lembaga negara
TRANSCRIPT
Lembaga-Lembaga Negara Menurut Undang-Undang Dasar 1945
Lembaga Negara
Yang dimaksud dengan Lembaga-Lembaga Negara adalah alat perlengkapan Negara sebagaimana dimaksudkan
oleh Undang-undang Dasar 1945, yaitu:
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah salah satu lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, yang
terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggotaDewan Perwakilan Daerah. Dahulu
sebelumReformasi MPR merupakan Lembaga Negara Tertinggi, yang terdiri dari anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Utusan Daerah, dan Utusan Golongan.
Jumlah anggota MPR periode 2009–2014 adalah 692 orang, terdiri atas 560 Anggota DPR dan 132 anggota DPD.
Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru
mengucapkan sumpah/janji.
Tugas dan wewenang MPR antara lain:
1. Mengubah dan menetapkan (Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945), (Undang-Undang Dasar)
2. Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum.
3. Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan (Mahkamah Konstitusi) untuk memberhentikan Presiden/Wakil
Presiden dalam masa jabatannya.
4. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.
5. Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden
dalam masa jabatannya.
6. Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya.
Anggota MPR memiliki hak mengajukan usul perubahan pasal-pasal UUD, menentukan sikap dan pilihan dalam
pengambilan putusan, hak imunitas, dan hak protokoler. Setelah Sidang MPR 2003, Presiden dan wakil presiden
dipilih langsung oleh rakyat tidak lagi oleh MPR. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota
negara.
Sidang MPR sah apabila dihadiri:
1. sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Anggota MPR untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan
Presiden/Wakil Presiden
2. sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan UUD
3. sekurang-kurangnya 50%+1 dari jumlah Anggota MPR sidang-sidang lainnya
Putusan MPR sah apabila disetujui:
1. sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan
Presiden/Wakil Presiden
2. sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah Anggota MPR untuk memutus perkara lainnya.
Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak, terlebih dahulu diupayakan pengambilan putusan
dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.
Alat kelengkapan MPR terdiri atas:
1. Pimpinan, Panitia Ad Hoc, dan Badan Kehormatan.
Pimpinan MPR terdiri atas seorang ketua dan 4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota MPR dalam
Sidang Paripurna MPR.
Pimpinan MPR periode 2009–2014 adalah:
1. Ketua: Taufiq Kiemas (F-PDIP)
2. Wakil Ketua: Hajriyanto Y. Thohari (F-PG)
3. Wakil Ketua: Melani Leimena Suharli (F-PD)
4. Wakil Ketua: Lukman Hakim Saifudin (F-PPP)
5. Wakil Ketua: Ahmad Farhan Hamid (Kelompok DPD)
Berdasarkan UUD 1945 (sebelum perubahan), MPR merupakan lembaga tertinggi negara sebagai pemegang dan
pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Perubahan UUD 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas,
dan wewenang MPR. Kini MPR berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara yang setara dengan lembaga tinggi
negara lainnya seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK.
MPR juga tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN. Selain itu, MPR tidak lagi mengeluarkan
Ketetapan MPR (TAP MPR), kecuali yang berkenaan dengan menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih
Wapres apabila terjadi kekosongan Wapres, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila Presiden dan Wakil
Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya
secara bersama-sama. Hal ini berimplikasi pada materi dan status hukum Ketetapan MPRS/MPR yang telah
dihasilkan sejak tahun 1960 sampai dengan tahun 2002.
Saat ini Ketetapan MPR (TAP MPR) tidak lagi menjadi bagian dari hierarki Peraturan Perundang-undangan. Majelis
Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota dari Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-
utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-Undang.
Undang-undang yang mengatur susunan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dewasa ini ialah Undang-Undang No. 16
tahun 1969 jo. UU No. 5 Tahun 1975, tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), adalah :
1. Menetapkan Undang-Undang Dasar.
2. Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.
3. Memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
4. MPR dapat memberhentikan Presiden sebelum habis masa jabatannya.
Presiden dan Wakil Presiden
Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD, dan dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh
Wakil Presiden. (Pasal 4) Presiden berhak mengajukan RUU, dan menetapkan Peraturan Pemerintah untuk
menjalankan UU (Pasal 5).
Tugas dan wewenang Presiden antara lain:
1. Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL dan AU (Pasal 10).
2. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain dengan persetujuan DPR,
terutama yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi Negara (Pasal 11).
3. Menyatakan keadaan bahaya, yang syarat dan akibatnya ditetapkan dengan UU (Pasal 12).
4. Mengangkat dan menerima duta dan konsul dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13).
5. Presiden memberikan grasi dengan pertimbangan MA, dan memberikan amnesty dan abolisi dengan
pertimbangan DPR (Pasal 14).
6. Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan menurut UU (Pasal 15).
7. Presiden membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberi nasehat dan pertimbangan kepada Presiden
(Pasal 16).
8. Presiden juga berhak mengangkat menteri-menteri sebagai pembantu Presiden (Pasal 17).
Dewan Perwakilan Rakyat(DPR)
Dewan Perwakilan Rakyat adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraanIndonesia yang merupakan
lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. DPR memiliki fungsi legislasi,
anggaran, dan pengawasan. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum, yang dipilih
berdasarkan hasil Pemilihan Umum. Anggota DPR periode 2009–2014 berjumlah 560 orang. Masa jabatan anggota
DPR adalah 5 tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Sejarah DPR RI dimulai sejak dibentuknya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) oleh Presiden pada tanggal29
Agustus 1945 di Gedung Kesenian, Pasar Baru Jakarta yang kemudian dijadikan sebagai hari lahir DPR RI.
Dalam Sidang KNIP yang pertama dipilih pimpinan sebagai berikut:
1. Ketua : Mr. Kasman Singodimedjo
2. Wakil Ketua I : Mr. Sutardjo Kartohadikusumo
3. Wakil Ketua II : Mr. J. Latuharhary
4. Wakil Ketua III : Adam Malik
Adapun pimpinan saat ini (2010) sebagai berikut:
1. Ketua: H. Marzuki Alie, SE., MM. (Fraksi Partai Demokrat)
2. Wakil Ketua: Ir. Taufik Kurniawan, MM. (Fraksi Partai Amanat Nasional)
3. Wakil Ketua: Drs. H. Priyo Budi Santoso (Fraksi Partai Golongan Karya)
4. Wakil Ketua: Ir. H. Pramono Anung Wibowo, MM. (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)
5. Wakil Ketua: H.M. Anis Matta, Lc. (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera)
Jika dihitung sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, DPR RI saat (2010) ini adalah dewan yang ketujuhbelas. Dewan-
dewan selengkapnya sebagai berikut:
1. Dewan Pertama: Komite Nasional Indonesia Pusat (29 Agustus 1945 – 15 Agustus 1950)
2. Dewan Kedua: DPR Republik Indonesia Serikat (15 Februari 1950 – 15 Agustus 1950)
3. Dewan Ketiga: DPR Sementara (16 Agustus 1950 – 26 Maret 1956)
4. Dewan Keempat: DPR Pemilu 1955 (26 Maret 1956 – 22 Juli 1959)
5. Dewan Kelima: DPR Peralihan (22 Juli 1959 – 26 Juni 1960)
6. Dewan Keenam: DPR Gotong Royong (26 Juni 1960 – 15 November 1965)
7. Dewan Ketujuh: DPR Gotong-Royong tanpa PKI (15 November 1965 – 19 November 1966)
8. Dewan Kedelapan: DPR Gotong Royong – DPR Orde Baru (19 November 1966 – 28 Oktober 1971)
9. Dewan Kesembilan: DPR Pemilu 1971 (28 Oktober 1971 – 1 Oktober 1977)
10. Dewan Kesepuluh: DPR Pemilu 1977 (1 Oktober 1977 – 1 Oktober 1982}
11. Dewan Kesebelas: DPR Pemilu 1982 (1 Oktober 1982 – 1 Oktober 1987)
12. Dewan Keduabelas: DPR Pemilu 1987 (1 Oktober 1987 – 1 Oktober 1992)
13. Dewan Ketigabelas: DPR Pemilu 1992 (1 Oktober 1992 – 1 Oktober 1997)
14. Dewan Keempatbelas: DPR Pemilu 1997 (1 Oktober 1997 – 1 Oktober 1999)
15. Dewan Kelimabelas: DPR Pemilu 1999 (1 Oktober 1999 – 1 Oktober 2004)
16. Dewan Keenambelas: DPR Pemilu 2004 (1 Oktober 2004 – 1 Oktober 2009)
17. Dewan Ketujuhbelas: DPR Pemilu 2009 (mulai 1 Oktober 2009)
Tugas dan wewenang DPR antara lain:
1. Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
2. Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
3. Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu dan
mengikutsertakannya dalam pembahasan
4. Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD
5. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemerintah
6. Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan DPD
7. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang
disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan;
8. Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial
9. Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim
agung oleh Presiden
10. Memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan;
11. Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain,
dan memberikan pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi
12. Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian
dengan negara lain
13. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
14. Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;
15. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang-
undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan
daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan
agama.
