makala h
DESCRIPTION
Pancasila sebagai pemersatu berbagai etnik di indonesiaTRANSCRIPT
LATAR BELAKANG MASALAH
Bangsa Indonesia terkenal dengan keanekargaman budaya dan keseniannya. Ini tidak
mengherankan, karena suku-suku bangsa Indonesia itu jumlahnya banyak sekali. Ada sekitar 360
lebih suku yang menyebar dari pulau sabang di Sumatera sampai Merauke di Papua. Mereka
tinggal di seluruh kepulauan nusantara dengan cirri budaya,bahasa,seni dan adat-istiadat yang
berbeda-beda.
Banyak dan beragamnya suku di Indonesia layak dijadikan kebanggaan karena
merupakan salah satu kekayaan yang bangsa kita miliki. Keragaman yang ada akan lebih indah
jika bisa hidup selaras dan berdampingan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari hari
ke hari.
Beragamnya suku, agama, ras, dan golongan membuat Indonesia sebagai bangsa yang
rawan konflik. Dari ujung timur sampai ujung barat bangsa ini sering kali terdengar jerit tangis
bahkan tetesan darah menyelimuti Tanah Air. Semboyan yang terdapat di kaki kuat sang Burung
Garuda “Bhineka Tunggal Ika” nampaknya belum menjiwai seluruh warga bangsa ini. Rasa satu
kesatuan sebagai warga negara bukanlah hal yang utama, melainkan arti kata semboyan bangsa
ini hanya sekedar wacana belaka. Dengan demikian fungsi pancasila sebagai falsafah kehidupan
berbangsa dan bernegara juga belum terealisasi. Di dalam pancasila jelas terpapar pada sila
kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab serta sila ketiga yaitu persatuan Indonesia.
Etnosentrisme merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma dan
nilai-nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang mutlak dan digunakan sebagai standar untuk
mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan lain. Etnosentrisme menyebabkan adanya
prasangka dalam setiap etnis yang dapat memandang orang dari kelompok etnis lain sebagai
barbar, kafir dan tidak mempunyai peradaban. Etnosentrisme dapat membangkitkan sikap
“kami” dan “mereka”, lebih khusus dapat membentuk subkultural–subkultural yang bersumber
dari suatu kebudayaan yang besar Etnosentrisme sangat berpengaruh dalam komunikasi
antarbudaya, misalnya meningkatkan kecenderungan untuk memilih dengan siapa anda
berkomunikasi (Liliweri, 2004 : 138).
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman
budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa, etnis (suku bangsa) dan
keyakinan agama. Pada satu sisi, kemajemukan budaya ini merupakan kekayaan bangsa yang
sangat bernilai, namun pada sisi yang lain, pluralitas kultural tersebut memiliki potensi terjadinya
disintegrasi atau perpecahan bangsa. Pluralitas kultural seringkali dijadikan alat untuk memicu
munculnya konflik suku, agama, ras dan antara golongan (SARA), meskipun sebenaranya
faktor–faktor penyebab dari pertikaian tersebut lebih pada persoalan–persoalan ketimpangan
ekonomi, ketidakadilan sosial dan politik (Rahardjo, 2005 : 1).
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana peran Pancasila sebagai falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai
pemersatu rakyat Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya?
Apa penyebab terjadinya konflik antar suku,ras,agama dan golongan?
Bagaimana cara mempersatukan rakyat Indonesia walaupun mempunyai perbedaan
suku,ras,agama dan golongan?
TINJAUAN PUSTAKA
Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk, terdiri atas berbagai agama, suku bangsa, adat
istiadat, bahasa daerah, menempati wilayah dan kepulauan yang sedemikian luas, maka tidak
mungkin berhasil disatukan tanpa alat pengikat. Tali pengikat itu adalah cita-cita, pandangan
hidup yang dianggap ideal yang dipahami, dipercaya dan bahkian diyakini sebagai sesuatu yang
mulia dan luhur.
Memang setiap agama pasti memiliki ajaran tentang gambaran kehidupan ideal, yang
masing-masing berbeda-beda. Perbedaan itu tidak akan mungkin dapat dipersamakan. Apalagi,
perbedaan itu sudah melewati dan memiliki sejarah panjang. Akan tetapi, masing-masing
pemeluk agama lewat para tokoh atau pemukanya, sudah berjanji dan berekrar akan membangun
negara kesatuan berdasarkan Pancasila itu.
