lp-anemia

39
A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. PENGERTIAN a. Anemia berarti kekurangan sel darah merah dapat disebabkan oleh hilangnya darah terlalu cepatatau kerena terlalu lambatnya produksi sel darah merah (Guyton, 1997:538) b. Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999:569 ). c. Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006:256). d. Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar HB atau hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan sutu penyakit atau gangguan fungsi tubuh. (Smeltzer, 2002:935 ) .

Upload: yulli-utami

Post on 06-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

aneeeeemiaaa

TRANSCRIPT

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. PENGERTIAN

a. Anemia berarti kekurangan sel darah merah dapat disebabkan oleh

hilangnya darah terlalu cepatatau kerena terlalu lambatnya produksi sel

darah merah (Guyton, 1997:538)

b. Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan

komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang

dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan

penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999:569 ).

c. Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah

merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells

(hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006:256).

d. Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar

HB atau hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan

penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan sutu penyakit

atau gangguan fungsi tubuh. (Smeltzer, 2002:935 ) .

e. Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa

hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk

menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. (Bakta, 2003:12)

f. Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah

merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal

(Smeltzer, 2002 : 935).

2. Epidemiologi

Prevalensi anemia aplastik yang tinggi terdapat di bagian tropik yang

dapat mencapai hingga 40 % di daerah tertentu. Prevalensi anemia aplastik

lebih rendah di dapat juga di daerah Mediteranian, Saudi Arabia dan

beberapa bagian di India. Anemia aplastik adalah anemia yang terjadi

akibat rusaknya sumsum tulang belakang yang paling banyak didapat.

Pembawa sifat diturunkan secara dominan. Insiden diantara orang

Amerika berkulit hitam adalah sekitar 8 % sedangkan status homozigot

yang diturunkan secara resesif berkisar antara 0,3 – 1,5 %. (Noer

Sjaifullah H.M, 1999, hal 535).

3. PENYEBAB

Penyebab dari anemia antara lain :

a. Gangguan produksi sel darah merah, yang dapat terjadi karena;

Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia

Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient

Fungsi sel induk (stem sel ) terganggu

Inflitrasi sum-sum tulang

b. Kehilangan darah

Akut karena perdarahan

Kronis karena perdarahan

Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)

c. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) yang dapat terjadi

karena;

Faktor bawaan misalnya kekurangan enzim G6PD

Faktor yang didapat, yaitu bahan yang dapat merusak eritrosit

d. Bahan baku untuk membentuk eritrosit tidak ada

Ini merupakan penyebab tersering dari anemia dimana terjadi

kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain

besi, vitamin B12 dan asam folat.

4. TANDA dan GEJALA

Tanda dan Gejala yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari

berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan

neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku,

anorexia (badan kurus), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal

pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi

epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia

dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini,

bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah munculnya

sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).

Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala

terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke

atau serangan jantung.(Price ,2000:256-264)

Manifestasi klinis

Area Manifestasi klinis

Keadaan umum Pucat , penurunan kesadaran, keletihan

berat , kelemahan, nyeri kepala, demam,

dipsnea, vertigo, sensitive terhadap

dingin, BB turun.

Kulit Jaundice (anemia hemolitik), warna kulit

pucat, sianosis, kulit kering, kuku rapuh,

koylonychia, clubbing finger, CRT > 2

detik, elastisitas kulit munurun,

perdarahan kulit atau mukosa (anemia

aplastik)

Mata Penglihatan kabur, jaundice sclera,

konjungtiva pucat.

Telinga Vertigo, tinnitus

Mulut Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis,

perdarahan gusi, atrofi papil lidah,

glossitis, lidah merah (anemia deficiency

asam folat)

Paru – paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea

Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah, palpitasi,

sesak waktu kerja, angina pectoris dan

bunyi jantung murmur, hipotensi,

kardiomegali, gagal jantung

Gastrointestinal Anoreksia, mual-muntah,

hepatospleenomegali (pada anemia

hemolitik)

Muskuloskletal Nyeri pinggang, sendi

System persyarafan Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata

berkunang-kunang, kelemahan otot,

irritable, lesu perasaan dingin pada

ekstremitas.

(Bakta, 2003:15)

5. PATOFISIOLOGI

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau

kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum

tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor,

atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah

dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang

disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak

sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor

diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sistem fagositik atau

dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai

hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan

masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah

(hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma

(konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl

mengakibatkan ikterik pada sclera.