Pada anggota DPR melekat hak ajudikasi dan legislasi yakni berupa hak interpelasi, hak angket, dan hak
menyatakan pendapat. Anggota DPR juga memiliki hak mengajukan RUU, mengajukan pertanyaan, menyampaikan
usul dan pendapat, membela diri, hak imunitas, serta hak protokoler.
Menurut Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya, DPR berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga
masyarakat untuk memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan panggilan
paksa (sesuai dengan peraturan perundang-undangan). Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang
sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 hari (sesuai dengan peraturan perundang-undangan).
Alat kelengkapan DPR terdiri atas:
Pimpinan
Kedudukan Pimpinan dalam DPR dapat dikatakan sebagai Juru Bicara Parlemen. Fungsi pokoknya secara umum
adalah mewakili DPR secara simbolis dalam berhubungan dengan lembaga eksekutif, lembaga-lembaga tinggi
negara lain, dan lembaga-lembaga internasional, serta memimpin jalannya administratif kelembagaan secara umum,
termasuk memimpin rapat-rapat paripurna dan menetapkan sanksi atau rehabilitasi. Pimpinan DPR bersifat kolektif
kolegial, terdiri dari seorang ketua dan 4 orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota DPR dalam Sidang
Paripurna DPR.
Komisi
Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR,
substansinya dikerjakan di dalam komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah satu
komisi. Pada umumnya, pengisian keanggotan komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan atau penguasaan
anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang digeluti oleh komisi.
Pada periode 2009-2014, DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang lingkup tugas dan pasangan kerja masing-
masing:
1. Komisi I, membidangi pertahanan, luar negeri, dan informasi.
2. Komisi II, membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, dan agraria.
3. Komisi III, membidangi hukum dan perundang-undangan, hak asasi manusia, dan keamanan.
4. Komisi IV, membidangi pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan.
5. Komisi V, membidangi perhubungan, telekomunikasi, pekerjaan umum, perumahan rakyat, pembangunan
pedesaan dan kawasan tertinggal.
6. Komisi VI, membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah), dan badan
usaha milik negara.
7. Komisi VII, membidangi energi, sumber daya mineral, riset dan teknologi, dan lingkungan.
8. Komisi VIII, membidangi agama, sosial dan pemberdayaan perempuan.
9. Komisi IX, membidangi kependudukan, kesehatan, tenaga kerja dan transmigrasi.
10. Komisi X, membidangi pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata, kesenian, dan kebudayaan.
11. Komisi XI, membidangi keuangan, perencanaan pembangunan nasional, perbankan, dan lembaga keuangan
bukan bank.
Badan Musyawarah
Bamus merupakan miniatur DPR. Sebagian besar keputusan penting DPR digodok terlebih dahulu di Bamus,
sebelum dibahas dalam Rapat Paripurna sebagai forum tertinggi di DPR yang dapat mengubah putusan Bamus.
Bamus antara lain memiliki tugas menetapkan acara DPR, termasuk mengenai perkiraan waktu penyelesaian suatu
masalah, serta jangka waktu penyelesaian dan prioritas RUU).
Pembentukan Bamus sendiri dilakukan oleh DPR melalui Rapat Paripurna pada permulaan masa keanggotaan DPR.
Anggota Bamus berjumlah sebanyak-banyaknya sepersepuluh dari anggota DPR, berdasarkan perimbangan jumlah
anggota tiap-tiap Fraksi. Pimpinan Bamus langsung dipegang oleh Pimpinan DPR.
Badan Anggaran
Badan Anggaran DPR dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap yang memiliki
tugas pokok melakukan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Susunan keanggotaan Badan
Anggaran ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR. Susunan keanggotaan Badan Anggaran terdiri atas
anggota-anggota seluruh unsur Komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota Fraksi.
Badan Kehormatan
Badan Kehormatan (BK) DPR merupakan alat kelengkapan paling muda saat ini di DPR. BK merupakan salah satu
alat kelengkapan yang bersifat sementara. Pembentukan DK di DPR merupakan respon atas sorotan publik terhadap
kinerja sebagian anggota dewan yang buruk, misalnya dalam hal rendahnya tingkat kehadiran dan konflik
kepentingan.
BK DPR melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota DPR,
dan pada akhirnya memberikan laporan akhir berupa rekomendasi kepada Pimpinan DPR sebagai bahan
pertimbangan untuk menjatuhkan sanksi atau merehabilitasi nama baik Anggota. Rapat-rapat Dewan Kehormatan
bersifat tertutup. Tugas Dewan Kehormatan dianggap selesai setelah menyampaikan rekomendasi kepada Pimpinan
DPR.
Badan Legislasi
Badan Legislasi (Baleg) merupakan alat kelengkapan DPR yang lahir pasca Perubahan Pertama UUD 1945, dan
dibentuk pada tahun 2000. Tugas pokok Baleg antara lain: merencanakan dan menyusun program serta urutan
prioritas pembahasan RUU untuk satu masa keanggotaan DPR dan setiap tahun anggaran. Baleg juga melakukan
evaluasi dan penyempurnaan tata tertib DPR dan kode etik anggota DPR.
Badan Legislasi dibentuk DPR dalam Rapat paripurna, dan susunan keanggotaannya ditetapkan pada permulaan
masa keanggotaan DPR berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap Fraksi. Keanggotaan Badan Legislasi
tidak dapat dirangkap dengan keanggotaan Pimpinan Komisi, keanggotaan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT),
dan keanggotaan Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP).
Badan Urusan Rumah Tangga
Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR bertugas menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPR. Salah satu
tugasnya yang berkaitan bidang keuangan/administratif anggota dewan adalah membantu pimpinan DPR dalam
menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPR, termasuk kesejahteraan Anggota dan Pegawai Sekretariat Jenderal
DPR berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah.
