makalah echinostoma

19
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Echinostoma sp adalah cacing trematoda yang menyerang usus halus. Cacing dewasa dari Echinostoma sp biasa menginfeksi manusia, dan hewan. Hewan yang dapat diinfeksi oleh Echinstoma sp antara lain ayam, bebek, dan tikus. Penyakit yang disebabkan oleh cacing Echinostoma disebut Ekinostomiasis. Ekinostomiasis pertama kali ditemukan di negara Filipina oleh Garrinson pada tahun 1907 di daerah Ilocana. Awal mulanya Garrinson mengira yang ditemukan adalah trematoda hati Fasciola. Kemudian Odhner pada tahun 1911 mencatat morfologi khas yaitu adanya duri-duri disekitar batil hisap mulut, sehingga mendeskripsikan sebagai Echinostoma. Infeksi yang disebabkan Echinostoma sp pada usus halus dapat mengakibatkan diare, sakit perut, anoreksia dan anemia. Penyebaran Echinostoma yang tinggi bisa disebabkan karena pola konsumsi masyarakat daerah tersebut yang terbiasa mengkonsumsi tutut, atau keong air sawah, sebagai hospes perantara II, yang mengandung metaserkaria dalam kondisi mentah atau kurang matang. 1

Upload: debi-maya-dianti

Post on 03-Jan-2016

1.697 views

Category:

Documents


76 download

DESCRIPTION

makalah tentang Echinostoma nih..

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Echinostoma

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Echinostoma sp adalah cacing trematoda yang menyerang usus halus. Cacing

dewasa dari Echinostoma sp biasa menginfeksi manusia, dan hewan. Hewan

yang dapat diinfeksi oleh Echinstoma sp antara lain ayam, bebek, dan tikus.

Penyakit yang disebabkan oleh cacing Echinostoma disebut Ekinostomiasis.

Ekinostomiasis pertama kali ditemukan di negara Filipina oleh Garrinson pada

tahun 1907 di daerah Ilocana. Awal mulanya Garrinson mengira yang

ditemukan adalah trematoda hati Fasciola. Kemudian Odhner pada tahun 1911

mencatat morfologi khas yaitu adanya duri-duri disekitar batil hisap mulut,

sehingga mendeskripsikan sebagai Echinostoma. Infeksi yang disebabkan

Echinostoma sp pada usus halus dapat mengakibatkan diare, sakit perut,

anoreksia dan anemia.

Penyebaran Echinostoma yang tinggi bisa disebabkan karena pola konsumsi

masyarakat daerah tersebut yang terbiasa mengkonsumsi tutut, atau keong air

sawah, sebagai hospes perantara II, yang mengandung metaserkaria dalam

kondisi mentah atau kurang matang.

Ekinostomiasis pada manusia disebabkan paling tidak dari 11 spesies, endemik

di Asia Tenggara dan Asia Timur, antara lain China, Taiwan, India, Korea,

Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Baru-baru ini juga ditemukan kasus

Ekinostomiasis di Kamboja.

Dengan mengetahui penyebaran Echinostoma sp, dapat diketahui spesies

manasajakah yang ada di negara tertentu, dengan begitu akan memudahkan

dalam melakukan diagnosis terhadap cacing dewasa Echinostma sp.

1

Page 2: Makalah Echinostoma

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah penyebaran cacing Echinostoma sp di negara-negara Asia

tenggara dan sekitarnya?

Bagaimana cara mendiagnosis ekinostomiasis?

1.3 Tujuan Penulisan

Tulisan ini akan menguraikan tentang penyebaran Echinostoma sp di negara

Asia Tenggara dan sekitarnya serta cara untuk mendiagnosis Echinostoma sp.

2

Page 3: Makalah Echinostoma

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Klasifikasi

Kedudukan Echinostoma sp menurut klasifikasi dunia hewan

Filum : Platyhelminthes

Kelas : Trematoda

Subklas : Digenea

Ordo : Echinostomata

Famili : Echinostomatidae

Subfamili : Echinostomatinae

Genus : Echinostoma

Terdapat 11 spesies yang pernah ditemukan pada manusia, yaitu: Echinostoma

ilocanum; Echinstoma malayanum; Echinostoma lindoense; Echinostoma

mehlis; Echinostoma revolutum; Echinostoma cinetorchis; Echinostoma

macrorchis; Echinostoma recurvatum; Himasthla muehlensi; Paryphostonum

sufratyfex; Echinochasmus perfoliatus.

