limbah kulit kakao

29
TUGAS TEKNOLOGI PENGELOLAAN LIMBAH PERTANIAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT KAKAO SEBAGAI PUPUK ORGANIK DAN PAKAN TERNAK (Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah tehnologi Pengelolaan limbah Pertanian Semester V) Oleh : Rayi Respati (101510501041) Fitria Prastyan (101510501044) Norma Lailatun N. (101510501089)

Upload: annas-fadhil

Post on 24-Apr-2015

322 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: limbah kulit kakao

TUGAS TEKNOLOGI PENGELOLAANLIMBAH PERTANIAN

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT KAKAOSEBAGAI PUPUK ORGANIK DAN PAKAN TERNAK

(Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah tehnologi Pengelolaan limbah Pertanian Semester V)

Oleh :

Rayi Respati (101510501041)

Fitria Prastyan (101510501044)

Norma Lailatun N. (101510501089)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS JEMBER

2012

Page 2: limbah kulit kakao

BAB 1. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tanaman perkebunan, di samping menghasilkan produk utama, berupa

biji-bijian minyak atau serat, juga menghasilkan produk sampingan berupa

limbah. Dari aspek pakan ternak, produk limbah perkebunan bisa berupa bahan

berserat tinggi, yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan berserat (hijauan

makanan ternak), seperti pucuk tebu, ampas tebu, tandan sawit, hasil pangkasan

tanaman penaung (kakao) seperti lamtoro atau gamal. Di samping itu juga ada

limbah perkebunan yang memiliki potensi untuk diolah sebagai bahan pakan

penguat (konsentrat) seperti lumpur sawit, molasis, bungkil kelapa, cangkang

kakao, buah semu mete serta kulit buah kopi.

Melalui teknik fermentasi mutu limbah-limbah tersebut dapat

ditingkatkan, sehingga kandungan gizinya bisa hampir sama, atau bahkan

melebihi kandungan  gizi dedak padi. Sehingga limbah-limbah tersebut

seluruhnya dapat dimanfaatkan untuk mengganti dedak sebagai komponen

penting dalam ransum ternak, baik ternak ruminansia (sapi, kambing, kerbau)

maupun ternak non-ruminansia (ayam, itik, babi).

Disamping itu dengan proses pengolahan, diharapkan adanya senyawa –

senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan ternak dapat dihilangkan atau

ditekan dan masa penyimpanannya dapat diperpanjang, sehingga dapat tersedia

sepanjang tahun, meskipun panen komoditas perkebunan bersifat musiman.

Dalam proses pengolahan, diperlukan proses fermentasi, pengeringan serta

penepungan dan atau pencacahan. Agar proses tersebut dapat dilakukan secara

efesiens diperlukan peralatan mekanis, seperti alat penepung dan pencacah.

Karena itu, dalam pemanfaatan limbah ini, diperlukan pengetahuan dan

keterampilan petani untuk menguasai paket teknologi tersebut secara menyeluruh.

Page 3: limbah kulit kakao

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara pengelolaan yang dilakukan terhadap limbah kakao yang

dihasilkan tersebut?

2. Apa saja manfaat dari limbah kulit kakao?

3. Apa pengaruh limbah kakao bagi lingkungan di sekitarnya?

4. Apa rekomendasi yang dapat diterapkan untuk menangani limbah kakao

tersebut?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui cara penanganan dan pengelolaan yang dilakukan terhadap

limbah kakao.

2. Untuk mengetahui manfaat dari limbah tanaman kakao

3. Untuk mengetahui pengaruh limbah kakao bagi lingkungan di sekitarnya.

4. Dapat merekomendasikan dalam penanganan limbah kakao agar tidak

membahayakan bagi lingkungan.

