lp_hiv r.29

29
A. Kosep Penyakit HIV-AIDS 1. Pengertian HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS. Sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi demensia progresif, “wasting syndrome”, atau sarkoma kaposi (pada pasien berusia lebih dari 60 tahun), kanker- kanker khusus lainnya yaitu kanker serviks invasif atau diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi misalnya, TB (Tubercolosis). (Doenges, 2000). Acquired Immune Deficiency syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu.

Upload: risa-dya-pratiwi

Post on 11-Jan-2016

223 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

lp

TRANSCRIPT

A. Kosep Penyakit HIV-AIDS

1. Pengertian

HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang

sistem kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat

menyebabkan AIDS. Sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma  penyakit yang

muncul secara kompleks  dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan

tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala penyakit

karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. Centers

for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS ditujukan pada

orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang tersebut mengalami

penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki

antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi

demensia progresif, “wasting syndrome”, atau sarkoma kaposi (pada pasien berusia lebih

dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya yaitu kanker serviks invasif atau diseminasi

dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi misalnya, TB (Tubercolosis).

(Doenges, 2000).

Acquired Immune Deficiency syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit

yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan

dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu.

Virus tersebut merusak kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau

hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. (Nursalam,

2007)

2. Etiologi

AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi saat system imun dilemahkan

oleh virus HIV. Penyakit AIDS disebabkan oleh Human Immunedeficiency Virus (HIV),

yang mana HIV tergolong ke dalam kelompok retrovirus dengan materi genetik dalam

asam ribonukleat (RNA), menyebabkan AIDS dapat membinasakan sel T-penolong (T4),

yang memegang peranan utama dalam sistem imun. Sebagai akibatnya, hidup penderita

AIDS terancam infeksi yang tak terkira banyaknya yang sebenarnya tidak berbahaya, jika

tidak terinfeksi HIV (Daili, 2005)

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.

b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.

c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari,

BB menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali

ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system

tubuh, dan manifestasi neurologist.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang

termasuk kelompok resiko tinggi adalah :

a. Lelaki homoseksual atau biseks.

b. Orang yang ketagian obat intravena

c. Partner seks dari penderita AIDS

d. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

e. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

3. Patofisiologi

Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan secret

Vagina. Sebagaian besar ( 75% ) penularan terjadi melalui hubungan seksual.

HIV tergolong retrovirus yang mempunyai  materi genetic RNA. Bilaman virus masuk

kedalam tubuh penderita ( sel hospes ), maka RNA virus diubah menjadi

 oleh ensim reverse transcryptase yang dimiliki oleh HIV . DNA pro-virus tersebut

kemudian diintegrasikan kedalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk

membentuk gen virus.

HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen

pembukaan CD4, terutama sekali limfosit T4 yang memegang peranan penting dalam

mengatur dan mempertahankan system kekebalan tubuh. Selain tifosit T4,virus juga

dapat menginfeksi sel monosit makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit folikuler

pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel

mikroglia otak Virus yng masuk kedalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi

sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri.

Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom retroviral akut atau Acute

Roviral Syndrome. Sindrom ini diikuti oleh penurunan CD4 (Cluster Differential Four)

dan peningkatan kadar RNA Nu-HIV dalam plasma. CD4 secara perlahan akan menurun

dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada 1,5 – 2,5 tahun

sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load ( jumlah virus HIV dalam darah )

akan cepat meningkat pada awal infeksi dan kemudian turun pada suatu level titik

tertentu maka viral load secara perlahan meningkat. Pada fase akhir penyakit akan

ditemukan jumlah CD4 < 200/mm3 kemudian diikuti timbulnya infeksi oportunistik,

berat badan turun secara cepat dan muncul komplikasi neurulogis. Pada pasien tanpa

pengobatan ARV rata – rata kemampuan bertahan setelah CD4 turun < 200/mm3 adalah

3,7 tahun. (DEPKES RI,2003)

4. Stadium Penyakit

Menurut Nursalam (2007) pembagian stadium HIV menjadi AIDS ada empat stadium

yaitu

a. Stadium pertama HIV

Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan serologi

ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif. Rentan

waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi terhadap HIV menjadi

positif disebut window period. Lama window period satu sampai tiga bulan, bahkan

ada yang berlangsung sampai enam bulan.

b. Stadium kedua asimtomatik ( tanpa gejala )

Asimtomatik berarti bahwa didalam organ tubuh tidak menunjukkan gejala - gejala.

