lembar pernyataan -...
TRANSCRIPT
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Agustus 2010
Nuraida
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. wb
Segala puji bagi Allah SWT, Maha Pencipta dan Maha Penguasa alam
semesta yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis
terutama dalam rangka penyelesaian skripsi ini. Shalawat serta salam kita haturkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan keluarga, serta para sahabat yang
telah banyak berkorban dan menyebarkan dakwah Islam.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit
hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, namun pada akhirnya selalu ada jalan
kemudahan, tentunya tidak terlepas dari beberapa individu yang sepanjang penulisan
skripsi ini banyak membantu dan memberikan bimbingan dan masukan yang
berharga kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
Dengan demikian dalam kesempatan yang berharga ini penulis
mengugkapkan rasa hormat serta ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. selaku Ketua Program Studi Akhwal Al-
Syakhsiysah.
i
3. Kamarusdiana, S.Ag., MH. selaku Sekretaris Program Studi Ahwal Al-
Syakhshiyah.
4. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, MA selaku pembimbing skripsi penulis. Yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis
dalam rangka menyelesaiakan skripsi ini.
5. Ketua BP4 Pusat beserta pihak-pihak yang terkait, khususnya Ibu Dra. Zubaidah
Muchtar, Ibu Prof. Dr. Aliyah Hamka dan Bapak Drs. Kadi Sastrowirjono yang
telah rela meluangkan waktunya untuk menerima penulis dalam memberikan data
dan informasi yang berkenaan dengan skripsi penulis.
6. Seluruh Staff Pengajar (dosen) Prodi Ahwal Al Syakhshiyah Fakultas Syariah
dan Hukum yang telah banyak menyumbang ilmu dan memberikan motivasi
sepanjang penulis berada di sini. Selain itu, para Pimpinan dan Staff Perpustakaan
baik Perpustakaan Utama maupun Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan guna
menyelesaikan skripsi ini.
7. Teristimewa untuk Ayahanda Tubagus Taufik Mahdi dan Ibunda Hikmah
Agustini tercinta. Yang telah merawat dan mengasuh serta mendidik dengan
penuh kasih sayang dan memberikan pengorbanan yang tak terhitung nilainya
baik dari segi moril maupun materil. Terimakasih atas segala doanya, kesabaran,
jerih payah, serta nasihat yang senantiasa memberikan semangat tanpa jemu
ii
iii
hingga penulis dapat menyelesaiakan studi. Tiada kata yang pantas selain ucapan
doa, sungguh jasa kalian tiada tara dan tak akan pernah terbalaskan.
Tiada kata dapat terwujud dengan sendirinya kecuali dengan pertolongan-
Nya. Penulis meyadari bahwa skripsi ini banyak kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun perlu kiranya diberikan demi perbaikan dan
penyempurnaan skripsi ini. Maka akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya.
-Amin Ya Rabbal ‘Alamin-
Jakarta, 30 Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belak
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah .......................................
ang Masalah.............................................................. 1
4
AB II TEORI EFEKTIVITAS DAN MEDIASI
A. Kajian Teori Tentang Efektivitas…………………………… 16
BAB III
PELESTARIAN PERKAWINAN ( BP4 )
……………….….. 35
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………. 6
D. Kerangka Teori …………………………………………........ 6
E. Metode Penelitian …………………………………………… 8
F. Review Studi Terdahulu……………………………………… 11
G. Sistematika Penulisan………………………………………… 13
B
B. Indikator Efektivitas ………........................................................ 17
C. Pengertian Mediasi dan Dasar Hukumnya…………………. 19
D. Tujuan Mediasi Dan Manfaatnya………………………….. 30
PROFIL BADAN PENASIHATAN PEMBINAAN DAN
A. Pengertian BP4……………………………
B. Sejarah Singkat Berdirinya BP4………………………....…… 37
C. Landasan Hukum Berdirinya BP4………………….….……. 42
D. Struktur Organisasi BP4……………………………...…..…… 43
E. Tugas Dan Wewenang BP4…………………………………... 46
iv
v
AB IV EFEKTIFITAS MEDIASI MELALUI BP4
maikan
Pasangan Yang Bersengketa ……………………………
Perceraian... 57
C.
Dalam Melakukan Mediasi ……………………………
BAB V
A.
Saran-Saran………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………….......................................... 78
AN………… …………………....................................................... 82
B
A. Strategi Atau Kebijakan BP4 Dalam Menda
… 50
B. Kinerja Mediasi BP4 Dalam Menekan Angka
Hambatan Dan Tantangan Yang Dihadapi BP4
….. 64
D. Analisa Penulis........................................................................... 69
PENUTUP
Kesimpulan………………………………………………….. 73
B. …. 76
LAMPIR ……………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Filosofi dasar perkawinan adalah upaya menciptakan kehidupan suami isteri
yang harmonis dalam rangka membentuk dan membina rumah tangga sakinah,
mawadah, dan rahmah. Setiap suami isteri tentu saja mendambakan kehidupan rumah
tangga yang langgeng sepanjang hayat di kandung badan.1
Diadakan akad nikah adalah untuk selama-lamanya sampai suami isteri
tersebut meninggal dunia karena yang diinginkan oleh Islam adalah langgengnya
kehidupan perkawinan. Suami isteri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga
tempat berlindung, menikmati naungan kasih sayang dan dapat memelihara anak-
anaknya hidup dalam pertumbuhan yang baik agar anak-anak bisa menjadi generasi
yang berkualitas. Oleh karena itu, ikatan antara suami isteri adalah ikatan yang paling
suci dan teramat kokoh2.
Tujuan perkawinan berdasarkan penjelasan Undang-undang No.1 Tahun 1974
tentang perkawinan Pasal 1adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal (mendapatkan keturunan) berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
1 Baharudin Ahmad, Hukum Perkawinan di Indonesia Studi Historis Metodologis. (Jakarta :
Gaung Persada Press), h. 4
2 Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyyah Kajian Hukum Islam Kontemporer. (Bandung : Angkasa), 2005, h. 162
1
2
Dalam kenyataan menunjukkan bahwa hubungan suami isteri tidak selamanya
dapat dipelihara secara harmonis, kadang-kadang suami isteri itu gagal dalam
mendirikan rumah tangganya karena menemui beberapa masalah yang tidak dapat
diatasi. Yang pada akhirnya upaya mengakhirkan kemelut berkepanjangan tersebut
diselesaikan melalui alternatif talak (perceraian).
Islam dengan tegas menyatakan dalam Al-Quran bahwa perceraian itu adalah
suatu perbuatan halal, tetapi paling dibenci Allah. Tapi, faktanya, perceraian itu
menjadi fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, Allah memberikan solusi yang sangat bijak agar menunjuk
seorang hakam atau mediator yaitu juru penengah. Keberadaan mediator dalam kasus
perkawinan merupakan penjabaran dari perintah al-Qur’an. Dalam al-Qur’an
disebutkan bahwa jika ada permasalahan dalam perkawinan, maka diharuskan
diangkat seorang hakam yang akan menjadi mediator. Dengan demikian, keberadaan
hakam menjadi penting adanya.
Dalam Hukum Islam secara terminologis, perdamaian disebut dengan istilah
Islah atau Sulh yang artinya adalah memutuskan suatu persengketaan. Dan menurut
syara’ adalah suatu akad dengan maksud untuk mengakhiri suatu persengketaan
antara dua belah pihak yang saling bersengketa.3
Dalam penyelesaian sengketa, langkah pertama yang Rasulullah tempuh
adalah jalan damai atau Sulh. Sulh dilakukan secara sukarela, tidak ada paksaan dan
3 As Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Juz III ( Beirut : Dar al-Fikr, 1977 ), h. 305
3
hakim hanya memfasilitasi para pihak agar mereka mencapai kesepkatan-kesepakatan
demi mewujudkan kedamaian. Sulh adalah kehendak para pihak yang bersengketa
untuk membuat kesepakatan damai4.
Dari uraiaan diatas, bahwa untuk meningkatkan kualitas perkawinan menurut
ajaran Islam diperlukan bimbingan dan penasihatan perkawinan secara terus menerus
dan konsisten agar dapat mewujudkan rumah tangga atau keluarga yang sakinah,
mawaddah, warrahmah. Hal tersebut sangat terkait dengan apa yang sedang
dilakukan oleh Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4),
yaitu meningkatkan kualitas konsultasi perkawinan dan meningkatkan pelayanan
terhadap keluarga yang bermasalah melalui kegiatan konseling, mediasi dan advokasi
Oleh karena itu, sempat terlintas dalam benak penulis bahwa sebenarnya
bagaiamana upaya BP4 dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuannya tersebut. Seperti
bagaimana strategi atau kebijakan yang dilakukan oleh BP4 dalam mendamaikan
pasangan yang bersengketa, kemudian bagaimana kinerja mediasi BP4 dalam
menekan angka perceraian, dan hambatan apa saja yang dialami BP4 dalam
mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa, serta tantangan apa saja yang dihadapi
dalam mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa. Sejumlah pertanyaan-pertanyaan
inilah yang mendorong rasa ingin tahu penulis dan ini menarik untuk diteliti lebih
lanjut,sehingga penulis menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul :
“Efektivitas Mediasi Melalui Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian
4 Abu Zakariyya bin Yahya an-Nawawy, Mughni al-Muhtaj, Juz 2, ( Mesir : Musthafa al-babi
al-Halaby,1957 ), h.111
4
Perkawinan (BP4) Dalam Menekan Angka Perceraian (Studi Pada BP4 Pusat Tahun
2009)”
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi dapat ditempuh di pengadilan
maupun diluar pengadilan. Mediasi di Pengadilan pastinya dilakukan di Pengadilan
tersebut dan telah memiliki prosedur dan tata caranya sebagaimana yang telah
tercantum dalam Undang-Undang tentang prosedur mediasi di Pengadilan. Untuk
mediasi diluar Pengadilan salah satunya dapat dilakukan di BP4 dan dilakukan oleh
mediator dari BP4 itu sendiri. Agar pembahasan ini tidak meluas, maka dalam
penelitian ini penulis terfokus pada Bagaimana Efektifitas Mediasi Melalui Badan
Penasihatan Pembinaan Dan Pelesetarian Perkawinan ( BP4 ) Dalam Menekan Angka
Perceraiaan Pada Tahun 2009 dengan menitikberatkan terhadap Studi Pada BP4
Pusat.
2. Perumusan Masalah
Menurut Konsideran Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2008 Tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan menyebutkan bahwa mediasi merupakan salah satu
proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan
akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan
dan memenuhi rasa keadilan. Akan tetapi pada faktanya bahwa angka perceraian
yang terjadi di Pengadilan Agama sangat tinggi sekali.
5
.Hal itu dapat dilihat dari perkara yang masuk Pengadilan Agama secra
Nasional hanya sekitar 5% yang perkaranya dicabut.5 Artinya hanya sedikit sekali
perkara yang dapat didamaikan atau berujung damai. Disamping itu Pengadilan
Tinggi Agama Jakarta mencatat telah terjadi 2143 kasus cerai talak dan 4557 cerai
gugat pada tahun 2009.6 Oleh Karena itu BP4 sebagai salah satu lembaga yang
memiliki tugas memberikan bantuan mediasi terhadap keluarga yang besengketa,
ikut berperan mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa yang dilakukan di BP4
agar pasangan yang bersengketa tidak membawa permasalahannya ke Pengadilan
yang tujuannya agar tidak terjadi perceraian dan menekan angka perceraian. Sehingga
filosofi dari perkawinan yaitu membentuk keluarga sakinah, mawaddah warrahmah
dapat tercapai, serta perceraian dapat terhindarkan.
Untuk memudahkan agar bisa dipahami rumusan masalah itu, maka penulis
merincinya dengan membuat beberapa pertanyaan penelitian yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana strategi kebijakan BP4 dalam mendamaikan pasangan
yang bersengketa ?
2. Bagaimana kinerja mediasi BP4 dalam menekan angka perceraian ?
3. Hambatan dan tantangan apa saja yang dialami oleh BP4 dalam
mendamaikan pasangan yang bersengketa?
5 Wahyu Widiana, Makalah yang disampaikan pada Rakernas BP4 tanggal 15 Agustus 2008
di Jakarta
6 Laporan rekapitulasi perkara yang diputus pada Pengadilan Agama se-Wilayah PTA Jakarta Tahun 2009, Dapat Dilihat Pada Lampiran
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah, sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui strategi atau kebijakan apa yang dilakukan oleh
BP4 dalam mendamaikan pasangan yang bersengketa.
2. Untuk mengetahui bagaimana kinerja mediasi yang dilakukan BP4
dalam menekan angka perceraian
3. Untuk mengetahui hambatan dan tantangan apa saja yang dialami dan
dihadapi oleh BP4 dalam mendamaikan pasangan yang bersengketa.
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama
bagi pasangan suami istri yang ingin melakukan perceraian agar mereka benar-benar
mempertimbangkan dan berfikir secara matang sebelum mengambil keputusan untuk
bercerai serta hendaknya memanfaatkan lembaga BP4 sebelum ke Pengadilan Agama
karena lembaga BP4 memiliki tujuan untuk mempertinggi mutu perkawinan dan
mewujudkan keluarga bahagia, sejahtera dan kekal menurut agama islam.
D. Kerangka Teori
Menurut Peraturan Menteri Agama No.3 Tahun 1975 Pasal 28 ayat (3)
menyebutkan bahwa “Pengadilan Agama dalam berusaha mendamaikan kedua belah
pihak dapat meminta bantuan kepada Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian
7
Perkawinan (BP4), agar menasihati kedua suami isteri tersebut untuk hidup makmur
lagi dalam rumah tangga”.
Sejak BP4 di dirikan pada tanggal 3 Januari 1960 dan dikukuhkan oleh
Keputusan Menteri Agama Nomor 85 tahun 1961 diakui bahwa BP4 adalah satu-
satunya Badan yang berusaha dibidang Penasihatan Perkawinan dan Pengurangan
Perceraian. Fungsi dan Tugas BP4 tetap konsisten melaksanakan UU No. 1 tahun
1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Perundang lainnya tentang Perkawnan. Di
samping itu, bahwa untuk kelancaran pelaksanaan Undang-undang No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan segala peraturan pelaksanaannya dipandang perlu untuk
menegaskan kembali pengakuan BP4 sebagai satu-satunya badan yang berusaha
dibidang penasihatan perkawinan dan pengurangan angka perceraian, maka telah
diterbitkan Keputusan Menteri Agama No. 30 Tahun 1977 tentang Penegasan
pengakuan badan penasihat pembinaan dan pelestarian perkawinan. Dalam keputusan
ini telah ditegaskan bahwa kedudukan BP4 sebagai badan semi resmi pemerintah
yang bertugas membantu Departemen Agama, Ditjen Bimas Islam dibidang
pemberian penasihatan pembinaan dan pelestarian perkawinan. Keputusan Menag ini
sampai saat ini belum dicabut dan masih berlaku.
oleh karenanya fungsi dan peranan BP4 sangat diperlukan masyarakat dalam
mewujudkan kualitas perkawinan.