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, yang selanjutnya disingkat BKSAP, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat
kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BKSAP pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat paripurna menurut
perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada
permulaan tahun sidang. Pimpinan BKSAP merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial,
yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota
BKSAP berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan
perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
BKSAP bertugas:
1. Membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerja sama antara DPR dan
parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk organisasi internasional yang
menghimpun parlemen dan/atau anggota parlemen negara lain;
2. Menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu DPR;
3. Mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPR ke luar negeri;
4. Memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPR tentang masalah kerja sama antarparlemen.
Panitia Khusus
Jika dipandang perlu, DPR (atau alat kelengkapan DPR) dapat membentuk panitia yang bersifat sementara yang
disebut Panitia Khusus (Pansus). Komposisi keanggotaan Pansus ditetapkan oleh rapat paripurna berdasarkan
perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pansus bertugas melaksanakan tugas tertentu yang ditetapkan oleh
rapat paripurna, dan dibubarkan setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan
selesai. Pansus mempertanggungjawabkan kinerjanya untuk selanjutnya dibahas dalam rapat paripurna.
DPR dalam permulaan masa keanggotaan dan permulaan tahun sidang DPR membuat susunan dan keanggotaan
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) yang beranggotakan paling sedikit tujuh orang dan paling banyak
sembilan orang atas usul dari fraksi-fraksi DPR yang selanjutnya akan ditetapkan dalam rapat paripurna dengan
tugas untuk penelaahan setiap temuan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK)
Struktur Lembaga Negara RI
Anggota DPR tidak dapat dituntut di hadapan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat yang
dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
Tata Tertib dan kode etik masing-masing lembaga. Ketentuan tersebut tidak berlaku jika anggota yang bersangkutan
mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal-hal mengenai
pengumuman rahasia negara.
Anggota DPR tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, hakim pada badan peradilan, pegawai
negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada BUMN/BUMD atau badan lain yang anggarannya bersumber dari
APBN/APBD.
Anggota DPR juga tidak boleh melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta,
akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktek dan pekerjaan lain yang ada hubungannya
dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR.
Jika anggota DPR diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikannya
harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. Ketentuan ini tidak berlaku apabila anggota DPR melakukan
tindak pidana korupsi dan terorisme serta tertangkap tangan.
Komposisi DPR saat ini adalah komposisi yang berdasarkan Pemilu 2009. Anggota-anggota DPR yang terpilih
berdasarkan Pemilu tersebut mengelompokkan diri kedalam fraksi-fraksi.
FraksiJumlah Anggota
Ketua
Fraksi Partai Demokrat (F-PD) 148Anas Urbaningrum
Fraksi Partai Golongan Karya (F-PG) 107 Setya Novanto
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP)
94 Tjahjo Kumolo
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) 57 Mustafa Kamal
Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) 46 Asman Abnur
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) 37 Hasrul Azwar
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) 28 Marwan Ja’far
Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (F-Gerindra)
26Mujiyono Haryanto
Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (F-Hanura) 17 Ahmad Fauzi
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas DPR, dibentuk Sekretariat Jenderal DPR yang ditetapkan dengan
Keputusan Presiden, dan personelnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil. Sekretariat Jenderal DPR dipimpin seorang
Sekretaris Jenderal yang diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan DPR.
Untuk meningkatkan kinerja lembaga dan membantu pelaksanaan fungsi dan tugas DPR secara profesional, dapat
diangkat sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan. Para pakar/ahli tersebut berada di bawah koordinasi
Sekretariat Jenderal DPR.
Keanggotaan DPR dipilih melalui pemilu. DPR bersidang sedikitnya sekali dalam setahun (Pasal 19). DPR
memegang kekuasaan membentuk UU, dan setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden secara bersama-sama dan
selanjutnya disahkan oleh Presiden.
DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Dan untuk itu DPR diberikan hak-hak interpelasi, angket,
menyatakan pendapat, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul, dan pendapat serta imunitas (Pasal 20).
Fungsi DPR adalah sebagai berikut:
1. Fungsi legislasi berkaitan dengan wewenang DPR dalam pembentukan undang-undang.
2. Fungsi anggaran, berwenang menyusun dan menetapkan RAPBN bersama presiden.
3. Fungsi pengawasan, melakukan pengawasan terhadap pemerintah.
DPR diberikan hak-hak yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945, antara lain:
1. Hak interpelasi, hak DPR untuk meminta keterangan pada presiden.
2. Hak angket, hak DPR untuk mengadakan penyelidikan atas suatu kebijakan Presiden/ Pemerintah.
3. Hak menyampaikan pendapat.
4. Hak mengajukan pertanyaan.
5. Hak Imunitas, hak DPR untuk tidak dituntut dalam pengadilan.
6. Hak mengajukan usul RUU
Anggota DPR berhak mengajukan usul RUU (Pasal 21). Dalam hal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak
menetapkan Perpu, dan pada masa persidangan DPR berikutnya Perpu tersebut harus dimintakan persetujuan DPR.
Apabila DPR tidak menyetujuinya maka Perpu harus dicabut(Pasal 22). Anggota DPR dapat diberhentikan dari
jabatannya, dengan syarat-syarat dan tata cara yang diatur dengan undang-undang (Pasal 22B).
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Visi
Visi suatu organisasi atau lembaga pada dasarnya adalah pernyataan cita-cita yang hendak dicapai atau dituju oleh
lembaga atau organisasi yang bersangkutan. Secara normatif, rumusan visi tersebut menjadi pedoman dasar semua
arah kebijakan, keputusan, dan tindakan yang akan dilakukan. Karena itu, visi juga merupakan pernyataan pikiran
dan kehendak untuk berubah dari keadaan yang ada saat ini (das sein) ke suatu keadaan yang diinginkan (das
sollen).
Lembaga Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) saat ini masih terbentur pada satu masalah
utama, yakni keberadaannya yang nisbi dan ‘serba-tanggung’ sebagai suatu lembaga legislatif. Gagasan dasar
pembentukan sebagai suatu lembaga pengimbang (check and balance) kekuasaan, baik di lingkungan lembaga
legislatif sendiri (DPR dan MPR RI) maupun di lembaga-lembaga eksekutif (pemerintah), belum sepenuhnya
berfungsi secara optimal dan efektif.
Ada beberapa penyebab utama yang dapat diidentifikasi, setidaknya sampai saat ini, yakni:
1. Keberadaannya sebagai suatu lembaga baru belum menemukan format kerja dan struktur kelembagaan yang
memadai;
2. Sebagian besar anggotanya adalah orang-orang baru dalam dunia politik yang belum memiliki pengalaman nyata
dalam praktik-praktik sistem politik Indonesia selama ini;
3. Batasan fungsi dan kewenangan yang ada belum memiliki kekuatan penuh dalam proses legislasi.
Berdasarkan masalah pokok dan mendasar itulah, rumusan visi DPD RI yang disepakati pada Lokakarya
Perencanaan Strategis DPD RI, 30 Agustus-1 September 2005 adalah sebagai berikut :
Terwujudnya Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sebagai lembaga legislatif yang kuat,
setaradan efektif dalam memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah menuju masyarakat Indonesia yang
bermartabat, sejahtera, dan berkeadilan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Misi
Berdasarkan visi tersebut, rumusan misi DPD RI masa bakti 2004–2009, disepakati sebagai berikut:
1. Memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah untuk mewujudkan pemerataan pembangunan kesejahteraan rakyat
dalam rangka memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berkesinambungan.
2. Mendorong perhatian yang lebih besar dari pemerintah pusat terhadap isu-isu penting di daerah.
3. Memperjuangkan penguatan status DPD RI sebagai salah satu badan legislatif dengan fungsi dan kewenangan
penuh untuk mengajukan usul, ikut membahas, memberikan pertimbangan, dan melakukan pengawasan atas
pelaksanaan undang-undang, terutama yang menyangkut kepentingan daerah.