Yang pernah ditemukan pada hewan, antara lain: E. thapari pada ikan; E.

jacaretinga terdapat pada reptil; 95 spesies pada burung dan 14 spesies pada

mamalia.

2.2 Siklus Hidup

Telur keluar bersama tinja, telur matang di air, operkulum terbuka, mirasidium

keluar. Mirasidium mencari hospes perantara I sporokista redia

serkaria. Serkaria keluar dari hospes perantara I mencari hospes perantara II

metaserkaria masuk ke tubuh manusia cacing dewasa hidup di usus

halus telur.

3

Page 4: Makalah Echinostoma

Manusia yang terinfeksi cacing Echinostoma sp akibat mengkonsumsi keong air

(hospes perantara II) yang mengandung metaserkaria dalam kondisi mentah

atau setengah matang. Cacing dewasa hidup di usus halus. Lama hidup

masing-macing cacing dewasa bergantung pada jenis spesiesnya.

Masing-masing spesies cacing Echinostoma membutuhkan hospes perantara I

yang spesifik untuk perkembangan mirasidium menjadi serkaria. Berikut nama

hospes perantara I dengan spesies cacing Echinostomanya:

Spesies Keong air Hospes Perantara I

E. ilocanum Gyraulus convexiusculus (di Filipina dan Jawa)

Hippeutis umbillicalis (Filipina)

G. Prashadi (India)

E. recurvatum Gyraulus convexiusculus

E. malayanum Lymnaea rubiqinosa

Lymnaea leuteola (India)

E. revolutum Gyraulus convexiusculus

Lymnaea rubiqinosa

Physa occidentalis

Spesies-spesies dari Lymnaea, Paludina, Seqmentia,

Helisoma

E. lindoense Gyraulus convexiusculus

Anisus sarasinorum

Begitu juga dengan hospes perantara II, masing-masing spesies menggunakan

keong air sebagai hospes perantara II yang berbeda-beda, untuk

perkembangan serkaria menjadi bentuk kista yang disebut metaserkaria.

Ukuran keong air sebagai hospes perantara II biasanya lebih besar dari hospes

perantara I.

Berikut nama spesies Echinostoma beserta hospes perantara II nya:

Spesies Keong air Hospes Perantara II

4

Page 5: Makalah Echinostoma

E. ilocanum Pila conica (di Filipina)

Vivaparus javanicus (Jawa)

E. recurvatum Vivaparus javanicus

Pisidium subtruncatum

Potamopyrus jenkisi

Contradeus contradeus

E. malayanum Pila scutata

Lymnaea leuteola

ikan Barbus stiqma

E. revolutum genus Viviparus dan Pila serta beberapa

Lamellibranchiata

beberapa spesies dari Corbicula, Sphaerium

E. lindoense Corbicula lindoensis

Corbicula javanica

Corbicula celebensis

Selain menginfeksi manusia, beberapa spesies Echinostoma juga dapat

menginfeksi hewan, maka hewan berperan sebagai hospes reservoar. Hewan

yang dapat menjadi hospes reservoar antara lain tikus liar, anjing, kucing,

ayam, bebek. Untuk E. lindoense, infeksi alamiahnya hanya ditemukan pada

manusia, tetapi secara eksperimental dapat dipakai tikus putih, tikus ladang,

burung merpati, bebek, angsa. 1

2.3 Morfologi

2.3.1 Telur

Telur Echinostoma berbentuk lonjong dengan penebalan disalah satu

ujung berwarna lebih gelap dan terdapat operkulum yang kecil di ujung

berlawanan. Setiap spesies memiliki ukuran, warna dan lamanya waktu

menetas.