Page 4: limbah kulit kakao

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Fauzan (1999), kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan salah

satu komoditas perkebunan unggulan yang berasal dari Amerika Selatan dan

sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini mampu berbunga dan

berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan bagi para

petani. Adapun Secara botani kakao diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malvales

Famili : Malvaceae (Sterculiaceae)

Genus : Theobroma

Spesies : T. cacao

Pemerintah berusaha untuk meningkatkan devisa negara terutama dalam

kegiatan ekspor non-migas. Salah satu sektor pendukung yang mampu

dikembangkan secara optimal adalah sektor-sektor di bidang perkebunan.

Berbagai jenis tanaman perkebunan telah diusahakan dan dikembangkan.

Tanaman perkebunan yang dimaksud meliputi karet, kelapa sawit, kakao, kopi,

teh dan tebu. Kakao merupakan salah satu hasil perkebunan yang memiliki posisi

cukup baik dalam perdagangan dunia. Kakao juga sebagai salah satu komoditi

perkebunan yang banyak diminati oleh konsumen, sehingga nilai ekonomisnya

meningkat. Konsumsi tersebut menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat

karena pertumbuhan penduduk yang terus bertambah. Tingginya permintaan

kakao oleh masyarakat dunia, diperkirakan negara-negara produsen tidak dapat

memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu prospek kakao pada saat ini di

Indonesia cukup baik (Sulistiyani, dkk, 2006).

Menurut Arsyad (2011), dalam kebijaksanaan ekonomi dalam negeri yang

mengarah pada upaya peningkatan ekspor non migas dan penerapan

kebijaksanaan efisiensi melalui deregulasi, debirokratisasi dan penyesuaian

struktural. Untuk pertama kalinya, aturan main menjadi faktor penting dan

Page 5: limbah kulit kakao

langsung berkaitan dengan kepentingan nasional di bidang perdagangan termasuk

dalam hal ini komoditas kakao. Selain itu, kebijakan pemerintah dan terjadinya

perubahan faktor-faktor eksternal di negara lain juga diduga kuat berdampak

terhadap terjadinya perubahan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Namun bagian ini hanya diekstrak untuk menyajikan analisis dampak rencana

pemberlakuan pajak ekspor dan subsidi harga pupuk terhadap produksi dan ekspor

kakao Indonesia.

Menurut Agus (2010), sentra tanaman kakao di Bali terdapat di

Kabupaten Tabanan dan Jemberana. Di Kabupaten Tabanan, kebun kakao paling

luas terdapat di Kecamatan Selemadeg yaitu mencapai luas 1.095,134 hektar

dengan produksi biji kering sekitar 1.139,41 kg per hektar setiap tahun, yang

diusahakan dalam bentuk kelompok tani Hasil kakao yang dicapai oleh petani

tersebut masih tergolong rendah, dan sebenarnya masih dapat diti ngkatkan, baik

jumlah maupun mutunya. Hal ini disebabkan karena tingkat pengetahuan petani

kakao khususnya dibidang teknologi pemupukan berimbang, pemeliharaan, dan

peng endalian hama/penyakit masih relatif rendah. Kondisi kesuburan tanah di

daerah tersebut khususnya pada beberapa kebun kakao petani menunjukkan ke

suburan yang relatif rendah. Ini terbukti dari hasil analisis tanah yang dilakukan

tahun 2008 menunjukkan pH (agak asam), C-organik (rendah-sedang), kadar N-

total (rendah), P-tersedia dan K- tersedia (rendah-sedang). kondisi tanah yang

baik untuk tanaman kakao adalah : solum tanah minimal 90 cm, gembur,

mengandung bahan organik tinggi, mengandung unsur hara yang tinggi dan

berimbang, memiliki pH tanah netral (6 - 7,5).

Menurut Suhardi (1978), komoditas biji kakao di Indonesia diharapkan

memperoleh posisi yang sejajar dengan komoditas tanaman perkebunan lainnya.

