made (bukan) murid bodoh

3
MADE (BUKAN) MURID BODOH Penulis: Imroatun Nafi'ah Sinopsis: Mengajar itu menantang. Lebih menantang ketika harus menghadapi seorang Made yang menghakimi dirinya sebagai murid yang bodoh. Made ingin menjadi seperti orang lain. Berhasilkah ia? Bagaimana caraku sebagai guru membantunya? Selasa itu aku merasa sangat bersemangat. Itu adalah kali pertamaku mengajar dua kelas sekaligus di waktu yang sama. Menurutku mengajar dengan jumlah murid yang banyak adalah sebuah tantangan yang sangat menarik. Belum lagi tantangan yang berikutnya adalah mengajar bahasa Inggris yang dihindari oleh sebagian besar murid. Beruntungnya hari itu aku ditemani seorang partner yang baru. Istilahnya pair teaching. Mungkin saja hari itu akan sangat menyenangkan pikirku. Setelah tiga puluh menit berlalu, aku merasa sukses mengontrol kelas besar itu. Seluruh siswa terlihat aktif dan antusias terhadap materi yang kuberikan. Sebagai hadiah untuk partisipasi aktif mereka.kuberikan permainan hasil kreasiku sendiri. Kunamai permainan itu Crazy Sentence. Tawa mereka langsung bergemuruh begitu mendengar nama permainan itu. Kujelaskan aturan permainan tersebut dengan sejelas-jelasnya. Mereka mengangguk angguk mengerti. Mulailah satu persatu dari mereka menuliskan sebuah kata di papan tulis. Semuanya berjalan lancar hingga tiba giliran seorang murid yang dipanggil-panggil oleh temannya Made. Bukan salahku jika tidak terlalu mengenalnya. Dia bukan murid kelasku. Dia murid dikelas Ms. Putri yang saat ini sudah tidak mengajar lagi. Kulihat dia kesulitan menemukan sebuah kata kerja. Kudekati dia dan kutanya kata kerja apa saja yang dia ketahui. Made hanya menggeleng. Kutarik dia ke pinggir kelas. Kuminta partnerku untuk mengambil alih permainan yang kubuat itu. “Made, kamu tahu tidak apa itu kata kerja?" tanyaku bersabar. Dia hanya menggeleng dan menundukkan kepala. Sesekali dia meringis ke arah teman-temannya. Dari gerak tubuhnya kutahu dia sepertinya bosan ditanyai seperti ini. Mungkin ini bukan kali pertamanya ditanyai seperti ini. Melihat dia sepertinya tidak akan merespon akhirnya kuminta dia untuk duduk. Aku berpikir susah juga kalau harus menghandle murid seperti dia. Tapi entah mengapa hatiku berperang dengan pikiranku. Akhirnya keinginan hatiku lah yang memenangkan peperangan itu. Kuminta partnerku untuk mengambil alih kelas, sedangkan aku sendiri langsung mendekati tempat duduk @menginspirasiID Penulis: Imroatun Nafi’ah ©Menginspirasi (2014)

Upload: made-hery-santosa

Post on 29-Mar-2016

219 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Sinopsis: Mengajar itu menantang. Lebih menantang ketika harus menghadapi seorang Made yang menghakimi dirinya sebagai murid yang bodoh. Made ingin menjadi seperti orang lain. Berhasilkah ia? Bagaimana caraku sebagai guru membantunya?

TRANSCRIPT

MADE (BUKAN) MURID BODOH Penulis: Imroatun Nafi'ah

Sinopsis: Mengajar itu menantang. Lebih menantang ketika harus menghadapi seorang Made yang menghakimi dirinya sebagai murid yang bodoh. Made ingin menjadi seperti orang lain. Berhasilkah ia? Bagaimana caraku sebagai guru membantunya?

