makalah
DESCRIPTION
:)TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Organisasi kesehatan sedunia (WHO) dan organisasi Dokter Keluarga Se –
dunia (WONCA) telah menekankan pentingnya peranan dokter keluarga ini dalam
mencapai pemerataan pelayanan kesehatan. Sebagai salah satu anggota WHO,
Departemen Kesehatan dan Institusi Pendidikan serta masyarakat perlu menata
sistem pelayanan dokter keluarga dalam suatu struktur yang tersistem. Untuk
mendukung agar terlaksananya pelayanan dokter keluarga yang baik maka perlu
dilakukan juga perancangan praktik dokter keluarga demi mendapatkan perubahan
sistem kesehatan strata pertama yang lebih baik dan berlangsung secara
berkesinambungan.
Saat ini upaya kesehatan, termasuk upaya kesehatan strata pertama belum
terselenggara secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan meskipun sarana
pelayanan kesehatan dasar milik pemerintah maupun pelayanan kesehatan swasta
berbasis masyarakat terdapat di semua kecamatan. Begitu pula dengan sistem
rujukan upaya kesehatan perorangan juga belum dapat berjalan dengan baik. Untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, perubahan yang fundamental harus dilakukan
dalam sistem pelayanan kesehatan. Salah satu cara untuk melakukan perubahan ini
ialah dengan merancang praktik kedokteran keluarga agar masyarakat memiliki
aksesyang mudah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Praktik dokter keluarga perlu diarahkan agar lebih berjenjang dan ditingkatkan
mutunya, serta diharapkan dapat melakukan pelayanan individu dan mampu
mengintegrasikan pelayanan kesehatan individu, keluarga dan komunitas.
Praktik dokter keluarga juga harus senantiasa ditingkatkan mutunya melalui
sertifikasi, registrasi hasil, lisensi, pendidikan, dan pelatihan yang sinambung, serta
pemantauan terhadap kinerja dokter dalam menyelenggarakan prakteknya. Sejalan
dengan UU praktik kedokteran maka pengadaan dokter keluarga harus dikaitkan
langsung dengan dengan upaya registrasi yang berada di bawah tanggung jawab
Konsil Kedokteran Indonesia.
Dalam merancang praktik dokter keluarga perlu diperhatikan sistem
pembiayaan pelayanan kesehatan, dimana pembiayaan pelayanan kesehatan harus
dikaitkan dengan peningkatan akses terhadap kebutuhan dan prioritas pelayanan
kesehatan. Investasi perlu disediakan untuk menjamin ketersediaan infrastruktur
pada pelayanan kedokteran keluarga di strata pertama (sumber daya manusia,
sarana / prasarana, peralatan, prosedur pelayanan, uraian tugas) yang memenuhi
standar.
Dari uraian diatas maka sudah jelas bahwa sangat diperlukan untuk merancang
praktik kedokteran keluarga agar masyarakat dapat mendapatkan akses yang lebih
mudah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
BAB II
PERMASALAHAN
2.1. Faktor Penghambat Dalam Melakukan Praktik Dokter Keluarga
Dalam melaksanakan praktik dokter keluarga banyak hambatan dari berbagai
faktor. Ada beberapa faktor yang dinilai mempunyai peranan penting dalam
menghambat terwujudnya pelayanan kedokteran. Faktor – faktor yang dimaksud
adalah :
1. Kurangnya Pemahaman Pemangku Kepentingan
Secara umum, berbagai pemangku kepentingan (stake holders) seperti
DepKes, KKI, IDI, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, dan AIPKI telah
membuat kebijakan dan mendukung pengembangan pelayanan dokter keluarga,
namun dalam aplikasinya masih banyak ditemui mispersepsi dan perbedaan.
Misalnya, apakah dokter keluarga merupakan ilmu tersendiri atau bukan?
Apakah sama seperti dokter umum yang selama ini dikenal, tetapi hanya
namanya saja yang berubah sehingga setiap dokter umum secara otomatis dapat
menyebut dirinya sebagai dokter keluarga?
Ternyata, persepsi pemangku kepentingan terhadap pertanyaan itu belum
sama. Perbedaan persepsi itu mempunyai konsekuensi dalam pengembangannya.
