lia puspitasari
TRANSCRIPT
TESIS
EKSTRAK ETANOL DAUN PANDAN WANGI
(Pandanus amaryllifolius R.) 10% DAPAT
MENURUNKAN IMMOBILITY TIME
DAN KADAR KORTISOL TIKUS JANTAN GALUR
WISTAR YANG DEPRESI
LIA PUSPITASARI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
i
TESIS
EKSTRAK ETANOL DAUN PANDAN WANGI
(Pandanus amaryllifolius R.) 10% DAPAT
MENURUNKAN IMMOBILITY TIME DAN
KADAR KORTISOL TIKUS JANTAN GALUR
WISTAR YANG DEPRESI
LIA PUSPITASARI
1490761043
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
ii
EKSTRAK ETANOL DAUN PANDAN WANGI
(Pandanus amaryllifolius R.) 10% DAPAT
MENURUNKAN IMMOBILITY TIME DAN
KADAR KORTISOL TIKUS JANTAN GALUR
WISTAR YANG DEPRESI
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Biomedik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
LIA PUSPITASARI
1490761043
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 30 JUNI 2016
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. dr. I Made Jawi, M. Kes Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si
NIP. 195812311986011006 NIP. 195705131986011001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK
NIP. 195805211985031002
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)
NIP. 195902151985102001
iv
PENETAPAN PENGUJI
Tesis ini Telah Diuji pada
Tanggal 30 Juni 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
No: 2940/UN14/4/HK/2016, Tanggal 23 Juni 2016
Ketua : Dr. dr. I Made Jawi, M. Kes
Anggota :
1. Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si
2. Prof. Dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK
3. Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M. Repro
4. dr. I Gusti Ayu Artini, S.Ked., M.Sc
v
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang Widi Wasa / Tuhan
Yang Maha Esa, atas rahmat dan anugrah-Nya sehingga tesis yang berjudul
“Ekstrak Etanol Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius R.) 10%
dapat Menurunkan Immobility Time dan Kadar Kortisol Tikus Jantan Galur
Wistar yang Depresi” dapat diselesaikan dan diajukan sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Magister Biomedik (M.Biomed) di Program Studi Biomedik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Penyusunan tesis ini tidaklah terlepas dari dukungan, saran, dan bimbingan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan yang tersedia ini sudah
sepantasnya penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Prof. Dr. dr. Ketut
Suastika, Sp. PD, KEMD, sebagai Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A.
Raka Sudewi, Sp. S (K) selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas
Udayana, dan Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc., Sp.GK selaku Ketua
Program Studi Ilmu Biomedik atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister di Universitas
Udayana.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr. dr. I Made Jawi,
M.Kes selaku dosen pembimbing I dan Dr. dr. Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si
selaku pembimbing II yang telah memberikan penulis bimbingan, saran, serta
dorongan dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih
kepada para penguji diantaranya Prof. dr. IGM. Aman, Sp.FK, Dr.dr. Bagus
vii
Komang Satriyasa, M.Repro, dan dr. I Gusti Ayu Artini, M.Sc yang telah banyak
memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.
Terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh dosen dan staf pegawai
di Magister Biomedik yang telah memberikan bantuan selama penyusunan usulan
penel itian ini; serta keluarga penulis, Ayah Dr. Ir. I Nyoman Arthanegara, Msi.
dan Ibu Ni Ketut Yasmari, kakak dan adik penulis Diah Ariyantini,S.S serta Alita
Ayuningtyas yang dengan sabar memberikan ruang dan waktu dalam penulisan
tesis ini; seluruh rekan-rekan farmakologi Legis, Rani, Citra, dan para sahabat
Darpita, Widi, Dharmesti, Clarissa, Edy yang telah memberikan kritikan
konstruktif terhadap penulis dalam penyusunan tesis ini; dan semua pihak yang
telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak, sehingga
dapat menjadi lebih baik lagi dimasa depan. Penulis berharap semoga tesis ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Denpasar, Juni 2016
Penulis
viii
ABSTRAK
EKSTRAK ETANOL DAUN PANDAN WANGI (Pandanus
amaryllifolius R.) 10% DAPAT MENURUNKAN IMMOBILITY TIME DAN
KADAR KORTISOL TIKUS JANTAN GALUR WISTAR YANG DEPRESI
Depresi merupakan gangguan emosional dan jiwa yang terjadi akibat
ketidaknormalan pada kadar serotonin, norepinefrin, dopamin, dan kortisol pada
darah, urin, serta cairan serebrospinalis. Tanaman yang diduga memiliki aktivitas
antidepresan dan mampu menormalkan abnormalitas yang terjadi yaitu daun
pandan wangi yang mengandung berbagai metabolit sekunder. Penelitian ini
bertujuan untuk membuktikan efek pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi
(Pandanus amaryllifolius R.) 10% terhadap penurunan immobility time dan kadar
kortisol tikus jantan galur wistar yang depresi.
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental laboratorik
menggunakan pretest-postest control group design, dengan jumlah sampel
sebanyak 24 ekor yang dibagi kedalam 4 kelompok perlakuan. Induksi depresi
dilakukan dengan metode tail suspention test selama 3 menit setiap hari dalam 10
hari. Aktivitas antidepresan dinilai melalui pengukuran durasi immobility time
dengan metode forced swimming test dan melalui pengukuran kadar kortisol
dengan metode ELISA.
Berdasarkan hasil pengukuran immobility time pada hewan uji, ekstrak etanol
daun pandan wangi 10% mampu menurunkan durasi immobility time sebesar
45,26% (p<0,05) dan menurunkan kadar kortisol sebesar 33,24% (p<0,05). Dapat
dilihat juga pengaruh perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol daun pandan
wangi 10% pada pretest dan posttest pengukuran immobility time dan kadar
kortisol dengan p<0.05 pada analisis t-paired test. Penurunan immobility time dan
penurunan kadar kortisol pada pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi 10%
belum mampu memberikan penurunan yang sama atau lebih baik dibandingkan
dengan kontrol positif (pemberian amitriptilin) dengan nilai p<0,05.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak
daun pandan wangi 10% dapat menurunkan durasi immobility time dan kadar
kortisol tikus jantan galur wistar yang depresi.
Kata Kunci: depresi, ekstrak pandan wangi, immobility time, kortisol
ix
ABSTRACT
ETHANOL EXTRACT 10% OF PANDANUS AMARYLLIFOLIUS R.
LEAVES DECREASED IMMOBILITY TIME AND CORTISOL LEVELS
IN DEPRESSION MALE WISTAR RATS
Depression is an emotional and soul disorders that occurs due to abnormality
of serotonine, norepinephrine, dopamine and cortisol levels in blood, urine and
cerebrospinal fluid. Herb that assumed have antidepresant activity and able to
normalise this abnormality condition is pandan leaf (Pandanus amaryllifolius R)
with some secondary metabolites. The purpose of this reseach is to investigate the
effect of pandan leaf extract in decreasing immobility time and cortisol levels in
male wistar induced depression.
This research used experimental laboratory pretest and posttest control group
design, with 24 sample that divided into four group. Depression was inducted with
tail suspention test method for 3 minutes a day in 10 days. Antidepressant activity
observed by measurement of immobility time in forced swimming test method
and analysis of cortisol levels with ELISA method.
Based on the results of this research, ethanol extract of pandan leaves 10%
able decreased immobility time for 45,26% (p<0,05) and decreased cortisol level
for 33,24% (p<0,05). In t-paired test analysis, extract ethanol of pandan leaves
10% showed that there was an influence with this treatment in immobility time
and cortisol level pretest and posttest data (p<0,05). Another result from this
research showed that ethanol extract of pandan leaves 10% did not decrease
immobility time and cortisol levels more better than positive control (amitriptilin
treatment) p<0,005.
It can be concluded that administration of extract ethanol pandan leaves 10%
decreased immobility time and cortisol levels in depression male wistar rats.
Key Words : depression, extract ethanol of pandan leaves, immobility time,
cortisol
x
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM....................................................................................... i
PRASYARAT GELAR ................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... iii
PENETAPAN PENGUJI................ ............................................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................... v
UCAPAN TERIMAKASIH .......................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................... viii
ABSTRACT ................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
DAFTAR ARTI, LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH .................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 4
1.3.1 Tujuan umum ..................................................................... 4
1.3.2 Tujuan khusus .................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 4
1.4.1 Manfaat ilmiah ................................................................... 4
1.4.2 Manfaat praktis .................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6
2.1 Depresi ........................................................................................ 6
2.1.1 Patofisiologi depresi............................................................ 6
2.1.2 Terapi depresi ..................................................................... 8
2.1.3 Amitriptilin ......................................................................... 12
xi
2.2 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius R.) .............................. 14
2.2.1 Taksonomi tanaman ............................................................ 14
2.2.2 Morfologi tanaman ............................................................. 14
2.2.3 Kandungan kimia dan aktivitas farmakologi........................ 15
2.2.4 Mekanisme zat aktif daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius L.) sebagai antidepresan .............................. 16
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN ................................................................................. 18
3.1 Kerangka berpikir ........................................................................ 18
3.2 Konsep penelitian ........................................................................ 20
3.3 Hipotesis ...................................................................................... 20
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................ 21
4.1 Rancangan penelitian ................................................................... 21
4.2 Lokasi dan waktu penelitian ........................................................ 22
4.2.1 Tempat penelitian............................................................... 22
4.2.2 Waktu penelitian ................................................................ 22
4.3 Penentuan Sumber Data ............................................................... 23
4.3.1 Besar sampel ...................................................................... 23
4.3.2 Kriteria sampel ................................................................... 23
4.4 Variabel Penelitian ...................................................................... 24
4.4.1 Variabel bebas ................................................................... 24
4.4.2 Variabel terikat .................................................................. 24
4.4.3 Variabel terkendali ............................................................ 24
4.5 Definisi Operasional .................................................................... 24
4.6 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................ 25
4.6.1 Alat penelitian ................................................................... 25
4.6.2 Bahan penelitian ................................................................ 25
4.7 Prosedur Penelitian ...................................................................... 25
xii
4.7.1 Determinasi tanaman ......................................................... 25
4.7.2 Pengumpulan dan preparasi sampel ................................... 26
4.7.3 Pembuatan ekstrak etanol daun pandan wangi ................... 26
4.7.4 Skrining fitokimia ekstrak etanol daun pandan wangi ......... 26
4.7.5 Uji aktivitas antidepresan ekstrak etanol daun pandan
wangi ................................................................................. 28
4.8 Analisis Data ............................................................................... 33
4.9 Alur Penelitian............................................................................. 35
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 36
5.1 Hasil Penelitian ........................................................................... 36
5.1.1 Hasil skrining fitokimia ...................................................... 36
5.1.2 Analisis deskriptif .............................................................. 36
5.1.3 Uji normalitas data ............................................................. 37
5.1.4 Uji homogenitas data antar kelompok ................................ 38
5.1.5 Hasil analisis one way anova ............................................. 38
5.1.6 Uji komparabilitas ............................................................. 38
5.2 Pembahasan ................................................................................. 43
5.2.1 Uji aktivitas antidepresan ................................................... 43
5.2.1.1 Pengaruh ekstrak etanol daun pandan wangi
terhadap immobility time ...................................... 45
5.2.1.2 Pengaruh ekstrak etanol daun pandan wangi
terhadap kadar kortisol serum .............................. 52
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 57
6.1 Simpulan ..................................................................................... 57
6.2 Saran ........................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 58
LAMPIRAN ................................................................................................. 62
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Tabel 5.7
Tabel 5.8
Tabel 5.9
Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 96% Daun Pandan
Wangi ...................................................................................
Data Immobility Time Pretest dan Posttest..........................
Data Kadar Kortisol Pretest dan Posttest.............................
Hasil Uji Normalitas Data Immobility Time..........................
Hasil Uji Normalitas Data Kadar Kortisol............................
Hasil Uji Homogenitas Data Immobility Time dan Kadar
Kortisol..................................................................................
Hasil Uji One-way Anova Data Immobility Time dan
Kadar Kortisol.......................................................................
Hasil Uji Least Significant Difference (LSD) antar
Kelompok Pretest...................................................................
Hasil Uji Least Significant Difference (LSD) antar
Kelompok Posttest.................................................................
36
36
37
37
37
38
38
39
40
xiv
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Foto Tanaman Pandan Wangi................................................
Rancangan Penelitian............................................................
Skema Kerja Penelitian.........................................................
Perbandingan Durasi Immobility Time Data Pretest dan
Posttest..................................................................................
Perbandingan Kadar Kortisol Pretest dan Posttest...............
14
21
35
40
42
xv
DAFTAR ARTI, LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH
5-HT = Serotonin,
ACPY = 2-acetyl-1-pyrroline
ACTH = Adrenocorticotropic Hormone
ALU = Animal Laboratorium Unit
BDNF = Brain-Derived Neurotrophic Factor
CMC-Na = Carboxymethyle Cellulose-Natrium
CRH = Cortikotropin Releasing Hormon
DA = Dopamine
ELISA = Enzyme Linked Immunosorbent Assay
ERK = Ekstraselular Signal Regulated Kinase
FST = Forced Swim Test
GABA = Gamma Amino Butiric Acid
HPA = Hipotalamus-Pituitari-Adrenal
IL- 6 = Interleukin-6
MAO = Monoamine Oksidase
MAOI = Monoamine Oksidase Inhibitor
NE = Norepinefrin
NET = Norepinefrin Transporter
PC12 = Pheochromocytoma Cell
SD = Standar Deviasi
SERT = Serotonine Reuptake Transpoter
SNRI = Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor
t ½ = Waktu paruh
TCA = Trycyclic Antidepressant
TNF-α = Tumor Nekrosis Factor-alfa
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Surat Keterangan Kelaikan Etik Penelitian...........................
Surat Keterangan Determinasi Tanaman Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius R.).................................................
Hasil Statistik Data Immobility Time.....................................
Hasil Statistik Data Kadar Kortisol Serum............................
Dokumentasi Penelitian.........................................................
62
63
65
73
80
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Depresi merupakan gangguan emosional dan jiwa yang terjadi akibat adanya
gangguan keseimbangan neurotransmiter di otak, serta dapat disebabkan oleh
faktor keturunan. Dampak yang ditimbulkan akibat depresi cukup besar, mulai
dari menurunnya produktivitas kerja, ketergantungan narkotika dan psikotropika,
gangguan dalam hubungan interpersonal seseorang, berbagai penyakit, serta yang
paling berbahaya yaitu kasus bunuh diri yang terus bertambah dari tahun ke tahun.
Hal ini tentunya akan dapat dihindari jika penderita depresi memperoleh terapi
yang tepat.
Terapi bagi penderita depresi adalah obat yang dapat meningkatkan mood
atau yang dikenal sebagai obat antidepresan. Dalam terapi depresi, penggunaan
antidepresan biasanya dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama terutama
sebagai terapi pemeliharaan jangka panjang. Terlebih lagi hanya sebagian obat
antidepresan yang bekerja selektif, sehingga tidak jarang pada penggunaannya
menimbulkan berbagai efek samping seperti efek pada jantung, penglihatan kabur,
obstipasi, mulut kering, retensi urin, sedasi, peningkatan nafsu makan, hipotensi
ortostatis, serta kelainan darah (Gunawan, 2009; Syarif et al., 2011). Berdasarkan
hal tersebut, sangat penting untuk menemukan obat alternatif yang tidak hanya
efektif menurunkan prevalensi, morbiditas, mortalitas dari gangguan depresi
namun sekaligus mampu memperbaiki kemampuan obat sebelumnya dengan efek
2
samping yang lebih kecil dari obat-obat antidepresan yang selama ini telah banyak
digunakan.
