lp ppok
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
a. Definisi
Penyakit paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah klasifikasi yang luas dari
gangguan, yang mencakup bronchitis kronis, brokiektasis, emfisema, dan asma.
Ini merupakan kondisi yang tidak dapat pulih (ireversibel) yang berkaitan dengan
dispnea pada saat aktivitas fisik dan penurunan aliran masuk dan keluar udara
paru-paru (1).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan sekumpulan penyakit
paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebagai gambaraan patofisiologi utamanya. Bronkitis kronis,
emfisema paru, dan asma bronkial membentuk satu kesatuan yang disebut
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) (2).
b. Klasifikasi
Menurut Alsagaff & Mukty (2006), PPOK dapat diklasifikasikan sebagai
berikut (3):
1. Asma Bronkhial: dikarakteristikkan oleh konstruksi yang dapat pulih dari
otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin,
latihan, obat, kimia dan infeksi.
2. Bronkitis kronis: inflamasi luas jalan napas dengan penyempitan atau
hambatan jalan napas dan peningkatan produksi sputum mukoid,
menyebabkan ketidakcocokan ventilasi-perfusi dan menyebabkan sianosis,
ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak
sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling
sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru,
bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.
3. Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan
melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal,
disertai kerusakan dinding alveolus.
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 1
c. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya PPOK adalah (4):
1. Kebiasaan merokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok
adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis rokok
berhubungan langsung dengan hiperplasia kelenjar mukosa bronkus dan
metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan
bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok menimbulkan
pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan.
a. Riwayat Perokok : 1. Perokok Aktif
2. Perokok Pasif
3. Bekas Perokok
b. Derajat berat merokok
( Indeks Brinkman = Jumlah rata-2 batang rokok /hr X lama merokok /th):
1. Ringan : 0 - 200
2. Sedang : 200 - 600
3. Berat : > 600
2. Polusi udara
Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat
pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid
dan ozon.
Polusi di dalam ruangan : - asap rokok
- asap kompor
Polusi di luar ruangan : - Gas buang kendaranan bermotor
- Debu jalanan
Polusi tempat kerja ( bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
3. Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja
4. Riwayat infeksi saluran nafas.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis
koronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta
menyebabkan kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronchitis kronis
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 2
Inhalasi bahan berbahaya
InflamasiMekanisme perbaikanMekanisme perlindungan
Kerusakan jaringan
Hipersekresi mukus
Bronkitis kronis
Penyempitan saluran nafas & fibrosisasmaasma
Destruksi Parenkim ParuEmfisema
Oksidative strees
oksidanAnti
oksidan
disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
5. Bersifat genetik yaitu defisiensi α -1 antitripsin.
d. Patofisiologi
Patofisiologi
Pada bronkirtis kronik maupun emfisema terjadi penyempitan saluran nafas.
Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan napas dan menimbulkan
sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan kecil yang berdiameter 2 mm
menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi
Karen metaplasia sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena
hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus. Pada emfisema paru penyempitan
saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (4).
Walaupun PPOK terdiri dari berbagai penyakit tetapi seringkali memberikan
kelainan fisiologis yang sama. Akibat infeksi dan iritasi yang menahun pada
lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret yang berlebihan, hal ini
menimbulkan dinding bronkus menebal, akibatnya otot-otot polos pada bronkus
dan bronkiolus berkontraksi, sehingga menyebabkan hipertrofi dari kelenjar-
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 3
kelenjar mucus dan akhirnya terjadi edema dan inflamasi. Penyempitan saluran
pernapasan terutama disebabkan elastisitas paru-paru yang berkurang. Bila sudah
timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-tanda
obstruksi. Gangguan ventilasi yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas
mengakibatkan hiperventilasi (napas lambat dan dangkal) sehingga terjadi retensi
CO2 (CO2 tertahan) dan menyebabkan hiperkapnia (CO2 di dalam darah/cairan
tubuh lainnya meningkat) (2).
Pada orang noirmal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang
menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernapasan
bagian bawah paru akan tertutup. Pada penderita PPOK saluran saluran
pernapasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat
cepatnya saluran pernapasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan
menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari
kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada, tetapi
perfusi baik, sehingga penyebaran pernapasan udara maupun aliran darah ke
alveoli, antara alveoli dan perfusi di alveoli (V/Q rasio yang tidak sama). Timbul
hipoksia dan sesak napas, lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia (2).