Jadi Efektifitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pencapaian tujuan
dan usaha serta apa yang telah dilakukan oleh Badan Penasihatan Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan ( BP4 ) dalam menyelesaikan sengketa atau permasalahan
8
pasangan suami isteri yang hendak becerai secara damai, sehingga proses litigasi
tidak perlu dilakukan dan tujuan dari perkawinan dapat direalisasikan.
E. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data yang akan dibutuhkan untuk menyusun skripsi ini,
maka penulis menggunakan beberapa metode, antara lain :
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan
memakai pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian yang data dan hasil
penelitiannya berupa deskripsi kata, skema, dan gambar7. Pendekatan kualitatif
adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi
yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia8. Dilihat dari sudut
penerapannya, penelitian ini termasuk kedalam penelitian sosiologis atau empiris,
yaitu penelitian terhadap efektifitas hukum. Pada penelitian ini yang diteliti awalnya
adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data
primer di lapangan, atau terhadap masyarakat9
7 Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta : Rineka
Cipta, 2006),h. 45 8 Metode Penelitian Kualitatif, Diambil dari www.penalaran-unm.org
9 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cet. 3 ( Jakarta : UI Press, 1986 ),h. 51-52
9
2. Sumber Data
Sumber data adalah tempat dimana dapat diketemukannya data-data
penelitian10. Dalam penelitian ini akan digunakan data primer dan data sekunder. Di
bawah ini akan dirinci satu per satu apa saja yang termasuk ke dalam data primer dan
data sekunder.
a. Data Primer
Bahan hukum primer yaitu, bahan-bahan hukum yang mengikat, misalnya
Peraturan Pemerintah, keputusan menteri, dll11. Bahan Hukum primer ini Didapatkan
dari Badan penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan ( BP4 ) Pusat berupa
data-data seperti grafik persentase jumlah kasus berdasarkan factor perceraiaan dan
grafik jumlah perceraiaan.
Selain itu juga data primer diperoleh lewat interview (wawancara) terhadap
Ketua BP4 Pusat, maupun para konsultan BP4 Pusat, kemudian data tersebut
dianalisis dengan cara menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang
dikaji.
b. Data Sekunder
Bahan Hukum Sekunder yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, misalnya Rancangan undang-undang, hasil penelitian, hasil karya
10 M. Syamsudin, Operasional Penelitian Hukum, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007 ), h. 98
11 Bambang Sunggono , Metodologi Penelitian Hukum,( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007 ) h. 113-114
10
ilmiah dari kalangan hukum, dll12. Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan
jalan mengadakan studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan
dengan masalah yang diajukan. Dokumen-dokumen yang dimaksud adalah Al Quran,
Hadits, kitab-kitab fikih, buku-buku ilmiah, jurnal-jurnal, dan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo
3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama (PA), Kompilasi Hukum Islam (KHI),dan
juga Keputusan Munas BP4 Tahun 2009 serta Peraturan lainnya yang dapat
mendukung skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Dengan menggunakan metode Observasi, yaitu dengan mencatat data
hasil observasi dan juga mengadakan pertimbangan kemudian
mengadakan penilaian kedalam suatu skala bertingkat.
b. Interview atau wawancara yakni tanya jawab lisan antara dua orang atau
lebih secara langung antara pewawancara dengan pihak-pihak yang ada
kaitannya dengan judul skripsi ini yaitu Ketua Badan Penasihatan
Pembinaan dan Pelsetarian Perkawinan Pusat ataupun para konsultan
BP4 Pusat. Dengan tujuan agar memperoleh data yang lengkap untuk
kesempurnaan skripsi ini.
12 Ibid
11
c. Dokumentasi Yaitu Kegiatan Mengumpulkan dan memeriksa atau
menelusuri dokumen-dokumen atau kepustakaan yang dapat memberi
informasi atau keterangan yang dibutuhkan13.
4. Teknik Analisis Data
Metode data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data tersebut secara
jelas dan mengambil isinya dengan menggunakan content analysis. Kemudian
diinterpretasikan dengan menggunakan bahasa penulis sendiri, dengan demikina akan
nampak rincian jawaban atas pokok permasalahan yang diteliti.
Sementara untuk teknis penulisan ini penulis berpedoman pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2009.”
F. Review Studi Terdahulu
Penulis menemukan beberapa judul skripsi yang pernah ditulis oleh
mahasiswa-mahasiswa sebelumnya yang berkaitan erat dengan judul skripsi yang
akan diteliti oleh penulis. Akan tetapi, setelah penulis membaca beberapa skripsi
tersebut ada perbedaan pembahasan yang cukup signifikan, sehingga dalam penulisan
skripsi ini nantinya tidak ada timbul kecurigaan plagiasi. Untuk itu di bawah ini akan
penulis kemukakan 3 buah skripsi yang pernah ditulis oleh mereka, diantaranya
sebagai berikut:
13 M. Syamsudin, Operasional Penelitian Hukum, Ibid, h. 101
12
1. Judul : “ Efektifitas BP4 Dan Peranannya Dalam Memberikan Penataran
Atau Bimbingan Pada Calon Pengantin “ ( Studi pada BP4 KUA Kecamatan
Kembangan, Kotamadya Jakarta Barat )”
Penulis : Ahmad Faisal / P.A / ASS / 2007
Perbedaan skripsi ini dengan judul yang penulis angkat ialah pada
skripsi ini lebih menekankan pada bagaimana efektifitas BP4 dalam
memberikan bimbingan atau penataran pada calon pengantin yang akan
melangsungkan pernikahan, Sedangkan judul yang penulis angkat
membahas,efektifitas BP4 dalam memediasikan sengeketa yang terjadi setelah
perkawinan dilangsungkan.
2. Judul : “ Efektifitas KUA Dalam Mencegah Terjadinya Pemalsuan Identitas
Dalam Perkawinan “ ( Studi Kasus di KUA Kecamatan Duren Sawit, Jakarta
Timur ) ”
Penulis : Siti Sariah / P.A / ASS / 2007
Perbedaan skripsi ini dengan judul yang penulis angkat ialah pada
skripsi ini lebih menekankan pada bagaimana efektifitas KUA dalam upaya
mencegah terjadinya pemalsuan identitas dalam perkawinan yang
dilaksanakan dengan memperhatikan aturan-aturan yang telah ada, sedangkan
judul yang penulis angkat membahas, efektifitas BP4 dalam memediasikan
sengeketa yang terjadi setelah perkawinan dilangsungkan
13
3. Judul : “ Aplikasi Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Dalam
Putusan Perkara Perdata Pengadilan Agama Jakarta Selatan “ ( Studi Pada
Pengadilan Agama Jakarta Selatan ) ”
Penulis : Nusra Arini / P.H / PMH / 2009
Perbedaan skripsi ini dengan judul yang penulis angkat ialah Skripsi
ini lebih menekankan pada bagaimana aplikasi atau penerapan Perma No. 1
Tahun Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi dalam perkara perdata di
Pengadilan Agama, sedangkan judul yang penulis angkat membahas,
efektifitas BP4 dalam memediasikan sengeketa yang terjadi setelah
perkawinan dilangsungkan
E. Sistematika Penulisan Pembatasan Masalah
latar Belakang Masalah
Rumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Kerangka Teori
Sistematika Penulisan
Review Studi Terdahulu
Metode Penelitian
Pendahuluan 1.
Empiris / Sosiologis
Kualitatif
14
Teori Efektivitas dan Mediasi
2.
Indikator Efektivitas
Definisi Efektivitas
Definisi Mediasi
Tujuan dan Manfaat Mediasi
Landasan Hukum BP4
Struktur Organisasi BP4
Tugas dan Wewenang BP4
Sejarah BP4
Definisi BP4
Profil BP4
3.
Analisa Penulis
Hambatan dan Tantangan Mediasi BP4
Efektivitas Mediasi Melalui BP4
Kinerja Mediasi BP4
4. Strategi atau Kebijakan Mediasi BP4
Kesimpulan dan Saran-saran Untuk BP4
5.
Untuk mendapatkan gambaran jelas mengenai materi yang menjadi pokok
penulisan skripsi ini dan agar memudahkan para pembaca dalam mempelajari tata
urutan penulisan ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan ini sebagai
berikut:
Bab Pertama pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,
pembatasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, kerangka
teori, metode penelitian, review studi terdahulu, dan sistematika penulisan.
15
Bab Kedua berisi kajian teori tentang efektivitas dan mediasi yang mencakup
pengertian efektivitas menurut para ahli, indicator efektivitas dan pengertian mediasi
dan dasar hukumnya, serta tujuan dan manfaat mediasi.
Bab Ketiga berisi tentang profil Badan Penasihatan Pembinaan dan
Pelestarian Perkawinan yang mencakup Pengertian BP4, Sejarah Singkat Berdirinya
BP4, Landasan Hukum Berdirinya BP4, Struktur Organisasi BP4, Tugas dan
Wewenang BP4.
Bab Keempat berisi tentang efektifitas mediasi melalui BP4 yang mencakup
strategi atau kebijakan BP4 dalam mendamaikan pasangan yang bersengketa, kinerja
mediasi melalui BP4 dalam menekan angka perceraiaan, hambatan dan tantangan
yang dialami atau dihadapi BP4 dalam mendamaikan pasangan yang bersengketa, dan
analisa penulis
Bab Kelima merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam
penulisan skripsi yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
TEORI EFEKTIVITAS DAN MEDIASI
A. Kajian Teori Tentang Efektivitas
1. Pengertian Efektivitas Menurut Para Ahli
Dalam Ensiklopedi Umum, efektifitas diartikan dengan menunjukakn taraf
tercapainya suatu tujuan. Maksudnya adalah sesuatu dapat dikatakan efektif kalau
usaha tersebut telah mencapai tujuannya Secara ideal. Efektivitas merupakan ukuran
yang menggambarkan sejauh mana sasaran yang dapat dicapai, sedangkan efisiensi
menggambarkan bagaimana sumber daya tersebut dikelola secara tepat dan benar.1
a. Menurut Ahli Manajemen Peter Ducker
Menurut ahli manajemen Peter Drucker, efektifitas adalah melakukan
pekerjaan dengan benar ( doing the right things ), sedangkan efisiensi adalah
melakukan pekerjaan dengan benar ( doing things right )2
b. Menurut Atmosoeprapto
Efektivitas adalah melakukan hal yang benar, sedangkan efisiensi adalah
melakukan hal secara benar, atau efektivitas adalah sejauh mana kita mencapai sasaran
dan efisiensi adalah bagaimana kita mencampur segala sumber daya secara cermat.3
1 T. Ham Handoko, Manajemen, ( Yogyakarta : BPFE, 1998 ), cet. Ke-2, h. 7
2 Ibid, h.8
3 Kumpulan Teori Efektifitas diambil dari http://al-bantany-112.blogspot.com
16
17
c. Menurut Miller
“Effectiveness be define as the degree to which a social system achieve its goals.
Effectiveness must be distinguished from efficiency. Efficiency is mainly concerned
with goal attainments”, yang artinya efektivitas dimaksudkan sebagai tingkat seberapa
jauh suatu sistem-sistem sosial mencapai tujuannya.4
B. Indikator Efektivitas
Sumaryadi berpendapat bahwa organisasi dapat dikatakan efektif bila
organisasi tersebut dapat sepenuhnya mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Efektivitas umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan
operasional. Dengan demikian pada dasarnya efektivitas adalah tingkat
pencapaian tujuan atau sasaran organisasional sesuai yang ditetapkan.
Hal tersebut dapat diartikan, bahwa apabila sesuatu pekerjaan dapat
dilakukan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan, dapat dikatakan
efektif tanpa memperhatikan waktu, tenaga dan yang lain.5
Menurut Emerson, efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya
sasaran atau tujuan yang ditentukan. Jadi apabila tujuan tersebut telah dicapai,
baru dapat dikatakan efektif.6
4 Ibid.
5 Sumaryadi, Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, (Bandung : Pustaka Setia, 2005), h. 35
6 http://al-bantany-112.blogspot.com, Ibid
18
Dalam buku Sujadi F.X disebutkan bahwa untuk mencapai efektifitas
dan efisiensi kerja haruslah dipenuhi syarat-syarat ayaupun unsure-unsur
sebagai berikut :
a. Berhasil guna yaitu untuk menyatakan bahwa kegiatan telah dilaksanakan
dengan tepat dalam arti target tercapai sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan
b. Pelaksanaan Kerja Yang Bertanggung Jawab, yakni untuk membuktikan bahwa
dalam pelaksanaan kerja sumber-sumber telah dimanfaatkan dengan setepat-
tepatnya haruslah dilaksanakan dengan bertanggung jawab sesuai dengan
perencanaan yang telah ditetapkan
c. Rasionalitas, Wewenang dan Tanggung Jawab, artinya wewenang haruslah
seimbang dengan tanggung jawab dan harus dihindari dengan adanya dominasi
oleh salah satu pihak terhadap pihak lainnya
d. Prosedur Kerja Yang Praktis, yaitu menegaskan bahwa kegiatan kerja adalah
kegiatan yang praktis, maka target efektif dan ekonomis, pelaksanaan kerja
yang dapat dipertanggung jawabkan serta pelayanan kerja yang memuaskan
tersebut haruslah kegiatan yang operasional dan dapat dilaksanakan dengan
lancar.7
7 Sujadi F. X, O Penunjang Keberhasilan Proses Management, ( Jakarta : CV Masagung,
1990 ), cet. Ke-3, h. 36-39
19
C. Pengertian Mediasi dan Dasar Hukumnya
1. Pengertian Mediasi
Beberapa pengertian mediasi adalah sebagai berikut :
a. Dalam Wikipedia ( The Free Encyclopedia), “Mediation as used in law, is
a form of alternative dispute resolution (ADR), is a way of resolving
disputes between two or more parties. A Third party, the mediator assits
the parties to negotiate their own settlement ( facilitative mediation). In
some cases, mediators may express a view on what might be a fair or
reasonable settlement, generally where all the parties agree that the
mediator may do so ( Evaluate mediation)”. Yang artinya adalah mediasi
seperti yang digunakan dalam hokum, merupakan bentuk penyelesaian
sengketa alternative (ADR), adalah cara menyelesaikan perselisihan antara
dua pihak atau lebih. Sebuah pihak ketiga, mediator, membantu para pihak
untuk menegosiasikan penyelesaian mereka sendiri ( Mendiasi fasilitatif).
Dalam beberapa kasus, mediator dapat menyatakan pandangan apa yang
mungkin penyelsaian yang adil atau wajar, umunya dimana semua pihak
sepakat bahwa mediator dapat melakukannya (mediasi evaluative).8
b. Mediasi adalah intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi oleh
pihak ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral yang tidak
mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu
8 Mediation diambil dari http://translate.google.co.id
20
para pihak yang berselisih dalam upaya mencapai kesepakatan secara
sukarela dalam penyelesaian permasalahan yang disengketakan
c. Mediasi adalah suatu proses dimana para pihak dengan bantuan seseorang
atau beberapa orang, secara sistematis menyelesaikan permasalahan yang
disengketakan atau mencari alternative dan mencapai penyelesaian yang
dapat mengakomodasi kebutuhan mereka
d. Mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian
suatu perselisihan sebagai penasehat9.
