seperti
pendapat ulama Hanafiyyah. Tempat tinggal wajib bagi istri yang
tercerai agar dapat menunggu yang dituntut, dengan demikian
tempat tinggal wajib bagi wanita ber-iddah. Sedangkan nafkah
wajib baginya karena dua sebab:
a) Suami berhak kembali kepada istri pada talak raj‘i.
b) Menghidupi anak bagi istri yang hamil.
-
26
2. Wanita ber-iddah karena wafat suami
Fuqoha‘ berbeda pendapat tentang nafkah dan tempat tinggal wanita
ber-iddah seperti pebedaan mereka terhadap wanita terputus. Ulama
Hanafiyah berpendapat tidak ada nafkah dan tidak ada tempat tinggal
baginya. Tidak ada alasan kewajiban tersebut pada suami karena
pernikahan telah selesai sebab kematian dan tidak ada kewajiban atas waris
karena iddah merupakan bagian dari pengaruh akad, mereka tidak masuk
bagian ini.
Ulama malikiyah berpendapat tidak ada nafkah baginya,tetapi
wanita berhak mendapat tempat tinggal secara mutlak. Ulama syafi‘iyah
meriwayatkan dari mereka tiga pendapat, yaitu tidak ada nafkah dan tidak
ada tempat tinggal, tidak ada nafkah tetapi mendapat tempat tinggal, dan
mendapat nafkah dan mendapat tempat tinggal. Ulama Hanabilah juga
demikian, mempunyai tiga pendapat, yaitu tidak ada nafkah dan tiddak ada
tempat tinggal, tidak ada nafkah tapi mendapat tempat tinggal, dan tidak
ada nafkah tetapi mendapat tempat tinggal secara mutlak.
F. Larangan Dalam Masa Iddah
Sayyid Sabiq mengatakan bahwa istri yang sedang menjalani masa
iddah berkewajiban untuk menetap di rumah dimana dia dahulu tinggal
bersama sang suami sampai selesai masa iddahnya dan tidak diperbolehkan
baginya keluar dari rumah tersebut. Sedangkan si suami juga tidak boleh
mengeluarkan ia dari rumahnya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah
pada surat al-Thalak ayat pertama. Seandanya terjadi perceraian diantara
-
27
mereka berdua, sedang istrinya tidak berada di rumah dimana mereka berdua
menjalani kehidupan rumah tangga, maka si istri wajib kembali kepada
suaminya untuk sekedar suaminya mengetahuinya dimana ia berada.
( Muthalib, 2007: 513.)
Ulama fiqh mengemukakan bahwa ada beberapa larangan bagi
perempuan yang sedang menjalani masa iddahnya antara lain:
1. Tidak boleh dipinang oleh laki-laki lain baik secara terang-terangan
maupun melalui sindiran, akan tetapi untuk wanita yang menjalani „iddah
kematian suami pinangan dapat dilakukan secara sindiran.
2. Dilarang keluar rumah. Jumhur ulama fiqh selain Mazhab Hanbali sepakat
menyatakan bahwa perempuan yang menjalani „iddah dilarang keluar
rumah apabila tidak ada keperluan mendesak, akan tetapi Ulama‟ Mazhab
Hanbali berpendapat bahwa wanita yang dicerai baik cerai hidup maupun
cerai mati boleh keluar rumah.(Sabiq,2007:234.)
3. Al-Ahdad artinya membatasi diri. Yang dimaksud dengan membatasi diri
disini ialah larangan memakai perhiasan yang bermewah-mewah dan
wangi-wangian. ( Ibnu Mas‟ud, Zainal Abidin S, Buku 2, 2007: 378 )
G. Tugas Dan Kewenangan KUA
1. Tugas dan Wewenang KUA Secara Umum
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan sebagai satker terdepan dan
ujung tombak Kementerian Agama RI dalam melayani masyarakat,
memiliki tugas dan fungsi yang cukup berat sekaligus mempunyai peran
strategis dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan KUA yang langsung
-
28
bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat dituntut memiliki standar
pelayanan yang memadai.
Terkait dengan salah satu fungsi KUA, yaitu bidang pelayanan terhadap
masyarakat yang hendak melangsungkan pernikahan Kementerian Agama
sedang menyusun SOP (Standar Operasional Prosedur) untuk seluruh
pelayanan perkawinan. Kenapa hal ini dianggap penting, lanjut Masyhuri,
agar pelaksanaan pelayanan perkawinan dapat dilaksanakan tepat waktu
dan alasan efektivitas.
Sementara itu, ke depan, jabatan kepala KUA (Kantor Urusan Agama)
merupakan tugas tambahan bagi seorang penghulu. Hal ini, dikarenakan
tidak diperbolehkannya rangkap jabatan, juga terkait dengan tunjangan.
―Pada prinsipnya, kepala KUA itu harus yang terbaik dan jabatan kepala
KUA akan setingkat IV.b‖.
