makalah epilepsi tutor 7
TRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
EPILEPSI
Disusun Oleh : Tutor 7
Agsti Pratiwi 220110090083
Della Hawani 2201100900
Endah Siti Nurhayati 220110090011
Elisah 220110097002
Euis Purnama 220110090114
Habsyah Saparidah Agustina 220110090098
Nizar Haqiki 220110090070
Sanny Sundari 220110090044
Sinta Wijayanti 220110090024
Suci Amalya Fitrianingsih 220110090130
Tarina Eka Putri 2201100900112
Ulan Imagi 220110090058
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN 2011
I. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM SARAF
Sistem saraf mempunyai kemampuan untuk mengoordinasikan, menafsirkan, dan
mengendalikan interaksi antar individu dan lingkungan sekitarnya. Fisiolgis sistem ini
juga mengatur aktivitas berbagai organ lain, seperti pernafasan, kardiovaskular, ginjal,
dan organ lainnya agar tercipta kondisi yang seimbang dari seluruh sitem tubuh.
Sistem saraf terdiri atas :
a) Jaringan Saraf Dan Fungsinya
b) Sistem saraf pusat
c) Sistem saraf tepi/perifer.
A. JARINGAN SARAF DAN FUNGSINYA
Jaringan saraf terdiri atas :
1. Neuron
Neuron merupakan satuan kerja utama dari sistem saraf yang berfungsi
menghantarkan impuls listrik yang terbentuk akibat adanya suatu stimulus
(rangsang). Jutaan sel saraf ini membentuk suatu sistem saraf.
Struktur Neuron, yaitu :
Badan Sel
Secara relatif badan sel lebih besar dan mengelilingi nukleus yang didalamnya
ada nukleoulus. Disekelilingnya terdapat perikarion yang berisi neurofilamen
yang berkelompok yang disebut neurofibril. Di luarnya terhubungkan dengan
dendrit dan akson yang memberikan dukungan terhadap pross-proses
fisiologis.
Dendrit
Dendrit adalah tonjolan yang menghantarkan informasi ke badan sel. Dendrit
berfungsi mengirimkan impuls ke badan sel saraf.
Akson
Akson berfungsi mengirimkan impuls dari badan sel ke sel saraf yang lain atau
ke jaringan lain. Akson biasanya sangat panjang sebaliknya, dendrit pendek.
Pada ujung akhir dari akson terdapat sinapsis yang merupakan celah antara
ujung saraf dimana neurotransmitter dilepaskan untuk menghantar impuls ke
saraf selanjutnya atau organ yang dituju.
Sel Schwann
Pada bagian luar akson terdapat lapisan lemak disebut mielin yang dibentuk
oleh sel schwann yang menempel pada akson. Sel Schwann merupakan sel
glia utama pada sistem saraf perifer yang berfungsi membentuk selubung
mielin. Fungsi mielin adalah melindungi akson dan memberi nutrisi. Bagian
dari akson yang tidak terbungkus mielin disebut nodus ranvier, yang dapat
mempercepat penghantaran impuls.
Klasifikasi neuron terbagi dua, yaitu :
a. Berdasarkan struktur neuron
Neuron tanpa akson
Secara struktur lebih kecil dan tidak mempunyai akson. Neuron ini berlokasi
di otak dan beberapa organ perasa khusus.
Neuron Bipolar
Neuron bipolar mempunyai dua serabut, satu dendrite dan satu akson. Jenis
neuron ono dijumpai dalam epitel olfaktorius, dalam retina mata, dan dalam
telinga dalam.
Neuron Unipolar
Neuron unipolar hanya mempunyai satu serabut yang dibagi menjadisatu
cabang sentral yang berfungsi sebagai satu akson dan satu cabang perifer yang
berguna sebagai satu dendrite. Jenis neuron ini merupakan neuron-neuron
sensorik saraf perifer (misalnya, sel-sel ganglion cerebrospinalis).
Neuron Multipolar
Neuron multipolar mempunyai beberapa dendrite dan satu akson. Jenis neuron
ini merupakan yang paling sering dijumpai pada system saraf pusat (misalnya,
sel-sel motoris pada cornu anterior dan lateralis medulla spinalis, sel-sel
ganglion otonom)
b. Berdasarkan fungsi neuron
Neuron sensorik
Neuron sensorik berasal dari divisi aferen dari sistem saraf tepi ( SST ).
Neuron ini membawa informasi dari reseptor pesan sensorik untuk dibawa ke
sistem saraf pusat.
