lp ppok

27
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) a. Definisi Penyakit paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah klasifikasi yang luas dari gangguan, yang mencakup bronchitis kronis, brokiektasis, emfisema, dan asma. Ini merupakan kondisi yang tidak dapat pulih (ireversibel) yang berkaitan dengan dispnea pada saat aktivitas fisik dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (1). Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan sekumpulan penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaraan patofisiologi utamanya. Bronkitis kronis, emfisema paru, dan asma bronkial membentuk satu kesatuan yang disebut Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) (2). b. Klasifikasi Menurut Alsagaff & Mukty (2006), PPOK dapat diklasifikasikan sebagai berikut (3): 1. Asma Bronkhial: dikarakteristikkan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia dan infeksi. Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 1

Upload: indah-ramadhan

Post on 30-Nov-2015

63 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: LP PPOK

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

a. Definisi

Penyakit paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah klasifikasi yang luas dari

gangguan, yang mencakup bronchitis kronis, brokiektasis, emfisema, dan asma.

Ini merupakan kondisi yang tidak dapat pulih (ireversibel) yang berkaitan dengan

dispnea pada saat aktivitas fisik dan penurunan aliran masuk dan keluar udara

paru-paru (1).

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan sekumpulan penyakit

paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap

aliran udara sebagai gambaraan patofisiologi utamanya. Bronkitis kronis,

emfisema paru, dan asma bronkial membentuk satu kesatuan yang disebut

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) (2).

b. Klasifikasi

Menurut Alsagaff & Mukty (2006), PPOK dapat diklasifikasikan sebagai

berikut (3):

1. Asma Bronkhial: dikarakteristikkan oleh konstruksi yang dapat pulih dari

otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin,

latihan, obat, kimia dan infeksi.

2. Bronkitis kronis: inflamasi luas jalan napas dengan penyempitan atau

hambatan jalan napas dan peningkatan produksi sputum mukoid,

menyebabkan ketidakcocokan ventilasi-perfusi dan menyebabkan sianosis,

ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak

sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling

sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru,

bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.

3. Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan

melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal,

disertai kerusakan dinding alveolus.

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 1

Page 2: LP PPOK

c. Etiologi

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya PPOK adalah (4):

1. Kebiasaan merokok

Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok

adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis rokok

berhubungan langsung dengan hiperplasia kelenjar mukosa bronkus dan

metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan

bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok menimbulkan

pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan.

a. Riwayat Perokok : 1. Perokok Aktif

2. Perokok Pasif

3. Bekas Perokok

b. Derajat berat merokok

( Indeks Brinkman = Jumlah rata-2 batang rokok /hr X lama merokok /th):

1. Ringan : 0 - 200

2. Sedang : 200 - 600

3. Berat : > 600

2. Polusi udara

Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat

pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid

dan ozon.

Polusi di dalam ruangan : - asap rokok

- asap kompor

Polusi di luar ruangan : - Gas buang kendaranan bermotor

- Debu jalanan

Polusi tempat kerja ( bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)

3. Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja

4. Riwayat infeksi saluran nafas.

Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis

koronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta

menyebabkan kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronchitis kronis

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 2

Page 3: LP PPOK

Inhalasi bahan berbahaya

InflamasiMekanisme perbaikanMekanisme perlindungan

Kerusakan jaringan

Hipersekresi mukus

Bronkitis kronis

Penyempitan saluran nafas & fibrosisasmaasma

Destruksi Parenkim ParuEmfisema

Oksidative strees

oksidanAnti

oksidan

disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian

menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.

5. Bersifat genetik yaitu defisiensi α -1 antitripsin.

d. Patofisiologi

Patofisiologi

Pada bronkirtis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan saluran nafas.

Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas dan menimbulkan

sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan kecil yang berdiameter 2 mm

menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi

Karen metaplasia sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena

hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus. Pada emfisema paru penyempitan

saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (4).

