lupus eritematosus kutaneus yudi una

Upload: yudi-pratama

Post on 19-Oct-2015

202 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • Referat

    LUPUS ERITEMATOSUS KULIT

    Disusun Oleh:

    NURUL HUSNA : 0907101050039

    YUDI PRATAMA : 0907101010065

    Pembimbing :

    dr. FITRIA SALIM, M.Sc, Sp.KK

    BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

    RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN

    BANDA ACEH 2014

  • ii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan karena atas berkah dan

    rahmatNya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Shalawt dan salam penulis

    junjungkan kepada junjungan besar nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan

    keluarga beliau.

    Referat ini berjudul Lupus Eritematosus Kulit yang merupakan salah

    satu tugas penulis dalam menjalani pendidikan kepaniteraan klinik senior di

    bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Fitria Salim, M.Sc, Sp. KK

    selaku dokter pembimbing yang telah berkenan membimbing penulis untuk

    menyempurnakan tulisan ini.

    Penulis sangat berharap kritik dan saran dari pembaca untuk kebaikan

    tulisan seperti ini di kemudian hari. Akhirnya penulis berharap tulisan kecil ini

    dapat memberikan manfaat yang besar bagi para pembaca.

    Banda Aceh, Maret 2014

    Penulis

  • iii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    JUDUL ............................................................................................................. i

    KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

    DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv

    DAFTAR TABEL .............................................................................................v

    1. Pendahuluan ...............................................................................................1

    2. Definisi ........................................................................................................1

    3. Epidemiologi ...............................................................................................2

    4. Klasifikasi ...................................................................................................2

    5. Etiopatogenesis ..........................................................................................4

    6. Manifestasi Klinis .......................................................................................6

    7. Diagnosis ...................................................................................................12

    8. Diagnosis Banding ...................................................................................15

    9. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................16

    10. Penatalaksanaan .......................................................................................16

    11. Komplikasi ...............................................................................................18

    12. Prognosis ..................................................................................................19

    13. Kesimpulan ..............................................................................................20

    DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................21

  • iv

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 1. Interaksi antara sel T dengan Antigen Presenting Cell .................. 4

    Gambar 2. Interaksi sel T dengan sel B ............................................................5

    Gambar 3. Induksi Permukaan Blebs selama Apoptosis ....................................... 5

    Gambar 4. Patogenesis SLE ................................................................................6

    Gambar 5. Karakteristik perbedaan sistemik lupus eritematosus dan diskoid

    lupus eritematosus ..........................................................................7

    Gambar 6. Lupus eritematosus akut lokalisata ......................................................8

    Gambar 7. Lupus eritematosus akut generalisata ..............................................8

    Gambar 8. Lupus eritematosus kutaneus subakut (SCLE) ...............................9

    Gambar 9. Lupus eritematosus klasik diskoid .....................................................10

    Gambar 10. Lupus eritematosus diskoid.............................................................11

  • v

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1. Klasifikasi Gilliam untuk lesi kulit yang berhubungan dengan

    Lupus Eritematous ............................................................................ 3

    Tabel 2. Kriteria Diagnosis SLE .....................................................................12

    Tabel 3. Perbandingan dari jenis umum kelainan kulit spesifik lupus

    eritematosus .................................................................................... 14

    Tabel 4. Diagnosis Banding Lupus Eritematosus ...........................................15

    Tabel 5. Terapi pilihan untuk penyakit kulit lupus eritematosus spesifik.......17

  • 1

    1. Pendahuluan

    Lupus Eritematosus Sisemik (LES) adalah penyakit autoimun kompleks yang

    dapat mengenai hampir semua sistem organ dan memiliki manifestasi klinis yang

    bervariasi. Pasien dapat memiliki keluhan pada kulit, membran mukosa, sendi,

    ginjal, komponen hematologik, sistem saraf pusat, sistem retikuloendotelial, sistem

    pencernaan, jantung, dan paru. Lupus Eritematous Sistemik (LES) digambarkan

    sebagai suatu gangguan kulit, pada sekitar tahun 1800-an, dan diberi nama lupus

    karena sifat ruamnya yang berbentuk kupu-kupu, melintasi tonjolan hidung dan

    meluas pada kedua pipi yang menyerupai gigitan serigala (lupus adalah kata dalam

    bahasa latin yang berarti serigala).1,2

    Penyakit ini dapat mengenai berbagai usia dan jenis kelamin, terutama pada

    perempuan usia produktif (20-40 tahun). Di antara berbagai organ yang terlibat,

    kulit merupakan organ terluar tubuh yang dapat dilihat secara kasat mata sehingga

    seringkali menjadi salah satu kondisi yang dikeluhkan oleh pasien. Kelainan kulit

    merupakan manifestasi klinis kedua yang paling sering tampak pada LES setelah

    peradangan pada sendi. Sekitar 85% dari penderita LES mengenai kulit yang

    disebut Lupus Eritematous Kutaneus (CLE). Lupus Eritematous Kulit dibagi

    menjadi tiga kategori mayor yaitu LE kutaneus akut (ACLE), LE kutaneus subakut

    (SCLE) dan LE kutaneus kronik (CCLE).1,3,4

    Prinsip pertama dalam tata laksana pasien lupus eritematosus adalah

    pencegahan dengan menghindari faktor pencetus, misalnya pajanan matahari, terapi

    estrogen dosis tinggi dan konsumsi obat yang menyebabkan kulit menjadi lebih

    fotosensitif (hidroklorotiazid, griseofulvin, tetrasiklin, dan piroxicam). Terapi