Memang ada sementara pendapat, bahwa agama akan bisa mempersatukan bangsa.
Dengan alasan bahwa masing-masing agama selalu mengajarkan tentang persatuan, kebersamaan
dan tolong menolong, sebagai dasar hidup bersama. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak
sedikit konflik yang terjadi antara penganut agama yang berbeda. Tidak sedikit orang
merasakan bahwa perbedaan selalu menjadi halangan untuk bersatu. Maka Pancasila, dengan
sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, merangkum dan sekaligus menyatukan
pemeluk agama yang berbeda itu. Mereka yang berbeda-beda dari berbagai aspeknya itu
dipersatukan oleh cita-cita dan kesamaan idiologi bangsa ialah Pancasila.
Itulah sebabnya, maka melupakan Pancasila sama artinya dengan mengingkari ikrar,
kesepakatan, atau janji bersama sebagai bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Selain itu, juga dem
ikian, manakala muncul kelompok atau sempalan yang akan mengubah kesepakatan itu, maka
sama artinya dengan melakukan pengingkaran sejarah dan janji yang telah disepakati bersama.
Maka, Pancasila adalah sebagai tali pengikat bangsa yang harus selalu diperkukuh dan
digelorakan pada setiap saat. Bagi bangsa Indonesia melupakan Pancasila, maka sama artinya
dengan melupakan kesepakatan dan bahkan janji bersama itu.
Oleh sebab itu, Pancasila, sejarah dan filsafatnya harus tetap diperkenalkan dan diajarkan
kepada segenap warga bangsa ini, baik lewat pendidikan formal maupun non formal. Pancasila
memang hanya dikenal di Indonesia, dan tidak dikenal di negara lain. Namun hal itu tidak
berarti, bahwa bangsa ini tanpa Pancasila bisa seperti bangsa lain. Bangsa Indonesia memiliki
sejarah, kultur, dan sejarah politik yang berbeda dengan bangsa lainnya. Keaneka-ragaman
bangsa Indonesia memerlukan alat pemersatu, ialah Pancasila.
Nilai-nilai luhur yang tercantum dalam Pancasila merupakan nilai-nilai yang diharapkan
mampu mewarnai perbuatan manusia Indonesia baik dalam melaksanakan secara objektif dalam
penyelenggaraan negara maupun dalam kehidupan sehari-hari sebagai individu.
Ada faktor kesinambungan yang sangat mendasar yang kita anggap luhur dan
menyatukan kita sebagai bangsa. Faktor kesinambungan yang mendasar itu ialah Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Intisari dari faktor kesinambungan yang sangat mendasar inilah
yang tidak boleh berubah. Yang kita lakukan adalah melaksanakan dan mengamalkannya secara
kreatif dalam menjawab tantangan-tantangan baru yang terus menerus muncul dalam
perkembangan masyarakat kita dan masyarakat dunia yang sangat dinamis.
PEMBAHASAN
Di balik konflik antaretnis di Indonesia yang memecahkan satu kesatuan bangsa jika
ditelisik lebih mendalam terdapat sumbu yang membuat satu etnis dengan etnis lainnya hanya
memperlihatkan rasa keaku-akuannya, rasa “kami”, dan “mereka”, mereka melihat etnis lain
adalah kelompok luar darinya, dan etnis luar melihat etnis lain sebagai musuh baginya. Setiap
konflik yang berujung SARA bermula dari konflik individu yang kemudian mengarah ke konflik
kolektif yang mengatasnamakan etnis. Kasus konflik Tarakan, Kalimantan Timur, berawal dari
salah seorang pemuda Suku Tidung yang melintas di kerumunan Suku Bugis, lantas di keroyok
oleh lima orang hingga tewas karena sabetan senjata tajam. Konflik Tarakan menjadi memanas
nyatanya tersimpan dendam ke Suku Bugis yang lebih maju menguasai sektor ekonomi. Faktor
ekonomi juga menjadi penyebab utama konflik di bangsa ini, dalam kasus sebuah klub kafe di
Bilangan Jakarta Selatan “Dari Blowfish Ke Ampera” antara Suku Ambon dan Suku Flores yang
berawal dari perebutan jasa penjaga preman hingga konflik tersebut mengarah ke konflik etnis.
Sampai pada Sidang Pengadilan masing-masing pihak yang bertikai masih menunjukan
etnosentrisnya.
