m19
DESCRIPTION
m19TRANSCRIPT
-
312
KINERJA FERMENTASI RAGI Saccharomyces cerevisiae PADA
MEDIA VHG DENGAN VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK RAGI
SEBAGAI SUMBER NITROGEN UNTUK PRODUKSI BIOETANOL
Safri Ishmayana, Alfitri, Sadiah Djajasoepana, Saadah D. Rachman, Agus Safari
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran
Jln. Raya Bandung-Sumedang km. 21 Jatinangor, 45363, Sumedang
e-mail: [email protected]
Abstrak
Salah satu upaya untuk meningkatkan perolehan etanol pada akhir proses fermentasi adalah dengan
meningkatkan konsentrasi gula pada awal proses fermentasi sampai konsentrasi di atas 27% (b/v), yang
dikenal sebagai kondisi very high gravity (VHG). Namun kondisi ini menyebabkan terjadinya cekaman
osmotik pada sel ragi. Pada penelitian ini dilakukan penambahan ekstrak ragi yang kaya akan nitrogen
sehingga dapat meningkatkan toleransi ragi terhadap cekaman osmotik. Galur ragi yang digunakan yaitu
Saccharomyces cerevisiae A12, konsentrasi gula yang digunakan 30% (b/v) sedangkan media YEP
digunakan 1/10, 1/5, 1 dan 2 kali dari formula acuan serta YNB sebagai kontrol. Fermentasi dilakukan
dengan sistem batch pada kondisi aerob, suhu 30C, dan kecepatan pengocokan 150 opm. Kurva
pertumbuhan dengan pengukuran kerapatan optik pada 600 nm (OD600nm) menunjukkan bahwa YEP dengan
konsentrasi yang paling tinggi membantu pertumbuhan sel ragi dengan nilai OD600nm tertinggi. Parameter
pertumbuhan menujukkan bahwa sel yang tumbuh pada media YNB memiliki viabilitas paling baik,
meskipun penggunaan glukosa dan produksi etanol oleh sel yang tumbuh pada media YNB tidak
memberikan hasil yang baik. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami fenomena ini. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi media YEP sangat berpengaruh terhadap kinerja fermentasi ragi
S. cerevisiae. Semakin tinggi konsentrasi YEP yang digunakan, maka semakin baik kinerja fermentasi.
Kata Kunci : bioetanol, cekaman osmotik, sel ragi, media fermentasi
Abstract
One of the efforts to increase ethanol recovery at the end of fermentation process is by increasing sugar concentration at the initial stage of the fermentation process above 27% (w/v), which is known as very high gravity (VHG) condition. However this condition expose yeast cell to osmotic stress. In the present study, we investigate the addition extra YEP into media on fermentation performance. Saccharomyces cerevisiae strain
A12 was used in the present study, sugar concentration used were 30% (w/v) whereas YEP media was 1/10, 1/5, 1 and 2 fold of reference formula and YNB as control. Fermentation was conducted in aerobic batch culture, at 30C and shake speed at 150 opm. Growth curve by measuring optical density at 600 nm
(OD600nm) indicate that the highest YEP concentration give the best support for yeast cell growth as indicated by the highest OD600nm. Growth parameters indicate that yeast cell grown in YNB has the best viability (~90%) until the end of fermentation, although it showed poor glucose utilization and ethanol production.
Further investigation is required to understand this phenomenon. The results of the present study suggest that YEP concentration is very important in determining fermentation performance of the yeast cell. Higher YEP concentration promote fermentation performance.
Keywords: bioethaol, osmotic stress, yeast cell, fermentation media
1. Pendahuluan
Bioetanol dihasilkan melalui proses fermentasi gula sederhana dengan bantuan mikroorganisme.
Mikroorganisme utama yang digunakan dalam fermentasi etanol adalah ragi [1]. Saccharomyces
cerevisiae merupakan spesies ragi yang digunakan secara luas dalam fermentasi bioetanol skala
besar. Hal ini karena S. cerevisiae dapat memproduksi etanol dalam jumlah besar dan mempunyai
toleransi yang relatif tinggi terhadap etanol [2].Dalam industri fermentasi, ragi terpapar terhadap
berbagai faktor lingkungan seperti konsentrasi gula, konsentrasi etanol, sumber nitrogen, pH, dan
tekanan osmosis yang menyebabkan terjadinya berbagai cekaman [3].