Keadaan ini dapat berlangsung selama 5 – 10 tahun. Pasien yang tampak sehat ini

sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.

c. Stadium ketiga pembesaran kelenjar limfe

Pembesaran kelenjar limfe secara menetapdan merata (Persistent Generalized

Lymphadenopaty), tidak hanya muncul pada satu tempat saja, dan berlangsung selama

satu bulan.

d. Stadium keempat AIDS.

Keadaan inidisertai adanya bermacam – macam penyakit antara lain penyakit saraf,

infeksi sekunder dan lain – lain.

5. Manifestasi Klinis

Menurut Mandal (2004) tanda dan gejala penyakit AIDS menyebar luas dan pada

dasarnya dapat mengenai semua sistem organ. Penyakit yang berkaitan dengan infeksi

HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat infeksi dan efek langsung HIV pada jaringan

tubuh. Adanya HIV dalam tubuh seseorang tidak dapat dilihat dari penampilan luar.

Orang yang terinfeksi tidak akan menunjukan gejala apapun dalam jangka waktu yang

relatif lama (±7-10 tahun) setelah tertular HIV. Masa ini disebut masa laten. Orang

tersebut masih tetap sehat dan bisa bekerja sebagaimana biasanya walaupun darahnya

mengandung HIV. Masa inilah yang mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat,

karena orang terinfeksi secara tidak disadari dapat menularkan kepada yang lainnya. Dari

masa laten kemudian masuk ke keadaan AIDS dengan gejala sebagai berikut:

Gejala Mayor:

a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan

b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

Gejala Minor:

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan

b. Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang

c. Kandidias orofaringeal

d. Limfadenopati generalisata

e. Ruam

Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan

mengikut fasenya.

1.      Fase akut

Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas

infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis,

limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat badan,

mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy,

mucocutaneous ulceration, dan erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini

muncul bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis

dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba

daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat

respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan

mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.

 2.      Fase asimptomatik

Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan

bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara langsung

berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang

tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA

virus HIV yang rendah.

3.      Fase simptomatik

Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,

gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit

yang disebut AIDS.

6. Pencegahan Penularan

Dengan mengetahui cara penularan HIV, maka akan lebih mudah melakukan langkah-

langkah pencegahannya. Secara mudah, pencegahan HIV dapat dilakukan dengan

rumusan ABCDE yaitu:

a. A= Abstinence, tidak melakukan hubungan seksual atau tidak melakukan hubungan

seksual sebelum menikah

b. B = Being faithful, setia pada satu pasangan, atau menghindari berganti-ganti

pasangan seksual

c. C = Condom, bagi yang beresiko dianjurkan selalu menggunakan kondom secara

benar selama berhubungan seksual

d. D = Drugs injection, jangan menggunakan obat (Narkoba) suntik dengan jarum tidak

steril atau digunakan secara bergantian

e. E = Education, pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal yang berkaitan

dengan HIV/AIDS

7. Pemeriksaan Diagnostik

Pada daerah di mana tersedia laboratorium pemeriksaan anti-HIV, penegakan diagnosis

dilakukan melalui pemeriksaan serum atau cairan tubuh lain (cerebrospinal fluid)

penderita.

1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)

ELISA digunakan untuk menemukan antibodi (Baratawidjaja). Kelebihan teknik

ELISA yaitu sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1 %-100% (Kresno). Biasanya

memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Tes ELISA telah menggunakan

antigen recombinan, yang sangat spesifik terhadap envelope dan core (Hanum, 2009).

2. Western Blot

Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif dari suatu protein

dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau molekul lain. Biasanya protein HIV

yang digunakan dalam campuran adalah jenis antigen yang mempunyai makna klinik,

seperti gp120 dan gp41 (Kresno, 2001).

Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%. Namun pemeriksaan

cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24 jam (Hanum, 2009).

3. PCR (Polymerase Chain Reaction)

Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat antibodi maternal

masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan secara serologis maupun status

infeksi individu yang seronegatif pada kelompok risiko tinggi dan sebagai tes

konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA rendah untuk HIV-2 (Kresno,

2001). Pemeriksaan CD4 dilakukan dengan melakukan imunophenotyping yaitu

dengan flow cytometry dan cell sorter. Prinsip flowcytometry dan cell sorting

(fluorescence activated cell sorter, FAST) adalah menggabungkan kemampuan alat

untuk mengidentifasi karakteristik permukaan setiap sel dengan kemampuan

memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi menurut karakteristik masing-

masing secara otomatis melalui suatu celah, yang ditembus oleh seberkas sinar laser.