Penguasaan sektor ekonomi memicu besarnya sentimen etnis dan adanya prejudice membuat
konflik meranah ke agama. Konflik agama yang terjadi di Poso jika ditelusi secara mendalam
bermula dari pertikaian pemuda yang berbeda agama yang sedang mabuk hingga karena
sentimen kepercayaan hingga merambah ke konflik etnis dan agama. Konflik Poso kian
memanas ketika provokasi akan adanya masjid yang dibakar oleh umat kristiani, agama memang
sangat rentan. Aparat Pemerintah bukanya sebagai penengah namun ikut andil dalam konflik ini.
Nampaknya kesenjangan sosial ekonomi dari pendatang yang sebagai mayoritas menguasai
sektor ekonomi membuat konflik menjadi lebih memanas. Ketidakmerataan penyebaran
penduduk juga dapat menimbulkan masalah. Kepadatan penduduk yang mendororong etnis
Madura melakukan migrasi ke Pulau Kalimantan. Di mana masih membutuhkan kebutuhan akan
Sumber Daya Manusia untuk mengolah kekayaan alam dan membangun infrastruktur
perekonomian. Pencapaian atas kerja keras, hidup hemat bahkan penderitaan yang dirasakan
etnis Madura terbayarkan sudah ketika keberhasilan sudah ditangan. Dengan menguasai sektor-
sektor perdagangan sehingga orang-orang non Madura yang lebih awal bergerak di bidang itu
terpaksa terlempar keluar.
Persaingan hidup antar etnis ini pun terjadi. Timbullah kecemburuan sosial antara etnis
pendatang (Suku Madura) dengan etnis asli (Suku Dayak) yang mendiami Pulau Kalimantan ini.
Keadaan inilah yang dimanfaatkan oleh misionaris untuk mencapai tujuan dengan memprovokasi
keduanya. Isu yang diangkat yaitu sentimen agama karena hal-hal yang menyangkut prinsip bagi
manusia yang mudah untuk digiring ke daratan. Meletuslah konflik Sampit di Kalimantan antara
Etnis Dayak dan Etnis Madura. Sampai saat ini untuk menentukan pihak yang benar sangat sulit.
Dikarenakan semua pihak yang bertikai bisa dikatakan benar dan bahkan keduanya bisa
dikatakan salah. Keberagaman yang ada di Indonesia sangat rentan terjadinya konflik ras.
Melangkah kaki ke Indonesia bagian timur yaitu Kupang yang merupakan ibu kota Nusa
Tenggara Timur. Masyarakat yang beragam dari berbagai etnik, agama dan golongan rentan
terjadi konflik. Tepat tanggal 30 November 1998 terjadi kerusuhan besar-besaran. Adanya
pengkelasan antara penduduk pendatang dengan penduduk asli sebagai kelas kedua. Lagi-lagi
konflik timbul diakibatkan kesenjangan antara penduduk asli dan pendatang. Hal yang paling
mencolok adalah dari segi ekonomi.
Pemicu konflik adalah peristiwa,kejadian atau tindakan yang dapat menyulut sumber
potensi konflik menjadi konflik yang nyata. Tanpa adanya sumber potensi konflik, pada
umumnya peristiwa yang terjadi di suatu lokasi mudah diselesaikan dengan cepat dan tanpa
menimbulkan dampak yang meluas. Sebaliknya di lokasi yang memang sudah ada endapan
potensi konflik, peristiwa kecil dapat dengan mudah meluas dan melibatkan konflik massal yang
sangat sulit untuk diatasi. Dengan demikian pemicu konflik pada dasarnya dapat berupa
peristiwa gangguan keamanan yang biasa atau bahkan sangat sederhana namun akibat dari
adanya kaitan dengan potensi mengendap tersebut,maka peristiwa kecil sering dimanfaatkan oleh
provokator untuk menyulut konflik yang besar
Akhir-akhir ini muncul kesadaran baru tentang betapa pentingnya Pancasila digelorakan
lagi, yang sudah beberapa lama seperti dilupakan. Sejak memasuki masa reformasi, maka apa
saja yang berbau orde baru boleh dibuang dan atau dijauhi. Reformasi seolah-olah
mengharuskan semua tatanan kehidupan termasuk ideologinya agar supaya diubah, menjadi
idiologi reformasi. Siapapun kalau masih berpegang pandangan lama, semisal Pancasila, maka
dianggap tidak mengikuti zaman.
