makalah (autosaved)
TRANSCRIPT
PEMBAHASAN
Etiologi
Decompensatio cordis atau Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal.
Secara epidemiologi cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal
jantung, di negara berkembang. Penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan
penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab
terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi.
Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal
jantung (Firmansyah,2009).
Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan bahwa merupakan
penyebab decomp-cordis pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko
koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat
berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta
tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai
faktor risiko independen perkembangan gagal jantung (Firmansyah,2009).
Penyakit jantung koroner merupakan etiologi gagal jantung akut pada 60 – 70%
pasien terutama pada pasien usia lanjut. Pada usia muda, gagal jantung akut lebih
sering diakibatkan oleh kardiomiopati dilatasi, aritmia, penyakit jantung
kongenital, penyakit jantung katup dan miokarditis.
Banyak pasien dengan decompensatio cordis tetap asimptomatik. Gejala klinis
dapat muncul karena adanya faktor presipitasi yang menyebabkan peningkatan
kerja jantung dan peningkatan kebutuhan oksigen. Faktor presipitasi yang sering
memicu terjadinya gangguan fungsi jantung adalah infeksi, aritmia, kerja fisik,
cairan, lingkungan, emosi yang berlebihan, infark miokard, emboli paru, anemia,
kemahilan.
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Pada umumnya, di negara
berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup
dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Penyakit jantung koroner pada
Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki
dan 27% pada wanita. Dominasi penyebab gagal jantung sulit untuk dianalisa
karena tantangan dalam diagnosis, perbedaan dalam populasi, dan prevalensi
penyebab perubahan dengan usia.
Sebuah studi 19 tahun dari 13.000 orang dewasa sehat di Amerika Serikat
(Kesehatan Nasional dan Survei Pemeriksaan Gizi (NHANES I) menemukan
penyebab berikut peringkat berdasarkan skor Populasi Risiko Attributable:
Penyakit jantung iskemik 62%, merokok 16%, hipertensi 10%, obesitas 8%,
diabetes 3%, penyakit katup jantung 2%. Alkohol dapat berefek secara langsung
pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat
aritmia (tersering atrial fibrilasi). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari
kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin.
Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti
doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal
jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.
Jantung adalah organ yang penting dalam tubuh manusia. Fungsi jantung adalah
memompa darah keseluruh tubuh. Darah dari seluruh tubuh diangkut oleh arteri.
Arteri merupakan pembuluh darrah yang membawa oksigen dan nutrisi dari
jantung ke anggota tubuh yang lain. Ciri-ciri arteri yang sehat adalah fleksibel,
kuat dan elastis, lapisan permukaannya licin. Jika terlalu banyak tekanan pada
arteri akan menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi tebal dan kaku,
sehingga akan membatasi darah yang mengalir ke organ dan jaringan.
Penyebab decompensatio cordis dapat diklasifikasikan dalam enam kategori
utama, yaitu :
1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat
disebabkan oleh hilangnya miosit, kurangnya kontraktilitas.
2. Kegagalan yang dengan overload (hipertensi)
3. Kegagalan yang berhubungan dengan katu.
4. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme kardiak
5. Kegagalan yang disebabkan anormalitas perikard atau efusi perikard
6. Kelainan kongenital jantung
Selain itu terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya decompensatio cordis,
yaitu :
1. Gangguan mekanik, beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara aku
tunggal atau bersamaan, yaitu :
a. Beban tekanan
b. Beban volume
c. Tamponade jantung atau konstriski perikat, jantung tidak dapat
diastole
d. Obstruksi pengisian ventrikel
e. Aneurisma ventrikel
f. Disinergi ventrikel
g. Restriksi endokardial atau miokardial
2. Abnormalitas otot jantung
a. Primer : kardiomiopati, miokarditis biomedik, toksin atau
sitostatiska.
b. Sekunder : iskemia , penyakit sistemik, penyakit infiltratif,
korpulmonar.
3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi
Penyebab decompensatio cordis berbeda-beda menurut kelompok umur,
yakni pada masa neonatus, bayi dan anak.
Definisi
Decompensatio cordis atau Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk
mempertahankan curah jantung (Caridiac Output = CO) dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga
mengakibatkan edema paru dan bendungan di system vena, maka keadaan ini
disebut gagal jantung kongestif (Kabo & Karim, 2002). Gagal jantung kongestif
adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smeltzer & Bare, 2001),
Waren & Stead dalam Sodeman, 1991), Renardi, 1992).
Menurut Sutanto (2010) pengertian dari gagal jantung adalah suatu keadaan
dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolisme tubuh.
Decompensatio cordis atau Gagal jantung (GJ) adalah sindrom klinis (sekumpulan
tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat
aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Dulu GJ
dianggap akibat dari berkurangnya kontraktilitas dan daya pompa sehingga
diperlukan inotropik untuk meningkatkannya dan diuretik sertavasodilator untuk
mengurangi beban (un-load). Sekarang GJ dianggap sebagai
remodelling progresif akibat beban/penyakit pada miokard sehingga pencegahan
progresivitas dengan penghambat neurohumoral (neurohumoral blocker) seperti
ACE-Inhibitor AngiotensinReceptor-Blocker atau penyekat beta diutamakan di
samping obat konvensional (diuretikadan digilatis) ditambah dengan terapi yang
muncul belakangan ini seperti biventricular pacing, recyncronizing cardiac
teraphy (RCT), intra cardiac defibrilator (ICD), bedahrekonstruksiventrikel kiri
(LV reconstruction surgery) dan miplasti.