Walaupun PPOK terdiri dari berbagai penyakit tetapi seringkali memberikan

kelainan fisiologis yang sama. Akibat infeksi dan iritasi yang menahun pada

lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret yang berlebihan, hal ini

menimbulkan dinding bronkus menebal, akibatnya otot-otot polos pada bronkus

dan bronkiolus berkontraksi, sehingga menyebabkan hipertrofi dari kelenjar-

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 3

Page 4: LP PPOK

kelenjar mucus dan akhirnya terjadi edema dan inflamasi. Penyempitan saluran

pernapasan terutama disebabkan elastisitas paru-paru yang berkurang. Bila sudah

timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-tanda

obstruksi. Gangguan ventilasi yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas

mengakibatkan hiperventilasi (napas lambat dan dangkal) sehingga terjadi retensi

CO2 (CO2 tertahan) dan menyebabkan hiperkapnia (CO2 di dalam darah/cairan

tubuh lainnya meningkat) (2).

Pada orang noirmal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang

menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernapasan

bagian bawah paru akan tertutup. Pada penderita PPOK saluran saluran

pernapasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat

cepatnya saluran pernapasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan

menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari

kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada, tetapi

perfusi baik, sehingga penyebaran pernapasan udara maupun aliran darah ke

alveoli, antara alveoli dan perfusi di alveoli (V/Q rasio yang tidak sama). Timbul

hipoksia dan sesak napas, lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia (2).

Perjalanan klinis penderita PPOK terbentang mulai dari pink puffers sampai

blue bloaters adalah timbulnya dispnea tanpa disertai batuk dan produksi sputum

yang berarti. Biasanya dispnea mulai timbul antara usia 30 sampai 40 tahun dan

semakin lama semakin berat. Pada penyakit lanjut, pasien mungkin begitu

kehabisan napas sehingga tidak dapat makan lagi dan tubuhnya tampak kurus tak

berotot. Pada perjalanan penyakit lebih lanjut, pink puffers dapat berlanjut

menjadi bronktis kronis sekunder. Dada pasien berbentuk tong, diafragma terletak

rendah dan bergerak tak lancar. Polisitemia dan sianosis jarang ditemukan,

sedangkan kor pulmonal (penyakit jantung akibat hipertensi pulmonal dan

penyakit paru) jarang ditemukan sebelum penyakit sampai pada tahap terakhir.

Gangguan keseimbangan ventilasi dan perfusi minimal, sehingga dengan

hiperventilasi penderita pink puffers biasanya dapat mempertahankan gas-gas

darah dalam batas normal sampai penyakit ini mencapai tahap lanjut. Paru

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 4

Page 5: LP PPOK

biasanya membesar sekali sehingga kapasitas paru total dan volume residu sangat

meningkat (2).

Pada keadaan PPOK ekstrim yang lain didapatkan pasien-pasien blue bloaters

(bronchitis tanpa bukti-bukti emfisema obstuktif yang jelas). Pasien ini biasanya

menderita batuk produktif dan berulang kali mengalami infeksi pernapasan yang

dapat berlangsung selama bertahun-tahun sebelum tampak gangguan fungsi. Akan

tetapi, akhrnya timbul gejala dipsnea pada waktu pasien melakukan kegiatan fisik.

Pasien-pasien ini memperlihatkan gejala berkurangnya dorongan untuk bernapas;

mengalami hipoventilasi dan menjadi hipoksia dan hiperkapnia. Rasio

ventilasi/perfusi juga tampak sangat berkurang. Hipoksia yang kronik merangsang

ginjal untuk memproduksi eritrropoetin, yang akan merangsang peningkatan

pembentukan sel-sel darah merah, sehingga terjadi polisitemia sekunder. Kadar

hemoglobin dapat mencapai 20gram/ 100 ml atau lebih, dan sianosis mudah

tampak karena Hb dapat tereduksi mudah mencapai kadar 5 gram/100ml

walaupun hanya sebagian kecil Hb sirkulasi yang berada dalam bentuk Hb

tereduksi. Pasien-pasien ini tidak mengalami dispnea sewaktu istirahat sehingga

mereka tampak sehat. Biasanya berat tubuh tidak banyak menurun dan bentuk

tubuh normal. Kapasitas paru total normal dan diafrgma berada pada posisi

normal. Kematian biasanya terjadi akibat kor pulmonal atau akibat kegagalan

pernapasan (2).