Sebagai contoh, kalau merupakan ilmu atau disiplin tersendiri, harus ada unit
atau bagian tersendiri dan para ahlinya di fakultas kedokteran sebagai institusi
pendidikan dan keilmuan. Di banyak negara, khususnya negara maju, dokter
keluarga merupakan ilmu atau disiplin kedokteran yang berdiri sendiri dan
merupakan spesialisasi bidang kedokteran tersendiri. Ada program pendidikan
profesinya yang dikelola oleh unit tersendiri di fakultas kedokteran dan ada
perkumpulan profesinya.
Di FKUI, sejak hampir 20 tahun yang lalu telah dibentuk subbagian
tersendiri untuk ilmu kedokteran keluarga di bawah Departemen Ilmu
Kedokteran Komunitas. Beberapa staf muda telah dikirim untuk memperdalam
ilmu kedokteran keluarga di Universitas Singapura dan Filipina. Subbagian ilmu
kedokteran keluarga juga telah mengembangkan praktek dokter keluarga di
beberapa daerah di Indonesia sebagai model percontohan dan untuk mendidik
mahasiswa dalam pelayanan dokter keluarga.
2. Pengembangannya Kurang Terencana, Terpadu, Terstruktur dan
Terkoordinasi Dengan Baik
Karena terdapatnya perbedaan persepsi ketika konsep dokter keluarga mulai
muncul, pengembangan dan penerapannya tidak berjalan secara utuh, terencana,
terstruktur dan terkoordinasi dengan baik. Selama ini, pengembangan dan
penerapan dokter keluarga dijalankan secara parsial oleh berbagai pihak sesuai
persepsi dan kepentingan masing-masing. Sebagai contoh, karena dokter
keluarga dikaitkan dengan kepentingan pengembangan sistem pendanaan JPKM,
maka Depkes menjalankan berbagai kegiatan pelatihan dokter keluarga
berdasarkan kepentingan mereka melalui anggaran proyek Depkes. Mereka lebih
melihat dokter keluarga sebagai “dokter umum” biasa ditambah dengan sekedar
pengetahuan mengenai aspek JPKM untuk menjadi Penyedia Pelayanan
Kesehatan dalam sistem JPKM yang ingin dikembangkan. Maka dijalankanlah
berbagai pelatihan singkat terhadap dokter-dokter termasuk dokter puskesmas
yang dikaitkan dengan proyek percontohan JPKM. Selain Depkes, kegiatan
kursus dan pelatihan serupa juga dijalankan oleh PT Asuransi Kesehatan (Askes)
dalam kaitannya dengan pengembangan sistem JPK dan menamakan dokter
yang telah direkrutnya sebagai dokter keluarga PT Askes. Hal itu mencerminkan
persepsi bahwa dokter keluarga sama saja dengan dokter umum biasa bukan
keahlian atau spesialisasi tertentu sebagaimana yang berlaku di negara maju.
Karena dijalankan secara parsial, berorientasi proyek dan kepentingan
jangka pendek, maka semua upaya untuk mengembangkan profesi dokter
keluarga boleh dikatakan gagal. Selama ini, banyak dilakukan trial and error
berdasarkan persepsi beberapa orang pengurusnya saja. Mulanya, dianggap di
bawah 4 bidang spesialis yaitu ilmu penyakit dalam, bedah, kebidanan dan ilmu
kesehatan anak, karena dokter keluarga dipersepsikan sebagai dokter umum
yang perlu diberikan kursus tambahan dari ke-4 bidang tersebut. Maka
dilakukanlah penataran singkat dengan dukungan proyek dan pengajarnya
terutama dari ke-4 bidang tersebut. Beberapa tahun kemudian, untuk menambah
legitimasi upaya pengembangan dokter keluarga yang dijalankan IDI tersebut,
beberapa orang yang dianggap “memahaminya” atau diharapkan terlibat,
diberikan “gelar” PKK, singkatan Pakar Kedokteran Keluarga.
Hambatan dari beberapa dokter spesialis terjadi karena kurang pahamnya
akan pelayanan dokter keluarga dalam konteks SPK yang efektif, efisien dan
berkualitas. Mereka merasa seolah-olah dokter keluarga akan menjadi pesaing
yang “merebut” dan mengurangi pasien yang datang ke praktik mereka
nantinya. Padahal, pembagian kerja antara berbagai profesi dokter yang
menjalankan praktiknya, baik dokter praktik umum dan spesialis maupun di
antara berbagai spesialis sudah diatur dan berlaku dengan baik. Juga, dari
pengalaman di negara maju yang telah menerapkan pelayanan dokter keluarga,
persaingan tidaklah terjadi. Bahkan, yang terjadi adalah sebaliknya yaitu
kerjasama yang lebih harmonis dan saling menguntungkan untuk kedua belah
pihak terutama dalam memenuhi kepuasan pasien, sehingga meningkatkan citra
profesi dokter.