E. ilocanum : ukuran 83 – 116 µ x 53 – 68 µ . Warna

kehijauan, lama telur menetas 15 hari

5

Page 6: Makalah Echinostoma

E. recurvatum : ukuran 70 – 107 µ x 50 – 61 µ . warna

kekuningan

E. malayanum : ukuran 105 – 150 µ x 63 – 87 µ . warna

coklat terang. menetas 9 – 11 hari

E. revolutum : ukuran 94 – 119 µ x 59 – 71 µ. Warna

kekuningan, menetas setelah 21 hari

2.3.2 Cacing dewasa

Keterangan gambar:

Duri-duri disekitar batil hisap mulut

1. E. malayanum 42 duri

2. E. lindoensis 37 duri

3. E. recurvatum 45 duri

4. E. revolutum 37 duri

5. E. ilocanum 53 duri

Ciri yang khas dari cacing Echinostoma sp adalah duri disekitar batil

hisap mulut yang membentuk tapal kuda. Spesies-spesies Echinostoma

dapat dibedakan dari jumlah duri disekitar batil hisap mulut tersebut.

6

Sumber: Bonne C, et al, 1948.1

Telur Echinostoma sp Telur Echinostoma revolutum

Page 7: Makalah Echinostoma

Echinostoma memiliki 2 batil hisap, yakni batil hisap mulut dan batil hisap

perut. Testis agak bulat, berlobus, tersusun satu dibelakang yang lain,

terdapat di bagian posterior tubuh. Ovarium bulat, terletak di depan

testes anterior.

Keterangan gambar:

morfologi cacing dewasa

1. E. recurvatum

2. E. ilocanum

3. E. malayanum

4. E. lindoense dan E. revolutum

Ukuran cacing dewasa masing-masing spesies berbeda-beda

E.ilocanum : 2,5 – 6,5 mm x 1 – 1,35 mm x 0,5 – 0,6 mm

E. recurvatum : 2,5 – 5 mm x 0,4 – 0,7 mm

E. malayanum : 5 – 9 mm x 2,2 – 3 mm

E. revolutum : 10 – 14 mm x 2 – 3 mm

E lindoense : 13 – 15 mm x 2 – 2,5 mm

7

Sumber: Bonne C, et al, 1948.1E. ilocanum

Page 8: Makalah Echinostoma

BAB III

Penyebaran dan Diagnosis Echinostoma sp di Asia Tenggara dan

Sekitarnya

8

Page 9: Makalah Echinostoma

3.1 Penyebaran Echinostoma sp

3.1.1 Penyebaran Echinostoma sp di Indonesia

Di Indonesia terdapat 5 spesies yang pernah dilaporkan menginfeksi

manusia, yaiut E. ilocanum ; E. revolutum, E. malayanum, E.lindoense, E.

recurvatum berada di pulau Jawa, Sumatra dan Sulawesi. Peningkatan

jumlah kasus dikarenakan pola konsumsi masyarakat, seperti mulai

mengkonsumsi keong sawah dalam kondisi yang mentah atau setengah

matang.

Pada tahun 2010 seperti dilansir dari radarsukabumi.com, di Sukabumi telah

dibuka restoran yang khusus menyediakan olahan keong air sawah.

Penelitian pada tahun 2010 dilakukan pada itik di daerah Surabaya,

ditemukan Echinostoma revolutum. Echinostoma revolutum dalam saluran

pencernaan itik yang telah diinfeksi jauh lebih tinggi dibandingkan

Trematoda lainnya (Notocotylus imbricatus dan Paramonostomumsp. dari

Familia Notocotylidae). Pada itik cacing E. revolutum ditemukan tersebar di

dalam saluran pencernaan mulai dari usus halus, caecum, rectum dan

kloaka. Infeksi ringan cacing ini umumnya tidak patogen, sedangkan untuk

infeksi berat dapat menyebabkan enteritis (Kusumanihardja, 1993)2.

3.1.2 Penyebaran Echinostoma sp di Filipina

Di Filipina, 2 spesies Echinostoma yang menginfeksi manusia adalah E.

ilocanum dan E. malayanum. Konsumsi keong air tawar seperti Pila luzonica

(keong sawah besar), Gyraulus phrasadi dan ikan sebagai kilawen (salad

dengan ikan mentah, udang, dan moluska dengan cuka garam dan cabai)

dicurigai sebagai sumber utama penularan Echinostoma. Di Filipina,

manusia terinfeksi Echinostoma juga dari memakan keong mentah Lymnaea

cumingiana, dan P. luzonica), ikan, dan berudu sebagai bagoong atau

llkiholl (makanan mentah atau asin). Infeksi dengan E. ilocanum dan E.

malayanum mengikuti tren kekeluargaan sebagaimana mengkonsumsi

makanan

mentah atau asin tadi dan kebiasaan makan yang diwariskan dari satu

9

Page 10: Makalah Echinostoma

generasi

ke yang berikutnya.