Perjalanan klinis PPOK yang khas berlangsung lama, dimulai pada usia 20-30

tahun dengan batuk “merokok”, atau “pagi” disertai pembentukan sedikit sputum

mukoid. Infeksi pernapasan ringan cenderung berlangsung lebih lama dari

biasanya pada pasien-pasien ini. Meskipun mungkin terdapat penurunan toleransi

terhadap kerja fisik, tetapi biasanya keadaan ini tidak diketahui karena

berlangsung dalam jangka waktu lama. Akhirnya, serangan bronchitis akut makin

sering timbul terutama pada musim dingin dan kemampuan kerja pasien

berkurang, sehingga waktu mencapai usia 50-60an pasien mungkin harus berhenti

bekerja. Pada pasien dengan tipe emfisema tosa yang mencolok perjalanan klinis

tampaknya tidak begitu lama yaitu tanpa riwayat batuk produktif dan dalam

beberapa tahun timbul dipsnea yang membuat pasien menjadi sangat lemah. Bila

timbul hiperkapnia, hipoksemia dan kor pulmonal prognosisnya buruk dan

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 5

Page 6: LP PPOK

kematian biasanya terjadi beberapa tahun sesudah timbul penyakit. Gabungan

gagal napas dan gagal jantung yang dipercepat oleh pneumonia merupakan

penyebab kematian yang lazim (2).

e. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala adalah sebagai berikut (1,4) :

1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.

2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau

mukopurulen

3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk

bernapas

4. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).

5. Anoreksia.

6. Penurunan berat badan dan kelemahan.

7. Takikardia, berkeringat.

8. Hipoksia, sesak dalam dada.

f. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasein dengan PPOK, antara lain:

1. Infeksi yang berulang

2. Pneumotoraks spontan

3. Eritrositosis karena keadaan hipoksia kronik

4. Gagal napas

5. Kor pulmonal

g. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis atrial PPOK, antara lain (4):

a. Anamnesa ( Keluhan )

o Umumnya dijumpai pada usia tua ( > 45 th )

o Riwayat PEROKOK / bekas PEROKOK

o Riwayat terpajan zat iritan di tempat kerja ( waktu lama )

o Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 6

Page 7: LP PPOK

o Ada faktor predisposisi pada masa bayi / anak ( BBLR, infeksi nafas

berulang, lingkungan asap rokok )

o Batuk berulang dengan / tanpa dahak

o Sesak dengan / tanpa bunyi mengi

o Sesak nafas bila aktivitas berat

b. Pemeriksaan fisik :

o Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter

anteroposterior dada meningkat).

o Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.

o Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru

hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.

o Suara nafas berkurang dengan ekspirasi memanjang.

c. Pemeriksaan radiologi

o Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow

berupa bayangan garis-garis yang pararel keluar dari hilus menuju ke

apeks paru dan corakan paru yang bertambah.

o Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi

dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar,

penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan

kedistal.

d. Tes fungsi paru :

Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan

penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah

obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan

untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.

e. Pemeriksaan gas darah.

f. Pemeriksaan EKG

g. Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih.

h. Penatalaksanaan Medis (4)

1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.

2. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan :

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 7

Page 8: LP PPOK

o Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :

Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia,

maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x

0,5 g/hari.

Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika

kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis

yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti

kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang

mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan

membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam

7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder

atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih

kuat.

o Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena

hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.