Pancasila pada orde baru dijadikan sebagai tema sentral dalam menggerakkan seluruh
komponen bangsa ini. Maka dirumuskanlah ketika itu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila atau disinghkat dengan P4. Pedoman itu berupa butir-butir pedoman berbangsa dan
bernegara. Nilai-nilai yang ada pada butir-butir P4 tersebut sebenarnya tidak ada sedikitpun
yang buruk atau ganjil, oleh karena itu, menjadi mudah diterima oleh seluruh bangsa Indonesia.
Hanya saja tatkala memasuki era reformasi, oleh karena pencetus P4 tersebut adalah
orang yang tidak disukai, maka buah pikirannya pun dipandang harus dibuang, sekalipun baik.
P4 dianggap tidak ada gunanya. Rumusan P4 dianggap sebagai alat untuk memperteguh
kekuasaan. Oleh karena itu, ketika penguasa yang bersangkutan jatuh, maka semua pemikiran
dan pandangannya dianggap tidak ada gunanya lagi, kemudian ditinggalkan.
Sementara itu, era reformasi belum berhasil melahirkan idiologi pemersatu bangsa
yang baru. Pada saat itu semangatnya adalah memperbaiki pemerintahan yang dianggap korup,
menyimpang, dan otoriter, dan kemudian haraus diganti dengan semangat demokratis.
Pemerintah harus berubah dan bahkan undang-undang dasar 1945 harus diamandemen. Beberapa
hal yang masih didanggap sebagai identitas bangsa, dan harus dipertahankan adalah bendera
merah putih, lagu kebangsaan Indonesia raya, dan lambang Buirung Garuda. Lima prinsip dasar
yang mengandung nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa dan bernegara, yang selanjutnya
disebut Pancasila, tidak terdengar lagi, dan apalagi P4.
Namun setelah melewati sekian lama masa reformasi, dengan munculnya idiologi baru,
semisal NII dan juga lainnya, maka memunculkan kesadaran baru, bahwa ternyata Pancasila,
UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dianggap penting untuk digelorakan kembali. Pilar
kebangsaan itu dianggap sebagai alat pemersatu bangsa yang tidak boleh dianggap sederhana
hingga dilupakan. Pancasila dianggap sebagai alat pemersatu, karena berisi cita-cita dan
gambaran tentang nilai-nilai ideal yang akan diwujudkan oleh bangsa ini.
Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima
asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan
Pancasila. Sila kedua dan ketiga merupakan asas yang paling tepat untuk mengatasi konflik antar
etnis ini.
SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu
dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
SILA PERSATUAN INDONESIA
1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di
atas kepentingan pribadi atau golongan.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Cinta Tanah Air dan Bangsa.
4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal
Ika.
Oleh karena itu dalam kehidupan sehari-hari seluruh rakyat Indonesia wajib mengamalkan
butir-butir Pancasila tersebut. Sikap yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan
sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
11. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa
dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
12. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
13. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
14. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
15. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.
16. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
17. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Alternatif dalam menyatukan etnis di Indonesia dengan mengadakan akomodasi
merupakan solusi yang tepat untuk menyatukan bangsa yang besar ini. KH. Abdurahman Wahid
mengungkapkan “Sebuah bangsa yang mampu bertenggang rasa terhadap perbedaaan-
perbedaaan budaya, agama, dan ideologi adalah bangsa yang besar” untuk mewujudkan integrasi
antaretnis di Indonesia dengan mutual of understanding, sehingga semboyan yang mencengkram
dalam kaki kuat Burung Garuda bukanlah wacana lagi.
PENUTUP
Pancasila adalah Ideologi pemersatu Bangsa yang menjadi modal bagi Bangsa Indonesia
untuk bersatu sebagai sebuah bangsa yang menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai anak bangsa kita wajib bersyukur karena telah memiliki ideologi yang bisa
mempersatukan anak bangsa yang tersebar diberbagai kepulauan dan pulau-pulau kecil di
seluruh polosok nusantara. Selain mempersatukan berbagai etnis yang ada, Pancasila juga dapat
mempersatukan berbagai budaya yang ada. Termasuk lahirnya bahasa nasional, yakni bahasa
Indonesia yang serumpun dengan bahasa Melayu. Jika dibandingkan dengan bahasa melayu,
maka bahasa Indonesia menjadi bahasa ibu yang sudah dipergunakan oleh dua ratus juta lebih
penduduknya.