Perjalanan klinis penderita PPOK terbentang mulai dari pink puffers sampai
blue bloaters adalah timbulnya dispnea tanpa disertai batuk dan produksi sputum
yang berarti. Biasanya dispnea mulai timbul antara usia 30 sampai 40 tahun dan
semakin lama semakin berat. Pada penyakit lanjut, pasien mungkin begitu
kehabisan napas sehingga tidak dapat makan lagi dan tubuhnya tampak kurus tak
berotot. Pada perjalanan penyakit lebih lanjut, pink puffers dapat berlanjut
menjadi bronktis kronis sekunder. Dada pasien berbentuk tong, diafragma terletak
rendah dan bergerak tak lancar. Polisitemia dan sianosis jarang ditemukan,
sedangkan kor pulmonal (penyakit jantung akibat hipertensi pulmonal dan
penyakit paru) jarang ditemukan sebelum penyakit sampai pada tahap terakhir.
Gangguan keseimbangan ventilasi dan perfusi minimal, sehingga dengan
hiperventilasi penderita pink puffers biasanya dapat mempertahankan gas-gas
darah dalam batas normal sampai penyakit ini mencapai tahap lanjut. Paru
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 4
biasanya membesar sekali sehingga kapasitas paru total dan volume residu sangat
meningkat (2).
Pada keadaan PPOK ekstrim yang lain didapatkan pasien-pasien blue bloaters
(bronchitis tanpa bukti-bukti emfisema obstuktif yang jelas). Pasien ini biasanya
menderita batuk produktif dan berulang kali mengalami infeksi pernapasan yang
dapat berlangsung selama bertahun-tahun sebelum tampak gangguan fungsi. Akan
tetapi, akhrnya timbul gejala dipsnea pada waktu pasien melakukan kegiatan fisik.
Pasien-pasien ini memperlihatkan gejala berkurangnya dorongan untuk bernapas;
mengalami hipoventilasi dan menjadi hipoksia dan hiperkapnia. Rasio
ventilasi/perfusi juga tampak sangat berkurang. Hipoksia yang kronik merangsang
ginjal untuk memproduksi eritrropoetin, yang akan merangsang peningkatan
pembentukan sel-sel darah merah, sehingga terjadi polisitemia sekunder. Kadar
hemoglobin dapat mencapai 20gram/ 100 ml atau lebih, dan sianosis mudah
tampak karena Hb dapat tereduksi mudah mencapai kadar 5 gram/100ml
walaupun hanya sebagian kecil Hb sirkulasi yang berada dalam bentuk Hb
tereduksi. Pasien-pasien ini tidak mengalami dispnea sewaktu istirahat sehingga
mereka tampak sehat. Biasanya berat tubuh tidak banyak menurun dan bentuk
tubuh normal. Kapasitas paru total normal dan diafrgma berada pada posisi
normal. Kematian biasanya terjadi akibat kor pulmonal atau akibat kegagalan
pernapasan (2).
Perjalanan klinis PPOK yang khas berlangsung lama, dimulai pada usia 20-30
tahun dengan batuk “merokok”, atau “pagi” disertai pembentukan sedikit sputum
mukoid. Infeksi pernapasan ringan cenderung berlangsung lebih lama dari
biasanya pada pasien-pasien ini. Meskipun mungkin terdapat penurunan toleransi
terhadap kerja fisik, tetapi biasanya keadaan ini tidak diketahui karena
berlangsung dalam jangka waktu lama. Akhirnya, serangan bronchitis akut makin
sering timbul terutama pada musim dingin dan kemampuan kerja pasien
berkurang, sehingga waktu mencapai usia 50-60an pasien mungkin harus berhenti
bekerja. Pada pasien dengan tipe emfisema tosa yang mencolok perjalanan klinis
tampaknya tidak begitu lama yaitu tanpa riwayat batuk produktif dan dalam
beberapa tahun timbul dipsnea yang membuat pasien menjadi sangat lemah. Bila
timbul hiperkapnia, hipoksemia dan kor pulmonal prognosisnya buruk dan
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 5
kematian biasanya terjadi beberapa tahun sesudah timbul penyakit. Gabungan
gagal napas dan gagal jantung yang dipercepat oleh pneumonia merupakan
penyebab kematian yang lazim (2).
e. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala adalah sebagai berikut (1,4) :
1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen
3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk
bernapas
4. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
5. Anoreksia.
6. Penurunan berat badan dan kelemahan.
7. Takikardia, berkeringat.
8. Hipoksia, sesak dalam dada.
f. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasein dengan PPOK, antara lain:
1. Infeksi yang berulang
2. Pneumotoraks spontan
3. Eritrositosis karena keadaan hipoksia kronik
4. Gagal napas
5. Kor pulmonal
g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis atrial PPOK, antara lain (4):
a. Anamnesa ( Keluhan )
o Umumnya dijumpai pada usia tua ( > 45 th )
o Riwayat PEROKOK / bekas PEROKOK
o Riwayat terpajan zat iritan di tempat kerja ( waktu lama )
o Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 6
o Ada faktor predisposisi pada masa bayi / anak ( BBLR, infeksi nafas
berulang, lingkungan asap rokok )
o Batuk berulang dengan / tanpa dahak
o Sesak dengan / tanpa bunyi mengi
o Sesak nafas bila aktivitas berat
b. Pemeriksaan fisik :
o Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
o Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
o Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru
hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.
o Suara nafas berkurang dengan ekspirasi memanjang.
c. Pemeriksaan radiologi
o Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow
berupa bayangan garis-garis yang pararel keluar dari hilus menuju ke
apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
o Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar,
penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan
kedistal.
d. Tes fungsi paru :
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan
penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah
obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan
untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
e. Pemeriksaan gas darah.
f. Pemeriksaan EKG
g. Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih.
h. Penatalaksanaan Medis (4)
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
2. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan :
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 7
o Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia,
maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x
0,5 g/hari.
Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis
yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti
kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan
membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam
7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder
atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih
kuat.
o Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.
Manfaat oksigen :
1. Mengurangi sesak
2. Memperbaiki Aktiviti
3. Mengurangi hipertensi pulmonal ( Penyakit jantung )
4. Mengurangi vasokonstriksi
5. Mengurangi hematokrit
6. Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
7. Meningkatkan kualiti hidup
INDIKASI PEMBERIAN OKSIGEN :
1. PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90 %.
2. PaO2 antara 55 – 59 mmHg atau SaO2 > 89 % +
adanya :
a. Kor Pulmonale
b. P Pulmonal
c. Hematokrit > 55%
d. tanda gagal janyung kanan
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 8
e. Sleep apneu
f. Penyakit paru lain
Macam Terapi Oksigen :
1. Pemberian oksigen jangka panjang
2. Pemberian Oksigen pada waktu aktiviti
3. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
4. Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal nafas
Alat bantu pemberian Oksigen :
1. Nasal kanul
2. Sungkup venturi
3. Sungkup rebreathing
4. Sungkup Non rebreathing
o Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
o Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk
didalamnya golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat
diberikan sulbutamol 5 mg dan g diberikan tiap 6 jam dengan
rebulizeratau protropium bromide 250 atau aminofilin 0,25 – 05 g IV
secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
o Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 –
0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
o Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap
pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan
obyektif fungsi foal paru.
o Fisioterapi.
o Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
o Mukolitik dan ekspekteron.
o Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas
Tip II dengan PaO2 <>
o Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri
dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 9
depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b)
Rehabilitasi psikis c) Rehabilitasi pekerjaan.
i. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Identitas klien
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga
Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama,
alamat, hubungan dengan klien.
2. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.
Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan
dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang
membuat status kesehatan klien menurun.
3. Pola nutrisi metabolik.
Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan
dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau
berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena,
penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan,
lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk
memperoleh gambaran status nutrisi.
4. Pola eliminasi.
a. Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga
pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output
setiap sift.
b. Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,
kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi
dalam BAB.
5. Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang
dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain.
Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 10
keluhan pada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan
lemah.
6. Pola tidur dan istirahat
Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur
siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca,
minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise.
Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat
tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.
7. Pola persepsi kognitif
Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan,
pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien
mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti
pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi
terhadap tempat waktu dan orang.
8. Pola persepsi dan konsep diri
Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus
asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.
9. Pola peran hubungan dengan sesame
Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien
di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan
komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga
dan orang lain.
10. Pola produksi seksual
Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan
yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.
11. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.
Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri,
tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan
selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan,
penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.
12. Pola sistem kepercayaan
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 11
Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji
apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan
kesehatan.
