makalah an harta anak yatim yang masih kecil

22
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Allah Ta’ala berfirman, “Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah, ‘Mengurus mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Dalam firman-Nya yang lain, Allah Ta’ala menyatakan, “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala- nyala.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, ”Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan!”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu?” Beliau menjawab, “Menyekutukan Allah, berbuat sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah, kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari medan perang, dan menuduh (zina) wanita mukminah yang baik- baik.” Sebagai seorang bocah, mereka tentu ingin hidup layaknya anak-anak yang lain. Mereka ingin bermain, bercanda, belajar, dan pola hidup lainnya. Sayang, suka cita mereka teramat mahal. Bahkan, karena tidak ada ayah di sisi mereka, justru tangis dan dukalah yang menemani siang malam mereka. Mereka adalah makhluk yang lemah, dikarenakan ketidakmampuan mereka mengurus diri dan harta. 1

Upload: mayalia

Post on 02-Jul-2015

1.058 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah an Harta Anak Yatim Yang Masih Kecil

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Allah Ta’ala berfirman, “Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak

yatim, katakanlah, ‘Mengurus mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu

menggauli mereka, maka mereka adalah saudaramu dan Allah mengetahui siapa

yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jika Allah

menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu.

Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Dalam firman-Nya yang lain, Allah Ta’ala menyatakan, “Sesungguhnya

orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu

menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang

menyala-nyala.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, ”Jauhilah oleh kalian

tujuh perkara yang membinasakan!”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah,

apakah itu?” Beliau menjawab, “Menyekutukan Allah, berbuat sihir, membunuh

jiwa yang diharamkan Allah, kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta

anak yatim, melarikan diri dari medan perang, dan menuduh (zina) wanita

mukminah yang baik-baik.”

Sebagai seorang bocah, mereka tentu ingin hidup layaknya anak-anak yang

lain. Mereka ingin bermain, bercanda, belajar, dan pola hidup lainnya. Sayang,

suka cita mereka teramat mahal. Bahkan, karena tidak ada ayah di sisi mereka,

justru tangis dan dukalah yang menemani siang malam mereka. Mereka adalah

makhluk yang lemah, dikarenakan ketidakmampuan mereka mengurus diri dan

harta.

Namun demikian, Islam mengizinkan para wali menggunakan harta

mereka dengan cara yang baik, kemudian pada saatnya nanti akan diserahkan

kembali harta milik anak yatim tersebut bila ia telah dewasa atau baligh. Allah

Ta’ala berfirman, “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk

kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai

memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan

janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah

kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa

(di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari

memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan

harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada

1

Page 2: Makalah an Harta Anak Yatim Yang Masih Kecil

mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan bagi

mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).”

Yang menjadi permasalahan kemudian yang bisa terjadi praktik hal

pemeliharaan harta-harta anak yatim yang ditinggal mati oleh ayahnya tersebut,

adalah dimungkinkannya ketika seorang wali akan menyerahkan kembali harta

yang telah mereka jaga untuk kemudian diserahkan kembali kepada si yatim

tersebut sebelum masa dewasanya. Hal ini setidak-tidaknya memberikan

gambaran-gambaran yang mungkin saja terjadi di dalam pemeliharaan harta oleh

si wali.

Berdasarkan hal-hal di atas, maka dalam makalah ini, insya Allah, saya

berusaha mengetengahkan bagaimana pandangan dalam islam mengenai

penyerahan harta si yatim tersebut yang mana pada saat anak yatim tersebut

masih kecil.

2. Rumusan Masalah

Untuk lebih mengerucutkan permasalahan dalam makalah ini, kiranya

penulis akan membatasi pembahasan materi ini dengan memfokuskan hal-hal

sebagai berikut:

- Pengertian tentang anak yatim dan anak kecil (dibawah umur) dalam

pandangan Islam maupun hukum positif yang berlaku di Indonesia ?

- Bagaimana konsep tentang harta anak yatim dalam Islam, pemeliharaan serta

pengelolaannya ?

- Bagaimana hukumnya mengembalikan / menyerahkan harta milik anak yatim

tersebut ketika dia masih kecil ?

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Anak Yatim

1.1. Konsep anak dalam Islam dan Undang-undang

Kata al-walad dipakai untuk menggambarkan adanya hubungan

keturunan, sehingga kata al-wâlid dan al-wâlidah diartikan sebagai ayah dan

ibu kandung. Berbeda dengan kata ibn yang tidak mesti menunjukkan

hubungan keturunan dan kata ab tidak mesti berarti ayah kandung.1

Selain itu, al-Qur’an juga menggunakan istilah thifl2 (kanak-kanak)

dan ghulâm3 (muda remaja) kepada anak, yang menyiratkan fase

1 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (jilid XV, Jakarta, Lentera Hati, 2004), hal. 614. 2 Q.S. al-Nur (24):31 dan 59; al-Hajj (22): 5; al-Mukmin (40): 67. 3 Q.S. Ali Imran (3): 40; Yusuf (12): 19; al-Hijr (15) 53; al-Kahfi (18): 80; Marya, (19) 7,8 dan 20; al-Shaffat (37): 101 dan al-Dzariyat (51): 28.