(Smeltzer & Bare. 2002 : 935 ).

PATHWAY

Defisiensi B12, asam folat, besi

Kegagalan produksi SDM o/ sum-sum tulang Perdarahan/hemofilia

Destruksi SDM berlebih

Penurunan SDM

Hb berkurang

As. Lambung meningkat

Peristaltik menurun

Anoreksiamual

Makanan susah

dicerna

Perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan

Konstipasi

Suplai O2 dan nutrisi ke jaringan berkurang

Penurunan kerja GI

Gastro intestinal SSP

Kerja lambung menurun

Gg. perfusi

jaringan serebral

Hipoksia

Mekanisme an aerob

ATP berkurang

Kelelahan

Reaksi antar saraf berkurang

Intoleransi aktivitas

Asam laktat

Nyeri

Pusing

Energy untuk membentuk antibodi

berkurang

Resiko infeksi

Anemia PK Anemia

sesakPola nafas

tidak efektif

6. KLASIFIKASI

Klasifikasi anemia menurut faktor morfologi :

a. Anemia hipokromik mikrositer : MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg

Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang

berkurang atau kadar hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan

penurunan MCH)

1) Anemia defisiensi besi

2) Thalasemia major

3) Anemia akibat penyakit kronik

4) Anemia sideroblastik

b. Anemia normokromik normositer : MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg

Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta

mengandung jumlah hemoglobin dalam batas normal.

1) Anemia pasca perdarahan akut

2) Anemia aplastik

3) Anemia hemolitik didapat

4) Anemia akibat penyakit kronik

5) Anemia pada gagal ginjal kronik

6) Anemia pada sindrom mielodisplastik

7) Anemia leukemia akut

c. Anemia normokromik makrositer : MCV > 95 fl

Sel darah merah memiliki ukuran yang ukuran yang lebih besar dari

pada normal tetapi tetapi kandungan hemoglobin dalam batas normal

(MCH meningkat dan MCV normal).

1) Bentuk megaloblastik

1. Anemia defisiensi asam folat

2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

2) Bentuk non-megaloblastik

1. Anemia pada penyakit hati kronik

2. Anemia pada hipotiroidisme

3. Anemia pada sindrom mielodisplastik

Klasifikasi anemia menurut faktor etiologi :

a. Anemia karena produksi eritrosit menurun

1. kekurangan bahan unuk eritrosit (anemia defisiensi besi, dan

anemia deisiensi asam folat/ anemia megaloblastik)

2. gangguan utilisasi besi (anemia akibat penyakit kronik, anemia

sideroblastik)

3. kerusakan jaringan sumsum tulang (atrofi dengan penggantian

oleh jaringan lemak:anemia aplastik/hiplastik, penggantian oleh

jaringan fibrotic/tumor:anemia leukoeritoblastik/mielopstik)

4. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui.

(anemia diserotropoetik, anemia pada sindrom mielodiplastik)

b. Kehilangan eritrosit dari tubuh.

1. Anemia pasca perdarahan akut.

2. Anemia pasca perdarahan kronik

c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)

1. Faktor ekstrakorpuskuler

- Antibody terhadap eritrosit: (Autoantibodi-AIHA,

isoantibodi-HDN)

- Hipersplenisme

- Pemaparan terhadap bahan kimia

- Akibat infeksi

- Kerusakan mekanik

2. Factor intrakorpuskuler

- Gangguan membrane (hereditary spherocytosis, hereditary

elliptocytosis)

- Gangguan enzim (defisiensi piruvat kinase, defisiensi

G6PD)

- Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati structural,

thalasemia)

(Bakta, 2003:15,16)

Anemia yang terjadi akibat menurunnya produksi SDM antara lain :

Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi merupakan gejala kronis dengan keadaan

hipokromik (konsentrasi Hb kurang), mikrositik yang disebabkan oleh

suplai besi kurang dalam tubuh. kurangnya besi berpengaruh dalam

pembentukan Hb sehingga konsentrasinya dalam SDM berkurang, hal

ini akan mengakibatkan tidak adekuatnya pengangkutan oksigen

keseluruh jaringan tubuh. Pada keadaan normal kebutuhan besi orang

dewasa adalah 2- 4 gm. Pada laki-laki kebutuhan besi adalah 50

mg/kgBB dan pada wanita 35 mg/kgBB ( Lawrence M Tierney, 2003)

dan hamper 2/3 terdapat dalam Hb. Absorbsi besi terjadi dilambung,

duodenum dan jejunum bagian atas adanya erosi esofagitis, gaster,

ulser duodenum, kanker dan adenoma kolon akan mempengaruhi

absobsi besi.