Salah satu tanaman potensial yang memiliki beberapa aktivitas sebagai
antidepresan yaitu tanaman pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R). Secara
empiris tanaman pandan wangi digunakan sebagai tonikum, penambah nafsu
makan, pewangi dan penenang (Dalimartha, 2009). Di daerah Bali, pandan wangi
merupakan salah satu tanaman yang mudah ditemui di pekarangan rumah, karena
biasa digunakan sebagai salah satu sarana upakara. Tanaman ini juga belum
banyak diketahui mengandung berbagai metabolit seperti alkaloid, flavonoid,
saponin, tanin, polifenol, terpenoid, steroid, essensial oil, karotenoid, tokoferol,
dan kuersetin (Lopez dan Nonato 2005; Prameswari dan Widjanarko, 2014).
Pada penelitian terhadap beberapa tanaman lain diketahui bahwa metabolit
tanaman yang terkandung pada pandan wangi tersebut memiliki aktivitas sebagai
antidepresan (Bahramsoltani et al., 2015). Alkaloid dari tanaman Piper longum
memperlihatkan efek antidepresan dengan menurunkan hormon
adrenokortikotropik, menghambat enzim monoamine oksidase (MAO),
meningkatkan serotonin (5-HT) otak, dan kadar Brain-Derived Neurotrophic Factor
(BDNF) (Bahramsoltani et al., 2015).
Flavonoid narigenin dari tanaman anggur bekerja melalui peningkatan
serotonin (5-HT), norepinefrin (NE), dan kadar BDNF serta menurunkan aktivitas
MAO. Tanin dari tanaman Terminalia chebula memberikan efek neuroprotektif
serta meningkatkan ketersediaan monoamine di otak. Saponin dari tanaman
ginseng menunjukkan efek antidepresan dengan mempengaruhi jalur signaling
3
BDNF, HPA axis, dan neurogenesis hipokampus, serta meningkatkan kadar
monoamin. Terpenoid dari tanaman Origanum majorana memberikan efek
antidepresan dengan melibatkan reseptor dopamine serta dengan meningkatkan
kadar NE dan 5-HT di otak (Shekar et al. 2012; Bahramsoltani et al., 2015).
Kandungan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan terpenoid yang terdapat
dalam daun pandan wangi membuat ekstrak dari tanaman ini memiliki mekanisme
kerja yang hampir sama dengan salah satu obat antidepresan golongan trisiklik
yaitu amitriptilin. Saat ini amitriptilin menjadi salah satu pilihan terapi yang
banyak digunakan dalam pengobatan depresi. Ekstrak etanol daun pandan wangi
dalam penelitian ini diharapkan mampu membuktikan kebenaran khasiat yang
dimiliki sebagai antidepresan. Berdasarkan uraian tersebut, maka akan dilakukan
penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi pada
hewan uji sebagai antidepresan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius
R.) 10% dapat menurunkan immobility time tikus jantan galur wistar yang
depresi?
2. Apakah pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius
R.) 10% dapat menurunkan kadar kortisol tikus jantan galur wistar yang
depresi?
4
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Membuktikan aktivitas ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius R.) sebagai antidepresan melalui penurunan immobility time dan
penurunan kadar kortisol.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Membuktikan pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius R.) 10% dapat menurunkan immobility time tikus jantan galur
wistar depresi.
2. Membuktikan pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius R.) 10% dapat menurunkan kadar kortisol tikus jantan galur
wistar depresi.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan terutama mengenai tanaman herbal yang dapat memberikan efek
sama atau hampir sama sebagai antidepresan, serta memiliki efek samping yang
lebih rendah dibandingkan obat antidepresan yang telah ada.
1.4.2 Manfaat praktis
Pada penelitian ini diharapkan dapat diketahui pengaruh dari pemberian
ekstrak etanol daun pandan wangi sebagai antidepresan. Serta diharapkan juga
dapat diketahui salah satu mekanisme kerja daun pandan wangi sebagai
5
antidepresan melalui pengaruhnya terhadap kadar kortisol tikus jantan galur
Wistar yang depresi.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Depresi
Depresi merupakan gangguan yang heterogen akibat terganggunya satu masa
fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala
penyertanya, termasuk gangguan tidur dan nafsu makan, defisit dalam kognisi dan
energi, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, timbul rasa putus asa, rasa bersalah
dan tidak berdaya, tidak berharga, serta bunuh diri (Katzung et al., 2014). Depresi
diakibatkan karena terjadinya gangguan keseimbangan antara neurotransmiter di
otak, karena berkurangnya serotonin (5-HT) atau adrenalin di saraf-saraf otak
(Tjad dan Rahardja, 2010).
2.1.1 Patofisiologi depresi
Hingga saat ini, depresi masih dikaitkan dengan defisit dari fungsi atau
jumlah monoamin (hipotesis monoamin). Faktor neurotropik (hipotesis
neurotropik) dan endokrin (hipotesis endokrin) juga diketahui memiliki peranan
penting dalam mencetuskan terjadinya depresi (Katzung et al., 2014).
A. Hipotesis neurotrofik
Faktor pertumbuhan saraf, Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF)
memiliki peran penting dalam regulasi plastisitas, ketahanan, dan pembentukan
saraf (neurogenesis). Brain-derived neurotrophic factor (BDNF) diperkirakan
memberi pengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan neuron melalui
pengaktivan reseptor tirosin kinase B di neuron dan sel glia (Katzung et al., 2014).
7
Stres memiliki kaitan dengan penurunan kadar BDNF dan berkurangnya
dukungan neurotrofik. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan struktural
atrofik di hipokampus dan bagian lain seperti korteks frontalis medialis dan
singulatus anterior. Hipokampus berperan penting dalam ingatan kontekstual dan
regulasi sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (PHA), sedangkan singulatus
anterior berperan dalam integrasi rangsang emosi, sementara korteks frontalis
orbital medialis juga diduga berperan dalam ingatan, belajar dan emosi.
Terjadinya depresi berkaitan dengan hilangnya aktivitas neurotrofik, dimana pada
depresi mayor terjadi pengurangan 5-10% volume hipokampus dan pengurangan
substansial volume di singulus anterior dan korteks frontalis orbital medialis.
Berkurangnya volume pada struktur hipokampus akan bertambah sesuai lama
sakit dan jumlah waktu ketika depresi yang terjadi tidak diobati (Katzung et al.,
2014).
B. Hipotesis monoamin dan neurotransmiter lain.
Pada hipotesis monoamin, dijelaskan bahwa depresi yang terjadi dikaitkan
dengan dengan terjadinya defisiensi pada jumlah atau fungsi serotonin (5-HT),
norepinefrin (NE), dan dopamin (DA) dalam korteks dan limbus (Katzung et al.,
2014).
C. Hipotesis neuroendokrin
Hipotesis neuroendokrin menjelaskan keterkaitan kelainan hormon dengan
terjadinya depresi. Terjadinya depresi dilaporkan berhubungan dengan
peningkatan kadar kortisol. Pada hipotesis ini disebutkan bahwa glukokortikoid
eksogen dan peningkatan kortisol endogen diketahui berkaitan dengan gejala-
8
gejala mood dan defisit kognitif serupa dengan peningkatan yang terjadi pada
depresi (Katzung et al., 2014).
Peningkatan Kortisol Pada Depresi
Seluruh respon umum dari proses adaptasi tubuh seperti menerima stresor
fisik dan psikologis dikendalikan oleh hipotalamus. Setelah menerima stresor,
hipotalamus akan segera mengaktifkan saraf simpatis, dan mengeluarkan
Cortikotropin Releasing Hormon (CRH). Cortikotropin Releasing Hormon (CRH)
ini kemudian akan merangsang sekresi dari (Adrenocorticotropic Hormone)
ACTH, dimana ACTH kemudian akan menimbulkan rangsangan terhadap sekresi
kortisol serta merangsang pengeluaran vasopresin (Sherwood, 2001). Stresor yang
bersifat konstan akan mengakibatkan kenaikan kadar kortisol dan berpengaruh
secara signifikan pada sistem homeostasis tubuh. Tingginya kadar kortisol ini
dapat digunakan sebagai salah satu indikator gangguan psikologis (Silverthorne,
2001).
2.1.2 Terapi depresi
Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan depresi dikenal sebagai obat
antidepresan. Berdasarkan mekanisme kerjanya obat-obat antidepresan dapat
dibedakan menjadi beberapa golongan besar seperti Selective Serotonin Reuptake
Inhibitors (SSRI), Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI),
Inhibitor Monoamin Oksidase, Antagonis 5-HT2, Antidepresan Tetrasiklik dan
Unisiklik.
9
A. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
Golongan obat SSRI bekerja secara spesifik menghambat ambilan serotonin
oleh pengangkut serotonin. Pengangkut serotonin merupakan suatu glikoprotein
transmembran yang terbenam di membran ujung akson dan badan sel neuron yang
melakukan pelepasan serotonin di dalam sel (Syarif et al., 2011). Selektive
Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) secara alosteris menghambat pengangkutan
dengan mengikat reseptor di luar tempat pengikatan aktif untuk serotonin.
Selektive Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) memiliki efek paling ringan pada
neurotransmiter lain (Syarif et al., 2011). Obat ini memiliki afinitas tinggi
terhadap reseptor monoamin tetapi tidak memiliki afinitas terhadap
adrenoreseptor α, histamin, muskarinik atau asetilkolin yang dijumpai pada
antidepresan trisiklik (TCA) (Tjad dan Rahadja, 2010; Syarif et al., 2011;
Katzung et al., 2014).
Beberapa obat yang termasuk kedalam golongan SSRI adalah fluoksetin,
paroksetin, sertralin, fluvoksamin, sitalopram dan esitalopram. SSRI memiliki
masa kerja yang panjang antara 15-24 jam, karena memiliki waktu paruh
eliminasi yang lebih panjang (Syarif et al., 2011). Efek samping yang sering
ditimbulkan akibat penggunaan golongan obat ini yaitu mual, penurunan libido
dan gangguan fungsi seksual lainnya (Syarif et al., 2011).
B. Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI)
Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI) bekerja dengan
melakukan pengikatan pada pengangkut serotonin dan pengangkut norepinefrin
(Tjad dan Rahadja, 2010). Pengangkut norepinefrine secara struktur sangat mirip
10
dengan pengangkut serotonin. Pengangkut norepinefrine adalah suatu kompleks
transmembran yang secara alosteris mengikat norepinefrin. Pengangkut
norepinefrin juga memiliki afinitas ringan terhadap dopamin. Afinitas sebagian
besar SNRI cenderung lebih besar untuk pengangkut serotonine daripada untuk
pengangkut norepinefrine. Serotonine Norepinephrine Reuptake Inhibitor (SNRI)
tidak memiliki efek antihistamin, menghambat adrenergik-α, dan antikolinergik
poten seperti yang dimiliki oleh obat antidepresan trisiklik (Tjad dan Rahadja,
2010).
C. Inhibitor monoamin oksidase.
Golongan obat inhibitor monoamin-oksidase (MAOI) telah digunakan
sebagai antidepresan sejak 15 tahun lalu, akan tetapi kini jarang digunakan karena
toksisitas dan besarnya kemungkinan interaksi obat dan makanan yang fatal.
Pemakaian utamanya saat ini adalah untuk mengobati depresi yang tidak responsif
terhadap antidepresan lain (Katzung et al., 2014).
Obat golongan MAOI bekerja dengan mengurangi kerja monoamin oksidase
di neuron dan meningkatkan kandungan monoamin. (Katzung et al., 2014).
Monoamin oksidase dalam tubuh berfungsi dalam proses deaminasi oksidatif
katekolamin di mitokondria. Proses ini dihambat oleh MAOI karena terbentuk
suatu kompleks antara MAOI dan MAO yang mengakibatkan terjadinya
peningkatan kadar epinefrin, norepinefrin, dan serotonin (Syarif et al., 2011).
Inhibitor monoamine oksidase (MAOI) tidak hanya menghambat MAO, tetapi
juga menghambat enzim-enzim lain yang mengakibatkan terganggunya
metabolisme banyak obat di hati, dimana penghambatan enzim ini sifatnya
11
ireversibel. Penghambatan akan mencapai puncaknya dalam beberapa hari, tetapi
efek antidepresinya baru terlihat setelah 2-3 minggu, sedangkan pemulihan
metabolisme katekolamin baru terjadi setelah obat dihentikan 1-2 minggu (Syarif
et al., 2011).
Penggunaan obat golongan MAOI sebagai antidrepresan kini sudah sangat
terbatas karena diketahui memiliki efek toksik, dan banyak keadaan depresi yang
tidak dapat diubah sama sekali. Efek samping yang sering terjadi pada
penggunaan obat ini yaitu terjadinya hipotensi dan hipertensi. Hipertensi dapat
disebabkan oleh tertimbunnya katekolamin di dekat reseptor. Hipotensi mungkin
terjadi karena menghambat MAO mencegah pelepasan norepinefrin dari ujung
saraf. Efek samping MAOI yang lain yaitu berupa gejala tremor, insomnia, dan
konvulsi. Adapun beberapa contoh obat golongan ini yaitu moclobemida dan
nialamid (Tjad dan Rahadja, 2010; Syarif et al., 2011).
D. Antagonis 5-HT2
Dua antidepresan yang diduga bekerja sebagai antagonis di reseptor 5-HT2
yaitu trazodon dan nefazodon. Struktur trazodon mencakup sebuah gugus
triazolon yang diduga berperan menghasilkan efek antidepresan. Trazodon
menimbulkan kantuk berat serta tidak menyebabkan toleransi atau
ketergantungan. Nefazodon sendiri sudah jarang digunakan karena diketahui
bersifat hepatotoksik. Trazodon dan nefazodon cepat diserap dan mengalami
metabolisme ekstensif di hati. Kedua obat ini banyak terikat ke protein dan
memiliki ketersediaan hayati terbatas karena metabolismenya yang ekstensif, serta
memiliki waktu paruh yang singkat (Katzung et al., 2014).
12
E. Antidepresan tetrasiklik dan unisiklik
Beberapa antridepresan tidak benar-benar pas untuk dimasukkan ke dalam
penggolongan obat-obat antidepresan lain, seperti bupropion, mirtazapin,
amoksapin, dan maprotilin. Bupoprion memiliki sebuah struktur aminoketon
unisiklik yang menyebabkan profil efek sampingnya berbeda dibandingkan
kebanyakan obat antidepresan. Bupropion memiliki struktur kimiawi yang agak
mirip dengan amfetamin dan bekerja sebagai stimulan karena berefek pada
pengaktifkan susunan saraf pusat (SSP). Mirtazapin, amoksapin, dan maprotilin
memiliki struktur tetrasiklik. Amoksapin dan maprotilin memiliki kemiripan
struktur dan efek samping yang setara dengan antidepresan trisiklik (Katzung et
al., 2014).
2.1.3 Amitriptilin
Amitriptilin derivat dibenzosikloheptadin merupakan antidepresan klasik
yang karena struktur kimianya disebut sebagai antidepresan trisiklik. Obat ini
termasuk salah satu obat yang paling banyak digunakan sebagai terapi depresi dan
digunakan sebagai pengganti MAO-Inhibitor yang tidak banyak digunakan lagi
(Syarif et al., 2011).
Obat ini berkerja dengan menghambat ambilan kembali neurotransmiter di
otak, dimana terjadi hambatan re-uptake dari noradrenalin dan serotonin diotak..
Perbaikan berwujud sebagai perbaikan suasana perasaan (mood), bertambahnya
aktivitas fisik, kewaspadaan mental, perbaikan nafsu makan, dan pola tidur yang
lebih baik (Syarif et al., 2011). Amitriptilin memiliki efek antihistamin dan
antikolinergis, juga sedatif kuat, sehingga baik diberikan pada pasien agresif. Pada
13
manusia normal amitriptilin menimbulkan rasa lelah, obat tidak meningkatkan
alam perasaan (elevation of mood), dan meningkatnya rasa cemas disertai gejala
yang menyerupai efek atropin. Pemberian berulang selama beberapa hari akan
memperberat gejala ini dan menimbulkan kesukaran konsentrasi dan berpikir.