Ragi memerlukan sumber karbon, nitrogen, mineral, dan vitamin [4]. Kombinasi nutrien ini
diformulasikan dalam media fermentasi untuk mendukung pertumbuhan dan viabilitas sel ragi.
Ragi dari genus Saccharomyces mampu memanfaatkan berbagai gula dengan jumlah enam atom
-
313
karbon sebagai sumber karbon dan energi [5]. Galur ragi umumnya mempunyai ketahanan terhadap
konsentrasi glukosa sampai 22% (b/v) [6].
Peningkatan efisiensi produksi bioetanol dapat dicapai dengan memilih bahan baku yang tepat,
optimasi praperlakuan bahan baku dan tahap fermentasi etanol, serta pemanfaatan produk samping
secara optimal. Optimasi dalam fermentasi etanol dapat dilakukan dengan mengendalikan
parameter utama pada tahap tesebut. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi fermentasi etanol antara
lain konsentrasi gula, konsentrasi etanol, suhu kultur dan pH media [7].
Berbagai penelitian mengenai optimasi media fermentasi telah dilakukan untuk meningkatkan
kinerja fermentasi. Suplementasi media menggunakan ekstrak ragi, dinding sel, glisin, tepung
kedelai, dan tepung finger millet (Eleusine coracana L.) dapat meningkatkan produksi etanol dan
mempersingkat waktu fermentasi [8, 9]. Jumlah gula yang difermentasi meningkat dengan
suplementasi media menggunakan glisin, prolin dan glisin betain [10].
Penerapan teknologi very high gravity (VHG) sangat potensial untuk diterapkan dalam
pembuatan bioetanol. Teknologi VHG pada produksi bioetanol didefinisikan sebagai media
fermentasi yang mengandung 27 g atau lebih padatan terlarut (gula) /100 g bubur [11]. Hal yang
perlu dipertimbangkan dalam fermentasi kondisi VGH adalah ragi mengalami cekaman osmotik
yang dapat mengurangi pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel secara signifikan [11]. Adapun
kadar gula yang tinggi dalam media fermentasi menyebabkan peningkatan tekanan osmosis yang
mengganggu viabilitas sel ragi yang menyebabkan rendahnya etanol yang dihasilkan. S. cerevisiae
dapat memfermentasi gula yang jumlahnya ditingkatkan ketika semua nutrien yang diperlukan
tersedia dalam jumlah yang cukup [8]. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dipelajari
bagaimana pengaruh ketersediaan nutrisi, khususnya nitrogen dari YEP, terhadap kinerja
fermentasi pada kondisi VHG.
2. Metode Penelitian
Galur ragi dan pemeliharaan
Ragi yang digunakan dalam proses fermentasi adalah S. cerevisiae A12, suatu galur ragi toleran
etanol yang digunakan dalam pembuatan roti. Ragi ditumbuhkan pada agar miring dengan media
YEP yang terdiri dari (b/v) 0,5% ekstrak ragi; 0,5% pepton bakteriologis; 0,3% amonium sulfat;
0,3% kalium dihidrogen fosfat; 1% glukosa; dan 1,5% agar. Media disimpan pada suhu 4oC dan
ditumbuhkan kembali setiap enam bulan sekali.
Media tumbuh dan kondisi kultur
Ragi ditumbuhkan pada empat media YEP variasi konsentrasi dengan komposisi pada Tabel 1
dan satu media YNB (0,67 g/L) sebagai kontrol.
Tabel 1 Komposisi media YEP dalam gram per 100 mL pelarut.
Komponen Konsentrasi YEP
1/10* 1/5* 1* 2* Ekstrak ragi 0,05 0,1 0,5 1
Pepton 0,05 0,1 0,5 1
(NH4)2SO4 0,03 0,06 0,3 0,6
KH2PO4 0,03 0,06 0,3 0,6 * kali konsentrasi yang digunakan oleh Ishmayana [12]
Masing-masing media ditambahkan dengan glukosa sampai konsentrasi akhir glukosa mencapai
30% (b/v). Media disterilisasi pada suhu 121oC dan tekanan 15 psi selama 15 menit.menggunakan
autoklaf sebelum digunakan.