Anemia megaloblastik

Anemia yang disebabkan karena rusaknya sintesis DNA yang

mengakibatkan tidak sempurnanya SDM. Keadaan ini disebabkan

karena defisiensi vitamin B12 dan asam folat.karakteristik SDM ini

adalah adanya megaloblas abnormal, Prematur dengan fungsi yang

tidak normal dan dihancurkan semasa dalam sumsum tulang sehingga

terjadinya eritropoeisis dengan masa hidup eritrosit yang lebih

pendek.yang akan mengakibatkan leucopenia, trombositopenia .

Anemia defisiensi vitamin B12

Merupakan gangguan autoimun karena tidak adanya faktor intrinsik

yang diproduksi di sel parietal lambung sehingga terjadi gangguan

absobsi vitamin B12 .

Anemia defisiesi asam folat

Kebutuhan folat sangat kecil biasanya terjadi pada orang yang kurang

makan sayuran dan buah-buahan, gangguan pada pencernaan, alkolik

dapat meningkatkan kebutuhan folat, wanita hamil, masa

pertumbuhan. Defisiensi asam folat juga dapat mengakibatkan

sindrom malabsobsi

Anemia aplastik

Terjadi akibat ketidak sanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel

– sel darah. Kegagalan tersebut disebabkan oleh kerusakan primer

atau zat yang dapat merusak sumsum tulang (Mielotoksin).

Anemia karena meningkatnya destruksi atau kerusakan SDM dapat

terjadi karena hiperaktifnya RES.

Meningkatnya destruksi SDM dan tidak adekuatnya produksi SDM

biasanya karena faktor-faktor :

Kemampuan respon sumsum tulang terhadap penurunan SDM kurang

karena meningkatnya jumlah retikulosit dalam sirkulasi darah

Meningkatnya SDM yang masih muda dalam sumsum tulang

dibandingkan yang matur atau matang .

Ada atau tidaknya hasil destruksi SDM dalam sirkulasi (peningkatan

kadar bilirubin)

Anemia yang terjadi akibat meningkatnya destruksi/kerusakan SDM

antara lain:

Anemia hemolitik

anemia hemolitik terjadi akibat peningkatan hemolisis dari eritrosit

sehingga usia SDM lebih pendek yang disebabkan oleh : 5% dari jenis

anemia, herediter, Hb abnormal, membran eritrosit rusak, thalasemia,

anemia sel sabit, reaksi autoimun, toksik, kimia, pengobatan, infeksi,

kerusakan fisik .

Anemia sel sabit

anemia sel sabit adalah anemia hemolitk berat yang ditandai dengan

SDM kecil sabit, dan pembesaran limfa akibat kerusakan molekul Hb

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium pada pasien anemia menurut (Doenges,

1999 :572)

Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV

(volume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular

rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB),

peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik).

Nilai normal eritrosit (juta/mikro lt) : 3,9 juta per mikro liter pada

wanita dan 4,1 -6 juta per mikro liter pada pria

Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.

Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat

(respons sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).

Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk

(dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).

LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal :

peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.

Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa

anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai

waktu hidup lebih pendek.

Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).

SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial)

mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik)

Nilai normal Leokosit (per mikro lt) : 6000 – 10.000 permokro liter

Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau

tinggi (hemolitik)

Nilai normal Trombosit (per mikro lt) : 200.000 – 400.000 per mikro

liter darah

Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur

hemoglobin.

Nilai normal Hb (gr/dl) : Bilirubin serum (tak terkonjugasi):

meningkat (AP, hemolitik).

Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia

sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi

Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)

TBC serum : meningkat (DB)

Feritin serum : meningkat (DB)

Masa perdarahan : memanjang (aplastik)

LDH serum : menurun (DB)

Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)

Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,

menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).

Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan :

perdarahan GI

Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak

adanya asam hidroklorik bebas (AP).

Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak

berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan

tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum

dengan penurunan sel darah (aplastik).