4. Meningkatkan fungsi dan wewenang DPD RI untuk memperkuat sistem check and balance melalui amandemen
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
5. Mengembangkan pola hubungan dan kerja sama yang sinergis dan strategis dengan pemilik kepentinganutama
di daerah dan di pusat.
Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilu, setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggta
DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun (Pasal 22C).
DPD berhak mengajukan RUU kepada DPR dan ikut membahasnya yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat-daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat-daerah, serta memberi pertimbangan atas RUU APBN
yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama (Pasal 22D). DPD dapat melakukan pengawasan terhadap UU
yang usulan dan pembahasannya dimiliki oleh DPD.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 49 dan 50 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR, DPD, dan DPRD bahwa Anggota DPD mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:
Hak
1. Menyampaikan usul dan pendapat;
2. Memilih dan dipilih;
3. Membela diri;
4. Imunitas;
5. Protokoler;
6. Keuangan dan administratif.
7. Mengamalkan Pancasila;
8. Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan
perundang-undangan;
9. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan;
10. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia;
11. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat;
12. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah;
13. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
14. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya;
15. Menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPD; dan
16. Menjaga etika dan norma adat daerah yang diwakilinya.
Kewajiban
Berkenaan dengan kewajiban tersebut, hal itu mempertegas fungsi politik legislatif Anggota DPD RI yang meliputi
representasi, legislasi dan pengawasan yang dicirikan oleh sifat kekuatan mandatnya dari rakyat pemilih yaitu sifat
“otoritatif” atau mandat rakyat kepada Anggota; di samping itu ciri sifat ikatan atau “binding” yaitu ciri melekatnya
pemikiran dan langkah kerja Anggota DPD RI yang semata-mata didasarkan pada kepentingan dan keberpihakan
pada rakyat daerah.
Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Dalam rangka pelaksanaan Pemilu agar terselenggara sesuai asas (Iuberjudil), maka dibentuklah sebuah komisi
pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri (Pasal 22E). KPU selain ada ditingkat pusat, juga terdapat
KPU daerah baik di provinsi maupun kabupaten/kota.
Bank Sentral
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan
independensinya diatur dengan UU (Pasal 23D).
Badan Pengawas Keuangan (BPK)
Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara
diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil
pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal
28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang
berkedudukan sementara dikota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang
pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya,
Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua
instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang
Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi
pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan
dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap
mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R.
Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1
Agustus 1949.
Dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal
14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah
satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang
sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS
berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil
Administration (NICA).
Merah Putih
Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas
Keuangan RIS yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan
berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS.
Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari
Algemene Rekenkamer di Bogor.
Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden RI yang menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945.
Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa
Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945.
Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan
konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa
Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan
ICW dan IAR.
Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS
No. 11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk
menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk mencapai
tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang
(PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru.
Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa
Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas
penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing
sebagai Menteri Koordinator dan Menteri.
Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi
semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan akhirnya
baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari
MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa
eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain
menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal
keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional.
Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK RI dalam UUD Tahun 1945 telah
diamandemen. Sebelum amandemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5) kemudian
dalamPerubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E,
23F, dan 23G) dan tujuh ayat.
Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di bidang Keuangan Negara,
yaitu;
UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara
UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
Visi
Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang bebas, mandiri, dan profesional serta berperan aktif dalam
mewujudkan tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan.
Misi
Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam rangka mendorong terwujudnya akuntabilitas
dan transparansi keuangan negara, serta berperan aktif dalam mewujudkan pemerintah yang baik, bersih, dan
transparan.
Tujuan Strategis
1. Mewujudkan BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara yang independen dan professional.
2. BPK mengedepankan nilai-nilai independensi dan profesionalisme dalam semua aspek tugasnya menuju
terwujudnya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara.
3. Memenuhi semua kebutuhan dan harapan pemilik kepentingan
4. BPK bertujuan memenuhi kebutuhan dan harapan pemilik kepentingan, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan masyarakat pada umumnya
dengan menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu kepada pemilik kepentingan atas penggunaan,
pengelolaan, keefektifan, dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara.
5. Mewujudkan BPK sebagai pusat regulator di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara.
6. BPK bertujuan menjadi pusat pengaturan di bidang pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang berkekuatan hukum mengikat, yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas, wewenang
dan fungsi BPK sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
7. Mendorong terwujudnya tata kelola yang baik atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
8. BPK bertujuan untuk mendorong peningkatan pengelolaan keuangan negara dengan menetapkan standar yang
efektif, mengidentifikasi penyimpangan, meningkatkan sistem pengendalian intern, menyampaikan temuan dan
rekomendasi kepada pemilik kepentingan, dan menilai efektivitas tindak lanjut hasil pemeriksaan.
Nilai-Nilai Dasar
Independensi
BPK RI adalah lembaga negara yang independen di bidang organisasi, legislasi, dan anggaran serta bebas dari
pengaruh lembaga negara lainnya.
Integritas
BPK RI menjunjung tinggi integritas dengan mewajibkan setiap pemeriksa dalam melaksanakan tugasnya,
menjunjung tinggi Kode Etik Pemeriksa dan Standar Perilaku Profesional.
Profesionalisme
BPK RI melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesionalisme pemeriksaan keuangan negara, kode etik, dan
nilai-nilai kelembagaan organisasi.
Mahkamah Agung
Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan
pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan :
1. Peradilan Umum pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Negeri, pada tingkat banding dilakukan
olehPengadilan Tinggi dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
2. Peradilan Agama pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Agama, pada tingkat banding dilakukan
olehPengadilan Tinggi Agama dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
3. Peradilan Militer pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Militer, pada tingkat banding dilakukan
olehPengadilan Tinggi Militer dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung
4. Peradilan Tata Usaha negara pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Tata Usaha negara, pada tingkat
banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah
Agung
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:
1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang,
dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
2. Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
3. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden member grasi dan rehabilitasi
Mahkamah Agung dipimpin oleh seorang ketua. Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung, dan
diangkat oleh Presiden. Ketuanya sejak 15 Januari 2009 adalah Harifin A. Tumpa.
Pada Mahkamah Agung terdapat hakim agung sebanyak maksimal 60 orang. Hakim agung dapat berasal dari sistem
karier (hakim), atau tidak berdasarkan sistem karier dari kalangan profesi atau akademisi.
Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat, untuk kemudian mendapat
persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan, dan dilakukan oleh sebuah MA dan badan peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, agama, militer, tata usaha Negara, dan sebuah Mahkamah Konstitusi (Pasal 24). MA berwenang
mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah UU terhadap UU. Hakim Agung
harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, professional, dan berpengalaman di bidang hukum.
Calon Hakim Agung diusulkan komisi yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan ditetapkan oleh
Presiden. Ketua dan Wakil MA dipilih dari dan oleh Hakim Agung (Pasal 24A).
Komisi Yudisial
Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai
wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Anggota komisi yudisial harus memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan
kepribadian yang tidak tercela. Anggota komisi yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan DPR (Pasal 24B).
Mahkamah Konstitusi(MK)
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan
pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
Sejarah berdirinya MK diawali dengan Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal
7B yang disahkan pada 9 November 2001. Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945, maka dalam rangka
menunggu pembentukan Mahkamah Konstitusi, MPR menetapkan Mahkamah Agung menjalankan fungsi MK untuk
sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.
DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah
melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu. Dua hari
kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden mengambil sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana
Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MK adalah:
1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-
Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil Pemilihan Umum
2. Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran
olehPresiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa jabatan 3 tahun. Masa jabatan Ketua
MK selama 3 tahun yang diatur dalam UU 24/2003 ini sedikit aneh, karena masa jabatan Hakim Konstitusi sendiri
adalah 5 tahun, sehingga berarti untuk masa jabatan kedua Ketua MK dalam satu masa jabatan Hakim Konstitusi
berakhir sebelum waktunya (hanya 2 tahun).