Ada beberapa istilah dalam decompensatio cordis yaitu Gagal Jantung Sistolik
dan Diastolik. Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan tidak dapat
dibedakan dari pemeriksaan jasmani, foto toraks atau EKG dan hanya dapat dibedakan
dengan eko-Droppler. Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi
jantung memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan
kelemahan, fatik, kemampuan aktivitas fisik menurundan gejala hipoperfusi
lainnya. Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan
pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan
fraksi ejeksi lebih dari 50%.Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan Doppler-
ekokardiografi aliran darah mitral dan aliranvena pulmonalis. Tidak dapat
dibedakan dengan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan jasmani saja
Gagal jantung (HF) sering disebut gagal jantung kongestif (CHF) secara umum
didefinisikan sebagai ketidakmampuan jantung untuk memasok cukup aliran
darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Gejala dari gagal jantung adalah sesak
napas, pembangkakan kaki, dan intoleransi latian. Kondisi ini didiagnosis dengan
ekokardiografi dan tes darah. Pengobatan biasanya terdiri dari langkah-langkah
gaya hidup (seperti berhenti merokok, berolahraga ringan termasuk protokol
pernapasan, penurunan asupan garam dan perubahan diet lainnya) dan obat, dan
kadang-kadang perangkat atau bahkan operasi.Penyebab umum gagal jantung
termasuk infark miokard dan bentuk lain dari penyakit jantung iskemik,
hipertensi, penyakit jantung katup, dan kardiomiopati. The "gagal jantung" Istilah
terkadang salah digunakan untuk menggambarkan jantung-lain penyakit terkait,
seperti infark miokard (serangan jantung) atau henti jantung, yang dapat
menyebabkan gagal jantung tetapi tidak setara dengan gagal jantung.
Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik,
gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Gagal
jantung adalah kondisi menonaktifkan dan berpotensi mematikan. Gagal jantung
dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal jantung
juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi,
serta gagal jantung kronis. Untuk mempermudah dalam pengenalan dan
penanganan gagal jantung telah dibuat beberaapa sistem klasifikasi yaitu
pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut,
klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan
NYHA. Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard
akut, klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda
kongesti dan kecukupan perfusi.
Manifestasi klinis
Gejala yang muncul sesuai dengan gejala jantung kiri diikuti jantung kanan dapat
terjaidnya di dadakarena peningkatan kebutuhan oksigen. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan tanda-tanda dan gejala decomp-cord biasanya terdapat bunyi derap dan
bising akibat regurgitasi mitral.
Decomp-cord kanan meliputi : Dispneu, orthopneu, paroksimal nokturnal
dyspneu, batuk, mudah lelah, gelisah dan cemas.
Decomp-cord kiri meliputi : pitting edema, hepatomegali, anoreksia, nokturia,
kelemahan.
1. Dispnea. Pada gagal jantung awal, dispnea dialami hanya selama aktivitas,
namun semakin berlanjutnya gagal jantung dispnea semakin agresif
dengan aktivitas tidak begitu berat sampai akhirnya timbul sesak napas
meskipun dalam keadaan istirahat. Dispnea jantung paling sering pada
pasien dalam peningkatan vena pulmonaris dan tekanan kapiler. Adanya
pernapasan cepat sehingga kebutuhan oksigen semakin meningkat.
Perbedaan utama antar dispne pada orang normal dan orang gagal jantung
adalah derajat aktivitas yang menimbulkan gejala. Pasien mengalami
pembendungan pembuluh darah pulmona dan edema paru interstialis
(mungkin terbukti dengan pemeriksaan radiologi) dan penurunan
kelenturan paru yang meningkatkan kerja otot-otot pernafasan yang
dibutuhkan. Ketidakseimbangan ini menyebabkan kelelahan otot
pernafasan dan sesak nafas.
2. Ortopnoe. Terjadi karena redistribusi cairan dari abdomen dan ekstremitas
bawah ke dada saat berbaring yang menyebabkan peningkatan tekanan
kapiler paru yang dikombinasikan dengan elevasi diafragma. Pasien dalam
keadaan ini harus meninggikan kepala saat tidur karena sering terbangun
karena sesak napas dan juga batuk. Sensasi sesak napas dapat hilang
dengan duduk tegak, karena posisi ini mengurangi aliran balik vena
(venous return) dan menurunkan tekanan hidrostatik pada bagian atas paru
sehingga menambah kapasitas vital city paru. Apabila gagal jantung
berlanjut, ortopnoe dapat menjadi berat karena pasien tidak dapat tidur
dengan berbaring harus dengan duduk tegak. Pada pasien yang gagal
ventrikel kiri yang sudah berat dan lama, gejala kongesti paru dapat
menghilang bersamaan dengan terganggunya ventrikel kanan.
3. Paroxymal (nokturnal) dispnea. Pada pasiennya batuk dan mengi
seringkali menetap dalam posisi duduk tegak. PND dapat terjadi karena
depresi pusat pernapasan selama tidur, yang mengurangi ventilasi untuk
menurunkan tekanan oksigen arteri terutama pada pasien dengan edema
paru interstitial dan penurunan compliance paru. Selain itu disebabkan
karena terganggunya fungsi ventrikel pada malam hari akibat
berkurangnya rangsangan adrenergik pada fungsi miokard. Bronkospasme
akibat kongesti pada mukosa dan udema interstitial menekan bronchi
sehingga menambah kesukaran ventilasi dan nafas, PND dan batuk
sekunder ditandai dengan mengi sekunder terhadap bronkospasme
terutama pada malam hari, disebut asma kardinal.