Diakui bahwa mekanisme pengangkatan kepala KUA akan diatur dan
sedang dalam pembahasan, termasuk adanya wacana diadakannya uji
kompetensi bagi calon kepala KUA.
Terkait posisi kepala KUA, pemerintah sedang membenahi Revisi
KMA No. 517 tahun 2001, tentang penataan organisasi yang salah satu
tujuannya adalah mengatur hal di atas.
Ruang Lingkup Pofil Kantor Urusan Agama Kecamatan adalah
melaksanakan tugas umum pemerintahan dalam bidang pembangunan
keagamaan (Islam) dalam wilayah Kecamatan. Melaksanakan tugas – tugas
pokok Kantor Urusan Agama dalam pelayanan Munakahat, Perwakafan,
-
29
Zakat, Ibadah Sosial, Kepenyuluhan dan lain-lain, membina Badan /
Lembaga Semi Resmi seperti MUI, BAZ, BP4, LPTQ dan tugas Lintas
Sektoral di wilayah Kecamatan .
Kantor Urusan Agama Kecamatan mempunyai tugas melaksanakan
tugas pokok dan fungsi Kantor Kementerian Agama di wilayah Kecamatan
berdasarkan kebijakan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Semarang
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun tugas-tugasnya
meliputi:
Melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten
di bidang urusan Agama Islam dalam wilayah Kecamatan.
a. Membantu Pelaksanaan tugas Pemerintah di tingkat Kecamatan dalam
bidang keagamaan.
b. Bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas Kantor Urusan Agama
Kecamatan.
c. Melaksanakan tugas koordinasi Penilik Agama Islam, Penyuluh Agama
Islam dan koordinasi/kerjasama dengan Instansi lain yang erat
hubungannya dengan pelaksanaan tugas KUA Kecamatan.
d. Selaku PPAIW (Pegawai Pencatat Akta Ikrar Wakaf). Melalui KMA
Nomor 18 tahun 1975 juncto KMA Nomor 517 tahun 2001 dan PP
Nomor 6 tahun 1988 tentang penataan organisasi KUA Kecamatan
secara tegas dan lugas telah mencantumkan tugas KUA, yaitu:
1) Melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama
http://kingilmu.blogspot.com/2015/09/peran-fungsi-dan-kewenangan-kantor.html
-
30
2) Kabupaten/Kota di bidang urusan agama Islam dalam wilayah
kecamatan. Dalam hal ini KUA menyelenggarakan kegiatan
dokumentasi dan statistik (doktik), surat menyurat, pengurusan
surat, kearsipan, pengetikan dan rumah tangga;
3) Mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan dan melaksanakan kegiatan
sektoral maupun lintas sektoral di wilayah kecamatan.
Untuk itu, KUA mempunyai fungsi melaksanakan pencatatan
pernikahan, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, baitul
maal dan ibadah sosial, kependudukan dan pengembangan keluarga
sakinah.
Adapun implementasi pelaksanaan tugas tersebut diantaranya:
a) Penataan Internal Organisasi.
b) Bidang Dokumentasi dan Statistik (Doktik).
c) Pembinaan Kemasjidan, Zakat dan Wakaf.
d) Bimbingan Keluarga Sakinah dan Pelayanan Pernikahan.
e) Pelayanan Hewan Kurban.
f) Pelayanan Hisab dan Rukyat.
g) Pelayanan Sosial, Pendidikan, Dakwah dan Ibadah Haji.
Sedangkan para pejabat di KUA diantaranya kepala KUA
Kecamatan dengan berpedoman pada Buku Administrasi KUA
yang diterbitkan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa
Tengah mempunyai tugas :
-
31
(1) Memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan semua unsur
dilingkungan KUA Kecamatan dan memberikan bimbingan
serta petunjuk pelaksanaan tugas masing-masing staf (pegawai)
KUA Kecamatan sesuai dengan job masing-masing.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala KUA Kecamatan wajib
mengikuti dan mematuhi petunjuk serta peraturan yang berlaku.
(3) Setiap unsur di lingkungan KUA Kecamatan, wajib mengikuti
dan mematuhi bimbingan serta petunjuk kepala KUA
Kecamatan dan bertanggung jawab kepada Kepala KUA
Kecamatan.
(4) Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala KUA Kecamatan
bertanggung jawab kepada Kepala Kementerian Agama
Kabupaten/Kota Madya. ( Depag,Pedoman Pegawai Pencatat
Nikah dan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, Proyek
Peningkatan Sarana Keagamaan Islam, Zakat dan Wakaf,
1997/1998 )
2. Tugas dan Wewenang KUA dalam Pelayanan Pernikahan
Di Negara RI yang berdasarkan hukum, segala sesuatu yang bersangkut
paut dengan penduduk harus dicatat, seperti halnya kelahiran, kematian
termasuk juga perkawinan. Perkawinan termasuk erat dengan masalah
kewarisan, kekeluargaan sehingga perlu dicatat untuk menjaga agar ada
tertib hukum.