Manfaat oksigen :

1. Mengurangi sesak

2. Memperbaiki Aktiviti

3. Mengurangi hipertensi pulmonal ( Penyakit jantung )

4. Mengurangi vasokonstriksi

5. Mengurangi hematokrit

6. Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

7. Meningkatkan kualiti hidup

INDIKASI PEMBERIAN OKSIGEN :

1. PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90 %.

2. PaO2 antara 55 – 59 mmHg atau SaO2 > 89 % +

adanya :

a. Kor Pulmonale

b. P Pulmonal

c. Hematokrit > 55%

d. tanda gagal janyung kanan

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 8

Page 9: LP PPOK

e. Sleep apneu

f. Penyakit paru lain

Macam Terapi Oksigen :

1. Pemberian oksigen jangka panjang

2. Pemberian Oksigen pada waktu aktiviti

3. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

4. Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal nafas

Alat bantu pemberian Oksigen :

1. Nasal kanul

2. Sungkup venturi

3. Sungkup rebreathing

4. Sungkup Non rebreathing

o Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.

o Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk

didalamnya golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat

diberikan sulbutamol 5 mg dan g diberikan tiap 6 jam dengan

rebulizeratau protropium bromide 250 atau aminofilin 0,25 – 05 g IV

secara perlahan.

3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :

o Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 –

0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.

o Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap

pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan

obyektif fungsi foal paru.

o Fisioterapi.

o Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.

o Mukolitik dan ekspekteron.

o Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas

Tip II dengan PaO2 <>

o Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri

dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 9

Page 10: LP PPOK

depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b)

Rehabilitasi psikis c) Rehabilitasi pekerjaan.

i. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji

1. Identitas klien

Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga

Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama,

alamat, hubungan dengan klien.

2. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.

Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan

dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang

membuat status kesehatan klien menurun.

3. Pola nutrisi metabolik.

Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan

dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau

berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena,

penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan,

lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk

memperoleh gambaran status nutrisi.

4. Pola eliminasi.

a. Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga

pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output

setiap sift.

b. Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,

kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi

dalam BAB.

5. Pola aktivitas dan latihan

Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang

dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain.

Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 10

Page 11: LP PPOK

keluhan pada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan

lemah.

6. Pola tidur dan istirahat

Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur

siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca,

minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise.

Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat

tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.

7. Pola persepsi kognitif

Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan,

pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien

mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti

pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi

terhadap tempat waktu dan orang.

8. Pola persepsi dan konsep diri

Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus

asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.

9. Pola peran hubungan dengan sesame

Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien

di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan

komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga

dan orang lain.

10. Pola produksi seksual

Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan

yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.

11. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.

Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri,

tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan

selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan,

penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.

12. Pola sistem kepercayaan

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 11

Page 12: LP PPOK

Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji

apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan

kesehatan.

Ada beberapa pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk

mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit antara lain (1):

o Sudah berapa lama klien mengalami kesulitan bernapas?

o Apakah aktifitas meningkatkan dispne?Aktifitas apa?

o Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktifitas?

o Kapan waktu pasien mengeluh letih dan sesak?

o Apakah kebiasaan makan dan tidur berpengaruh?

o Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?

Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan;pertanyaan

yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk:

o Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?

o Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?

o Apakah pasien mengkontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?

o Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama

pernapasan?

o Apakah Barrel chest?

o Apakah tampak sianosis?

o Apakah vena jugularis membesar?

o Apakah mengalami edema perifer?

o Apakah pasien batuk?

o Apa warna,jumlah dan konsistensi sputum pasien?

o Bagaimana status sensorium pasien?

o Apakah terdapat peningkatan stupor, kegelisahan?

i. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan PPOK

adalah:

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 12

Page 13: LP PPOK

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

bronkokonstriksi, peningkatan produksi lendir, mucus dalam jumlah

berlebih, batuk tidak efektif dan infeksi bronkopulmonal

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen (hipoksia), kelemahan

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbon dioksida

4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot

pernapasan, hiperventilasi paru, deformitas dinding dada.