Patogenesa pada PND :
a. Pada posisi berbaring terjadi resorpsi cairan interstitial pada tempat
bagian tubuh (ekskremitas bawah)
b. Venous return meningkat, pada L.V failure menyebabkan tekanan
kapiler paru meningkat dan terjadi udema alveoli.
c. Menurunnya pengaruh adrenergik terhadap fungsi ventrikel.
d. Depresi pusat pernafasan saat tidur memegang peran penting.
PND memerlukan kurang lebih waktu 30 menit sebelum sesak hilang,
sehingga berbeda dengan ortopnoe yang setelah duduk langsung hilang.
Jika tidak di terapi segera edema paru dapat berakibat fatal, karena
berkaitan dengan sesak nafas ekstrim, ronki pada seluruh lapang paru, dan
transudasi serta ekspektorasi cairan yang diwarnai oleh darah.
4. Cheyne-Stokes respiratory. Pernafasan ini dikenal dengan pernafasan
periodik atau siklik. Terjadi karena berkurangnya kepekaan sentral
pernafasan terhadap PCO² sehingga terjadi apnea, pada saat apnea terjadi
akumulasi CO² yang cukup merangsang pusat pernafasan dan terjadi
hiperventilasi. Kelainan pernafasan ini bertambah berat dengan pemberian
opiate dan sedative.
5. Gejala-gejala lainnya :
1. Fatigue and Weakness
Tidak spesifik tetapi merupakan symptom umum pada gagal jantung
karena kekurangan perfusi pada otot skeletal.
2. Abdominal symptoms
pasien mengeluh anorexia, nausea, vomiting, distensi, rasa penuh,
sakit, keluhan tersebut disebabkan bendungan liver dan sistem vena
porta.
3. Cerebral symptoms
Pada gagal jatung usia lanjut usia yang disertai dengan arterosklerosis
cerebral, terjadi penurunan perfusi cerebral, daya ingat berkurang,
kurang konsentrasi, sakit kepala,dll.
4. Nocturia
Eksresi melalui ginjal yang bertambah pada posisi baring berawal dari
udema yang terjadi pada siang hari. Cairan udema masuk ke
intravaskuler menambah venous return, C.O dan diuresis pada malam
hari.
Patofisiologi
Penurunan kontraksi venterikel akan diikuti penurunan curah jantung yang
selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah (TD), dan penurunan volume darah
arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi
neurohurmoral. Vasokonteriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan
meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan
kontraksi jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera
diatasi, peninggian afterload, dan hipertensi disertai dilatasi jantung akan lebih
menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak
terkompensasi. Dengan demikian terapi gagal jantung adalah dengan vasodilator
untuk menurunkan afterload venodilator dan diuretik untuk menurunkan preload,
sedangkan motorik untuk meningkatkan kontraktilitas miokard (Kabo & Karsim,
2002).
Gagal jantung merupakan kelainan pada sistem, dimana ada gangguan pada
jantung otot skelet dan fungsi ginjal. Gagal jantung disebabkan oleh kondisi
apapun yang mengurangi miokardium atau otot jantung melalui kerusakan atau
overloading. Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada
gagal jantung akibat dari penyakit jantung iskemik yaitu mengganggu
pengosongan ventrikel yang efektif. Gejala gagal jantung sebagian besar
ditentukan oleh sisi mana jantung gagal. Sisi kirimemompa darah ke sirkulasi
sistemik, sedangkan sisi kanan memompa darah ke sirkulasiparu-paru. Sementara
gagal jantung kiri-sisi akan mengurangi output jantung ke sirkulasi sistemik,
gejala awal sering terwujud karena efek pada sirkulasi paru. Efek umum adalah
salah satu dari output jantung berkurang dan meningkatkan ketegangan pada
jantung. Hal ini meningkatkan risiko serangan jantung (khusus karena disritmia
ventrikel), dan mengurangi suplai darah ke seluruh tubuh.
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan
terjadinya penurunan cardiac output sehimgga dapat menyebabkan aktivasi
mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron
(sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk
memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.
Kontraksi ventrikel kiri yang menurun dapat menyebabkan berkurangnya volume
sekuncup (stroke volume) dan meningkatkan volume residu ventrikel. Aktivasi
sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokons-triksi
perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat
menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Dan jika berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.
Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II
plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang
poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan
noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang
pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta
meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta
berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.
Tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama memiliki efek yang
luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide
(ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan yang
menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi.
Perlawanan perifer meningkat dan darah regangan volume yang lebih besar
tempat lebihlanjut tentang jantung dan mempercepat proses kerusakan
miokardium. Vasokonstriksi danretensi cairan menghasilkan tekanan hidrostatik
meningkat pada kapiler. Ini pergeserankeseimbangan kekuatan yang mendukung
pembentukan cairan interstisial sebagai kekuatanpeningkatan tekanan keluar
cairan tambahan darah, ke dalam jaringan. Hal ini menyebabkanedema (cairan
build-up) dalam jaringan. Pada gagal jantung sisi kanan ini biasanya dimulaipada
pergelangan kaki di mana tekanan vena yang tinggi karena efek gravitasi juga
dapatterjadi di perut (walaupun jika pasien tidur-dikendarai, akumulasi cairan bisa
mulai diwilayah sakral.) rongga, dimana cairan build-up yang disebut ascites.