-
32
Pegawai Pencatat Nikah (PPN) mempunyai kedudukan yang jelas
dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia ( UU No.22 Tahun 1946
jo UU No. 32 Tahun 1954 ) sampai sekarang PPN adalah satu-satunya
pejabat yang berwenang mencatat perkawinan yang dilangsungkan menurut
hukum agama Islam dalam wilayahnya. Untuk memenuhi ketentuan itu
maka setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah
pengawasan PPN karena PPN mempunyai tugas dan kedudukan yang kuat
menurut hukum, ia adalah Pegawai Negeri yang diangkat oleh Menteri
Agama pada tiap-tiap KUA Kecamatan.
Masyarakat dalam merencanakan perkawinan agar melakukan persiapan
sebagai berikut :
a. Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian apakah
mereka saling cinta/setuju dan apakah kedua orang tua mereka
menyetujui/merestuinya. Ini erat kaitannya dengan surat-surat
persetujuan kedua calon mempelai dan surat izin orang tua bagi yang
belum berusia 21 tahun .
b. Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan baik
menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku. ( Untuk mencegah terjadinya penolakan atau
pembatalan perkawinan ).
c. Calon mempelai supaya mempelajari ilmu pengetahuan tentang
pembinaan rumah tangga hak dan kewajiban suami istri dsb.
-
33
d. Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkaan
calon mempelai supaya memeriksakan kesehatannya dan kepada calon
mempekai wanita diberikan suntikan imunisasi tetanus toxoid.
1) Pemberitahuan Kehendak Nikah
Setelah persiapan pendahuluan dilakukan secara matang
maka orang yang hendak menikah memberitahukan kehendaknya
kepada PPN yang mewilayahi tempat akan dilangsungkannya akad
nikah sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum akad nikah
dilangsungkan. Pemberitahuan Kehendak Nikah berisi data tentang
nama kedua calon mempelai, hari dan tanggal pelaksanaan akad
nikah, data mahar/maskawin dan tempat pelaksanaan upacara akad
nikah ( di Balai Nikah/Kantor atau di rumah calon mempelai, masjid
gedung dan lain-lain ). Pemberitahuan Kehendak Nikah dapat
dilakukan oleh calon mempelai, wali (orang tua) atau wakilnya
dengan membawa surat-surat yang diperlukan.
2) Pemeriksaan Pernikahan
PPN yang menerima pemberitahuan kehendak nikah meneliti
dan memeriksa berkas –berkas yang ada apakah sudah memenuhi
syarat atau belum, apabila masih ada kekurangan syarat maka
diberitahukan adanya kekurangan tersebut. Setelah itu dilakukan
pemeriksaan terhadap calon suami, calon istri dan wali nikahnya
yang dituangkan dalam Daftar Pemeriksaan Nikah ( Model NB ).
-
34
Jika calon suami/istri atau wali nikah bertempat tinggal di luar
wilayah KUA Kecamatan dan tidak dapat hadir untuk diperiksa,
maka pemeriksaannya dilakukan oleh PPN yang mewilayahi tempat
tinggalnya. Apabila setelah diadakan pemeriksaan nikah ternyata
tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan baik menurut
hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku maka PPN berhak menolak pelaksanaan pernikahan
dengan cara memberikan surat penolakan beserta alasannya. Setelah
pemeriksaan dinyatakan memenuhi syarat maka calon suami, calon
istri dan wali nikahnya menandatangani Daftar Pemeriksaan Nikah.
Setelah itu yang bersangkutan membayar biaya administrasi
pencatatan nikah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3) Pengumuman Kehendak Menikah
Setelah persyaratan dipenuhi PPN mengumumkan kehendak
nikah ( model NC ) pada papan pengumuman di KUA Kecamatan
tempat pernikahan akan dilangsungkan dan KUA Kecamatan tempat
tinggal masing-masing calon mempelai.
PPN tidak boleh melaksanakan akad nikah sebelum lampau 10
hari kerja sejak pengumuman, kecuali seperti yang diatur dalam
pasal 3 ayat 3 PP No. 9 Tahun 1975 yaitu apabila terdapat alasan
yang sangat penting misalnya salah seorang calon mempelai akan
segera bertugas keluar negeri, maka dimungkinkan yang
-
35
bersangkutan memohon dispensasi kepada Camat selanjutnya Camat
atas nama Walikota/Bupati memberikan dispensasi.