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan laju metabolic, anoreksia, mual/muntah, dispnea, kelemahan

j. Rencana Keperawatan

Dx.1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

bronkokonstriksi, peningkatan produksi lendir, mucus dalam jumlah

berlebih, batuk tidak efektif dan infeksi bronkopulmonal

NOC

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam pasien menunjukkan

keefektifan bersihan jalan nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:

a. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama

nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas

abnormal)

b. Saturasi O2 dalam batas normal

c. Mampu mendemonstrasikan batuk efektif

NIC

Rencana intervensi yang akan dilakukan:

1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

R/ memberikan kesempatan paru untuk mengembang secara maksimal.

2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

R/ suara nafas tambahan yang dapat didengar dengan auskultasi menandakan

terjadinya penumpukan sekret di jalan nafas.

3. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2,

Suction, Inhalasi.

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 13

Page 14: LP PPOK

R/ pengetahuan keluarga tentang peralatan yang digunakan sangat diharapkan

karena keluarga kooperatif dalam membantu program terapi.

4. Kaji kemampuan klien untuk memobilisasi sekresi, jika tidak mampu :

a. Ajarkan metode batuk terkontrol

b. Gunakan suction (jika perlu untuk mengeluarkan sekret)

c. Lakukan fisioterapi dada

R/ Memantau tingkat kepatenan jalan nafas dan meningkatkan kemampuan

klien merawat diri / membersihkan/membebaskan jalan nafas

5. Monitor respirasi dan status O2

R/ status O2 mencerminkan bagaimana keadaan respirasi pada anak, karena

respirasi pada intinya untuk menukar CO2 dengan O2.

6. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan sekret

R/ hidrasi yang adekuat dapat membantu pengenceran sekret secara alami

tanda bantuan pengencer sekret berupa obat-obatan.

7. Kolaborasi: Berikan bronkodilator : mukolitik, ekspektorans

R/ bronkodilator dimaksudkan untuk Mengencerkan secret agar mudah

dikeluarkan.

8. Kolaborasi: Berikan antibiotik

R/ Pemberian antibiotik dimaksudkan untuk mengurangi infeksi yang terjadi

sehingga menurunkan produksi sekret.

9. Kolaborasi: Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.

R/ Diperlukan jika tumpukan secret tidak dapat lagi dikeluarkan dengan

batuk.

Dx.2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen (hipoksia), kelemahan

NOC

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien menunjukkan

peningkatan toleransi terhadap aktivitas, dibuktikan dengan kriteria hasil:

a. TTV normal

b. Energy psikomotor

c. Status sirkulasi baik

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 14

Page 15: LP PPOK

d. Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat

NIC

Rencana intervensi yang akan dilakukan:

1. Menentukan penyebab dari intoleransi aktivitas.

R/ dengan menentukan penyebab, suatu masalah dapat di intervensi secara

langsung.

2. Monitor respon kardivaskuler dan respirasi terhadap aktivitas (takikardi,

disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)

R/ tanda-tanda vital mencerminkan perubahan yang terjadi pada klien dengan

segera sehingga dapat ditangani dengan cepat apabila terjadi kegawatan.

3. Jika klien dalam keadaan tirah baring, posisikan dalam posisi lebih tegak

sehingga tidak membebani sistem kardiovaskular.

R/ dengan memposisikan klien dalam posisi lebih tegak maka beban sistem

kardiovaskular lebih ringan dalam suplai darah.

4. Mengevaluasi keseharian klien dalam beraktivitas dan setelah prosedur tirah

baring. Melakukan mobilisasi pada klien yang tirah baring.

R/ posisi yang baik membantu menjaga distribusi cairan secara optimal dan

toleransi ortostatik.

5. Jika bersesuaian, meningkatkan kemampuan aktivitas klien, dampingi klien

dalam merubah posisi, berpindah, atau melakukan perawatan diri.

Meningkatkan kemampuan dari duduk di tempat tidur kemudian berdiri dan

selanjutnya berpindah.