2

Page 3: Makalah an Harta Anak Yatim Yang Masih Kecil

perkembangan anak yang perlu dicermati dan diwaspadai orang tua, jika ada

gejala kurang baik dapat diberikan terapi sebelum terlambat, apalagi fase

ghulâm (remaja) di mana anak mengalami puber, krisis identitas dan transisi

menuju dewasa. Al-Qur’an juga menggunakan istilah ibn pada anak, masih

seakar dengan kata bana yang berarti membangun atau berbuat baik, secara

semantiasa anak ibarat sebuah bangunan yang harus diberi pondasi yang

kokoh, orang tua harus memberikan pondasi keimanan, akhlak dan ilmu sejak

kecil, agar ia tumbuh dan berkembang menjadi anak yang memiliki prinsip

dan kepribadian yang teguh.4 Kata ibn juga sering digunakan dalam bentuk

tashghĭr sehingga berubah menjadi bunayy yang menunjukkan anak secara

fisik masih kecil dan menunjukkan adanya hubungan kedekatan (al-iqtirâb).5

Panggilan ya bunayya (wahai anakku) menyiratkan anak yang dipanggil

masih kecil dan hubungan kedekatan dan kasih sayang antara orang tua

dengan anaknya.

2. Pengertian Yatim

Kata al-yatim diambil dari kata yatima yaitamu, seperti ta’iba, dan

yatama, seperti qaruba. Sedangkan mashdarnya bisa yutman atau yatman, yaitu

dengan mendhammah atau memfathah huruf ya’. Untuk manusia, keyatiman

ditinjau dari jalur ayah. Dikatakan, shaghirun yatim, yaitu anak yatim laki-laki,

sedangkan jamaknya adalah aitam dan yatama. Shaghirah yatimah, berarti anak

yatim perempuan, sedangkan jamaknya yatama.

Adapun secara terminologi, tidak berbeda jauh dengan makna leksikalnya.

Yakni, seorang anak yang tidak berayah. Sebab, kewajiban memberi nafkah

dibebankan kepada ayah, bukan kepada ibunya. Sedangkan untuk hewan, yatim

berarti yang kehilangan induknya, karena susu dan makanannya didapat dari sang

induk.”

Dalam kitab Al Yatim karya DR. Abdul Hamid As Suhaibani dikatakan

definisi yatim adalah:

أنثى أو كان ذكرا البلوغ دون وهو أباه فقد من“Seorang anak yang kehilangan ayahnya –karena meninggal- ketika ia belum baligh atau dewasa baik itu laki-laki atau perempuan”.

Dengan demikian seseorang dikatakan yatim bila:

4 Abdul Mustakim, Kedudukan dan Hak-hak Anak dalam Perspektif al-Qur’an, (Artikel Jurnal Musawa, vol.4 No. 2, Juli-2006), hal. 149-50. 5 Hadlarat Hifni Bik Nasif dkk, Qawa’id al-Lughah al-‘Arabiyyah, (Surabaya, Syirkah Maktabah wa Mathba’ah, t.th), hal. 79.

3

Page 4: Makalah an Harta Anak Yatim Yang Masih Kecil

1. Ditinggal wafat ayahnya, adapun anak yang ditinggal wafat ibu atau yang lainnya tidaklah dikatakan yatim, begitu juga anak yang ditinggal karena perceraian suami istri.

2. Ditinggal wafat ayahnya ketika masih dibawah usia baligh atau dewasa dengan demikian bila ditinggal wafat ayahnya sesudah masa baligh maka tidaklah dikatakan anak yatim.

Imam Malik dan yang lainnya berkata: Firman AllahI :” Hingga sampai dewasa” (Qs. Al An Am:152) maksudnya adalah: Cukup umur dan hilangnya kebodohan serta baligh.

Untuk mengetahui seseorang sudah sampai usia baligh atau belum, dapat

diketahui dengan beberapa tanda, tanda-tanda ini telah dihimpun oleh para ulama

ahli fiqih berdasarkan imformasi yang digali dari al Qur’an dan al Hadits,

diantaranya adalah:

1.Seorang anak laki-laki telah berusia lima belas tahun, tanda ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar t ia berkata:

النبي على المقاتلة rعرضت في يجزني فلم سنة عشر أربعة ابن وأنا أحد يوم“Aku mengajukan diriku (untuk mengikut) perang Uhud kepada Nabi r, waktu itu aku seorang anak yang baru berusia empat belas tahun, akan tetapi (Nabi r) tidak mengizinkanku untuk ikut berperang”. (Bukhari-Muslim)

Hadits diatas mengisahkan bahwasanya Ibnu Umar meminta izin untuk

mengikuti perang bersama Rasulullah rdan para shahabatnya akan tetapi

permintaan itu ditolak dengan alasan ia belum cukup umur untuk mengikuti

perhelatan yang keras ini, lalu ia mencoba mengajukan diri lagi pada tahun

berikutnya dimana beliau telah berusia diatas empat belas tahun, maka  Rasulullah

pun mengizinkannya.

2. Seorang anak perempuan bila telah berusia sembilan tahun, tanda ini didasarkan atas perkataan A’isyah radiyallahu anha ia berkata:

امرأة فهو سنين تسع الجارية بلغت إذا“Jika anak perempuan telah berusia sembilan tahun maka ia adalah

wanita” (HR. Ahmad)Tanda ini didasarkan bahwasanya A’isyah dinikahi oleh Rasulullah e

dalam usia tujuh tahun akan tetapi tetap bersama ayahnya Abu Bakr hingga usia

sembilan tahun setelah itu baru bersama Rasulullah e .