4) Pelaksanaan Akad Nikah
a) Pelaksanaan Upacara Akad Nikah :
1. Di Balai Nikah atau Kantor KUA
2. Di Luar Balai Nikah : rumah calon mempelai, masjid atau
gedung danlain-lain.
b) Pemeriksaan Ulang
Sebelum pelaksanaan upacara akad nikah PPN /Penghulu
terlebih dahulu memeriksa/mengadakan pengecekan ulang
persyaratan nikah dan administrasinya kepada kedua calon
pengantin dan walinya untuk melengkapi kolom yang belum
terisi pada waktu pemeriksaan awal di kantor atau apabila ada
perubahan data dari hasil pemeriksaan awal. Setelah itu PPN/
Penghulu menetapkan dua orang saksi yang memenuhi syarat.
c) Pemberian izin
Sesaat sebelum akad nikah dilangsungkan dianjurkan bagi
ayah untuk meminta izin kepada anaknya yang masih gadis atau
anaknya terlebih dahulu minta atau memberikan izin ayah atau
wali, dan keharusan bagi ayah meminta izin kepada anaknya
untuk menikahkan bila anak berstatus janda.
-
36
d) Sebelum pelaksanaan ijab qabul sebagaimana lazimnya upacara
akad nikah bisa didahului dengan pembacaan khutbah nikah,
pembacaan istighfar dan dua kalimat syahadat.
e) Akad Nikah atau Ijab Qobul.
f) Pelaksanaan ijab qabul dilaksanakan sendiri oleh wali nikahnya
terhadap calon mempelai pria namun apabila karena sesuatu hal
wali nikah/calon mempelai pria dapat diwakilkan oleh orang lain
yang sudah ditunjuk olehnya.
g) Penandatanganan Akta Nikah oleh kedua mempelai, wali nikah,
dua orang saksi dan PPN yang menghadiri acara Akad Nikah.
h) Pembacaan Ta‘lik Talak.
i) Penandatanganan Ikrar Ta‘lik Talak.
j) Penyerahan Maskawin atau Mahar.
k) Penyerahan Buku Nikah atau Akta Nikah
l) Nasihat Perkawinan.
m) Do‘a Penutup
Dari penjelasan mengenai pelayanan atau prosedur dalam pengajuan
untuk melaksanakan pernikahan sudah jelas tentang aturan yang mengatur
itu semua, tapi dalam kenyataan yang terjadi di wilayah KUA Susukan
masih bisa terjadi pernikahan pada masa iddah yang sebetulnya tidak boleh
dilasanakan. Untuk pihak KUA ketelitian dalam pengecekan berkas dari
pasangan calon yang akan menikah.
-
37
BAB III
LAPORAN PENELITIAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian
1. Kondisi Geografis KUA Kecanatan Susukan
Letak geografis KUA Kecamatan Susukan terletak pada posisi yang
sudah berbatasan dengan wilayah Boyolali yang mempunyai luas wilayah
4904.0752 Ha dengan jumlah penduduk 52.448 jiwa yang terdiri dari
25.819 laki-laki dan 26.629 perempuan, sehungga memiliki kepadatan
penduduk sebesar 970 jiwa/km2, sedangkan jumlah rumah tangga sebanyak
15.630 rumah tangga.
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Susukan terletak di Jl.
Sruwen – Karanggede KM. 07, Susukan , Semarang , Jawa Tengah 50777,
Indonesia.KUA Kecamatan Susukan berbatasan dengan wilayah
Kecamatan lainnya:
a. Sebelah Utara : Kecamatan Suruh
b. Sebelah Barat : Kecamatan Tengaran
c. Sebelah Selatan : Kecamatan Kaliwungu
d. Sebelah Timur : Kecamatan Karanggede
-
38
2. Struktur Orgonisasi KUA Kecamatan Susukan
Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 73 Tahun 1996
tentang Nama dan Uraian Jabatan pada KUA Kecamatan, pembagian kerja
di KUA kec. Susukan sebagai berikut :
1) Kepala KUA
a. Memimpin pelaksanaan tugas lingkungan Kantor Urusan Agama
Kecamatan.
b. Menyusun visi misi, program dan rencana kerja Kantor Urusan
Agama Kecamatan .
c. Membagi tugas dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan .
d. Memmantau, Menggerakkan, membimbing dan mengarahkan
pelaksanaan tugas bawahan .
KEPALA
Muslih, S.Ag.
ADMINISTRASI
Muhyidin, S.Ag.
ADMINISTRASI
Siti Naziroh, S.Ag.
TATA
USAHA DAN
RUMAH
TANGGA
Siti Hamidah
DATA ANGGARAN
DAN
PEMBERDAYAAN
Darojah
PENGELOLA
URUSAN AGAMA
Sumarno
-
39
e. Memberikan bimbingan dan pelayanan dibidang kepenghuluan /
NR .
f. Melaksanakan bimbingan dan pelayanan dibidang pengembangan
keluarga sakinah .
g. Melaksanakan bimbingan dan pelayanan dibidang kemasjidan,
zakat, wakaf, ibadah sosial, pangan halal dan kemitraan umat .
h. Melaksanakan dan mengembangkan kerjasama lintas sektoral
dengan instansi terkait dan lembaga-lembaga keagamaan dibidang
pelaksanaan tugas KUA Kecamatan .
i. Menanggapi dan menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul
dibidang pelaksanaan tugas KUA Kecamatan .
j. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh atasan .
k. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Kepala Kantor Kementerian
Agama Kabupaten Semarang .