R/ postural hipotensi sering terjadi dalam hal ini.

6. Melakukan latihan ROM jika klien tidak toleransi terhadap aktivitasnya atau

dalam keadaan immobilisasi.

R/ dengan melakukan ROM baik aktif maupun pasif, resiko terjadinya

penekanan pada daerah tertentu tidak terjadi dan mencegah kontraktur.

7. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

R/ Mengetahui kemampuan aktivitas klien akan membantu dalam

menentukan jenis aktivitas yang disesuaikan dengan kemampuan klien

8. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik

klien

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 15

Page 16: LP PPOK

R/ Membantu peningkatan aktivitas sesuai dengan kemampuan klien

Dx.3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan laju metabolic, anoreksia, mual/muntah, dispnea, kelemahan

NOC

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien menunjukkan

nutrisi kurang teratasi dengan indikator:

a. Mendapat nutrisi yang adekuat

b. Klien tidak mengalami kehilangan BB lebih lanjut

c. Membran mukosa lembab

d. Kulit tidak kering

NIC

Rencana intervensi yang akan dilakukan:

1. Kaji adanya alergi makanan

R/ menghindari makanan yang mungkin akan menyebabkan alergi bagi klien

sehingga klien tidak mempunyai keinginan untuk makan.

2. Monitor adanya penurunan BB

R/ membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya

bila BB dan pengukuran BMI kurang dari normal.

3. Berikan perawaatan oral

R/ kebersihan oral menhilangkan bakteri penumbuh bau mulut dan

eningkatkan rangsangan /nafsu makan

4. Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering

R/ masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering biasanya ditoleransi

klien dengan baik

5. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori tinggi protein

R/ kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk

menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting

dalam mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat.

6. Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan

R/ dengan posisi makan yang nyaman maka klien akan lebih tertarik untuk

makan makanan yang disediakan.

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 16

Page 17: LP PPOK

7. Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi yang adekuat

R/ bekerjasama dan berdiskusi dengan keluarga akan lebih memberikan

pemahaman akan pentingnya keluarga meningkatkan pemasukan nutrisi yang

adekuat untuk klien.

8. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan

R/ tindakan atau pengobatan yang akan dilakukan menurunkan nafsu makan

klien, sehingga bisa didahulukan makan dulu kemudian baru diberi

pengobatan atau tindakan.

9. Monitor turgor kulit, monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb

dan kadar Ht

R/ turgor kulit serta kelembaban mencerminkan keadaan cairan dan nutrisi

yang ada pada anak. Hb dan Ht mencerminkan bagaimana keadaan klien

melalui hasil labolatorium darah.

10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang

dibutuhkan klien

R/ keperluan nutrisi anak akan terpenuhi dengan perhitungan dari tim gizi.

11. Pertahankan terapi IV line

R/ pemasukan nutrisi melalui terapi IV line merupakan salah satu intervensi

yang dapat digunakan agar nutrisi tetap adekuat apabila klien tidak bisa

makan dengan per oral dan tidak terpasang NGT/TPN.

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 17

Page 18: LP PPOK

DAFTAR PUSTAKA

1. Smeltzer SC dan Bare BG. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &

Suddarth Edisi 8 Volume 1. Jakarta: EGC, 2001.

2. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.

Jakarta: EGC, 2005.

3. Alsagaff H & Mukty HM. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga

University Press, 2006.

4. Mansjoer Arif, dkk. Kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 1. Jakarta: Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.

5. Nurarif AH dan Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnose Medis dan Nanda-NIC-NOC jilid 1 dan 2. Panduan Penyusunan

Asuhan keperawatan professional. Yogyakarta: Media Action, 2013.

6. Moorhead, Sue, et all. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth

Edition. USA: Mosbie Elsevier, 2010.

7. Bulecheck, Gloria M, et al. Nursing Intervention Classification (NIC) Fifth

Edition. USA: Mosbie Elsevier, 2010.

Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 18