Selasa itu aku merasa sangat bersemangat. Itu adalah kali pertamaku mengajar dua kelas sekaligus di waktu yang sama. Menurutku mengajar dengan jumlah murid yang banyak adalah sebuah tantangan yang sangat menarik. Belum lagi tantangan yang berikutnya adalah mengajar bahasa Inggris yang dihindari oleh sebagian besar murid. Beruntungnya hari itu aku ditemani seorang partner yang baru. Istilahnya pair teaching. Mungkin saja hari itu akan sangat menyenangkan pikirku.

Setelah tiga puluh menit berlalu, aku merasa sukses mengontrol kelas besar itu. Seluruh siswa terlihat aktif dan antusias terhadap materi yang kuberikan. Sebagai hadiah untuk partisipasi aktif mereka.kuberikan permainan hasil kreasiku sendiri. Kunamai permainan itu Crazy Sentence. Tawa mereka langsung bergemuruh begitu mendengar nama permainan itu. Kujelaskan aturan permainan tersebut dengan sejelas-jelasnya. Mereka mengangguk angguk mengerti. Mulailah satu persatu dari mereka menuliskan sebuah kata di papan tulis.

Semuanya berjalan lancar hingga tiba giliran seorang murid yang dipanggil-panggil oleh temannya Made. Bukan salahku jika tidak terlalu mengenalnya. Dia bukan murid kelasku. Dia murid dikelas Ms. Putri yang saat ini sudah tidak mengajar lagi. Kulihat dia kesulitan menemukan sebuah kata kerja. Kudekati dia dan kutanya kata kerja apa saja yang dia ketahui. Made hanya menggeleng. Kutarik dia ke pinggir kelas. Kuminta partnerku untuk mengambil alih permainan yang kubuat itu.

“Made, kamu tahu tidak apa itu kata kerja?" tanyaku bersabar.

Dia hanya menggeleng dan menundukkan kepala. Sesekali dia meringis ke arah teman-temannya. Dari gerak tubuhnya kutahu dia sepertinya bosan ditanyai seperti ini. Mungkin ini bukan kali pertamanya ditanyai seperti ini. Melihat dia sepertinya tidak akan merespon akhirnya kuminta dia untuk duduk. Aku berpikir susah juga kalau harus menghandle murid seperti dia. Tapi entah mengapa hatiku berperang dengan pikiranku. Akhirnya keinginan hatiku lah yang memenangkan peperangan itu. Kuminta partnerku untuk mengambil alih kelas, sedangkan aku sendiri langsung mendekati tempat duduk

@menginspirasiID Penulis: Imroatun Nafi’ah ©Menginspirasi (2014)

Made yang ada di pojokan kelas.

“Made, Miss tahu kamu bisa kok memberi contoh kata kerja, iya kan?” tanyaku padanya.

“Saya gak tau, saya malas belajar bahasa Inggris. Saya kan bodoh.” Jawabannya cukup membuatku terdiam beberapa detik. Bagaimana mungkin dia bisa menghakimi dirinya dengan begitu kejam. Dia mengatakan dirinya bodoh. Ini membuatku tertantang untuk mengetahui alasannya.

“Siapa bilang kamu bodoh? Kamu tahu kamu sedang apa sekarang?” pancingku.

“Lagi duduk, Miss!” jawabnya sambil berusaha membuang pandangannya. Yess! Akhirnya dia mau memberikan sedikit respon yang lebih baik dari sebelumnya.

“Kalau duduk itu kira-kira sebuah hal yang dikerjakan tidak?” tanyaku lagi.

“Iya, Miss,” jawabnya masih tetap menunduk, tak berani menatapku.

“Tu kan kamu tahu kata kerja itu yang bagaimana, terus ada apa?” tanyaku penasaran. Mungkin dia kurang PD, kataku dalam hati meyakinkan.