Ketua MK yang pertama adalah Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.. Guru besar hukum tata negara Universitas
Indonesia kelahiran 17 April 1956 ini terpilih pada rapat internal antar anggota hakim Mahkamah Konstitusi tanggal19
Agustus 2003. Jimly terpilih lagi sebagai ketua untuk masa bakti 2006-2009 pada 18 Agustus 2006 dan disumpah
pada 22 Agustus 2006 dengan Wakil Ketua Prof. Dr. M. Laica Maerzuki, SH. Bersama tujuh anggota hakim pendiri
lainnya dari generasi pertama MK, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH dan Prof. Dr. M. Laica Marzuki berhasil memimpin
lembaga baru ini sehingga dengan cepat berkembang menjadi model bagi pengadilan modern dan terpercaya di
Indonesia. Di akhir masa jabatan Prof. Jimly sebagai Ketua, MK berhasil dipandang sebagai salah satu icon
keberhasilan reformasi Indonesia. Selama 5 tahun sejak berdirinya, sistem kelembagaan mahkamah ini terbentuk
dengan sangat baik dan bahkan gedungnya juga berhasil dibangun dengan megah dan oleh banyak sekolah dan
perguruan tinggi dijadikan gedung kebanggaan tempat mengadakan studi tour. Pada 19 Agustus 2008, Hakim
Konstitusi yang baru diangkat untuk periode (2008-2013), melakukan voting untuk memilih Ketua dan Wakil Ketua
MK masa bakti 3 tahun berikutnya, yaitu 2008-2011 dan menghasilkan Mohammad Mahfud MD sebagai ketua
serta Abdul Mukthie Fadjar sebagai wakil ketua. Sesudah beberapa waktu sesudah itu, pada bulan Oktober 2009,
Prof. Jimly Asshiddiqie, SH mengunduran diri dari anggota MK dan kembali menjadi guru besar tetap hukum tata
negara Universitas Indonesia.
Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 Hakim Konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden. Hakim Konstitusi diajukan
masing-masing 3 orang oleh Mahkamah Agung, 3 orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan 3 orang oleh Presiden.
Masa jabatan Hakim Konstitusi adalah 5 tahun, dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya.
Hakim Konstitusi periode 2003-2008 adalah:
1. Jimly Asshiddiqie
2. Mohammad Laica Marzuki
3. Abdul Mukthie Fadjar
4. Achmad Roestandi
5. H. A. S. Natabaya
6. Harjono
7. I Dewa Gede Palguna
8. Maruarar Siahaan
9. Soedarsono
Hakim Konstitusi periode 2008-2013 adalah:
1. Jimly Asshiddiqie, kemudian mengundurkan diri dan digantikan oleh Harjono
2. Maria Farida Indrati
3. Maruarar Siahaan
4. Abdul Mukthie Fajar
5. Mohammad Mahfud MD
6. Muhammad Alim
7. Achmad Sodiki
8. Arsyad Sanusi
9. Akil Mochtar
Namun, pada akhir 2009, Maruarar Siahaan dan Abdul Mukthie Fajar memasuki masa pensiun. Mereka kemudian
digantikan oleh 2 hakim baru, yakni Hamdan Zoelva yang menggantikan Abdul Mukthie Fajar dan Fadlil Sumadiyang
menggantikan Maruarar Siahaan.
MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU
terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD,
memutus pembubaran parpol dan perselisihan hasil pemilu. MK wajib memberi putusan atas pendapat DPR
mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil menurut UUD. MK mempunyai 9 anggota hakim
konstitusi yang ditetapkan Presiden masing-masing 3 orang diajukan oleh MA, DPR, dan Presiden. Ketua dan wakil
ketua MK dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak
tercela, adil, negarawan, yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat
Negara (Pasal 24C0). MK dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala
kewenangannya dilakukan oleh MA (Pasal III AP).
Saat ini masih banyak pihak belum memahami secara utuh tatanan kelembagaan negara dalam Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945 sehingga sering timbul perdebatan publik dan masalah hubungan antarlembaga negara.
Apalagi, lembaga- lembaga negara telah mengalami perubahan mendasar hasil UUD 1945 Perubahan yang tentu
tidak dapat dipahami berdasarkan paradigma UUD 1945 sebelum perubahan. Perubahan mendasar yang
memengaruhi tatanan kelembagaan negara adalah perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Sebelum perubahan,kedaulatan rakyat
dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Perubahan tersebut mengakibatkan :
1. MPR tidak lagi menjadi lembaga negara tertinggi.
2. Lemmbaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 merupakan pelaksana kedaulatan rakyat sesuai
dengan kedudukan,tugas,dan fungsi masing- masing.Hal tersebut mengakibatkan Ketetapan MPR Nomor
III/MPR/ 1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi dengan/ atau antar-Lembaga-
Lembaga Tinggi Negara tidak berlaku lagi. Kelembagaan negara berdasarkan UUD 1945 dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa kategori.Pertama, lembaga-lembaga utama yang melaksanakan cabang kekuasaan tertentu.
Kedua, lembaga-lembaga negara yang bukan pelaksana salah satu cabang kekuasaan, tetapi keberadaannya
diperlukan untuk mendukung salah satu lembaga pelaksana cabang kekuasaan tertentu.
3. Lembaga-lembaga yang ditentukan untuk melaksanakan kekuasaan tertentu tanpa mengatur nama dan
pembentukan lembaganya.
4. Lembaga yang ditentukan secara umum dan menyerahkan pengaturan lebih lanjut kepada undang-
undang.Kelima, lembaga-lembaga yang berada di bawah presiden untuk melaksanakan fungsi-fungsi
tertentu.Keenam, lembaga- lembaga di tingkat daerah. Berdasarkan pembagian fungsi kekuasaan eksekutif,
legislatif, dan yudikatif dalam UUD 1945,dapat diketahui lembaga-lembaga negara yang melaksanakan tiap
kekuasaan tersebut.
Sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi adalah presiden. Pemegang kekuasaan legislatif adalah
DPR.Untuk kekuasaan yudikatif ditentukan pelakunya adalah MA dan MK. Selain lembaga-lembaga negara tersebut,
terdapat lembaga negara lain yang diperlukan dalam penyelenggaraan negara dan kedudukannya sederajat.
Lembaga negara lain tersebut adalah MPR yang memegang kekuasaan mengubah dan menetapkan UUD,BPK
sebagai pelaksana kekuasaan auditif serta DPD yang walaupun tidak memegang kekuasaan legislatif memiliki peran
dalam proses legislasi (co-legislator).
Dengan demikian lembaga-lembaga itu sesungguhnya adalah bagian dari organisasi pemerintahan secara nasional
walaupun ada yang menjalankan fungsi legislasi di tingkat daerah. Jika penataan lembaga negara melalui ketentuan
peraturan perundang undangan telah dilakukan, setiap lembaga negara dapat menjalankan wewenang sesuai
dengan kedudukan masing-masing. Hal itu akan mewujudkan kerja sama dan hubungan yang harmonis demi
pencapaian tujuan nasional dengan tetap saling mengawasi dan mengimbangi agar tidak terjadi penyalahgunaan
dan konsentrasi kekuasaan.
http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/02/22/profil-dan-struktur-lembaga-negara-menurut-uud-1945-negara-republik-indonesia/
LEMBAGA – LEMBAGA NEGARA, FUNGSI DAN TUGASNYA
Sebagai negara demokrasi, pemerintahan Indonesia menerapkan teori trias politika. Trias politika adalah pembagian kekuasaan pemerintahan menjadi tiga bidang yang memiliki kedudukan sejajar. Ketiga bidang tersebut yaitu : 1. Legislatif bertugas membuat undang undang. Bidang legislatif adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
2. Eksekutif bertugas menerapkan atau melaksanakan undang-undang. Bidang eksekutif adalah presiden dan wakil presiden beserta menteri-menteri yang membantunya.