Ada beberapa pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk
mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit antara lain (1):
o Sudah berapa lama klien mengalami kesulitan bernapas?
o Apakah aktifitas meningkatkan dispne?Aktifitas apa?
o Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktifitas?
o Kapan waktu pasien mengeluh letih dan sesak?
o Apakah kebiasaan makan dan tidur berpengaruh?
o Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan;pertanyaan
yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk:
o Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
o Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
o Apakah pasien mengkontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
o Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama
pernapasan?
o Apakah Barrel chest?
o Apakah tampak sianosis?
o Apakah vena jugularis membesar?
o Apakah mengalami edema perifer?
o Apakah pasien batuk?
o Apa warna,jumlah dan konsistensi sputum pasien?
o Bagaimana status sensorium pasien?
o Apakah terdapat peningkatan stupor, kegelisahan?
i. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan PPOK
adalah:
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 12
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
bronkokonstriksi, peningkatan produksi lendir, mucus dalam jumlah
berlebih, batuk tidak efektif dan infeksi bronkopulmonal
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (hipoksia), kelemahan
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbon dioksida
4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot
pernapasan, hiperventilasi paru, deformitas dinding dada.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan laju metabolic, anoreksia, mual/muntah, dispnea, kelemahan
j. Rencana Keperawatan
Dx.1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
bronkokonstriksi, peningkatan produksi lendir, mucus dalam jumlah
berlebih, batuk tidak efektif dan infeksi bronkopulmonal
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam pasien menunjukkan
keefektifan bersihan jalan nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:
a. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
b. Saturasi O2 dalam batas normal
c. Mampu mendemonstrasikan batuk efektif
NIC
Rencana intervensi yang akan dilakukan:
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
R/ memberikan kesempatan paru untuk mengembang secara maksimal.
2. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
R/ suara nafas tambahan yang dapat didengar dengan auskultasi menandakan
terjadinya penumpukan sekret di jalan nafas.
3. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 13
R/ pengetahuan keluarga tentang peralatan yang digunakan sangat diharapkan
karena keluarga kooperatif dalam membantu program terapi.
4. Kaji kemampuan klien untuk memobilisasi sekresi, jika tidak mampu :
a. Ajarkan metode batuk terkontrol
b. Gunakan suction (jika perlu untuk mengeluarkan sekret)
c. Lakukan fisioterapi dada
R/ Memantau tingkat kepatenan jalan nafas dan meningkatkan kemampuan
klien merawat diri / membersihkan/membebaskan jalan nafas
5. Monitor respirasi dan status O2
R/ status O2 mencerminkan bagaimana keadaan respirasi pada anak, karena
respirasi pada intinya untuk menukar CO2 dengan O2.
6. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan sekret
R/ hidrasi yang adekuat dapat membantu pengenceran sekret secara alami
tanda bantuan pengencer sekret berupa obat-obatan.
7. Kolaborasi: Berikan bronkodilator : mukolitik, ekspektorans
R/ bronkodilator dimaksudkan untuk Mengencerkan secret agar mudah
dikeluarkan.
8. Kolaborasi: Berikan antibiotik
R/ Pemberian antibiotik dimaksudkan untuk mengurangi infeksi yang terjadi
sehingga menurunkan produksi sekret.
9. Kolaborasi: Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.
R/ Diperlukan jika tumpukan secret tidak dapat lagi dikeluarkan dengan
batuk.
Dx.2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (hipoksia), kelemahan
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien menunjukkan
peningkatan toleransi terhadap aktivitas, dibuktikan dengan kriteria hasil:
a. TTV normal
b. Energy psikomotor
c. Status sirkulasi baik
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 14
d. Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi adekuat
NIC
Rencana intervensi yang akan dilakukan:
1. Menentukan penyebab dari intoleransi aktivitas.
R/ dengan menentukan penyebab, suatu masalah dapat di intervensi secara
langsung.
2. Monitor respon kardivaskuler dan respirasi terhadap aktivitas (takikardi,
disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
R/ tanda-tanda vital mencerminkan perubahan yang terjadi pada klien dengan
segera sehingga dapat ditangani dengan cepat apabila terjadi kegawatan.
3. Jika klien dalam keadaan tirah baring, posisikan dalam posisi lebih tegak
sehingga tidak membebani sistem kardiovaskular.
R/ dengan memposisikan klien dalam posisi lebih tegak maka beban sistem
kardiovaskular lebih ringan dalam suplai darah.