“Saya nggak tahu bahasa Inggrisnya apa. Saya kan bodoh.” Aku tersentak mendengar jawabannya. Kata bodoh itu sudah dua kali dia ucapkan. Mungkin itu adalah salah satu kata yang membelenggu pikirannya.

“Ih, sapa bilang kamu bodoh. Kamu bisa kok. Jangan pernah bilang bodoh ya. Orang bodoh itu adalah orang yang gak mau berusaha dan gak mau mencoba. Kamu yakin kamu orang bodoh?” cecarku. “ Sekarang pinjam kamus dari temanmu, cari tiga kata kerja yang Miss berikan ya?” rayuku lembut.

Dengan malu-malu Made mencolek teman di depannya dan meminjam kamus. Sepertinya itu kali pertamanya membuka kamus. Dia terlihat kebingungan mencari tiga kata kerja yang kutuliskan. Kubiarkan dia seperti itu hingga akhirnya dia terlihat putus asa dan menaruh kamus itu di atas meja. Kuambil kamus itu dan kuberitahu cara menggunakannya. Dia menaruh perhatian penuh pada penjelasanku.

“Sekarang coba cari apa bahasa Inggrisnya belajar,” pintaku pelan. Made terlihat bersemangat mencari kata yang kuminta. Dia menunjukkan kata to study sambil mencoba menutupi perasaan senangnya itu.

“Nah, sekarang kamu tahu kan bagaimana cara menggunakan kamus. Sudah tahu juga beberapa kata kerja. Masih bilang kamu bodoh?” candaku padanya.

“Tapi kan saya gak seperti teman-teman yang pinter,” keluhnya pelan.

“Kenapa kamu ingin menjadi seperti orang lain? Kamu harus menjadi dirimu sendiri, De. Menjadi yang terbaik versi dirimu. Gak usah jadi seperti orang lain. Semua orang itu berbeda, tidak perlu menjadi seperti orang lain untuk menjadi keren. Okay?”

@menginspirasiID Penulis: Imroatun Nafi’ah ©Menginspirasi (2014)

kataku menasehatinya.

“Iya, Miss! Makasi” Made mengucapkan kata itu dengan malu-malu.

“Sekarang kamu mau kan ngerjain tugas dari Miss? Cari sepuluh kata kerja dalam bahasa Inggris ya. Kalau besok Miss gak ngajar lagi di kelas kamu, kamu cari Miss dan tunjukin kata kerja itu. Deal?”

“Iya, Miss. Miss…” Dia sepertinya ragu-ragu ingin mengatakan sesuatu.

“Iya, ada apa Made?” tanyaku penasaran.

“Makasi ya. Selama ini gak ada yang mau perhatian seperti ini. Tapi Miss kok mau?” tanyanya sangat pelan.

“Karena Miss itu guru kamu. Miss tahu kamu bisa cuman kamu kurang rajin dan malu bertanya,” jawabku.

“Tapi ada guru yang bilang saya bodoh, Miss. Dan teman-teman juga mikirnya begitu,” katanya masih belum setuju.

“Made, jangan biarkan orang lain mengatai kamu sesuatu hal yang buruk. Kalau kamu terima itu mentah-mentah, itu jadi penyakit buat kamu. Jangan biarkan orang lain bilang kamu bodoh. Buktikan bahwa kamu tidak bodoh. Kamu punya sesuatu yang bisa dibanggakan, “ jelasku panjang lebar.

Made berusaha mengartikan seluruh kata-kataku. Dia masih diam merenung ketika partnerku mengakhiri pelajaran hari itu. Dan kupikir siang itu tidak hanya memberikan sebuah tantangan yang menarik. Namun juga memberikan sebuah pelajaran hidup bagiku dan juga Made. Entah darimana diriku bisa memberikan nasehat seperti itu kepada Made. Tapi kurasa semesta telah merencanakan pertemuan kami ini.

.:Selesai:.

@menginspirasiID Penulis: Imroatun Nafi’ah ©Menginspirasi (2014)