Pancasila akan tetap menjadi satu-satunya ideologi bagi Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Tidak ada ideologi lain yang cocok dan mampu menjadi pemersatu bangsa selain
Pancasila. Untuk itu, setiap warga negara hendaknya selalu mengamalkan nilai-nilai yang
terkandung di dalam Pancasila.
PANCASILA SEBAGAI PEMERSATU BERBAGAI ETNIK DI INDONESIA
Nama : Ika WidiawatiNIM : 11613098Kelas : Farmasi B
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2011/2012
LampiranLampiran:
http://sejarah.kompasiana.com/2011/04/13/menyelami-konflik-etnis-di-indonesia/Nurul Hidayat
Mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta.
Menyelami Konflik Etnis di IndonesiaOPINI | 13 April 2011 | 21:46 575 0 Nihil
Beragamnya suku, agama, ras, dan golongan membuat Indonesia sebagai bangsa yang rawan
konflik. Dari ujung timur sampai ujung barat bangsa ini sering kali terdengar jerit tangis bahkan
tetesan darah menyelimuti Tanah Air. Semboyan yang terdapat di kaki kuat sang Burung Garuda
“Bhineka Tunggal Ika” nampaknya belum menjiwai seluruh warga bangsa ini. Rasa satu
kesatuan sebagai warga negara bukanlah hal yang utama, melainkan arti kata semboyan bangsa
ini hanya sekedar wacana belaka.
Di balik konflik antaretnis di Indonesia yang memecahkan satu kesatuan bangsa jika ditelisik
lebih mendalam terdapat sumbu yang membuat satu etnis dengan etnis lainnya hanya
memperlihatkan rasa keaku-akuannya, rasa “kami”, dan “mereka”, mereka melihat etnis lain
adalah kelompok luar darinya, dan etnis luar melihat etnis lain sebagai musuh baginya. Setiap
konflik yang berujung SARA bermula dari konflik individu yang kemudian mengarah ke konflik
kolektif yang mengatasnamakan etnis. Kasus konflik Tarakan, Kalimantan Timur, berawal dari
salah seorang pemuda Suku Tidung yang melintas di kerumunan Suku Bugis, lantas di keroyok
oleh lima orang hingga tewas karena sabetan senjata tajam. Konflik Tarakan menjadi memanas
nyatanya tersimpan dendam ke Suku Bugis yang lebih maju menguasai sektor ekonomi. Faktor
ekonomi juga menjadi penyebab utama konflik di bangsa ini, dalam kasus sebuah klub kafe di
Bilangan Jakarta Selatan “Dari Blowfish Ke Ampera” antara Suku Ambon dan Suku Flores yang
berawal dari perebutan jasa penjaga preman hingga konflik tersebut mengarah ke konflik etnis.
Sampai pada Sidang Pengadilan masing-masing pihak yang bertikai masih menunjukan
etnosentrisnya.
Penguasaan sektor ekonomi memicu besarnya sentimen etnis dan adanya prejudice membuat
konflik meranah ke agama. Konflik agama yang terjadi di Poso jika ditelusi secara mendalam
bermula dari pertikaian pemuda yang berbeda agama yang sedang mabuk hingga karena
sentimen kepercayaan hingga merambah ke konflik etnis dan agama. Konflik Poso kian
memanas ketika provokasi akan adanya masjid yang dibakar oleh umat kristiani, agama memang
sangat rentan. Aparat Pemerintah bukanya sebagai penengah namun ikut andil dalam konflik ini.
Nampaknya kesenjangan sosial ekonomi dari pendatang yang sebagai mayoritas menguasai
sektor ekonomi membuat konflik menjadi lebih memanas. Ketidakmerataan penyebaran
penduduk juga dapat menimbulkan masalah. Kepadatan penduduk yang mendororong etnis
Madura melakukan migrasi ke Pulau Kalimantan. Di mana masih membutuhkan kebutuhan akan
Sumber Daya Manusia untuk mengolah kekayaan alam dan membangun infrastruktur
perekonomian. Pencapaian atas kerja keras, hidup hemat bahkan penderitaan yang dirasakan
etnis Madura terbayarkan sudah ketika keberhasilan sudah ditangan. Dengan menguasai sektor-
sektor perdagangan sehingga orang-orang non Madura yang lebih awal bergerak di bidang itu
terpaksa terlempar keluar.