Dalam hati sisi kiriedema kegagalan bisa terjadi di paru-paru - ini disebut edema
paru kardiogenik. Hal ini akanmengurangi kapasitas cadangan untuk ventilasi,
menyebabkan kaku dari paru-paru danmengurangi efisiensi pertukaran gas dengan
meningkatkan jarak antara udara dan darah.Konsekuensi dari hal ini adalah sesak
napas, orthopnoea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
Gejala gagal jantung sebagian besar ditentukan oleh sisi mana jantung gagal. Sisi
kirimemompa darah ke sirkulasi sistemik, sedangkan sisi kanan memompa darah
ke sirkulasiparu-paru. Sementara gagal jantung kiri-sisi akan mengurangi output
jantung ke sirkulasisistemik, gejala awal sering terwujud karena efek pada
sirkulasi paru. Pada disfungsi sistolik,fraksi ejeksi yang menurun, meninggalkan
volume tinggi abnormal darah di ventrikel kiri.Pada disfungsi diastolik, tekanan
akhir diastolik ventrikel akan tinggi. Kenaikan volume atautekanan punggung
sampai ke atrium kiri dan kemudian ke vena paru-paru. Peningkatanvolume atau
tekanan dalam vena paru merusak drainase normal alveoli dan nikmat alirancairan
dari kapiler ke parenkim paru-paru, menyebabkan edema paru. Hal ini
mengganggu pertukaran gas. Jadi, gagal jantung sisi kiri sering muncul dengan
gejala pernapasan: sesak napas, ortopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
Dalam cardiomyopathy parah, efek dari curah jantung menurun dan perfusi
miskin menjadilebih jelas, dan pasien akan terwujud dengan kaki dingin dan
berkeringat, sianosis,klaudikasio, kelemahan umum, pusing, dan sinkopThe
hipoksia yang dihasilkan disebabkan oleh edema paru menyebabkan
vasokonstriksi padasirkulasi paru-paru, yang menyebabkan hipertensi paru.
Karena ventrikel kananmenghasilkan tekanan yang jauh lebih rendah
dibandingkan dengan ventrikel kiri (sekitar 20mmHg versus sekitar 120 mmHg,
masing-masing, dalam individu yang sehat) tetapi tetapmenghasilkan output
jantung persis sama dengan ventrikel kiri, ini berarti bahwa sedikitpeningkatan
resistensi vaskuler paru menyebabkan kenaikan besar dalam jumlah
pekerjaanventrikel kanan harus melakukan. Namun, mekanisme utama dengan
yang gagal jantung kirimenyebabkan gagal jantung sisi kanan-sisi sebenarnya
tidak dipahami dengan baik. Beberapateori memanggil mekanisme yang dimediasi
oleh aktivasi neurohormonal. efek mekanis jugadapat berkontribusi. Sebagai
distends ventrikel kiri, septum busur intraventricular ke dalamventrikel kanan,
penurunan kapasitas ventrikel kanan.
Disfungsi sistolik
Gagal jantung yang disebabkan oleh disfungsi sistolik lebih mudah diakui. Hal ini
dapatsimplistically digambarkan sebagai kegagalan fungsi pompa jantung. Hal ini
ditandai denganfraksi ejeksi penurunan (kurang dari 45%). Kekuatan kontraksi
ventrikel yang dilemahkandan tidak memadai untuk menciptakan stroke volume
yang memadai, sehingga curah jantungtidak memadai. Secara umum, hal ini
disebabkan oleh disfungsi atau kerusakan miosit jantung atau komponen molekul
mereka. Dalam penyakit bawaan seperti distrofi Duchenneotot, struktur molekul
miosit individu terpengaruh. Miosit dan komponennya dapat rusak
olehperadangan (seperti dalam miokarditis) atau infiltrasi (seperti dalam
amyloidosis). Racun danagen farmakologi (seperti etanol, kokain, dan amfetamin)
menyebabkan kerusakanintraseluler dan stres oksidatif. Mekanisme yang paling
umum dari kerusakan iskemia daninfark menyebabkan pembentukan parut.
Setelah infark miokard, miosit mati digantikan oleh jaringan parut, deleteriously
mempengaruhi fungsi miokardium. Pada echocardiogram, iniadalah nyata oleh
gerakan dinding abnormal atau tidak ada.Karena ventrikel adalah tidak cukup
dikosongkan, tekanan akhir diastolik ventrikel danpeningkatan volume. Hal ini
ditransmisikan ke atrium. Di sisi kiri jantung, tekananmeningkat ditransmisikan
ke pembuluh darah paru, dan tekanan hidrostatik resultan nikmatextravassation
cairan ke dalam parenkim paru-paru, menyebabkan edema paru. Di sisi
kanan jantung, meningkatnya tekanan diteruskan ke sirkulasi vena sistemik dan
tempat tidur kapilersistemik, mendukung extravassation cairan ke dalam jaringan
organ target dan ekstremitas,mengakibatkan edema perifer tergantung.
Disfungsi diastolik
Gagal jantung yang disebabkan oleh disfungsi diastolic umumnya digambarkan
sebagai kegagalan ventrikel untuk bersantai memadai dan biasanya menunjukkan
dinding ventrikel kaku. Hal ini menyebabkan tidak memadai pengisian ventrikel,
dan dengan demikian hasil dalam stroke volume tidak memadai. Kegagalan
relaksasi ventrikel juga menghasilkan tekanan akhir diastolik meningkat, dan hasil
akhirnya adalah identik dengan kasus disfungsi sistolik (edema paru pada gagal
jantung kiri, edema perifer pada gagal jantung kanan.). Disfungsi diastolik dapat
disebabkan oleh proses serupa dengan yang menyebabkan disfungsisistolik,
terutama yang mempengaruhi menyebabkan remodeling jantung. Disfungsi
diastolik tidak mungkin terwujud kecuali dalam ekstrem fisiologis jika
fungsisistolik dipertahankan. Pasien mungkin benar-benar gejala pada saat
istirahat. Namun,mereka indah peka terhadap kenaikan denyut jantung, dan
serangan tiba-tiba takikardi (yangdapat disebabkan hanya dengan respon fisiologis
untuk usaha, demam, atau dehidrasi, ataudengan tachyarrhythmias patologis
seperti fibrilasi atrium dengan respon ventrikel yangcepat) dapat mengakibatkan
flash edema paru. Tingkat kontrol yang memadai (biasanyadengan agen
farmakologi yang memperlambat konduksi AV seperti kalsium channel
blockeratau beta-blocker) Oleh karena itu, kunci untuk mencegah
dekompensasi.Waktu fungsi diastolik ventrikel dapat ditentukan melalui
ekokardiografi oleh berbagai parameter pengukuran seperti E A / rasio (awal-ke-
atrium kiri rasio pengisian ventrikel), E(awal ventrikel kiri mengisi) perlambatan
waktu, dan waktu relaksasi iso volumic.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat harus selalu dilakukan dalam mengevaluasi pasien
dengan gagal jantung. Tujuan pemeriksaan adalah membantu menentukan apa
penyebab decomp-cordis dan untuk mengevaluasi beratnya sindromanya.