3. Yudikatif bertugas mempertahankan pelaksanaan undang-undang. Adapun unsur yudikatif terdiri atas Mahkamah Agung(MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Lembaga-lembaga negara Indonesia diposisikan sesuai dengan ketiga unsur di depan. Selain lembaga tersebut masih ada lembaga yang lain. Lembaga tersebut antara lain Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Komisi Yudisial (KY), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Lembaga-lembaga negara seperti Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga baru. Selain itu amandemen UUD 1945 juga menghapuskan Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Sebagai penggantinya, Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberi nasihat dan pertimbangan pada Presiden. Berikut adalah nama lembaga-lembaga negara hasil amandemen UUD'45, fungsi, tugas dan wewenangnya.
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Anggota MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum untuk masa jabatan selama lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna MPR. Sebelum UUD 1945 diamandemen, MPR berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara. Namun, setelah UUD 1945 istilah lembaga tertinggi negara tidak ada yang ada hanya lembaga negara. Dengan demikian, sesuai dengan UUD 1945 yang telah diamandemen maka MPR termasuk lembaga negara. Sesuai dengan Pasal 3 Ayat 1 UUD 1945 MPR amandemen mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :1. mengubah dan menetapkan undang-undang dasar;
2. melantik presiden dan wakil presiden;
3. memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya menurut undang-undang dasar.
MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara.
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, anggota MPR mempunyai hak berikut ini:1. mengajukan usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar;
2. menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan;
3. memilih dan dipilih;
4. membela diri;
5. imunitas;
6. protokoler;
7. keuangan dan administratif.
Anggota MPR mempunyai kewajiban sebagai berikut:a. mengamalkan Pancasila;b. melaksanakan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan;c. menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kerukunan nasional;d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;e. melaksanakan peranan sebagi wakil rakyat dan wakil daerah.
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)DPR merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu. DPR berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut DPRD provinsi dan yang berada di kabupaten/kota disebut DPRD kabupaten/kota.
Berdasarkan UU Pemilu N0. 10 Tahun 2008 ditetapkan sebagai berikut:a. jumlah anggota DPR sebanyak 560 orang;b. jumlah anggota DPRD provinsi sekurang-kurangnya 35 orang dan sebanyak- banyak 100 orang;c. jumlah anggota DPRD kabupaten/kota sedikitnya 20 orang dan sebanyak- banyaknya 50 orang.Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPR berdomisili di ibu kota negara. Masa jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna DPR.
Lembaga negara DPR mempunyai fungsi berikut ini :1. Fungsi legislasi, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang.
2. Fungsi anggaran, artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
3. Fungsi pengawasan, artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan pengawasan terhadap pemerintahan yang menjalankan undang-undang.
DPR sebagai lembaga negara mempunyai hak-hak, antara lain sebagai berikut.1. Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas bagi kehidupan masyarakat.
2. Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
3. Hak menyatakan pendapat adalah hak DR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah mengenai kejadian yang luar biasa yang terdapat di dalam negeri disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Untuk memudahkan tugas anggota DPR maka dibentuk komisi-komisi yang bekerja sama dengan pemerintah sebagai mitra kerja.
3. Dewan Perwakilan DaerahDewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga negara baru yang sebelumnya tidak ada. DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara. DPD terdiri atas wakil-wakil dari provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum. Jumlah anggota DPD dari setiap provinsi tidak sama, tetapi ditetapkan sebanyak-banyaknya empat orang. Jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya, tetapi selama bersidang bertempat tinggal di ibu kota Republik Indonesia. Masa jabatan anggota DPD adalah lima tahun.
Sesuai dengan Pasal 22 D UUD 1945 maka kewenangan DPD, antara lain sebagai berikut.Dapat mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.
b. Ikut merancang undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.
c. Dapat memberi pertimbangan kepada DPR yang berkaitan dengan rancangan undang-undang, RAPBN, pajak, pendidikan, dan agama.d. Dapat melakukan pengawasan yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dengan daerah, pajak, pendidikan, dan agama.
4. Presiden dan Wakil PresidenPresiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif yaitu presiden mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara. Sebelum adanya amandemen UUD 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR, tetapi setelah amandemen UUD1945 presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Presiden dan wakil presiden sebelum menjalankan tugasnya bersumpah atau mengucapkan janji dan dilantik oleh ketua MPR dalam sidang MPR. Setelah dilantik, presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan program yang telah ditetapkan sendiri. Dalam menjalankan pemerintahan, presiden dan wakil presiden tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.Sebagai seorang kepala negara, menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden mempunyai wewenang sebagai berikut:1. membuat perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
2. mengangkat duta dan konsul. Duta adalah perwakilan negara Indonesia di negara sahabat. Duta bertugas di kedutaan besar yang ditempatkan di ibu kota negara sahabat itu. Sedangkan konsul adalah lembaga yang mewakili negara Indonesia di kota tertentu di bawah kedutaan besar kita.3. menerima duta dari negara lain4. memberi gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya kepada warga negara Indonesia atau warga negara asing yang telah berjasa mengharumkan nama baik Indonesia.Sebagai seorang kepala pemerintahan, presiden mempunyai kekuasaan tertinggi untukmenyelenggarakan pemerintahan negara Indonesia. Wewenang, hak dan kewajiban Presiden sebagai kepala pemerintahan, diantaranya:1. memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar2. berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR3. menetapkan peraturan pemerintah4. memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang- Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa5. memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Grasi adalah pengampunan yang diberikan oleh kepala negara kepada orang yang dijatuhi hukuman. Sedangkan rehabilitasi adalah pemulihan nama baik atau kehormatan seseorang yang telah dituduh secara tidak sah atau dilanggar kehormatannya.6. memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Amnesti adalah pengampunan atau pengurangan hukuman yang diberikan oleh negara kepada tahanan-tahanan, terutama tahanan politik. Sedangkan abolisi adalah pembatalan tuntutan pidana.Selain sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, seorang presiden juga merupakan panglima tertinggi angkatan perang. Dalam kedudukannya seperti ini, presiden mempunyai wewenang sebagai berikut:1. menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR2. membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR3. menyatakan keadaan bahaya
5. Mahkamah AgungMahkamah Agung merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Agung adalah pengadilan tertinggi di negara kita. Perlu diketahui bahwa peradilan di Indonesia dapat dibedakan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara (PTUN).Kewajiban dan wewenang Mahkamah Agung, antara lain sebagai berikut:1. berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang;
2. mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi;
3. memberikan pertimbangan dalam hal presiden memberi grasi dan rehabilitasi.
6. Mahkamah KonstitusiKeberadaan Mahkamah Konstitusi diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yangputusannya bersifat final untuk:Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga:
7. Komisi YudisialKomisi Yudisial adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang berikut ini:1. mengusulkan pengangkatan hakim agung;
2. menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR. Anggota Komisi Yudisial terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dan tujuh orang anggota. Masa jabatan anggota Komisi Yudisial lima tahun.
8. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)Kedudukan BPK sejajar dengan lembaga negara lainnya. Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksan Keuangan yang bebas dan mandiri. Jadi, tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan keuangan negara.Hasil pemeriksaan BPK diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. Berdasarkan UUD 1945 Pasal 23 F maka anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh presiden. BPKberkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsihttp://asagenerasiku.blogspot.com/2012/04/lembaga-lembaga-negara-fungsi-dan.html
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangLatar Belakang Amandemen UUD 1945. Dengan berbagai argumentasi dan tuntutan realitas kebangsaan dan demokrasi, maka amandemen harus dilaksanakan. Namun harus disadari bahwa merubah pandangan rakyat yang sudah cukup lama ditatar bahwa UUD 1945 tidak dapat dirubah kecuali melalui Referendum, bukanlah pekerjaan mudah dan sederhana. Namun akhirnya kesadaran muncul. Beberapa partai politik dalam Pemilu 1999 tegas-tegas menyuarakan perlunya amandemen konstitusi. Akhirnya perubahan konstitusi terjadi juga dalam empat tahapan perubahan, yang disebut dengan Perubahan Pertama, Kedua, Ketiga dan Keempat. Sejarah Konstitusi kita juga menunjukkan bahwa UUD 1945 bersifat sementara yang akan disempurnakan bila keadaan sudah aman. Diantara argumentasi yang mendasari perubahan UUD 1845 tersebut antara lain:1. Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada tidak terjadinya checks and balances pada institusi-institusi ketatanegaraan.
UUD 1945
2. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni kekuasaan dominan berada di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain: memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan “fleksibel” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945 (sebelum di amandemen).4. UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang. Presiden juga memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai kehendaknya dalam Undang-undang.
5. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya praktek penyelengaraan negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut: a) Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada presiden; b) Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat; c) Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah; d) Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoly.UUD 1945 merupakan landasan dasar Nasional dan landasan dasar Internasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dapat mempertahankan kemerdekaan dan persatuan Indonesia sampai saat ini. Dalam sistem ketatanegaraan RI , DPR termasuk lembaga tinggi negara bersama Presiden, BPK, dan MA. Masing-masing lembaga tinggi negara tersebut mempunyai tugas, wewenang, dan hak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Sistem pemerintahan bukan parlementer, tetapi presidensil. Berdasarkan uraian diatas, maka didalam makalah yang singkat ini penulis akan coba memaparkan tentang tugas-tugas dan wewenang dari pada lembaga-lembaga tertinggi negara yang ada di Indonesia setelah amandemen ke-4 UUD’45.B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang diatas maka dapat diambil sebagai rumusan masalah adalah “ Apa tugas dan wewenang yang diemban oleh lembaga-lembaga tinggi negara yang ada di Indonesia setelah amandemen ke-4 UUD’45”.
BAB IIPEMBAHASAN
A. Amandemen UUD Negara RI Tahun 1945a. Amandemen UUD 1945 telah membawa konsekuensi berubahnya struktur ketatanegaraan di Indonesia.b. Dalam kasus di Indonesia ada beberapa hal yang menjadi inti dan mempengaruhi banyaknya pembentukkan lembaga negara baru yang bersifat independen.
Hal yang Mempengaruhi Dibentuknya Lembaga Negara yg Baru :a. Tiadanya kredibilitas lembaga yang telah ada akibat suatu asumsi dan bukti mengenai kasus korupsi yang sistemik dan mengakar yang sulit untuk diberantas.b. Tidak independennya lembaga-lembaga negara yang ada , karena satu atau lain hal tunduk di bawah pengaruh satu kekuasaan negara atau kekuasaan lain.c. Ketidakmampuan lembaga-lembaga negara yang telah ada untuk melakukan tugas yang urgen dalam masa transisi demokrasi karena persoalan birokrasi dan KKN.d. Adanya pengaruh global dengan pembentukan lembaga negara baru di banyak negara menuju demokrasi.e. Tekanan lembaga-lembaga internasional
Prinsip-Prinsip Pembentukan Lembaga a. Penegasan prinsip konstitusionalisme, yaitu gagasan yang menghendaki agar kekuasaan para pemimpin dan badan-badan pemerintah yang ada dibatasi. Pembatasan tersebut dapat diperkuat sehaingga menjadi suatu mekanisme atau prosedur yang tetap, sehingga hak-hak dasar warga negara
semakin terjamin dan demokrasi dapat terjaga.b. Prinsip checks and balance (mengawasi dan mengimbangi), yang menjadi roh bagi pembangunan dan pengembangan demokrasi. Untuk itu pembentukan organ kelembagaan negara harus bertolak dari kerangka dasar sistem UUD 1945 yang mengarah ke separation of power ( pemisahan kekuasaan).c. Prinsip integrasi, dalam arti bahwa pembentukan lembaga negara tidak bisa dilakukan secara parsial, keberadaannya harus dikaitkan dengan lembaga lain yang telah ada dan eksis. Pembentukan lembaga negara harus disusun sedemikian rupa sehingga menjadi satu kesatuan proses yang saling mengisi dan memperkuat, serta harus jelas kepada siapa lembaga tersebut haarus bertanggung jawab.d. Prinsip kemanfaatan bagi masyarakat, yaitu pembentukan lembaga negara bertujuan untuk memenuhi kesejahteraan warganya dan menjamin hak-hak dasar yang dijamin konstitusi.
Tiga Jalur Pembentuk Lembaga Negara. Berdasar UUD 1945 terdiri dari : MPR, DPR, DPD, Presiden, MA,BPK,Kementerian Negara, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten dan Kota, KPU, KY, MK,bank sentral, TNI, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Dewan Pertimbangan Presiden.Berdasar UU terdiri dari :Komnas HAM, KPK, KPI, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Komnas Anak, Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan, Dewan Pers, dan Dewan Pendidikan. Berdasar Keputusan Presiden terdiri dari :Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Hukum Nasional, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Permpuan,Komisi Pengawas Kekayaan Penyelenggara Negara, Dewan Maritim, Dewan Ekonomi Nasional, Dewan Industri Strategis, Dewan Pengembangan Usaha Nasional, dan Dewan Buku Nasional.
B. Lembaga Negara Yang Kedudukan dan Kewenangannya Setara dalam UUD 19451. Presiden dan Wakil Presiden,2. DPR,3. DPD,4. MPR, 5. BPK, 6. MA, 7. KY, 8. MK.
1. Presiden dan Wakila. Berbeda dengan sistem pemilihan Presiden dan Wapres sebelumnya yang dipilih oleh MPR; UUD 1945 sekarang menentukan bahwa mereka dipilih secara langsung oleh rakyat. Pasangan calon Presiden dan Wapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu. Konsekuensinya karena pasangan Presiden dan Wapres dipilih oleh rakyat, mereka mempunyai legitimasi yang sangat kuat.b. Hal ini diatur dalam pasal 7A UUD 1945 : Presiden dan/ atau Wakil Presiden hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, tau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan /atau Wakil Presiden.2. Dewan Perwakilan Rakyata. Melalui perubahan UUD 1945, kekuasaan DPR diperkuat dan dikukuhkan keberadaannya terutama diberikannya kekuasaan membentuk UU yang memang merupakan karakteristik sebuah lembaga legislatif.b. Hal ini membalik rumusan sebelum perubahan yang menempatan Presiden sebagai pemegang kekuasaan membentuk UU. Dalam pengaturan ini memperkuat kedudukan DPR terutama ketika berhubungan dengan Presiden.