Pengertian mediasi dalam kaitan pengintegrasiannya dalam system
peradilan sebagaimana yang digariskan dalam pasal 1 butir 7 adalah :
a. Perundingan yang dilakukan para pihak, dibantu oleh mediator yang
berkedudukan dan berfungsi :
1. Sebagai pihak ketiga yang netral dan tidak memihak ( Imparsial)
dan berfungsi sebagai pembantu atau penolong ( helper ) mencari
berbagai kemungkinan atau alternative penyelesaian sengketa
yang terbaik dan saling menguntungkan kepada para pihak.10
9 Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan : Negosiaisi, Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrase ( Jakarta : Gramedia Pustaka Utama ), h. 59-60
10 Muhammad Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan Penyitaan Pembuktian dan Putusan Pengadilan, h. 244
21
2. Dasar Hukum mediasi
Yang menjadi dasar hukum diberlakukannya mediasi adalah :
a. Alqur’an : Surat Al Nisa’ Ayat 128
Dalam hukum Islam secara terminologis, perdamaian disebut dengan
istilah Islah yang artinya memutuskan suatu persengketaan. Dan menurut
syara’ adalah suatu akad dengan maksud untuk mengakhiri suatu
persengketaan anatar dua pihak yang saling bersengketa.11
Dasar Hukum dalam Alqur’an, termaktub dalam surat Al-Nisa’ ayat 128 :
⌧ ☺ ☺ ☯ ⌧ ☯ ⌧
⌧ ☺ ☺
Artinya : “ Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik ( bagi mereka ) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu ( dari nusyuz dan sikap tak acuh ), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. ( Q.S Al Nisa’ :4 ayat 128 )
11 As sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Juz III ( Beirut : Dar Al Fikr, 1977 ), h. 305
22
Makna “wal Shulhu Khair “ yakni “ dan perdamaian itu lebih baik “.
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata : “ yaitu
memberikan pilihan “. Maksudnya apabila suami memberikan pilihan kepada
isteri antara bertahan atau bercerai, itu lebih baik daripada si suami terus
menerus mengutamakan isteri yang lain darpada dirinya.
Dzahir ayat ini bahwa perdamaian diantara keduanya dengan cara
isteri merelakan sebagian haknya bagi suami dan suami menerima hal
tersebut, lebih baik daripada terjadi perceraian secara total. Sebagaimana yang
dilakukan Nabi Muhammad SAW, beliau tetap mempertahankan Saudah binti
Zam’ah dengan memberikan malam gilirannya kepada Aisyah RA. Beliau
tidak menceraikannya dan tetap menjadikannya sebagai isteri.
Beliau melakukan hal itu agar diteladani oleh umatnya, bahwasanya
hal tersebut disyariatkan dibolehkan. Hal itu lebih utama pada hak Nabi
Muhammad SAW. Kesepakatan itu lebih dicintai oleh Allah SWT daripada
perceraian. Firman Allah “ wal shulhu khair “ dan “perdamaian itu lebih
baik”, bahkan perceraian sangat dibenci Allah SWT.12 Ayat ini berkaitan
dengan perdamaian masalah perkawinan.
12 Syaikh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, (Bogor :
Pustaka Ibnu Katsir, 2008 ), cet. 2 , h. 683-684
23
Selain ayat tersebut, ada ayat lain yang secara langsung menganjurkan
agar diadakan perdamaian yakni Surat Al-Hujurat ayat 9 :
⌧ ☺
☺ ☺
☺
☺
Artinya : “Dan kalau ada dua orang dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya, tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”. ( Q.S Al Hujurat Ayat 9 )
Allah berfirman seraya memerintahkan untuk mendamaikan kubu
kaum mukmin yang saling bertikai. Mereka tetap disebut sebagai orang-orang
beriman meski saling menyerang satu sama lain.13
Bila Alqur’an membolehkan perdamaian dalam masalah-masalah
seperti diatas, maka perdamaian dalam masalah keperdataan yang
menyangkut dengan harta bendapun sudah barang tentu dibolehkan pula.
Bahkan bila ditelaah dengan seksama kajian Sulh dalam kitab-kitab fiqh-
13 Ibid, Jilid 8, h. 470
24
klasik, objek kajiannya tertuju pada bidang perjanjian atau perikatan yang
menyangkut harta benda.
b. Al-Sunnah
Dalam penyelesaian sengketa, langkah pertama yang Rasulullah tempu
adalah jalan damai. Seperti sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud :
ز بين الصلح جائ: صلى اهللا عليه وسلمقال رسول اهللا: عن أبي هريرة قال 14)ابي داود رواه(المسلمين إال صلحا أحل حراما أوحرم حالال
Artinya : “ Dari Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ Perdamaian antara orang-orang muslim itu dibolehkan, kecuali perdamaian yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal” ( HR. Abu Dawud )
Tirmidzi menambahkan :
وزادالمسلمون على شروطهم إال شرطا حرم حالال أو أحل حراما قال 15سن صحيحهذا حديث ح: الترمذي
Artinya : “ Dan orang-orang Islam itu menurut perjanjian mereka, kecuali
perjanjian yang mengaharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram “ ( Tirmidzi berkata, Hadis ini Hasan Shahih ).
Perdamaian yang dikandung oleh sabda ini bersifat umum, baik
mengenai hubungan suami-isteri, transaksi maupun politik. Selama tidak
melanggar hak-hak Allah dan rasul-Nya, perdamaian hukumnya boleh.16
14 Abu Daud, Sunan Abu Dawud Jilid 2,(Beirut : Darl al-Fikr, 1994), h. 533
15 Muhammad Ibn ‘Ali Ibn Muhammad al-Syaukani, Nailu al-Authar Juz 5 ( Kairo : Al-Babi al-Holbi, t. th ), h. 378
25
c. Doktrin Umar Ibn al-Khattab
Umar dalam suatu peristiwa pernah berkata17 :
“ Tolaklah permusuhan hingga mereka berdamai, karena pemutusan perkara melalui pengadilan akan mengembangkan kedengkian diantara mereka “.
d. Pancasila
Dasar hukum dari mediasi yang merupakan salah satu system ADR di
Indonesia adalah dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila, dimana
dalam filosofinya tersiratkan bahwa penyelesaian sengketa adalah
musyawarah mufakat, hal tersebut juga tersirat dalam Undang-Undang Dasar
1945. Hukum tertulis lainnya yang mengatur tentang mediasi adalah Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 3 ayat 2
menyatakan “ Peradilan Negara menerapkan dan menegakkan hukum dan
keadilan berdasarkan Pancasila “. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) menyatakan :
ketentuan ini tidak menutup kemungkinan untuk usaha penyelesaian perkara
dilakukan diluar pengadilan Negara melalui perdamaian atau arbitrase.18
Kini telah jelas dan diakui secara hukum tentang adanya suatu
lembaga alternative di dalam pengadilan yang dapat membantu para pihak
16 Abdul Aziz Dahlan, dkk, ed., Ensiklopedia Hukum Islam, “ Sulh “, Jilid 5 ( Jakarta : Ichtiar
Baru van Hoeve, 2000 ), h. 1653
17 Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 13, Ibid h. 212
18 Susanti Adi Nugroho, Naskah Akademis : MEDIASI ( Jakarta : Puslitbang Hukum Dan Peradilan MA-RI, 2007 ), h. 36
26
yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya. Karena selama ini yang
dikenal dan diatur dengan peraturan perundang-undangan adalah arbitrase
saja. Yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
e. Pasal 130 HIR/154 Rbg
Sebenarnya sejak semula Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 Rbg
mengenal dan menghendaki penyelesaian sengketa melalui cara damai. Pasal
130 ayat (1) HIR berbunyi :
Jika pada hari sidang yang ditentukan itu kedua belah pihak datang, maka
pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan mendamaikan
mereka.19
Selanjutnya ayat (2) menyatakan :
Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu
bersidang, diperbuat suatu surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah
pihak dihukum akan mentaati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan
berkekuatan dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa.20
Tidak dapat dipungkiri bahwa hukum acara yang berlaku baik Pasal
130 Herziene Indonesis Reglement ( HIR ) maupun Pasal 154
Rechtsreglement Buitengwesten (Rbg), mendorong para pihak untuk
19 R. Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan ( Bogor : Politeia, 1985 ), h. 88
20 Ibid, h. 187
27
menempuh proses perdamaian yang dapat diitensifkan dengan cara
mengintegrasikan proses ini.21
f. Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989 jo. UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan
Agama
Pasal 82 berbunyi :
(1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian. Hakim berusaha
mendamaikan kedua belah pihak
(2) Dalam sidang perdamaian tersebut, suami isteri harus datang secara
pribadi kecuali apabila sa;ah satu pihak bertempat di kediaman diluar
negeri, dan tidak dapat menghadap secara pribadi dapat diwakilkan oleh
kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
(3) Apabila kedua pihak bertempat dikediaman diluar negeri, maka
penggugat pada sidang perdamaian tersebut menghadap secara pribadi
(4) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan
pada setiap sidang pemeriksaan
Karena perceraian adalah suatu perbuatan yang dibenci Allah,
walaupun perbuatannya adalah halal. Maka, peraturan ini menetapkan bahwa
21 Suyud Margono, ADR ( Altenative Dispute Resolution ) & Arbitrase Proses Pelembagaan
dan Aspek Hukum ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 2000 ), h. 23-33
28
seorang hakim dalam menangani kasus ( pasal ini menyebutkan gugat cerai )
berkewajiban untuk berusaha mendamaikan kedua belah pihak.
Usaha perdamaian ( mediasi ) tidak hanya dilakukan pada peradilan
tingkat pertama saja tapi juga pada tingkat banding maupun tingkat kasasi.
Oleh karena itu, hakim berusaha semaksimal mungkin untuk mendamaikan
pihak yang berperkara.
g. Penjelasan Pasal 31 ayat (2) PP No. 9 Tahun 1975
Pasal 31 ayat (2) PP No. 9 Tahun 1975 berbunyi :
(2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan
pada setiap siding pemeriksaan.
Di mana penjelasan pasal tersebut adalah :
“ Usaha untuk mendamaikan suami-isteri yang sedang dalam pemeriksaan
perkara gugatan untuk mengadakan perceraian tidak terbatas pada sidang
pertama sebagaimana lazimnya dalam perkara perdata, melainkan pada
setiap saat sepanjang perkara itu belum diputus oleh hakim. Dalam
mendamaikan kedua belah pihak dapat meminta bantuan kepada orang atau
badan lain yang dianggap perlu.22
Pasal tersebut menyiratkan bahwa mediasi wajib dilakukan oleh para
pihak yang berperkara ( dalam pasal ini suami-isteri ) dengan bantuan seorang
mediator (hakim). Proses mediasi dapat dilakukan pada setiap persidangan, ini
22 Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Himpunan Peraturan Perundang-
undangan Dalam Lingkungan Peradila Agama ( Jakarta : Depag RI, 2001 ), h. 178
29
berarti bahwa usaha untuk mendamaikan tidak hanya dilakukan pada sidang
pertama saja yang dihadiri oleh kedua belah pihak, tetapi dapat juga dilakukan
pada sidang kedua, sidang ketiga, dan sidang berikutnya selama perkara
belum diputus.
h. PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
Sebagaimana dalam Pasal 4 PERMA No. 1 Tahun 2008 yang
menyatakan bahwa semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan
Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui
perdamaian dengan bantuan mediator.
Maka, pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak, sebelum
pembacaan gugatan dari penggugat. Hakim wajib memerintahkan para pihak
untuk lebih dahulu menempuh mediasi yang dibarengi dengan penundaan
pemeriksaan perkara.
i. Pasal 6 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa
Dalam pasal tersebut disebutkan beberapa prinsip berkenaan dengan
alternative penyelesaian sengketa sebagai berikut:
1). Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak
melalui alternative penyelesaian sengketa yang didsarkan pada itikad baik
dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan
2). Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternative peneyelesaian
sengketa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam
30
pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis.
3). Dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak,
sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau
lebih penasihat ahli maupun melalui seorang mediator.
D. Tujuan Mediasi Dan Manfaatnya
1. Tujuan Mediasi
Mediasi adalah proses yang wajib ditempuh oleh para pihak dalam
menyelesaikan masalahnya di pengadilan. Dalam litigasi mediasi bertujuan :
a. Untuk menyelesaikan sengketa secara damai dan sukarela sebelum proses
litigasi dilaksanakan, sehingga proses litigasi tidak perlu dilanjutkan. Dengan
demikian mediasi dapat mengatasi penumpukkan perkara di lembaga peradilan.
Secara umum ada beberapa sebab yang dapat dianggap sebagai penyebab
tumpukan perkara kasasi di Mahkamah Agung yaitu :23
1. Tidak ada ketentuan yang membatsi perkara-perkara yang dapat dimihonkan
kasasi
2. Kurangnya kepercayaan pencari keadilan terhadap putusan badan peradilan
tingkat lebih rendah baik karena anggapan mutu putusan rendah atau karena
23 Susanti Adi Nugroho, Naskah Akademis : MEDIASI, Ibid , h. 39-41
31
putusan dibuat dengan cara-cara yang tidak sehat seperti akibat suap atau
cara-cara yang tidak terpuji lainnya.
3. Mekanisme perdamaian tidak dijalankan secara maksimum, sehingga
mengurangi jumlah perkara yang perlu disidangkan
Pentingnya mediasi dimaknai bukan sekedar upaya untuk
meminimalisir paerkara-perkara yang masuk ke Pengadilan baik itu pada
Pengadilan Tingkat Pertama maupun pada Tingkat Banding sehingga badan
Peradilan dimaksud terhindar dari adanya timbunan perkara, namun lebih dari
itu mediasi dipahami dan diterjemahkan dalam proses penyelesaian sengketa
secara menyeluruh dengan penuh kesungguhan untuk mengakhiri suatu
sengketa yang telah berlangsung.24
b. Menyelesaikan sengketa merupakan hakikat (inti) menyelesaikan perkara secara
efektif dan efisien
Penyelesaian melalui pengadilan tidak selalu memberi kepuasan.
Selain ongkos, waktu, reputasi, dan lain-lain, tidak jarang dijumpai begitu
banyak rintangan yang dihadapi menyelesaikan sengketa melalui pengadilan.
Bukan saja kemungkinan putusan tidak saja memuaskan. Suatu kemenangan
yang telah ditetapkan itupun belum tentu secara cepat dapat dinikmati karena
berbagai hambatan seperti hambatan eksekusi. Bahkan kemungkinan ada
24 Mahyudin Igo, Tinjauan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa
Perkara Perdata, (Varia Peradilan , Desember 2006 ), Tahun ke XXI No. 253, h. 51
32
perkara baru, baik dari pihak yang kalah atau dari pihak ‘berkepentingan’
lainnya.