Sebaliknya bila obat diberikan untuk jangka lama pada pasien depresi, terjadi
peningkatan alam perasaan. Amitriptilin mempengaruhi saraf otonom dimana
memperlihatkan efek antimuskarinik, sehingga dapat mengakibatkan penglihatan
kabur, mulut kering, obstipasi, dan retensi urin. Selain itu amitriptilin juga sering
menimbulkan hipotensi ortostatik (Syarif et al., 2011).
Resorpsi amtriptilin dari usus cepat dengan bioavailabilitas 40% dan
persentase pengikatan protein diatas 90%, plasma t1/2nya rata-rata 15 jam. Dalam
hati sebagian besar zat didemetilasi menjadi metabolit aktif nortriptilin dengan
daya sedatif lebih ringan, yang memiliki waktu paruh (t1/2) rata-rata 36 jam.
Ekskresinya berlangsung terutama lewat saluran kemih. Dosis yang biasa
diberikan pada depresi yaitu 3 kali sehari 25 mg, bila perlu dinaikkan berangsur-
angsur sampai 150-300 mg. Intramuscular/intravena 4 kali sehari 20-30 mg
(Syarif et al., 2011).
14
2.2 Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius R.)
2.2.1 Taksonomi tanaman
Gambar 2.1
Foto Tanaman Pandan wangi (Dalimartha, 2009)
Taksonomi tanaman pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R.) adalah sebagai
berikut :
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Pandanales
Familia : Pandanaceae
Genus : Pandanus
Spesies : Pandanus amaryllifolius
(Rohmawati, 1995)
2.2.2 Morfologi tanaman
Pandan wangi merupakan tumbuhan berupa semak atau pohon yang tegak
dengan tinggi 3-7 meter, kadang memiliki cabang, dengan batang berduri, dan
15
memiliki akar tunjang disekitar pangkal batang. Daun pandan wangi dewasa
umumnya memiliki panjang 2-3 meter, lebar 8-12 cm; daun tunggal, duduk,
dengan pangkal memeluk batang; helai daun berbentuk pita, bertulang sejajar,
memiliki ujung daun berbentuk segitiga lancip, tepi daun dan ibu tulang daun
bagian bawah berduri, berwarna hijau muda-hijau tua dengan tekstur daun
berlilin. Bunga pandan wangi jantan dan betina terdapat pada tumbuhan yang
berbeda, memiliki buah yang letaknya terminal atau lateral, soliter atau berbentuk
bulir atau malai yang besar (Rahayu dan Handayani,2008).
2.2.3 Kandungan kimia dan aktivitas farmakologi
Daun pandan wangi memiliki berbagai kandungan kimia dengan aktivitas
farmakologi yang beragam. Bagian daun dari tanaman pandan wangi memiliki
aroma khas, yang diketahui berasal dari kandungan senyawa 2-acetyl-1-pyrroline
(ACPY). Senyawa ini juga terdapat pada tanaman melati, hanya saja memiliki
konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan pada tanaman pandan wangi
(Cheetangdee dan Sinee, 2006).
Daun pandan wangi mengandung senyawa kimia seperti alkaloid saponin,
polifenol, flavonoid, kumarin, terpen dan terpenoid, essential oils, karotenoids,
kuercetin (Lee et al., 2004; Lopez dan Nonato, 2005). Beberapa golongan alkaloid
yang ditemukan pada ekstrak daun pandan wangi yaitu norpandamarilactonine-
A,-B, pandamarilactam, pandamarilacton-1, pandamarine, pandanamine,
pandamarilactonine, serta piperidin. Berdasarkan penelitian Agustiningsih et al.,
(2010) disebutkan bahwa daun pandan wangi memiliki kandungan flavonoid yang
cukup tinggi dimana hasil maserasi daun pandan wangi dengan etanol 96%
16
mengandung kadar fenolik total sebesar 478,762 mg/g dan kadar flavonoid total
99,408 mg/g.
Daun pandan wangi sebelumnya telah banyak digunakan dalam pengobatan
tradisional antara lain untuk menyegarkan tubuh, menurunkan demam, mengatasi
kerontokan, dan sebagai penenang. Kandungan minyak atsiri dari daun pandan
wangi diketahui memiliki aktivitas sebagai stimulan, serta efektif untuk
mengurangi sakit kepala, dan epilepsi (Cheeptham dan Towers, 2002).
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan diketahui juga bahwa
daun pandan wangi memiliki efek sedatif hipnotik. Efek sedatif hipnotik
ditunjukkan pada pemberian ekstrak daun pandan wangi 6 mg/g BB yang terbukti
memperpanjang lama waktu tidur mencit Balb/c. Efek ini diduga karena
kandungan senyawa alkaloid pada ekstrak pandan wangi yang berpengaruh pada
reseptor gamma-aminobutyric acid (GABA), dimana reseptor GABA merupakan
target penting untuk komponen sedatif-hipnotik (Dewi, 2009).
2.2.4 Mekanisme zat aktif daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius L.)
sebagai antidepresan.
Daun pandan wangi memiliki beberapa komponen zat aktif yang pada
tanaman lain memiliki mekanisme tersendiri sebagai antidepresan. Beberapa
komponen zat aktif tersebut antara lain yaitu alkaloid, flavonoid, glikosida,
saponin, dan terpenoid (Lopez dan Nonato, 2005).
Senyawa aktif golongan alkaloid telah lama diketahui memiliki salah satu
khasiat sebagai stimulansia, dapat meningkatkan kesadaran dengan menstimulasi
neuron (khususnya kolinergik) yang bertanggung jawab meningkatkan kesadaran.
17
Alkaloid memperlihatkan efek antidepresan sebagai invers agonis dari reseptor
benzodiazepine, menurunkan kadar hormon adrenokortikotropic, menghambat
enzim MAO, berperan dalam peningkatan dari kadar serotonin dan BDNF level
diotak (Lee et al., 2005; Fortunato et al., 2010; Mao et al., 2011).
Beberapa derivat flavon pada daun pandan wangi dapat bertindak sebagai
ligan pada reseptor GABA dalam susunan saraf pusat dan berikatan dengan
benzodiazepin binding site sehingga menghasilkan efek antidepresan pada hewan
uji (Marder dan Paladini, 2002). Flavonoid sendiri telah diteliti secara luas
memiliki efek antidepresan. Flavonoid berperan dalam peningkatan kadar
serotonin, norepinefrin dengan menurunkan aktivitas monoamine oksidase dan
meningkatkan kadar BDNF seperti reseptor glukokortikoid serta dapat
meningkatkan diferensiasi neuronal dan plasticity.
Tanin memberikan aktivitas antidepresan dengan meningkatkan kadar
monoamine diotak serta memberikan efek neuroprotektif. Saponin menunjukkan
efek antidepresan dengan meningkatkan kadar monoamine dan mempengaruhi
mekanisme melalui jalur signaling BDNF, HPA axis, dan neurogenesis
hipokampus (Shekar et al. 2012; Bahramsoltani et al., 2015).
Terpenoid memberikan efek antidepresan dengan melibatkan reseptor DA,
D1 dan D2, tetapi tidak memiliki interaksi dengan reseptor noradrenergik atau
jalur sintesis 5-HT. Terpenoid juga bekerja dengan meningkatkan kadar NE dan
5-HT di otak (Bahramsoltani et al., 2015).
18
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Depresi merupakan gangguan heterogen yang berkaitan dengan alam
perasaan, emosional dan jiwa. Pengobatan depresi hingga kini menggunakan obat-
obatan antidepresan dengan berbagai efek samping yang cukup mengganggu
pasien terutama dalam pemakaian jangka panjang.
Pada depresi terjadi ketidaknormalan pada kadar serotonin, norepinefrin, dan
dopamin pada darah, urin, serta cairan serebrospinalis, dan perubahan hormon
seperti peningkatan kadar kortisol. Tujuan utama dari terapi pada depresi yaitu
untuk mengembalikan abnormalitas yang terjadi, dengan meningkatkan
ketersediaan monoamine melalui inhibisi aktivitas serotonin transporter (SERT),
norepinefrin transpoter (NET), atau kedua pengangkut monoamin, serta dengan
inhibisi penguraian enzimatik monoamin oksidase.
Salah satu bahan alami yang diduga memiliki aktivitas antidepresan yaitu
ekstrak etanol daun pandan wangi. Ekstrak daun pandan wangi diketahui
mengandung berbagai metabolit sekunder yang pada tanaman lain telah
dibuktikan memiliki aktivitas antidepresan. Berbagai metabolit sekunder tersebut
antara lain yaitu alkaloid, flavonoid, glikosida, lignan, saponin dan terpenoid,
dengan mekanisme kerja yang hampir menyerupai efek pada pemberian
amitriptilin.
Alkaloid diketahui melakukan penghambatan terhadap enzim monoamine
oksidase, meningkatkan kadar serotonin, kadar BDNF, serta modulasi dari HPA
19
axis. Flavonoid bekerja dengan mempengaruhi peningkatan serotonin,
norepinefrin, dan kadar BDNF, serta menurunkan aktivitas monoamine oxidase.
Kuersetin bekerja dengan menurunkan biomarker dari inflamasi, seperti TNF-α
dan IL-6, serta menunjukkan efek neuroprotektif. Tanin mampu meningkatkan
kadar monoamine di otak dan memberikan efek neuroprotektif. Saponin diketahui
mempengaruhi jalur signaling BDNF, HPA axis, serta meningkatkan kadar
monoamin. Terpenoid bekerja dengan melibatkan reseptor dopamin, serta
meningkatkan kadar norepinefrine otak dan kandungan serotonine.
Berdasarkan aktivitas farmakologi dari beberapa metabolit sekunder yang
terdapat pada ekstrak daun pandan wangi tesebut, diduga ekstrak daun pandan
wangi dapat memberikan aktivitas antidepresan yang cukup baik.
20
3.2 Konsep Penelitian
Keterangan:
: tidak diteliti
: diteliti
3.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini antara lain:
1. Ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R.) 10%
dapat menurunkan immobility time tikus jantan galur wistar yang depresi.
2. Ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R.) 10%
dapat menurunkan kadar kortisol tikus jantan galur wistar yang depresi.
Ekstrak Etanol Daun Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius (R.)
Faktor Internal:
- Genetik
- Biologi
- Psikososial
Faktor Eksternal
- Obat
- Herbal
Tikus Depresi
- Immobility time
- Kadar Kortisol
21
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental laboratorik dengan
menggunakan pretest-postest control group design. Secara garis besar rancangan
penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1
Rancangan Penelitian
Keterangan:
P : Populasi
R : Random
S : Sampel
Ra : Ramdom alokasi
TST : Metode induksi depresi dengan Tail Suspention Test
O1 : Observasi pretest immobility time dan kadar kortisol kelompok P1
O3 : Observasi pretest immobility time dan kadar kortisol kelompok P2
O5 : Observasi pretest immobility time dan kadar kortisol kelompok P3
P S
O 1
O 3
O 5
O 7
O 2
O 4
O 6
O 8
TST
TST
TST
P1
P2
P3
P4
R Ra
22
O7 : Observasi pretest immobility time dan kadar kortisol kelompok P4
O2 : Observasi posttest immobility time dan kadar kortisol kelompok P1
O4 : Observasi posttest immobility time dan kadar kortisol kelompok P2
O6 : Observasi posttest immobility time dan kadar kortisol kelompok P3
O8 : Observasi posttest immobility time dan kadar kortisol kelompok P4
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan dibeberapa tempat seperti berikut :
1. Determinasi tanaman pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R.): di UPT
Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali.
2. Pembuatan ekstrak etanol 96% daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius R.): di Laboratorium Farmakognosi dan Fitofarmasi Jurusan
Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana.
3. Uji aktivitas antidepresan ekstrak etanol 96% daun pandan wangi
(Pandanus amaryllifolius R.): di Animal Laboratorium Unit Jurusan
Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana.
4. Analisis kadar kortisol: Di Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
4.2.2 Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada Bulan September 2015-Mei 2016.
23
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1 Besar sampel
Perhitungan besar sampel dihitung berdasarkan rumus Frederer (Hanafiah,
2004).
Rumus:
(n-1) (r-1) ≥ 15
(n-1) (4-1) ≥ 15
(n-1) ≥ 5
n ≥ 6
Keterangan :
n : jumlah ulangan (replikasi)
r : jumlah perlakuan
Berdasarkan perhitungan diatas, besar sampel yang digunakan pada penelitian
ini adalah 6 per kelompok. Untuk menghindari drop out pada sampel ditambahkan
20% sehingga jumlah sampel menjadi 7. Jadi jumlah sampel seluruhnya adalah 28
ekor.
4.3.2 Kriteria sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus galur Wistar yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
Kriteria Inklusi:
a. Tikus putih jantan depresi
b. Memiliki umur 2-3 bulan
c. Berat badan tikus berkisar 150-250 gram
24
Kriteria drop out subjek penelitian
a. Tikus mati/sakit saat penelitian
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Variabel bebas
Pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R.)
10%.
4.4.2 Variabel terikat
Immobility time, kadar kortisol.
4.4.3 Variabel terkendali
Tikus (galur, jenis kelamin, umur, berat badan, sehat), asal tanaman, bagian
tanaman yang digunakan.
4.5 Definisi Operasional
1. Ekstrak etanol daun pandan wangi adalah ekstrak kental yang dibuat dari
hasil maserasi daun pandan wangi menggunakan pelarut etanol 96%, pada
suhu kamar, dengan konsentrasi ekstrak 10%.
2. Tikus depresi merupakan tikus jantan galur wistar sehat yang mengalami
peningkatan immobility time dan kadar kortisol setelah diinduksi depresi
dengan metode tail suspetion test, dimana ekor tikus digantung pada tiang
dengan ketinggian 50 cm selama 3 menit setiap hari dalam 10 hari.
3. Immobility time merupakan waktu putus asa tikus yang diukur
menggunakan metode force swimming test saat hewan tidak bergerak
didalam air, dengan satuan detik diukur pada hari ke-10 (pretest) dan hari
ke-25 (posttest).
25
4. Kadar kortisol adalah kadar kortisol darah tikus yang diukur pada pagi
hari, pada hari ke-10 (pretest) dan hari ke-25 (posttest) dengan metode
enzyme immune assay (ELISA) dalam satuan ng/ml.
4.6 Alat dan Bahan Penelitian
4.6.1 Alat penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pipet tetes, batang pengaduk,
sendok tanduk, cawan porselen, gelas ukur, gelas beker, termometer, timbangan
elektrik (ADAM AFP-360L), vacum rotary evaporator, toples tanpa tutup,
stopwatch, kandang plastik, ember, tiang penggantung, tabung transparan, ELISA
reader.
4.6.2 Bahan penelitian
Bahan tanaman yang digunakan yaitu daun pandan wangi yang berasal dari
wilayah Abiansemal, Bali. Pelarut yang digunakan dalam proses maserasi daun
pandan wangi adalah etanol 96% (teknis, Brataco). Bahan yang digunakan dalam
proses pengujian aktivitas antidepresan yaitu amitriptilin tablet 25 mg, ektrak
etanol daun pandan wangi, aquadest, CMC-Na, ELISA Sigma Aldrich Kortisol
Kitt.
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Determinasi tanaman
Determinasi daun pandan wangi dilakukan di Balai Konservasi Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia Kebun Raya Eka Karya Bedugul, Bali.
26
4.7.2 Pengumpulan dan preparasi sampel
Sampel yang digunakan merupakan daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius R.) yang dipanen dari kawasan Abiansemal, Badung Bali. Daun
pandan yang dipilih yaitu daun segar yang memiliki warna hijau tua dan ukuran
yang relatif sama.