Sumbangan nyata biji kakao terhadap perekonomian Indonesia dalam bentuk

devisa dari ekspor biji kakao dan hasil industri kakao relative besar. Usaha

tanaman kakao saat ini di Indonesia mempunyai arti penting dalam aspek

kehidupan sosial ekonomi. Sebab selain merupakan sumber devisa negara, juga

merupakan tempat tersedianya lapangan kerja dan sumber penghasilan bagi para

petani kakao, terutama di daerah-daerah sentral produksi. Indonesia merupakan

Page 6: limbah kulit kakao

daerah yang mempunyai potensi yang baik untuk pengembangan kakao, tetapi

hingga saat ini produksi kakao Indonesia hanya merupakan sebagian kecil dari

produksi kakao dunia Pada setiap pembibitan tanaman, air memiliki peranan yang

sangat penting, kekurangan air dapat menghambat laju fotosintesis karena

turgiditas sel penjaga stomata akan menurun, sehingga mengakibatkan terhentinya

pertumbuhan. Defisiensi air yang terus-menerus akan menyebabkan perubahan

irreversible (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati.

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya

cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan

kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Di samping itu, kakao juga berperan

dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri.

Kondisi agroklimat, seperti ketinggian tempat, curah hujan, kondisi tanah, sifat

kimia tanah, ketersediaan unsur hara tanah, dan toksitas sangat mempengaruhi

pertumbuhan suatu tanaman. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan

(Dirjenbun) dan Pusat Penelitian Kopi & Kakao Jember, tingkat kesesuaian lahan

untuk tanaman kakao digolongkan menjadi sesuai (S1), cukup sesuai (S2), agak

sesuai (S3) dan tidak sesuai (N). Dengan demikian dapat diketahui tingkat

kesesuaian penanaman kakao di suatu wilayah. Penilian tersebut didasarkan atas

kondisi agroklimat, sifat fisik dan kimia tanah (Wahyuni, 2008).

Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang banyak diminati

oleh konsumen sehingga nilai ekonomisnya meningkat, konsumen kakao dunia

pada dekade terakhir rata – rata 1.500.000 ton/ tahun konsumsi tersebut

menunjukkan cenderungan yang terus meningkatkan karena pertumbuhan

penduduk yang terus bertambah, tingginya permintaa kakao oleh masyarakat

dunia diperkirakan negara – negara produsen dapat memenuhi kebutuhan tersebut

oleh karena itu prospek kakao pada saaat ini diindonesia cukup baik (Dwi, 2006)

Page 7: limbah kulit kakao

BAB 3. PEMBAHASAN

Kasus penanganan limbah pertanian dan perkebunan sampai saat ini masih

merupakan kendala dalam program penanganan limbah di tingkat petani. Masalah

ini di antaranya adalah keterbatasan waktu, tenaga kerja, maupun keterbatasan

areal pembuangan. Di samping itu limbah pertanian dan perkebunan belum

banyak dimanfaatkan walaupun dalam beberapa kondisi memiliki potensi sebagai

bahan pakan ternak maupun bahan baku pembuatan kompos, sehingga perlu

dilakukan pengamatan dalam mendukung program pemanfaatan limbah potensial

terutama limbah potensial yang dihasilkan oleh tanaman kakao yaitu limbah kulit

kakao. Kita sendiri banyak mengenal tanaman kakao sebagai tanaman yang dapat

menghasilkan cokelat. Tapi siapa sangka bahwa selain bijinya yang dapat diproses

menjadi cokelat ternyata  kulit dari buah kakao yang selama ini menjadi limbah 

dari industri cokelat juga mempunyai nilai jual yang tinggi.

Kulit buah kakao (shel fod husk) adalah merupakan limbah agroindustri

yang dihasilkan tanaman kakao. Berdasarkan penelitian, kulit kakao atau biasa

kita sebut kulit cokelat mempunyai kandungan gizi yaitu 22% protein, 3–9%

lemak, bahan kering (BK) 88%, protein kasar (PK) 8%, serat kasar (SK) 40,15,

dan TDN 50,8%, metabolisme energi (K.kal) 2,1, pH 6,8. Dari penjelasan tentang

kandungan gizi dapat disimpulkan bahwa kulit kakao ini memiliki kandungan gizi

yang cukup tinggi dan dapat diolah menjadi limbah yang bernilai jual tinggi..