Dalam keadaan seperti itu, putusan pengadilan, sekedar sebagian
putusan, tetapi tidak berhasil menyelesaikan sengketa. Berbeda dengan
penyelesaian sengketa diluar proses peradilan seperti mediasi, bukan semata-
mata mencapai putusan, tetapi putusan yang menyelesaikan sengketa.25
“ Menang jadi arang kalah jadi abu “ begitu kira-kira pameo yang
menggambarkan jika suatu sengketa diselesaikan dengan menggunakan jalur
litigasi. Sinyalment tersebut mencerminkan Putusan Pengadilan terkadang tidak
serta merta menyelesaikan persoalan.26 Maka dikembangkan wacana untuk
sebisa mungkin menyelesaikan persoalan sengketa melalui jalur perundingan,
karena dengan melakukan hal itu akan mencegah kerugian yang lebih besar,
baik kerugian yang berupa moril maupun materil. Sehingga tercipta
penyelesaian perkara secara efektif dan efisien.
c. Penyelesaian secara damai lebih baik daripada putusan yang dipaksakan
Karena mediasi jika berhasil akan menghasilkan kesepakatan yang
sesuai dengan keinginan para pihak sehingga dalam perumusan kesepakatan
tidak ada paksaan dari pihak manapun. Berbeda dengan putusan yang bersifat
memaksa, karena penyelesaian perkara melalui pengadilan pada hakikatnya
25 Bagir Manan, Mediasi Sebagai Alternatif Menyelesaikan Sengketa, Varia Peradilan, Tahun XXI No. 248 ( Juli 2006 ), h. 14-15
26 Igo, Tinjauan Terhadap Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Perkara Perdata, Ibid , h. 47
33
hanyalah penyelesaian yang bersifat formalitas belaka. Pihak-pihak yang
bersengketa dipaksakan untuk menerima putusan tersebut walaupun terkadang
putusan badan peradilan itu tidak memenuhi rasa keadilan.27
d. Perdamaian yang dikukuhkan dalam putusan litigasi akan berkekuatan hukum
dan mengikat baik secara yuridis maupun psikologis
menurut M. Yahya Harahap tidak ada putusan pengadilan yang
mengantar para pihak yang bersengketa kearah penyelesaian masalah, putusan
pengadilan bersifat problem solving diantara para pihak yang bersengketa
melainkan putusan pengadilan cenderung menempatkan kedua belah pihak pada
dua sisi ujung yang saling behadapan, karena menempatkan salah satu pihak
pada posisi pemenang ( the winner ) dan menyudutkan pihak yang lain sebagai
pihak yang kalah ( the looser ), selanjutnya dalam posisi ada pihak yang
menang dan kalah, bukan kedamaian dan ketentraman yang timbul, tetapi pihak
yang kalah timbul dendam dan kebencian.28
Oleh sebab itu hasil kesepakatan mediasi yang telah dikukuhkan dalam
akta perdamaian diharapkan menimbulkan kedamaian antar para pihak dan
bersifat mengikat.
27 Tim Peneliti, Laporan Penelitian : Prinsip-prinsip Hukum Islam ( Fiqh ) Dalam Transaksi
Ekonomi Pada Perbankan Syariah ( Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerjasama dengan Direktorat Hukum BI, 2003 ), h. 136
28 Muhammad Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan Dan Penyelesaian Sengketa ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997 ), h. 158
34
2. Manfaat Mediasi
Untuk menyelesaikan sengketa memang sulit, namu mediasi dapat
memberikan beberapa keuntungan penyelesaian sebagai berikut:
a. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa dengan cepat dan relative
murah dibandingkan membawa perselisihan tersebut ke Pengadilan atau
arbitrase
b. Mediasi akan memfokuskan para pihak pada kepentingan mereka secara nyata
dan pada kebutuhan emosi atau psikologis mereka, jadi bukan pada hak-hak
hukumnya
c. Mediasi memberi kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung
dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka dan mediasi
memberi para pihak kemampuan untuk melakukan control terhadap proses
dan hasilnya
d. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan
saling pengertian yang lebih baik diantara para pihak yang bersengketa karena
mereka sendiri yang memutuskannya
e. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu
mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan oleh hakim
di pengadilan atau arbiter pada arbitrase.29
29 Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi Di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2006), h. 139
35
BAB III
PROFIL BADAN PENASIHATAN PEMBINAAN DAN PELESTARIAN
PERKAWINAN ( BP4 ) PUSAT
A. Pengertian BP4
Upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas dan nilai perkawinan dalam
suatu keluarga ialah dengan memberikan atau membentuk suatu lembaga penasihatan
perkawinan yang dapat mencarikan jalan keluar bagi permasalahan-permasalahan
yang kerapkali timbul dalam keluarga, lembaga penasihatan perkawinan tersebut
sekarang lebih akrab kita kenal dengan nama Badan Pembinaan dan Pelestarian
Perkawinan ( BP4 ).
Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan ( BP4 ) adalah,
badan atau lembaga atau juga organisasi professional yang bersifat social kegamaan
sebagai mitra kerja Departemen Agama dalam mewujudkan keluarga sakinah
mawaddah warrahmah. Hal itu terlihat dari Pasal 3 Anggaran Dasar yang baru, yang
ditetapkan oleh Munas XIV/2009 di Jakarta.
Munas juga memilih Ketua Umum Pengurus BP4 Tingkat Nasional Masa
Bakti 2009-2014. Yang terpilih adalah Drs. H. Taufiq, SH, MH, mantan Wakil Ketua
Mahkamah Agung RI, yang sudah purnabakti sejak tahun 2004. Sedangkan pengurus
lainnya ditunjuk. Pengurus lengkap ditetapkan oleh Keputusan Menteri Agama
35
36
Nomor 114/2009 tanggal 30 Juli 2009. Sedangkan pengukuhannya dilakukan oleh
Menteri Agama pada tanggal 17 Agustus 2009.1
Seperti yang telah disebut sebelumnya bahwa badan penasihatan Pembinaan
dan Pelestarian perkawinan ( BP4 ) merupakan organisasi atau badan yang salah satu
tugas dan fungsinya yaitu memberi nasihat mendamaikan suami-isteri yang
bersengketa atau berselisih atau juga dalam hal-hal tertentu memberi nasihat bagi
calon pasangan yang akan melangsungkan perkawinan. Badan ini telah mendapat
pengakuan resmi dari pemerintah, yaitu dengan dikeluarkannya Surat Keputusan
menteri Agama Republik Indonesia No. 85 Tahun 1961, yang menetapkan BP4
sebagai satu-satunya badan yang berusaha padan bidang penasihatan perkawinan,
peselisihan rumah tangga dan perceraian.2
Jadi BP4 adalah sebagai lembaga konsultan yang memusatkan perhatian dan
kegiatannya pada pembinaan keluarga dan mempunyai kedudukan yang sangat
penting, terutama dalam situasi masyarakat kita dimana pergeseran nilai nampak
semakin merata. Sering sekali dampak dari pergeseran nilai itu terjadi dalam
kehidupan rumah tangga atau keluarga.
Oleh karena itu, sebagai lembaga konsultan penasihat keluarga, BP4
mempunyai kewajiban agar mampu memerankan atau memperkecil angka perceraian,
juga mampu mensosialisasikan keberadaan dan kualitasnya pada masyarakat.
1 http://www.pta-jakarta.net
2 Zubaidah Muchtar, Fungsi dan Tugas BP4 : Majalah Nasihat Perkawinan dan Keluarga, ( Jakarta : BP4 Pusat 1993 ), edisi Maret no 221, h. 36
37
B. Sejarah Singkat Berdirinya BP4
Kementrian Agama yang kemudian dikenal dengan Departemen Agama
dibentuk di Indonesia oleh pemerintah menjelang usia lima bulan kemerdekaan
Republik Indonesia, tepatnya tanggal 3 Januari 1946. Tugas pokok kementrian
Agama sebagaimana dijelaskan oleh Menteri Agama yang pertama yaitu Bapak H.M.
Rasyidi sebagai berikut : “ Pemerintah RI mengadakan kementrian agama sendiri
ialah untuk memenuhi kewajiban pemerintah terhadap pelaksanaan UUD 1945 pasal
29 yang berbunyi : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya
itu “.3
Yang menjadi salah satu tugas Kementrian Agama saat ini adalah “
melaksanakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1946 tentang
pengawasan dan pencatatan nikah, talak dan rujuk yang dilakukan menurut agama
Islam “.4
Tugas Kementrian Agama sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
tersebut diatas adalah :
“ Hanya mengawasi dan mencatat peristiwa pernikahan, talak dan rujuk tidak
termasuk bagaimana upaya untuk memelihara dan merawat serta menjaga kelestarian
pernikahan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat, sehingga hal itu terserah
3 Zamhari Hasan, Problematika BP4 Dalam Menurunkan Angka Perceraian : Majalah
Nasihat Perkawinan dan Keluarga, ( Jakarta : BP4 Pusat, 1997 ), edisi Juni No. 301, h. 39
4 Ibid
38
pasangan masing-masing bagaimana melakukan hal tersebut. Dengan kata lain bahwa
Kementerian Agama ( departemen Agama ) tidak mempunyai tugas langsung untuk
menangani dan mencarikan pemecahannya terhadap kasus-kasus yang terjadi dalam
keluarga “.5
Sebagai uapaya untuk meningkatkan kualitas dan nilai perkawinan dalam
suatu keluarga maka beberapa pejabat yang berada di lingkungan Kementerian
Agama dan para tokoh masyarakat memandang perlu untuk mendirikan suatu
lembaga penasihat perkawinan yang dapat mencarikan jalan keluar bagi
permasalahan-permasalahan yang kerapkali timbul dalam keluarga, lembaga
penasihat perkawinan itu dikenal dengan nama BP4 ( Badan Penasihat Perkawinan
Perselisihan dan Perceraian ).
BP4 Sebagai badan yang memusatkan perhatian dan kegiatannya pada
pembinaan keluarga, mempunyai kedudukan yang sangat penting terutama dalam
situasi masyarakat kita, dimana pergeseran nilai daripada norma-norma yang ada
semakin merata. Dalam keadaan yang seperti ini, maka keluarga akan merasakan
akibatnya. Sebab pergeseran nilai daripada norma-norma itu lebih terlihat dalam
kehidupan para remaja atau generasi muda pada khususnya. Apabila orang tua kurang
menyadari gejala ini dan tidak berusaha menyelami kehidupan para remaja atau anak-
anaknya, maka pergeseran ini bisa menjadi perbenturan nilai yang mewujudkan apa
5 BP4 Pusat, BP4 Pertumbuhan dan Perkembangan : Majalah Nasihat Perkawinan dan
Keluarga, ( Jakarta : BP4 Pusat, 1997 ), h. 14
39
yang disebut “ generation gap “. Dan dalam keadaan seperti ini, secara eksistensi
keluarga menghadapi bencana.6
Selain fakta-fakya yang terjadi diatas, kemudian antara tahun 1950 sampai
1954 dilakukan penilaian terhadap statistic Nikah, Talak dan Rujuk ( NTR ) seluruh
Indonesia ditemukan pula fakta-fakta yang menunjukan labilnya perkawinan di
Indonesia. Dari data statistic pernikahan di seluruh Indonesia, angka cerai dan talak
mencapai 60% sampai 70% ( rata-rata 1300-1400 kasus perceraian per hari ), bahkan
angka tersebut lebih besar dibandingkan dengan angka pernikahan yang terjadi pada
waktu itu. Hal tersebut mendorong H.S.M Nasaruddin Latief Untuk menggerakkan
lahirnya organisasi penasihat perkawinan yang dianggapnya semacam dokter
perkawinan bagi pasangan suami isteri. Maka pada Bbulan April 1954 disetiap KUA
se-Jakarta dibentuk SPP (Seksi Penasihat Perkawinan),
“ Dengan membentuk SPP ( Seksi Penasihat Perkawinan ) pada kantor-kantor
Urusan Agama se-Jakarta Raya mulai April 1954, yang kemudian pada tahun 1956
menjelma menjadi P5 ( Panitia Penasihat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian )
sebagai organisasi masyarakat yang bergerak dibidang usaha mengurangi perceraian,
mempertinggi nilai perkawinan dengan memberikan nasihat bagi mereka yang
mengalami kegoncangan dalam rumah tangganya. Usaha P5 ini mendapat sambutan
6 Depertemen Agama RI, Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan, hasil
Musyawarah Nasional BP4 XII dan Pengukuhan Keluarga Sakinah, ( Jakarta : Departemen Agama, 2001 ), h. 54
40
luas dari masyarakat dan pemrintah ( Departemen Agama ) sehingga kemudian
meluas ke Jawa Timur, Kalimantan, Lampung, dan Sumatera Selatan.7
Bersamaan dengan itu pada tahun yang sama, tanggal 3 Oktober 1954 di
Bandung didirikan suatu badan yang sejenis, dengan nama BP4 ( Badan Penasihat
Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian ), organisasi ini didirikan atas prakarsa
Bapak Abdur Rauf Hamidy atau yang lebih dikenal dengan sebutan “ Pak Arhata “,
yang pada waktu itu menjabat sebagai Kepala Kantor Urusan Agama Propinsi Jawa
Barat yang didukung oleh organisasi-organisasi wanita dan pemuka-pemuka
masyarakat. Pada saat itu, BP4 ini cepat berkembang di Jawa Barat, bahkan meluas
ke Jawa Tengah pada Tahun 1957, Daerah Istimewa Yogyakarta mengikuti gerakan
yang serupa dengan mendirikan organisasi sejenis dengan nama BKRT ( Badan
Kesejahteraan Rumah Tangga ).8
Ketiga organisasi diatas berjalan dengan tujuan yang serupa yaitu “
menyelamatkan setiap rumah tangga dari keruntuhan sambil menunggu lahirnya
Undang-Undang perkawinan yang diharapkan akan mengatur perkawinan menjadi
lebih stabil serta menciptakan keluarga atau rumah tangga yang bahagia sejahtera dan
kekal.
Sehingga sampai waktunya, pada tanggal 3 januari 1960, disepakati gagasan
peleburan organisasi-organisasi penasihatan perkawinan yang bersifat local itu
7 BP4 Pusat, Kiprah BP4 Dalam Meningkatkan Mutu Perkawinan dan Keluarga : Majalah
Nasihat Perkawinan dan Keluarga, ( Jakarta : BP4 Pusat, 1992 ), edisi Januari No.235, h. 8
8 Ibid
41
menjadi badan tingkat nasionalyang diberi nama Badan Penasihatan Perkawinan dan
Penyelesaian Perceraian atau disingkat menjadi BP4. Hal tersebut adalah merupakan
musyawarah wakil-wakil ketiga organisasi tersebut pada tanggal 3 Januari 1960.9
Berdirinya BP4 ini disambut gembira oleh para peserta konferensi
Departemen Agama ke VII yang berlangsung pada tanggal 25-30 Januari 1961 di
Cipayung, Bogor. Organisasi ini kemudian memperoleh pengakuan resmi dari
pemerintah. Pada tahun itu juga oleh Menteri Agama RI, BP4 dikukuhkan berdirinya
dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Agama No. 85 tahun 1961.
Dinyatakan dengan Surat Keputusan ( SK ) tersebut, bahwa BP4 merupakan satu-
satunya badan resmi yang bergerak dalam bidang usaha penasihatan perkawinan dan
mengrangi perceraian dalam rangka melaksanakan ketetapan Menteri Agama RI No.
