makalah blok 14 vion

24
Fraktur Tertutup Atvionita Sinaga 102012369 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Tingkat 1 Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 [email protected] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur merupakan terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi factor lain seperti proses degenerative juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress atau beban yang lebih besar dan kemampuan tulang untuk mentolelir beban tersebut. Fraktur dapat menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan kecacatan atau kehilangan fungsi ekstremitas permanen,selain itu komplikasi awal yang berupa infeksi dan tromboemboli (emboli fraktur) juga dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera, oleh karena itu radiografi sudah memastikan adanya fraktur maka harus segera dilakukan stabilisasi atau perbaikan fraktur. 1

Upload: atvionitasinaga14184

Post on 12-Sep-2015

236 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

Fraktur TertutupAtvionita Sinaga102012369Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Tingkat 1Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat [email protected] I. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangFraktur merupakan terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi factor lain seperti proses degenerative juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress atau beban yang lebih besar dan kemampuan tulang untuk mentolelir beban tersebut. Fraktur dapat menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan kecacatan atau kehilangan fungsi ekstremitas permanen,selain itu komplikasi awal yang berupa infeksi dan tromboemboli (emboli fraktur) juga dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera, oleh karena itu radiografi sudah memastikan adanya fraktur maka harus segera dilakukan stabilisasi atau perbaikan fraktur.Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh yang terkena cidera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang di rasakannya, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan integritas kulit serta berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya, selain itu fraktur juga dapat menyebabkan kematian. Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul.

II. TINJAUAN PUSTAKA2.1 PengertianFraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (smeltzer & Bare, 2002). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau tegangan fisik. (Mansjoer ,2002) Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian.2.2 Anamnesaa. Identitas KlienMeliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.b. Keluhan UtamaPada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:1. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.\2. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.3. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.4. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.5. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.c. Riwayat Penyakit SekarangPengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.d. Riwayat Penyakit DahuluPada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.e. Riwayat Penyakit KeluargaPenyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).f. Riwayat PsikososialMerupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

2.3 Pemeriksaan FisikTeknik pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan visual atau pemeriksaan pandang (inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi), pemeriksaan ketok (perkusi), dan pemeriksaan dengar dengan menggunakan stetoskop (auskultasi). Pada pemeriksaan fisik secara komprehensif seorang dokter perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu keadaan umum pasien, pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan kulit, kepala, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan, pemeriksaan leher, punggung, thoraks atau dada, kelenjar limfe yang penting menentukan diagnosis, jantung, abdomen, ekstremitas atas maupun bawah.2Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.Pemeriksaan fisis pada pasien dengan fraktur dilakukan untuk mencari lokasi dan tanda-tanda yang biasa menyertai adanya fraktur. Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya syok, anemia atau perdarahan, juga kemungkinan kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen, atau adanya faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.2Pada pemeriksaan inspeksi, yang perlu diperhatikan adalah keadaan umum penderita secara keseluruhan, membandingkan dengan bagian yang sehat, memperhatikan posisi anggota gerak, ekspresi wajah pasien yang ditunjukkan karena nyeri, lidah kering atau basah, adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan, apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka, ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari, perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan, lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain, perhatikan kondisi mental penderita, dan keadaan vaskularisasi.2Pada pemeriksaan palpasi, Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain temperatur setempat yang meningkat, nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang, krepitasi yang dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati, pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena, refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna dan temperatur kulit pada bagian distal daerah trauma, pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai.2

2.4Pemeriksaan Diagnostika. Pemeriksaan Radiologi1. Pemeriksaan rontgen: Dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu anterior-posterior dan lateral Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur. Pemeriksaan ini juga berguna untuk mengikuti proses penyembuhan tulang.2. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.3. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.4. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.5. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.b. Pemeriksaan Laboratorium1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.c. Pemeriksaan lain-lain1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.3. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

2.5 Struktur Anatomi FemurFemur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit.Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum.Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.

2.6 Working DiagnosisFraktur tertutup Regio Femur Dextra 1/3 Distal

2.7 Etiologi Fraktur1. Fraktur akibat peristiwa traumaJika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur dapat disebabkan oleh trauma, antara lain :a. Trauma langsungBila fraktur terjadi ditempat dimana bagian tersebut terdapat ruda paksa, misalnya : benturan atau pukulan pada tulang yang mengakibatkan fraktur.b. Trauma tidak langsungMisalnya pasien jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi, dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan, suprakondiskuler, klavikula. c. Trauma ringanDapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh.Selain itu fraktur juga disebabkan olehkarena metastase dari tumor, infeksi, osteoporosis, atau karena tarikan spontan otot yang kuat.2. Fraktur akibat kecelakaan atau tekananTulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang menimapnya.3. Fraktur PatologisDalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minordapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendalidan progresif.b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapattimbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yangmempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan absorbsiVitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

2.8 Patogenesis Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap hematoma tersebut, dan menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang di sebut callus. Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang melarutkan tulang. Pada permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang-tulang saling menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa. Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudianjuga tumbuh sel jaringan mesenkin yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus tulang.