    konvensional yang diberikan pada pasien lupus eritematosus antara lain adalah

    pengobatan dengan glukokortikoid, metotreksat, antimalaria, retinoid, dapson,

    azatrioprin, atau thalidomide.5

    2. Definisi

    Lupus eritematosus (LE) adalah suatu penyakit autoimun yang menyerang

    jaringan penyangga (connective tissue disease) dimana penyakit ini dapat mengenai

    berbagai sistem organ dengan manifestasi klinis dan prognosis yang bervarias.6,7

  • 2

    3. Epidemiologi

    Penyakit lupus dapat ditemukan pada semua kelompok usia dimana banyak

    mengenai usia produktif yaitu antara usia 21 sampai 50 tahun. Prevalensi SLE

    ditemukan 17 sampai 48 dalam 100.000 penduduk pada suku Afro-Karibia. Di

    Amerika Serikat 14-124 kasus per 100.000 penduduk. Di Eropa Utara, prevalensi

    penyakit lupus berkisar 40 kasus per 100.000 penduduk dan 200 kasus per 100.000

    penduduk ditemukan pada orang dengan kulit hitam. SLE lebih sering ditemukan

    pada suku Afrika-Amerika, Afro-Karibia dan Asia dibandingkan dengan suku

    Kaukasia.6,7

    Kelainan kulit merupakan manifestasi klinis kedua yang paling sering tampak

    pada SLE setelah peradangan pada sendi. Sekitar 85% dari penderita SLE mengenai

    kulit yang disebut Lupus Eritematous Kutaneus (CLE). CLE dibagi menjadi tiga

    kategori mayor yaitu LE kutaneus akut (ACLE), LE kutaneus subakut (SCLE) dan

    LE kutaneus kronik (CCLE) jurnal manifestasi kulit pada SLE.4

    Ruam malar atau butterfly (ACLE Lokalisata) dilaporkan terjadi 20%-60%

    pada studi kohort pada pasien LE. ACLE generalisata terjadi pada 35%-60% dari

    pasien LE. Pasien dengan lesi SCLE meliputi 7%-27% pada populasi pasien.

    Bentuk CCLE yang paling sering adalah lesi kulit DLE klasik, terjadi pada 15%-

    30% dari populasi SLE. DLE dapat terjadi pada bayi dan orang tua, tetapi paling

    banyak terjadi pada individu antara usia 20-40 tahun. Perbandingan wanita dan laki-

    laki DLE adalah 3:2 sampai 3:1.1

    4. Klasifikasi

    Nomenklatur dan sistem klasifikasi ditemukan oleh James N. Gilliam yang

    membagi manifestasi kutaneus dari LE hingga lesi kulit yang menunjukkan ciri

    perubahan histologi dari LE (kelainan kulit LE spesifik) dan terdiri dari

    histopatologi yang dibedakan untuk LE dan atau dapat terlihat sebagai gambaran

    dari proses penyakit lain (kelainan kulit LE non spesifik). Pola LE kutaneus (LE)

    sering disamakan dengan kelainan kulit LE yang spesifik sebagai istilah dari tiga

    kategori mayor dari kelainan kulit LE yang spesifik yaitu LE kutaneus akut/acute

    cutaneous lupus erythematosus (ACLE), LE kutaneus subakut/subacute cutaneous

    lupus erythematosus (SCLE), dan LE kutaneus kronik/chronic cutaneous LE

  • 3

    (CCLE). Hal ini akan digunakan sebagai kerangka dalam diskusi berbagai macam

    kelainan kulit yang terjadi pada pasien dengan LE (tabel 1). 4

    Tabel 1. Klasifikasi Gilliam untuk lesi kulit yang berhubungan dengan Lupus

    Eritematous4

    Kelainan kulit LE spesifik (LE kutaneus) Kelainan kulit LE non spesifik

    A. LE kutaneus akut (ACLE) 1. ACLE lokalisata (malar rash,

    butterfly rash)

    2. ACLE generalisata (lupus makulopapular, lupus rash, SLE

    rash, lupus dermatitis

    fotosensivitas)

    B. Lupus eritematosus subakut (SCLE) 1. SCLE anular (sinonim Lupus

    marginatus, eritema marginatum

    simetris, eritema anulare

    autoimun, lupus eritematosus

    giratum repens)

    2. SCLE papuloskuamosa (sinonim DLE diseminata, LE subakut

    diseminata, LE superfisial

    diseminata, LE psoriasiform, LE

    pitiriasiform, LE fotosensitif

    makulopapular)

    C. LE kutaneus kronik (CCLE)

    1. LE klasik diskoid

    DLE lokalisata

    DLE generalisata 2. DLE hipertrofik/verukosa 3. Lupus profundus/lupus panikulitis 4. DLE mukosal

    DLE oral

    DLE konjungtiva 5. Lupus Tumidus (LE plak urikarial) 6. LE Chilblain (lupus chilblain) 7. DLE likenoid (LE/liken planus

    overlap, lupus planus)

    A. Penyakit vaskular kutaneus

    1. Vaskulitis

    a. Leukositoklastik

    (1) Purpura palpabel

    (2) Urtikaria vaskulitis

    b. Lesi kulit periarteritis nodosa

    2.Vaskulopati

    a. Lesi menyerupai

    Degos disease

    b. Atrofi sekunder (sinonim livedoid

    vaskulitis, livedo vaskulitis)

    3. Telengiektasis periungual

    4. Livedo retikularis

    5. Thromboflebitis

    6. Fenomena Raynaud

    7. Eritromelalgia (eritermalgia)

    B. Alopesia Non skar

    1. Lupus hair

    2. Telogen effluvium

    3. Alopesia areata

    C. Sklerodaktili D. Nodul rheumatoid E. Kutis kalsinosis F. Lesi bula LE non spesifik G. Urtikaria H. Musinosis papulonodular I. Kutis laxa/anetoderma J. Akantosis nigrikans (resisten insulin tipe

    B)

    K. Eritema multiforme L. Ulkus kaki M. Liken planus

    LE; lupus eritematosus; SLE , sistemik lupus eritematosus

    Dari Sontheimer RD : The lexicon of cutaneous lupus erythematosus-A Review dan personal

    perspective on the nomenclature and classification of the cutaneous of lupus erythematosus.