Memperoleh informasi tambahan mengenai profil hemodinamik, sebagai respon
terhadap terapi dan menentukan prognosis adalah tujuan tambahan saat
pemeriksaan fisik.
Keadaan umum dan tanda vital
Pada decomp-cordis ringan atau sedang, pasien bisa tampak tidak memiliki
keluhan, kecuali merasa tidak nyaman saat berbarng datar selama lebih dari
beberapa menit. Pada pasien yang mengalami decomp-cordis berat memiliki
upaya nafas yang berat dan kesulitan untuk menyelesaikan kata-kata akibat sesak.
Tekanan darahnya bisa normal bisa tinggi, tetapi pada umumnya berkurang karena
fungsi LV sangat menurun. Tekanan nadi bisa berkurang, karena berkurangnya
stroke volume, dan tekanan diastolik arteri bisa meningkat sebagai akibat
vasokontriksi sistemik. Sinus tachycardia adalah gejala non spesifik yang
diakibatkan oleh aktivitas simpatis yang meningkat. Vasokontriksi perifer
mengakibatkan ekstrimitas perifer menjadi lebih dingin dan sianosis dari bibir dan
ujung jari juga diakibatkan oleh aktivitas simpatis yang berlebihan.
Pemeriksaan vena jugularis dan leher
Pemeriksaan ini memberikan perkiraan tekanan pada atrium kanan dan secara
tidak langsung tekanan pada atrium kiri. Pemeriksaan ini dinilai terbaik saat
pasien tidur dengan kepala diangkat dengan sudut 45°. Tekanan vena jugularis
dengan satuan sentimeter H2O (normalnya kurang dari 8cm), dengan
memperkirakan tinggi kolom darah vena jugularis diatas angulus sternalis dalam
centimeter dan menambahkan 5cm (pada postur apapun). Pada tahap awal
decomp-cordis, tekanan vena jugularis bisa normal saat istirahat, tetapi dapat
secara abnormal meningkat saat diberikan tekanan yang cukup lama pada
abdomen.
Pemeriksaan paru
Pulmonary Crackles(ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi cairan dari
rongga intravaskular kedalam alveoli. Pada pasien dengan ederma paru ronkhi
dapat didengar pada kedua lapang paru. Jika ditemukan pasien tanpa penyakit
paru, ronkhi spesifik untuk decomp-cordis. Harus ditekankan bahwa ronkhi sering
tidak ditemukan pada pasien decomp-cordis kronik. Hal ini karena pasien sudah
beradaptasi dan drainase sistem limfatik cairan rongga alveolar sudah meningkat.
Efusi pleura timbul sebagai akibat meningkatnya tekanan sistem kapiler pelura,
hasilnya adalah transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena vena pada pleura
bermuara pada vena sistemik dan pilmoner, effusi pleura paling sering terjadi
pada kegagalan kedua ventrikel. Angka kejadian pada rongga pleura kanan lebih
sering daripada yang kiri.
Pemeriksaan Jantung
Pemeriksaan ini penting, namun seringkali tidak dapat memberikan informasi
yang berguna mengenai beratnya decomp-cordis. Jika terdapat kardiomegali, titik
impulse maksimal biasanya tergeser kebawah interecostal space (ICS) ke V, dan
kesamping (lateral) linea midclavicularis. Hipertrofi ventrikel kiri yang berat
mengakibatkan pulsasi prodikal (ictus) teraba lebih lama (kuat angkat).
Pemeriksaan pulsasi ini tidak cukup untuk mengevaluasi beratnya disfungsi
ventrikel kiri.
Pada beberapa pasien, jantung ketiga dapat didengar dan teraba pada apex. Pada
pasien dengan ventrikel kanan yang membesar dan mengalami hipertrofi dapat
memiliki impulse yang kuat dan lebih lama sepanjang sistole pada parasternal kiri.
Bunyi jantung ketiga (gallop) umum ditemukan pada pasien dengan volume
overload yang mengalami tachycardia dan tachypnea dan sering menunjukkan
kompensasi hemodinamik yang berat. Bunyi jantung keempat bukan indikator
spesifik decomp-cordis, namun ada pada pasien dengan disfungsi diastolik.
Murmur regurgitasi mitral dan trikuspid umumnya ditemukan pada pasien dengan
decomp-cordis yang lanjut.
Pemeriksaan abdomen dan ekstrimitas
Hepatomegali adalah tanda yang penting tetapi tidak umum pada pasien dengan
decomp-cordis. Jika memang ada, hati yang membesar seringkali teraba lunak
dan dapat berpulsasi saat sistol jika terdapat regurgitasi katup trikuspid. Ascites
dapat timbul sebagai akibat transudasi karena tingginya tekanan pada vena heaptik
dan sistem vena yang berfungsi dalam drainase peritenium.