Maka pada makalah ini kita dapat membahas tentang pendayagunaan limbah kulit

kakao untuk menjadi pupuk serta pakan ternak alternative yang dapat

meningkatkan produktivitas hewan ternak.

Pembuatan pupuk yang terbuat dari kulit kakao sendiri tidak jauh berbeda

dengan pembuatan pupuk kompos lain. Kulit kakao yang ada, dikumpulkan dalam

satu lubang tanah, lalu dicampur dedaunan, batang pisang dan jerami yang

kemudian ditimbun selama kurang lebih 60 hari. Agar hasilnya maksimal,

timbunan tersebut tidak boleh dibuka selama proses berlangsung, selain itu bisa

ditambahkan mikro organisme pengurai atau cacing tanah agar bisa mempercepat

penggemburan. Setelah itu, lubang bisa digali dan kulit kakao akan berubah

Page 8: limbah kulit kakao

menjadi gembur. Lalu, pupuk kompos yang sudah jadi, diangkat dari lubang.

Selanjutnya pupuk kompos yang kasar disaring supaya menghasilkan pupuk

kompos yang halus, maka pupuk siap digunakan. Secara ekonomi pupuk dari

bahan dasar kulit kakao bisa menghemat biaya hingga 50 persen, sehingga petani

tidak susah lagi dengan kelangkaan pupuk yang sering terjadi belakangan ini.

karena unsur hara yang ada di dalam pupuk yang terbuat dari kakao telah

mencukupi. Agar unsur hara pupuk kompos dari kulit kakao mencukupi bisa

ditambahkan dengan pupuk ZA dan NSP. Selain menghemat biaya, pupuk dari

kulit kakao tersebut sangat ramah lingkungan karena tidak mengandung zat asam

berlebih, sehingga tidak membuat struktur tanah menjadi keras.

Selain dapat digunakan sebagai pupuk ternyata dari kandungan yang

terdapat dari limbah kulit kakao sendiri dapat juga dimanfaatkan sebagai pakan

ternak alternative. Selama ini para peternak sapi, kambing atau unggas sering

mengandalkan pakan yang berasal dari rerumputan atau sayuran untuk pakan

ternaknya sehari-hari. Dengan pakan yang standar tersebut produktivitas dari

hewan ternak tidak dapat maksimal Dan lagi kendala yang sering dialami oleh

para petani sendiri adalah terbatasnya pakan tersebut. Perluasan areal untuk

penanaman rumput sebagai pakan ternak sangat sulit, karena alih fungsi lahan

yang sangat tinggi. Dan  pada musim kemarau tanaman rumput terganggu

pertumbuhannya, sehingga pakan rumput yang tersedia kurang baik dari

segi kuantitas maupun kualitas. Bahkan di daerah-daerah tertentu rumput pakan

ternak akan kering dan mati sehingga menimbulkan krisis pakan rumput.

Mengingat sempitnya lahan penggembalaan dan kendala ketersediaan tanaman

pakan pada musim kemarau, maka usaha pemanfaatan sisa hasil (limbah)

pertanian untuk pakan perlu dipadukan dengan bahan lain yang sampai saat ini

belum biasa digunakan sebagai pakan yang dapat meningkatkan produktivitas

hewan ternak tersebut.

Kulit buah kakao, memiliki peran yang cukup penting dan berpotensi

dalam penyediaan pakan ternak. Pemanfaatan kulit buah kakao sebagai pakan

ternak dapat diberikan dalam bentuk segar maupun dalam bentuk tepung setelah

diolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kulit buah kakao segar yang

Page 9: limbah kulit kakao

dikeringkan dengan sinar matahari kemudian digiling dan dihaluskan selanjutnya

dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak. Proses pengolahan limbah kulit

kakao menjadi pakan ternak alternative  dapat menggunakan dua cara yaitu proses

pengolahan limbah kulit kakao tanpa melalui fermentasi dan proses pengolahan

dengan melalui fermentasi.

Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) adalah tanaman perkebunan yang

umumnya tumbuh di daerah tropis. Bagian dari buah kakao yang dimanfaatkan

berupa biji, yang nantinya diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan bubuk

coklat, biasa digunakan sebagai minuman penyegar dan makanan ringan. Limbah

adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas

manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.

Banyak terdapat limbah seperti limbah perkotaan, limbah rumah tangga

dan limbah pertanian. Limbah pertanian meliputi semua hasil proses pertanian

yang tidak termanfaatkan atau belum memiliki nilai ekonomis. Salah satu cara

untuk memanfaatkan limbah pertanian adalah dengan dijadikan kompos, seperti

halnya dengan kulit buah kakao.

Bahan organik sering disebut segbagai bahan penyangga tanah. Tanah

dengan kandungan bahan organik rendah akan berkurang kemampuannya

mengikat pupuk kimia sehingga efisiensinya menurun akibat sebagian pupuk

hilang akibat pencucian, fiksasi atau penguapan. Kandungan bahan organik dalam

tanah semakin lama semakin berkurang, oleh karena itu pemberian pupuk organik

pada tanaman perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui penguruh pupuk organik

terhadap pertumbuhan tanaman

Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk organik yang berasal dari

pemanfaatan limbah kulit kakao yang terlebih dahulu dikomposkan dengan

menggunakan aktivator EM-4. produsinya pada tahun 1999 adalah 5.890 ton, data

estimasi tahun 2002 adalah 5.002 ton sedangkan, produksi kakao Indonesia tahun

1999 adalah 367.475 ton dan estimasi tahun 2002 adalah 433.415 ton. Banyaknya

produksi ini mengakibatkan kulit kakao sebagai limbah perkebunan meningkat.

limbah kulit buah kakao yang dihasilkan dalam jumlah banyak akan menjadi

Page 10: limbah kulit kakao

masalah jika tidak ditangani dengan baik. Produksi limbah padat ini mencapai

sekitar 60% dari total produksi buah.

Kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman

dalam bentuk kompos, pakan ternak, produksi biogas dan sumber pektin. Sebagai

bahan organik, kulit buah kakao mempunyai komposisi hara dan senyawa yang

sangat potensial sebagai medium tumbuh tanaman. Kadar air untuk kakao lindak

sekitar 86%, dan kadar bahan organiknya sekitar 55,7%. Kompos kulit buah

kakao mempunyai pH 5,4, N total 1,30%, C-organik 33,71%; P2O5 0,186%; K2O

5,5%;CaO 0,23%; dan MgO 0,59%. Kulit buah kakao sampai saat ini belum

banyak mendapat perhatian masyarakat atau perusahaan untuk dijadikan pupuk

organik, umumnya pupuk organik yang digunakan berasal dari kotoran hewan,

seperti sapi dan domba.

Pengertian Pupuk Organik

Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari pelapukan sisa-sisa makhluk hidup,

tanaman, hewan, manusia, dan kotoran hewan. Pupuk ini merupakan pupuk

lengkap, artinya mengandung unsur makro dan mikro. Keunggulan pupuk organik

antara lain :

a. Pupuk organik berfungsi sebagai granulator sehingga dapat memperbaiki

struktur tanah. Adanya bahan organik dapat mengikat butiran tanah yang lebih

besar dan remah sehingga tanah menjadi lebih gembur.

b. Daya serap tanah terhadap air dapat meningkat dengan pemberian pupuk

organik karena mengikat air lebih banyak dan lebih lama.

c. Pupuk organik dapat meningkatkan kehidupan mikroorganisme dalam tanah.

Jasad renik dalam tanah berperan dalam perubahan bahan organik (BO).

d. Unsur hara di dalam pupuk organik merupakan sumber makanan bagi tanaman.