Pembuatan kultur biang dilakukan dengan mengambil beberapa ose kultur dari agar miring
kemudian diinokulasi ke dalam media inokulum steril. Kemudian media ini dinkubasi selama 16
jam pada suhu 30oC dan dikocok dengan kecepatan 150 opm. Media inokulum yang digunakan
merupakan media YEP yang terdiri dari 0,5 gram ekstrak ragi; 0,5 gram pepton bakteriologis; 0,3
-
314
gram amonium sulfat; 0,3 gram kalium dihidrogen fosfat per 100 mL volume media dengan
konsentrasi glukosa akhir 2%. Rasio ukuran labu erlenmeyer terhadap volume kultur dijaga pada
4:1 untuk menjaga ketersediaan oksigen terlarut. Kultur biang digunakan untuk menginokulasi
media produksi dengan jumlah sel hidup awal sebanyak ~106 sel/mL.
Kondisi eksperimen dan pencuplikan
Kultur aerobik dibuat dengan memasukkan media cair YEP dan YNB ke dalam labu erlenmeyer
yang sudah disterilisasi, kemudian ditutup dengan kapas. Konsentrasi sel hidup pada awal
fermentasi dikondisikan sebanyak ~106 sel/mL. Sampel diambil dari media eksperimen dengan
menggunakan mikropipet aseptik setiap 6 jam pada 36 jam pertama kemudian setiap 12 jam
sampai mencapai 144 jam. Parameter yang diukur pada setiap pengambilan sampel adalah kurva
pertumbuhan dengan cara mengukur kerapatan optis pada panjang gelombang 600 nm, jumlah sel,
laju pertunasan sel, konsentrasi etanol dan konsentrasi glukosa.
Kurva pertumbuhan Pertumbuhan ragi ditentukan dengan mengukur kerapatan optis pada panjang gelombang 600
nm (OD600nm) menggunakan spektrofotometer. Sampel dapat diencerkan dengan akuades bila
diperlukan.
Perhitungan sel ragi
Sel dihitung dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x dengan bantuan
hemasitometer setelah diwarnai menggunakan metilen violet seperti dijelaskan oleh Smart et al.
[13].
Analisis residu glukosa dan produk etanol
Kadar glukosa ditentukan dengan menggunakan metode kalium ferisianida basa sebagimana
dijelaskan oleh Walker & Harmond [14], sedangkan kadar etanol ditentukan dengan metode
enzimatik menggunakan enzim alkohol dehidrogenase seperti dijelaskan oleh Amerine & Ough
[15] dengan modifikasi pada aktivitas enzim yang digunakan menjadi sebesar 4000 Unit/mL.
3. Hasil dan Pembahasan
Parameter pertumbuhan sel ragi Kurva pertumbuhan ragi ditentukan dengan mengukur turbiditas media pada panjang
gelombang 600 nm. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sel ragi yang ditumbuhkan pada
media YEP2 memberikan nilai turbiditas yang paling tinggi, diikuti oleh YEP1, YEP1/5, dan YEP1/10.
Sel ragi yang ditumbuhkan pada media YNB sebagai kontrol memberikan nilai yang hampir sama
dengan sel ragi yang ditumbuhkan pada media YEP1/10 seperti ditunjukkan pada Gambar 1(a). Fase
adaptasi teramati pada 6 jam pertama setelah kultur biang dimasukkan ke dalam media fermentasi,
diikuti oleh fase eksponensial. Sel ragi yang ditumbuhkan pada media YEP2 mengalami fase
eksponensial yang paling lama (sampai jam ke 18) dibandingkan sel ragi yang ditumbuhkan pada
media lainnya (sampai jam ke 12). Hal ini menunjukkan bahwa media fermentasi dapat
mempengaruhi pertumbuhan sel ragi, semakin tinggi konsentrasi YEP yang digunakan, maka
semakin baik pertumbuhan sel. Hal ini sesuai dengan hasil yang diungkapkan oleh Bafrncov et al.