2) Tata Usaha
a. Memimpin pelaksanaan tugas ketata usahaan pada KUA
Kecamatan .
b. Menyusun sasaran program dan kegiatan ketata usahaan.
c. Membagi tugas dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan
ketata usahaan .
d. Memantau, menggerakkan dan mengarahkan pelaksanaan tugas
bawahan .
-
40
e. Melakukan pelayanan dan bimbingan pelaksanaan tugas dibidang
nikah rujuk, BP4, keluarga sakinah, kemasjidan, haji, zakat, wakaf,
pangan halal dan kemitraan umat .
f. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan .
g. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala KUA Kecamatan .
3) Administrasi
a. Menerima dan mencatat pemberitahuan kehendak .
b. Meneliti, memeriksa kelengkapan persyaratan .
c. Mengagendakan jadwal pelaksanaan .
d. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan .
e. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala KUA Kecamatan .
f. Menerima dan mencatat berkas .
4) Anggaran
a. Menyiapkan dan mencatat rencana anggaran pembiayaan NR .
b. Membukukan dan menyusun konsep laporan dan pertanggung
jawaban keuangan NR
c. Mengadministrasikan bantuan NR kepada BKM, P2A dan BP4 .
d. Mengajukan rencana penggunaan dana Dipa KUA kepada
bendahara Kemenag .
e. Membukukan dan menyusun laporan pertanggung jawaban
penggunaan dana Dipa KUA .
f. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan .
g. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala KUA Kecamatan .
-
41
5) Penyusun dan Pelaporan
a. Menerima, mencatat meneruskan dan mengarsipkan surat dan
Laporan KUA.
b. Mencatat dan menjadwalkan kegiatan KUA .
c. Mengetik Surat-surat / naskah .
d. Melakukan pelayanan administrasi kepegawaian, perlengkapan dan
rumah tangga KUA .
e. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan .
f. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala KUA Kecamatan .
6) Pengelola Agama
a. Melakukan bimbingan dan penyuluhan terhadap pengajian instansi
pemerintah dan swasta .
b. Mendata perkembangan tempat ibadah, TPQ, TPSA, MDA,
Madrasah dan Ponpes .
c. Meneliti surat rekomendasi pendirian tempat ibadah dan
permohonan bantuan untuk tempat ibadah .
d. Membantu pelaksanaan tugas dibidang MTQ Kecamatan .
e. Menggerakkan , memotivasi program BAZ kecamatan .
f. Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan .
g. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala KUA Kecamatan .
3. Kondisi Sosial – Ekonomi dan Budaya
Secara Sosiologis , Masyarakat di Kecamatan Susukan terbagi
dalam berbagai macam strata sosial. Dalam konteks sosial-ekonomi,
-
42
masyarakat Kecamatan Susukan terbagi menjadi tiga kelompok strata
yaitu,kelompok menengah keatas yang berada hampir ada disetiap desa
baik sedikit maupun banyak lalu kelompok menengah yang merupakan
sebagian besar dari masyarakat dan yang terakhir kelompok masyarakat
ekonomi bawah juga ada dan tersebar di semua wilayah desa.
Dari dua gambaran kondisi sosial-ekonomi dan agama tersebut
apabila dijadikan sebagai analisi untuk mengetahui gambaran umum
kehidupan masyarakat sudah bisa disimpulkan keadaan masyarakat di
Kecamatan Susukan berada pada posisi yang cukup.
4. Luas dan Batas Desa Tawang
Desa Tawang merupakan bagian dari Kecamatan Susukan,
Kabupaten Semarang. Letak geografis wilayah Kab. Semarang yang bagian
tenggara berbatasan dengan Kab. Boyolali. Dilihat dari topografi,
ketinggian wilayah Desa Tawang berada pada 620 m dari permukaan air
laut dengan curah hujan rata- rata 176- 250 mm/tahun, serta suhu rata- rata
per tahun adalah 19- 32 drajat C.