Reseptor sensorik yang lebih spesifik meliputi :
o Eksteroseptor, menyediakan informasi tentang kondisi lingkungan luar dan
informasi yang didapat dari sentuhan, suhu, sensasi tekanan, dan informasi
yang didapat dari indra seperti penglihatan, penciuman, pendengaran, dan
peraba.
o Propiseptor, memonitor keadaan posisi dan pergerakan otot rangka dan
sendi.
o Interoseptor, memonitor kondisi sistem pencernaan, pernapasan,
kardiovaskuler, perkemihan, reproduksi, serta beberapa sensasi perasa dan
rasa nyeri.
Neuron motorik
Menyampaikan impuls dari SSP ke efektor perifer. Akson-akson pembawa
pesan dari SSP yang disebut dengan serabut eferen, terdiri atas sistem saraf
somatis (SSS) dan sistem saraf otonom (SSO)
Interneuron
Ditemukan seluruhnya dalam SSP. Neuron ini menghubungkan neuron
sensorik dan motorik atau menyampaikan informasi ke interneuron lain.
2. Neuroglia
Sel neuroglia memberikan makanan, perlindungan dan dukungan struktur
dari neuron-neuron. Ada empat tipe sel neuroglia yaitu:
Astrosites
Adalah sel berbentuk bintang yang memiliki sejumlah prosesus panjang,
sebagian besar melekat pada dinding kapiler darah melalui perdikel atau "kaki
vaskular”. Sel ini berfungsi memberikan makanan, menyimpan informasi,
mempertahanakan electric potential neural danmembantu melindungi blood
brain barrier yang mengelilingi kapiler-kapiler sistem saraf pusat.
- Sel ini memberikan penopang struktural dan mengatur transpor materi
diantara darah dan neuron.
- Kaki vaskular dipercaya berkontribusi terhadap barier darah otak, atau
tingkat kesulitan makromolekul tertentu pada plasma darah untuk masuk
ke jaringan otak.
- Astrosit fibrosa terletak di substansi putih otak dan medula spinalis;
astrosit protoplasma ditemukan pada substansi abu-abu.
Oligodendroglia (oligodendrosit)
Sel ini membentuk selubung myelin yang melingkari absen dalam sistem saraf
pusat. Sel ini menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil dan jumlah
prosesusnya lebih sedikit dan lebih pendek.
- Oligodendrosit dalam SSP analog dengan sel schwann pada saraf perifer.
- Bagian ini membentuk lapisan mielin untuk melapisi akson dalam SSP.
Mikroglia
Ditemukan dekat neuron dan pembuluh darah, dan dipercaya memiliki peran
fagositik. Sel glia berukuran kecil dan prosesusnya lebih sedikit dari jenis sel
glital lain.
Mikroglia berfungsi mengangkat mikroba dan sel-sel debris dari sistem saraf
pusat. Proses ini disebut dengan pagositosis.
Sel epidermal
Sel-sel ini membatasi sistem ventrikel fleksus koroid dari kanalis sentralis dan
medulla spinalis.
3. Sinaps
Informasi dan komunikasi dari sel saraf terjadi karena adanya proses listrik
dan kimia. Hantaran impuls dari neuron satu ke yang lainnya melalui sinap. Sinap
adalah tempat/titik pertemuan antara neuron satu dengan neuron yang lainnya dan
ke otot. Struktur dari sinap terbagi atas presinap yaitu bagian akson terminal
sebelum sinap, celah sinap yaitu ruang diantar pre dan post sinap dan post sinap
pada bagian dendrit. Pada celah sinap terdapat senyawa kimia yang berfungsi
menghantarkan impuls yang disebut neurotransmitter. Neurotransmitter
mempunyai sifat eksitasi (meningkatkan impuls) misalnya asetilkolin,
norepineprin dan inhibisi (menghambat impuls) misalnya Gamma Aminobutyric
Acid (GABA) pada jaringan otak dan glisin pada medula spinalis. Proses dimana
impuls saraf dihantarkan melalui sinaps disebut transmisi sinaps.
Fungsi Jaringan Saraf
a. Impuls Saraf
Komponen listrik dari transmisi saraf menangani transmisi impuls di
sepanjang neuron. Permeabilitas membrane sel neuron terhadap ion natrium dan
kalium bervariasi dan dipengaruhi oleh perubahan kimia serta listrik dalam neuron
tersebut (terutama neurotransmitter dan stimulus organ reseptor). Dalam keadaan
istirahat, permeabilitas membrane sel menciptakan kadar kalium intrasel yang
tinggi dan kadar natrium intra sel yang rendah, bahkan pada kadar natrium
extrasel yang tinggi. Impuls listrik timbul oleh pemisahan muatan akibat
perbedaan kadar ion intrasel dan extrasel yang dibatasi membrane sel. Keadaan
listrik pada membrane istirahat, extrasel lebih banyak ion natrium sebaliknya
intrasel lebih banyak ion kalium. Membrane dalam keadaan relative impermeable
terhadap kedua ion.