3.1.3 Penyebaran Echinostoma sp di Kamboja

Pada tahun 2007, Woon-Mok Sohn, Jong-Yil Chai, Tai-Soon Yong, Keeseon

S. Eom, Cheong-Ha Yoon, Muth Sinuon, Duong Socheat, Soon-Hyung Lee

melakukan pemeriksaan feses di 4 sekolah dasar di Provinsi Pursat, dan

menemukan bahwa rata-rata dari 11,9% murid sekolah mendapatkan hasil

positif terhdapa tes untuk telur echinostoma. Menurut keterangan staff

sekolah, anak-anak suka makan siput setengah matang atau kerang

spesies tak dikenal yang dijual di jalan ke rumah mereka setelah

sekolah. Cacing dewasa yang terindentifikasi adalah E. revolutum. Pihak

peneliti melaporkan ekinostomiasi sebagai infeksi trematoda endemik

diantara murid sekolah di Pursat.

The Korea Association of Health Promotion, Korea, bekerjasama dengan

The National Centre for Parasitology, Entomology, and Malaria Control,

Ministry of Health, Kamboja, dari tahun 2006 – 2011, juga melakukan

penelitian di Provinsi Oddar Meanchey, dan menemukan E. ilocanum

3.1.4 Penyebaran Echinostoma sp di Malaysia dan Singapura

Di Malaysia dan Singapura, hanya satu spesies yang dilaporkan

menginfeksi manusia, yaitu E. malayanum.

3.1.5 Penyebaran Echinostoma di Thailand

Empat spesies echinostoma (E. malayanum, E. revolutum, E. echinatum,

and Hypoderaeum conoideum) dilaporkan terdapat di Thailand. Makan siput

mentah dan berudu diidentifikasi sebagai modus transmisi echinostoma.

Ekinostomiasis sangat umum pada wanita usia subur di desa di Thailand.

3.1.6 Penyebaran Echinostoma sp di Asia

10

Page 11: Makalah Echinostoma

Tiga spesies echinostoma dilaporkan menginfeksi manusia dan terdapat di

Taiwan adalah E. melis, E. revolutum,dan Echinoparyphium recurvatum.

Kerang segar dan ikan dicurigai sebagai sumber infeksi. Kerang Corbicula

dimakan mentah, dan ikan mentah dimakan dengan bubur. Pengawetan

tidak mengubah inektifitas dari metaserkaria.3

Tujuh spesies echinostoma dilaporakan menginfeksi manusia di dataran

Cina pada tahun 1991. Pada tahun 1992 ditemukan tiga spesies baru:

Echinochasmus liliputanus, Echinochasmus fujilanensis, dan

Echinochasmus angustitestis.

Tiga spesies echinostoma telah dilaporkan ada di Korea menginfeksi

manusia, yakni E. cinetorchis, E. hortense, dan E. japonicum. Infeksi

echinostoma pada manusia telah sering muncul di Korea mulai tahun 1923.

Memakan keong mentah atau ikan kurang matang dicurigai sebagai modus

utama infeksi pada manusia di Korea.

Sejumlah kasus ekinostomiasis dilaporkan dari Jepang. Memakan ikan air

tawar sebagai sashimi khususnya, teridentifikasi sebagai cara utama dalam

infeksi manusia dari E. cinetrochis, E. hortense, dan E. japonicum.

Dua spesies dilaporkan ada di India, yakni E. malayanum and

Paryphostomum sufrartyfex.

3.2 Diagnosis Echinostoma sp

3.2.1 Gejala

Cacing dewasa Echinostoma sp akan menginfeksi usus halus inangnya.