    Lupus 6: 84, 1997, dengan ijin dari Stockton Journals, Macmillan Press, Ltd.

  • 4

    5. Etiopatogenesis

    Etiopatogenesis dari SLE masih belum diketahui secara jelas. Patogenesis

    dari kelainan kulit spesifik LE saling terkait dengan patogenesis SLE. Secara

    singkat, SLE adalah kelainan dimana terdapat pengaruh antara faktor pejamu

    (genetik, hormonal, dll) dan faktor lingkungan (radiasi UV, virus dan obat-obatan)

    yang berperan pada hilangnya toleransi dan menginduksi autoimunitas.8

    Studi mengenai faktor genetik yaitu studi yang berhubungan dengan HLA

    (Human Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwa gen MHC (Major

    Histocompatibility Complex) mengatur produksi autoantibodi spesifik. Penderita

    lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen komplemen, seperti C1q, C2,

    C4. Kekurangan komplemen dapat merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun

    oleh sistem fagositosit mononuklear sehingga membantu terjadinya deposisi

    jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan sel fagosit gagal membersihkan sel

    apoptosis sehingga komponen nuklear akan menimbulkan respon imun yang

    abnormal. Respon tersebut terdiri dari pertolongan sel T hiperaktif pada sel B yang

    hiperaktif pula, dengan aktivasi poliklonal stimulasi antigenik spesifik pada kedua

    sel tersebut. Pada penderita SLE mekanisme yang menekan respon hiperaktif

    seperti itu, mengalami gangguan. Hasil dari respon imun abnormal tersebut adalah

    produksi autoantibodi dan pembentukan imun kompleks yang merusak berbagai

    organ bila mengendap. Bagian terpenting dari patogenesis ini adalah terganggunya

    mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas. 8

    Gambar 1. Interaksi antara sel T dengan Antigen Presenting Cell9

  • 5

    Gambar 2. Interaksi sel T dengan sel B9

    Radiasi UV mungkin merupakan faktor lingkungan yang paling penting

    untuk menginduksi tahap dari SLE dan terutama kelainan kulit LE spesifik. Sinar

    matahari berperan pada imunitas alami dan hilangnya toleransi disebabkan oleh

    apoptosis dari keratinosit. Radiasi UV dapat menunjukkan perpindahan autoantigen

    seperti Ro/SS-A dan autoantigen yang terkait, La/SS-B dan calreticulin, dari lokasi

    normalnya di dalam keratinosit epidermal ke permukaan sel. Sinar UV menginduksi

    keluarnya CCL27 (sel T kutaneus yang menginduksi kemokin) yang dapat

    meningkatkan ekspresi dari kemokin yang mengaktivasi autoreaktif dari sel T dan

    interferon alfa, memproduksi sel dendritik (DCs), yang berperan penting pada

    patogenesis lupus (gambar 3). 4, 9

    Gambar 3. Induksi Permukaan Blebs selama Apoptosis9

  • 6

    6. Manifestasi klinis

    Sangat penting untuk membedakan subtipe dari kelainan kulit LE spesifik,

    oleh karena keterlibatan kulit pada LE dapat mencerminkan aktivitas dasar dari

    SLE. Kenyataannya, sebutan akut, subakut dan kronis yang berhubungan dengan

    CLE, menunjukkan kecepatan dan tingkat keparahan yang berhubungan dengan

    SLE dan tidak berhubungan dengan berapa lama lesi individu terjadi sebelumnya.

    Sebagai contoh, ACLE hampir selalu terjadi pada keadaan kekambuhan dari SLE,

    dimana CCLE sering terjadi dengan tidak adanya SLE atau adanya SLE yang

    ringan. SCLE menempati posisi tengah dari spektrum klinis. Subklasifikasi

    walaupun penting untuk menentukan faktor risiko, terkadang sulit, yang mana tidak

    jarang terlihat lebih dari satu subtipe dari kelainan kulit spesifik LE pada pasien

    yang sama, terutama pada pasien dengan SLE.1

    Gambar 4. Patogenesis SLE10

  • 7

    Gambar 5. karakteristik perbedaan sistemik lupus eritomatosus dan diskoid lupus

    eritematosus11

    a. Lupus Eritematosus Kutaneus Akut (ACLE)

    Walaupun ACLE yang lokalisata pada daerah wajah merupakan pola

    gambaran yang biasa terjadi, tetapi dapat terjadi penyebaran yang generalisata.

    ACLE yang terlokalisata umumnya disebut sebagai klasik butterfly rash atau

    malar rash dari SLE (gambar 6). Pada ACLE yang lokalisata, eritema yang

    bergabung dan simetris dengan edema terpusat pada peninggian malar dan

    melewati bagian atas hidung (telah dijelaskan keterlibatan unilateral pada

    ACLE). Ditandai tanpa adanya keterlibatan lipatan nasolabial. Kening, dagu, dan

    area V dari leher dapat terkena, dan terjadi edema wajah yang berat. Terkadang,

    ACLE dimulai dengan makula kecil dan atau papul pada wajah yang pada

    akhirnya menyatu dan hiperkeratosis. ACLE generalisata tampak morbiliform

    yang menyebar atau erupsi eksematosa, biasanya terdapat pada bagian lengan

    ekstensor dan tangan tanpa keterlibatan ruas-ruas tangan (gambar 7). ACLE

    generalisata sering disebut ruam makulopapular dari SLE, dermatitis lupus

    fotosensitif, dan ruam SLE. 4

  • 8

    Gambar 6.. Lupus eritematosus akut lokalisata. Eritematosus, edema ringan, eritema