Walaupun dalam jumlah sedikit, pupuk organik mengandung unsur lengkap.

e. Pupuk organik merupakan sumber unsur hara N, P, S.

Pengomposan

kompos merupakan hasil pelapukan dari berbagai bahan yang berasal makhluk

hidup seperti dedaunan, tanaman, kotoran hewan dan sampah. Proses pembuata

kompos dapat dipercepat dengan bantuan manusia. Pupuk dengan C/N ratio yang

Page 11: limbah kulit kakao

tinggi kurang baik diberikan, karena proses peruraian selanjutnya akan terjadi di

dalam tanah dan CO2 yang dihasilkan akan berpengaruh kurang baik terhadap

pertumbuhan.

Faktor-faktor Keberhasilan dalam Pengomposan

Menurut Isroi (2007) ada beberapa hal yang mempengaruhi pengomposan antara

lain :

1. Nisbah C/N

Nisbah C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga

40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N

untuk sintesis protein. Pada nisbah C/N di antara 30-40 mikroba mendapatkan

cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila nisbah C/N terlalu

tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi

berjalan lambat.

2. Tekstur bahan baku

Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area

yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan

proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran bahan baku juga

menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas

permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut,

dengan ukuran bahan baku yang ideal 2x2cm.

3. Aerasi

Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob).

Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang

menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam

tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan

(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang

akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan

melakukan pembalikan atau mengalirkan udara dalam tumpukan kompos.

4. Porositas

Porositas adalah ruang diantara partikel dalam tumpukan kompos. Porositas

dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-

Page 12: limbah kulit kakao

rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan menambah oksigen untuk

proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen

akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu. Kelembaban

(Moisture content) memegang peranan yang sangat penting dalam proses

metabolismemikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen.

5. Mikrooranisme

Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik

tersebut larut dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk

metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan

mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila

kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang,

akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik

yang menimbulkan bau tidak sedap.

6. Temperatur

Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungannya langsung antara

peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan

semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses

dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan

kompos. Temperatur yang berkisar antara 30-60o C menunjukkan aktivitas

pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60o C akan membunuh

sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan

hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman

dan benih-benih gulma.

7. Reaksi kemasaman (pH)

Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum

untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH kotoran ternak

umumnya berkisar antara 6,8 hingga 7,4. Proses pengomposan sendiri akan

menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri, sebagai

contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan

penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa

Page 13: limbah kulit kakao

yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal

pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.

8. Kandungan hara

Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan biasanya

terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan

oleh mikroba selama proses pengomposan.

9. Kandungan bahan berbahaya

Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi

kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nikel, Cr adalah

beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami

imobilisasi selama proses pengomposan.

Prosedur Kerja Pembuatan Kompos Limbah Kulit Kakao

Alat dan bahan

Alat yang digunakan antara lain: cangkul, golok, timbangan, ember, gembor, dan

kantong plastik untuk pengomposan, sedangkan bahan yang digunakan, yaitu

limbah kulit kakao, air, fungisida, dan aktivator.

Metode pelaksanaan

Cara pembuatan kompos limbah kulit kakao hampir sama dengan cara

pengomposan nenggunakan bahan lain, berikut ini prosedur kerja dalam

pembuatan kompos limbah kulit kakao:

1. Mengumpulkan bahan baku yang masih berserakan di tempat pengumpulan

buah kakao saat panen

2. Menjemur bahan baku limbah kulit kakao, dengan tujuan untuk mengurangi

kadar air yang tersimpan dalam kulit kakao

3. Memperkecil ukuran bahan (limbah kulit kakao). Untuk memperkecil ukuran

bahan dapat dilakukan dengan parang atau mesin pencacah, tujuan dari

memperkecil ukuran bahan baku adalah untuk memperluas permukaan, sehingga

proses dekomposisi bisa berjalan lebih cepat

4. Menyiapkan aktivator pengomposan. Jenis aktivator yang digunakan adalah

(EM-4 atau Promi), kemudian larutkan ke dalam air dengan campuran 125ml EM-

4 dilarutkan dengan 10 liter air.