Luas wilayahnya adalah 688,139 Ha. Adapun secara geografis, desa
Tawang berbatasan dengan beberapa desa atau kelurahan disekitanya. Hal
ini bersumber pada Buku Data Dasar Profil Dsn. Ngebuk , Ds. Tawang,
Kec. Sususkan, Kab. Semarang Tahun 2015 yaitu:
No. Letak Desa/Kelurahan Kecamatan
1 Sebelah Utara Bakalrejo Susukan
2 Sebelah Timur Pentur Simo
-
43
3 Sebelah Barat Rogomulyo Kaliwungu
4 Sebelah Selatan Timpik Susukan
5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia di Desa Tawang
No. Kelompok Umur Jenis Kelamin Jumlah
L P
1 0-14 787 758 1545
2 15-29 757 774 1531
3 30-49 677 698 1375
4 50 Keatas 576 511 1087
Jumlah 2797 2741 5538
6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Desa Tawang
No. Jenjang Pendidikan Jumlah
1 Perguruan Tinggi 94
2 SMA 1270
3 SMP 1332
4 SD 1075
5 Belum Tamat SD 878
6 Tidak Tamat SD 43
7 Tidak Sekolah 846
-
44
Jumlah 5538
7. Struktur Mata Pencaharian/ Pekerjaan di Desa Tawang
No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah
1 Petani 1077
2 Pengusaha -
3 Nelayan -
4 Buruh Tani 565
5 Buruh Industri 149
6 Buruh Bangunan 370
7 Pedagang 355
8 PNS/TNI 29
9 Pengangguran 30
10 Pensiunan 20
11 Lain-Lain 1655
Jumlah 4248
8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama di Desa Tawang
No. Agama Jumlah
1 Islam 5533
2 Kristen Katolik 4
3 Kristen Protestan 1
-
45
4 Hindu -
5 Budha -
Jumlah 5538
9. Sarana Peribadahan di Desa Tawang
No. Tempat Ibadah Jumlah
1 Masjid atau Musholla 34
2 Vihara -
3 Gereja -
4 Pura -
B. Profil Pasangan
1. Pasangan Ibu R Dan Bapak Y
Pasangan Ibu R dan Bapak Y menikah di tahun 2010 dari
wawancara dengan keluarga ibu R dan bapak Y pada tanggal 3 maret 2018
sekitar pukul 20.00 wib , sehingga dapat diketahui mengapa pasangan ini
menikah pada masa iddah.
Dari keterangan ibu R bahwa dia sebelumnya pernah menikah
dengan bapak G tahun 1999 dan mempunyai seorang anak perempuan
bernama SS yang sudah berumur 10 tahun dan sudah sekolah kelas 5
sekolah dasar. Bapak G dan ibu R berpisah bukan karena bercerai
melainkan karena bapak G meninggal dunia akibat sakit yang
dideritanya,bapak G meninggal bulan Februari 2010.
-
46
Sebelum masa iddah ibu R selesai dalam kesehariannya sebagai ibu
rumah tangga dengan seorang anak dia bertemu beberapa kali dengan
bapak Y dari pertemuan singkat yang terjadi antara keduanya mereka
merasa ada kecocokan sehingga mereka memutuskan menikah. Bapak Y
adalah seorang kuli bangunan yang juga seorang duda yang sudah bercerai
dengan istrinya yang pertama. Dalam pertemuan dengan keluarga dari
pihak keluarga membolehkan pernikahan itu terjadi walaupun masih dalam
masa iddah ibu R. Menurut pendapat keluarga daripada hubungan antara
keduanya bisa menimbulkan perkataan yang tidak baik dari tetangga
sebaiknya mereka segera menikah karena demi kebaikan mereka juga.
2. Pasangan Ibu M Dan Bapak L
Pasangan ini menikah pada bulan Juli 2010, akan tetapi ibu M
masih dalam masa iddah akibat pernikahan sebelumnya dengan bapak H
yang meninggal dunia akibat sakit yang dideritanya. Bapak H dan ibu M
dulu menikah tahun 2001 dari pernikahan ini lahir seorang anak perempuan
yang bernama RT dan sudah sekolah kelas 4 sekolah dasar.
Dalam wawancara dengan kedua pelaku yang dilakukan penulis
pada tanggal 22 Januari pukul 11.00 WIB. Terjawab bahwa alasan yang
mendasari keduanya kenapa melakukan pernikahan dalam masa iddah
adalah mereka berdua ternyata dahulu merupakan sepasang kekasih tetapi
berpisah atau putus di tengah jalan karena tidak mendapat restu dari orang
tua masing-masing. Serta adanya faktor ekonomi yang sangat diperlukan
oleh ibu M karena biaya untuk sekolah serta biaya hidup sehari-harinya.
-
47
Menurut keluarga keduanya yang sudah saling mengenal daripada
berlama-lama berhubungan sebaiknya mereka menikah karena keluarga
mengetahui antara keduanya sudah saling mencintai dan menyayangi satu
sama lain.
3. Pasangan Ibu D Dan Bapak N
Pasangan antara ibu D dan bapak N ini resmi dalam ikatan
pernikahan ditahun 2010 akhir , pernikahan ini terjadi setelah ibu D
menjadi janda karena sang suami pertama meninggal dunia karena
kecelakaant yang dialaminya. Genap satu bulan setelah meninggalnya
suami pertama ibuk D sudah menikah kembali dengan bapak N tersebut.