    dengan batas tegas terdapat pada area malar dengan distribusi seperti

    butterfly. 4

    Gambar 7. Lupus eritematosus akut generalisata A. Bercak dengan batas yang jelas dari

    eritema dengan skuama tipis diatas dari tangan bagian dorsal, jari dan area

    periungual. 4

    ACLE biasanya dicetuskan oleh paparan sinar matahari. Bentuk dari CLE

    ini tidak berlangsung lama, hanya bertahan beberapa jam, hari atau minggu,

    walaupun pengalaman pada beberapa pasien dapat memiliki periode aktivitas

    yang lama. Tidak terjadi jaringan parut pada ACLE kecuali pada prosesnya

    disertai dengan komplikasi infeksi bakteri. 4

    b. Lupus Eritematosus Kutaneus Subakut (SCLE)

    Gambaran klinis yang didominasi oleh lesi SCLE menandai adanya bagian

    berbeda dari LE yang memiliki gambaran klinis, serologi dan fitur genetik.

    Walaupun ditemukannya autoantibodi Ro/SS-A ribonukleoprotein sangat

    mendukung diagnosis dari SCLE, adanya autoantibodi spesifik ini tidak

  • 9

    diperlukan untuk membuat diagnosis SCLE. SCLE terutama tampak sebagai

    makula eritematosus dan/atau papul yang menjadi papuloskuamosa

    hiperkeratotik atau plak polisiklik/anular (Gambar 8). Walaupun sebagian besar

    pasien SCLE menunjukkan gambaran anular atau papuloskuamosa, beberapa

    unsur dapat berkembang pada kedua jenis morfologi. Lesi SCLE bersifat

    fotosensitif dan terjadi terutama pada area yang terpapar sinar matahari. Lesi

    SCLE secara khas menyembuh tanpa jaringan parut tapi dapat sembuh dalam

    jangka waktu yang lama.

    Beberapa varian dari SLE telah dijelaskan. Kadang-kadang, lesi SCLE

    awalnya tampak gambaran eritema multiforme. Sebagai hasil dari kerusakan

    hebat pada sel basal epidermis, tepi aktif dari lesi SCLE anular terkadang

    mengalami perubahan vesikobulosa yang selanjutnya membentuk gambaran

    krusta yang jelas.

    Tidak seperti lesi kulit ACLE, lesi SCLE mempunyai kecenderungan

    lebih bersifat sementara daripada lesi ACLE dan menyembuh dengan perubahan

    warna. Kelainan ini juga lebih sedikit edematosa dan lebih hiperkeratotik

    daripada lesi ACLE, SCLE lebih sering melibatkan leher, bahu, ekstrimitas atas

    dan dada, dimana ACLE lebih sering mengenai daerah malar dari wajah. Bila lesi

    SCLE mengenai wajah, lebih sering pada wajah lateral tanpa melibatkan bagian

    sentral, area malar. Dibandingkan dengan lesi SCLE, lesi DLE umumnya

    berhubungan dengan derajat hiper dan hipopigmentasi yang lebih tinggi, atrofi

    dermal dengan jaringan parut, follicular plugging, dan skuama yang melekat.

    Gambar 8. Lupus eritematosus kutaneus subakut (SCLE). A. SCLE anular pada

    bagian punggung atas pada wanita usia 38 tahun. Perhatikan area tengah

    dari hipopigmentasi yang mana tidak terlihat atrofi dermal. B. SCLE

    papuloskuamosa pada bagian lengan ekstensor pada wanita usia 26

    tahun.4

  • 10

    c. Lupus Eritematosus Kutaneus Kronik (CCLE)

    Lesi klasik DLE merupakan bentuk paling sering dari CCLE, dimulai

    dengan makula berwarna merah keunguan, papul atau plak kecil dan berkembang

    dengan cepat menjadi permukaaan hiperkeratotik. Lesi awal DLE berkembang

    menjadi plak eritematosus berbentuk koin, berbatas tegas yang ditutupi dengan

    skuama yang melekat dan meluas ke orifisium dari folikel rambut yang melebar

    (Gambar 9).

    Lesi DLE meluas dengan eritema dan hiperpigmentasi dibagian tepi,

    meninggalkan tanda atrofi jaringan parut pada bagian tengah, telengiektasia, dan

    hipopigmentasi (Gambar 10). Lesi DLE pada tahap ini dapat bergabung untuk

    membentuk plak yang besar dan berkonfluen. Pada permukaan kulit yang

    berambut (kulit kepala, batas kelopak mata, dan alis), DLE menyebabkan

    alopesia, yang dapat menyebabkan kerusakan dan memberi dampak pada kualitas

    hidup pasien. Keterlibatan folikular pada DLE merupakan gambaran utama.

    Sumbatan keratotik terakumulasi pada folikel rambut yang berdilatasi dan

    menyebabkan hilangnya rambut.