Jaundice dapat juga ditemukan dan merupakan tanda decomp-cordis stadium
lanjut, biasanya kadar bilirubin direk dan indirek meningkat. Ikterik pada decomp-
cordis diakibatkan terganggunya fungsi hepar dan hipoksa hepatoselular.
Edema perifer adalah manifestasi kardinal decomp-cordis. Biasanya tidak terdapat
pada pasien yang telah mendapatkan diuretik. Edema perifer pada pasien decomp-
cordis biasanya simetris, beratnya tergantung pada decomp-cordis yang terjadi,
paling sering terjadi sekitar pergelangan kaki dan daerah pretibial pada pasien
yang masih beraktivitas. Pada pasien tirah baring, ederma dapat ditemukan pada
sakrum dan skrotum. Ederma yang berlangsung lama dihubungkan dengan kulit
yang mengeras dan pigmentasi yang bertambah.
Kakeksia kardiak
Pada decomp-cordis kronis yang berat, ditemukan riwayat berat badan dan
kakeksia. Mekanisme kakeksia tidak sepenuhnya dimengerti, namun
kemungkinan besar faktor penyebabnya adalah multifaktorial, termasuk
didalamnya adalah meningkatnya konsentrasi sitokin pro-inflamasi yang
bersirkulasi dan terganggunya absorpsi pada saluran cerna akibat kongesti vena
intestinal. Jika terdapat kakeksia maka prognosis decomp-cordis akan semakin
memburuk.
Temuan umum
a. Pasien dengan gagal jantung sedang tampak tidak mempunyai keluhan
setelah beberapa menit beristirahat, tetapi akan nampak dispnea ketika dan
segera melakukan aktivitas sedang.
b. Jika pada decomp-cordis berat, tekanan nadi mungkin berkurang
menunjukkan penurunan volume sekuncup dan tekanan arteri diastolik
meningkat akibat dari vasokonstriksi menyeluruh.
c. Pada decomp-cordis akut, hipotensi mungkin menonjol.
d. Mungkin terdapat sianosis pada bibir dan bantalan kuku, sinus takikardi
dan pasien memaksa untuk tegak.
e. Tekanan vena sistemik seringkali meningkat abnormal pada gagal jantung
dan dikenali dengan mengamati besarnya distensi vena jugularis.
f. Pulsus alternaris yaitu ritme teratur yang disebabkan oleh terdapatnya
perubahan kontraski jantung kuat dan lemah, karena terjadi perubahan
kekuatan nadi perifer.
g. Bunyi jantung ketiga (S3 gallop = Protodiastolic Gallop) dan keempat
(Atrial Gallop atau Presysolic Gallop) merupakan tanda decomp-cordis
berat yang disebabkan oleh pengurangan jumlah unit kontraktil selama
kontraksi yang lemah dan perubahan dalam volume diastolik akhir
ventrikel.
Ronkhi
Pada pasien decomp-cordis dengan peningkatan kapiler serta vena pulmonaris
umum didapati rokhi basah, krepitasi saat insprirasi dan bunyi pekak pada perkusi
di basis paru. Pasien dengan edema paru, ronkhi mungkin terdengar luas diseluruh
lapang paru, seringkali kasar dan berdesis (sibilant) dan mungkin disertai
wheezing saat ekspirasi. Beberapa pasien dengan decomp-cordis yang sudah
berlangsung lama tidak mempunyai ronkhi karena meningkatnya drainase limfatik
cairan alveolaris.
Cardiac edema
Biasanya simetris dan dependen, terdapat pada tungkai bawah terutama pada
pretibia dan mata kaki pada pasien rawat jalan ( paling jelas malam hari) dan
didaerah sakrum pada pasien tirah baring.
Hidrothoras dan ascites
Efusi pleura pada decop-cordis kongesti terjadi akibat peningkatan tekanan kapiler
pleura dan transudasi cairan kedalam ruang pleura. Karena vena pleura mengalir
ke vena pulmonaris dan vena sistemik, hidrotoraks paling umum terjadi dengan
peningkatan yang nyata pada kedua sistem vena ini tetapi dapat juga terlihat
dengan peningkatan tekanan yang nyata pada salah satu pembuluh vena. Terutama
lebih sering pada pleiral kanan daripada kiri. Asites yang nyata terjadi paling
sering pada pasien dengan penyakit katup trikuspid dan perikarditis konstriktif.
Hepatomegali kongestif
Hati yang membesar, lunak, berdenyut juga disertai hipertensi vena sistemik dan
dapat diamati tidak hanya pada keadaan yang sama ketika muncul asites, tetapi
juga pada bentuk ringan gagal jantung oleh sebab apapun. Jika hepatomegali berat
dan berkepanjangan, seperti pada pasien dengan penyakit katup trikuspid atau
perikarditis konstriktif juga dapat terjadi pembesaran limpa, yaitu splenomegali
kongestif.
Ikterus
Kelainan ini merupakan temuan lanjut pada decomp-cordis kongestif dan
berkaitan dengan peningkatan bilirubin langsung dan tidak langsung. Timbul
akibat gangguan fungsi hati sekunder terhadap kongesti paru dan hipoksia
hepatoseluler berkaitan dengan atrofi lobulus sentral. Konsentrasi serum
transaminase sering meningkat. Jika kongesti hepatik terjadi secara akut, ikterus
mungkin berat dan enzim-enzim meningkat secara lansung.