Bapak N yang merupakan seorang perjaka tapi masih seumuran dengan ibu
N ini, mereka adalah teman waktu masih sekolah dulu. Ibu D dari
pernikahan pertamanya mempunyai anak bernama WD yang baru berumur
5 tahun, dan sudah masuk sekolah TK.
Wawancara penulis dengan Ibu D pada tanggal 14 Mei 2017 di
jelaskan alasan kenapa menikah dalam masa iddah. Ibu D yang sejatinya
hanya merupakan seorang ibu rumah tangga biasa dengan ditinggal mati
oleh suaminya tersebut dengan tiba-tiba membuat dirinya harus mencari
uang untuk anaknya dan kebutuhannya sehari-hari.
Dalam kesehariannya bekerja untuk mencukupi kebutuhannya
dengan tidak sengaja dia bertemu dan berkenalan dengan bapak N dengan
seringnya bertemu saling ngobrol antara keduanya mereka lalu menjalin
hubungan . Perkenalan singkat yang mereka jalani membuat keduanya
-
48
memutuskan untuk menikah, pada pembicaraan dengan keluarga besar
mereka berdua tercapailah kata sepakat untuk mereka segera menikah.
Menurut keluarga dengan sama-sama sendiri antara keduanya mereka
disarankan untuk segera menikah meskipun ibu D masih berada dalam
masa iddah karena pernikahannya terdahulu.
4. Pasangan Ibu S Dan Bapak Z
Ibuk S adalah janda yang ditinggal mati oleh suaminya akibat jatuh
waktu bekerja , dalam pernikahan mereka dikaruniai 3 orang anak yang
sudah mulai tumbuh dewasa. Anak pertamanya sudah tamat SMA bernama
B dan sudah bekerja anak yang kedua bernama A sudah kelas 2 SMA dan
anak yang ketiga bernama Q kelas 3 SMP. Bapak Z adalah duda yang telah
2 tahun bercerai dengan 1 orang anak tapi ikut dengan ibunya karena masih
berumur 10 tahun dan bernama KD.
Wawancara penulis yang dilakukan dengan keduanya pada tanggal
8 November 2017 didapatkan penjelasan kenapa mereka menikah dengan
masa iddah yang belum selesai dari sang ibu S. Mereka ternyata dulu
adalah sahabat diwaktu masih duduk di sekolah menengah pertama,karena
saling mengenal baik antara keduanya dan juga sama-sama sendiri mereka
sepakat untuk menikah dan juga karena ibu S kedapatan sudah hamil.
Wanacara penulis dengan pihak keluarga keduanya terjawab bahwa
mereka mengizinkan keduanya untuk menikah, saling membutuhkan antara
keduanya dan rasa tidak tega dari keluarga wanita karena dia harus mencari
-
49
nafkah untuk anak-anaknya membuat keluarga mempersilahkan mereka
untuk menikah.
C. Hasil Wawancara Dengan KUA
Dalam wawancara dengan Bapak Muslih, S.Ag. selaku kepala kantor
urusan agama yang ada di kecamatan susukan pada tanggal 10 Januari 2018.
Penulis mengetahui bahwa dari pihak KAU mengetahui aturan-aturan yang ada
pada Undang-Undang perkawinan No. 1 Tahun 1974.
Kemudian beliau juga menjeleskan tentang aturan pernikahan ketika
seorang calon wanita yang mau menikah masih dalam masa iddah. Beliau juga
mengatakan bahwa beliau mengetahui tentang larangan menikah dalam masa
iddah. Beliau menjelaskan dengan menunjukkan Firman Allah dalam Al Quran
Surat Al Baqarah ayat 234 .
َفِإَذا بَ َلْغنَ ۚ َوالَِّذيَن يُ تَ َوف َّْوَن ِمْنُكْم َوَيَذُروَن َأْزَواًجا يَ تَ َربَّْصَن بَِأنْ ُفِسِهنَّ َأْربَ َعَة َأْشُهٍر َوَعْشًرا َواللَُّو ِبَا تَ ْعَمُلوَن َخِبيٌ ۚ نْ ُفِسِهنَّ بِاْلَمْعُروِف َأَجَلُهنَّ َفََل ُجَناَح َعَلْيُكْم ِفيَما فَ َعْلَن ِف أَ
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya
(ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis 'iddahnya,
Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap
diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”.
(Q.S.Al-Baqarah: 234)
Beliau mengatakan persyaratan apa saja yang harus dipenuhi untuk
melaksanakan pernikahan bagi janda ataupun duda . Bagi calon mempelai yang
bersetatus janda ataupun duda cerai, selain persyaratan umum ada juga
persyaratan khusus yang harus dipenuhi. Adapun syarat khususnya adalah :
membawa akta cerai asli dar pengadilan. Kemudian syarat bagi janda ataupun
-
50
duda yang ditinggal mati adalah surat keterangan kematian suami atau istri
yang bisa diperoleh dari kepala desa atau lurah setempat.