[8] yang menunjukkan adanya peningkatan jumlah biomassa setelah penambahan ekstrak ragi pada
media fermentasi. Hal ini dimungkinkan terjadi karena penambahan ekstrak ragi ke dalam media
fermentasi meningkatkan nitrogen alfa amino bebas (free alpha amino nitrogen / FAN), yang
merupakan salah satu nutrisi yang diperlukan pada proses biosintesis komponen sel ragi [16].
Untuk menentukan fase kematian pada proses fermentasi ini, dilakukan penghitungan sel hidup
dan sel mati dengan menggunakan hemasitometer dan pewarnaan menggunakan metilen violet
untuk membedakan sel yang hidup dan sel yang mati [13]. Gambar 1(b) menunjukkan kurva
jumlah sel hidup selama proses fermentasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sel ragi yang
ditumbuhkan pada media YEP pada umumnya mengalami kematian sel lebih cepat dibandingkan
dengan sel yang ditumbuhkan pada media YNB. Meskipun demikian, jumlah sel paling banyak
diperoleh pada media yang menggunakan YEP2. Fenomena yang teramati pada media YNB
-
315
berhubungan dengan viabilitas sel. Penentuan viabilitas sel menunjukkan bahwa sel yang
ditumbuhkan pada media YNB menunjukkan viabilitas yang paling baik dibandingkan sel yang
ditumbuhkan pada media YEP mencapai ~90% viabilitas sepanjang proses fermentasi (Gambar
2(a)). Fenomena ini merupakan hal yang tidak terduga, karena YNB merupakan media yang
memiliki nutrisi yang lebih miskin dibandingkan YEP, namun ternyata dapat mempertahankan
viabilitas sel lebih baik dibandingkan YEP. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk memahami fenomena ini.
(a) (b)
Gambar 1 (a) Kurva pertumbuhan dan (b) jumlah sel hidup S. cerevisiae A12 dalam variasi
konsentrasi media sesuai keterangan dengan konsentrasi glukosa 30% berdasarkan
OD600nm. Kultur ditumbuhkan pada kondisi aerob pada suhu 30oC.
(a) (b)
Gambar 2 (a) Viabilitas sel dan (b) persentase sel bertunas ragi S. cerevisiae A12 pada variasi
media sesuai keterangan dengan konsentrasi glukosa 30%. Kultur ditumbuhkan dalam
kondisi aerob pada suhu 30oC.
Kecepatan pertumbuhan sel ditentukan dengan menentukan laju pertunasan sel. Gambar 2(b)
menunjukkan persentase sel bertunas selama proses fermentasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa sel yang ditumbuhkan pada media YEP memiliki presentase sel bertunas yang lebih tinggi
selama proses fermentasi, meskipun pada akhir fermentasi sel yang ditumbuhkan pada media
YEP1/10 memiliki nilai presentase sel bertunas yang hampir sama dengan sel yang ditumbuhkan
pada media YNB. Hal ini membuktikan bahwa YEP merupakan sumber nutrisi yang lebih baik
dibandingkan YNB dalam hal pembentukan sel baru, sesuai dengan hasil kurva pertumbuhan
(Gambar 1(a)) yang menunjukkan lebih tingginya turbiditas sel yang ditumbuhkan pada media
YEP. Hal ini juga menunjukkan bahwa meskipun dalam hal viabilitas sel YNB memberikan hasil
lebih baik, namun sel hidup yang ditumbuhkan pada media YNB tidak memiliki pertumbuhan sel
yang baik, atau dengan kata lain, jumlah sel selama proses fermentasi relatif konstan.