8. KOMPLIKASI

Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya,

penderita anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek,

gampang flu, atau gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga

menjadi gampang lelah, karena harus memompa darah lebih kuat. Pada

kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat ditangani dan berkelanjutan

dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin. Selain bayi lahir

dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu

perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak. Anemia berat, gagal

jantung kongesti dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak

dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Selain

itu dispnea, nafas pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas

jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengurangan oksigen

(Price &Wilson, 2006)

9. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan perawatan

karena penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau penurunan

produksi sel darah merah.pada pasien yang hipovelemik:

pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,

resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.

tranfusi kompenen darah sesuai indikasi

(Catherino,2003:416)

Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap

kondisi yang mengancam jiwa. Kristaloid adalah cairan awal pilihan.

(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)

Acute anemia akibat kehilangan darah:

1. Pantau pulse oksimetri, pemantau jantung, dan Sphygmomanometer.

2. Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin) sesuai indikasi.

3. Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2 liter cairan

kristaloid dan juga pantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung

kongestif iatrogenik pada pasien..

4. Berikan plasma beku segar (FFP), faktor-faktor koagulasi dan platelet,

jika diindikasikan.

5. Pasien dengan hemofilia harus memiliki sampel terhadap faktor

deficiency yang dikirim untuk pengukuran.

6. Pasien hamil dengan trauma yang ada kecurigaan terhadap adanya

Feto-transfer darah ibu harus diberikan imunoglobulin Rh-(Rhogam)

jika mereka Rh negatif.

7. Setelah pasien stabil, mulailah langkah-langkah spesifik untuk

mengobati penyebab pendarahan.

(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)

Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat berbeda-beda

tergantung dari jenis anemia yang diderita oleh pasien. Berikut ini

beberapa terapi yang diberikan pada pasien sesuai dengan jenis anemia

yang diderita:

a. Anemia Deficiensi Besi

Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana pemberian

terapi berupa:

Terapi kausal: tergantung pada penyebab anemia itu sendiri,

misalnya pengobatan menoragi, pengobatan hemoroid bila

tidak dilakukan terapi kausal anemia akan kambuh kembali.

Pemberiian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi di

dalam tubuh. Besi per oral (ferrous sulphat dosis 3x200 mg,

ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous

suuccinate). Besi parentral, efek sampingnya lebih berbahaya

besi parentral diindikasikan untuk intoleransi oral berat,

kepatuhan berobat kurang, kolitis ulseratif, dan perlu

peningkatan Hb secara cepat seperti pada ibu hamil dan

preoperasi. (preparat yang tersedia antara iron dextran

complex, iron sorbitol citric acid complex)Pengobatan

diberikan sampai 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal

untuk cadangan besi tubuh.

Pengobatan lain misalnya: diet, vitamin C dan transfusi darah.

Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan

besi adalah pada pasien penyakit jantung anermik dengan

ancaman payah jantung, anemia yang sangat simtomatik, dan

pada penderita yang memerlukan peningkatan kadar

hemoglobin yang cepat.dan jenis darah yang diberikan adalah

PRC untuk mengurangi bahaya overload. Sebagai premediasi

dapat dipertimbangkan pemberian furosemid intravena.

(Bakta, 2003:36)

b. Anemia Akibat Penyakit Kronis

Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik, beberapa hal yang

perlu mendapat perhatian adalah:

Jika penyakit dasar daat diobati dengan baik, anemia akan

sembuh dengan sendirinya.

Anemia tidak memberi respon pada pemberian besi, asam folat,

atau vitamin B12.

Transfusi jarang diperlukan karena derajaat anemia ringan.

Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat menaikkan

hemoglobin, tetapi harus diberikan terus menerus.

Jika anemia akibat penyakit kronik disertai defisiiensi besi

pemberian preparat besi akan meningkatkan hemoglobin, tetapi

kenaikan akan berhenti setelah hemoglobin mencapai kadar 9-

10 g/dl. (Bakta, 2003:41)

c. Anemia Sideroblastik

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan anemia

sideroblastik adalah:

Terapi untuk anemia sideroblastik herediter bersifat simtomatik

dengan transfusi darah.

Pemberian vittamin B6 dapat dicoba karena sebagian kecil

penderita responsif terhadap piridoxin. (Bakta, 2003:44)

d. Anemia Megaloblastik

Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan deficiensi asam

folat adalah terapi ganti dengan vitamin B12 atau asam folat

meskipun demikian terapi kausal dengan perbaikan gizi dan lain-

lain tetap harus dilakukan:

Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan

puncak pada hari 7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu.