Page 14: limbah kulit kakao

5. Pemasangan kotak/plastik wadah pengomposan, kotak dapat terbuat dari papan

dengan ukuran panjang 2m dan lebar 2m.

6. Memasukkan bahan ke dalam cetakan selapis demi selapis. Tinggi setiap

lapisan ± 20 cm, kemudian siram tiap lapisan dengan larutan aktivator dan air

sebanyak ± 250 ml. lalu bahan tersebut diinjak-injak agar memadat sambil disiram

dengan aktivator pengomposan.

7. Setelah kotak penuh, buka kotak dan tutup tumpukan kulit buah kakao dengan

plastik.

8. Lalu ikat tumpukan tersebut dengan tali, usahakan jangan ada celah tempat

udara masuk.

9. Masa Inkubasi pengomposan terjadi selam selama 1,5 sampai 2 bulan, setiap 10

hari sekali dilakukan kegiatan pengamatan.

Pengamatan proses pengomposan

Agar proses pengomposan dapat berjalan dengan baik, perlu dilakukan

pengamatan secara teratur. Pengamatan dapat dilakukan seminggu sekali hingga

kompos siap digunakan .Pengamatan dilakukan secara fisik dan kimia dengan

menggunakan peralatan yang sederhana. Pengamatan secara fisik meliputi:

a. Suhu kompos

Buka plastik penutup kompos dan raba tumpukan kompos hingga bagian dalam.

Seharusnya dalam waktu satu dua hari setelah pembuatan kompos, suhu akan

meningkat dengan cepat. peningkatan suhu dapat mencapai 70o C dan dapat

berlangsung beberapa minggu, pengukuran suhu kompos dapat menggunakan alat

termometer.

b. Kelembaban

Periksa juga kadar air/kelembaban kompos hingga bagian dalam kompos.

Kompos yang baik akan terasa lembab namun tidak terlalu basah, kelembaban

yang idel pada waktu proses dakomposisi adalah ± 60%.

c. Penyusutan

Sejalan dengan proses penguraian bahan organik menjadi kompos akan terjadi

penyusutan volume kompos. Penyusutan volume ini dapat mencapi setengah

(50%) dari volume semula. Apabila selama proses pengomposan tidak terjadi

Page 15: limbah kulit kakao

penyusutan volume, kemungkinan proses pengomposan tidak berjalan dengan

baik.

d. Perubahan warna bahan baku

Amati pula perubahan warna yang terjadi pada bahan baku kompos. Biasanya

warna berubah menjadi coklat kehitam-hitaman. Seringkali jamur juga ditemukan

tumbuh subur di atas tumpukan kompos.

Sedangkan pengamatan secara kimia meliputi dua kegiatan pengamatan

yaitu:

a. Pengukuran pH

Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum

untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5, pengamatan ini dapat

menggunakan kertas lakmus.

b. Pengukuran nisbah C/N

Salah satu kriteria kematangan kompos adalah nisbah C/N. Analisa ini hanya bisa

dilakukan di laboratorium. Kompos yang telah cukup matang memiliki nisbah

C/N<20. Apabila nisbah C/N lebih tinggi, maka kompos belum cukup matang dan

perlu waktu dekomposisi yang lebih lama lagi.

Cara Menentukan kematangan kompos

untuk mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji di

laboratorium ataupun pengamatan sederhana di lapangan. Berikut ini disampaikan

beberapa cara sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos :

1. Penyusutan bahan baku

Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan

kompos.Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan

tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 20–40%. Apabila

penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum

selesai dan kompos belum matang.

2. Warna kompos

Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila

kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya

Page 16: limbah kulit kakao

berarti kompos tersebut belum matang. Selama proses pengomposan pada

permukaan kompos seringkali juga terlihat miselium jamur yang berwarna putih.