3. Telah tumbuh bulu-bulu di badannya baik diatas kemaluan atau selainnya,

tanda diatas berdasarkan hadits yang menceritakan perang Bani Quraidhoh dimana

semua laki-laki yang sudah sampai usia baligh di beri hukuman mati karena

melanggar perjanjian damai bersama Rasulullah r dan kaum muslimin, untuk

membedakan orang yang sudah baligh atau belum pada kaum itu adalah dengan

tumbuhnya rambut atau bulu-buluan diatas kemaluan. Selain itu Imam Ahmad dan

Imam Ishak rahimahumullah mengatakan bahwa ciri baligh seseorang salah

satunya adalah dengan tumbuh bulu-bulu diatas kemaluan.

4.Mimpi bersetubuh

4

Page 5: Makalah an Harta Anak Yatim Yang Masih Kecil

, , حتى الصبي وعن يستيقظ حتى النائم وعن يفيق حتى المجنون عن ثالث عن القلم رفعيحتلم

“Diangkat qolam dari tiga orang: Dari orang gila hingga sembuh, dari orang tidur hingga bangun, dari anak kecil hingga mimpi keluar air mani (HR. Abu Daud)5.Mengalami mansturbasi atau datang bulan bagi perempuan

Tanda yang ke empat ini berdasarkan analisa hadits Rasulullah e yang

menyebutkan bahwa wanita yang haid atau nifas dilarang melaksanakan sholat karena

keluar darah dari kemaluannya, dengan demikian wanita yang telah mengalami haid

telah diwajibkan kepadanya sholat karena sudah baligh. A’isyah r.a berkata:

الله رسول عهد على نحيض الصالة rكنا قضاء نؤمر وال الصوم بقضاء فنؤمر“Kami haid di masa Rasulullah r maka kami diperintahkan mengqodho saum dan tidak diperintahkan mengqodho sholat” (HR.Bukhari-Muslim)

3. Ayat-ayat tentang anak yatim dalam alqur’an maupun hadits

1. Dalam surat Annisa 4:2, Allah berfirman:

Artinya: dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka,

jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu

Makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan

(menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.

Ada tiga perintah penting berkenaan dengan harta anak-anak yatim yang

disebutkan dalam ayat ini sbb:

1.    Mula-mula ayat ini memerintahkan, “Dan berikanlah kepada anak-anak

yatim itu harta mereka…” Ketentuan ini berarti bahwa campur tangan kalian

atas harta ini adalah sebagai orang yang bias dipercaya dan sebagai

pengawas, bukan sebagai pemilik.

2.   Perintah untuk mencegah para wali memakan harta anak-anak yatim. Kadang

kala wali anak-anak yatim itu berdalih bahwa menukar harta anak-anak yatim

itu akan menguntungkan mereka, atau tidak akan mengubah (jumlah)nya,

atau jika dibiarkan saja, harta itu bias tersia-siakan.

3.    Perintah untuk tidak mencampurkan harta pribadi dengan harta anak yatim.

Al-Quran menyatakan, “…jangan pula mencampurkan harta mereka dengan

harta kalian sendiri…” Kalimat ini menegaskan bahwa jangan

mencampurkan harta anak-anak yatim dengan harta kalian sendiri sehingga

pada akhirnya kalian memiliki semua harta itu. Atau jangan mencampurkan

harta kalian yang sudah tidak terpakai dengan harta mereka yang bagus

sehingga apada akhirnya kalian menekan hak-hak anak-anak yatim.

5

Page 6: Makalah an Harta Anak Yatim Yang Masih Kecil

2. Dalam surat Annisa’ (4: 5-6) Allah berfirman :

Artinya: dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.

Fب�و Gٱ وا HIIلF مFىJ ت JIIIF Fت ب�ي LىKJ ٱ ت Fا حFذM G إ وا HIIغF Fل احF ب FIIكP M ٱلن إ FIIم ب�فH ت F ب�مP ب�ءFان ہ� ا ب Hر�� د G ب� فFعHوKا Fب�ف F ٱ Mل ب�إ ہ� FهH ب� ل FوF �أ ب�‌ ٲ وFالF ب�

ا FIIوهHلH Fك ��ت ا ب ا Fر M ��إ د ا ب� TارFد MIIبFن وF و أ Hر FIIب F �ي ا�‌ انF وFمFن ب� FIIا ك M �غFن�� فM د F ت F ي Fف� ب�‌ �ب ب� انF وFمFن ب� FIIا ك ي MIIقFف�� H د ك F ي Fب�ف �� ب ب�و Hر Fم M �ب ہ�‌ �ب ب� MذFا ٱ H فFإ ت FفFب�د �F ب Mل ب�إ ہ� FهH ب� ل Fو

F ب�أ ٲ G ب� دHواF ہ فFأ F ب� �عFل ب�‌ ہ� FفFىJ ب� LهM وFك لل M ا ٱب ي MسFح�� د

Artinya: "Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup untuk nikah. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah mempunyai rusydan, maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Siapa yang mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan siapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu dengan ma'ruf. Kemudian apabila kamu meyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas (atas persaksian itu)."

Allah SWT.melarang dengan firman-Nya dalam ayat ke-5 ini menyerahkan

harta kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, yaitu anak yatim, yang

belum baligh, orang gila, dan orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta

bendanya. Mereka itu seharusnya tidak di beri kesempatan untuk mengatur harta

benda yang merupakan saudara hidup bagi manusia.