3. Dewan Perwakilan Daeraha. Jika DPR merupakan lembaga perwakilan yang mencerminkan perwakilan politik (political representation), maka DPD merupakan lembaga perwakilan yang mencerminkan perwakilan daerah (territorial reprentation). Keberadaan DPD terkait erat dengan aspirasi dan kepentingan daerah agar prumusan dan pengambilan keputusan nasisonal mengenai daerah, dapat mengakomodir kepentingan daerah selain karena mendorong percepatan demokrasi, pembangunan, dan kemajuan daerah.b. Sebagai lembaga legislatif, DPD mermpunyai kewenangan di bidang legislasi, anggaran, pengawasan, dan pertimbangan sseperti halnya DPR. Hanya saja konstitusi menentukan kewenangan itu terbatas tidak sama dengan yang dimiliki DPR. Di bidang legislasi, wewenang DPD adalah dapat mengajukan kepada DPR; RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.4. Majelis Permusyawaratan Rakyata. Keberadaan MPR pasca perubahan UUD 1945 telah sangat jauh berbeda dibanding sebelumnya. Kini MPR tidak lagi melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat dan tidak lagi berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara dengan kekuasaan yang sangat besar, termasuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.b. Sekarang MPR menurut UUD 1945 adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan pokok yang terbatas, yaitu :• Mengubah dan menetapkan UUD• Melantik Presiden dan/atau Wapres• Memberhentikan Presiden dan/atau Wapres dalam masa jabatannya menurut UUD5. Badan Pemeriksa Keuangana. Melalui perubahan konstitusi keberadaan BPK diperkukuh, antara lain ditegaskan tentang kebebasan dan kemandirian BPK, suatu hal yang mutlak ada untuk sebuah lembaga negara yang melaksanakan tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Hasil kerja BPK diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD serta ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan atauu badan sesuai dengan UU. Untuk memperkuat jangkauan wilayah pemeriksaan, BPK memiliki perwakilan di setiap Propinsi.6. Mahkamah Agunga. Dalam perubahan UUD 1945 pengaturan mengenai MA lebih diperbanyak lagi, antar lain ditentukan kewenangan MA adalah mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang –undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. Selain itu juga mengatur rekrutmen hakim agung yang diusulkan KY kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.7. Komisi Yudisiala. Lembaga negara yang termasuk baru ini mempunyai ruang lingkup tugas yang terkait erat dengan kekuasaan kehakiman (yudikatif). Tugas utama KY adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim.8. Mahkamah Konstitusia. Salah satu materi perubahan UUD 1945 adalah dibentuknya lembaga baru MK. Pembentukan lembaga baru ini dimaksudkan sebagai pengawal konstitusi untuk menjamin agar proses demokratisasi di Indonesia dapat berjalan lancar dan sukses. Hal ini dilakukan melalui pelaksanaan tugas konstitusionalnya yang diarahklan kepada terwujudnya penguatan checks and balances antar cabang kekuasaan negara dan perlindungan dan jaminan pelaksanaan hak-hak konstitusional warga negara sebagaimana telah diatur dalam UUD.Kewenangan MK sbg Pengawal Konstitusi
a. Melakukan pengujian undang-undang terhadap UUDb. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUDc. Memutus pembubaran partai politikd. Memutus perselisihan hasil pemilihan umume. Memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wapres telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianantan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wapres tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wapres.Hubungaan Antar Lembaga Negara Pasca Amandemen UUD 1945a. Hubungan yang bersifat Fungsionalb. Hubungan yang bersifat Pengawasanc. Hubungan yang berkaitan dengan Penyelesaian Sengketad. Hubungan yang bersifat Pelaporan atau PertanggungjawabanHubungan yang Bersifat Fungsionala. Hubungan antara DPR/DPD dengan Presiden dalam membuat UU dan APBN, juga untuk menyampaikan usul, pendapat, serta imunitasb. Hubungan antara DPR dengan DPD dalam membuat peraturan atau kebijakan yang berhubungan dengan otonomi daerahc. Hubungan antara KY, DPR, dan Presiden dalam pengangkatan hakim (dalam konteks memberikan rekomendasi)d. BPK dengan lembaga negara lain ( terutama Presiden dan Menteri-menteri) dalam penyelenggaraan keuangan lembaga-lembaga tersebute. KPU dengan Pemerintah dalam penyelenggaraan Pemiluf. Komisi Hukum Nasional (KHN) dengan Presiden untuk memberikan pendapat tentang kebijakan hukum dan masalah-masalah hukum serta membantu Presiden sebagai penitia pengarah dalam mendesain pembaruan hukumg. KPK dengan Kepolisian dan Kejaksaan Agung dalam melakukan penyelidikan atas adanya dugaan korupsiHubungan yang Bersifat Pengawasana. Hubungan antara Presiden dengan DPR dalam melaksanakan pemerintahanb. Hubungan antara DPD dengan Pemerintah Pusat dan Daerah, khususnya dalam pelaksanaan otonomi daerahc. MA dengan Presiden, untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undangd. MK dengan DPR/DPD dan Presiden ( sebagai pembentuk UU ), untuk menguji konstitusionalitas UUe. KPK dengan Pemerintahf. Komisi Ombudsman Nasional dengan Pemerintah dan Aparatur Pemerintah, Aparat Lembaga Negara serta lembaga penegak hukum dan peradilan, dalam pelaksanaan pelayanan umum agar sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik ( good governance)Hubungan yang Berkaitan dengan Penyelesaian Sengketaa. MK dengan lembaga-lembaga negara lain, untuk menyelesaiakn sengketa kewenangan antar lembaga Negarab. MK dengan penyelenggara pemilu untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemiluHubungan yang Bersifat Pelaporan atau Pertanggungjawabana. DPR/DPD dalam lembaga MPR dengan Presidenb. DPR dengan komisi-komisi negara seperti Komnas HAM, Komisi Ombudsman Nasional, KPK, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuanc. Presiden dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Perlindungan Anak Indonesia
BAB IIIPENUTUP
C. KesimpulanSaya telah menguraikan perubahan-perubahan mendasar sistem ketatanegaraan kita pasca amandemen UUD 1945. Penerapan perubahan itu, baik dalam merumuskan undang-undang pelaksanaanya, maupun penerapannya dalam praktik, tidaklah mudah. Sebagian besar undang-undang pelaksanaannya, kecuali undang-undang tentang kementerian negara seperti saya katakan tadi, telah selesai disusun. Namun, masih mengandung banyak kelemahan dan kekurangan, sehingga perlu untuk terus-menerus disempurnakan. Kesulitan merumuskan undang-undang pelaksanaannya itu, seringkali pula disebabkan oleh ketidakjelasan rumusan pasal-pasal UUD 1945 pasca amandemen. Bahasa yang digunakan kerapkali bukan bahasa hukum, seperti istilah tindak pidana berat dan perbuatan tercela yang dapat dijadikan sebagai alasan impeachment kepada Presiden dan Wakil Presiden. Sistematika perumusan pasal-pasal juga menyulitkan penafsiran sistematis. Hal ini disebabkan oleh keengganan MPR untuk menambah jumlah pasal UUD 1945, dan merumuskan ulang seluruh hasil amandemen itu secara sistematis.
Tentu saja penerapan dan pelaksanaan sebuah undang-undang dasar akan sangat dipengaruhi oleh situasi perkembangan zaman, serta kedewasaan bernegara para pelaksananya. Adanya semangat para penyelenggara negara yang benar-benar berjiwa kenegerawanan, sangatlah mutlak diperlukan untuk mengatasi kekurangan dan kelemahan rumusan sebuah undang-undang dasar. Tanpa itu, undang-undang dasar yang baik dan sempurna pun, dapat diselewengkan ke arah yang berlawanan. Namun, apapun juga, amandemen konstitusi itu telah terjadi, dan menjadi bagian sejarah perjalanan bangsa ke depan. Saya hanya berharap, semoga perubahan itu membawa perjalanan bangsa dan negara kita ke arah yang lebih baik
http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/03/lembaga-negara-pasca-amandemen-1945.html