    Gambar 9. Lupus eritematosus klasik diskoid. Ditandai dengan plak eritematosus pada

    bagian dahi menunjukkan hiperkeratosis dan menekankan pada orifisium

    folikel pada laki-laki usia 60 tahun dengan riwayat mengalami lupus

    eritematosus kutaneus selama 25 tahun. Lesi kulit telah tampak selama 3

    bulan, tidak tampak atrofi dermal pada tahap ini. 4

  • 11

    Gambar 10. Lupus eritematosus diskoid. Plak eritematosus pada leher dan wajah,

    berbatas tegas, bentuk bulat sampai oval, sedikit meninggi. Sebagian

    besar plak menunjukkan derajat ringan dari hiperkeratosis, dan beberapa

    menunjukkan atrofi dermal. Area hipopigmentasi yang tidak mengalami

    inflamasi dan skar sebagai pertanda lesi sebelumnya yang telah

    menyembuh.4

    Lesi DLE lebih sering ditemui pada wajah, kulit kepala, telinga, area V

    dari leher, dan bagian ekstensor dari lengan. Berbagai area pada wajah, termasuk

    alis, kelopak mata, hidung dan bibir dapat terkena. Plak DLE yang simetris,

    hiperkeratotik, bentuk seperti kupu-kupu terkadang ditemukan pada area malar

    pada wajah dan melewati hidung. Beberapa lesi seharusnya tidak sulit dibedakan

    dengan sifatnya yang tidak menetap, edematus, ACLE dengan reaksi eritema dan

    skuama yang minimal yang terjadi pada area yang sama. DLE pada wajah, seperti

    ACLE dan SCLE, biasanya tidak mengenai lipatan nasolabial.4

    Lesi DLE lokalisata terjadi hanya pada kepala atau leher, dimana DLE

    generalisata terjadi pada leher bagian atas dan bawah. Lesi DLE dibawah dari

    leher sebagian besar terjadi pada bagian ekstensor dari lengan, lengan bawah,

    dan tangan, walaupun dapat tampak pada beberapa bagian dari tubuh. Telapak

    tangan dan kaki dapat menjadi bagian yang nyeri dan sering terjadi kecacatan

    pada lesi DLE yang erosif. Terkadang, lesi DLE yang kecil terjadi hanya di

    sekitar orifisium folikular, muncul pada siku dan bagian lain (DLE folikular).

    Telah diamati bahwa siku/ekstensor dari lengan dapat terjadi bersamaan dengan

    lesi akral jari dari DLE, dan pasien dengan kombinasi ini sering memiliki

    kelainan sistemik. Hubungan antara lesi klasik DLE dan SLE menjadi bahan

    perdebatan. Beberapa poin dapat disimpulkan: (1) 5 % pasien DLE klasik

  • 12

    berkembang menjadi SLE dan (2) pasien DLE yang generalisata (yaitu lesi pada

    bagian atas dan bawah dari leher) mempunyai risiko lebih tinggi untuk

    berkembang menjadi manifestasi yang berat dari SLE dibandingkan dengan DLE

    lokalisata. 4

    7. Diagnosis

    Diagnosis SLE dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan

    laboratorium. Batasan operasional diagnosis SLE yang dipakai dalam rekomendasi

    mengacu pada kriteria dari the American College of Rheumatology (ACR) revisi

    tahun 1997. Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria (tabel 2)8,12

    Tabel 2. Kriteria Diagnosis SLE8,12

    Kriteria Batasan

    Ruam malar

    Ruam diskoid

    Fotosensitifitas

    Ulkus mulut

    Artritis

    Serositis/Pleuritis

    Gangguan renal

    Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada

    daerah malar dan cenderung tidak melibatkan lipatan

    nasolabial.

    Plak eritema menonjol dengan keratotik dan

    sumbatan folikuler. Pada SLE lanjut dapat

    ditemukan parut atrofik.

    Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal

    terhadap sinar matahari.

    Ulkus mulut atau orofaring, umumnya tidak nyeri.

    Artritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih

    sendi perifer, ditandai oleh nyeri tekan, bengkak atau

    efusia.

    Riwayat nyeri pleuritik atau pleuritc friction rub

    yang didengar oleh dokter pemeriksa atau terdapat

    bukti efusi pleura.

    Terbukti dengan rekaman EKG atau pericardial

    friction rub atau terdapat bukti efusi perikardium.

    a. Proteinuria menetap >0,5 gram per hari atau >3+ bila tidak dilakukan pemeriksaan kuantitatif.

    b. Terdapat silinder seluler berupa silinder eritrosit, hemoglobin, granular, tubular atau campuran.

  • 13

    Gangguan neurologi

    Gangguan hematologi

    Gangguan imunologi

    Antibodi antinuklear positif

    (ANA)

    a. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik (uremia, ketoasidosis,

    ketidakseimbangan elektrolit).

    b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau gangguan metabolik (uremia, ketoasidosis,

    ketidakseimbangan elektrolit).

    a. Anemia hemolitik dengan retikulosis b. Lekopenia

  • 14

    Diagnosis Lupus Eritemaosus kutaneus dapat dilihat berdasarkan pada tabel

    3 berikut:

    Tabel 3. Perbandingan dari jenis umum kelainan kulit spesifik lupus eritematosus13

    Manifestasi penyakit ACLE SCLE DLE

    klasik

    Manifestasi klinis lesi kulit

    Indurasi

    Atrofi dermis

    Perubahan pigmen

    Sumbatan folikular

    hiperkeratosis

    0

    0

    +

    0

    +

    0

    0

    ++

    0

    ++

    +++

    +++

    +++

    +++

    +++

    Histopatologi

    Penebalan membran basal

    Infiltrasi likenoid

    Inflamasi periappendageal

    0

    +

    0

    +

    ++

    +

    +++

    +++

    +++

    Lupus band

    Lesi

    Non lesi

    ++

    ++

    ++

    +

    +++

    0

    Antibodi antinuklear +++ ++ +

    Antibodi RO/SS-A

    Dengan imunodifusi

    Dengan Elisa

    +

    ++

    +++

    +++

    0

    +

    Antibodi Anti-dsDNA +++ + 0

    Hipokomplementemia +++ + +

    Risiko menjadi SLE +++ ++ +

    sumber: Lupus erythematosus. Dalam: Cutaneous Manifestations of Rheumatic diseases, diedit oleh Sontheimer RD, Provos TT, Baltimore, Lippincot Williams & Wilkins, 1996