Kata As Sufaha : Bentuk tunggalnya safih, artinya orang yang menyia-

nyiakan harta dengan menginfaqkan kepada hal-hal yang tidak semestinya dibeli

(dikonsumsi). Asal kata As Safah artinya ringan dan goncang. Berdasarkan

pengertian itu, dikatakan zamanun safih, apabila dalam zaman tersebut banyak

goncangan yang terjadi. Kemudian dikatakan saubun safih artinya pakain yang

jelek tenunnannya. Kemudian kata itu dipakai untuk pengertian kecerdasan akal

di dalam mengatur (memanager) harta, dan makna inilah yang dimaksud di dalam

artinya.

Yang dimaksud dengan kata-kata "Rusyd" dalam firman Allah s.w.t

tersebut di atas, ialah "pandai" dalam menasarufkan dan menggunakan harta

kekayaan, walaupun masih hijau dan bodoh dalam soal agama, Maka jika di

dapati mereka cukup cerdas dan cukup cakap (baligh) dan pandai untuk

memelihara dan menjaga hartanya sendiri hendaklah diserahkan harta mereka

yang ada di bawah kekuasaan sang wali kepada mereka untuk di urusnya sendiri.

6

Page 7: Makalah an Harta Anak Yatim Yang Masih Kecil

Dan janganlah sekali-kali orang memakan harta anak yatim diluar kepatutan atau

tergesa-gesa membelanjakan harta mereka mendahului masa baligh mereka.6

Jika sang wali adalah seorang yang mampu, hendaklah ia menahan diri

jangan sampai ia menyentuh harta anak yatim asuhanya. Dan jika si wali seorang

yang miskin,maka bolehlah ia makan dari  harta anak yatim asuhanya menurut

yang patut sebagai imbalan bagi pengawasan dan perwalianya. Dan di waktu

penyerahan harta kepada anak yatim yang berhak menerimanya setelah ia

mencapai usia dewasa dan di rasa cukup untuk mengurus dirinya sendiri,

hendaklah penyerahan itu disaksikan oleh pihak ketiga untuk menghindari

pengingkaran atau persangkaan yang tidak semestinya terjadi.

Menurut pendapat para ulama’,bahwa seorang anak menjadi baligh ialah

bila ia mencapai usia lima belas tahun, atau ia mengeluarkan air mani dalam

mimpinya.Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh A’isyah r.a.dan beberapa

sahabat, Rasulullah SAW bersabda:

النائم وعن سنة عسرة خمس يستكمل او يحتلم حتى الصبي ثالثة عن القلم رفعيفيق حتى المجنون وعن يستيقظ حتى

Diriwayatkan oleh Muslim bahwa Rasulullah SAW.bersabda kepada Abu Dzar.

مال تلين وال الثنين على Gمرن التا لنفسى احب ما لك احب واني ضعيفا اراك اني در ابا يايتيم

“Hai Abu Dzar, sesungguhnya aku melihat engkau seorang yang lemah dan aku menyukai bagimu apa yang  sukai bagi diriku sendiri, maka janganlah menjadi penguasa walau atas dua orang dan orang dan jangan pula menjadi pengurus dari harta anak yatim”.

Setelah Allah memerintahkan kita pada ayat-ayat terdahulu, yaitu

menyerahka harta anak yatim, menyerahkan mahar kepada istri-istri kemudian

Allah memberikan persyaratan dalam kelompok ayat-ayat ini, yang

kesimpulannya mencakup dua hal yang saling berkait. Yaitu hendaknya si

pemberi dan penerima tidak ada yang safih (dungu), yang di sertai penjelasan

bahwa ank yatim harusnya di beri rizki dan pakain serta harta benda mereka

sendiri, yang ada pada orang-orang yang di titipinnya, selagi mereka masih

berada dalam pemeliharaanya. Juga harus disertai perlakuan yang baik agar

keadaan mereka membaik.

Dijelaskan pula, bahwa harta benda mereka (anak yatim ) tidak boleh

diserahkan kepada mereka kecuali jika para walinya telah melihat bagi seorang

wali memakan harta anak yatim (apabila ia miskin) dengan cara berlebih-lebihan

dan barang siapa diantara para wali itu kaya, maka hendaknya ia menjaga diri

6 http://kasihianakyatim.blogspot.com/2010/08/tafsir-tentang-ayat-ayat-yatim.html

7

Page 8: Makalah an Harta Anak Yatim Yang Masih Kecil

jangan sampai memakannya dengan ketentuan hukum syara ‘ dan dipandang

pantas oleh orang-orang bijaksana.

Hendaknya setiap wali menasehati orang yang diasuhnya apabila ia masih

kecil,’’ Ini adalah hartamu, aku hanyalah sebagai penyimpannya. Jika kamu

sudah besar harta ini akan kukembalikan kepadamu ‘’. Tetapi jika yang diasuhnya

orang safih, hendaknya sang wali memberikan petuah dan nasehat padanya agar

tidak menyia-nyiakan harta dan berlaku boros.Kemudian, berilah pengertian

bahwa akibat dari pemborosan itu adalah kemiskinan,butuh pertolongan orang lain

dan sebagainya. Wali juga berkewajiban mengajari hal-hal yang bisa

mengantarkannya menuju kedewasaan. Dengan cara demikian,kondisinya akan

lebih membaik dan kemungkinan sifat safih darinya hanya sementara, bukan

pembawaan dari lahir. Hanya dengan menasehati,membimbing,mengarahkan,sifat

safih itu lambat laun akan hilang dan ia akan tumbuh menjadi seorang dewasa.