2.9 Manifestasi Klinik 1. Nyeri terus menerus dan bertanbah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme tulang yang menyertai fraktur untuk meminimalkan gerakan antara fragmen tulang.2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.3. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa), bukan tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran frakmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlahat maupun teraba). Ekstremitas yang bisa diketaui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. 4. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur. Frakmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 5 cm (1 2).5. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.6. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linier atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain)

2.10 Klasifikasi FrakturPenampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.c. . Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.6). Comminuted : fraktur yang terdapat 2 atau lebih garis frakturd. Berdasarkan jumlah garis patah.1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).f Berdasarkan posisi frakurSebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :1) 1/3 proksimal2) 1/3 medial3) 1/3 distalg. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.

2.10 Komplikasi Fraktur1. Komplikasi Awal Kerusakan Arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, sianosis pada bagian distal, hematoma melebar, dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. Sindrom kompartemen. Merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat. Fat Embolism Syndrome (FES). Adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Ditandai dengan gangguan pernafasan, tahikardi, hipertensi, tahipnea, dan demam. Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi dapat juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF & OREF) dan plat. Nekrosis Avaskular. Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu sehingga menyebabkan nekosis tulang. Syok. Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun.

2. Komplikasi Lama Delayed Union. Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang menurun. Non-union. Adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi. Mal-union. Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, pemendekan, atau union secara menyilang, misalnya pada fraktur tibia-fibula.

2.11 Penatalaksanaan Non Medika MentosaPenatalaksanaan konservatif. Merupakan penatalaksanaan non pembedahan agar immobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi. Proteksi (tanpa reduksi atau immobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah. Imobilisasi degan bidai eksterna (tanpa reduksi). Biasanya menggunakan plaster of paris (gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal. Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu berupa reduksi yang bertahap dan imobilisasi.12Penatalaksanaan pembedahan Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF:Open Reduction internal Fixation). Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF: Open reduction Eksternal Fixation). Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur atau remuk).12

Medika MentosaPada kejadian fraktur, segera hilangkan nyeri dnegan pemberian obat golongan opioid secara intravena, segera lakukan blok saraf, pasang gips, dan traksi. Buatlah akses intravena dengan baik dan kirim golongan darah dan sampel untuk dicocokkan. Fraktur terbuka membutuhkan debridement, antibiotik, dan profilaksis untuk terjadinya tetanus.13

Penatalaksanaan Kedaruratan Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanyafraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur,penting untuk meng-imobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien dipindahkan.Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapatdilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapatmenyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindarigerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang memadai sangat pentinguntuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yangkemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat jugadilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapatdibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distalcedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer.Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegahkontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkanbila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas.Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan denganlembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasienmungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampaidigerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

2.12 PencegahanUntuk pencegahan fraktur femur yang perlu dilakukan adalah menjauhi hal-hal yang bisa mengakibatkan trauma pada femur, makan makanan yang tinggi akan kalsium dan vitamin D, bangunlah otot yang kuat untuk mencegah terjatuh dan untuk tetap aktif dan gesit. Juga selalu gunakan sabuk pengaman atau sistem pengamanan lainnya dalam berkendara, gunakan selalu peralatan keselamatan yang sesuai dalam olahraga atau aktifitas.1413. PrognosisPasien yang dapat bertahan dari trauma awal yang terkait dengan cedera yang dialami biasanya akan sembuh dengan baik. Mobilisasi dini yang mengikuti fiksasi intra medulla sangat mengurangi komplikasi yang berhubungan dengan imobilisasi berkepanjangan. Usia juga mempengaruhi waktu dan kualitas penyembuhan. Fraktur yang terjadi karena keadaan kesehatan yang lain, atau fraktur patologis akan sulit untuk penyembuhan lebih lanjut. Pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan fraktur tertutup pada femur mempunyai tingkat kematian ebesar 17% dan tingkat komplikasi hingga 54%.15

3.1 Daftar Pustaka1. Ngastiyah. 2007. Perawatan Pada Anak. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC2. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku KedokteranEGC3. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit bukuKedokteran EGC4. Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3.Jakarta: Penerbit BukuKedokteran: EGC5. Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2 Jilid 2. Jakarta: MediaAesculapicus Penerbit FK UI6. Soemarmo.2008.Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi 2.Jakarta:Penerbit IDAI

sselbacher,Braunwald,Wilson,Martin,Fauci& Kasper. Harrison : Prinsip prinsip Ilmu Penyakit Dalam edisi 13.Jakarta:EGC;1999.h.101-4. pemeriksaan demam tifoid.

3. Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Mikrobiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC. 1996.

4. Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: departemen farmakologi dan terapeutik FKUI. 2009.

5. Isselbacher,Braunwald,Wilson,Martin,Fauci& Kasper. Harrison : Prinsip prinsip Ilmu Penyakit Dalam edisi 13.Jakarta:EGC;1999.h.101-4. pemeriksaan demam tifoid.

6. Santoso,Mardi.Kapita selekta Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: yayasan diabetes Indonesia;2004.

7. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba Medika, 2002:1-43.

8. Widodo Darmowandoyo. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis. Jakarta ;Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI: 2002.h. 367-375

12