53 tahun 1958. Organisasi BP4 ini berpusat di Jakarta dengan cabang-cabang di
seluruh Indonesia.
Dalam hal diatas, dapat disimpulkan BP4 mempunyai peranan yang cukup
besar khususnya pada perkawinan umat Islam, berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Agama Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 2009 Tanggal 30 Juli 2009, kini BP4
berubah menjadi badan atau lembaga atau juga organisasi professional yang bersifat
social kegamaan sebagai mitra kerja Departemen Agama dalam mewujudkan
9 BP4 Pusat, Tantangan Baru BP4 Setelah 37 Tahun Berkiprah : Majalah Nasihat Perkawinan
dan Keluarga, ( Jakarta : BP4 Pusat, 1997 ), edisi Januari No.295, h. 12-13
42
keluarga sakinah mawaddah warrahmah. Hal itu terlihat dari Pasal 3 Anggaran Dasar
yang baru, yang ditetapkan oleh Munas XIV/2009 di Jakarta10.
C. Landasan Hukum Berdirinya BP4
Beberapa alasan menjadi “ background filsafat “ berdirinya BP4 dicantumkan
dalam mukaddimah angaran dasar BP4 adalah sebagai berikut :
Pertama adalah Firman Allah SWT dalam surat Ar-Ruum ayat 21, yaitu :
☯
☺
⌧
Artinya : “ Dan diantara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir “. ( Q.S Ar-Ruum/30 : 21 )11
Kesimpulan yang dapat diambil dari ayat diatas adalah Pertama, bahwa
manusia dianjurkan membentuk keluarga dimana Allah SWT menciptakan pria dan
wanita. Dalam hubungan kekeluargaan atau perkawinan Allah SWT menumbuhkan
ketentraman dan kasih sayang satu dengan yang lainnya.12. Dengan demikian,
ketentraman, rasa kasih sayang adalah tiga serangkai yang harus tumbuh dalam
10 Hasil Musyawarah Nasional BP4 ke XIV Tahun 2009
11 Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemahannya, ( Jakarta : CV. Indah Press, 1995 ), h. 644
12 Sumarta, Keberadaan BP4 Sebagai Lembaga Penasihatan : Majalah Nasihat Perkawinan dan Keluarga, ( Jakarta : BP4 Pusat, 1995 ), edisi Mei No. 275, h. 12-13
43
perkawinan. Dan Bp4 ingin memelihara hidup suburnya nilai-nilai tersebut13. Kedua,
bahwa terwujudnya rumah tangga sejahtera dan bahagia diperlukan adanya
bimbingan yang terus menerus dan tiada hentinya dari para korps penasihat. Ketiga,
diperlukan adanya penasihat perkawinan yang berakhlak tinggi, berbudi dan berhati
nurani yang bersih, sehingga mampu melaksanakan tuga dengan baik.
Ketiga ulasan diatas, merupakan motivasi daripada berdirinya BP4. Oleh
karena itu, diharapkan seluruh aparat dan pelaksana BP4 dalam tiap kesempatan tugas
harus dapat menjiwai dan menghayati ketiga motivasi ini dan memberi arah dalam
suatu susunan organisasi yang dilengkapi sejumlah ketentuan, sehingga diharapkan
keteraturan dalam pelaksanaan tugas yang lebih baik.
D. Struktur Organisasi BP4
Daerah organisasi BP4 sesuai dengan fungsi organisasi bersifat nasional
adalah seluruh wilayah Republik Indonesia dengan susunan yang menandakan
jenjang dan tingkatan, yaitu :14
a. Pengurus Pusat yang berada di Ibu Kota Negara
b. Pengurus ditingkat Propinsi
c. Pengurus ditingkat Kabupaten / Kotamadya
13 Djazuli Wangsa Saputra, et. al, Peran BP4 dan Lembaga Konsultasi Perkawinan dan
Keluarga : Majalah Nasihat Perkawinan dan Keluarga, ( Jakarta : BP4 Pusat, 1998 ), edisi Januari No. 187, h. 8
14 BP4 Pusat, Hasil Musyawarah BP4 X dan Pemilihan Ibu Teladan Tingkat Nasional VII : Majalah Nasihat Perkawinan dan Keluarga, ( Jakarta : BP4 Pusat, 1995 ), edisi Juli No. 277, h. 17
44
d. Pengurus ditingkat Kecamatan
Kemudian untuk mengefektifkan peran dan fungsinya dalam “ Kepustusan
Musyawarah Nasional BP4 X diamanatkan untuk mengadakan BP4 sampai pada
tingkat desa, bahkan sampai RW, RT, dusum dan setingkatnya.
Pada Pasal 7 ayat (2) Anggaran Dasar yang baru ditetapkan oleh MUNAS
VIV Tahun 2009 di Jakarta organisasi BP4 ditingkat mempunyai bidang-bidang
sebagai berikut :
1. Bidang Pendidikan dan pelatihan bagi pengembangan SDM untuk pembinaan
Keluarga Sakinah
2. Bidang Konsultasi Hukum dan Penasihatan Perkawinan dan Keluarga
3. Bidang Advokasi dan Mediasi
4. Bidang Komunikasi dan Informasi
5. Bidang Pendidikan dan Kesejahteraan Usia Dini, pemuda, remaja dan lansia.
Sedangkan Organisasi pada tingkat propinsi sampai kecamatan mempunyai
bidang-bidang sebagaimana tersebut pada ayat (2) atau disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat setempat dan disesuaikan dengan kemampuan organisasi. Kemudian BP4
Pusat sampai Tingkat Kecamatan memiliki tenaga Konselor dan Penasihat
Perkawinan dan Keluarga.15
15 Hasil Musyawarah Nasional BP4 ke XIV Tahun 2009, Pasal 7 Ayat (1-4)
45
Dari bagian-bagian yang telah disebutkan diatas, masih dimungkinkan ada
bagian-bagian lain yang dianggap perlu dan penting seusai dengan tuntutan setempat
dan dimungkinkan pula diadakan perampingan dalam hal sturuktur organisasi yang
telah ada. Pada bidang organisasi hasil Musyawarah Nasional BP4 dan Pemilihan Ibu
Teladan Tingkat Nasional VII diadakan penyempurnaan AD dan ART, juga
diupayakan untuk lebih professional dalam aktifitasnya, dengan bagian-bagiannya
adalah sebagai berikut :
1. bagian Penasihatan Perkawinan dan Konsultasi Keluarga
2. Bagian Pendidikan dan Penerangan
3. Bagian Ibu Teladan
4. Pada Tingkat Pusat terdapat Bagian Penelitian dan Pengembangan serta
Anggota Ahli.
Dengan menetapkan bagian-bagian diatas, stuktur yang ada semua fungsi
diharapkan dapat terwadahi.
Maka dari penjelasan diatas, penulis berkesimpulan bahwa mengenai strukur
organisasi dalam BP4 itu bersifat fleksibel sesuai dengan tuntutan setempat dan juga
keadaan.
Berkenaan dengan kepengurusan BP4, Menteri Agama RI sebagai Pembina
BP4 tingkat Pusat, Gubernur sebagai Pembina BP4 tingkat Propinsi, Bupati/Walikota
sebagai Pembina BP4 ditingkat Kabupaten/Kota, Camat sebagai Pembina BP4
ditingkat Kecamatan. Pejabat dari instansi pemerintah yang mempunyai kewenangan
terkait dengan misi BP4 dapat diangkat sebagai pengarah pada setiap jenjang
46
kepengurusan. Dewan Pertimbangan BP4 terdiri dari ulama, tokoh organisasi Islam,
pakar dan cendikiawan
Pengurus BP4 terdiri dari ketua umum, ketua-ketua, sekertaris umum, wakil
sekertaris umum, bendahara, wakil bendahara.16
E. Tugas dan Wewenang BP4
Upaya penurunan angka perceraian dan peningkatan mutu keluarga sakinah
adalah merupakan sebagian tugas dan wewenang dari BP4. Secara histories, tugas
tersebut setidak-tidaknya telah melekat pada BP4 sejak tahun 1960-an, yaitu dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 85 tahun
1961.17
Dalam Anggaran Dasar BP4 disebutkan bahwa organisasi ini bertujuan untuk
mempertinggi mutu perkawinan guna mewujudkan keluarga sakinah menurut ajaran
Islam.
Pada umumnya dalam mencari jodoh, masing-masing mencari teman
hidupnya dengan teliti, baik pemilihan itu dilakukan dengan sendiri atau oleh orang
lain. Dan mereka telah menggambarkan akan hidup berumah tangga dengan rukun,
damai, dan saling menghormatu. Namun demikian, masih banyak yang gagal dalam
mecapai kebahagiaan rumah tangga.
16 Ibid, Pasal 8 Ayat (1-6)
17 Mustoha, Kerjasama Badan Penasihat Perkawinan Perselisihan dan Perceraian Dengan Peradilan Agama : Makalah Loka Karya, ( Jakarta : kantor BP4 Pusat, 27 Maret 1997 ), h. 2
47
Kasus-ksus yang telah didapat oleh BP4 selama ini, menunjukkan bahwa
kurangnya pengertian antara suami-isteri sering menimbulkan perselisihan dan
ketegngan yang sulit diatasi, umumnya diakhiri dengan perceraian yang akibatnya
sangat menyedihkan.
Justru karena itulah, maka BP4 yang bertujuan mempertinggi nilai
perkawinan dan terwujudnya rumah tangga yang bahagia menurut ajaran Islam,
adalah tepat sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta sejalan dengan rencana
pembangunan materiel dan spiritual yang harus kita laksanakan18
Sebagaimana dikatakan oleh Ali Akbar, bahwa kita harus menyempurnakan
dan memperkuat BP4 untuk dapat lrbih efisien baik dalam melaksanakan tugas
membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah serta mencegah perceraian,
penyakit rumah tangga, guna membentuk rumah tangga yang mempunyai akhlak
yang mulia sesuai ajaran Islam19
Keluarga yang akan dibentuk oleh BP4 adalah berdasarkan Firman Allah
SWT dalam Surat Ar-Ruum ayat 21 yaitu :
☯
☺
⌧
18 Mukhtar Natsir, Tugas dan Fungsi BP4 : Majalah Nasihat Perkawinan dan Keluarga, (
Jakarta : BP4 Pusat 1995 ), edisi Mei No. 275, h. 9
19 Ali Akbar, Meningkatkan Usaha BP4 Dalam Penasihatan : Problem Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan Dan Pembinaan Keluarga : Majalah Nasihat Perkawinan dan Keluarga, ( Jakarta : BP4 Pusat, 1996 ), edisi Januari No. 283, h. 17
48
Artinya : “ Dan diantara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir “. ( Q.S Ar-Ruum/30 : 21 )
Bertolak dari ayat diatas, sebagai acuan dalam membentuk sebuah rumah
tangga, BP4 sebagai suatu badan yang bergerak dalam penasihatan perkawinan
dan pencegahan perceraian berusaha semaksimal mungkin untuk menjunjung
tinggi nilai sebuah perkawinan.
BP4 ingin merealisasi maksud inti surat Ar-Ruum ayat 21 sehingga setiap
perkawinan didasari oleh ayat tadi dengan niat yang suci dan ikhlas, penuh
tanggung kawab untuk membangun keluarga muslim. Dengan kata lain,
perkawinan yang dilakukan secara Islam harus dapat membangun keluarga
muslim20
Upaya-upaya BP4 senantiasa difokuskan pada bagaimana meningkatkan
mutu perkawinan dan berusaha menekan perceraian semaksimal mungkin.
Sampai saat ini dan sampai kapan pun perceraian tetap dijadikan sebagai
perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah SWT, walaupun statusnya halal. Kata “
dibenci “ itu adalah kata majaz yang maksudnya tidak mendapat pahala, tidak ada
pendekatan diri kepada Allah SWT dalam perbuatan hal ini. Hal ini, sebagai dalil
bahwa sesunguhnya baik sekali menghindari talak itu selama masih ada jalan
keluarnya.
20 Mukhtar Natsir, Tugas dan Fungsi BP4, Ibid , h. 10
49
Salah satu misi dari BP4 yang saat ini perlu mendapat perhatian dan
dijadikan prioritas utama adalah mengantisipasi dan menanggulangi kasus yang
dapat mengancam keutuhan dan ketahanan keluarga. Dengan demikian,
partisipasi aktif BP4 benar-benar memberikan dukungan kongkrit pada Gerakan
Nasional Pembangunan Keluarga Sejahtera yang dicanangkan oleh pemerintah.
Salah satu wujud dari upaya kearah itu adalah dengan adanya kegiatan “
Pemilihan Ibu Teladan “ yang diselenggarakan oleh BP4 mulai dari tingkat
kecamatan sampai tingkat nasional saat ini.
BAB IV
EFEKTIVITAS MEDIASI MELALUI BADAN PENASIHATAN PEMBINAAN
DAN PELESTARIAN PERKAWINAN ( BP4 ) PUSAT
A. Strategi Atau Kebijakan BP4 Dalam Mendamaikan Pasangan Yang
Bersengketa
Dalam mendamaikan pasangan yang bersengketa, ada beberapa strategi
atau kebijkan yang dilakukan oleh BP4 dalam mendamikan pihak yang
bersengketa, diantaranya adalah:
1. Memanggil Para Pihak
Dalam menyelasaikan perselisihan keluarga, BP4 sebagai lembaga
penasihatan pembinaan dan pelestarian perkawinan tidak bersifat aktif artinya
BP4 tidak mencari-cari perkara perselisihan rumah tangga, akan tetapi para
pihak yang sedang bersengketa tersebutlah yang mengadukan permasalahannya
kepada BP4 untuk diselesaikan.
Ketika salah pihak sudah mengadukan permasalahannya dan
menceritakannya kepada BP4, maka hal yang dilakukan BP4 adalah memanggil
pihak yang lain untuk hadir bersama guna menyelesaikan permasalahannya
tersebut. Dalam hal ini, BP4 membuat suatu surat panggilan kepada pihak yang
lain untuk hadir guna menyelesaikan permasalahan yang terjadi 1.
1 Wawancara Pribadi Dengan Kadi Sastrowirjono, Konsultan BP4 Pusat, Jakarta 26 Juli 2010
50
51
2. Memberikan Nasihat Pada Pasangan Yang Bersengketa
Masyarakat zaman sekarang, memerlukan akan adanya lembaga-
lembaga atau orang yang dapat memberi bantuan dalam mengatasi hubungan
keluarga yang mengalami gangguan-gangguan atau keretakan-keretakan agar
perkawinan mereka tidak buyar dan dapat melanjutkan hidup bersama secara
harmonis. Bantuan yang dimaksud diatas lazimnya dalam istilah sekarang
dinamakan “Penasihatan” atau dalam bahasa asingnya disebut
“Counseling”,”Consulting”,”Marriage Counseling”, atau “Marriage
Counsulting”.