0
2
4
6
8
10
12
0 24 48 72 96 120 144
OD
60
0nm
Waktu (jam)
0
10
20
30
40
0 24 48 72 96 120 144
Sel
hid
up (
10
6/m
L)
Waktu (jam)
0
20
40
60
80
100
0 24 48 72 96 120 144
Via
bil
itas
(%
)
Waktu (jam)
0
20
40
60
80
100
0 24 48 72 96 120 144
Sel
ber
tunas
(%
)
Waktu (jam)
-
316
Penggunaan substrat dan pembentukan produk
Kadar glukosa yang tersisa dan etanol yang dihasilkan selama proses fermentasi ditentukan
untuk menentukan efisiensi fermentasi. Gambar 3(a) menunjukkan sisa glukosa selama proses
fermentasi. Sel ragi yang ditumbuhkan pada media YEP2 menunjukkan penggunaan glukosa paling
baik, ditunjukkan dengan residu glukosa yang paling sedikit pada akhir proses fermentasi, diikuti
oleh media YEP1, YEP1/5, YEP1/10 dan YNB. Hal ini menunjukkan bahwa sel memerlukan nutrisi
yang cukup agar dapat menggunakan gula yang tersedia dalam media fermentasi. Jika nutrisi tidak
mencukupi, maka pada akhir proses fermentasi gula akan tersisa dan menurunkan efisiensi
fermentasi. Menurut Thomas et al. [17] sintesis enzim glikolisis serta enzim dari jalur heksosa
monofosfat pada kondisi stres osmotik akibat konsentrasi gula tinggi diatur oleh konsentrasi gula
dan ketersediaan nitrogen. Kekurangan nitrogen pada media dengan konsentrasi gula tinggi
merupakan salah satu penyebab fermentasi berjalan lamban atau terhenti. Penghambatan transpor
gula merupakan faktor utama yang menghambat metabolisme fermentasi. Transporter gula
menunjukkan afinitas tinggi terhadap substrat yang diatur oleh represi katabolik dan tidak
terdeteksi pada fermentasi dengan konsentrasi gula yang tinggi. Keterbatasan nitrogen menghambat
sintesis protein transporter sehingga sistem transpor gula menjadi tidak aktif meskipun masih
terdapat gula dalam media [18]. Dengan demikian, laju fermentasi meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi nitrogen pada media ditandai dengan besarnya penurun residu glukosa.
Hasil pengukuran etanol ditunjukkan pada Gambar 3(b). Etanol yang dihasilkan sesuai
dengan sesuai dengan penggunaan glukosa yang telah dibahas sebelumnya. Etanol paling
banyak dihasilkan pada media yang menggunakan YEP2, dimana residu glukosa terdeteksi
paling sedikit. Meskipun demikian, etanol paling tinggi yang diperoleh hanya sebanyak
~5% yang terdeteksi pada jam ke 132. Jumlah ini masih dibawah hasil teoritis sebesar
~14%. Hal ini dapat terjadi karena adanya cekaman osmotik yang menurunkan efisiensi
fermentasi. Selain itu pada jam ke 144 terdeteksi penurunan kadar etanol yang dapat terjadi
karena adanya aktivitas sel ragi menggunakan kembali etanol yang dihasilkan karena
sudah memasuki fase diauksik [19].
(a) (b)
Gambar 3 (a) Residu glukosa dan (b) etanol yang dihasilkan oleh S. cerevisiae A12 pada media
fermentasi sesuai keterangan dengan konsentrasi awal glukosa 30%. Kultur
ditumbuhkan pada kondisi aerob dan suhu 30oC.
4. Simpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketersediaan nutrisi, terutama nitrogen, sangat
berpengaruh terhadap kinerja fermentasi ragi pada kondisi VHG. Penggunaan YEP pada fermentasi
VHG lebih baik dibandingkan YNB karena dapat meningkatkan kinerja fermentasi ragi yang
ditunjukkan dengan tingginya kadar etanol yang dihasilkan. Meskipun demikian, pada penelitian
ini ditemukan adanya fenomena yang tidak terduga, yaitu viabilitas sel yang tinggi pada sel yang
ditumbuhkan pada media YNB. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami fenomena ini.
0
20
40
60
80
100
120
0 24 48 72 96 120 144
Res
idu g
luko
sa (
%)
Waktu (jam)
0
1
2
3
4
5
6
0 24 48 72 96 120 144
Eta
no
l (%
)
Waktu (jam)
-
317
Ucapan Terima Kasih
Kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Robert P. Learmonth dari University of
Southern Queensland untuk pemberian kultur murni S. cerevisiae galur A12.