Neuropati biasanya dapat membaik tetapi kerusakan medula

spinalis biasanya irreverrsible. (Bakta, 2003:48)

Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5 mg/hari

selama 4 bulan.

Untuk deficiensi vitamin B12: hydroxycobalamin

intramuskuler 200 mg/hari, atau 1000 mg diberikan tiap

minggu selama 7 minggu. Dosis pemeliharaan 200 mg tiap

bulan atau 1000 mg tiap 3 bulan.

e. Anemia Perniciosa

Sama dengan terapi anemia megaloblastik pada umumnya maka

terapi utama untuk anemia pernisiosa adalah:

Terapi ganti (replacement) dengan vitamin B12

Terapi pemeliharaan

Monitor kemungkinan karsinoma gaster. (Bakta, 2003: 49)

f. Anemia Hemolitik

Pengibatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik

kasus tersebut serta penyebab hemolisisnya karena itu sangat

bervariasi dari kasus per kasus. Akan tetapi pada dasarnya terapi

anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:

Terapi gawat darurat

Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal

akut maka harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok,

mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, sertaa

memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi anemia berat,

pertimbangan transfusi darah harus dilakukan secara sangat hati-

hati, meskipun dilakukan cross matchng, hemolisis tetap dapat

terjadi sehingga memberatkan fungsi organ lebih lanjut. Akan

tetapi jika syok berat telah teerjadi maka tidak ada pilihan lain

selain transfusi.

Terapi Kausal

Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan

kesembuhan total. Tetapi sebagian kasus bersifat idiopatik, atau

disebabkan oleh penyebab herediter-familier yang belum dapat

dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang penyebabnya telah jelas maka

terapi kausal dapt dilaksanakan. (Bakta, 2003:69)

Terapi Suportif-Simtomatik

Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di

limpa. Pada anemia hemolitik kronik familier-herediter sering

diperlukan transfusi darah teratur untuk mempertahankan kadar

hemoglobin. Bahkan pada thalasemia mayor dipakai teknik

supertransfusi atau hipertransfusi untuk mempertahankan keadaan

umum dan pertumbuhan pasien.

Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat

0,15-0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a) Primer Assesment

1) Data subjektif

Riwayat penyakit saat ini: pingsan secara tiba-tiba atau penurunan

kesadaran, kelemahan, keletihan berat disertai nyeri kepala,

demam, penglihatan kabur, dan vertigo.

Riwayat sebelumnya : gagal jantung, dan/atau perdarahan massif.

2) Data objektif

Airway

Tidak ada sumbatan jalan napas (obstruksi)

Breathing

Sesak sewaktu bekerja, dipsnea, takipnea, dan orthopnea

Circulation

CRT > 2 detik, takikardi, bunyi jantung murmur, pucat pada kulit

dan membrane mukosa (konjunctiva, mulut, faring, bibir) dan

dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak

sebagai keabu-abuan), kuku mudah patah, berbentuk seperti

sendok (clubbing finger), rambut kering, mudah putus, menipis,

perasaan dingin pada ekstremitas.

Disability (status neurologi)

Sakit/nyeri kepala, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan

berkonsentrasi, insomnia, penglihatan kabur, kelemahan,

keletihan berat, sensitif terhadap dingin.

b) Sekunder Assessment

1) Eksposure

Tidak ada jejas atau kontusio pada dada, punggung, dan abdomen.

2) Five intervention

Hipotensi, takikardia, dispnea, ortopnea, takipnea, demam,

hemoglobin dan hemalokrit menurun, hasil lab pada setiap jenis

anemia dapat berbeda. Biasnya hasil lab menunjukkan jumlah

eritrosit menurun, jumlah retikulosit bervariasi, misal : menurun

pada anemia aplastik (AP) dan meningkat pada respons sumsum

tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis.

3) Give comfort

Adanya nyeri kepala hebat yang bersifat akut dan dirasakan secara

tiba-tiba, nyeri yang dialami tersebut hilang timbul.

4) Head to toe

Daerah kepala : konjunctiva pucat, sclera jaundice.

Daerah dada : tidak ada jejas akibat trauma, bunyi jantung

murmur, bunyi napas wheezing.