Di zaman modern ini banyak suami isteri yang mengalami kesulitan-
kesulitan dan ketegangan–ketegangan. Di zama dahulu, bila terjadi percekcokan
antara suami isteri , biasanya untuk menyelesaikannya tidak terlalu susah.
Masalah yang menjadi sengketa cukup sederhana, suami dan isteri itu tunduk
pada norma yang berlaku. Ditambah lagi orang tua siap membantu. Sebaliknya
di zaman sekarang yang dipersengketakan tidak gampang lagi, malahan sering-
sering sangat rumit, orang-orangnya kurang pegangan lagi dan orang tua tidak
lagi mampu untuk menjadi penengah dan penyelesaian atau bahkan kadang-
kadang justru tidak diinginkan oleh putera puteri atau mantunya untuk
mencampuri urusan mereka.
Maka persoalannya, apakah suami isteri dan isteri-isteri yang mengalami
kesukaran seperti ini dibiarkan begitu saja menderita atau malahan
kemungkinan perkawinannya menjadi buyar atau punah. Terang bahwa
52
membiarkan yang demikian itu bertentangan dengan ajaran agama kita. Maka
sangatlah perlu akan adanya usaha dari masyarakat untuk membantu suami-
suami dan isteri-isteri yang menderita itu. Mereka harus dibantu untuk
menyelamatkan perkawinan mereka. Bila banyak perkawinan dibiarkan buyar,
maka yang akan menjadi rusak adalah masyarakat dan Negara kita sendiri
Tujuan dari bantuan tersebut adalah untuk menhindarkan terjadinya
perceraian. Tapi bukan itu saja yang harus diusahakan, bukanlah sekedar
mendirikan “damai dalam arti tiada perang”, tetapi bagaimana dapat
memulihkan keserasian,keharmonisan, suasana paham-memahami, harga
menghargai diantara suami isteri yang tadinya bersengketa itu.2
Adapun nasihat yang diberikan oleh BP4 untuk menyelesaikan masalah
keluarga. Sehingga diharapkan keadaan konflik yang terjadi pada pasangan
yang bersengketa tidak menjadi semakin parah, sekaligus dapat menghindarkan
tragedy perceraian yang berakibat sangat menyakitkan. Inilah beberapa hal yang
dimaksud:
1. Mengingatkan Memori Masa Lalu
Terkadang pasangan suami isteri yang sedang berselisih atau
bersengketa kerapkali melupakan memori-memori indah ketika awal pernikahan
mereka. Mereka cenderung mengikuti emosi dan ego masing-masing. Oleh
karena itu, BP4 menasihati kepada pasangan suami isteri yang sedang berselisih
2 Amidhan dan Moeslim Abdurrahman, Pedoman Penasehatan : Badan Penasehatan
Perkawinan Perselisihan dan Perceraian (Jakarta : Departemen Agama RI, 1980), h. 69-71
53
agar selalu mengingat-ingat memori indah ketika awal perkenalan mereka
sampai pernikahan mereka dan membuang segala egoisme yang ada di dalam
diri mereka agar mau bersatu kembali.
2. Jangan Sekali-sekali Meremehkan Pasangan
Di zaman modern ini isteri-isteri tidak lagi mau menjadi penghuni
sangkar, walau sangkar itu terbuat dari emas dan di dalamnya tersedia segala-
galanya. Mereka tidak mau dikurung, tetapi ingin lebih bebas dalam hal berfikir,
berkeinginan, bercita-cita dalam mengembangkan kemampuan-kemampuannya.
Hal tersebut berpengaruh terhadap keadaan dalam suatu keluarga
khususnya dalam hal ekonomi suatu keluarga. Walaupun Suami adalah
pemimpin keluarga, bukan berarti pendapat keuangan suami itu harus selalu
lebih besar daripada isteri. Di zaman sekarang tidak sedikit pendapatan ekonomi
isteri lebih besar daripada suami, hal yang demikian itulah yang terkadang para
suami merasa terkucilkan oleh isteri sehingga memicu terjadinya pertengkaran
dan perselisihan.
Maka peran BP4 dalam hal ini yaitu memberi nasihat agar masing-
masing pihak untuk tidak saling meremehkan pasangannya, hendaknya masing-
masing pihak untuk toleransi satu sama lain dan saling keterbukaan terutama
dalam hal ekonomi keluarga.3
3 Wawancara Pribadi Dengan Aliyah Hamka, Konsultan BP4 Pusat, Jakarta 21 Juli 2010
54
3. Sikap Lapang Dada Suami Isteri
Seorang isteri kerapkali tidak dapat memahami latar belakang problem
yang sedang dihadi suaminya. Hal ini kadang sangat memperuncing keadaan.
Karena seorang isteri akan selalu menuntut. Disebabkan oleh kodrat wanita
yang semacam ini, seyogyanya seorang suami memiliki sifat lapang dada, dan
tidak tergesa-gesa menghitung kesalahan-kesalahan yang dilakukan isteri.
Untuk mengimbanginya, seorang isteri harus bersabar, karena kesabaran
menjadi neraca atas diri dan kedudukannya. Bahkan seorang isteri harus
menghargai dan menerima kondisi suami yang telah ditetapkan oleh syariat
sebagai penanggung nafkah baginya.
4. Kemaslahatan Yang Harus Dijaga
Sudah sangat jelas dan nyata bahwa untuk mewujudkan sebuah
kehidupan dan kebahagiaan, Islam menuntut beberapa kewajiban dari umatnya.
Antara lain, Islam memberikan tanggung jawab manusia untuk memenuhi
segala kebutuhan sebagai sarana tegaknya hukum-hukum kemanusiaan.
Tidak asing lagi, bagi masyarakat kita yang tengah dilanda krisis, harus
berusaha dengan sekuat tenaga bangkit memperbaikinya, agar dapat terhindar
dari perpecahan. Maka BP4 menyarankan kepada setiap pasangan suami isteri
yang selama ini belum bias saling memahami, agar menauhi sikap yang justru
dapat memperuncing situasi. Ciptakanlah ketenangan, hindarilah percekcokan
dan gejolak supaya tidak membuang-buang waktu yang seharusnya dapat
digunakan untuk mengurus hal-hal lain yang lebih penting. Kobarkanlah
55
semangat rindu. Hapuslah trauma-trauma masa lalu yang menyakitkan, bukalah
lembaran baru, torehkanlah sejarah baru yang cemerlang.4
5. Keseimbangan Antara Hak Dan Kewajiban Adalah Merupakan Kunci
Keberhasilan
Hak ialah suatu yang harus diterima sedangkan kewajiban adalah
sesuatu yang harus dilaksanakan dengan baik. Begitulah kehidupan antara
suami isteri dalam setiap rumah tangga, apabila dua hal tersebut tidak seimbang
niscaya akan timbullah percekcokan dan perselisihan dalam rumah tangga.
Sebaliknya jika antara hak dan kewajiban itu seimbang atau sejalan,
terwujudlah keserasian dan keharmonisan dalam rumah tangga, rasa
kebahagiaan semakin terasa dan kasih sayang akan terjalin dengan baik. Sang
anak menghormati orang tuanya, orang tua saying kepada anaknya, suami
menghargai isterinya dan isteripun menghormati suaminya seterusnya. Inilah
yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya yang intinya adalah
“ Rumah tanggaku laksana surga bagiku “
Oleh karena itu antara suami isteri harus tahu dan melaksanakan hak
serta kewajibannya masing-masing, demikian juga sang anak harus tahu diri dan
menghormati orang tuanya..
Pada umumnya yang menimbulkan perselisihan dan perceksokan dalam
rumah tangga itu karena salah satu pihaknya tidak dapat menjalankan fungsinya
4 Ali Husain Muhammad Makki al-Amili, Perceraian Salah Siapa : Bimbingan Islam Dalam
Mengatasi Problematika Rumah Tangga (Jakarta: Lentera, 2001), h. 123-133
56
dengan baik, mereka tidak saling menghargai, tidak saling menghormati, tidak
saling pengertian antara sesame mereka dalam rumah tangganya
6. Pengamalan Ajaran Agama Dalam Rumah Tangga
Dalam setiap rumah tangga orang yang beriman pengamalan ajaran
agama adalah sangat penting dan mutlak diperlukan, keran ajaran agama adalah
salah satunya pegangan hidup manusia yang mengatur sikap tingkah laku agar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan yang luhur. Mendidik dan
mengajar anak-anak atau keluarga adalah suatu kewajiban yang tidak dapat
ditawar-tawar orang tua (suami isteri), sesuai dengan sabda Rasulullah SAW
yang intinya yaitu “Tiap-tiap kamu menjadi pemimpin dan bertanggungjawab
terhadap yang dipimpinnya, raja adalah pemimpin, tiap-tiap laki-laki menjadi
pemimpin terhadap penghuni rumah tangganya (keluarganya). Dan
perempuan-perempuan menjadi pemimpin (pengasuh) dari rumah tangga
suaminya dan anak-anaknya. Tiap-tiap kamu menjadi pemimpin, dan tiap-tiap
pemimpin akan ditanya kelak (bertanggungjawab) terhadap orang-orang yang
dipimpinnya”.( H.R Bukhari )
Berdasarkan hadits Rasulullah SAW diatas, dapat diambil pengertian
antara lain suami isteri wajib mengajar atau menuntun anak-anak dan
keluarganya dengan Ilmu Pengetahuan Agama, sehingga mereka mengerti dan
mampu mengamalkan ajaran agama itu dalam kehidupan sehari-hari.5
5 Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga : Keluarga Yang Sakinah (Jakarta: CV
Pedoman Ilmu Karya, 1993), h. 37
57
3. Kesepakatan Akta Perdamaian
Strategi atau kebijakan yang lain yang dilakukan oleh BP4 yaitu
membuat Akta Perdamaian. Hal ini dilakukan apabila para pihak yang
bersengketa yang mengadukan permasalahannya ke BP4 untuk diselesaikan
telah sepakat untuk berdamai dan tidak membawa permasalahannya tersebut ke
Pengadilan Agama.
Akta perdamaian tersebut cukup memiliki kekuatan hukum, artinya akta
tersebut ditandatangani oleh konsultan BP4 dan disepakati oleh kedua belah
pihak yang bersengketa, disamping itu, apabila ada dari salah satu pihak yang
telah mengajukan permasalahannya ke Pengadilan Agama, maka gugatan yang
telah diajukan ke Pengadilan Agama dapat dicabut dengan berdasarkan akta
perdamaian dari BP4 tersebut, yang tentunya prosesnya terlebih dahulu melalui
proses mediasi di Pengadilan Agama .
Akan tetapi, apabila ketentuan dalam perjanjian tersebut tidak ditepati
oleh salah satu pihak, maka yang lain dapat mengadukan kembali kepada BP4
Pusat untuk diselsaikan sebagaimana mestinya6.
B. Kinerja Mediasi BP4 Dalam Menekan Angka Perceraian
Seperti yang telah diketahui bersama bahwasanya BP4 ini mempunyai
banyak macam tugasnya yang masuk dalam program kerja mereka yaitu
6 Wawancara Pribadi Dengan Zubaidah Muchtar, Konsultan BP4 Pusat, Jakarta, 29 Juli 2010
58
memberikan peranan dan kontribusi yang baik di masyarakat guna tercapainya
tujuan perkawinan. Di samping itu BP4 mempunyai kewajiban agar mampu
memerankan atau memperkecil angka perceraian.
Pada organisasi di tingkat pusat BP4 mempunyai bidang-bidang yang
salah satunya yaitu dalam bidang pembinaan keluarga, perselisihan dan
perceraian atau dalam hal ini yaitu memediasikan pihak-pihak yang berselisih
atau bersengketa agar tidak terjadi perceraian.
BP4 Pusat ini berupaya memenuhi semua program kerja yang telah
ditetapkan, salah satunya yang disoroti dalam skripsi ini adalah efektifitas
mediasi atau pemberian bantuan dalam mengatasi masalah perkawinan,
keluarga dan perselisihan perkawinan yang dilakukan oleh BP4 yang
bersangkutan guna menekan angka perceraian. Berikut akan penulis lampirkan
data-data kasus klien yang berkonsultasi di kantor BP4 Pusat pada tahun 2009
DATA-DATA KASUS KLIEN YANG BERKONSULTASI DI KANTOR BP4
PUSAT7
I. Data-data kasus yang dapat kami sampaikan dalam laporan ini adalah diperoleh
antara Januari s/d Desember 2007 yang sedang/telah ditangani para Konsultan
secara langsung di Sekretariat Biro Konsultasi dan Penasihatan Hukum BP4
7 Data-data Kasus Klien Yang Berkonsultasi Di Kantor BP4 Pusat dari Tahun 2007-2009,
dapat dilihat di Lampiran
59
Pusat, berdasarkan berbagai latar belakang terjadinya perselisihan atau
perceraian.
Tabel 3.1
Data Kasus Klien Yang Berkonsultasi Di Kantor BP4 Pusat Pada Tahun 2007
2007 Pernikahan Anak KDRT Rujuk WIL Ekonomi Waris Cerai Jmlh
Jan 20 - 5 - 10 1 1 6 43
Feb 18 - 6 1 - - 1 5 31
Maret - 3 1 - - 1 - 7 12
April 8 - - 4 4 - 5 13 34
Mei 15 - - 4 - - 5 8 32
Juni 5 - - 6 5 - 5 14 35
Juli 5 - 4 - 6 5 5 8 33
Agust 8 - - 5 5 - 6 5 29
Sept 7 - - - - 8 - 6 21
Oktr 5 - - - - 4 - 7 16
Nop 4 - - - - - - 5 9
Des 15 - - - 4 - 4 5 28
Total 110 3 16 20 34 19 32 89 323
Keterangan:
Berdasarkan data-data tersebut di atas, jumlah total kasus yang ditangani para
konsultan selama 1 (satu) tahun sebanyak 323 kasus. Dari jumlah tersebut BP4
Pusat terdapat limpahan dari Pengadilan Agama Jakarta Pusat sebanyak 25 kasus
gugatan cerai dan berhasil didamaikan sebanyak 10 pasangan suami istri,.
60
II. Data-data kasus yang dapat kami sampaikan dalam laporan ini adalah diperoleh
antara Januari s/d Desember 2008 yang sedang/telah ditangani para Konsultan
secara langsung di Sekretariat Biro Konsultasi dan Penasihatan Hukum BP4
Pusat, berdasarkan berbagai latar belakang terjadinya perselisihan atau
perceraian.
Tabel 3.2
Data Kasus Klien Yang Berkonsultasi Di Kantor BP4 Pusat Pada Tahun 2008
2008 Pernikahan Anak KDRT Rujuk WIL Ekonomi Waris Cerai Jmlh
Jan 1 - 2 - 2 1 1 4 11
Feb 5 - 3 1 - - 1 3 13
Maret - 1 1 - - 1 - 5 8
April 4 - - 2 2 - 2 10 20
Mei 11 - - 1 - - 2 5 19
Juni 2 - - 3 2 - 2 10 19
Juli 1 - 1 - 2 1 2 6 13
Agust 5 - - 1 1 - 2 2 12
Sept 5 - - - - 1 - 3 9
Oktr 3 - - - - 1 - 3 7
Nop 1 - - - - - - 3 4
Des 10 - - - 1 - 2 3 15
Total 48 1 7 8 10 5 14 57 150
Keterangan:
Berdasarkan data-data tersebut di atas, jumlah total kasus yang ditangani para
konsultan selama 1 (satu) tahun sebanyak 150 kasus. Dari jumlah tersebut BP4
61
Pusat terdapat limpahan dari Pengadilan Agama Jakarta Pusat sebanyak 15 kasus
gugatan cerai dan berhasil didamaikan sebanyak 5 pasangan suami istri,.