  • 15

    8. Diagnosis Banding

    Beberapa penyakit atau kondisi ini seringkali mengacaukan diagnosis akibat

    gambaran klinis yang mirip dengan LE. Diagnosis Banding dari LE dapat dilihat di

    tabel 4.4

    Tabel 4. Diagnosis Banding Lupus Eritematosus4

    Paling menyerupai Dapat dipertimbangkan

    Selalu disingkirkan

    ACLE

    Lokalisata

    Akne rosasea

    Dermatomiositis

    Generalisata

    Reaksi hipersensitifitas obat

    Reaksi obat fotoalergi/fototoksik

    Viral eksantem

    SCLE

    Papuloskuamus

    Psoriasis fotosensitif

    Anular

    Eritema anular sentrifugum

    Granuloma anulare

    DLE

    Early DLE/LET

    Polymorphous light eruption

    Akne

    Fully Evolved DLE/ Hypertrophyc DLE

    Karsinoma sel skuamus

    Keratosis aktinik

    Keratoacanthoma

    Lupus panikulitis

    Morfea profunda

    ACLE

    Lokalisata

    Dermatitis seboroik

    Polymorphous light eruption

    Dermatitis kontak fotoalergi

    Generalisata

    Dermatomiositis

    SCLE

    Papuloskuamus

    Erupsi obat fotoalergi/foto likenoid

    DLE

    Early DLE/LET

    Granuloma fasiale

    Sarkoidosis

    Jessner benign limphocytic infiltration of the skin

    Pseudolimfoma

    Limfoma kutis

    Lupus vulgaris

    Urtikaria

    Urtikaria vaskulitis

    Fully Evolved/hypertrophyc DLE

    Prurigo nodularis

    Liken planus hipertrofik

    Sarkoidosis subkutan

    Panikulitis traumatik

    Eosinophilic fasciitis

    ACLE

    Generalisata

    Toxic epidermal necrolysis

    DLE

    Tinea incognito

    Cutaneous T-cell lymphoma

    Lupus panikulitis

    Panikulitis infeksius (deep fungal/atypical mycobacterial organism)

    kalsifilaksis

  • 16

    9. Pemeriksaan Penunjang

    Penanda laboratorium yang khas untuk lupus eritematosus kutaneus

    subakut/subacute cutaneous lupus erythematosus (SCLE) adalah adanya

    autoantibodi anti-Ro/SS-A (70%-90%) dan yang jarang yaitu anti-La/SS-B (30%-

    50%). ANA didapatkan pada 60%-80% dari pasien dengan SCLE, dan faktor

    rematoid/rheumatoid factor (RF) ditemukan pada kira-kira 1/3 kasus SCLE.

    Autoantibodi lainnya pada pasien SCLE diantaranya adalah hasil positif palsu pada

    pemeriksaan serologis pada sifilis (VDRL rapid plasma reagin) (7%-33%),

    antikardiolipin (10%-16%), antitiroid (18%-44%), anti-Sm (10%), anti-ds-DNA

    (10%), dan anti-U1 ribonukleoprotein (anti-U1RNP) (10%). Pasien dengan SCLE

    terutama yang dengan keterlibatan sistemik, dapat memiliki beberapa abnormalitas

    laboratorium yaitu anemia, leukopenia, trombositopenia, peningkatan nilai laju

    endap darah (LED), hipergamaglobulinemia, proteinuria, hematuria, perubahan

    warna urin, peningkatan serum kreatin dan blood urea nitrogen (BUN) serta kadar

    komplemen yang menurun (akibat defisiensi genetik atau konsumsi komplemen

    yang meningkat).4

    10. Penatalaksanaan

    Semua pasien dengan CLE harus dijelaskan tentang pentingnya

    perlindungan dari sinar matahari dan sumber radiasi ultra violet buatan dan harus

    dijelaskan untuk menghindari penggunaan obat yang berpotensi memberi efek

    fotosensitisasi seperti hidroklorotiazid, tetrasiklin, griseofulvin dan piroksikam.

    Dengan memperhatikan terapi medis khusus, aplikasi topikal sebaiknya maksimal

    dan agen sistemik digunakan jika aktifitas kelainan lokal menetap secara signifikan

    atau disertai aktivitas sistemik. 4

    Lesi ACLE biasanya merespon terhadap pemberian agen imunosupresif

    sistemik yang diperlukan untuk mengobati penyakit dasar SLE yang sering disertai

    bentuk-bentuk dari CLE (misalnya glukokortikoid sistemik, azatioprin dan

    siklofosfamid). Banyaknya laporan bukti hasil penelitian menunjukan bahwa agen

    antimalaria aminokuinolin seperti hidroksiklorokuin dapat memiliki efek

    pendamping steroid pada SLE dan obat-obatan ini dapat bermanfaat pada ACLE.