Referensi
[1] G.M. Walker, Bioethanol: science and technology of fuel alcohol. BookBoon.com.
Frederiksberg, Denmark, 2010.
[2] J. S Harrison dan J. C. J. Graham, Yeast in Distilery Practice, Academic Press. London,
England, 1970.
[3] B. R. Gibson, S. J. Lawrence, J. P. R. Leclaire, C. D. Powell dan K. A. Smart, Yeast
responses to stresses associated with industrial brewery handling FEMS Microbiology
Reviews, vol. 31, no. 5, hal 535569, 2007.
[4] C. W. Bamforth, Food, Fermentation and Microorganisms. Blackwell Publishing. USA,
2005.
[5] M. Carlson, Regulation of Sugar Utilization in Saccharomyces Species, Journal of
Bacteriology, vol. 169, no. 11, hal 4873-4877, 1987.
[6] B. Atkinson dan F. Mavituna, Biochemical Engineering and Biotechnology Handbook, The
Nature Press, USA, 1983.
[7] M. L. Shuler dan F. Kargi, Bioprocess Engineering, Basic Concept, Prentice Hall Inc., USA,
1992.
[8] P. Bafrncov, D. mogroviov, I. Slvikov, J. Ptkov dan Z. Dmny, Improvement of
very high gravity ethanol fermentation by media supplementation using Saccharomyces
cerevisiae, Biotechnology Letters, vol. 21, hal 337341, 1999.
[9] L. V. A. Reddy dan O.V.S. Reddy, Rapid and enhanced production of ethanol in very high
gravity (VHG) sugar fermentation by Saccharomyces cerevisiae: Role of finger millet
(Eleusine coracana L.) flour, Process Biochemistry, vol. 41 hal. 726729, 2006.
[10] K. C. Thomas, S. H. Hynes dan W. M. Ingledew. Effects of particulate materials and
osmoprotectants on very-high-gravity ethanolic fermentation by Saccharomyces cerevisiae,
Applied and Environmental Microbiology, vol. 60, no. 5, hal 1519-1524, 1994.
[11] K. C. Thomas, S. H. Hynes, A. M. Jones dan W. M. Ingledew, Production of fuel alcohol
from wheat by VHG technology, Applied Biochemistry and Biotechnology, vol. 43, hal. 211-
226, 1993.
[12] S. Ishmayana, Investigation of growth medium supplementation and ethanol tolerance of the
yeast Saccharomyces cerevisiae. MSc Thesis. University of Southern Queensland, Australia,
2011.
[13] K. A. Smart, K. M. Chambers, I. Lambert, C. Jenkins dan C. A. Smart, Use of methylene
violet staining procedures to determine yeast viability and vitality, J. Am. Soc. Brew. Chem.,
vol. 57, no. 1, hal 18-23, 1999.
[14] J. A. Walker dan D.L. Harmon, Technical note: a simple, rapid assay for alpha-amylase in
bovine pancreatic juice, J. Anim. Sci., vol. 74, hal. 658-662, 1996.
[15] M. A. Amerine dan C. S. Ough, Wine and Must Analysis, John Wiley & Sons, New York,
USA, 1974.
[16] G. P. Casey, C. A. Magnus dan W. M. Ingledew, High-Gravity Brewing: Effects of Nutrition
on Yeast Composition, Fermentative Ability, and Alcohol Production, Appl. Env. Microbiol.,
vol. 48, no. 3, hal. 639-646, 1984.
[17] K. C. Thomas, S. H. Hynes dan W. M. Ingledew, Practical and theoretical considerations in
the production of high concentrations of alcohol by fermentation, Process Biochemistry, vol.
31, no. 4, hal. 321 331, 1996.
[18] J. Arrizon dan A. Gschaedler, Increasing fermentation efficiency at high sugar concentrations
by supplementing an additional source of nitrogen during the exponential phase of the tequila
fermentation process, Can. J. Microbiol., vol. 48, hal. 965-970, 2002.
[19] J. Pikur, E. Rozpdowska, S. Polakova, A. Merico dan C. Compagno, How did
Saccharomyces evolve to become a good brewer?, TRENDS in Genetics, vol. 22, no. 4, hal.
183-186, 2006.