Menguji anak yatim dengan cara memberi sedikit harta untuk di gunakan

sendiri. Apabila ia mempergunakannya dengan baik, berarti ia sudah dewasa.

Karena hal yang di maksud dewasa disini ialah apabila ia telah mengerti dengan

baik cara menggunakan harta dan membelanjakannya. Hal itu suatu pertanda ia

berakal sehat dan berfikir dengan baik.

Imam Abu Hanifa berpendapat, bahwa memberi harta anak yatim ialah jika

mereka telah mencapai umur dua  puluh lima tahun, sekalipun belum tampak

dewasa(cara berpikirnya )”.

Telah diriwatkan Ahmad dari Ibnu Umar r.a bahwa ada seorang laki –laki

bertanya kepada Nabi SAW.,” Aku tidak mempunyai harta, tetapi aku adalah

seorang wali dari anak yatim’. Kemudian Nabi SAW. Bersapda:’Makanlah

olehmu sebagian harta anak yatimmu tanpa berlebih –lebihan dan (juga )tanpa

mengham-hamburkannya dan (juga)mengindahkan antara hartamu dengan

hartanya’.

Hikmah yang terkandung dalam ketentuan itu ialah bahwa anak yatim yang

berada dalam rumah sang wali di ibaratkan anaknya, dan sangat baik pendidikanya

apabila ia bercampur dengan sang wali dan keluarganya dalam hal makan

danbergaul. Apabila wali seorang yang kaya, dan ia tidak tamak terhadap anak

yatim, maka peliharaannya meupakan kemaslahatan bagi anak yatim.

Asyuddah adalalah masa seseorang mencapai pengalaman dan pengetahuan.

Untuk mencapai masa balightnya. Ada dua batasan, minimal jika dia telah

bermimpi keluar mani yang merupakan permulaan umur dewasa, ketika itu

menjadi kuat, sehingga keluar dari keadaannya  sebagai anak yatim, atau ia

8

Page 9: Makalah an Harta Anak Yatim Yang Masih Kecil

termasuk safih (tidak sempurna akal ) atau daif (lemah ), maksimal adalah umur

empat puluh  tahun. Namun yang di maksud di sini ialah oleh Asy-Sya’bi, Malik

dan lainnya, hal itu biasanya antara umur 15 sampai 18 tahun.

Maksud ayat, peliharalah harta anak yatim dan janganlah kamu izinkan dia

untuk menghambur-hamburkan sedikitpun dari harta itu dan menyi-nyiakan, atau

kamu berlebih-lebihan dalam mengguna-kannya hingga ia mencapai dewasa.

Apabila dia telah mencapai pengertian ini sebanding dengan firman Allah :

‘’ Kemudian jika menurut pendapatmu mereka cerdas (pandai memelihara harta), maka sederhanakanlah kepada mereka harta-hartanya. ‘’

Kesimpulannya, bahwa yang dimaksud dengan  larangan disini adalah

setiap perbuatan anak yatim yang menggerogoti harta anak yatim dan melanggar

hak-hak oleh penerima wasiat dan lainnya, hingga anak yatim itu mencapi umur

dewasa yang badan dan akalnya telah mencapai kuat. Pengalaman menunjukkan

bahwa seorang anak yang baru saja mengalami mimpi keluar mani justru lemah

pendapatnya, sedikit pengalamannya  tentang urusan-urusan penghidupan, dan

sering tertipu dalam melakukan muamalat.7

Adapun potensi yang digunakan oleh seseorang untuk memelihara harta

anak yatim pada zaman sekarang adalah keseimbangan berfikir dan kedewasaan

akal yang bermoral dengan banyak nya berlatih dan memperoleh pengalaman

dalam bermuamalat. Sering terjadi kefasikan, tipu daya yang dihembuskan dalam

bermuamalat oleh para pendukung kejahatan untuk mengganggu para ahli waris

dan membujuk mereka supaya berlebih-lebihan dalam memperturunkan kelezatan

dan syahwat dengan berbagai macamnya. Sehimgga terjadilah mereka orang-orang

yang fakir. Para ahli waris itu kurang sadar atas kelalaiannya, kecuali bila mereka

telah mancapai umur tua, kecuali akal mereka telah sempurna dan paham tentang

beban-beban kehidupan, disamping memperhatikan tenyang nasip anak

keturunan.8

Ulama berbeda pendapat tentang siapa yang disebut orang dungu atau orang

safih (jamaknya .السفهاء) Said bin Zubai berkara, Anak yatim, yang tidak

diserahkan harta kepadanya. Nahas berkata, “itulah tafsir yang sebaik-baiknya

dalam ayat ini.” Menurut Malik maksud kata safih itu anak yang masih kecil.

Maksudnya jangan kamu berikan kepada mereka hartamu, maka nanti akan

diboroskannya sehingga tidak ada yang tinggal lagi. Menurut Mujahid maknanya

adalam perempuan. Menurut Nahas, perkataan ini tidak sah, karena orang Arab

7 http://www.cahayainsani.com/257/tafsir-ayat-ayat-yatim-4#more-2578 http://kasihianakyatim.blogspot.com/2010/08/tafsir-tentang-ayat-ayat-

yatim.html

9

Page 10: Makalah an Harta Anak Yatim Yang Masih Kecil

jika yang dimaksudkan perempuan akan berkata “safihah atau “sifihat,” bukan

“sufaha” seperti yang tersebut dalam ayat diatas.9

3. Dalam surat al-an’am ayat 152 Allah juga berfirman:

Artinya: dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan

cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa.