  • 17

    Pengobatan lokal yang dibahas pada terapi lokal dibawah juga berguna pada

    pengobatan ACLE. Karena lesi SCLE dan CCLE sering ditemukan pada pasien

    yang sedikit atau tidak memiliki bukti adanya aktivitas penyakit sistemik yang

    mendasari, tidak seperti lesi ACLE, modalitas pengobatan nonimunosupresif lebih

    disukai untuk SCLE dan CCLE (Tabel 5). Pada umumnya lesi SCLE dan CCLE

    sama-sama merespon kepada agen tersebut. 4

    Tabel 5. Terapi pilihan untuk penyakit kulit lupus eritematosus spesifik4 Obat Dosis Lini pertama Topikal glukokortikoid

    Topikal calcineurin inhibitor

    Triamsinolon Asetonid intralesi

    Steroid klas I 2 minggu bergantian dengan pimekrolimus 1%/takrolimus 0,1% 2 minggu

    2,5-10,0 mg/cc

    Lini kedua (ambang rendah digunakan untuk lesi jaringan parut, luas & gejala sistemik)

    Hidroksi klorokuin

    Klorokuin

    Kuinakrin (jika monoterapi gagal, tambahkan kuinakrin untuk hidroksiklorokuin /klorokuin)

    6,5 mg/kgbb/hari

    3,0-3,5 mg/kgbb/hari

    100 mg perhari (tersedia dalam campuran obat)

    Hanya jangka pendek (2-16 minggu) (obat alternatif penyerta untuk mencegah rebound saat penghentian)

    Prednison

    Talidomid

    5-60 mg/hari

    50-200 mg/hari; dosis diturunkan 50 mg bila respon baik

    Lini ketiga (imunosupresif) Azathioprine

    Mycophenolate mofetil

    Methotrexate

    1,5-2,5 mg/kg/hari PO

    2,5-3,5 gr/hari PO

    7,5-25 mg PO

    Lini keempat (dibatasi oleh efek samping)

    Siklofosfamid

    Klofasimin

    1,5-2,0 mg/kgbb/hari

    Masih di teliti (beberapa sudah tersedia)

    Efalizumab (Raptiva), Lefluonamid (Arava), antitumor necrosis factor agents Rituximab (rituxan), abatasep, Epratuzumab, Anti-interferon- agents

    Menganjurkan pasien untuk menghindari paparan sinar matahari langsung,

    menggunakan pakaian dengan anyaman yang rapat dan topi bertepi lebar serta secara

    teratur menggunakan pelindung matahari yang tahan air dan berspektrum luas {SPF >30

    dengan agen pelindung UV yang efisien seperti bentuk photostabilized avobenzone (Parsol

    1789), micronized titanium dioxide, micronized zinc oxide atau Mexoryl SX}. 4

  • 18

    Glukokortikoid lokal, seperti krem, salep atau injeksi dapat dipertimbangkan

    pada dermatitis lupus. Pemilihan preparat topikal harus hati-hati, karena

    glukokortikoid topikal, terutama yang bersifat diflorinasi dapat menyebabkan atrofi

    kulit, depigmentasi dan teleangiektasis. Untuk kulit muka dianjurkan penggunaaan

    preparat steroid lokal berkekuatan rendah dan tidak diflorinasi, misalnya

    hidrokortison. Untuk kulit badan dan lengan dapat digunakan steroid topikal

    berkekuatan sedang, misalnya betametason valerat dan triamsinolon asetonid.

    Untuk lesi hipertrofik, misalnya di daerah palmar dan plantar pedis, dapat

    digunakan glukokortikoid topikal berkekuatan tinggi, misalnya betametason

    dipropionat. Penggunaan krem glukokortikoid berkekuatan tinggi harus dibatasi

    selama 2 minggu, untuk kemudian diganti dengan yang berkekuatan lebih rendah.4

    Obat-obat antimalaria sangat baik untuk mengatasi lupus kutaneus, baik lupus

    kutaneus subakut, maupun lupus diskoid. Antimalaria mempunyai efek

    sunsblocking, antiinflamasi dan imunosupresan. Pada penderita yang resisten

    terhadap antimalaria, dapat dipertimbangkan pemberikan glukokortikoid sistemik.

    Dapson dapat dipertimbangkan pemberiannya pada penderita lupus diskoid,

    vaskulitis dan lesi LE berbula. Efek toksik obat ini terhadap sistem hematopoetik

    adalah methemoglobinemia, sulfhemoglobinemia, dan anemia hemolitik, yang

    kadang-kadang memperburuk ruam LES di kulit. 4

    11. Komplikasi

    Adapun komplikasi yang dapat timbul dari Lupus Eritematosus Kutaneus

    adalah sebagai berikut:13

    ACLE/SCLE:

    SLE luas yang berpotensi melibatkan organ

    Ulserasi dengan risiko super infeksi

    Berkembang menjadi ACLE/SCLE yang mirip TEN

    Hiperpigmentasi pasca inflamasi

    DLE:

    SLE luas yang berpotensi melibatkan organ (khusunya jika diseminata)

    Pembentukan jaringan parut, termasuk jaringan parut alopesia

    LE panikulitis

    Kalsifikasi distrofik

    Cacat atrofik yang menekan kejiwaan

    Lupus mastitis

  • 19

    Kelainan kulit LE non spesifik:

    Vaskulitis/vaskulopati

    o Terkait keterlibatan sistemik dengan kondisi yang mengancam

    organ atau jiwa

    o Nekrosis kutaneus/ulserasi

    Fenomena Raynaud

    o Ulkus pada jari/gangren kering/kehilangan jari

    12. Prognosis

    a. Lupus Eritematosus Kutaneus Akut

    Kedua bentuk lokalisata dan generalisata dari lesi ACLE, kambuh dan mereda

    bersamaaan dengan aktifitas penyakit dasar SLE. Oleh karena itu prognosis untuk

    setiap pasien dengan ACLE ditentukan oleh pola SLE yang mendasari. Tingkat

    kelangsungan hidup baik 5 tahun (80%-95%) dan 10 tahun (70%-90%) untuk SLE

    telah semakin meningkat selama empat dekade terakhir karena diagnosis dini

    mungkin ditegakkan dengan pemeriksaan laboatorium yang lebih sensitif dan

    rejimen terapi imunosupresif yang semakin baik. Tanda prognosis yang buruk pada

    SLE adalah hipertensi, nefritis, vaskulitis sistemik dan penyakit sistem saraf pusat.4