Setiap sel yang melewati berkas sinar laser menimbulkan sinyal elektronik yang

dicatat oleh instrumen sebagai karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik

molekul pada permukaan sel manapun yang terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi

dengan menggunakan satu atau lebih probe yang sesuai. Dengan demikian, alat itu

dapat mengidentifikasi setiap jenis dan aktivitas sel dan menghitung jumlah masing-

masing dalam suatu populasi campuran (Kresno, 2001).

8. Penatalaksanaan

A. Non Farmakologi

1. Fisik

Aspek fisik pada PHIV ( pasien terinfeksi HIV ) adalah pemenuhan kebutuhan

fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. Aspek perawatan fisik

meliputi :

a) Universal Precautions

Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana

yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien setiap

saat, pada semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi risiko

penyebaran infeksi.

Selama sakit, penerapan universal precautions oleh perawat, keluraga, dan

pasien sendiri sangat penting. Hal ini di tunjukkan untuk mencegah terjadinya

penularan virus HIV.

Prinsip-prinsip universal precautions meliputi:

1). Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila mengenai cairan

tubuh pasien menggunakan alat pelindung, seperti sarung tangan, masker,

kacamata pelindung, penutup kepala, apron dan sepatu boot. Penggunaan

alat pelindung disesuakan dengan jenis tindakan yang akan dilakukan.

2). Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, termasuk

setelah melepas sarung tangan.

3). Dekontaminasi cairan tubuh pasien.

4). Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi semua alat

kedokteran yang dipakai (tercemar).

5). Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan.

6). Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara benar dan

aman.

b) Peran perawat dan pemberian ARV

1). Manfaat penggunaan obat dalam bentuk kombinasi adalah:

(a) Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk memperkecil

kemungkinan terjadinya resistensi.

(b) Meningkatkan efektivitas dan lebih menekan aktivitas virus. Bila

timbul efek samping, bisa diganti dengan obat lainnya, dan bila

virus mulai rasisten terhadap obat yang sedang digunakan bisa

memakai kombinasi lain.

2). Efektivitas obat ARV kombinasi:

(a) AVR kombinasi lebih efektif karena memiliki khasiat AVR yang

lebih tinggi dan menurunkan viral load lebih tinggi dibandingkan

dengan penggunaan satu jenis obat saja.

(b) Kemungkinan terjadi resistensi virus kecil, akan tetapi bila pasien

lupa minum dapat menimbulkan terjadinya resistensi.

(c) Kombinasi menyebabkan dosis masing-masing obat lebih kecil,

sehingga kemungkinan efek samping lebih kecil.

c) Pemberian nutrisi

Pasien dengan HIV/ AIDS sangat membutuhkan vitamin dan mineral dalam

jumlah yang lebih banyak dari yang biasanya diperoleh dalam makanan

sehari- hari. Sebagian besar ODHA akan mengalami defisiensi vitamin

sehingga memerlukan makanan tambahan

HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan penyerapan

nutrient. Hal ini berhubungan dengan menurunnya atau habisnya cadangan

vitamin dan mineral dalam tubuh. Defisiensi vitamin dan mineral pada

ODHA dimulai sejak masih dalam stadium dini. Walaupun jumlah makanan

ODHA sudah cukup dan berimbang seperti orang sehat, tetapi akan tetap

terjadi defisiensi vitamin dan mineral.

d) Aktivitas dan istirahat

(a) Manfaat olah raga terhadap imunitas tubuh

Hamper semua organ merespons stress olahraga. Pada keadaan akut ,

olah raga akan berefek buruk pada kesehatan, olahraga yang dilakukan

secara teratur menimbulkan adaptasi organ tubuh yang berefek

menyehatkan

(b) Pengaruh latihan fisik terhadap tubuh

(1) Perubahan system tubuh

Olahraga meningkatkan cardiac output dari 5 i/menit menjadi 20

1/menit pada orang dewasa sehat. Hal ini menyebabkan peningkatan

darah ke otot skelet dan jantung.

(2) Sistem pulmoner

Olahraga meningkatkan frekuensi nafas, meningkatkan pertukaran

gas serta pengangkutan oksigen, dan penggunaan oksigen oleh otot.