Umumnya, cacing dewasa Echinostoma sp akan menyebabkan luka kecil

yang gejala ringannya tidak terlihat. Untuk gejala berat, cacing dewasa

akan inflamasi pada mukosa usus halus yang dapat menyebabkan sakit

perut, perut kembung, dan diare. Pada anak-anak, diare, sakit perut,

anemia dan edema, gejala ini memiliki kemiripan dengan faskiolopsis.4

11

Page 12: Makalah Echinostoma

3.2.2 Diagnosis, Perawatan dan Pencegahan

Diagnosis ekinostomiasis dilakukan dengan pemeriksaan feses. Penemuan

telur dengan morfologi yang sudah dibahas pada bab II, membuktikan

bahwa penderita benar telah terinfeksi cacing Echinostoma sp. Untuk

mengetahui spesies apa yang menginfeksi, bisa dilakukan identifikasi pada

cacing dewasa yang ditemukan. Teknik untuk pemeriksaan feses

ekinostomiasis dianjurkan dengan cara konsentrasi

Penggunaan obat dalam perawatan sama dengan yang digunakan untuk

infeksi oleh Fasciolopsis buski. Ekinostomiasis dapat dicegah dengan

memakan makanan secara matang. Bila ingin memakan keong air tawar,

yang adalah hospes perantara II dari Echinostoma sp, harus diyakinkan

bahwa keong tersebut telah benar-benar matang.

BAB IV

Penutup

4.1 Kesimpulan

12

Page 13: Makalah Echinostoma

Ekinostomiasis pada manusia disebabkan paling tidak dari 11 spesies, endemik

di Asia Tenggara dan Asia Timur, antara lain China, Taiwan, India, Korea,

Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Untuk penyebarannya, tidak semua spesies

ada di satu negara. Seperti di Indonesia, ada 5 spesies Echinostoma yang telah

dilaporkan menginfeksi manusia yakni E. ilocanum ; E. revolutum, E.

malayanum, E.lindoense, E. recurvatum. Kemudian di Filipina 2 spesies

Echinostoma yang menginfeksi manusia E. ilocanum dan E. malayanum. Di

Kamboja ditemukan E. revolutum dan E. ilocanum. Malaysia dan Singapura

hanya ditemukan 1 spesies yang menginfeksi manusia yakni E. malayanum. Di

Thailand terdapat 4 spesies E. malayanum, E. revolutum, E. echinatum, dan

Hypoderaeum conoideum. Di belahan Asia lainnya Taiwan adalah E. melis, E.

revolutum,dan Echinoparyphium recurvatum. Cina ditemukan tiga spesies baru:

Echinochasmus liliputanus, Echinochasmus fujilanensis, dan Echinochasmus

angustitestis. Di Korea yang menginfeksi manusia, yakni E. cinetorchis, E.

hortense, dan E. japonicum. Di Jepang E. cinetrochis, E. hortense, dan E.

japonicum dan di India, yakni E. malayanum and Paryphostomum sufrartyfex.

Untuk diagnosis ekinostomiasis adalah menemuka telur dalam feses. Cara

diagnosis yang dianjurkan adalah dengan teknik konsentrasi. Untuk spesies

cacingnya, diidentifikasi dari cacing dewasa, dilihat jumlah duri pada batil hisap

mulut.

Daftar Pustaka

1) Suarsini, Endang. 1988. Prevalensi Metaserkaria dan Identifikasi

Echinostoma spp. Pada Keong B. Javanica di Derah Cakung, Jakarta

(Tesis). Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta

13

Page 14: Makalah Echinostoma

2) Suheny. 2010. Prevalensi Infeksi Cacing Saluran Pencernaan Itik Jawa

(Anas javanica) Yang Dipotong dan Dijual Di Beberapa Pasar

Tradisional Kota Surabaya (Artikel Ilmiah). Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Airlangga. Surabaya.

3) Graczyk and Fried. 1998. Echinostomiasis: A Common But Forgotten Food-

Borne Diseas. The American Society of Tropical Medicine and Hygiene:

501 – 504.

4) Goldsmith, Robert, Heyneman Donald. 1989. Tropical Medicine and

Parasitology. Appleton & Lange: 477.

www.ajtmh.org/content/58/4/501.full.pdf

www.allbpi.org/burrjazz2/press/Name-Of-Cambodia.html

www.atlas.or.kr/atlas/alphabet_view.php?my_codeName=Echinostoma

%20revolutum

www.dpd.cdc.gov/dpdx/html/ImageLibrary/A-F/Echinostomiasis/egg.htm

www.goliath.ecnext.com/.../Echinostoma-revolutum-infection-in-child.

www.imbang.staff.umm.ac.id/files/2010/.../PENYAKIT-PARASIT-UNGGAS.doc

www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2878229/

www.parasitol.or.kr/kjp/Synapse/Data/PDFData/0066KJP/kjp-49-187.pdf

14