    b. Lupus Eritematosus Kutaneus Subakut

    Karena SCLE telah diakui sebagai entitas penyakit yang terpisah hanya

    selama dua dekade, hasil jangka panjang yang terkait dengan lesi SCLE belum

    ditentukan. Pengalaman penulis bahwa kebanyakan pasien SCLE memiliki

    kekambuhan kelainan kulit yang intermiten setelah jangka waktu yang lama tanpa

    perkembangan signifikan dari keterlibatan sistemik (kita sadar hanya satu kematian

    langsung terkait dengan SLE pada sekitar 150 pasein dengan SCLE). Pasien lain

    menikmati remisi yang lama jika tidak sembuh permanen dari aktifitas kelainan

    kulitnya. Beberapa pasien mengalami kelainan kulit berulang. 4

    c. Lupus Eritematosus Kutaneus Kronis

    Kebanyakan pasien dengan lesi klasik DLE yang tidak diterapi mengalami

    perkembangan yang lamban menjadi distrofik kulit dengan area luas dan skar

    alopesia yang dapat menyebabkan kecacatan dan secara psikososial

  • 20

    menghancurkan masa depan. Namun dengan perawatan, kelainan kulit umumnya

    dapat diatasi. Kadang-kadang terjadi remisi spontan, dan aktifitas penyakit dapat

    timbul kembali di lokasi lama lesi yang tidak aktif. Rebound setelah penghentian

    pengobatan sangat khas dan direkomendasikan untuk melakukan penurunan dosis

    pengobatan dengan perlahan selama periode tidak aktif. Karsinoma sel skuamus

    kadang-kadang terjadi pada lesi DLE aktif yang kronis. 4

    13. Kesimpulan

    Lupus Eritematosus Sisemik (LES) adalah penyakit autoimun kompleks

    yang dapat mengenai hampir semua sistem organ dan memiliki manifestasi klinis

    yang bervariasi. Penyakit ini dapat mengenai berbagai ras, usia dan jenis kelamin,

    terutama pada perempuan usia produktif. LES yang mengenai kulit disebut Lupus

    Eritematous Kutaneus (CLE) dan dibagi menjadi tiga kategori mayor yaitu LE

    kutaneus akut (ACLE), LE kutaneus subakut (SCLE) dan LE kutaneus kronik

    (CCLE). Prinsip pertama dalam tata laksana pasien lupus eritematosus adalah

    pencegahan dengan menghindari faktor pencetus. Terapi konvensional yang

    diberikan pada pasien lupus eritematosus antara lain adalah pengobatan dengan

    glukokortikoid, metotreksat, antimalaria, retinoid, dapson, azatrioprin, atau

    thalidomide.

  • 21

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Uva L, Miguel D, Pinheiro C, Freitas JP, Gomes MM, & Filipe P. Cutaneous Manifestations of Systemic Lupus Erythematosus. Hindawi Publishing

    Corporation. 2012. Dibuka di website:

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3410306/pdf/AD2012834291.

    pdf (diakses 5 Maret 2014).

    2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol. 2 Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006

    3. Insawang M, Kulthanan K, Chularojanamontri L, Tuchinda P & Pinkaew S. Discoid Lupus Erythematosus: Description of 130 Cases and Review of Their

    Natural History and Clinical Course. Department of Dermatology, Faculty of

    Medicine Siriraj Hospital, Mahidol University, Bangkok, Thailand. 2010.

    Dibuka di website:

    http://www.academicjournals.org/article/article1379693842_Insawang%20et

    %20al.pdf (diakses 5 Maret 2014).

    4. Goldsmith AG, Stephen IK, Barbara AG, Ami SP, David JL & Klaus Wolff. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 8th Ed. Vol. 2. McGraw Hill. New York. 2012.

    5. Oktaria S. Lupus Eritematosus: Masalah dalam Diagnosis dan Tata Laksana. Departemen Ilmu Penyakit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia, Jakarta. 2010. Dibuka di Website:

    http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/741/7

    46 (diakses 6 Maret 2014).

    6. Jifanti1 F, Alwi M. Studi Retrospektif Lupus Eritematosus di Subdivisi Alergi Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP dr. Wahidin

    Sudirohusodo Makassar Periode 2005-2010. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan

    Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar.

    2010. Dibuka di Website:

    http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/kespha/article/download/1098/1

    087 (diakses 7 Maret 2014).

    7. Grnhagen C. Cutaneous Lupus Erythematosus; Epidemiology, Association with SLE and Comorbidity. Karolinska Institutet. Stockholm. 2012 Dibuka di website: http://openarchive.ki.se/xmlui/bitstream/handle/10616/40860/Thesis_Gr%C3

    %B6nhagen.pdf?sequence=5 (diakses 6 Maret 2014)

    8. Isbagio H, Albar Z, Kasjmir YI, Setiyohadi B.Lupus eritematosussistemik. In: Sudoyo AW,Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. 2006.

    Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan

    Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.p. 1224-35.

  • 22

    9. Rahman A, David AI. Systemic Lupus Erythematosus. The New England Journal of Medicine. 2008. Dibuka di website:

    http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra071297 (diakses 6 Maret 2014).

    10. Tsokos GC. Systemic Lupus Erythematosus. The New England Journal of Medicine. 2011. Dibuka di website:

    http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra1100359 (diakses 6 Maret

    2014).

    11. Buxton PK. ABC of Dermatology 4th. London: BMJ Publishing. 2003

    12. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosis Sistemik. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2011. Dibuka di

    website: http://reumatologi.or.id/reurek/download/5 (diakses 6 Maret 2014)

    13. Goldsmith AG, Stephen IK, Barbara AG, Ami SP, & David JL. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th Ed. Vol. 2 online edition. McGraw Hill.

    New York. 2008.