4. dalam surat al-isra’ (17.34) Allah juga berfirman:

Artinya: dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.

Kedua ayat tersebut menggunakan ungkapan yang yama dalam, yaitu “janganlah kamu mendekati harta anak yatim, menurut Rasid RIdha, larangan mendekati adalah lebih balig (lebih mengena dan lebih kuat) daripada larangan melakukan, sebab larangan mendekati telah mencakup terhadap sebab dan segala perantara yang menyampaikan kepada makan harta anak yatim

Kemudian kata” hatta yabluga asyuddah “ memberikan pengertian bahwa keyakinan seorang anak yatim adalah dewasa, maka apabila anak yatim itu sudah menginjak umur dewasa, sudah mampu mengenali mana yang baik dan mana yang buruk, serta mampu untuk menanage harta miliknya sendiri, maka dia dikatakan telah keluar dari keadaan yatim.

Adapun ukuran dewasa menurut as-Sya’biy , yaitu apabila anak tersebut sudah bermimpi bercumbuan dengna lain jenisnya, dan pada umumnya setelah berumur 15 tahun atau 18 tahun.10

C. Hukum menyerahkan harta sebelum anak dewasa (masih kecil)

Sebagaimana dikemukakan dalam pembahasan terdahulu dengan melihat

berbagai sumber dalam alqur’an maupun hadis yang berkenaan tentang harta anak

yatim serta pengelolaan serta penyerahannya, begitu pula dalam hal penilaian

tentang bagaimana sesungguhnya konsep anak dalam perspektif hukm islam

maupun dalam perundang-undangan (hukum positif di Indonesia), kiranya dapat

ditarik sebuah titik terang tentang kedudukan anak serta kemampuan anak dalam

mengelola harta miliknya sendiri, apakah ia dapat dikategorikan mampu untuk

mentasarrufkan harta miliknya sendiri dengan baik ataukah sebaliknya sehingga

hal tersebut akan mejadi tolak ukur bagaimana kebolehan bagi seorang wali untuk

menyerahkan kembali harta yang menjadi hak milik si anak yatim tersebut. Unsur

9 Syekh H. Abdul Halim Hasan, Tasir Al Ahkam, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2006), hal 196.10 Rasyid Rida, jilid VIII, 190.

10

Page 11: Makalah an Harta Anak Yatim Yang Masih Kecil

kedewasaan sesorang tentu menjadi patokan utama dalam menentukan

kemampuan seseorang dalam hal mengelola harta miliknya.

Dalam kamus umum bahasa indonesia yang dimaksud dengan dewasa

yaitu sampai umur atau baligh. Dalam hukum Islam, usia dewasa dikenal dengan

istilah baligh. Prinsipnya, seorang lelaki telah baligh jika sudah pernah bermimpi

basah (mengeluarkan sperma). Sedangkan seorang perempuan disebut baligh jika

sudah pernah menstruasi. Nyatanya, sangat sulit memastikan pada usia berapa

seorang lelaki bermimpi basah atau seorang perempuan mengalami menstruasi.

Pandangan ulama mengenai usia dewasa ternyata bervariasi. Sebagian besar ulama

sepakat bahwa patokan usia dewasa bagi lelaki dan perempuan tidaklah sama.

Mayoritas ulama juga tidak membedakan batas usia dewasa dalam pernikahan dan

muamalah atau transaksi bisnis. Sebab, keduanya sama-sama mengandung akad

atau perikatan.

Dalam bahasa arab dewasa dapat di artikan mukallaf dan ar-rusyd.

Mukallaf ialah orang yang dibebani tanggung jawab hukum di tandai dengan

mimipi basah bagi laki-laki dan keluarnya haid bagi perempuan, sedangkan ar-

rusdy adalah kepantasa seseorang dalam dalam bertasarruf serta mendatangkakn

kebaikan. Hal ini merupakan kesepurnaan akalnya. Menurut ulama syfiiyah rusdy

adalah apabila telah tampak kebaikan tindakan dalam soal agama dan harta benda.

Secara termenologi kedewasaaan yaitu kematangan fisik dan psikis seorang untuk

bereaksi dan bertindak secara tepat dalam setiap situasi dan masalah dalam

mengahadpi kenyataan hidup. 

Jadi dari uraian diatas maka kedewasaan itu dapat ditentukan dari

perubaan fisik dan psikis seseorang. Kedeawasaan juga dapat diukur sejauh mana

kebijakan seseorang dalam menghadapi masalah. Maka karena itulah terdapat

berbagai macam prinsip-prinsip yang menentukan umur kedewasaan seseorang,

yaitu :

a. Azaz Kematangan

Azaz ini dapat dilihat dari dua faktor yaitu umur dan fasik. Secara tekstual

dalam syariat islam atau kitab-kitab fiqh tidak terdapat penjelasan tentang batas

usia kawin, akan tetapi diindonesia terdapat peraturan yang mengatur batas usia

kawin bagi seorang yang menikah. Hal ini tersebutkan dalam kompilasi hukum

islam dan uu perkawinan No 1 Tahun 1977 Ps.1 yang menyatakan bahwa seorang

calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-

kurangnya berumur 16 tahun. Secara fisik usioa, rangka tubuh, tingi dan lebarnya

tubuh seserorang dapat menunujukan sifat kedewasaan pada diri seseorang.

11

Page 12: Makalah an Harta Anak Yatim Yang Masih Kecil

Faktor-faktor ini memang biasa di gunakan sebagai ukuran kedewasaasn. Akan

tetapi segi fisik saja belum dapat menjamin bagi seseorang untuk dapat dikatakan

telah dewasa.

b. Azaz Tanggung Jawab

Dalam kehidupan bersosial, tanggug jawab merupakan suatu hal sangat

urgen yang harus dimiliki oleh seseorang, sehingga ia dapat bereaksi dan bertindak

secara tepat dalam situasi dan masalah dan tidak lari dari kenyataan.

c. Azaz Kecakapan Bertindak

Azaz ini dilihat dari bagaimana kebijakan seseorag mengahadapi masalah.

Dari segi mental orang yang dewasa akan bertindak bijak pada semua tindakannya,

ia akan mempertimbangkan segala sesuatuya sehingga dapat menghadapi setiap

masalah yang ada. Tidak cepat terbawa emosi dan gegabah terutama dalam hal

penglolaan harta atau manajemen harta dalam kehidupan sosial dimana dia

berada.11

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyerahan harta sebelum

masa baligh atau dewasa dan terpenuhinya kemampuan si anak bahwa ia telah siap

dalam menggunakan hartanya secara baik dan benar, adalah tidak boleh. Bila

penyerahan itu dilakukan pada saat anak masih kecil /belum baligh maka sama

saja artinya dengan menelantarkan kehidupan anak yatim tersebut.

D. ANCAMAN BAGI PEMAKAN HARTA ANAK YATIM

Berkaitan dengan memelihara harta anak yatim dan kezaliman, banyak

hadist diriwayatkan sejalan dengan ayat di atas yang berisi ancaman keras dan

peringatan bagi manusia yang menzalimi mereka. Di antaranya adalah hadits

yang diriwayatkan al-Bukhârî dan Muslim, bahwa Nabi SAW bersabda:

“Hindarilah tujuh hal yang akan membinasakan.” Para sahabat bertanya, “Ya

Rasulullah, apa yang tujuh hal itu?” Beliau menjawab, “Menyekutukan Allah,

sihir, membunuh orang yang diharamkan Allah untuk dibunuh kecuali yang

dibenarkan, memakan barang hasil riba, memakan harta anak yatim!”

Al-Hākim meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah

berhak untuk tidak memasukkan mereka kedalam surga dan tidak merasakan

kenikmatannya. Mereka itu adalah peminum khamar, pemakan riba, pemakan

harta anak yatim tanpa hak, dan pendurhaka kepada kedua orang tuanya.”

11http://rangerwhite09-artikel.blogspot.com/2010/04/azaz kedewasaan dalam perkawinan

islam.html

12

Page 13: Makalah an Harta Anak Yatim Yang Masih Kecil

Dalam Shahĩh-nya, Ibn Hibbān menyebutkan bahwa dari sejumlah surat

Nabi SAW yang dikirimkan melalui ‘Umar ibn Hazm kepada penduduk Yaman

berbunyi: “Dosa-dosa besar yang paling besar pada Hari Kiamat adalah

menyekutukan Allah, membunuh orang Mukmin tanpa kebenaran, lari dari

medan perang di jalan Allah pada hari melelahkan, durhaka kepada kedua

orangtua, tuduhan berzina kepada perempuan suci, mempelajari sihir, memakan

hasil riba, dan memakan harta anak yatim.”

Abũ Ya’lā meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Pada Hari

Kiamat, ada suatu kaum dibangkitkan dari kubur mereka dengan nyala api di

mulut mereka.” "Siapa mereka itu, ya Rasulullah?” Tanya para sahabat.

"Tidakkah kalian perhatikan bahwa Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya

orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim dengan cara yang tidak

lurus, mereka akan memakan api sepenuh perutnya." (QS an-Nisā’ [4]: 10)

Dalam hadist Mikraj yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan

bahwa Nabi SAW bersabda: “Tiba-tiba aku melihat orang-orang yang dilaknati.

Sementara yang lain membawa batu dari api, menelannya, lalu api itu keluar

dari dubur mereka. Aku lantas bertanya kepada Jibrĩl, ‘Ya Jibril, siapakah

mereka?’ Jibrĩl menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang memakan harta

anak-anak yatim secara zalim. Sesungguhnya mereka benar-benar memakan api

ke dalam perut mereka.”

Sementara dalam Tafsir al-Qurthubĩ dinukil hadist dari Abũ Sa’ĩd al-

Khudrĩ bahwa Nabi SAW bersabda: “Pada malam Isra’ aku melihat satu kaum

yang memiliki bibir seperti bibir unta. Lalu bibir mereka ditarik dan di masuki

batu dari api ke dalam mulut mereka. Lalu api itu keluar dari dubur mereka. Aku

lalu bertanya, ‘Ya Jibrĩl, siapakah mereka?’ Jibril menjawab, ‘Mereka adalah

orang-orang yang memakan harta anak-anak yatim secara zalim.”

Dari uraian diatas Nampak jelas bahwa begitu beratnya ancaman Allah

bagi orang yang memekan harta anak yatim dengan jalan tidak benar. Sehingga

kebolehan seorang wali untuk mengambil sebagian kecil dari harta anak yatim

tersebut hanyalah sangat terbatas dan semaksimal mungkin untuk dihindari

kecuali dalam keadaan terpaksa.

E PENGELOLAAN HARTA ANAK YATIM

Pada dasarnya islam melarang bagi seorang wali untuk memakan ataupun

menguasai harta anak yatim dengan tujuan yang tidak baik. Al-quran telah

menghalalkan kita memakan harta anak yatim, namun dengan syarat bahwa

semua itu justru demi kepentingan anak yatim itu sendiri dan tentunya dengan

13

Page 14: Makalah an Harta Anak Yatim Yang Masih Kecil

besaran yang wajar. Vide: (QS. Al-An''am: 152). Mengelola dana anak yatim

adalah suatu amal yang mulia, karena dengan cara demikian, anak yatim akan

mendapatkan jaminan sosial yang baik. Apalagi bila dikelola secara professional.

Salah satu upaya yang menurut hemat penulis adalah dengan mengembangkan

harta si anak yatim tersebut agar bisa berkembang dan ketika ia telah dewasa

nanti setelah digembleng dengan segala macam pendidikan dan keterampilan

oleh si wali tadi, akan mampu mencukupi semua kebutuhan hidupnya kelak

bahkan bisa mengembangkan sendiri hartanya.

Sebagai contoh apabila harta anak yatim tersebut diinvestasikan ke dalam

bentuk pengelolaan tanah pertanian maupun perkebunan, dimana kerugian yang

mungkin akan timbul dari kedua jenis investasi tersebut boleh diaktakansangat

jarang dan bahkan kemungkinan akan bertambah dari segi harga sangat besar,

disamping hasil yang diperoleh dari pengelolaan tanah pertanian ataupun

perkebunan tersebut bisa dimampaatkan untuk memenuhi segala kebutuhan anak

yatim tersebut sampai ia nanti dewasa dan mampu berdiri sendiri untuk

mengelola serta mengembangkan harta miliknya sendiri.

F. Kesimpulan

Dari uraian uraian pada pembahasan terdahulu, penulis dapat menyimpulkan

beberapa hal secara garis besar yaitu:

Kata al-yatim diambil dari kata yatima yaitamu, seperti ta’iba, dan yatama,

seperti qaruba. Sedangkan mashdarnya bisa yutman atau yatman, yaitu dengan

mendhammah atau memfathah huruf ya’. Untuk manusia, keyatiman ditinjau dari

jalur ayah. Dikatakan, shaghirun yatim, yaitu anak yatim laki-laki, sedangkan

jamaknya adalah aitam dan yatama. Shaghirah yatimah, berarti anak yatim

perempuan, sedangkan jamaknya yatama.

Allah telah secara jelas dan terang memberikan kita peringatan keras tentang

perlunya memperhatikan dan melindungi hak-hak seorang anak yatim baik itu

berkenaan dengan pendidikan dan pembinaan pribadinya, maupun yang

berkenaan dengan harta-harta miliknya yang ditinggalkan oleh orang tuanya,

sehingga pada saatnya nanti ketika anak tersebut menginjak umur dewasa/baligh

ia telah mampu untuk membelanjakan dan memanage hartanya dengan baik.

Karena Allah telah melarang secara keras dalam hal menelantarkan anak yatim.

Kewajiban seorang wali dalam mengurus dengnabaik harta-harta milik si yatim

tersebut agar tidak menjadi sia-sia apabila tidak terpelihara dengan baik, dan

14

Page 15: Makalah an Harta Anak Yatim Yang Masih Kecil

apabila anak yatim tersebut telah diuji kemampuannya baik secara fisik maupun

mentalnya maka si wali harus menyerahkan harta kepada anak yatim itu.

Dalam hal menyerahkan harta kepada anak yang belum baligh atau dewasa,

adalah suatu hal yang tidak tepat dan menjadi kekhawatiran yang cukup berlasan

kiranya jika dalam keadaan dimana anak yang akan diserahi tersebut masih

sangat rentan dalam membelanjakan hartanya secara semena-mena (boros).

Menurut hemat penulis, yang menjadi factor utama dalam boleh atau tidaknya

penyerahan kembali harta yang dipelrhara oleh si wali tersebut adalah dengna

memperhatikan tumbuh kembang anak, bukan hanya hanya semata-mata dengan

mengacu kepada umur si anak tersebut saja, akan tetapi unsur kedewasaan,

kematangan dan azaz tanggung jawab si anak tersebut harus benar-benar teruji.

15

Page 16: Makalah an Harta Anak Yatim Yang Masih Kecil

DAFTAR PUSTAKA

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an,

(jilid XV, Jakarta, Lentera Hati, 2004

Abdul Mustakim, Kedudukan dan Hak-hak Anak dalam Perspektif al-Qur’an,

(Artikel Jurnal Musawa, vol.4 No. 2, Juli-2006

Hadlarat Hifni Bik Nasif dkk, Qawa’id al-Lughah al-‘Arabiyyah, (Surabaya, Syirkah

Maktabah wa Mathba’ah, t.th

Tafsir Nurul Quran: Sebuah Tafsir Sederhana Menuju Cahaya Al-Quran karya

Allamah Kamal Faqih Imani. Jilid 3. Jakarta: Al-Huda, 2003

Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Katsir A Dimasyiqi Tafsir Ibnu Katsir Juz 4,

(penerjemah Bahrun Abu Bakar, L.C, Sinar Baru Algensindo, 2006

Bandung)

Syekh H. Abdul Halim Hasan, Tasir Al Ahkam, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2006), hal 196.

http://rangerwhite09-artikel.blogspot.com/2010/04/azaz kedewasaan dalam

perkawinan islam.html

http://kasihianakyatim.blogspot.com/2010/08/tafsir-tentang-ayat-ayat-yatim.html

16