4.7.3 Pembuatan ekstrak etanol daun pandan wangi
Daun pandan wangi segar yang telah dikumpulkan, dibersihkan terlebih
dahulu dan dipilih daun yang memenuhi persyaratan sebagai simplisia. Daun
pandan wangi selanjutnya diiris tipis, dan dirajang hingga menyerupai serbuk.
Serbuk simplisia segar dari daun pandan wangi kemudian ditimbang sebanyak
100 gram untuk dilakukan proses maserasi dengan 300 mL etanol 96%. Ekstrak
yang diperoleh kemudian diuapkan menggunakan vacum rotary evaporator pada
suhu 40°C hingga diperoleh ekstrak kental (Agustiningsih, 2010).
4.7.4 Skrining fitokimia ekstrak etanol daun pandan wangi
Uji fitokimia pada ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus
amaryllifolius R.) meliputi pemeriksaan alkaloid, flavonoid, saponin, tanin,
polifenol, steroid dan triterpenoid.
A. Pembuatan larutan uji fitokimia
Pembuatan larutan uji untuk skrining fitokimia dilakukan dengan melarutkan
500 mg ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R.) dalam 50
mL etanol 96%.
27
B. Pemeriksaan alkaloid
Sebanyak 2 mL larutan ekstrak uji diuapkan diatas cawan porselin hingga
diperoleh residu. Residu kemudian dilarutkan dengan 5 mL HCL 2N. Larutan
yang didapat kemudian di bagi ke dalam 3 tabung reaksi. Tabung pertama
ditambahkan dengan asam encer yang berfungsi sebagai blanko. Tabung kedua
ditambahkan pereaksi Dragendroff sebanyak 3 tetes dan tabung ketiga
ditambahkan pereaksi Mayer sebanyak 3 tetes. Terbentuknya endapan jingga pada
tabung kedua dan endapan kuning pada tabung ketiga menunjukkan adanya
alkaloid (Tiwari et al., 2011).
C. Pemeriksaan flavonoid
Sebanyak 1 mL larutan ekstrak uji, basahkan sisanya dengan aseton P,
tambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus asam oksalat P,
panaskan hati-hati diatas tangas air dan hindari pemanasan berlebihan. Campur
sisa yang diperoleh dengan 10 mL eter P. Amati dengan sinar UV 366 nm; larutan
berfluoresensi kuning intensif, menunjukkan adanya flavonoid (Tiwari et al.,
2011).
D. Pemeriksaan saponin
Sebanyak 10 mL larutan ekstrak uji dalam tabung reaksi dikocok vertikal
selama 10 detik kemudian dibiarkan selama 10 detik. Pembentukan busa setinggi
1-10 cm yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit, menunjukkan adanya
saponin. Pada penambahan 1 tetes HCL 2N, busa tidak hilang (Tiwari et al.,
2011).
28
E. Pemeriksaan tanin dan polifenol
Sebanyak 3 mL larutan ekstrak uji dibagi kedalam 3 bagian yaitu tabung A,
tabung B, tabung C. Tabung A digunakan sebagai blanko, tabung B direaksikan
dengan larutan besi (III) klorida 10%, warna biru tua atau hitam kehijauan
menunjukkan adanya tanin dan polifenol, sedangkan pada tabung C hanya
ditambahkan garam gelatin. Apabila terbentuk endapan pada tabung C maka
larutan ekstrak positif mengandung tanin (Marliana et al., 2005; Tiwari et al.,
2011).
F. Pemeriksaan steroid dan triterpenoid
Pemeriksaan steroid dan triterpenoid dilakukan dengan reaksi
Lieberman-Burchard. Sebanyak 2 mL larutan uji diuapkan dalam cawan penguap.
Residu dilarutkan dengan 0,5 mL kloroform, tambahkan 0,5 mL asam asetat
anhidrat. Selanjutnya ditambahkan 2 mL asam sulfat pekat melalui dinding
tabung. Terbentuknya cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan
menunjukkan adanya triterpenoid, sedangkan bila muncul cincin biru kehijauan
menunjukkan adanya steroid (Tiwari et al., 2011).
4.7.5 Uji aktivitas antidepresan ekstrak etanol daun pandan wangi
Uji aktivitas antidepresan dilakukan dengan menggunakan metode tail
suspension test dan force swimming test. Hewan yang telah diadaptasi selama 1
minggu dibuat stress dengan cara menggantung ekor tikus (tail suspension test)
selama 3 menit dalam 10 hari, kemudian ekstrak etanol daun pandan wangi
diberikan selama 14 hari pada hari ke 11 sampai hari ke 25 dan selanjutnya diukur
immobility time seluruh kelompok dengan metode force swimming test.
29
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap kadar kortisol dari hewan uji dengan metode
Enzyme-Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA).
A. Pengelompokan subjek uji
Pada penelitian ini digunakan 28 ekor hewan uji yang dibagi menjadi 4
kelompok masing-masing kelompok terdiri atas 7 ekor tikus.
a. Kelompok perlakuan 1 (P1) : kelompok tikus normal yang tidak
memperoleh induksi depresi dan tidak memperoleh perlakuan.
b. Kelompok perlakuan 2 (P2) : kelompok tikus depresi yang memperoleh
pemberian placebo CMC-Na 1%.
c. Kelompok perlakuan 3 (P3) : kelompok tikus depresi yang memperoleh
pemberian amitriptilin dalam pelarut CMC-Na 1%.
d. Kelompok perlakuan 4 (P4) : kelompok tikus depresi yang memperoleh
pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius R.)
10% dalam pelarut CMC-Na 1%.
B. Perlakuan hewan uji
Tikus putih jantan galur Wistar yang digunakan diadaptasi terlebih dahulu
selama satu minggu dalam kandang plastik dengan ukuran ±1200 cm2 dengan alas
berupa sekam yang bagian atasnya diberi kawat sebagai penutup. Hewan uji diberi
pakan berupa pellet dengan memperhatikan kadar protein 20-25%, lemak 5%, pati
40-45%, serat kasar 5%, vitamin serta mineral. Setiap harinya tikus yang
digunakan dalam penelitian diberi makan antara 12-20 gram serta diberikan air ad
libitum (Smith dan Mangkoewidjojo, 2000). Adapun metode euthanasia yang
digunakan pada penelitian ini yaitu dengan metode kimia, dimana hewan uji
30
diberikan ketamine dengan dosis tiga kali dosis untuk mencapai efek anestesi atau
dua kali dosis LD50.
C. Penentuan dosis
a. Penentuan dosis ekstrak etanol daun pandan wangi
Ekstrak daun pandan wangi diberikan secara peroral satu kali sehari pada
hewan uji. Ekstrak daun pandan wangi yang diberikan yaitu dengan
konsentrasi 10% dalam pensuspensi CMC-Na 1%
Perhitungan pembuatan ekstrak daun pandan wangi:
Pembuatan larutan CMC Na 1% sebagai pelarut: 1 𝑔 𝐶𝑀𝐶 𝑁𝑎
100 𝑚𝐿 𝑎𝑖𝑟
Pembuatan larutan stok ekstrak konsentrasi 10% : 10 𝑔 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
100 𝑚𝐿 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐶𝑀𝐶 𝑁𝑎 1%
Volume cairan maksimal yang dapat diberikan pada tikus putih yaitu 5mL/200
g BB (Ngatidjan, 2006).
b. Penentuan dosis amitriptilin
Pada penelitian ini obat antidepresan yang digunakan yaitu amitriprilin
sebagai kontrol positif. Dosis lazim yang digunakan untuk manusia dewasa
yaitu 25 mg. Faktor konversi dari manusia (70 kg) ke tikus (200 g) adalah
0,018, maka dosis yang diberikan kepada tikus yaitu :
70
50× 25 mg × 0,018 = 0,63 mg/200 gBB
Berdasarkan perhitungan tersebut maka dosis amitriptilin yang diberikan pada
tikus uji yaitu 0,63 mg/ 200 gBB.
31
D. Tail suspention test
Uji penggantungan ekor (tail suspension test) dilakukan pada hewan uji yang
digunakan dengan cara menggantung ekor tikus pada tiang setinggi 50 cm selama
3 menit setiap hari, dimana perlakuan ini dilakukan selama 10 hari (Swati et al.,
2013).
E. Uji berenang paksa (Force Swimming Test)
Force swimming test merupakan salah satu metode yang biasa digunakan
untuk mengukur efek suatu obat antidepresan pada hewan uji. Khasiat dari suatu
obat antidepresan diukur melalui lama immobility time yang lebih singkat
dibandingkan dengan kelompok uji yang tidak diberikan obat antidepresan atau
ekstrak yang berfungsi sebagai antidepresan (Swati et al., 2013).
Hewan coba yang telah diinduksi depresi dimasukkan ke dalam tabung
terbuka (diameter 10 cm, tinggi 25 cm) yang berisi air dengan ketinggian 15 cm.
Tes ini berdurasi selama 8 menit dan dilakukan pengukuran immobility time pada
6 menit terakhir (Swati et al., 2013).
Pengukuran immobility time dinilai pada saat hewan uji tidak bergerak di
dalam air. Setiap hewan uji itu dinilai tidak bergerak ketika berhenti berjuang dan
tetap mengambang bergerak di dalam air, hanya membuat gerakan-gerakan
diperlukan untuk menjaga kepala diatas air. Penurunan durasi immobility time
selama forced swimming test (FST) dapat diambil sebagai tanda ukuran
antidepresan (Zomkowski et al., 2004).
32
F. Pengukuran kadar kortisol
Konsentrasi kortisol dari serum darah hewan uji diukur dengan metode
Enzyme-Linked Immuno Sorbent Assay (ELISA). Hewan uji dianestesi terlebih
dahulu menggunakan ketamine dengan dosis 50 mg/kg BB secara intramuscular
(Santoso, 2011). Pengambilan darah dilakukan melalui jantung pada pagi hari
sebanyak ± 1 mL, pada hari ke 10 setelah induksi depresi dilakukan dan hari ke 25
setelah perlakuan uji selesai.
a. Preparasi sampel
Darah yang telah diambil dari hewan uji dimasukkan kedalam tabung
eppendorf dan dilakukan pemusingan (sentrifugasi) selama 15 menit dengan
kecepatan 6000 rpm. Dilakukan pemisahan, dan diambil bagian yang berada di
lapisan atas (serum) untuk analisis pemeriksaan kortisol. Serum disimpan sebelum
dianalisis pada suhu -20˚ dalam lemari pendingin.
b. Pengukuran kuantitatif dengan metode ELISA
Serum yang telah diperoleh dilakukan pengukuran dengan metode ELISA.
Persiapan awal dalam pengukuran ini yaitu memastikan semua reagen berada
pada temperatur 2-8˚C sebelum digunakan. Didalam mikroplate yang digunakan
telah dilakukan coated antibodi monoklonal yang spesifik terhadap kortisol.
Sampel, kortisol standar, dan kontrol sebanyak 25 µL kemudian dimasukkan
kedalam well, dilakukan penambahan kortisol enzim konjugat 100µL ke dalam
masing-masing well, dan dilakukan inkubasi selama 60 menit pada suhu ruangan
(18-26˚C). Proses selanjutnya yaitu pencucian sebanyak 3 kali, dengan larutan
pencuci buffer sebanyak 300 µL untuk tiap 1 kali proses pencucian. Ditambahkan
33
100 µL antibody biotinylated (TMB) pada seluruh well dan diinkubasi kembali
selama 15 menit pada suhu ruangan (18-26˚C) pada temperatur ruangan. Tahapan
selanjutnya yaitu dilakukan pengeringan dengan kertas pengering khusus, dan
ditambahkan larutan stop solution pada seluruh well sebanyak 50 µL, dilakukan
pengocokan perlahan pada plate agar larutan tercampur, dan didiamkan selama 20
menit. Pada tahapan akhir dilakukan pembacaan dengan ELISA reader pada
panjang gelombang 450 nm.
4.8 Analisis Data
Pada penelitian ini dilakukan analisis data secara statistik menggunakan
aplikasi SPSS 16 for Windows. Data yang diperoleh seperti immobility time dan
kadar kortisol dianalisis dengan langkah sebagai berikut:
1. Analisis deskriptif
Berdasarkan analisis deskriptif diperoleh nilai rerata dan standar deviasi (SD)
tiap variabel dari masing-masing kelompok perlakuan.
2. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan uji Shapiro Wilk karena sampel yang
digunakan < 30. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data terdistribusi
normal atau tidak. Data ini berdistribusi normal dengan nilai p > 0,05.
3. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan dengan Levene’s test yang bertujuan untuk
mengetahui homogenitas atau varian data yang diperoleh. Varian data ini
homogen dengan nilai p > 0,05.
34
4. Uji Komparasi
a. One-way analysis of variance
Analisis Anova dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar
kelompok uji, dimana α=0,05. Pada penelitian ini dilakukan analisis Anova
karena data yang diperoleh memenuhi syarat terdistribusi normal dan
homogen.
b. Uji Least Significant Difference (LSD).
Uji ini dilakukan untuk mengetahui pada kelompok mana yang memiliki
perbedaan rerata durasi immobility time dan kadar kortisol.
c. T-paired test
Pada data pretest dan posttest yang diperoleh selanjutnya dilakukan uji
komparasi pada tiap kelompok perlakuan, untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan.
35
4.9 Alur Penelitian
Gambar 4.2.
Skema Kerja Penelitian
28 Ekor Tikus Jantan Galur Wistar
Tumbuhaapoteken
Tikus diadaptasi selama 7 hari
P1
(Kontrol
Normal)
P2
(Kontrol
Negatif)
P3
(Kontrol
Positif)
P4
(Kelompok
Pandan
Wangi)
Induksi Depresi dengan Tail Suspention Test
Pretest Immobility Time dan Kadar Kortisol
Analisis data
Perlakuan selama 14 hari:
P1 : tidak diberi perlakuan
P2 : CMC-Na
P3 : amitriprilin
P4 : ekstrak etanol daun pandan wangi 10%
Posttest Immobility Time dan Kadar Kortisol
36
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Hasil skrining fitokimia
Tabel 5.1
Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 96% Daun Pandan Wangi
(aTiwari et al., 2011)
Keterangan: (+) = mengandung senyawa yang dimaksud; (-) = tidak mengandung
senyawa yang dimaksud
5.1.2 Analisis desktiptif
Tabel 5.2
Data Immobility Time Pretest dan Posttest
Pretest
Kontrol normal
Kontrol negatif
Kontrol positif
n Rerata (detik) Standar Deviasi
6 88,17 0,47
6 130,67 0,61
6 131,67 0,67
6 130,33 0,71
Posttest Kontrol normal 6 82,67 0,42
Kontrol negatif 6 128,16 0,60
Kontrol positif 6 48,67 0,33
Kelompok pandan wangi 6 71,33 0,49
No Uji Fitokimia Pustaka Hasil Kesimpulan
1. Alkaloid aTerbentuk endapan jingga (pereaksi Dragendroff)
Terbentuk endapan jingga
(+)
aTerbentuk endapan kuning
(pereaksi Mayer)
Terbentuk endapan
kuning
(-)
2 Flavonoid aFluoresensi kuning intensif pada UV 366 nm
fluoresensi kuning intensif
(+)
3 Saponin aAdanya busa yang bertahan <10 menin setinggi 1-10 cm dan busa tidak hilang setelah penambahan 1 tetes HCL 2N
Terbentuk busa setinggi 3 cm
(+)
4. Tanin dan Polifenol
Tanin aBiru tua/ hitam kehijauan
Hitam kehijauan (+)
Polifenol aBiru tua/hitam kehijauan
Hitam Kehijauan (+)
5. Steroid dan triterpenoid
Steroid aTerbentuk cincin biru kehijauan
Terbentuk cincin biu kehijauan
(+)
Triterpenoid aTerbentuk cincin kecoklatan atau violet
Terbentuk cincin kecoklatan/violet
(+)
37
Tabel 5.3
Data Kadar Kortisol Pretest dan Posttest
Pretest
Kontrol normal
n Rerata (ng/mL) Standar Deviasi
6 15,36 0,16
Kontrol negatif 6 20,44 0,15
Kontrol positif 6 20,49 0,22
Kelompok pandan wangi 6 21,00 0,24
Posttest Kontrol normal 6 15,00 0,27
Kontrol negatif 6 20,60 0,11 Kontrol positif 6 12,64 0,27
Kelompok pandan wangi 6 13,74 0,25
5.1.3 Uji normalitas data
Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan uji Shapiro Wilk karena
sampel yang digunakan kurang dari 30. Data immobility time dan kadar kortisol
sebelum perlakuan (pretest) dan sesudah perlakuan (posttest) diuji normalitasnya,
dan diperoleh data berdistribusi normal dengan p>0,05. Hasil uji normalitas data
immobility time dapat dilihat pada Tabel 5.4 dan hasil uji normalitas data kadar
kortisol dapat dihat pada Tabel 5.5
Tabel 5.4
Hasil Uji Normalitas Data Immobility Time
Parameter n p Keterangan
Immobility Time Kelompok normal (pretest) 6 0,421 Normal
Immobility Time Kelompok normal (posttest) 6 0,473 Normal
Immobility Time Kontrol negatif (pretest) 6 0,212 Normal
Immobility Time Kontrol negatif (posttest) 6 0,804 Normal
Immobility Time Kontrol positif (pretest) 6 0,505 Normal Immobility Time Kontrol positif (posttest) 6 0,091 Normal
Immobility Time Perlakuan pandan wangi (pretest) 6 0,918 Normal
Immobility Time Perlakuan pandan wangi (posttest) 6 0,415 Normal
Tabel 5.5
Hasil Uji Normalitas Data Kadar Kortisol
Parameter n p Keterangan
Kadar Kortisol Kelompok normal (pretest) 6 0,186 Normal
Kadar Kortisol Kelompok normal (posttest) 6 0,942 Normal
Kadar Kortisol Kontrol negatif (pretest) 6 0,411 Normal
Kadar Kortisol Kontrol negatif (posttest) 6 0,200 Normal
Kadar Kortisol Kontrol positif (pretest) 6 0,069 Normal Kadar Kortisol Kontrol positif (posttest) 6 0,066 Normal
Kadar Kortisol Perlakuan pandan wangi (pretest) 6 0,958 Normal
Kadar Kortisol Perlakuan pandan wangi (posttest) 6 0,213 Normal
38
5.1.4 Uji homogenitas data antar kelompok
Uji homogenitas pada data immobility time dan kadar kortisol dilakukan
dengan Levene’s Test. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 5.6 dapat
dikatakan bahwa data yang diperoleh homogen dengan p>0,05.