III Data-data kasus yang dapat kami sampaikan dalam laporan ini adalah
diperoleh antara Januari s/d Desember 2009 yang sedang/telah ditangani para
Konsultan secara langsung di Sekretariat Biro Konsultasi dan Penasihatan
Hukum BP4 Pusat, berdasarkan berbagai latar belakang terjadinya
perselisihan atau perceraian.
Tabel 3.3
Data Kasus Klien Yang Berkonsultasi Di Kantor BP4 Pusat Pada Tahun 2009
2009 Pernikahan Anak KDRT Rujuk WIL Ekonomi Waris Cerai Jmlh
Jan 5 - 3 - - 3 - 4 12
Feb 3 1 - - - - - 2 6
Maret 5 1 2 - - 1 - 2 11
April 3 - - - - - - 4 7
Mei 3 - - - - - 1 2 6
Juni 5 1 - - - - - 1 7
Juli 2 - 1 2 - - - 1 6
Agust 3 2 - - - - - 1 6
Sept 2 - - - - - - - 2
Oktr 1 - - - - 6 - 1 8
Nop 3 2 2 2 - 1 2 12
Des 1 - 1 1 1 - - 1 5
Total 36 4 3 4 3 10 5 19 88
62
Keterangan:
Berdasarkan data-data tersebut di atas, jumlah total kasus yang ditangani para
konsultan selama tahun 2009 sebanyak 88 kasus.
NB.
- dilihat dari jumlah klien yang datang berkonsultasi tentang perceraian tahun
2008 sebanyak 57 kasus dan tahun 2009 sebanyak 19 kasus, terjadi penurunan
38 kasus.
- Konsultasi perkawinan yang meliputi hak dan kewajiban suami istri tahun 2008
sebanyak 48 kasus dan tahun 2009 sebanyak 36 kasus, terjadi penurunan 12
kasus.
- Secara total jumlah klien yang berkonsultasi tahun 2008 sebanyak 150 kasus
dan tahun 2009 sebanyak 88 kasus, terjadi penurunan 62 kasus
Berdasarkan data-data yang penulis peroleh diatas, baik dari hasil
wawancara dengan para pihak yang terkait, dengan melihat mekanisme
pemberian bantuan penasihatan atau konsultasi yang dibuka dari hari senin
sampai dengan hari jumat, dan melihat arsip-arsip yang berkaitan dengan
pembahasan yang penulis jadikan lampiran, maka penulis menyimpulkan bahwa
BP4 Pusat belum memiliki peran yang efektif baik dalam memberikan
penasihatan perselisihan keluarga maupun menyelesaikan perselisihan yang
diadakan di kantor BP4 pusat tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 3.1,
3.2, dan 3.3 diatas.
63
Disamping itu, Hal tersebut juga ditegaskan oleh salah satu Konsultan
BP4 Pusat Prof.Dr.Hj. Aliyah Hamka MA bahwa perselisihan keluarga yang
berhasil didamaikan oleh BP4 Pusat ini sekitar 25% sampai dengan 30% dari
pasangan yang meminta bantuan penyelesaian di BP4 Pusat. Selebihnya sekitar
60% sampai dengan 75% pasangan yang berselisih tersebut kembali berselisih
yang pada akhirnya salah satu dari pasangan tersebut mengajukan gugatan cerai
ke Pengadilan Agama. Di samping itu juga, masih banyak masyarakat yang
belum tahu tentang program-program yang dilakukan oleh BP4 salah satunya
dalam pemberian bantuan penyelesaian perselisihan keluarga. Banyak
masyarakat ketika terjadi perselisihan keluarga, mereka langsung membawa
permasalahan tersebut ke Pengadilan Agama, tidak melakukan penyelesaian
dahulu di BP4.8
Akan tetapi, dari keterangan-keterangan tersebut diatas, penulis juga
berpendapat bahwa BP4 Pusat ini sedang terus berupaya menggalakkan dan
mencari jalan yang lebih efektif lagi berguna dalam memberikan kontribusi
mereka kepada masyarakat, agar masyarakat merasa perlu adanya organisasi
lembaga tersebut. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan oleh ketua
umum BP4, Drs. H. Taufiq SH. MH bahwa disamping program penasihatan
perkawinan, advokasi hukum keluarga dan program-program lainnya untuk
mewujudkan keluarga sakinah menurut ajaran Islam, sesuai tujuan BP4,
8 Ibid, Wawancara Pribadi Dengan Aliyah Hamka, Konsultan BP4 Pusat, Jakarta 21 Juli 2010
64
program peningkatan mediasi nampak menjadi salah satu program unggulan
pengurus BP4 sekarang.
Menurutnya, “ini dalam rangka menangkap peluang yang telah dibuka
oleh Ketua MA-RI dengan PERMAnya Nomor 1/2008 tentang prosedur
mediasi”.9
Taufiq melanjutkan bahwa anggota pengurus dan tokoh-tokoh BP4
yang sudah berpengalaman sejak lama mendamaikan perselisihan perkawinan
kini perlu masuk system dengan menjadi mediator bersertifikat yang
professional, sesuai PERMA. Menurutnya BP4 tinggal meningkatkan dalam
metode nya saja, substansinya sudah cukup dan kalaupun masih ada
kekurangan, BP4 tinggal melakukan latihan khusus saja, bukan pada pelatihan
mediasi nya.
Oleh karena itu, para ketua sepakat agar proses menjadikan BP4 sebagai
lembaga pelatihan mediasi sesuai PERMA segera ditempuh secepatnya.10
C. Hambatan Dan Tantangan Yang Dihadapi Oleh BP4 Dalam Melakukan
Mediasi
Salah satu cita-cita perkawinan adalah untuk membentuk keluarga atau
rumah tangga yang bahagia dan sejahtera serta damai tanpa adanya masalah
9 http://www.pta-jakarta.net
10 Ibid
65
atau konflik yang terjadi di dalamnya. Namun untuk mencapai cita-cita tersebut,
tidak selalu berjalan lancer tetapi pasti ada saja kendala yang menghambat
usaha seseorang tersebut yang mau tudak mau harus dihilangkan terlebih dahulu
demi tercapainya cita-cita atau tujuan tersebut.
Begitupun dalam memberikan penasihatan dan mendamaikan pada
pasangan yang bersengketa, BP4 Pusat menemui kendala yang menjadi
hambatan untuk terlaksana secara efektifnya program kerja mereka, diantaranya
adalah:
1. Masalah Yang Diadukan Sudah Sangat Berat Sekali
BP4 sebagai Badan penasihatan dan perselisihan perkawinan bertujuan
menyelesaikan perselisihan perkawinan agar tidak terjadi perceraian. BP4
menerima dengan terbuka pengaduan dari pasangan suami isteri yang berselisih
dengan berbagai macam persoalan. Akan tetapi, kebanyakan dari mereka yang
berselisih biasanya masalah yan diadukan sudah sangatlah parah, yang bisa
dikatakan sudah sangat sulit untuk didamaikan.
Menurut Drs.H. Kadi Sastrowirjono, biasanya pasangan yang berselisih
yang mengadukan berbagai macam persoalannya itu pasangan yang memiliki
usia perkawinan yang masih muda, yaitu antara 5 sampai 8 tahun perkawinan.
Usia perkawinan yang masih muda tersebut sangat rentan dengan berbagai
macam perselisihan dan perceraian.
2. Salah Satu Pihak Jarang Sekali Datang Untuk Memenuhi Panggilan Mediasi di
BP4
66
Salah satu tugas dari BP4 setelah menerima pengaduan dari salah satu
pihak yang berselisih adalah memanggil pihak yang lain untuk hadir bersama
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Akan tetapi, biasanya salah satu
pihak yang sedang berselisih jarang sekali datang memenuhi panggilan BP4.
Tidak sedikit dari salah satu pasangan yang dipanggil oleh BP4
mengabaikan panggilan tersebut. Meskipun waktu panggilan tersebut sudah
disesuaikan dengan waktu luang salah satu pihak yang berselisih tersebut.
Hal tersebut sangat berbeda sekali dengan panggilan mediasi di
Pengadilan Agama. Mereka cenderung lebih patuh pada panggilan dari
Pengadilan Agama, walaupun masih ada juga yang tidak memenuhi panggilan
mediasi dari Pengadilan Agama karena alasan kesibukan
3. Para Pihak Yang Berselisih Lebih Memilih Datang Sendiri-Sendiri
BP4 dalam menyelesaikan perselisihan perkawinan dari pasangan yang
bersengketa perlu mengetahui secara keseluruhan dari permasalahan yang
sedang dialami oleh suami maupun isteri. BP4 dalam menyelesaikan
permasalahan yang dialami oleh pasangan yang bersengketa perlu
mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak tentang permasalah yang
dialami oleh suami isteri. Akan tetapi, kebanyakan dari mereka yang
mengadukan permasalahannya itu datang dengan sendiri-sendiri. Mereka
cenderung tidak mau hadir bersama. Salah satu dari mereka yang hadir hanya
menceritakan keburukan dari pasangan mereka, mereka lebih cenderung
menutup-nutupi kebrukuan yang ada pada dirinya.
67
Hal inilah yang menjadi kesulitan bagi BP4 untuk menyelesaikan
perselisihan mereka. Menurut Drs. H. Kadi Sastrowirjono, pasangan yang
sedang beselisih haruslah hadir secra bersama-sama dan menceritakan segala
permsalahan yang sedang dialaminya agar dapat dicarikan jalan keluarnya,
hendaklah mereka jangan menutup-nutupi segala permasalahan yang sedang
dialaminya.11
Sedangkan tantangan bagi konsultan BP4 Pusat adalah sebagai berikut:12
1. Ketika Menjadi Mediator Atau Konsultan Yang Baik
Menurut salah satu konsultan di BP4 Pusat, menjadi mediator yang baik
sangatlah sulit. Seperti mengontrol emosi, artinya tidak terbawa dengan suasana
karena kedua belah pihak biasanya merasa sama-sama benar. Sebagai mediator
harus sabar, tenang dan pintar mengolah kata-kata agar suasana menjadi damai
kembali
2. Mengetahui Karakter Masing-Masing Pihak
Mengetahui karakter masing-masing pihak merupakan tantangan juga
bagi mediator. Karena paling tidak harus mengetahui ilmu kejiwaan. Bagaimana
memadukan dua karakter para pihak bersengketa yang berbeda itu agar terjadi
perdamaian.
11 Ibid, Wawancara Pribadi Dengan Kadi Sastrowirjono, Konsultan BP4 Pusat, Jakarta 26 Juli 2010
12 Ibid, Wawancara Pribadi Dengan Zubaidah Muchtar, Konsultan BP4 Pusat, Jakarta, 29 Juli 2010
68
3. Mampu Memahami Penyebab Terjadinya Sengketa
Menjadi mediator yang baik harus memahami penyebab terjadinya
knflik antar para pihak. Mungkin karena factor budaya, social atau ekonomi.
Serta mampu memberikan solusi yang terbaik terhadap penyelesaian yang
dihadapi para pihak.
4. Memberikan Sarana Yang Mendukung
Artinya bagaimana seorang mediator memberikan suasana yang
mendukung kepada para pihak. Agar para pihak merasa nyaman dan tentram
ketika memasuki ruang mediasi. Juga posisi duduknya yang tidak memberikan
suatu posisi yang memisahkan para pihak untuk menjadi lawan, tetapi
memposisikan bagaimana menjaga hubungan baik antar para pihak.
Tantangan berikutnya adalah penyediaan fasilitas, ruang pertemuan yang
memadai untuk proses mediasi. Kalau tempatnya tidak memadai justru akan
menyulitkan para pihak. Bagaimana kalau kondisi ruangan panas, ramai hiruk
pikuk dimana sulit mendapatkan privacy dan kemanan. Itu malah membuat
orang stress, mediasi jadi menegangkan. Begitu para pihak masuk pengadilan,
auranya sudah tidak enak.
Selain hambatan dan tantangan tentu saja terdapat keuntungan setelah
proses mediasi, baik bagi pihak yang bersengketa maupun bagi hakim mediator
sendiri. Bagi pihak yang bersengketa kalau terjadinya perdamaian tentunya
adalah sesuatu yang sangat menguntungkan. Karena masalah yang mereka
69
hadapi terselesaikan dengan kebaikan dan keuntungan yang diperoleh bagi
masing-masing pihak.
Namun sebaliknya, kalau tidak terjadi perdamaian minimal sebagai
dasar untuk saling instropeksi diri. Sebagai suatu motifasi agar para pihak
menyadari akan hal-hal yang telah dilakukan pada masa yang lalu dan sebagai
pelajaran agar tidak terulang kembali pada masa yang akan dating.
D. Analisa Penulis
Berdasarkan data-data yang penulis peroleh baik dari hasil wawancara
dengan para pihak yang terkait, dan melihat arsip-arsip yang berkaitan dengan
pembahasan yang penulis jadikan lampiran, bahwa BP4 Pusat dalam
memberikan penasihatan perselisihan keluarga maupun menyelesaikan
perselisihan belum efektif(sebagaimana yang diuraikan dalam bahasan
sebelumnya). Menurut analisa penulis, ada beberapa hambatan-hambatan yang
menyebabkan lembaga BP4 belum efektif dalam memberikan penasihatan
keluarga maupun penyelesaian perselisihan, diantara hambatan-hambtan
tersebut yaitu:
1. Hambatan Yang Bersifat Teknis-Praktis
Adapun hambatan-hambatan yang bersifat teknis-praktis yang dimaksud
diantaranya seperti:
a. Salah Satu Pihak Jarang Sekali Datang Untuk Memenuhi Panggilan
Mediasi di BP4
70
Salah satu tugas dari BP4 setelah menerima pengaduan dari salah satu
pihak yang berselisih adalah memanggil pihak yang lain untuk hadir bersama
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Akan tetapi, biasanya salah satu
pihak yang sedang berselisih jarang sekali datang memenuhi panggilan BP4.