(3) Metabolisme

Untuk melakukan olah raga, otot memerlukan energi. Pada olah raga

intensitas rendah sampai sedang, terjadi pemecahan trigliserida dan

jaringa adiposa menjadi glikogen dan FFA (free fatty acid). Pada

olahraga intensitas tinggi kebutuhan energy meningkat, otot makin

tergantung glikogen sehingga metabolisme berubah dari

metabolisme aerob menjadi anaerob

2. Psikologis (strategi koping)

Mekanisme koping terbentuk melalui proses dan mengingat. Belajar yang

dimaksud adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada pengaruh

internal dan eksterna

3. Sosial

Dukungan social sangat diperlukan PHIV yang kondisinya sudah sangat parah.

Individu yang termasuk dalamdan memberikan dukungan social meliputi

pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim kesehatan,

atasan, dan konselor.

B. Farmakologis :

Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV perlu dilakukan.

Pencegahan berarti tidak kontak dengan cairan tubuh yang tercemar HIV.

a. Pengendalian Infeksi Oportunistik

Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,

nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah

kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien

di lingkungan perawatan kritis.

b. Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap

AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus

(HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien

AIDS yang jumlah sel T4 nya < 3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan

Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.

c. Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun dengan

menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.

Obat-obat ini adalah : didanosine, ribavirin, diedoxycytidine, dan recombinant CD 4

dapat larut.

d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka

perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses

keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi

AIDS.

1) Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,

hindari stress, gizi yang kurang, alkohol dan obat-obatan yang mengganggu

fungsi imun.

2) Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan

mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

9. Komplikasi

a. Oral lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,

peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,

dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.

1. Kandidiasis oral

Kandidiasis oral adalah suatu infeksi jamur, hampir terdapat secara

universal pada semua penderita AIDS serta keadaan yang berhubungan dengan

AIDS. Infeksi ini umumnya mendahului infeksi serius lainnya. Kandidiasi oral

ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Tanda –

tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit serta

nyeri dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal). Sebagian pasien juga

menderita lesi oral yang mengalami ulserasi dan menjadi rentan terutama

terhadap penyebaran kandidiasis ke sistem tubuh yang lain.

2. Sarcoma Kaposi

Sarcoma Kaposi (dilafalkan KA- posheez), yaitu kelainaan malignitas

yang berkaitan dengan HIV yang sering ditemukan , merupakan penyakit yang

melibatkan lapisan endotil pembuluh darah dan limfe.

b. Neurologik

1. Kompleks dimensi AIDS karena serangan langsung HIV pada sel saraf,

berefek perubahan kepribadian, kerusakan, kemampuan motorik, kelemahan,

disfasia, dan isolasi sosial. Sebagian basar penderita mula-mula mengeluh

lambat berpikir atau sulit berkonsentrasi dan memusatkan perhatian. Penyakit

ini dapat menuju dimensia sepenuhnya dengan kelumpuhan pada stadium

akhir. Tidak semua penderita mencapai stadium akhir ini.

2. Enselophaty akut karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,

ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ ensefalitis. Dengan efek sakit kepala,

malaise, demam, paralise total/ parsial.

Ensefalopati HIV. Disebut pula sebagai kompleks demensia AIDS (ADC;

AIDS dementia complex), ensefalopati HIV terjadi sedikitnya pada dua pertiga

pasien –pasien AIDS. Keadaan ini berupa sindrom klinis yang ditandai oleh

penurunan progresif pada fungsi kognitif, perilaku dan motorik. Tanda –tanda

dan gejalanya dapat samar- samar serta sulit dibedakan dengan kelelahan,

depresi atau efek terapi yang merugikan terhadap infeksi dan malignansi

3. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan menarik

endokarditis.

4. Neuropati karena inflamasi demielinasi oleh serangan HIV dengan disertai rasa

nyeri serta patirasa pada akstremitas, kelemahan, penurunan refleks tendon yang

dalam, hipotensi orthostatik dan impotensi.

c. Gastrointestinal

1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma dan

sarkoma Kaposi. Dengan efek penurunan berat badan, anoreksia, demam,

malabsorbsi, dan dehidrasi.

2. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma kaposi, obat illegal,

alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam

atritik.

3. Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang

sebagai infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal

dan diare.

d. Respirasi

Infeksi karena pneumocystic carinii, cytomegalovirus, virus influenza,

pneumococcus, dan strongyloidiasis dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,

hipoksia, keletihan gagal nafas.

e. Dermatologi

Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis , reaksi otot,

lesi scabies, dan dekopitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi

sekunder dan sepsis.

f. Sensorik

1. Pandangan: Sarkoma kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan.

2.Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran

dengan efek nyeri.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS

1. Pengkajian

a. Identitas klien

b. Riwayat Keperawatan

1. Riwayat kesehatan saat ini

2. Riwayat kesehatan masa lalu

3. Riwayat penyakit keluarga

4. Diagnosa medis dan terapi

5. Pola fungsi kesehatan (Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual)

a) Pola persepsi dan pengetahuan

Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan

dan kemampuan dalam merawat diri.

b) Pola nutrisi dan metabolisme

Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, Keluarga

mengatakan saat masuk RS px hanya mampu menghabiskan ⅓ porsi makanan,

Saat pengkajian keluarga mengatakan px sedikit minum, sehingga diperlukan

terapi cairan intravena.

c) Pola eliminasi

Mengkaji pola BAK dan BAB px

d) Pola aktifitas dan latihan

Pasien terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik, tetapi px mampu

untuk duduk, berpindah, berdiri dan berjalan.

e) Pola istirahat

Px mengatakan tidak dapat tidur dengan nyenyak, pikiran kacau, terus gelisah.

f) Pola kognitf dan perseptual (sensoris)

Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan

peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit, px

mampu memberikan penjelasan tentang keadaan yang dialaminya.

g) Pola persepsi dan konsep diri

Pola emosional px sedikit terganggu karena pikiran kacau dan sulit tidur.

h) Peran dan tanggung jawab

Keluarga ikut berperan aktif dalam menjaga kesehatan fisik pasien.

i) Pola reproduksi dan sexual

Mengkaji perilaku dan pola seksual pada px

j) Pola penanggulangan stress

Stres timbul akibat pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya,

px merasakan pikirannya kacau. Keluarga px cukup perhatian selama pasien

dirawat di rumah sakit.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas

dan takut, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu, dimana px dan keluarga

percaya bahwa masalah px murni masalah medis dan menyerahkan seluruh

pengobatan pada petugas kesehatan.

6. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

b. Sistem kardiovaskuler (mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena

jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung)

c. Sistem hematologi (mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang

merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali)

d. Sistem urogenital (ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit

pinggang)

e. Sistem muskuloskeletal (mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan,

sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak)

f. Sistem kekebalan tubuh (mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah

bening)

7. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan darah rutin (mengetahui adanya peningkatan leukosit yang

merupakan tanda adanya infeksi).

b. Pemeriksaan foto abdomen (mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan Pertukaran Gas b.d Perubahan Membran Alveolar d.d Hipoksemia

2. Ketidakefektivan Pola Napas b.d Hiperventilasi d.d Perubahan Kedalaman

Pernapasan

3. Hipertermia b.d Proses Penyakit d.d Peningkatan Suhu Tubuh Diatas Normal

4. Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Cairan d.d Penurunan Turgor Kulit dan

Lidah

5. Diare b.d Proses Infeksi d.d Bising Usus Hiperaktif

6. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d Faktor Biologis d.d

BB 20% atau lebih dibawah BB ideal

7. Intoleransi Aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan Kebutuhn Oksigen d.d

Menyatakan Merasa Letih dan Lemah

DAFTAR PUSTAKA

Morhead, Sue., Johnson, Marion, Maas, Meriden L., Swanson, Elizabeth. 2006. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition. Missouri: Mosby

Ninuk Dian K, S.Kep.Ners,   Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons). 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta : Salemba Medika

Nursalam, dkk. 2007. Jurnal Keperawatan Edisi Bulan November. Surabaya;Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

NANDA International. 2009. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC

Price, Sylvia Anderson, Wilsom, Lorraine M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.6. Vol:2. Jakarta: EGC

Smelltzer, Suzane C., Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Volume 1. Edisi 8. Jakarta: EGC

Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah : Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : EGC

Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku dari Brunner dan Suddart. Jakarta : EGC

Brooker Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 1 & 2. Jakarta : Penerbit buku kedokteran : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta : EGC

Crofton, John. 2002. Pedoman penanggulangan Tuberkulosis, Widya Medika : Jakarta.

Departeman Kesehatan. Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid 1. Jakarta : FKUI.

Price, S., & Wilson. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Edisi.2. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien

dengan HIV/AIDS dan TBC

OLEH

Risa Dya Pratiwi

1201100095

3B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATANPROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN MALANG

Mei 2015