Tabel 5.6
Hasil Uji Homogenitas Data Immobility Time dan Kadar Kortisol
p Keterangan
Immobility Time (pretest) 0,750 Homogen
Kadar Kortisol (pretest) 0,703 Homogen
Immobility Time (posttest) 0,438 Homogen
Kadar Kortisol (posttest) 0,115 Homogen
5.1.5 Hasil analisis one way anova
Berdasarkan hasil analisis dengan one-way anova pada Tabel 5.7 diperoleh
nilai p=0,000 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
bermakna pada durasi immobility time dan kadar kortisol pada seluruh kelompok
uji.
Tabel 5.7
Hasil Uji One-Way Anova Data Immobility Time dan Kadar Kortisol
Parameter p Keterangan
Immobility Time (pretest) 0,000 Berbeda Bermakna
Kadar Kortisol (pretest) 0,000 Berbeda Bermakna
Immobility Time (posttest) 0,000 Berbeda Bermakna
Kadar Kortisol (posttest) 0,000 Berbeda Bermakna
5.1.6 Uji komparabilitas
Uji komparabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan antar kelompok uji dan untuk
membandingkan rerata immobility time dan kadar kortisol hewan uji sebelum
dilakukan perlakuan (pretest) dan setelah diberi perlakuan (posttest).
39
Tabel 5.8
Hasil Uji Least Significant Difference (LSD) antar Kelompok Pretest
Immobility
Time
Beda Rerata p Interpretasi
Kontrol normal dan kontrol negatif 42,50 detik 0,000 Berbeda bermakna
Kontrol normal dan kontrol positif 43,50 detik 0,000 Berbeda bermakna
Kontrol normal dan ekstrak pandan wangi 10% 42,16 detik 0,000 Berbeda bermakna
Kontrol negatif dan kontrol positif 1,00 detik 0,271 Tidak berbeda bermakna
Kontrol negatif dan ekstrak pandan wangi 10% 0,33 detik 0,710 Tidak berbeda bermakna
Kontrol positif dan ekstrak pandan wangi 10% 1,33 detik 0,147 Tidak berbeda bermakna
Kortisol
Kontrol normal dan kontrol negatif 5,077 ng/ml 0,000 Berbeda bermakna
Kontrol normal dan kontrol positif 5,124 ng/ml 0,000 Berbeda bermakna
Kontrol normal dan ekstrak pandan wangi 10% 5,634 ng/ml 0,000 Berbeda bermakna
Kontrol negatif dan kontrol positif 0,047 ng/ml 0,870 Tidak berbeda bermakna
Kontrol negatif dan ekstrak pandan wangi 10% 0,557 ng/ml 0,064 Tidak berbeda bermakna
Kontrol positif dan ekstrak pandan wangi 10% 0,510 ng/ml 0,088 Tidak berbeda bermakna
Berdasarkan hasil analisis uji Least Significant Difference (LSD) pada data
pretest immobility time dan kadar kortisol pretest, diperoleh hasil bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol normal dengan seluruh
kelompok uji yang lain (kontrol negatif, kontrol, positif, kelompok perlakuan
pandan wangi). Dapat dilihat juga bahwa kelompok kontrol negatif, kelompok
kontrol positif, dan kelompok perlakuan daun pandan wangi tidak memiliki
perbedaan yang bermakna satu sama lain dengan p>0,005. Dari data ini dapat
dilihat bahwa induksi depresi yang dilakukan pada seluruh kelompok uji dapat
meningkatkan immobility time dan kadar kortisol yang berbeda bermakna secara
signifikan dengan kelompok normal. Peningkatan yang terjadi pada ketiga
kelompok yang diinduksi depresi memiliki besar yang tidak berbeda bermakna
satu sama lain, sehingga dapat diberikan perlakuan untuk pengujian selanjutnya.
40
0
20
40
60
80
100
120
140
K1 K2 K3 K4
Wak
tu (d
etik
)
Durasi Immobility Time Pada Pretest dan Posttest
Series1
Series2
P1 : Kontrol Normal P3 : Kontrol Positif (Amitriptilin) P2 : Kontrol Negatif P4 : Kelompok ekstrak pandan wangi 10%
Tabel 5.9
Hasil Uji Least Significant Difference (LSD) Antar Kelompok Posttest
Immobility
Time
Beda Rerata p Interpretasi
Kontrol normal dan kontrol negatif 45,50 0,000 Berbeda bermakna
Kontrol normal dan kontrol positif 34,00 0,000 Berbeda bermakna
Kontrol normal dan ekstrak pandan wangi 10% 11,33 0,000 Berbeda bermakna
Kontrol negatif dan kontrol positif 79,50 0,000 Berbeda bermakna
Kontrol negatif dan ekstrak pandan wangi 10% 56,83 0,000 Berbeda bermakna
Kontrol positif dan ekstrak pandan wangi 10% 22,67 0,000 Berbeda bermakna
Kortisol
Kontrol normal dan kontrol negatif 5,595 0,000 Berbeda bermakna
Kontrol normal dan kontrol positif 2,361 0,000 Berbeda bermakna
Kontrol normal dan ekstrak pandan wangi 10% 1,264 0,001 Berbeda bermakna
Kontrol negatif dan kontrol positif 7,957 0,000 Berbeda bermakna
Kontrol negatif dan ekstrak pandan wangi 10% 6,86 0,000 Berbeda bermakna
Kontrol positif dan ekstrak pandan wangi 10% 1,096 0,004 Berbeda bermakna
Berdasarkan Tabel 5.9 dapat dilihat pada data immobility time dan kadar
kortisol posttest terdapat perbedaan yang bermakna antara seluruh kelompok uji
satu sama lain dengan p<0,05. Dari data ini dapat dilihat bahwa setiap perlakuan
yang diberikan memberikan hasil yang berbeda dengan perlakuan lainnya.
Gambar 5.1
Perbandingan Durasi Immobility Time Data Pretest dan Posttest
Keterangan:
Hasil analisis t-paired test data immobility time pretest dan posttest
Imobility Time P1 pre-P1 post p=0,001 (berbeda bermakna)
Imobility Time P2 pre-P2 post p=0,053 (tidak berbeda)
Imobility Time P3 pre-P3 post p=0,000 (berbeda bermakna)
Imobility Time P4 pre-P4 post p=0,000 (berbeda bermakna)
Pretest Posttest
45,26%
71,33
130,33
48,67
63,03%
131,67 128,17 1,91%
130,67
82,67 88,17 6,23%
P1 P2 P3 P4
41
Berdasarkan Gambar 5.1 dapat dilihat terjadi penurunan immobility time pada
seluruh kelompok uji setelah diberi perlakuan (posttest). Persentase penurunan
immobility time tertinggi dapat dilihat terjadi pada kelompok kontrol positif (P3)
dengan penurunan durasi immobility time sebesar 63,03%. Diikuti oleh penurunan
sebesar 45,26% pada kelompok dengan pemberian ekstrak etanol daun pandan
wangi 10% (P4), penurunan sebesar 6,23% pada kelompok kontrol normal dan
penurunan sebesar 1,91% pada kelompok kontrol negatif.
Hasil uji komparabilitas dengan t-paired test pada data immobility time
pretest dan posttest menunjukkan bahwa terdapat pengaruh perlakuan pada
kelompok kontrol normal (P1), kontrol positif (P3), dan kelompok perlakuan daun
pandan wangi (P4) dengan p<0,05. Data immobility time pada kelompok kontrol
negatif menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengaruh selama pretest dan
posttest dengan p=0,053 (p>0,05).
Pada Gambar 5.2 berikut ini dapat dilihat bahwa terjadi perubahan kadar
kortisol sebelum perlakuan pretest dan setelah perlakuan posttest pada seluruh
kelompok uji. Persentase penurunan tertinggi terjadi pada kelompok kontrol
positif dimana kadar kortisol menurun sebesar 38,54%. Pemberian ekstrak etanol
daun pandan wangi 10% pada kelompok P4 juga memberikan penurunan terhadap
kadar kortisol yaitu sebesar 33,24%. Pada kelompok normal yang tidak diberikan
perlakuan apapun diperoleh penurunan kadar kortisol sebesar 3,92%, sedangkan
pada kelompok kontrol negatif terjadi peningkatan kadar kortisol sebesar 0,76%.
42
P1 : Kontrol Normal P3 : Kontrol Positif (Amitriptilin) P2 : Kontrol Negatif P4 : Kelompok ekstrak pandan wangi 10%
0
5
10
15
20
25
K1 K2 K3 K4
Kad
ar (n
g/m
l)
Kadar Kortisol Pada Pretest dan Posttest
Series1
Series2
Gambar 5.2
Perbandingan Kadar Kortisol Pretest dan Posttest
Keterangan:
Hasil Analisis T-Paired test data immobility time pretest dan posttest
Kadar Kortisol P1 pre-P1 post p=0,071 (tidak berbeda)
Kadar Kortisol P2 pre-P2 post p=0,077 (tidak berbeda)
Kadar Kortisol P3 pre-P3 post p=0,000 (berbeda bermakna)
Kadar Kortisol P4 pre-P4 post p=0,000 (berbeda bermakna)
Sama seperti hasil analisis data pada immobility time hewan uji, analisis yang
dilakukan terhadap kadar kortisol posttest juga menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna antara seluruh kelompok uji satu sama lain dengan
p<0,05. Hasil analisis t-paired test menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh
perlakuan terhadap kadar kortisol selama pretest dan posttest pada kelompok
kontrol normal dan kelompok kontrol negatif dengan p>0,05. Pengaruh perlakuan
terhadap kadar kortisol dapat dilihat pada kelompok kontrol positif dan kelompok
dengan perlakuan ekstrak etanol daun pandan wangi 10% yang memberikan
perbedaan signifikan dengan p<0,05, dimana terjadi penurunan kadar kortisol
pada kedua kelompok perlakuan ini.
15,16 15,36 1,33%
20,60 20,44%
0,76%
12,64
38,54%
20,49
13,74
34,56%
21
P1 P2 P3 P4
Pretest Posttest
43
5.2 Pembahasan
Pada penelitian ini digunakan subjek uji yaitu tikus jantan galur wistar
dengan umur 2-3 bulan dan berat badan 150-250 gram. Jumlah tikus yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 28 ekor, yang dibagi menjadi 4
kelompok perlakuan antara lain yaitu kelompok kontrol normal (P1), kelompok
kontrol negatif (P2), kelompok kontrol positif (P3), dan kelompok ekstrak etanol
daun pandan wangi 10% (P4). Dalam proses pengambilan darah, 1 ekor hewan uji
pada kelompok kontrol mati, sehingga hanya digunakan data dari 6 ekor tikus
pada tiap-tiap kelompok uji. Tikus putih dipilih sebagai hewan uji karena
memiliki beberapa kemiripin secara fisiologis dengan tubuh manusia, murah, serta
lebih mudah dalam pemeliharaan dan penanganannya. Pemilihan umur dan jenis
kelamin tikus yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan untuk menghindari
serta meminimalisir pengaruh hormonal yang mungkin terjadi pada hewan coba.
5.2.1 Uji aktivitas antidepresan
Pada penelitian ini aktivitas antidepresan diukur melalui penurunan
immobility time serta penurunan kadar kortisol hewan uji, yang dilakukan
sebanyak dua kali yaitu setelah induksi depresi (pretest) dan setelah hewan uji
diberikan perlakuan (posttest). Kelompok perlakuan dibagi menjadi empat
kelompok yaitu kelompok kontrol normal, kelompok kontrol negatif, kelompok
kontrol positif, dan kelompok dengan pemberian ekstrak pandan wangi 10%.
Kelompok normal yang tidak diberi induksi apapun dan tidak diberikan
perlakuan, bertujuan agar dapat diketahui efek yang ditimbulkan ketika dilakukan
induksi depresi terhadap immobility time dan kadar kortisol pada hewan uji pada
pengambilan data pretest. Hasil data pretest dari kelompok normal, dapat
44
dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif, kontrol positif, dan kelompok
pandan wangi yang diberikan induksi depresi. Hasil yang diperoleh dari
pengukuran pretest ini digunakan untuk mengetahui kondisi immobility time dan
kadar kortisol hewan uji setelah dinduksi depresi, serta mengetahui kondisi
immobility time dan kadar kortisol kontrol normal yang tidak diberikan induksi
apapun.
Berdasarkan hasil analisis data pretest pada immobility time dan kadar
kortisol, kelompok uji P2, P3, dan P4 diperoleh hasil yang tidak berbeda
bermakna satu sama lain p>0,05, sehingga kondisi awal sebelum dilakukan
perlakuan telah sama. Pada kontrol normal yang tidak dilakukan induksi depresi
memiliki nilai immobility time dan kadar kortisol yang berbeda bermakna secara
signifikan dengan kelompok P2, P3, dan P4 yang diinduksi depresi. Hasil yang
diperoleh ini menunjukkan bahwa induksi yang dilakukan dengan tail suspention
test mampu menimbulkan efek depresi dengan peningkatan nilai immobility time
dan juga peningkatan kadar hormon kortisol.
Kelompok kontrol negatif, atau kelompok yang diberi induksi depresi dengan
pemberian perlakuan placebo berupa CMC-Na bertujuan untuk mengetahui
perubahan yang terjadi pada immobility time dan kadar kortisol setelah hewan uji
diberikan perlakuan pada kelompok kontrol positif, dan kelompok pandan wangi.
Kelompok ini juga digunakan untuk mengetahui efek yang mungkin ditimbulkan
dari pemberian CMC-Na sebagai pembawa. CMC-Na diharapkan tidak
memberikan efek yang signifikan sebagai pelarut ketika digunakan pada
pemberian amitriptilin sebagai kontrol positif dan ekstrak pandan wangi sebagai
kelompok perlakuan.
45
Kelompok kontrol positif dengan pemberian amitriptilin digunakan dalam
penelitian ini untuk membandingkan efek yang mampu diberikan oleh kelompok
dengan pemberian ekstrak pandan wangi terhadap efek yang ditimbulkan dengan
pemberian amitriptilin sebagai salah satu sediaan obat yang telah ada dan menjadi
pilihan terapi yang banyak digunakan pada pengobatan depresi.
5.2.1.1 Pengaruh ekstrak etanol daun pandan wangi terhadap immobility
time
Hasil pengukuran durasi immobility time setelah perlakuan (posttest) pada
keempat kelompok uji menunjukkan bahwa terdapat perubahan yang cukup
signifikan jika dibandingkan dengan durasi immobility time sebelum perlakuan
(pretest). Persentase penurunan durasi immobility time tertinggi yaitu pada
kelompok kontrol positif (P3) sebesar 63,03%. Kelompok perlakuan dengan
pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi 10% memberikan persentase
penurunan yaitu sebesar 45,26%. Kelompok kontrol normal dan kontrol negatif
berturut-turut memiliki persentase penurunan sebesar 6,23% dan 1,91%.
Berdasarkan hasil statistik one-way ANOVA dan uji Least Significant
Difference (LSD) diperoleh hasil yaitu terdapat perbedaan bermakna antara
kelompok ekstrak pandan wangi 10% dengan seluruh kelompok uji (P1, P2, dan
P3) dengan p<0,05. Kelompok perlakuan ekstrak daun pandan wangi 10% (P4)
juga diketahui memiliki pengaruh yang signifikan dari perlakuan yang diberikan
p<0,05 pada analisis t-paired test. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak
etanol daun pandan wangi 10% yang digunakan pada penelitian ini terbukti dapat
menurunkan durasi immobility time pada hewan uji yang dinduksi depresi.
46
Ekstrak etanol daun pandan wangi yang digunakan dalam penelitian ini
positif mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, polifenol, steroid, dan
triterpenoid. Senyawa alkaloid menunjukkan aktivitas antidepresan dengan
menurunkan kadar hormon adrenokortikotropik, menghambat enzim monoamine
oksidase (MAO), berperan dalam peningkatan dari kadar serotonin dan BDNF
level diotak (Fortunato et al., 2010; Lee at al., 2005; Mao et al., 2011). Polifenol
dan flavonoid secara luas telah diketahui memiliki aktivitas sebagai antidepresan,
yang bekerja dengan meningkatkan serotonin (5-HT), norepinefrin (NE), dan
kadar BDNF otak (Yi et al., 2010, 2012, 2014). Flavonoid juga bekerja dengan
menurunkan aktivitas monoamine oksidase (MAO). Steroid dan triterpenoid
bekerja sebagai antidepresan dengan meningkatkan kadar norepineprin (NE) dan
serotonin (5-HT) diotak, triterpernoid juga bekerja dengan meningkatkan
monoamine pada otak (Tian et al., 2010; Machado et al., 2012).
Beberapa senyawa yang terkandung dalam pandan wangi tersebut
kemungkinan bekerja dengan menghambat kerja dari enzim monoamine oksidase.
Hambatan ini mengakibatkan terjadinya peningkatan monoamine yang kemudian
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar epinefrin, norepinefrin, dan serotonin.
Efek yang ditimbulkan pada peningkatan kadar serotonin dan norepineprin diotak
kemudian akan berimplikasi pada perbaikan suasana perasaan (mood),
bertambahnya aktivitas fisik, peningkatan nafsu makan dan waktu tidur yang lebih
baik (Syarif et al., 2011). Perbaikan ini pada kelompok ekstrak daun pandan
wangi 10% dapat dilihat dari peningkatan aktivitas fisik, melalui penurunan
immobility time yang diukur.
47
Immobility time merupakan salah satu tanda ukur antidepresan, dimana hewan
uji dinilai pada saat tidak bergerak di dalam air. Setiap hewan uji dinilai tidak
bergerak ketika hewan tersebut telah berhenti berjuang, tetap mengambang
bergerak di dalam air, dan hanya membuat gerakan-gerakan yang diperlukan
untuk menjaga kepala diatas air (Zomkowski et al., 2004). Aktivitas antidepresan
diukur ketika terjadi penurunan durasi immobility time atau penurunan durasi
hewan uji ketika dalam keadaan pasrah/berhenti berjuang. Semakin rendah nilai
immobility time dari hewan uji dapat diindikasikan bahwa hewan uji tidak sedang
dalam kondisi depresi, sedangkan ketika dalam kondisi depresi akan terjadi
peningkatan durasi immobility time/ keadaan putus asa pada hewan uji.
Beberapa penelitian juga telah membuktikan efek antidepresan yang
ditimbulkan dari penurunan immobility time yang dilakukan pada hewan uji
dengan metode forced swimming test. Senyawa alkaloid, flavonoid, tanin,
polifenol, steroid, dan triterpenoid disebutkan berperan terhadap penurunan
immobility time melalui beberapa mekanisme yang berbeda (Bahramsoltani et al,
2015)
Ginkgo Biloba pada hewan uji tikus jantan, menunjukkan bahwa terdapat
efek antidepresan melalui penurunan durasi immobility time pada metode forced
swimming test yang dihasilkan pada pemberian ekstrak. Kandungan kimia yang
dianggap bertanggung jawab terhadap efek ini yaitu kandungan flavonoid yang
mencakup quercetin glikosida dan kaemferol glikosida. Beberapa studi
menyebutkan bahwa efek antidepresan dari flavonoid ini menimbulkan efek
positif pada forced swimming test. Flavonoid glikosida diperkirakan muncul
dalam bentuk terkonjugasinya dalam aliran darah seperti glikosida kuercetin.
48
Metabolit kuercetin sebelumnya juga ditemukan pada jaringan otak dari rodensia
setelah pemberian oral. Flavonoid glikosida yang terkandung dalam ginkgo biloba
bekerja dengan mencapai jaringan otak, dan kemudian memproteksi fungsi otak
dari gangguan sistem saraf pusat (SSP), sehingga memberikan efek antidepresan.
Kandungan lain yang terdapat dalam ginkgo biloba dan diduga memiliki efek
antidepresan adalah terpenoid, seperti bilobalide dan ginkgolida yang diketahui
memiliki efikasi pada susunan saraf pusat. Teori Porsolt menjelaskan bahwa kadar
monoamine di otak, seperti dopamine, norepinefrine merupakan faktor yang
penting untuk menurunkan immobility time pada force swimming test (Sakakibara
et al., 2006).
Pada penelitian lain yang melakukan uji antidepresan dengan ekstrak etanol
bunga cengkeh diketahui bahwa terdapat efek antidepresan yang ditunjukkan
dengan penurunan immobility time yang diperoleh. Ekstrak etanol bunga cengkeh
mengandung flavonoid yang dinilai bertanggung jawab terhadap aktivitas yang
diberikan melalui beberapa aktivitas farmakologi pada susunan saraf pusat, seperti
menghambat reuptake dari monoamine neurotransmiter. Dilaporkan juga bahwa
flavonoid menunjukkan efek penghambatan dari enzim monoamine-oxidase pada
penelitian invitro (Mathiazhagan et al., 2013).
Beberapa jenis alkaloid pada tanaman Aconitum baicalense terbukti memiliki
aktivitas antidepresan dengan durasi immobility time yang lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok kontrol tanpa pemberian apapun. Alkaloid pada
tanaman ini dianggap memiliki aktivitas antidepresan dengan mengubah
sensitivitas dari serotonin (Nesterova et al., 2011). Alkaloid lain yang diperoleh
dari tanaman Piper longum juga dapat menurunkan durasi immobility time pada
49
hewan uji pada force swimming test, dimana alkaloid piperine terbukti mampu
meningkatkan kadar serotonin pada hipokampus dan juga frontal cortex pada
tikus yang kemudian menimbulkan efek antidepresan (Mao et al., 2011).
Salah satu jenis terpenoid seperti genidipin yang merupakan moneterpen dari
tanaman Gardenia jasminoides terbukti dapat menurunkan durasi immobility time
pada forced swimming test yang dilakukan. Pemberian genidipin pada dosis 50,
100, dan 200 mg/kg selama 7 hari mampu meningkatkan kadar norepinefrine dan
serotonin pada hipokampus tikus secara signifikan (Tian et al., 2010). Terpenoid
lain yaitu ursolic acid yang merupakan salah satu isolasi triterpenoid dari tanaman
Rosmarinus officinalis L. mampu secara signifikan menurunkan immobility time
pada force swimming test yang dilakukan pada tikus jantan. Hasil ini diperkirakan
karena ursolic mampu mengaktivasi reseptor dopamine (Machado et al., 2012).
Tanin yang diperoleh dari ekstrak air Teminalia chebula memberikan
aktivitas antidepresan pada metode force swimming test. Tanin terbukti mampu
memberikan durasi penurunan immobility time yang lebih baik dibandingan
pemberian imipramine sebagai kontrol positif. Tanin menunjukkan efek seperti
non selektif inhibitor monoamine-oksidase dengan meningkatkan kadar
neutransmiter monoaminergic di otak, serta mampu menurunkan stres oksidatif
yang diproduksi selama depresi (Shekar et al., 2012)
Saponin juga diketahui memiliki efek antidepresan, dimana ginsenosides
pada dosis 10 mg/kg dari tanaman Panax notoginseng diketahui dapat
menurunkan immobility time pada force swimming test secara signifikan.
Disebutkan juga bahwa ginsenoside mampu meningkatkan kadar serotonin,
norepinefin, dan dopamine pada frontal cortex dan hipokampus otak. Berdasarkan
50
hasil ini dapat disimpulkan bahwa efek antidepresan dari saponin yang
terkandung dari tanaman Panax ginseng dihubungkan dengan peningkatan kadar
serotonin dan norepinefrin pada susunan saraf pusat, dan mempengaruhi sintesis
dan metabolisme dari dopamine (Yao et al., 2012).
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dijelaskan diatas, dapat dikatakan
bahwa efek antidepresan yang ditimbulkan diakibatkan karena beberapa
kandungan metabolit (alkaloid, flavonoid, tanin, steroid, dan triterpenoid) yang
terdapat pada ekstrak etanol daun pandan wangi dengan konsentrasi 10%. Efek
yang ditimbulkan ini memberikan hasil yang cukup baik walaupun belum mampu
memberikan persentase penurunan immobility time yang lebih besar dibandingkan
kontrol positif (amitriptilin).
Kelompok kontrol positif yang diberikan treatment amitriptilin memiliki
persentase penurunan immobility time tertinggi. Amitriptilin bekerja dengan
menghambat ambilan kembali neurotransmiter di otak, dimana terjadi hambatan
re-uptake dari noradrenalin dan serotonin di otak (Syarif et al., 2011). Perbaikan
mood atau suasana hati yang dialami juga akan disertai dengan bertambahnya
aktivitas fisik pada kondisi depresi. Pada hewan uji, perbaikan ini mengakibatkan
terjadinya peningkatan aktivitas dari hewan uji ketika dilakukan force swimming
test, dimana hewan uji cenderung bergerak lebih aktif didalam air untuk
menyelamatkan diri dan tidak berada lama dalam kondisi diam/putus asa.
Pada kelompok normal yang tidak diberikan induksi apapun pada penelitian
ini, juga diperoleh penurunan immobility time yang signifikan. Hal ini
kemungkinan diakibatkan oleh kemampuan adaptasi dari hewan uji ketika posttest
dilakukan, dimana perlakuan berupa forced swimming test telah dilakukan juga
51
pada saat pengambilan data pretest. Hewan uji yang tidak diberikan stressor
induksi depresi pada kontrol normal, akan memiliki sel-sel dentat gyrus yang
lebih baik jika dibandingkan dengan hewan uji yang diberi stressor. Sel dentat
gyrus disini bertanggung jawab terhadap pembentukan memori, sehingga
kemungkinan hewan uji dapat melakukan adaptasi dengan lebih baik terhadap
perlakuan forced swimming test yang dilakukan.
Penurunan immobility time yang terjadi juga kemungkinan diakibatkan karena
hewan uji telah lebih lama beradaptasi pada tempat tinggalnya yang baru ketika
pengambilan data posttest, dibandingkan ketika pengambilan data pretest.
Ketersediaan makanan dan minuman dengan akses yang tidak terbatas juga dapat
mempengaruhi kenyamanan hewan uji selama penelitian. Beberapa faktor ini
yang mungkin mengakibatkan terjadinya peningkatan semangat bertahan hidup
dan tidak putus asa dari hewan uji, yang diukur melalui penurunan durasi
immobility time (Scharfman, 2007).
Berbeda halnya dengan kontrol normal, kelompok kontrol negatif
memberikan durasi immobility time tertinggi, dengan persentase penurunan
immobility time yang rendah dan tidak terdapat pengaruh perlakuan antara pretest
dan posttest dengan p>0,05. Hasil ini mungkin diakibatkan karena induksi stress
yang dilakukan tidak bersifat persisten dalam waktu yang lama sehingga
kerusakan yang terjadi masih bersifat reversible. Secara normal tubuh memiliki
mekanisme perbaikan sendiri untuk mengatasi induksi stres (Guyton dan Hall
2011) yang kemudian mengakibatkan terjadinya penurunan durasi immobility time
pada kelompok kontrol negatif walaupun tidak berbeda bermakna dengan
immobility time saat pretest dilakukan.
52
5.2.1.2 Pengaruh ekstrak etanol daun pandan wangi terhadap kadar kortisol
Hasil pengukuran kadar kortisol setelah perlakuan (posttest) pada keempat
kelompok uji menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang cukup signifikan dari
perlakuan yang diberikan. Persentase penurunan kadar kortisol tertinggi yaitu
pada kelompok kontrol positif (P3) sebesar 38,54%. Kelompok perlakuan dengan
pemberian ekstrak etanol daun pandan wangi 10% memberikan persentase
penurunan yaitu sebesar 33,24%. Kelompok kontrol normal memiliki persentase
penurunan sebesar 3,92% sedangkan kontrol negatif mengalami peningkatan
kadar kortisol sebesar 0,76%.
Berdasarkan hasil statistik one-way ANOVA dan uji Least Significant
Difference (LSD) diperoleh hasil yaitu terdapat perbedaan bermakna antara
kelompok perlakuan ekstrak pandan wangi 10% dengan seluruh kelompok uji (P1,
P2, dan P3) dengan p<0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak
daun pandan wangi 10% mampu menurunkan kadar kortisol secara signifikan
dibandingkan dengan kontrol negatif, walaupun belum dapat memberikan
persentase penurunan sebesar kontrol positif.
Pada analisis komparabilitas dengan t-paired test diperoleh nilai p>0,05 pada
kelompok kontrol normal dan kelompok kontrol negatif yang menunjukkan
bahwa tidak terdapat pengaruh yang berarti pada pengambilan data pretest dan
posttest terhadap kadar kortisol. Berbeda halnya dengan kelompok uji yang lain,
pada kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan ekstrak pandan wangi
10%, diperoleh nilai p=0,000 atau p<0,05 yang membandingkan kadar kortisol
pretest dan posttest. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan pada
53
kelompok uji tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan
kadar kortisol yang terjadi.
Kortisol atau sering disebut sebagai hormon stres merupakan hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Secara normal hormon ini akan dilepaskan
perlahan-lahan dalam jumlah yang sedikit sepanjang hari, dan akan meningkat
jumlahnya secara signifikan apabila terpapar rangsangan stres (Stocker, 2012).