3. Struktur bahan baku

Kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika dihancurkan. Bentuk kompos

mungkin masih menyerupai bahan asalnya, tetapi ketika diremas akan mudah

hancur.

4. Bau

Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan bau bahan bakunya sudah

berubah, meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang

tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerob dan menghasilkan senyawa-

senyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Dan apabila kompos

masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos masih belum matang.

5. Suhu

Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan.

Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50o C, berarti proses pengomposan

masih berlangsung aktif dan kompos belum cukup matang.

Pengemasan kompos

Kompos yang sudah matang segera dikemas, kompos tersebut dikemas dengan

karung dengan berat 25 kg tiap karung, setelah pengemasan selesai kompos siap

untuk dijual atau langsung diaplikasikan pada tanaman

Pengelolaan limbah kulit kakao sebagai pupuk organik memiliki banyak

manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut :

Aspek Ekonomi :

1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah.

2. Mengurangi volume/ukuran limbah.

3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya.

Aspek Lingkungan :

1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas

metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di

tempat pembuangan sampah.

2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan.

Page 17: limbah kulit kakao

Aspek bagi tanah/tanaman:

1. Meningkatkan kesuburan tanah.

2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah.

3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah.

4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah.

5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen).

6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman.

7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman.

8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah.

Page 18: limbah kulit kakao

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada tujuan dan pembahasan maka dapat diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

1. Secara umum limbah dari produksi tanaman kakao terdiri atas dua macam

yaitu limbah cair dan padat.

2. Limbah padat yang berasal dari kulit sisa kakao dapat dimanfaatkan menjadi

pakan ternak dan pupuk organik.

3. Dalam proses produksi tanaman kakao memiliki hasil samping berupa limbah

cairan yaitu pulp (lender) biji kakao dapat dimanfaatkan sebagai nata de cacao

dan sirup.

4. Bentuk pengelolaan limbah dengan memanfaatkan kembali limbah dengan

mengaplikasikan sebagai pupuk organik.

5. Pengolaan limbah dilakukan dengan baik, agar tidak menimbulkan adanya

bahan berbahaya dan beracun di lingkungan masyarakat sekitar.

4.2 Saran

Pemanfaatan limbah kulit kakao sebagai pakan ternak dan pupuk organik

perlu dilakukan dalam skala luas sehingga dapat meningkatkan nilai guna limbah

tersebut dan dapat bermanfaat bagi masyarakat maupun petani.

Page 19: limbah kulit kakao

DAFTAR PUSTAKA

Agus, J. 2010. Teknologi Pembuatan Pakan Ternak dari Limbah Kulit Kakao .Jurnal Litbang Vol. 2 No.1.

Arsyad, M. 2011. Analisis Dampak Kebijakan Pajak Ekspor dan Subsidi HargaPupuk terhadap Produksi dan Ekspor Kakao Indonesia Pasca PutaranUruguay. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Vol. 8, No. 1.

Dwi, P. dan B. Arsana . 2006. Kambing Peranakan Ettawah, Penghasil Susu Sebagai Sumber Pertumbuhan Baru – Sub Sektor Peternakan di Indonesia. Makalah Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan- Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Fauzan. 1999. Petunjuk Pemupukan. Jakarta : Redaksi Agromedia.

Suhardi. 1978. Dasar – Dasar Bercocok Tanam. Yogyakarta : Kanisius.

Sulistiyani, D. P. Warsito,. dan D. Suwandi 2006. Kesesuaian Lahan untukTanaman Kakao di Lahan Perkebunan Karet. Jurnal Dinamika PertanianVol. 21 No. 2.

Wahyuni, S. dan N. Sugama. 2008. Hasil Pengkajian Pemanfaatan LimbahPerkebunan (Kakao dan kopi) untuk Pakan Ternak. Kerjasama BPTP Balidengan Bappeda Prop. Bali.