4. Mengevaluasi keseharian klien dalam beraktivitas dan setelah prosedur tirah
baring. Melakukan mobilisasi pada klien yang tirah baring.
R/ posisi yang baik membantu menjaga distribusi cairan secara optimal dan
toleransi ortostatik.
5. Jika bersesuaian, meningkatkan kemampuan aktivitas klien, dampingi klien
dalam merubah posisi, berpindah, atau melakukan perawatan diri.
Meningkatkan kemampuan dari duduk di tempat tidur kemudian berdiri dan
selanjutnya berpindah.
R/ postural hipotensi sering terjadi dalam hal ini.
6. Melakukan latihan ROM jika klien tidak toleransi terhadap aktivitasnya atau
dalam keadaan immobilisasi.
R/ dengan melakukan ROM baik aktif maupun pasif, resiko terjadinya
penekanan pada daerah tertentu tidak terjadi dan mencegah kontraktur.
7. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
R/ Mengetahui kemampuan aktivitas klien akan membantu dalam
menentukan jenis aktivitas yang disesuaikan dengan kemampuan klien
8. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik
klien
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 15
R/ Membantu peningkatan aktivitas sesuai dengan kemampuan klien
Dx.3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan laju metabolic, anoreksia, mual/muntah, dispnea, kelemahan
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien menunjukkan
nutrisi kurang teratasi dengan indikator:
a. Mendapat nutrisi yang adekuat
b. Klien tidak mengalami kehilangan BB lebih lanjut
c. Membran mukosa lembab
d. Kulit tidak kering
NIC
Rencana intervensi yang akan dilakukan:
1. Kaji adanya alergi makanan
R/ menghindari makanan yang mungkin akan menyebabkan alergi bagi klien
sehingga klien tidak mempunyai keinginan untuk makan.
2. Monitor adanya penurunan BB
R/ membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya
bila BB dan pengukuran BMI kurang dari normal.
3. Berikan perawaatan oral
R/ kebersihan oral menhilangkan bakteri penumbuh bau mulut dan
eningkatkan rangsangan /nafsu makan
4. Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
R/ masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering biasanya ditoleransi
klien dengan baik
5. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori tinggi protein
R/ kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk
menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting
dalam mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat.
6. Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
R/ dengan posisi makan yang nyaman maka klien akan lebih tertarik untuk
makan makanan yang disediakan.
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 16
7. Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi yang adekuat
R/ bekerjasama dan berdiskusi dengan keluarga akan lebih memberikan
pemahaman akan pentingnya keluarga meningkatkan pemasukan nutrisi yang
adekuat untuk klien.
8. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
R/ tindakan atau pengobatan yang akan dilakukan menurunkan nafsu makan
klien, sehingga bisa didahulukan makan dulu kemudian baru diberi
pengobatan atau tindakan.
9. Monitor turgor kulit, monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb
dan kadar Ht
R/ turgor kulit serta kelembaban mencerminkan keadaan cairan dan nutrisi
yang ada pada anak. Hb dan Ht mencerminkan bagaimana keadaan klien
melalui hasil labolatorium darah.
10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan klien
R/ keperluan nutrisi anak akan terpenuhi dengan perhitungan dari tim gizi.
11. Pertahankan terapi IV line
R/ pemasukan nutrisi melalui terapi IV line merupakan salah satu intervensi
yang dapat digunakan agar nutrisi tetap adekuat apabila klien tidak bisa
makan dengan per oral dan tidak terpasang NGT/TPN.
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 17
DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer SC dan Bare BG. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Volume 1. Jakarta: EGC, 2001.
2. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC, 2005.
3. Alsagaff H & Mukty HM. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga
University Press, 2006.
4. Mansjoer Arif, dkk. Kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.
5. Nurarif AH dan Kusuma H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnose Medis dan Nanda-NIC-NOC jilid 1 dan 2. Panduan Penyusunan
Asuhan keperawatan professional. Yogyakarta: Media Action, 2013.
6. Moorhead, Sue, et all. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth
Edition. USA: Mosbie Elsevier, 2010.
7. Bulecheck, Gloria M, et al. Nursing Intervention Classification (NIC) Fifth
Edition. USA: Mosbie Elsevier, 2010.
Program Pendidikan Ners Keperawatan Medikal Bedah : PPOK 18