Peningkatan kadar kortisol yang terjadi terus menerus, akan mengakibatkan
tingginya kadar kortisol sehingga seringkali dapat dijadikan sebagai indikator
gangguan psikologis (Silverthorne, 2001).
Dalam penelitian ini kadar kortisol hewan uji diukur dengan teknik ELISA
melalui serum darah yang diambil pada pretest dan posttest. Aktivitas
antidepresan yang dimiliki dinilai ketika terjadi penurunan kadar kortisol pada
hewan uji yang telah diinduksi depresi dengan metode tail suspention test.
Semakin tinggi kadar kortisol dapat diartikan sebagai suatu keadaan depresi pada
hewan uji, dan semakin rendah kadar kortisol maka dapat dikatakan telah terjadi
perbaikan psikologis pada hewan uji tersebut.
Kelompok kontrol negatif dalam penelitian ini mengalami kenaikan kadar
kortisol pada posttest akan tetapi dengan persentase yang rendah dan tidak
memberikan pengaruh yang signifikan. Yau et al (2002) menjelaskan bahwa
induksi stres yang dilakukan dan mengakibatkan peningkatan terhadap sekresi
kadar kortisol, akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan
kadar kortisol tersebut dalam kadar yang normal. Peningkatan kadar kortisol pada
posttest juga dapat meningkat kemungkinan karena diakibatkan stres ulangan
54
yang terjadi ketika pengukuran immobility time dengan metode force swimming
test (berenang paksa) sebelum dilakukan pengambilan darah pada hewan uji.
Kelompok kontrol positif yang diberikan treatment amitriptilin memiliki
persentase penurunan kadar kortisol tertinggi dibandingkan dengan kelompok uji
lainnya. Pemberian amitriptilin dalam jangka waktu yang cukup lama dapat
menurunkan sirkulasi glukokortikoid dalam darah, sehingga dapat mengakibatkan
penurunan kadar dari hormon kortisol, yang merupakan salah satu dari hormon
glukokortikoid (Yau et al., 2002). Hal inilah yang kemudian menyebabkan
terjadinya penurunan kadar kortisol yang signifikan ketika kelompok kontrol
positif diberikan amitriptilin selama perlakuan.
Pada kelompok perlakuan dengan ekstrak etanol daun pandan wangi 10%,
dapat dilihat bahwa pemberian ekstrak tanaman ini mampu memberikan efek
penurunan kadar kortisol yang cukup signifikan, walaupun masih lebih rendah
dibandingkan penurunan yang diperoleh pada kelompok kontrol positif.
Penurunan kadar kortisol kemungkinan diakibatkan karena kandungan alkaloid
yang terdapat dalam ekstrak etanol daun pandan wangi 10% yang digunakan pada
penelitian ini. Salah satu senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol daun
pandan wangi berdasarkan skrining fitokimia yaitu senyawa alkaloid. Berdasarkan
hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa alkaloid harmine yang diisolasi dari
biji tanaman Peganum harmala memiliki efek antidepresan yang bekerja dengan
menurunkan sekresi hormon adrenokortikotropik (ACTH) (Fortunato et al.,
2010), dimana hormon ACTH ini sendiri memiliki pengaruh langsung terhadap
sekresi hormon kortisol.
55
Secara alami, tubuh yang mengalami induksi stresor, akan mengaktifkan saraf
simpatis untuk mensekresikan Cortikotropin Releasing Hormon (CRH) yang akan
merangsang keluarnya hormon adrenokortikotropik (ACTH) (Stocker, 2012).
Sekresi dari hormon adrenokortikotropik (ACTH) ini akan memberikan sinyal
kepada kelenjar adrenal untuk meningkatkan produksi dan sekresi dari hormon
kortisol, yang mengakibatkan terjadi peningkatan kadar kortisol dalam darah yang
cukup signifikan dibandingkan kondisi normal (Sherwood, 2001; Stocker, 2012).
Senyawa alkaloid yang terkandung dalam ekstrak daun pandan wangi diduga akan
melakukan penghambatan produksi kortisol dengan menurunkan sekresi dari
hormon adrenokortikotropik (ACTH), akibatnya ACTH tidak akan memberikan
signaling yang besar untuk perangsangan produksi dan sekresi dari hormon
kortisol.
Alkaloid yang terkandung dalam ekstrak etanol daun pandan wangi
kemungkinan bekerja dengan efek yang serupa dengan alkaloid harmine dari
tanaman Peganum harmala. Penurunan kadar kortisol yang terjadi juga dapat
diakibatkan oleh berbagai senyawa kompleks lainnya yang terdapat dalam ekstrak
daun pandan wangi yang digunakan, yang belum dapat dibuktikan secara ilmiah.
Efek antidepresan ekstrak etanol daun pandan wangi yang diamati pada
penelitian ini, telah terbukti mampu menurunkan immobility time dan kadar
kortisol secara signifikan sehingga dapat dijadikan sebagai agen baru dalam
pengobatan depresi. Beberapa kelemahan dalam penelitian ini yaitu analisis
kandungan kimia ekstrak pandan wangi yang digunakan pada penelitian ini hanya
dilakukan dengan menggunakan metode skrining fitokimia secara kualitatif,
sehingga belum mampu menunjukkan besar kadar masing-masing komponen
56
yang paling berpengaruh. Peneliti juga belum dapat melakukan analisis atau
pengamatan terhadap kandungan kimia yang mampu masuk kedalam otak dari
hewan uji, dimana obat antidepresan bekerja dengan mempengaruhi susunan saraf
pusat.
57
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Ekstrak etanol daun pandan wangi 10% dapat menurunkan immobility time
tikus jantan galur wistar yang depresi.
2. Ekstrak etanol daun pandan wangi 10% dapat menurunkan kadar kortisol
tikus jantan galur wistar yang depresi.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap variasi konsentrasi ekstrak
etanol daun pandan wangi yang mampu menurunkan immobility time dan
kadar kortisol tikus jantan galur wistar yang depresi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan isolasi komponen
aktif dari ekstrak pandan wangi dengan pelarut yang spesifik, serta penetapan
kadar secara kuantitatif untuk mengetahui komponen kimia yang memiliki
efek paling besar dalam menurunkan immobility time dan kadar kortisol tikus
jantan galur wistar yang depresi.
58
DAFTAR PUSTAKA
Agustiningsih., Wildan, A., Mindaningsih. 2010. Optimasi Cairan Penyari pada
Pembuatan Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
secara Maserasi terhadap Kadar Fenolik dan Flavonoid Total.
Momentum,6(2):36-41
Bahramsoltani, R., Farzaei, M.H., Farahani, M.S., Rahimi, R. 2015.
Phytochemical constituents as future antidepressants: a comprehensive
review. Rev. Neurosci, 9: 1-21
Cheeptham,N., Towers, G.H.N. 2002. Light-mediated activities of some Thai
medicinal plant teas. Fototerapia, 73: 651–662.
Cheetangdee, V and Siree, C. 2006. Free Amino Acid and Reducing Sugar
Composition of Pandan (Pandanus amaryllifolius) Leaves. Thailand:
Departement of Food Science and Technology University of Thailand.
Crowther, J.R. 2001. Methods in Molecular Biology The ELISA Guidebook.
Volume 149. New Jersey: Huwana Press Inc.
Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Trubus Agriwidya.
Dewi, E.W.A. 2009. “Pengaruh Ekstrak Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius
Roxb.) 6 mg/grBB Terhadap Waktu Induksi Tidur dan Lama Waktu Tidur
Mencit Balb/c yang diinduksi thiopental 0,546 mg/20mgBB” (Skripsi).
Semarang: Universitas Diponegoro.
Fortunato,J.J., Reus, G.Z., Kirsc, T.R., Stringari, B.B., Fries,G.R., Kapczinski,F.,
Hallak, J.E., Zuardi, A.W., Crippa, J.A., Quevedo, J. 2010. Effect of beta-
carboline harmine on behavioral and physiological parameters observed in the
chronic mild stress model: further evidence of antidepressant properties.
Brain Res Bull, 81 (4-5): 491-496
Gunawan, 2009. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran UI.
Guyton, A.C. and Hall, J.E. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Singapura: Elsevier. p.583
Hanafiah, K.A. 2004. Rancangan Percobaan: teori dan aplikasi. Edisi 9. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada. p. 9
Katzung, B.G., Masters.S.B., Trevor. A.J. 2014. Farmakologi Dasar dan Klinik.
Edisi-12. Jakarta: Penerbit EGC.
59
Lee, B.L., Su, J., Ong, S.C. 2004. Monomeric C18 chromatographic method for
the liquid chromatographic determination of lipophilic antioxidants plants. J.
Chromatogr, 1048: 263-267.
Lee, S.A., Hong, S.S., Han, X.H., Hwang, J.S., Oh, G.J., Lee, K.S., Lee, M.K.,
Hwang, B.Y., and Ro, J.S. 2005. Piperine from the fruits of Piper longum
with inhibitory effect on monoamine oxidase and antidepressant-like activity.
Chem. Pharm. Bull, 53: 832-835
Lopez, D.C. and Nonato, M.G. 2005. Alkaloids from Pandanus amaryllifolius
collected from Marikina, Philippines. Philjournalsci, 134(1): 39-44.
Machado, D.G., Neis, V.B., Balen, G.O., Colla, A., Cunha, M.P., Dalmarco, J.B.,
Pizzolatti, M.G., Prediger, R.D., Rodrigues, A.L. 2012. Antidepressant-
like effect of ursolic acid isolated from Rosmarinus officinalis L. in mice:
evidence for the involvement of the dopaminergic system. Pharmacol
Biochem Behav,103(2):204-211.
Mao, Q.Q., Xian, Y.F., Ip,S.P., and Che, C.T. 2011. Involvement of serotonergic
system in the antidepressant-like effect of piperine. Prog
Neuropsychopharmacol Biol Psychiatry, 35:1144-1147
Marder and Paladini. 2002. GABA(A)-receptor ligands of flavonoid structure.
Bentham Science, 2(8):853-867
Marliana, S.D., V. Suryanti., Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule
Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi. 3(1): 26-31.
Mathiazhagan, S., Anand, S., Parthiban, R., Sankaranarayanan, B., Suresh, S.
2013. Antidepressant-like effect of ethanolic extract from Caryophyllus
aromaticus in albino rats. IOSR-JDMS, 4(2):37-40
Nesterova, Y.V., Povetieva, T.N., Suslov, N.I., Semenov,A.A., Pushkarskiy, S.V.
2011. Antidepressant Activity of Diterpene Alkaloids of Aconitum baicalense
Turcz. Experimental Biology and Medicine, 151(4): 425-428
Ngatidjan, 2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Yogyakarta: PAU
Bioteknologi UGM.p.86
Prameswari, O.K dan Widjanarko, S.M. 2014. Uji Efek Ekstrak Air Daun Pandan
Wangi Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah dan Histopatologi Tikus
Diabetes Mellitus. JPA, 2(2): 16-27.
Rahayu, S.E dan Handayani, S. 2008. Keanekaragaman Morfologi dan Anatomi
Pandanus (Pandanaceae) di Jawa Barat. Vis Vitalis, 1(2): 29-44
60
Rohmawati, E. 1995. “Skrining Kandungan Kimia Daun Pandan Serta Isolasi dan
Identifikasi Alkaloidnya” (tesis). Yogyakarta:Universitas Gajah Mada.
Sakakibara, H., Ishida. K., Grundmann, O., Nakajima, J., Seo.S., Butterweck, V.,
Minami, Y., Sarro, S., Kawai, Y., Nakaya, Y., Terao, J. 2006. Antidepressant
Effect od Extracts from Ginkgo biloba Leaves in Behavioral Models. Biol.
Pharm. Bull, 29(8):1767-1770.
Santoso, M.I.E. 2011. Buku Ajar Etik Penelitian Kesehatan. Malang:Universitas
Brawijaya Press.
Scharfman, H.E. 2007. The Dentate Gyrus: A comprehensive guide to structure,
function, and clinical implications. Amsterdam: Elsevier.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-2. Jakarta:
Penerbit EGC.
Shekar, C., Manovar, R., Rao, S.N. Antidepressant Activity of Aquesous Extract
of Fruits of Terminalia chebula in Rats. 2012. Int J Pharmn Pharm Sci, 4(4):
449-451.
Silverthorne. 2001. Human Physiology an Inntegrated Approach. 2th Edition. San
Francisco: Pearson Education, Inc.
Smith, J.B dan Mangkoewidjojo, S. 2000. Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Departement of
Education and Culture Directorate General of Higher Education.
Stocker, S. 2012. Studies Link Stress and Drug Addiction. NIDA Reseach Fiding,
14: 1-4
Sudjadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Swati, M., Monalisa, J., Abhisek, P. 2013. Evaluation of Antidepressant Activity
of Eclipta Alba Using Animal Models. Asian J Pharm Clin res, 6(3):118-120
Syarif, A., Estuningtyas, A., Setiawati, A., Muchtar, A., Arif, A. 2011.
Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tian, J.S., Cui, Y., Hu,L., Gao,S., Chi, W., Dong, T., Liu, L.P. 2010.
Antidepressant-like Effect of Genipin in Mice. Neurosci. Lett, 479: 236-239.
Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, M., Kaur, G., Kaur, H. 2011. Phytochemical
screening and Extraction: A Review. Ipharmsciencia,1(1): 98-106
Tjad, T.H., Raharja, K. 2010. Obat-obat Penting. Edisi ke-6, Jakarta: PT Elex
Media Komputindo Kelompok Kompas – Gramedia.
61
Yao, Y., Wei., Sang., Xiu-sh, Y., Mei-jing, Z., Li-li, W., Pei-you, Q., Li, W.,
Xian-rong, Z., Li-Jun, W., Jin-yan, L., Zhi-hua, Z., Gui-xing, R. 2012.
Antidepressant effects of Ginsenoside from Panax notoginseng.
J.Integr.Agric, 11(3): 483-488
Yau, J.L.W., Noble. J., Hibberd, C., Rrowe, W.B., Meaney, M.J., Morris, R.G.M.,
Seckl, J.R. 2002. Chronic Treatment with the Antidepressant Amitriptyline
Prevents Impairments in Water Maze Learning in Aging Rats. J.Neurosci,
22(4):1430-1442
Yi, L.T., Li, C.F., Zhan, X., Cui,C,C., Xiao,F., Zhou, L.P., Xie, Y. 2010.
Involvement of Monoaminergic system in the antidepressant-like behavioral
and neurochemical effects of the citrus-associated chemical apigenin. Life
Sci,82:741-751
Yi, L.T., Li, J., Li,H.C., Su, D.X., Quan, X.., He, X.C., Wang, X.H. 2012.
Antidepressant-like behavioral, neurochemical and neuroendocrine effects of
naringenin in the mouse repeated tail suspension test. Prog.
Neuorpsychopharmacol. Biol. Psychiatry, 39:175-181
Yi, L.T., Liu, B.B., Li, J., Luo, L., Liu, W., Geng, d., Tang, Y., Xia, Y., Wu, D.
2014. BDNF signaling is necessary for the antidepressant-like effect of
naringenin. Prog. Neuropsychopharmacol.Biol. Phychiatry, 48:135-141
Zomkowski, A.D.E., Rosa, A.O., Lin, J., Santos, A.R.S., Calixto, J.B., Rodrigues,
A.L.S. 2004. Evidence for Serotonine Subtypes Involvement in Agmatine
Antidepressant like Effect in the Mouse Forced Swimming Test. Brain Res,
1023:253-263.
62
Lampiran 1. Surat Keterangan Kelaikan Etik
63
Lampiran 2. Surat Keterangan Determinasi Tanaman Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius R.)