Daerah abdomen : splenomegali

Daerah ekstremitas : penurunan kekuatan otot karena kelemahan,

clubbing finger (kuku sendok), perasaan dingin pada ekstremitas.

5) Inspect the posterior surface

Tidak ada jejas pada daerah punggung.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia meliputi :

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai

dengan dipsneu, takikardia

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan

O2 ke otak ditandai dengan penurunan kesadaran, nyeri kepala

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna

makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel

darah merah ditandai dengan mual-muntah, anoreksia, penurunan BB

4. Konstipasi berhubungan dengan perubahan proses pencernaan

5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (asam laktat)

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.

7. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau

penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan)

8. PK Anemia

3. Rencana Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan

dispnea, takikardia

Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, diharapkan pola

nafas pasien kembali efektif dengan kriteria hasil :

- pasien melaporkan sesak napas berkurang

- pernafasan teratur

- takipneu atau dispneu tidak ada

- tanda vital dalam batas normal (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-

100 x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)

Intervensi :

Mandiri :

1) Pantau tanda-tanda vital

Untuk mengetahui keadaan umum pasien

2) Monitor usaha pernapasan, pengembangan dada, keteraturan

pernapasan, napas bibir dan penggunaan otot bantu pernapasan

Untuk mengetahui derajat gangguan yang terjadi, dan menentukan

intervensi yang tepat

3) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi

Untuk meningkatkan ekspansi dinding dada

4) Ajarkan klien napas dalam

Untuk meningkatkan kenyaman

5) Tanyakan mengenai kondisi pasien setelah diberi intervensi

Mengetahui intervensi dapat bermanfaat untuk pasien dan mengkaji

apakah keluhan sesak pasien sudah berkurang.

Kolaborasi

1. Berikan O2 sesuai indikasi

Untuk memenuhi kebutuhan O2

2. Bantu intubasi jika pernapasan semakin memburuk dan siapkan

pemasangan ventilator sesuai indikasi

Untuk membantu pernapasan adekuat

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

penurunan O2 ke otak ditandai dengan penurunan kesadaran,

nyeri kepala

Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan terjadi

peningkatan perfusi jaringan dengan kriteria hasil:

- menunjukkan perfusi adekuat

- pasien mengatakan nyeri kepala berkurang

- TTV dalam batas normal (TD(140/90-90/60mmHg), Nadi (60-

100x/menit), RR (18-22x/menit), Suhu (36,5-37,50C))

- Membrane mukosa warna merah muda

- GCS > 13

Intervensi :

Mandiri :

1. Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane

mukosa, dasar kuku.

memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi

jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.

2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk

kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi. 

3. Selidiki keluhan nyeri kepala

iskemia serebral mempengaruhi status kesadaran pasien

kolaborasi :

1. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan

sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.

mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons

terhadap terapi.

2. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan

mencerna makanan/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk

pembentukan sel darah merah ditandai dengan mual-muntah,

anoreksia, penurunan BB

Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan intake

nutrisi pasien adekuat dengan kriteria hasil:

- mual muntah (-)

- makan habis 1 porsi

Intervensi :

Mandiri :

1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.

mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi

2. Observasi dan catat masukkan makanan pasien.

mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi

makanan.

3. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan

diantara waktu makan.

menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah

distensi gaster.

4. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain

yang berhubungan.

gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.

5. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah

makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut.

Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.

meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan

pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik

perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan

rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.

membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan

individual.

2. Pantau hasil pemeriksaan laboraturium.

meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber

diet nutrisi yang dibutuhkan.

3. Berikan obat sesuai indikasi.

kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau

adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang

diidentifikasi.

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (asam

laktat) ditandai dengan perilaku distraksi (gelisah), pasien

mengeluh nyeri kepala, pasien Nampak meringis,

dispneu/takipneu

Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x24 jam diharapkan nyeri

pasien terkontrol dengan kriteria hasil:

- klien melaporkan nyeri berkurang,

- klien tidak meringis,

- RR dalam batas normal (18-22x/menit)

Intervensi :

Mandiri :

1. Kaji keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0-10),

karakteristiknya, lokasi, lamanya.

mempermudah melakukan intervensi dan melihat ketepatan

intervensi.

2. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non-verbal seperti ekspresi

wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis atau meringis, perubahan

frekuensi jantung, pernapasan, tekanan darah.

merupakan indicator/derajat nyeri yang tidaklangsung dialami.

3. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam

mengurangi rasa nyeri yang bersifat akut

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti analgetik

untuk mengurangi rasa sakit/nyeri

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan ditandai

dengan kelemahan, kelelahan, keletihan, lesu, dan lunglai

Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan dapat

mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas dengan kriteria hasil:

- melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas

sehari-hari)

- TTV dalam batas normal (TD 120-100/70-80 mmHg), nadi (60-100

x/menit), napas (18-22 x/menit), suhu (36,5-37,50 C))

Intervensi :

Mandiri :

1. Kaji kemampuan ADL pasien.

mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.

2. Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan

kelemahan otot.

menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12

mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.

3. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.

manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk

membawajumlah oksigen adekuat ke jaringan.

4. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara

bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan.

meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh

dan menurunkan regangan jantung dan paru.

5. Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila

terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan

aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).

meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan

memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan

harga diri dan rasa terkontrol.

6. PK Anemia

Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, diharapkan perawat

dapat menangani dan meminimalisir komplikasi dari anemia dengan

kriteria hasil:

- Hb 12-16 g%

- Konjungtiva tidak pucat

- Pasien melaporkan kelelahan berkurang

- Perdarahan tidak terjadi

Intervensi :

Mandiri :

1. Kaji konjungtiva pasien dan keluhan letih. Laporkan jika kondisi yang

letih berlebihan dan sangat pucat pada konjungtiva.

Untuk menentukan intervensi yang tepat. Mencegah terjadinya

komplikasi lebih lanjut dengan mengetahui tanda dan gejala awal.

2. Observasi ketat tanda perdarahan ; ptekie, purpura, perdarahan gusi,

epistaksis, hematemesis, melena

Mencegah terjadinya perdarahan lanjut untuk menentukan intervensi

yang sesuai.

3. Pertahankan tirah baring

Tirah baring untuk mempercepat pemulihan kondisi dan mendukung

pengobatan sesuai indikasi

Kolaborasi :

1. Berikan transfusi sesuai indikasi

Untuk meningkatkan jumlah sel darah merah

2. Periksa lab darah

Untuk mengetahui jumlah sel darah merah sehingga memungkinkan

intervensi sesuai indikasi

3. Ahli gizi menetapkan diet sesuai indikasi

Diet yang sesuai dapat mempercepat pemulihan dan membantu proses

penyembuhan

4.Evaluasi

Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan dan

situasi kondisi klien, maka diharapkan klien:

1. Pola nafas pasien kembali efektif dengan kriteria hasil :

pasien melaporkan sesak napas berkurang

pernafasan teratur

takipneu atau dispneu tidak ada

tanda vital dalam batas normal (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-

100 x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)

2. Perubahan perfusi jaringan cerebral teratasi dengan kriteria hasil:

menunjukkan perfusi adekuat

pasien mengatakan nyeri kepala berkurang

TTV dalam batas normal (TD(140/90-90/60mmHg), Nadi (60-

100x/menit), RR (18-22x/menit), Suhu (36,5-37,50C))

Membrane mukosa warna merah muda

GCS > 13

3. Intake nutrisi pasien adekuat dengan kriteria hasil:

mual muntah (-)

makan habis 1 porsi

4. Nyeri pasien terkontrol dengan kriteria hasil:

klien melaporkan nyeri berkurang,

klien tidak meringis,

RR dalam batas normal (18-22x/menit)

5. Intoleransi aktivitas teratasi dengan kriteria hasil:

melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas

sehari-hari)

TTV dalam batas normal (TD 120-100/70-80 mmHg), nadi (60-100

x/menit), napas (18-22 x/menit), suhu (36,5-37,50 C))

6. Dapat menangani dan meminimalisir komplikasi dari anemia dengan

kriteria hasil:

Hb 12-16 g%

Konjungtiva tidak pucat

Pasien melaporkan kelelahan berkurang

Perdarahan tidak terjadi

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made.2003.Hematologi Klinik Dasar.Jakarta:EGC

Catherino jeffrey M.2003.Emergency medicine handbook USA:Lipipincott

Williams

Doenges, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC:

Jakarta.

Kahsasi, Daniel. 2009. Anemia Acute.

http://emedicine.medscape.com/article/159803-media,

emergency_medicine. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2011

Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi

2005-2006.Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika

Price, S.A, 2000, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta :

EGC

Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan

Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC