makalah asli
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat langsung dari
pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya, manusia melakukan pengelolaan
sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral.
Umat manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang
seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern
menghadapi alam hampir tanpa menggunakan ‘hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan
dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara drastis kualitas sumber daya
alam seperti lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas
alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang
mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia.
Isu-isu kerusakan lingkungan menghadirkan persoalan etika yang rumit. Karena
meskipun pada dasarnya alam sendiri sudah diakui sungguh memiliki nilai dan berharga, tetapi
kenyataannya terus terjadi pencemaran dan perusakan. Keadaan ini memunculkan banyak
pertanyaan. Apakah manusia sudah melupakan hal-hal ini atau manusia sudah kehilangan rasa
cinta pada alam? Bagaimanakah sesungguhnya manusia memahami alam dan bagaimana cara
menggunakannya?
Perhatian kita pada isu lingkungan ini juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana
keterkaitan dan relasi kita dengan generasi yang akan datang. Kita juga diajak berpikir kedepan.
Bagaimana situasi alam atau lingkungan di masa yang akan datang? Kita akan menyadari bahwa
relasi kita dengan generasi akan datang, yang memang tidak bisa timbal balik. Karenanya ada
teori etika lingkungan yang secara khusus memberi bobot pertimbangan pada kepentingan
generasi mendatang dalam membahas isu lingkungan ini. Para penganut utilitirianisme, secara
khusus, memandang generasi yang akan datang dipengaruhi oleh apa yang kita lakukan
sekarang. Apapun yang kita lakukan pada alam akan mempengaruhi mereka. Pernyataan ini turut
memunculkan beberapa pandangan tentang etika lingkungan dengan kekhususannya dalam
pendekatannya terhadap alam dan lingkungan.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telas dijelaskan di atas, maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut:
a. Apa itu etika lingkungan dan tuntutan etika lingkungan?
b. Teori-teori apa saja yang terdapat dalam etika lingkungan?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang dari penulisan makalah ini yaitu mampu menjelaskan tentang etika
lingkungan dan etika lingkungan serta mengetahui teori-teori apa saja yang terdapat dalam etika
lingkungan.
1.4. Metodelogi Penulisan
Pada pembuatan makalah ini metode yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu
dari buku-buku mengenai lingkungan hidup dan data dari internet. Sehingga apabila
dalam penulisan makalah ini ada kata-kata atau kalimat yang hampir sama dari sumber
atau penulis lain harap dimaklumi dan merupakan unsur ketidaksengajaan.
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah "etika" berasal dari bahasa Yunani ethos (dalam bentuk tunggal) yang mempunyai
arti tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak;
perasaan, sikap, cara berfikir, atau ta etha (dalam bentuk jamak) yang berarti adat kebiasaan. Jadi
etika dapat berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang lama, etika dijelaskan sebagai ilmu pengetahuan
tentang asas – asas akhlak (moral), sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru,
etika diartikan sebagai (1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (ahklak); (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; (3) nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Etika merupakan petunjuk dasar bagi tingkah laku, cara pikir dan keyakinan. Tidak satu
kelompok manusia pun yang hidup tanpa etika. Kelompok pecinta alam memerlukan suatu
pegangan yang menyangkut hal-hal yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan berkaitan
dengan kegiatannya. Etika dalam prakteknya memiliki arti yang sama dengan moral, yang
keduanya berhubungan dengan tingkah laku manusia dan menjadi tolok ukur tingkah laku
manusia yang bersangkutan. Tolok ukur ini mengacu pada benar dan salah, baik dan buruk
dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya. Dalam bertingkah laku, khsususnya di alam
kita perlu menerapkan beberapa hal, diantaranya melindungi alam, pengendalian diri,
kesederhanaan, tanggungjawab, kejujuran, kemerdekaan, harga diri.
Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang menentukan peri
kehidupan serta kesejahteraan manusia dan mahkluk hidup lainnya. Lingkungan hidup
merupakan sistem kehidupan dimana terdapat campur tangan manusia terhadap tatanan
ekosistem.
Etika lingkungan adalah berbagai prinsip moral lingkungan. Jadi etika lingkungan
merupakan petunjuk perilaku manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan atau
dapat diartikan sebagai dasar moralitas yang memberikan pedoman bagi individu atau
masyarakat dalam berperilaku atau memilih tindakan yang baik dalam menghadapi dan
menyikapi segala sesuatu yang berkaitan dengan lingkungan sebagai kesatuan pendukung
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan umat manusia serta makhluk hidup lainnya.
Dengan etika lingkungan kita tidak saja mengimbangi hak dan kewajiban terhadap lingkungan,
tetapi etika lingkungan juga membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai
kegiatan agar tetap berada dalam batas kelentingan lingkungan hidup kita. Dengan etika
lingkungan kita perlu meningkatkan solidaritas sosial diantara sesama serta solidaritas alam
dengan lingkungan hidup alam kita.
Agar lingkungan tetap terjaga kelestariannya maka perlu adanya etika lingkungan. Ada
sejumlah butir etika lingkungan yang mesti dipahami oleh masyarakat pada umumnya, dan para
pecinta alam pada khususnya sebagai sekelompok orang yang sebagian besar bahkan seluruh
kegiatannya berkaitan dengan alam, diantaranya yaitu untuk menjadikan alam sebagai saudara.
Sebagai saudara, manusia tidak akan rela mengeksploitasi alam berlebihan, apalagi
menyakitinya. Selain itu ada proses pembatinan lingkungan, suatu proses dengan tujuan untuk
membangkitkan rasa sayang terhadap lingkungan sehingga akan ikut serta memelihara dan
menjaga kelestariannya. Selain itu juga perlu ada tanggung jawab moral ketika terjadi kerusakan
lingkungan.
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan etika
lingkungan sebagai berikut:
a. Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehngga perlu
menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri.
b. Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk menjaga
terhadap pelestarian , keseimbangan dan keindahan alam.
c. Kebijaksanaan penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk bahan energy.
d. Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk makhluk hidup
yang lain.
Tuntutan Etika Lingkungan
Tuntutan suatu etika lingkungan dapat di rangkum sebagai berikut :
1. Manusia harus belajar untuk menghormati alam. Alam dilihat tidak sematamata sebagai
sesuatu yang berguna bagi manusia, melainkan yang mempunyai nilai sendiri. Kalau
terpaksa manusia men-campuri proses-proses alam, maka tidak seluruhnya dan dengan
terus menerus menjaga keutuhannya.
2. Manusia harus memberikan suatu perasaan tanggung jawab khusus terhadap lingkungan
lokal. Agar lingkungan manusia bersih, sehat, alamiah, sejauh mungkin diupayakan agar
manusia tidak membuang sampah seenaknya,
3. Manusia harus merasa bertanggung jawab terhadap kelestarian biosfer. Untuk itu,
diperlukan sikap peka terhadap kehidupan.
4. Etika lingkungan hidup menuntut larangan keras untuk merusak, mengotori dan
meracuni. Terhadap alam atau bagiannya manusia tidak mengambil sikap yang merusak,
mematikan, menghabiskan, mengotori, menyia- nyiakan, melumpuhkan, ataupun
membuang.
5. Solidaritas dengan generasi-generasi yang akan datang. Harus menjadi acuan tetap dalam
komunikasi dengan lingkungan
6. Kesadaran Lingkungan
Hasil penelitian teoritik tentang kesadaarn lingkungan hidup dari Neolaka (1991),
menyatakan bahwa kesadaran adalah keadaan tergugahnya jiwa terhadap sesuatu, dalam
hal ini terhadap lingkungan hidup, yang dapat terlihat dari perlaku dan tidakan masing-
masing individu. Menurut Joseph Murphy, kesadaran adalah siuman atau sadar akan
tingkah lakunya yanitu pikiran sadar yang diingini. Dari teori diatas maka dapat diberikan
pengertian sebagai berikut. Pertama,kesadaran ialah pengetahuan sadar sama dengan
tahu.
Teori Etika Lingkungan
Teori etika lingkungan hidup ini diharapkan mampu menimbulkan pemahaman baru
terhadap masalah lingkungan hidup yang tidak terpisah dari kosmologi tertentu yang dalam
kenyataannya tidak menumbuhkan sikap eksploitatif terhadap alam lingkungan. Pengembangan
etika lingkungan hidup diperlukan utuk mengendalikan adanya perubahan secara mendasar dari
pandangan kosmologi yang menumbuhkan sikap hormat dan bersahabat dengan alam lingkungan
(J. Sudriyanto, 1992:13).
Krisis ekologi dewasa ini telah meluas dan sangat berpengaruh pada pandangan
kosmologi yang menimbulkan eksploitasi terhadap lingkungan. Relevansi pemikiran untuk
memberikan landasan filosofis yang lebih mahal dan cocok semakin diperlukan. Semuanya ini
terfokus pada manusia, sebagai peletak dasar dari semua permasalahan ini, serta mencari
kedudukannya dalam seluruh keserasian alam yang menjadi lingkungan hidupnya. Maka, suatu
etika yang mampu memberi penjelasan dan pertanggungjawaban rasional tentang nilai-nilai, asas
dan norma-norma moral bagi perilaku manusia terhadap alam lingkungan ini akan sulit
didapatkan tanpa melibatkan manusia.
Masalah ekologi tidak cukup dihadapi dengan mengembangkan etika lingkungan hidup.
Kalau sudah menyangkut kesejahteraan masyarakat, pemikiran etis saja tidak akan berdaya tanpa
didukung oleh aturan-aturan hukum yang dapat menjamin pelaksanaan dan menindak
pelanggarnya. Untuk itu perlu diketahui berbagai teori yang membangun pemikiran tentang etika
lingkungan hidup.
I. Etika Egosentris
Etika yang mendasarkan diri pada berbagai kepentingan individu (self). Egosentris
didasarkan pada keharusan individu untuk memfokuskan diri dengan tindakan apa yang dirasa
baik untuk dirinya. Egosentris mengklaim bahwa yang baik bagi individu adalah baik untuk
masyarakat. Orientasi etika egosentris bukannya mendasarkan diri pada narsisisme, tetapi lebih
didasarkan pada filsafat yang menitikberatkan pada individu atau kelompok privat yang berdiri
sendiri secara terpisah seperti “atom sosial”.
Inti dari pandangan egosentris ini, Sonny Keraf (1990:31) menjelaskan: Bahwa tindakan
dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan
diri sendiri. Dengan demikian, etika egosentris mendasarkan diri pada tindakan manusia sebagai
pelaku rasional untuk memperlakukan alam menurut insting “netral”.
Hal ini didasarkan pada berbagai pandangan “mekanisme” terhadap asumsi yang
berkaitan dengan teori sosial liberal.
1. Pengetahuan mekanistik didasarkan pada asumsi bahwa segala sesuatu merupakan bagian
yang berdiri sendiri secara terpisah. Atom-atom merupakan komponen riil dari alam.
Begitu juga manusia yang merupakan komponen riil dari masyarakat.
2. Keseluruhan adalah penjumlahan dari bagian-bagian. Hukum identitas logika (A=A)
mendasari penggambaran alam secara matematis. Demikian pula masyarakat, yang tidak
lain merupakan penjumlahan dari banyak pelaku rasional individu.
3. Mekanisme mempunyai asumsi bahwa banyak sebab eksternal berlaku dalam berbagai
bagian internal. Serupa dengan masyarakat, hukum dan berbagai aturan yang dipaksakan
oleh penguasa akan ditaati oleh rakyat secara positif.
4. Perubahan dapat terjadi dengan cara menyusun kembali bagian-bagiannya. Bangunan
tuntutan masyarakat ditentukan oleh bagian-bagiannya.
5. Ilmu mekanis selalu dualistik, seperti, pengetahuan mekanis menempatkan bagian
individu sebagai komponen utama dalam pembangunan timbul korporat. Etika egosentris
menempatkan manusia sebagai individu paling utama dalam pembangunan lingkungan
social.
II. Etika Homosentris
Etika homosentris mendasarkan diri pada kepentingan sebagian masyarakat. Etika ini
mendasarkan diri pada berbagai model kepentingan sosial dan pendekatan antara pelaku
lingkungan yang melindungi sebagian besar masyarakat manusia.
Etika homosentris sama dengan etika utilitarianisme, jadi, jika etika egosentris
mendasarkan penilaian baik dan buruk suatu tindakan itu pada tujuan dan akibat tindakan itu
bagi individu, maka etika utilitarianisme ini menilai baik buruknya suatu tindakan itu
berdasarkan pada tujuan dan akibat dari tindakan itu bagi sebanyak mungkin orang. Etika
homosentris atau utilitarianisme ini sama dengan universalisme etis. Disebut universalisme
karena menekankan akibat baik yang berguna bagi sebanyak mungkin orang dan etis karena ia
menekankan akibat yang baik. Disebut utilitarianisme karena ia menilai baik atau buruk suatu
tindakan berdasarkan kegunaan atau manfaat dari tindakan tersebut.
Seperti halnya etika egosentris, etika homosentris konsisten dengan asumsi pengetahuan
mekanik. Baik alam mau pun masyarakat digambarkan dalam pengertian organis mekanis.
Dalam masyarakat modern, setiap bagian yang dihubungkan secara organis dengan bagian lain.
Yang berpengaruh pada bagian ini akan berpengaruh pada bagian lainnya. Begitu pula
sebaliknya, namun karena sifat uji yang utilitaris, etika utilitarianisme ini mengarah pada
pengurasan berbagai sumber alam dengan dalih demi kepentingan dan kebaikan masyarakat.
III. Etika Ekosentris
Etika ekosentris mendasarkan diri pada kosmos. Menurut etika ekosentris ini, lingkungan
secara keseluruhan dinilai pada dirinya sendiri. Etika ini menurut aliran etis ekologi tingkat
tinggi yakni deep ecology, adalah yang paling mungkin sebagai alternatif untuk
memecahkan dilema etis ekologis. Menurut ekosentrisme, hal yang paling penting adalah tetap
bertahannya semua yang hidup dan yang tidak hidup sebagai komponen ekosistem yang sehat,
seperti halnya manusia, semua benda kosmis memiliki tanggung jawab moralnya sendiri.
Menurut etika ini, bumi memperluas berbagai ikatan komunitas yang mencakup “tanah,
air, tumbuhan dan binatang atau secara kolektif, bumi”. Bumi mengubah perah “homo sapiens”
dari makhluk komunitas bumi, menjadi bagian susunan warga dirinya. terdapat rasa hormat
terhadap anggota yang lain dan juga terhadap komunitas alam itu sendiri. Etika ekosentris
bersifat holistik, lebih bersifat mekanis atau metafisik. Terdapat lima asumsi dasar yang secara
implisit ada dalam perspektif holistik ini, J. Sudriyanto (1992:20) menjelaskan:
1. Segala sesuati itu saling berhubungan. Keseluruhan merupakan bagian, sebaliknya
perubahan yang terjadi adalah pada bagian yang akan mengubah bagian yang lain dan
keseluruhan. Tidak ada bagian dalam ekosistem yang dapat diubah tanpa mengubah
dinamika perputarannya. Jika terdapat banyak perubahan yang terjadi maka akan terjadi
kehancuran ekosistem.
2. Keseluruhan lebih daripada penjumlahan banyak bagian. Hal ini tidak dapat disamakan
dengan konsep individu yang mempunyai emosi bahwa keseluruhan sama dengan
penjumlahan dari banyak bagian. Sistem ekologi mengalami proses sinergis, merupakan
kombinasi bagian yang terpisah dan akan menghasilkan akibat yang lebih besar daripada
penjumlahan efek-efek individual.
3. Makna tergantung pada konteksnya, sebagai lawan dari “independensi konteks” dari
“mekanisme”. Setiap bagian mendapatkan artinya dalam konteks keseluruhan.
4. Merupakan proses untuk mengetahui berbagai bagian.
5. Alam manusia dan alam non manusia adalah satu. Dalam holistik tidak terdapat dualisme.
Manusia dan alam merupakan bagian dari sistem kosmologi organik yang sama.
Dari uraian di atas akan mengantarkan pada sebuah pendapat Arne Naess, seorang
filsuf Norwegia bahwa kepedulian terhadap alam lingkungan dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu:
1. Kepedulian lingkungan yang “dalam” (deep ecology)
2. Kepedulian lingkungan yang “dangkal” (shallow ecology)
Kepedulian lingkungan yang “dalam” (deep ecology) sering disebut sebagai etika ekologi
dalam. Yang dimaksud dengan Etika ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang
melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling
menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Etika Ekologi ini
memiliki prinsip yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu
memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk
berkembang. Premisnya adalah bahwa lingkungan moral harus melampaui spesies manusia
dengan memasukkan komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih luas disini maksudnya
adalah komunitas yang menyertakan binatang dan tumbuhan serta alam.
Sedangkan Kepedulian lingkungan yang “dangkal” (shallow ecology) sering disebut
sebagai etika ekologi dangkal. Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan
yang menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia, yang bersifat
antroposentris. Etika ekologi dangkal ini biasanya diterapkan pada filsafat rasionalisme dan
humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik yang kemudian diikuti dan dianut oleh banyak
ahli lingkungan. Kebanyakan para ahli lingkungan ini memiliki pandangan bahwa alam
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Etika Ekologi Dangkal
Etika ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu etika antroposentris yang menekankan segi
estetika dari alam dan etika antroposentris yang mengutamakan kepentingan generasi penerus.
Etika ekologi dangkal yang berkaitan dengan kepentingan estetika didukung oleh dua tokohnya
yaitu Eugene Hargrove dan Mark Sagoff. Menurut mereka etika lingkungan harus dicari pada
aneka kepentingan manusia, secara khusus kepentingan estetika.
Sedangkan etika antroposentris yang mementingkan kesejahteraan generasi penerus
mendasarkan pada perlindungan atau konservasi alam yang ditujukan untuk generasi penerus
manusia. Etika yang antroposentris ini memahami bahwa alam merupakan sumber hidup
manusia. Etika ini menekankan hal-hal berikut ini :
1. Manusia terpisah dari alam,
2. Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung jawab manusia.
3. Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya
4. Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia
5. Norma utama adalah untung rugi.
6. Mengutamakan rencana jangka pendek.
7. Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya dinegara miskin
8. Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi
Etika Ekologi Dalam
Bagi etika ekologi dalam, alam memiliki fungsi sebagai penopang kehidupan. Untuk itu
lingkungan patut dihargai dan diperlakukan dengan cara yang baik. Etika ini juga disebut etika
lingkungan ekstensionisme dan etika lingkungan preservasi. Etika ini menekankan pemeliharaan
alam bukan hanya demi manusia tetapi juga demi alam itu sendiri. Karena alam disadari sebagai
penopang kehidupan manusia dan seluruh ciptaan. Untuk itu manusia dipanggil untuk
memelihara alam demi kepentingan bersama.
Etika lingkungan ini dibagi lagi menjadi beberapa macam menurut fokus perhatiannya,
yaitu:
Etika lingkungan neo-utilitarisme merupakan pengembangan etika utilitarisme Jeremy
Bentham yang menekankan kebaikan untuk semua. Dalam konteks etika lingkungan maka
kebaikan yang dimaksudkan, ditujukan untuk seluruh mahluk. Tokoh yang mempelopori
etika ini adalah Peter Singer. Dia beranggapan bahwa menyakiti binatang dapat dianggap
sebagai perbuatan tidak bermoral.
Etika lingkungan Zoosentrisme adalah etika yang menekankan perjuangan hak-hak binatang,
karenanya etika ini juga disebut etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah
Charles Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan
karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga bagi para
penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah satu standar moral.
Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals, perasaan senang dan
menderita mewajibkan manusia secara moral memperlakukan binatang dengan penuh belas
kasih.
Etika lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih menekankan kehidupan
sebagai standar moral. Salah satu tokoh penganutnya adalah Kenneth Goodpaster. Menurut
Kenneth rasa senang atau menderita bukanlah tujuan pada dirinya sendiri. Bukan senang atau
menderita, akhirnya, melainkan kemampuan untuk hidup atau kepentingan untuk hidup.
Kepentingan untuk hidup yang harus dijadikan standar moral. Sehingga bukan hanya
manusia dan binatang saja yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut
Paul Taylor, karenanya tumbuhan dan binatang secara moral dapat dirugikan dan atau
diuntungkan dalam proses perjuangan untuk hidup mereka sendiri, seperti bertumbuh dan
bereproduksi.
Etika Lingkungan Ekosentrisme adalah sebutan untuk etika yang menekankan keterkaitan
seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem. Setiap individu dalam ekosistem
diyakini terkait satu dengan yang lain secara mutual. Planet bumi menurut pandangan etika
ini adalah semacam pabrik integral, suatu keseluruhan organisme yang saling membutuhkan,
saling menopang dan saling memerlukan. Sehingga proses hidup-mati harus terjadi dan
menjadi bagian dalam tata kehidupan ekosistem. Kematian dan kehidupan haruslah diterima
secara seimbang. Hukum alam memungkinkan mahluk saling memangsa diantara semua
spesies. Ini menjadi alasan mengapa manusia boleh memakan unsur-unsur yang ada di alam,
seperti binatang maupun tumbuhan. Menurut salah satu tokohnya, John B. Cobb, etika ini
mengusahakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan keseluruhan
dalam ekosistem.
Secara umum etika ekologi dalam ini menekankan hal-hal berikut :
1. Manusia adalah bagian dari alam
2. Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh manusia, tidak boleh
diperlakukan sewenang-wenang
3. Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan sewenang-wenang
4. Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk
5. Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai
6. Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati
7. Menghargai dan memelihara tata alam
8. Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem
9. Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif yaitu sistem
mengambil sambil memelihara.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Etika lingkungan merupakan petunjuk perilaku manusia dalam mengusahakan
terwujudnya moral lingkungan atau dapat diartikan sebagai dasar moralitas yang memberikan
pedoman bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih tindakan yang baik
dalam menghadapi dan menyikapi segala sesuatu yang berkaitan dengan lingkungan sebagai
kesatuan pendukung kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan umat manusia serta
makhluk hidup lainnya. Kemudian etika lingkungan dapat digolongkan kedalam dua kelompok
yaitu etika lingkungan dalam dan etika lingkungan dangkal. Keduanya memiliki beberapa
perbedaan – perbedaan seperti diatas. Tetapi bukan berarti munculnya etika lingkungan ini
memberi jawab langsung atas pertanyaan mengapa terjadi kerusakan lingkungan. Namun paling
tidak dengan adanya gambaran etika lingkungan ini dapat sedikit menguraikan norma-norma
mana yang dipakai oleh manusia dalam melakukan pendekatan terhadap alam ini. Dengan
demikian etika lingkungan berusaha memberi sumbangan dengan beberapa norma yang
ditawarkan untuk mengungkap dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.
III.2 Saran
Guna menjamin kelangsungan hidup kita dan generasi mendatang diharapkan agar tetap
memiliki kehidupan dan lingkungan dalam suasana yang baik dan menyenangkan. Banyak hal
yang harus dilakukan untuk menjamin kelangsungan hidup alam semesta, setidaknya kita harus
merubah sikap dalam memperlakukan alam sebagai sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan
sebaik-baiknya, kapan dan dimana saja.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.crayonpedia.org
http://blog.unand.ac.id
http://www.Facebook. Sahabat alam
http://id.shvoong.com/exact-sciences/2003297-etika-lingkungan/#ixzz1JNT6LDnQ
http://wartawarga.gunadarma.ac.id
http://jurnal.filsafat.ugm.ac.id
ETIKA LINGKUNGAN DALAM
PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP
Di susun oleh :
1. Yuni 2009-13500-2. Ani Wijayanti 2009-13500-4263. Ertha Nindya 2009-13500-
UNIVERSITAS IDRAPRASTA PGRIJl. Nangka No.58C Tanjung Barat (TB Simatupang)
Jagakarsa - Jakarta Selatan 12530
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “ETIKA LINGKUNGAN
DALAM LINGKUNGAN HIDUP” dengan lancar walaupun jauh dari sempurna.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Lingkungan
Hidup di Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Teknik, Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Indraprasta PGRI Jakarta.
Dalam menyusun makalah ini, penulis memperoleh bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis
berterima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Zeinyta Azra M.M selaku Dosen Mata Kuliah Pendidikan Lingkungan Hidup
Universitas Indraprasta PGRI Jakarta.
2. Orang tua, kakak, adik dan seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan semangat
dan doa serta kebutuhan material maupun spiritual.
3. Rekan-rekan Pendidikan Matematika Kelas D atas dukungan dan doanya, semoga
kompak selalu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, Mei 2011
Penulis