64
65
Lampiran 3. Hasil Statistik Data Immobility Time
a. Hasil Analisis Deskriptif
Kelompok Statistic Std. Error
Pre-Immobility Time
Kelompok Normal
Mean 88.1667 .47726
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 86.9398
Upper Bound 89.3935
5% Trimmed Mean 88.1296
Median 88.0000
Variance 1.367
Std. Deviation 1.16905
Minimum 87.00
Maximum 90.00
Range 3.00
Interquartile Range 2.25
Skewness .668 .845
Kurtosis -.446 1.741
Kontrol Negatif Mean 1.3067E2 .61464
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.2909E2
Upper Bound 1.3225E2
5% Trimmed Mean 1.3074E2
Median 1.3100E2
Variance 2.267
Std. Deviation 1.50555
Minimum 128.00
Maximum 132.00
Range 4.00
Interquartile Range 2.50
Skewness -1.270 .845
Kurtosis 1.531 1.741
Kontrol Positif Mean 1.3167E2 .66667
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.2995E2
Upper Bound 1.3338E2
5% Trimmed Mean 1.3163E2
Median 1.3150E2
Variance 2.667
66
Std. Deviation 1.63299
Minimum 130.00
Maximum 134.00
Range 4.00
Interquartile Range 3.25
Skewness .383 .845
Kurtosis -1.481 1.741
Ekstrak 10% Mean 1.3033E2 .71492
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.2850E2
Upper Bound 1.3217E2
5% Trimmed Mean 1.3031E2
Median 1.3050E2
Variance 3.067
Std. Deviation 1.75119
Minimum 128.00
Maximum 133.00
Range 5.00
Interquartile Range 2.75
Skewness .248 .845
Kurtosis -.014 1.741
Post-Immobility Time
Kelompok Normal
Mean 82.667 .4216
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 81.583
Upper Bound 83.751
5% Trimmed Mean 82.685
Median 83.000
Variance 1.067
Std. Deviation 1.0328
Minimum 81.0
Maximum 84.0
Range 3.0
Interquartile Range 1.5
Skewness -.666 .845
Kurtosis .586 1.741
Kontrol Negatif Mean 128.167 .6009
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 126.622
Upper Bound 129.711
5% Trimmed Mean 128.185
Median 128.500
67
Variance 2.167
Std. Deviation 1.4720
Minimum 126.0
Maximum 130.0
Range 4.0
Interquartile Range 2.5
Skewness -.418 .845
Kurtosis -.859 1.741
Kontrol Positif Mean 48.667 .3333
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 47.810
Upper Bound 49.524
5% Trimmed Mean 48.630
Median 48.500
Variance .667
Std. Deviation .8165
Minimum 48.0
Maximum 50.0
Range 2.0
Interquartile Range 1.2
Skewness .857 .845
Kurtosis -.300 1.741
Ekstrak 10% Mean 71.333 .4944
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 70.062
Upper Bound 72.604
5% Trimmed Mean 71.315
Median 71.500
Variance 1.467
Std. Deviation 1.2111
Minimum 70.0
Maximum 73.0
Range 3.0
Interquartile Range 2.2
Skewness .075 .845
Kurtosis -1.550 1.741
68
b. Uji Normalitas
Kelompok
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
Pre-Immobility Time Kelompok Normal .908 6 .421
Kontrol Negatif .866 6 .212
Kontrol Positif .920 6 .505
Ekstrak 10% .974 6 .918
Post-Immobility Time Kelompok Normal .915 6 .473
Kontrol Negatif .958 6 .804
Kontrol Positif .822 6 .091
Ekstrak 10% .907 6 .415
c. Uji Homogenitas Levene Test
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Pre-Immobility Time .407 3 20 .750
Post-Immobility Time .945 3 20 .438
d. Uji ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Pre-Immobility Time
Between Groups 8219.125 3 2739.708 1.170E3 .000
Within Groups 46.833 20 2.342
Total 8265.958 23
Post-Immobility Time
Between Groups 20128.125 3 6709.375 5.001E3 .000
Within Groups 26.833 20 1.342
Total 20154.958 23
69
e. Uji LSD
Dependent Variable
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Pre-Immobility Time
Kelompok Normal
Kontrol Negatif -42.50000* .88349 .000 -44.3429 -40.6571
Kontrol Positif -43.50000* .88349 .000 -45.3429 -41.6571
Ekstrak 10% -42.16667* .88349 .000 -44.0096 -40.3237
Kontrol Negatif
Kelompok Normal 42.50000* .88349 .000 40.6571 44.3429
Kontrol Positif -1.00000 .88349 .271 -2.8429 .8429
Ekstrak 10% .33333 .88349 .710 -1.5096 2.1763
Kontrol Positif
Kelompok Normal 43.50000* .88349 .000 41.6571 45.3429
Kontrol Negatif 1.00000 .88349 .271 -.8429 2.8429
Ekstrak 10% 1.33333 .88349 .147 -.5096 3.1763
Ekstrak 10%
Kelompok Normal 42.16667* .88349 .000 40.3237 44.0096
Kontrol Negatif -.33333 .88349 .710 -2.1763 1.5096
Kontrol Positif -1.33333 .88349 .147 -3.1763 .5096
Post-Immobility Time
Kelompok Normal
Kontrol Negatif -45.5000* .6687 .000 -46.895 -44.105
Kontrol Positif 34.0000* .6687 .000 32.605 35.395
Ekstrak 10% 11.3333* .6687 .000 9.938 12.728
Kontrol Negatif
Kelompok Normal 45.5000* .6687 .000 44.105 46.895
Kontrol Positif 79.5000* .6687 .000 78.105 80.895
Ekstrak 10% 56.8333* .6687 .000 55.438 58.228
Kontrol Positif
Kelompok Normal -34.0000* .6687 .000 -35.395 -32.605
Kontrol Negatif -79.5000* .6687 .000 -80.895 -78.105
Ekstrak 10% -22.6667* .6687 .000 -24.062 -21.272
Ekstrak 10%
Kelompok Normal -11.3333* .6687 .000 -12.728 -9.938
Kontrol Negatif -56.8333* .6687 .000 -58.228 -55.438
Kontrol Positif 22.6667* .6687 .000 21.272 24.062
f. Uji T-Paired Test
K1
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pre-Immobility Time (K1) 88.1667 6 1.16905 .47726
Post-Immobility Time (K1)
82.667 6 1.0328 .4216
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pre-Immobility Time (K1) & Post-Immobility Time (K1)
6 -.607 .201
70
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Pre-Immobility Time (K1) - Post-Immobility Time (K1)
5.50000 1.97484 .80623 3.42753 7.57247 6.822 5 .001
K2
Paired Samples Statistics
Mean N
Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pre-Immobility Time 1.3067E2 6 1.50555 .61464
Post (K2)-Immobility Time (K2)
128.167 6 1.4720 .6009
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pre-Immobility Time (K2) & Post-Immobility Time (K2)
6 -.331 .522
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Pre-Immobility Time (K2) - Post-Immobility Time (K2)
2.50000 2.42899 .99163 -.04907 5.04907 2.521 5 .053
71
K3
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pre-Immobility Time (K3) 1.3167E2 6 1.63299 .66667
Post-Immobility Time (K3) 48.667 6 .8165 .3333
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pre-Immobility Time (K3) & Post-Immobility Time (K3)
6 .500 .312
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Pre-Immobility Time (K3) - Post-Immobility Time (K3)
8.30000E1 1.41421 .57735 81.51587 84.48413 143.760 5 .000
K4
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pre-Immobility Time 1.3033E2 6 1.75119 .71492
Post-Immobility Time 71.333 6 1.2111 .4944
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pre-Immobility Time & Post-Immobility Time
6 -.157 .766
72
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Pre-Immobility Time - Post-Immobility Time
5.90000E1 2.28035 .93095 56.60692 61.39308 63.376 5 .000
73
Lampiran 4. Hasil Statistik Data Kadar Kortisol Serum
a. Hasil Analisis Deskriptif Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
Pre-Kortisol
Kelompok Normal
Mean 15.3685 .16389
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 14.9472
Upper Bound 15.7898
5% Trimmed Mean 15.3493
Median 15.2700
Variance .161
Std. Deviation .40145
Minimum 15.02
Maximum 16.06
Range 1.04
Interquartile Range .61
Skewness 1.145 .845
Kurtosis .832 1.741
Kontrol Negatif
Mean 20.4457 .15923
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 20.0364
Upper Bound 20.8550
5% Trimmed Mean 20.4584
Median 20.5805
Variance .152
Std. Deviation .39002
Minimum 19.82
Maximum 20.84
Range 1.02
Interquartile Range .67
Skewness -.885 .845
Kurtosis -.456 1.741
Kontrol Positif
Mean 20.4928 .22473
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 19.9151
Upper Bound 21.0705
5% Trimmed Mean 20.4823
Median 20.2995
Variance .303
Std. Deviation .55048
74
Minimum 20.00
Maximum 21.18
Range 1.18
Interquartile Range 1.13
Skewness .562 .845
Kurtosis -2.201 1.741
Ekstrak 10%
Mean 21.0030 .24351
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 20.3770
Upper Bound 21.6290
5% Trimmed Mean 21.0067
Median 21.0070
Variance .356
Std. Deviation .59647
Minimum 20.12
Maximum 21.82
Range 1.70
Interquartile Range 1.03
Skewness -.163 .845
Kurtosis -.072 1.741
Post-Kortisol
Kelompok Normal
Mean 15.007 .2701
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 14.312
Upper Bound 15.701
5% Trimmed Mean 15.008
Median 14.955
Variance .438
Std. Deviation .6615
Minimum 14.0
Maximum 16.0
Range 2.0
Interquartile Range .9
Skewness -.038 .845
Kurtosis .997 1.741
Kontrol Negatif
Mean 20.602 .1172
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 20.301
Upper Bound 20.904
5% Trimmed Mean 20.609
Median 20.720
Variance .082
75
Std. Deviation .2870
Minimum 20.2
Maximum 20.9
Range .7
Interquartile Range .5
Skewness -.786 .845
Kurtosis -1.431 1.741
Kontrol Positif
Mean 12.646 .2703
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 11.951
Upper Bound 13.340
5% Trimmed Mean 12.632
Median 12.575
Variance .438
Std. Deviation .6621
Minimum 12.0
Maximum 13.5
Range 1.5
Interquartile Range 1.2
Skewness .205 .845
Kurtosis -2.670 1.741
Ekstrak 10%
Mean 13.742 .2578
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 13.080
Upper Bound 14.405
5% Trimmed Mean 13.727
Median 13.676
Variance .399
Std. Deviation .6314
Minimum 13.1
Maximum 14.7
Range 1.5
Interquartile Range 1.1
Skewness .409 .845
Kurtosis -1.838 1.741
76
b. Uji Normalitas
Kelompok
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
Pre-Kortisol Kelompok Normal .859 6 .186
Kontrol Negatif .906 6 .411
Kontrol Positif .808 6 .069
Ekstrak 10% .981 6 .958
Post-Kortisol Kelompok Normal .978 6 .942
Kontrol Negatif .863 6 .200
Kontrol Positif .806 6 .066
Ekstrak 10% .867 6 .213
c. Uji Homogenitas Levene Test
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Pre-Kortisol .475 3 20 .703
Post-Kortisol 2.242 3 20 .115
d. Uji ANOVA
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Pre-Kortisol Between Groups 126.536 3 42.179 173.558 .000
Within Groups 4.860 20 .243
Total 131.396 23
Post-Kortisol Between Groups 225.099 3 75.033 221.167 .000
Within Groups 6.785 20 .339
Total 231.884 23
77
e. Uji LSD
Dependent Variable
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Pre-Kortisol Kelompok Normal
Kontrol Negatif -5.07717* .28462 .000 -5.6709 -4.4835
Kontrol Positif -5.12433* .28462 .000 -5.7180 -4.5306
Ekstrak 10% -5.63450* .28462 .000 -6.2282 -5.0408
Kontrol Negatif
Kelompok Normal 5.07717* .28462 .000 4.4835 5.6709
Kontrol Positif -.04717 .28462 .870 -.6409 .5465
Ekstrak 10% -.55733 .28462 .064 -1.1510 .0364
Kontrol Positif
Kelompok Normal 5.12433* .28462 .000 4.5306 5.7180
Kontrol Negatif .04717 .28462 .870 -.5465 .6409
Ekstrak 10% -.51017 .28462 .088 -1.1039 .0835
Ekstrak 10%
Kelompok Normal 5.63450* .28462 .000 5.0408 6.2282
Kontrol Negatif .55733 .28462 .064 -.0364 1.1510
Kontrol Positif .51017 .28462 .088 -.0835 1.1039
Post-Kortisol Kelompok Normal
Kontrol Negatif -5.5958* .3363 .000 -6.297 -4.894
Kontrol Positif 2.3612* .3363 .000 1.660 3.063
Ekstrak 10% 1.2643* .3363 .001 .563 1.966
Kontrol Negatif
Kelompok Normal 5.5958* .3363 .000 4.894 6.297
Kontrol Positif 7.9570* .3363 .000 7.256 8.658
Ekstrak 10% 6.8602* .3363 .000 6.159 7.562
Kontrol Positif
Kelompok Normal -2.3612* .3363 .000 -3.063 -1.660
Kontrol Negatif -7.9570* .3363 .000 -8.658 -7.256
Ekstrak 10% -1.0968* .3363 .004 -1.798 -.395
Ekstrak 10%
Kelompok Normal -1.2643* .3363 .001 -1.966 -.563
Kontrol Negatif -6.8602* .3363 .000 -7.562 -6.159
Kontrol Positif 1.0968* .3363 .004 .395 1.798
f. Uji T-Paired
K1
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pre-Kortisol (K1) 15.3685 6 .40145 .16389
Post-Kortisol (K1)
15.007 6 .6615 .2701
78
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pre-Kortisol (K1) & Post-Kortisol (K1)
6 .845 .034
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Pre-Kortisol
(K1) - Post-Kortisol (K1)
.36183 .38711 .15804 -.04441 .76808 2.290 5 .071
K2
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pre-Kortisol (K2) 20.4457 6 .39002 .15923
Post-Kortisol
(K2) 20.602 6 .2870 .1172
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pre-Kortisol
(K2) & Post-Kortisol (K2) 6 .913 .011
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Pre-Kortisol (K2) - Post-Kortisol (K2)
-.15683 .17330 .07075 -.33870 .02503 -2.217 5 .077
79
K3
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pre-Kortisol (K3) 20.4928 6 .55048 .22473
Post-Kortisol (K3)
12.645 6 .6621 .2703
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pre-Kortisol (K3) & Post-Kortisol (K3)
6 -.240 .647
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Pre-Kortisol (K3) - Post-Kortisol (K3)
7.84733 .95720 .39077 6.84281 8.85185 20.081 5 .000
K4
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pre-Kortisol (K4) 21.0030 6 .59647 .24351
Post-Kortisol (K4)
13.742 6 .6314 .2578
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pre-Kortisol (K4)& Post-Kortisol (K4)
6 .399 .434
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Pre-Kortisol (K4) - Post-Kortisol (K4)
7.26067 .67394 .27513 6.55341 7.96792 26.390 5 .000
80
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
Tanaman Pandan wangi yang digunakan
Pemilihan daun pandan wangi
Ekstraksi Penguapan ekstrak dengan rotary evaporator
81
Kandang hewan uji
Metode tail suspention test Metode Forced Swimming
Test
Pemberian obat dan ekstrak
82
Keterangan:
a. Anestesi hewan uji dengan ketamine secara intraperitoneal
b. Pengambilan darah hewan uji melalui jantung
c. Pemindahan darah kedalam tabung efendrof
d Darah hewan uji dalam tabung efendrof
e. Mesin sentrifugasi
f. hasil sentrifugasi
a b
c
d e
f
e
83
Keterangan:
a. Reagen Kit ELISA-cortisol
b. Proses pengerjaan ELISA
c. Proses pembacaan dengan ELISA reader
a b
c