Kakeksia jantung
Pada decomp-cordis kronik berat mungkin ada penurunan berat badan serius dan
kakeskia, karena meningkatnya konsentrasi sirkulasi dari faktor nekrosis tumor,
meningkatnya laju metabolik, yang sebagian timbul karena kerja ekstra yang
dilakukan oleh otot pernafasan meningkatnya kebutuhan oksigen dan jantung
hipertrofi, anoreksia, mual, muntah yang disebabkan oleh penyebab sentral
terhadap intoksikasi digitalis, atau terhadap hepatomegali kongestif dan rasa
penuh di abdomen, gangguan absorbsi usus disebabkan oleh kongesti dari vena
intestinali, dan jarang terutama dalam pasien decomp-cordis kanan yang berat,
enteropati dengan kehilangan protein.
Pemeriksaan penunjang
1. Foto polos dada
a. Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang,
cefalisasi arteria pulmonalis.
b. Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan
pembesaran ventrikel kanan.
2. EKG
Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel, mitral yaitu gelombang P yang
melebar serta berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia
cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi.
3. Katerisasi jantung dan Sine Angiografi
Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat
distol. Selain itu dideteksi derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan
mengetahui frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta gradien
antara atrium kiri dan ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani,
elektrokardiografi/foto toraks, ekokardiografi-Doppler dan katerisasi. Kriteria
Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis decomp-cordis kongestif.
Terdapat 2 kriteria , yaitu kriteria major dan kriteria minor.
Kriteria major meliputi : Paroksimal noktunal dispnea, distensi vena leher, ronkhi
paru, kardiomegali, edema paru akut, gallop S3, peninggian tekanan vena
jugularis, refluks hepatojugular.
Kriteria minor meliputi : Edema ekstremitas, batuk malam hari, dispnea d’effort,
hepatomegali, efusi pleura, penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal, takikardia
>120 menit.
Major atau minor
Penurunan BB lebih sama dari 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan. Diagnosis
decomp-cordis ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.
Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan
gejala dan tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru,
peningkatan JVP, hepatomegali, edema tungkai. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya
gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead,
ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide,
angiografi dan tes fungsi paru.
Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya
pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%),
gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada
tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg
dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis
Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25
mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang
menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak
gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih
banyak terkena adalah bagian kanan.
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal
pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun
gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran
yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas
ST – T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi
atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya
menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal
jantung sebagai penyebab dispneu pada pasien sangat kecil
kemungkinannya.
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat
berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan
gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung.
Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua
pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang
berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan
fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel
kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau
aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi
sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup,
serta mengetahui risiko emboli.
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan
anemia sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk
mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal
jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan
mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional,
karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal
jantung
yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain
untuk mengetahui adanya
gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis
apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian
angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi.
Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia
dapat terjadi pada pemberian diuretik tanpa suplementasi kalium
dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal
jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-
inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung
kongestif tes fungsi hati (bilirubin,
AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati.
Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan
sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda
biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan
plasma NT proBNP adalah 300 pg/ml.
Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat
mengetahui ejection fraction,
laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan
abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan
pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi
ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global
maupun segmental serta mengetahui tekanan diastolik,
sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui
tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi
penalaksanaan secara non farmakologis dan secara
farmakologis, keduanya dibutuhkan karena akan saling
melengkapi untuk penatlaksaan paripurna penderita gagal
jantung. Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan kronik
ditujukan untuk memperbaiki gejala dan progosis, meskipun
penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta
beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat kita mengetahui
penyebab gagal jantung akan semakin baik
Prognosisnya.
Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara
lain adalah dengan menjelaskan kepada pasien mengenai
penyakitnya, pengobatan serta pertolongan yang dapat
dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti pengaturan
nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan
kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta
pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita
terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat. Penderita
juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang
positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta
neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas terhadap insulin
meskipun efek terhadap kelengsungan hidup belum dapat
dibuktikan. Gagal jantung kronis mempermudah dan dapat
dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi terhadap
influenza dan pneumococal perlu dipertimbangkan. Profilaksis
antibiotik pada operasi dan prosedur gigi diperlukan terutama
pada penderita dengan penyakit katup primer maupun pengguna
katup prostesis.
Penatalaksanaan gagal jantung kronis meliputi penatalaksaan
non farmakologis dan farmakologis. Gagal jantung kronis bisa
terkompensasi ataupun dekompensasi. Gagal jantung
terkompensasi biasanya stabil, dengan tanda retensi air dan
edema paru tidak dijumpai. Dekompensasi berarti terdapat
gangguan yang mungkin timbul adalah episode udema paru akut
maupun malaise, penurunan toleransi latihan dan sesak nafas
saat aktifitas. Penatalaksaan ditujukan untuk menghilangkan
gejala dan memperbaiki kualitas hidup. Tujuan lainnya adalah
untuk memperbaiki prognosis serta penurunan angka
rawat.
Obat – obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis
antara lain: diuretik (loop dan thiazide), angiotensin converting
enzyme inhibitors, blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol),
digoxin, spironolakton, vasodilator (hydralazine /nitrat),
antikoagulan, antiaritmia, serta obat positif inotropik.
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5
– 2 l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada
pasien. Tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan
gejala karena mengurangi metabolisme serta meningkatkan
perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada
penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan
pada penderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik
berat dengan dilatasi ventrikel.
Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis
dispneu, takikardia serta cemas, pada kasus yang lebih berat
penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi
(tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output
yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi shock
kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok
kardiogenik biasanya timbul pada infark miokard luas, aritmia
yang menetap (fibrilasi atrium maupun ventrikel) atau adanya
problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun defek
septum ventrikel pasca infark.
Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi
dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk
mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangan
kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan. Menempatkan
penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen
konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama
yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing
yang akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan
dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi
jaringan, semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat
akibat metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang
buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki asidosis, pemberian
bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter.
Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan
menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala
walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan
produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh
prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid,
sehingga harus dihindari bila memungkinkan.
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam
penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat
menurunkan kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan
kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan
pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 – 3 mg
intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.
Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi
preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk
pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah
bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih
tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner.
Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi
keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu
perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada
pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya
16 – 24 jam.
Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang
diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien
gagal jantung yang disertai krisis hipertensi. Pemberian
nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan
fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5 μg/kg/menit.
Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator.
Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang
dihasilkan ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki
hemodinamik dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas
susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin,
aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena
menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan
laju jantung, meningkatkan stroke volume karena berkurangnya
afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg dalam 1
menit dilanjutkan dengan infus 0,01 μg/kg/menit.
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung
akut yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat
inotropik dan / atau vasodilator digunakan pada penderita gagal
jantung akut dengan tekanan darah 85 – 100 mmHg. Jika tekanan
sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor
merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan
akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap
cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata >
65 mmHg.
Pemberian dopamin _ 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt
akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi
peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 – 15
μg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta
yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi.
Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan
2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik
(vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2
– 3 μg/kg/mnt, untuk meningkatkan curah jantung diperlukan
dosis 2,5 – 15 μg/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat
terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15
– 20 μg/kg/mnt.
Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP
menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan
inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah
milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi
penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah
mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik
positif. Dosis milrinone intravena 25 μg/kg bolus 10 – 20 menit
kemudian infus 0,375 – 075 μg/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25 –
0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 – 7,5 μg/kg/mnt.
Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung
akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70
mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan
tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan
darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit. Obat yang biasa
digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan
infus kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5 μg/kg/mnt. Norepinefrin
diberikan dengan dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt.
Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang
menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau
dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit jantung koroner
dan sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan
hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan
preload dan afterload. Tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat seperti lood diuretik intravena, nitrat atau
nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium intravena
(nicardipine). Loop diuretik diberkan pada penderita dengan
tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk menurunkan preload
dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner. Nicardipine
diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan
afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal, diterapi sesuai
penyakit dasar. Aritmia jantung harus diterapi.
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon
intra aorta, pemasangan pacu
jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular assist
device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal
jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan
respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau
ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung
bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan
mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan
pada penderita dengan bradikardia yang simtomatik dan blok
atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter device
bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia
ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis
yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada
penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap
terapi terutama inotropik.
Prognosis
Prognosis pada decomp-cordis dapat dinilai dalam berbagai cara termasuk aturan
prediksi klinis dan pengujian latihan cardiopulmonary. Aturan prediksi klinis
menggunakan gabungan dari faktor-faktor klinis seperti tes laboratorium dan
tekanan darah untuk memperkirakan prognosis. Antara beberapa aturan prediksi
klinis untung prognosing decomp-cordis akut, aturan sedikit mengungguli ‘EFEK
aturan’ lain pada pasien stratifikasidan mengidentifikasi mereka yang berisiko
rendah kematian selama rawat inap atau dalam 30 hari.
Metode mudah untuk mengidentifikasi pasien risiko rendah adalah :
a. Mematuhi aturan Pohon menunjukkan bahwa pasien dengan nitrogen urea
darah <43mg / dl dan tekanan darah sistolik paling sedikit 115 mm Hg
memiliki kesempatan kurang dari 10% dari kematian rawat inap atau
komplikasi.
b. BWH aturan menunjukkan bahwa pasien dengan tekanan darah sistolik
lebih dari 90 mm Hg, tingkat pernafasan 30 atau kurang nafas per menit,
natrium serum lebih dari 135 mmol / L tidak ada ST-T baru gelombang
perubahan memiliki kesempatan kurang dari 10% dari kematian rawat
inap atau komplikasi.
Sebuah metode yang sangat penting untuk menilai prognosis pada pasien decomp-
cordis stadium lanjut adalah latihan pengujian kardiopulmoner (CPX pengujian).
CPX pengujian biasanya diperlukan sebelum transpalasi jantung sebagai indikator
prognosis. Pengujian latihan cardiopulmonary melibatkan pengukuran
dihembuskan oksigen dan karbondioksida selama latihan. Konsumsi oksigen
puncak (VO2 max) digunakan sebagai indikator prognosis. Sebagai aturan
umum, VO2 max ,10cc / kg/ menit menunjukkan kelangsungan hidup miskin dan
menunjukkan bahwa pasien mungkin menjadi kandidat untuk transplantasi
jantung. Para penderita decomp-cordis bertahan hidup skor adalah skor dihitung
dengan menggunakan kombinasi dan prediksi klinis dan VO2 max dari tes latihan
cardiopulmonary.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.scribd.com/doc/24454390/DECOMP-CORDIS
http://id.scribd.com/doc/6240224/Gagal-Jantung-Kongestif
http://id.scribd.com/doc/44945976/4/DIAGNOSIS-GAGAL-JANTUNG-
KRONIS-3-1-1TANDA-DAN-GEJALA-GAGAL-JANTUNG
http://id.scribd.com/doc/41194802/9/III-7-Manifestasi-klinis-gagal-jantung-4
http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/123906-S09012fk-Hubungan
%20antara-Literatur.pdf
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311116ANEH/BAB
%20II.pdf
http://www.scribd.com/doc/67591733/Patofisiologi-gagal-jantung
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/9_gagal%20jantung.pdf