Persaingan hidup antar etnis ini pun terjadi. Timbullah kecemburuan sosial antara etnis
pendatang (Suku Madura) dengan etnis asli (Suku Dayak) yang mendiami Pulau Kalimantan ini.
Keadaan inilah yang dimanfaatkan oleh misionaris untuk mencapai tujuan dengan memprovokasi
keduanya. Isu yang diangkat yaitu sentimen agama karena hal-hal yang menyangkut prinsip bagi
manusia yang mudah untuk digiring ke daratan. Meletuslah konflik Sampit di Kalimantan antara
Etnis Dayak dan Etnis Madura. Sampai saat ini untuk menentukan pihak yang benar sangat sulit.
Dikarenakan semua pihak yang bertikai bisa dikatakan benar dan bahkan keduanya bisa
dikatakan salah. Keberagaman yang ada di Indonesia sangat rentan terjadinya konflik ras.
Menggunakan konsep asimilasi dalam suatu hubungan antar etnik dan ras merupakan upaya
mengurangi perbedaan-perbedaan diantara mereka. Asimilasi terjadi pada golongan minoritas,
dimana mencapai satu kesatuan, integrasi dalam organisasi kehidupan bermasyarakat. Hal ini
diyakini oleh komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandhu Indramayu. Walaupun
mempunyai kemiripan nama dengan Suku Dayak Kalimantan. Namun, pemahaman dalam
penamaan sangatlah berbeda dengan suku yang mendiami Pulau Borneo itu.
Ritual kepercayaan “Sejarah Alam Ngaji Rasa” dengan mengkultuskan alam dan matahari
menjadi penyembahannya. Maka kegiatan ritual ini dianggap sesat oleh MUI, POLRES
Indramayu, Kejaksaan Negeri Indramayu serta Komando Distrik Militer (KODIM). Karena
dalam sederet rangkain ritual yang mereka lakukan berada di luar nilai-nilai keagamaan setiap
agama di Indonesia. Hal ini terjadi di tahun 2007, MUI mendatangi Takmad Diningrat selaku
Ketua Pemimpin Komunitas Suku Dayak Bumi Segandhu.
Melangkah kaki ke Indonesia bagian timur yaitu Kupang yang merupakan ibu kota Nusa
Tenggara Timur. Masyarakat yang beragam dari berbagai etnik, agama dan golongan rentan
terjadi konflik. Tepat tanggal 30 November 1998 terjadi kerusuhan besar-besaran. Adanya
pengkelasan antara penduduk pendatang dengan penduduk asli sebagai kelas kedua. Lagi-lagi
konflik timbul diakibatkan kesenjangan antara penduduk asli dan pendatang. Hal yang paling
mencolok adalah dari segi ekonomi.
Kerusuhanyang terjadi di perkotaan berbeda dengan kerusuhan di Kupang. Hal yang paling
menarik untuk dibahas adalah club sepak bola Persija (The Jak) dan Persib (Viking). Kedua club
ini selalu dipertemukan diajang Liga Indonesia. Membicarakan popularitas, tentu saja Persib
yang digaungi oleh supporter Viking ini menoreh masa kejayaan. Tentu saja hal ini membuat
Persija merasa iri, jelas-jelas club sepak bola berasal dari ibukota negara yang seharusnya lebih
unggul.
Alternatif dalam menyatukan etnis di Indonesia dengan mengadakan akomodasi merupakan
solusi yang tepat untuk menyatukan bangsa yang besar ini. KH. Abdurahman Wahid
mengungkapkan “Sebuah bangsa yang mampu bertenggang rasa terhadap perbedaaan-
perbedaaan budaya, agama, dan ideologi adalah bangsa yang besar” untuk mewujudkan integrasi
antaretnis di Indonesia dengan mutual of understanding, sehingga semboyan yang mencengkram
dalam kaki kuat Burung Garuda bukanlah wacana lagi.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila
http://ldiimagetan.org/pancasila-sebagai-ideologi-dan-pemersatu-bangsa/
http://sejarah.kompasiana.com/2011/04/13/menyelami-konflik-etnis-di-indonesia/
http://rektor.uin-malang.ac.id/index.php/artikel/1823-pancasila-sebagai-pemersatu-
bangsa.html
http://www.anneahira.com/kerukunan-umat-beragama.htm