Tidak sedikit dari salah satu pasangan yang dipanggil oleh BP4
mengabaikan panggilan tersebut. Meskipun waktu panggilan tersebut sudah
disesuaikan dengan waktu luang salah satu pihak yang berselisih tersebut.
b. Para Pihak Yang Berselisih Lebih Memilih Datang Sendiri-Sendiri
BP4 dalam menyelesaikan perselisihan perkawinan dari pasangan yang
bersengketa perlu mengetahui secara keseluruhan dari permasalahan yang
sedang dialami oleh suami maupun isteri. BP4 dalam menyelesaikan
permasalahan yang dialami oleh pasangan yang bersengketa perlu
mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak tentang permasalah yang
dialami oleh suami isteri. Akan tetapi, kebanyakan dari mereka yang
mengadukan permasalahannya itu datang dengan sendiri-sendiri. Mereka
cenderung tidak mau hadir bersama. Salah satu dari mereka yang hadir hanya
menceritakan keburukan dari pasangan mereka, mereka lebih cenderung
menutup-nutupi kebrukuan yang ada pada dirinya..13
13 Ibid, Wawancara Pribadi Dengan Kadi Sastrowirjono, Konsultan BP4 Pusat, Jakarta 26
Juli 2010
71
2. Hambatan Yang Bersifat Legal-Formal
Diantara hambatan-hambatan yang bersifat legal –formal diantaranya
sebagai berikut:
a. Kelembagaan BP4 Yang Lemah.
Reformasi disegala bidang ternyata tidak menyentuh substansi fungsi
yang dijalankan BP4 selama ini. Peran-peran yang dijalankan BP4 kalah
pamor dengan LSM-LSm perempuan yang bermunculan. BP4 tidak hanya
stagnan lebih dari itu mengalami fungsi dan peranannya, apalagi setelah diatur
system keuangan Negara, terutama terbitnya UU No.13 Tahun 2003, maka
lembaga-lembaga resmi seperti BP4, P2A dan BKM otomatis tidak
memperoleh biaya operasional. Ketiadaan biaya operasional ini semakin
memperpuruk kondisi BP4.
Disamping itu juga visi an misi BP4 belum terpahami oleh seluruh
elemen. Ada kemungkinan hal ini disebabkan lemahnya visi, misi ataupun
worldview BP4 dan juga sturuktur kepengurusan yang diisi oleh para pejabat
terkadang tidak mempertimbangkan prinsip profesionalisme, dampaknya
terhadap BP4 dijalankan sebagai “sampingan”, sebab tidak menjadi
tupoksi(tugas pokok dan fungsi) dari pejabat itu sendiri.
3. Hambatan Yang Bersifat Kultural
Yang dimaksud hambatan yang bersifat cultural disini adalah hambatan
yang bersifat budaya yang sangat sacral yang harus dipatuhi. Penulis
72
mengambil contoh dalam Hukum Adat Bali.14 Dalam hukum adat bali,
perempuan memiliki peran sentral dalam masyarakat. Laki-laki dan
perempuan adalah setara. Dalam hokum adat bali ada pemahaman bahwa bagi
setiap keluarga yang tidak menghormati kaum perempuan, niscaya keluarga
itu akan hancur lebur berantakan, rumah dimana perempuannya tidak
dihormati sewajarnya, keluarga itu akan hancur seluruhnya.
Jadi, pemahaman tersebutlah yang dianut dan dibawa sampai kedalam
pernikahan atau rumah tangga, jika perempuan tersebut sudah tidak dihormati,
maka perceraiannlah yang akan terjadi. Hal inilah yang menghambat BP4
dalam mendamaikan pasangan yang bersengketa.
.
14 Mengikis Ketidakadilan Gender Dalam Adat Bali diambil dari http://ejournal.unud.ac.id/
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah mempelajari dan menganalisa berbagai masalah dalam skripsi
yang berjudul “Efektifitas Mediasi Melalui BP4 Dalam Menekan Angka
Perceraian Pada BP4 Pusat Jakarta”. Dari seluruh pembahasan dalam bab
per bab di muka, penulis mengemukakan beberapa kesimpulan, yaitu
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Keberadaan lembaga BP4 Pusat Jakarta yang berperan dalam memberikan
bantuan atau advokasi pada pasangan suami isteri yang bersengketa sangatlah
besar, tidak hanya BP4 Pusat saja, tetapi juga pada lembaga BP4 lainnya baik
BP4 yang berada ditingkat provinsi maupun tingkat kecamatan. Untuk
mencapai tujuan daripada BP4 itu sendiri, yaitu salah satunya mempertinggi
nilai perkawinan dan terwujudnya rumah tangga sejahtera dan bahagia
menurut ajaran Islam, maka BP4 Pusat mempunyai peran yang sangat penting
kepada pasangan suami isteri yang bersengketa guna menyelesaikan
perselisihan atau sengketa yang sedang mereka alami. Peran BP4 tersebut
dimaksudkan agar para pasangan yang bersengketa tidak membawa
permasalahannya tersebut ke Pengadilan, akan tetapi mereka lebih memilih
menyelesaikan permasalahannya di BP4. Disamping itu BP4 berusaha
semaksimal mungkin agar tidak terjadinya perceraian.
73
74
2. Pemberian bantuan pnyelesaian perselisihan yang dilakukan oleh BP4 Pusat
kepada pasangan yang bersengketa dirasakan belum berjalan efektif. Hal ini
ditunjang dengan bukti-bukti data yang mengarah kesana, yaitu dari 150 kasus
yang diterima oleh BP4 Pusat pada tahun 2009, hanya 5 kasus saja yang dapat
didamaikan oleh konsultan BP4. Disamping itu menurut Prof.Dr.Hj. Ailyah
Hamka yang mengatakan bahwa sekitar 25% sampai 30% dari pasangan yang
mengadukan permasalahannya ke BP4 Pusat yang berhasil didamaikan, dan
sisanya sekitar 60% sampai 75% tidak dapat didamaikan. Mereka lebih
memilih membawa permasalahannya ke Pengadilan Agama dengan
mengajukan gugatan perceraian. Akan tetapi, BP4 Pusat ini sedang terus
berupaya menggalakkan dan mencari jalan yang lebih efektif lagi berguna
dalam memberikan kontribusi mereka kepada masyarakat, agar masyarakat
merasa perlu adanya organisasi lembaga tersebut.
3. Adapun hambatan-hambatan dan tantangan yang dialami oleh BP4 Pusat dalam
memberikan bantuan penyelesaian perselisihan diantaranya yaitu:
a. Masalah Yang Diadukan Sudah Sangat Berat Sekali
Kebanyakan dari mereka yang berselisih biasanya masalah yang
diadukan sudah sangatlah parah, yang bisa dikatakan sudah sangat sulit untuk
didamaikan.
Biasanya pasangan yang berselisih yang mengadukan berbagai macam
persoalannya itu pasangan yang memiliki usia perkawinan yang masih muda,
75
yaitu antara 5 sampai 8 tahun perkawinan. Usia perkawinan yang masih muda
tersebut sangat rentan dengan berbagai macam perselisihan dan perceraian.
b.Salah Satu Pihak Jarang Sekali Datang Untuk Memenuhi Panggilan Mediasi
di BP4
Salah satu pihak yang sedang berselisih jarang sekali datang memenuhi
panggilan BP4. Tidak sedikit dari salah satu pasangan yang dipanggil oleh
BP4 mengabaikan panggilan tersebut. Meskipun waktu panggilan tersebut
sudah disesuaikan dengan waktu luang salah satu pihak yang berselisih
tersebut.
Hal tersebut sangat berbeda sekali dengan panggilan mediasi di
Pengadilan Agama. Mereka cenderung lebih patuh pada panggilan dari
Pengadilan Agama, walaupun masih ada juga yang tidak memenuhi panggilan
mediasi dari Pengadilan Agama karena alasan kesibukan
c. Para Pihak Yang Berselisih Lebih Memilih Datang Sendiri-Sendiri
BP4 dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh pasangan
yang bersengketa perlu mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak
tentang permasalah yang dialami oleh suami isteri. Akan tetapi, kebanyakan
dari mereka yang mengadukan permasalahannya itu datang dengan sendiri-
sendiri. Mereka cenderung tidak mau hadir bersama. Salah satu dari mereka
yang hadir hanya menceritakan keburukan dari pasangan mereka, mereka
lebih cenderung menutup-nutupi keburukuan yang ada pada dirinya.
76
B. Saran-saran Untuk BP4
Setelah penulis melakukan penelaahan dan pembahasan serta penelitian
secara langsung, serta berdasarkan data yang penulis dapatkan, ada beberapa
hal yang ingin penulis sampaikan yang sekiranya bisa menjadi saran bagi
lembaga yang bersangkutan. Pertama, dalam hal sosialisasi BP4 kepada
masyarakat baik mengenai proramnya maupun eksistensinya sebagai lembaga
yang mandiri, professional dan memiliki mitra kerja dengan Kementrian
Agama untuk mencari jalan yang lebih efektif lagi berguna dalam
memberikan kontribusi kepada masyarakat, agar masyarakat merasa perlu
adanya organisasi lembaga tersebut.
Kedua, BP4 harus terus menggalakan program kerjanya, terutama dalam
bidang mediasi dan advokasi agar BP4 mendapat peluang yang telah dibuka
oleh Ketua MA-RI dengan PERMAnya Nomor 1/2008 tentang prosedur
mediasi. Selain itu, anggota pengurus dan tokoh-tokoh BP4 yang sudah
berpengalaman sejak lama mendamaikan perselisihan perkawinan kini perlu
masuk system dengan menjadi mediator bersertifikat yang professional, sesuai
PERMA.
Ketiga, Perlu adanya dukungan dari semua pihak agar proses
menjadikan BP4 sebagai lembaga pelatihan mediasi sesuai PERMA segera
ditempuh secepatnya.
Keempat, hendaknya ada beberapa orang yang selain mengerti akan
hukum agama dan perkawinan juga menguasai bidang psikologi, hal ini sangat
77
mendukung program BP4 sebagai lembaga konsultasi bagi para pasangan yang
sedang dilanda masalah.
Kelima, BP4 harus atau perlu mempunyai lembaga pengawasan
penasihatan perselisihan perkawinan. Hal ini dimaksudkan agar pasangan yang
berselisih yang telah mengadukan permasalahannya dan telah mendapatkan
penasihatan dan penyelesaiaannya selalu tarpantau perkembangan atau kondisi
rumah tangganya, apakah mereka sudah benar-benar damai atau masih ada
masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Karim
Abbas, Ziyad, Fiqh Wanita Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1991
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Akademika
Pressindo, 1992
Abu Dawud, Al-Hafidz, Sunan Abu Dawud, Beiut: Darl Al-Fikr, 1994, Jilid 2
Ahmad, Baharuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia : Studi Historis
Metodelogis, Jakarta: Gaung Persada, 2001
Ali Akbar, Meningkatkan Usaha BP4 Dalam Penasihatan : Problem
Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan Dan Pembinaan Keluarga,
Majalah Nasihat Perkawinan dan Keluarga, Jakarta : BP4 Pusat, 1996,
edisi Januari No. 283
Al-Nawawy, Abu Zakariya bin Yahya, Mughni al-Muhtaj, Mesir: Mustafa Al-
Babi Al-Halaby, 1957
Al-Asqalani, Fathul Baari : Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari, Jakarta:
Pustaka Azam, 2005
Al-Hamdani, H.S.A, Risalah Nikah, Pekalongan: Raja Murah, 1980
Al-Yahya, M.Bagir, Fiqh Praktis : Menurut Al-Qur’an As Sunnah dan
Pendapat Para Ulama, Bandung: Mizan, 2002, Cet. Ke-2
Al-Zuhaili, Wahbah., Al-Fiqh Al-Islam Wa Addillatuhu, Damaskus: Daar al-
Fikr, 1989, Jilid VI. cet. Ke-3.
78
79
Amidhan dan Moeslim Abdurrahman, Pedoman Penasehatan : Badan
Penaseha Perkawinan Perselisihan dan Perceraian, Jakarta :
Departemen Agama RI, 1980
Ansary, Hafiz A.Z dan Khuzaemah T. Yanggo (ed), Problematika Hukum
Islam Kontemporer II, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1996, cet. II
Arikunto, Suharismi, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta: Rineka Cipta, 2006
BP4 Pusat, Hasil Musyawarah BP4 X dan Pemilihan Ibu Teladan Tingkat
Nasional VII : Majalah Nasihat Perkawinan dan Keluarga, Jakarta :
BP4 Pusat, 1995, edisi Juli No. 277
BP4 Pusat, Hasil Musyawarah Nasional BP4 ke XIV Tahun 2009
Emirzon, Joni, Alternatif Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan :
Negosiasi Mediasi Konsilisasi dan Arbitrase, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2003
Departemen Agama RI., Kompilasi Hukum Islam, Direktorat Pembinaan
Badan Peradilan Agama Islam, Tahun 2001
Depertemen Agama RI, Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian
Perkawinan, hasil Musyawarah Nasional BP4 XII dan Pengukuhan
Keluarga Sakinah, Jakarta : Departemen Agama, 2001
Djaelani, Abdul Qadir, Keluarga Sakinah, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993
Djamal, R.Abdul, Hukum Islam, Bandung: CV Mundur Maju, 1992, Cet. Ke-1
Ghazaly, Abd. Rahman, Fikih Munakahat, Jakarta: Prenada Media, 2003
Harahap, M.Yahya, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan Persidangan
Penyitaan Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001
80
Hasan, Zamhari, Problematika BP4 Dalam Menurunkan Angka Perceraian,
Majalah Nasihat Perkawinan dan Keluarga, Jakarta: BP4 Pusat, 1997,
edisi Juni No.301
Handoko, T. Ham, Manajemen, Yogyakarta : BPFE, 1998, cet. Ke-2
Kamal, Muhtar., Asas-Asas Hukum Islam Dalam Perkawinan, Jakarta: Bulan
Bintang, 1992, Cet. Ke-2
Latief, Jamil, Aneka Hukum Perceraian Di Indonesia, Jakarta: Ghaila
Indonesia, 1981
Muchtar, Zubaidah, Funsi dan Tugas BP4, Majalah Nasihat Perkawinan dan
Keluarga, Jakarta: BP4 Pusat, 1997, Edisi Maret No.221
Mustoha, Kerjasama Badan Penasihat Perkawinan Perselisihan dan
Perceraian Dengan Peradilan Agama : Makalah Loka Karya, Jakarta :
BP4 Pusat, 1997
Nasar, M.Fuad, Peranan BP4 Dalam Pembinaan Keluarga, Majalah Nasihat
Perkawinan dan Keluarga, Jakarta: BP4 Pusat 1996, edisi Januari
No.283
Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1985
Rifa’I, Muhammad dan M. Zuhri Salomo, Terjemah Khulasa Kifayatul
Akhyar, Semarang: CV Toha Putra, 1983, Cet. Ke-2
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Beirut: Darl Al-Fikr, 1977, Juz II dan III, Cet.
Ke-4
Saputra, Djazuli Wangsa et. al, Peran BP4 dan Lembaga Konsultasi
Perkawinan dan Keluarga : Majalah Nasihat Perkawinan dan
Keluarga, Jakarta : BP4 Pusat, 1998, edisi Januari No. 187,
81
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986,
Cet. Ke-3
Sujadi F. X, Penunjang Keberhasilan Proses Management, Jakarta : CV
Masagung, 1990, cet. Ke-3
Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007
Thalib, Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UIP, 1997, Cet. Ke-
2
Yanggo, Khuzemah Tahido, Masail Fiqhiyyah : Kajian Hukum Islam
Kontemporer, Bandung: Angkasa, 2005
Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Hidakarya Agung, 1990
LAMPIRAN ‐ LAMPIRAN