3. Masalah dalam Sistem Pembiayaan Kesehatan
Masalah yang paling menonjol yang ditemukan pada sistem pembiayaan
kesehatan ialah biaya kesehatan menjadi meningkat. Peningkatan biaya tersebut
bukan saja karena telah dipergunakannya berbagai peralatan canggih, tetapi
juga karena pelayanan kesehatan tersebut telah terkotak- kotak. Akibatnya
pemeriksaan kesehatan yang sama sering dilakukan berulang – ulang, yang
tentu saja akan memberatkan pasien. Maka dari itu, seharusnya praktik dokter
keluarga diharapkan telah menerapkan sistem pembayaran kapitasi.
4. Mutu Pelayanan yang Kurang Memuaskan
Dokter keluarga yang telah menjalankan praktik , ditemukan pula masalah
lainnya. Masalah tersebut ialah mutu pelayanan yang diselenggarakan ternyata
jauh dari memuaskan. Saat ini cukup banyak dokter keluarga yang berpraktik di
bawah standar. Penyebabnya adalah karena para dokter keluarga yang berpraktik
tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk perkembangan teknologi
kedokteran.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Merancang Praktek Dokter Keluarga
Dalam Merancang praktek dokter keluarga, diperlukan beberapa cara untuk
membantu agar praktek dokter keluarga dapat berjalan dengan baik.
A. Bentuk Praktek Dokter Keluarga
Bentuk praktek dokter keluarga secara umum dapat dibedakan atas tiga
macam :
1. Pelayanan Dokter Keluarga Sebagai Bagian dari Pelayanan Rumah Sakit
(Hospital Based)
Pada bentuk pelayanan dokter keluarga diselenggarakan di rumah sakit.
Untuk ini dibentuklah suatu unit khusus yang diserahkan tanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga. Unit khusus ini dikenal dengan
nama bagian dokter keluarga (departement of family medicine), semua pasien
baru yang berkunjung ke rumah sakit, diwajibkan melalui bagian khusus ini.
Apabila pasien tersebut ternyata membutuhkan pelayanan spesialistis, baru
kemudian dirujuk kebagian lain yang ada dirumah sakit.
2. Pelayanan Dokter Keluarga Dilaksanakan oleh Klinik Dokter Keluarga
(Family Clinic)
Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter
keluarga adalah suatu klinik yang didirikan secara khusus yang disebut dengan
nama klinik dokter keluarga (family clinic/center). Pada dasarnya klinik dokter
keluarga ini ada dua macam. Pertama, klinik keluarga mandiri (free-standing
family clinic). Kedua, merupakan bagian dari rumah sakit tetapi didirikan diluar
komplek rumah sakit (satelite family clinic). Di luar negeri klinik dokter
keluarga satelit ini mulai banyak didirikan. Salah satu tujuannya adalah untuk
menopang pelayanan dan juga penghasilan rumah sakit.
Terlepas apakah klinik dokter keluarga tersebut adalah suatu klinik
mandiri atau hanya merupakan klinik satelit dari rumah sakit, lazimnya klinik
dokter keluarga tersebut menjalin hubungan kerja sama yang erat dengan rumah
sakit. Pasien yang memerlukan pelayanan rawat inap akan dirawat sendiri atau
dirujuk ke rumah sakit kerja sama tersebut.Klinik dokter keluarga ini dapat
diselenggarakan secara sendiri (solo practice) atau bersama-sama dalam satu
kelompok (group practice). Dari dua bentuk klinik dokter keluarga ini, yang
paling dianjurkan adalah klinik dokter keluarga yang dikelola secara
berkelompok. Biasanya merupakan gabungan dari 2 sampai 3 orang dokter
keluarga.Pada klinik dokter keluarga berkelompok ini diterapkan suatu sistem
manajernen yang sama. Dalam arti para dokter yang tergabung dalam klinik
dokter keluarga tersebut secara bersama-sama membeli dan memakai alat-alat
praktek yang sama. Untuk kemudian menyelenggarakan pelayanan dokter
keluarga yang dikelola oleh satu sistem manajemen keuangan, manajemen
personalia serta manajemen sistem informasi yang sama pula. Jika bentuk
praktek berkelompok ini yang dipilih, akan diperoleh beberapa keuntungan
sebagai berikut :
a. Pelayanan Dokter Keluarga yang Diselenggarakan Akan Lebih
Bermutu
Penyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang
dikelola secara kelompok, para dokter keluarga yang terlibat akan dapat
saling tukar menukar pengalaman, pengetahuan dan keterampilan. Di
samping itu, karena waktu praktek dapat diatur, para dokter mempunyai
cukup waktu pula untuk menambah pengetahuan dan keterampilan.