Namun faktanya di wilayah Kecamatan Susukan bisa terjadi pernikahan
dalam masa iddah yang dilaksanakan oleh pihak KUA setempat. Dengan
alasan yang mereka katakan bahwa kenapa mereka mau menikahkan pasangan
calon dimana seorang wanita jelas masih dalam masa iddah, mereka
memberikan alasan pertama yang mereka katakan adalah mereka tidak
mengetahui bahwa wanita tersebut dalam masa iddah atau ada permainan yang
dilakukan calon pasangan supaya pernikahan bisa terjadi kemudian alasan
kedua kurang telitinya pihak KUA dalam menyeleksi berkas pernikahan yang
masuk yang merupakan syarat yang wajib dikumpulkan kedua orang mempelai
yang akan melaksanakan pernikahan.
Dalam praktenya pernikahan dalam masa iddah yang terjadi di daerah
kecamatan susukan adalah sebagai berikut.
1. Pasangan Ibu R dan Bapak Y
Pasangan ini adalah pasangan yang melangsungkan pernikahan
dalam masa iddah, di antara keduanya mereka tidak mengetahui tentang
waktu tunggu atau masa iddah yang harusnya dijalani oleh ibu R akibat
ditinggal mati oleh suaminya yang pertama. Namun karena kebutuhan
ekonomi sehingga mereka melangsungkan pernikahan dalam masa iddah.
Sebelum pernikahan itu terjadi tentunya mereka harus memenuhi
berkas-berkas yang harus dipenuhi yaitu surat kematian dari kelurahan
setempat. Namun pernikahan ini tetap terjadi meskipun sang mempelai
-
51
wanita masih dalam masa iddah akibat ditinggal mati oleh suami yang
pertama.
Bapak Naib yang menikahkan kedua pasangan calon ini seharusnya
melarang pernikahan ini tetapi karena kurangnya ketelitian dari pikak KUA
setempat sehingga pernikahan ini bisa terlaksana di kantor KUA.
2. Pasangan Ibu M dan Bapak L
Merupakan pasangan yang juga melakukan pernikan dalam masa
iddahnya akibat kematian yang terjadi terhadap suami pertamanya. Di
antara keduanya yang calon laki-laki mengetahui tentang masa iddah
walaupun hanya sedikit atau kurang memahaminya. Faktor ekonomi dan
kebutuhan biologis yang menjadi alasan oleh Ibu M kenapa dia melakukan
pernikahan tersebut.
Pada pernikahan yang kedua atau pernikahan seorang janda harus
mengumpulkan berkas yaitu surat kematian suami pertamanya yang dapat
diperoleh di kantor kelurahan setempat. Surat kematian ini menjadi bukti
bisa atau tidaknya wanita tersebut melaksanakan pernikahan kembali.
Kesalahan dari pihak KUA sendiri adalah berkas yang mereka
terima tidak mereka pelajari dengan teliti sehingga pasangan yang masih
dalam masa iddah ini bisa melangsungkan pernikahan di rumah sang
wanita.
3. Pasangan Ibu D dan Bapak N
Pasangan ini juga melaksanakan pernikahan dalam masa iddah
karena meninggalnya suami Ibu D. Di antara kedua pasangan calon ini
-
52
sama sekali tidak mengetahui tentang masa iddah. Faktor ekonomi memang
menjadi hal yang dijadikan alasan oleh pasangan ini untuk melaksanakan
pernikahan yang masih berada dalam masa iddahnya.
Pasangan ini sebelum melaksanakan pernikahan yang kedua bagi
janda atau duda harus memenuhi syarat yaitu surat kematian yang bisa
mereka peroleh dari kelurahan setempat.
Pernikahan pasangan ini dilangsungkan di rumah mempelai wanita
yang seharusnya masih dalam masa iddah akibat pernikahannya terdahulu.
Pernikahan ini bisa terlaksana akibat pihak KUA setempat melakukan
kesalahan mengenai pengecekan syarat-syarat pernikahan yang kedua bagi
pasangan ini.
4. Pasangan Ibu S dan Bapak Z
Pasangan ini juga sama dengan pasangan yang yaitu lain sama-sama
melaksanakan pernikahn dalam masa iddah, sudah saling mengenal antara
satu sama lain membutnya keduanya tidak membutuhkan waktu lama untuk
melangsungkan pernikahan pada masa iddah sang wanita karena
menggilnya suami pertamanya. Sudah mengetahui tentang aturan masa
iddah tetapi pasangan ini masih melaksanakan pernikahan dalam masa
iddah.
Faktor ekonomi masih menjadi alasan yang mer