Kesemuannya ini, ditambah dengan adanya kerjasama tim (team work)
disatu pihak, serta lancarnya hubungan dokter-pasien di pihak lain,
menyebabkan pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih
bermutu.
b. Pelayanan Dokter Keluarga yang Diselenggarakan Akan Lebih
Terjangkau
Penyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang
dikelola secara berkelompok, pembelian serta pemakaian pelbagai peralatan
medis dan non medis dapat dilakukan bersama-sama (cost sharing). Lebih
dari pada itu, karena pendapatan dikelola bersama, menyebabkan
penghasilan dokter akan lebih terjamin. Keadaan yang seperti ini akan
mengurangi kecenderungan penyelenggara pelayanan yang berlebihan.
Kesemuanya ini apabila berhasil dilaksanakan, pada gilirannya akan
menghasilkan pelayanan dokter keluarga yang lebih terjangkau.
3. Pelayanan Dokter Keluarga Dilaksanakan Melalui Praktek Dokter
Keluarga (Family Practice)
Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter
keluarga adalah praktek dokter keluarga. Pada dasarnya bentuk pelayanan dokter
keluarga ini sama dengan pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan
melalui klinik dokter keluarga. Disini para dokter yang menyelenggarakan
praktek, rnenerapkan prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga pada pelayanan
kedokteran yang diselenggarakanya. Praktek dokter keluarga tersebut dapat
dibedaka pula atas dua macam. Pertama, praktek dokter keluarga yang
diselenggarakan sendiri (solo practice). Kedua praktek dokter keluarga yang
diselenggarakan secara berkelompok (group practice).
B. Peralatan dan Tenaga Pelaksana
Untuk dapat menyelenggarakan praktek dokter keluarga yang baik, tentu
perlu disediakan pelbagai peralatan dan tenaga pelaksana yang memadai. Peralatan
dan tenaga pelaksana yang dimaksud adalah :
1. Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan pada praktek dokter keluarga pada dasarnya
tidak berbeda dengan peralatan pelbagai pelayanan kedokteran lainnya. Jika
pelayanan dokter keluarga tersebut dilaksanakan dalam bentuk klinik dokter
keluarga, maka peralatan yang dibutuhkan secara umum dapat dibedakan atas
dua macam:
a. Peralatan Medis
Karena praktek dokter keluarga melayani beberapa tindakan spesialistis
sederhana, maka pada praktek dokter keluarga perlu disediakan pelbagai
peralatan medis spesialistis. Disamping, dibutuhkan pula pelbagai peralatan
pemeriksaan penunjang serta pertolongan gawat darurat.), Peralatan medis
yang tersedia disuatu klinik dokter keluarga harus lengkap. Peralatan yang
dimaksud telah mencakup pula laboratorium klinis, rontgen foto, EKG,
minor surgery set, sigmoiskop, audiometer, otoskop, visual chart, tonometer
dan ophtalmoskop.
b. Peralatan Non-Medis
Peralatan non medis praktek dokter keluarga adalah suatu klinik yang
memiliki sekurang- kurangnya sebuah ruang tunggu, ruang konsultasi, ruang
periksa, ruang tindakan, ruang laboratorium, ruang rontgen (fakultatif), ruang
administrasi, gudang serta kamar mandi, yang luas lantai seluruhnya minimal
antara 150 s.d 200 meter persegi. Karena praktek dokter keluarga, adalah
pelayanan dengan perjanjian (appointment system), maka perlu pula
disediakan alat komunikasi seperti telepon.
2. Tenaga Pelaksana
Tenaga pelaksana yang dibutuhkan pada praktek dokter keluarga pada
dasarnya tidaklah berbeda dengan tenaga pelaksana pelbagai pelayanan
kedokteran lainnya. Tenaga pelaksana yang dimaksud secara umum dapat
dibedakan atas tiga macam :
a. Tenaga Medis
Tenaga medis yang dimaksudkan disini ialah para dokter keluarga (family
doctor/physician). Tergantung dari sarana pelayanan yang menyelenggarakan
pelayanan dokter keluarga serta beban kerja yang dihadapi, jumlah dokter
keluarga yang dibutuhkan dapat berbeda. Secara umum dapat disebutkan,
apabila sarana pelayanan tersebut adalah rumah sakit serta beban kerjanya
lebih berat, maka jumlah dokter keluarga yang dibutuhkan akan lebih banyak.
Sedangkan jika pelayanan dokter keluarga tersebut diselenggarakan oleh suatu
klinik dokter keluarga, jumlah dokter yang dibutuhkan umumnya lebih sedikit.
Klinik dokter keluarga memang dapat diselenggarakan hanya oleh satu orang
dokter keluarga (solo practice) ataupun oleh sekelompok dokter keluarga
(group practice). Telah disebutkan, dari kedua bentuk ini, yang dianjurkan
adalah bentuk kedua, yakni yang diselenggarakan oleh satu kelompok dokter
keluarga.
b. Tenaga paramedis
Untuk lancaranya pelayanan dokter keluarga, perlu mengikut sertakan tenaga
paramedis. Disarankan tenaga paramedis tersebut seyogoyanya yang telah
mendapatkan pendidikan dan latihan prinsip-prinsip pelayanan dokter
keluarga, baik aspek medis dan ataupun aspek non medis. Jumlah tenaga
paramedis yang diperlukan tergantung dari jumlah dokter keluarga yang
menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga secara umum disebutkan untuk
setiap satu orang dokter keluarga, diperlukan 2 sampai 3 tenaga paramedis
terlatih.
c. Tenaga Non-Medis
Sama halnya dengan tenaga paramedis, untuk lancarnya pelayanan dokter
keluarga, perlu pula mengikutsertakan tenaga non-medis. Pada umumnya ada
dua katagori tenaga non-medis tersebut. Pertama, tenaga administrasi yang
diperlukan untuk menangani masalah–masalah administrasi. Kedua, pekerja
sosial (social worker) yang diperlukan untuk menangai program
penyuluhan/nasehat kesehatan dan atau kunjungan rumah misalnya. Jumlah
tenaga non medis yang diperlukan tergantung dari jumlah dokter keluarga,
dibutuhkan sekurang-kurangnya satu orang tenaga administrasi serta satu
orang pekerja sosial.
C. Pelayanan Praktek Dokter Keluarga
Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak
macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas tiga macam :
1. Menyelenggarakan Pelayanan Rawat Jalan
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter
keluarga hanya pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang menyelenggarakan
praktek dokter keluarga tersebut tidak melakukan pelayanan kunjungan dan
perawatan pasien di rumah atau pelayanan rawat inap di rumah sakit. Semua
pasien yang membutuhkan pertolongan diharuskan datang ke tempat praktek
dokter keluarga. Jika kebetulan pasien tersebut memerlukan pelayanan rawat
inap, pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit.
2. Menyelenggarakan Pelayanan Rawat Jalan, Kunjungan dan Perawatan
Pasien Dirumah
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter
keluarga mencakup pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan
perawatan pasien di rumah. Pelayanan bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh
dokter keluarga yang tidak mempunyai akses dengan rumah sakit.
3. Menyelenggarakan Pelayanan Rawat Jalan, Kunjungan dan Perawatan
Pasien di Rumah, Serta Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter
keluarga telah mencakup pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien
di rumah, serta perawatan rawat inap di rumah sakit. Pelayanan bentuk ini
lazimnya diselenggarakan oleh dokter keluarga yang telah berhasil menjalin kerja
sama dengan rumah sakit terdekat dan rumah sakit tersebut memberi kesempatan
kepada dokter keluarga untuk merawat sendiri pasiennya di rumah sakit.
D. Pembiayaan Praktek Dokter Keluarga
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga tentu diperlukan
tersedianya dana yang cukup. Tidak hanya untuk pengadaan pelbagai sarana dan
prasarana medis dan non medis yang diperlukan (investment cost), tetapi juga untuk
membiayai pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan (operational cost)
Seyogyanyalah semua dana yang diperlukan ini dapat dibiayai oleh pasien dan atau
keluarga yang memanfaatkan jasa pelayanan dokter keluarga. Masalah kesehatan
seseorang dan atau keluarga adalah tanggung jawab masing-masing orang atau
keluarga yang bersangkutan. Untuk dapat mengatasi masalah kesehatan tersebut
adalah amat diharapkan setiap orang atau keluarga bersedia membiayai pelayanan
kesehatan yang dibutuhkannya.
Saat ini pembiayaan yang banyak diterapkan ialah sistem pembiayaan pra –
upaya, mengingat pembiayaan pra – upaya ini banyak menjajikan keuntungan. Pada
dasarnya ada tiga bentuk pembiayaan secara pra-upaya yang dipergunakan. Ketiga
bentuk yang dimaksud adalah:
1. Sistem Kapitasi (Capitation System)
Yang dimaksud dengan sistem kapitasi adalah sistem pembayaran dimuka yang
dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan
berdasarkan kesepakatan harga yang dihitung untuk setiap peserta untuk jangka
waktu tertentu. Dengan sistem pembayaran ini, maka besarnya biaya yang
dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan yang tidak
ditentukan oleh frekwensi penggunaan pelayanan kesehatan oleh peserta,
melainkan ditentukan oleh jumlah peserta dan kesepakatan jangka waktu
jaminan.
2. Sistem Paket (Packet System)
Yang dimaksud dengan sistem paket adalah sistem pembayaran di muka yang
dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan
berdasarkan kesepakatan harga yang dihitung untuk suatu paket pelayanan
kesehatan tertentu. Dengan sistem pembayaran ini, maka besarnya biaya yang
dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan tidak
ditentukan oleh macam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, melainkan
oleh paket pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan. Penyakit apapun yang
dihadapi, jika termasuk dalam satu paket pelayanan yang sama, mendapatkan
biaya dengan besar yang sama. Sistem pernbiayaan paket ini dikenal pula dengan
nama sistem pembiayaan kelompok diagnosis terkait (diagnosis related group)
yang di banyak negara maju telah lama diterapkan.
3. Sistem Anggaran (Budget System)
Yang dimaksud dengan sistem anggaran adalah sistem pembayaran di muka yang
dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan
berdasarkan kesepakatan harga, sesuai dengan besarnya anggaran yang diajukan
penyelenggara pelayanan kesehatan. Sama halnya dengan sistern paket, pada
sistem anggaran ini, besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada
penyelenggara pelayanan kesehatan tidak ditentukan oleh macam pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan, melainkan oleh besarnya anggaran yang telah
disepakati.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
a. Faktor yang dapat menghambat pelakasanaan praktek dokter keluarga
adalah kurangnya pemahaman pemangku kepentingan, pengembangan
dokter keluarga yang kurang terstruktur dan kurang terkoordinasi, adanya
masalah dalam sistem pembiayaan kesehatan, dan mutu pelayanan yang
kurang memuaskan.
b. Dalam merancang praktek dokter keluarga perlu diperhatikan bentuk-
bentuk dari praktek dokter keluarga, peralatan dan tenaga pelakasana, dan
sistem pembiayaan.
4.2. Saran
a. Diharapkan kepada pemangku kepentingan seperti Depkes, KKI, IDI,
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dan AIPKI dapat menyamakan
persepsi mengenai dokter keluarga agar pengembangan dokter keluarga di
Indonesia menjadi lebih baik.
b. Diharapkan dokter keluarga di Indonesia dapat menerapkan rancangan
praktek dokter keluarga dengan baik agar masyarakat mendapatkan akses
yang lebih mudah untuk mengatasi masalah kesehatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Lubis. F. 2008. Dokter Keluarga Sebagai Tulang Punggung Dalam Sistem Pelayanan
Kesehatan.http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=hambatan%20dalam
%20melaksanakan%20praktek%20dokter
%20keluarga&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CC4QFjAA&url=http%3A%2F
%2Findonesia.digitaljournals.org%2Findex.php%2Fidnmed%2Farticle%2Fdownload
%2F566%2F563&ei=xqr6UJHsEJDSrQeL0oDQCw&usg=AFQjCNFHnGeVaVxYUiFe
ZFNrGR5Gt-NB-g&bvm =bv.41248874,d.bmk . (Diakases 19 Januari 2013).
Prasetyawati. A.E. 2010. Kedokteran Keluarga. Rineka Cipta. Jakarta, Indonesia. Hal 29.
Wahyuni. A.S. 2003. Pelayanan Dokter Keluarga.
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1/FK-arlinda%20sari.pdf.
(Diakses !9 Januari 2013).