Polarisasi
Keadaan listrik pada saat polarisasi, ekstrasel lebih banyak ion natrium dan
sebaliknya intrasel lebih banyak ion kalium. Membran dalam keadaan
impermeabel terhadap kedua ion.
Depolarisasi
Potensial membrane istirahat berubah dengan adanya stimulus. Ion natrium
masuk ke intrasel secara cepat. Pembentukan potensial aksi pada tempat
perangsangan.
Repolarisasi
Potensial istirahat kembali terjadi. Ion kalium dari dalam sel dan permeabilitas
membrane berubah kembali. Terjadi pemulihan keadaan negative di dalam sel dan
positif di luar sel.
Potensial aksi yang terjadi atau impuls pada saat terjadi depolarisasi dialirkan
ke ujung saraf dan mencapai ujung akson (akson terminal). Saat potensial aksi
mencapai akson terminal akan dikeluarkanlah neutransmitter, yang melintasi
sinaps dan dapat saja merangsang saraf berikutnya.
b. Konduksi saltatori
Pada serabut-serabut mielin terjadi loncatan potensial akson dari satu node of
ranvier ke node ranvier selanjutnya disebut konduksi saltatori. Konduksi saltatori
akan meningkatkan kecepatan rangsang dan menghemat energi.
c. Neurotransmitter
Neurotransmitter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan
disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson. Zat kimia ini dilepaskan
dari akson terminal melalui eksositosis dan juga direarbsorpsi untuk daur ulang.
Neurotransmitter merupakan cara komunikasi antarneuron. Setiap neuron
melepaskan satu transmitter. Zat-zat kimia ini menyebabkan perubahan
permeabilitas sel neuron, sehingga dengan bantuan zat-zat kimia ini maka neuron
dapat lebih mudah dalam menyalurkan impuls, bergantung pada jenis neuron dan
transmiter tersebut (Ganong, 1999).
Diduga terdapat tiga puluh macam neurotransmitter. Contoh neurotramsmitter
adalah asetilkolin, epinefrin dan norepinefrin, histamin, dopamin, serotonin, asam
gama-aminobutirat (GABA), glisin, dan lain-lain.
Ada dua tipe neurontransmitter yaitu eksitasi dan inhibisi. Ada beberapa
transmitters eksitasi, yaitu asetilkolin adalah yang paling umum, lainnya adalah
norepinephrine, dopamin, dan setonin. Transmitter inhibisi terdiri dari glycine dan
gamma aminobutyric acid.
Pelepasan suatu transmitter eksitasi menyebabkan depolarisasi membran
postsinap dan mengakibatkan pengiriman rangsangan. Suatu transmitter inhibisi
pada tangan yang lain menyebabkan membran postsinap menjadi kurang
permeabel terhadap ion-ion Natrium. Akibatnya, menjadi keadaan hiperpolarisasi
yang membuat lebih stabil dan kurang perka terhadap rangsangan.
Enzim-enzim yang dapat memecahkan belah atau membuat tidak aktifnya
neurotransmitter pada bagian dari membran postsinap atau celah sikap. Beberapa
enzim-enzim meliputi cholinesterase, monoamine oxidase (MAO) dan catechol
omethyltransferase (CMOT). Model yang kan membuat menjadi tidak aktifnya
meurotransmitter adalah reutake mechanism yang mana memperbolehkan
neurotransmitter ditarik kembali menuju bagian terminal presinap.
B. SISTEM SARAF PUSAT (SSP)
1. OTAK
STRUKTUR OTAK DAN FUNGSI
a. Serebrum
Serebrum merupakan bagian otak yang paling besar dan paling menonjol. Di
sini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan
motorik, juga mengatur proses penalaran, memori, dan inteligensi. Hemisfer
serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer serebri kiri
mengatur bagian tubuh kanan. Konsep fungsional ini disebut pengendalian
kontralateral.
Korteks serebral terdiri dari sepasang lobus. Fissura longitudinal besar
membagi menjadi hemisfere kiri dan kanan.
Lobus frontal
Lobus frontalis mencakup bagian dari korteks serebrum bagian depan
yaitu dari sulkus sentralis (suatu fisura atau alur) dan di dasar sulkus lateralis.
Bagian ini memiliki area motorik dan pramotorik. Area Broca terletak di
lobus frontalis dan mengontrol ekspresi bicara. Area asosiasi di lobus frontalis
menerima informasi dari seluruh otak dan menggabungkan informasi-
informasi tersebut menjadi pikiran, rencana, dan perilaku. Lobus frontalis
bertanggung jawab untuk perilaku bertujuan, penentuan keputusan moral, dan
pemikiran yang kompleks. Lobus frontalis memodifikasi dorongan-dorongan
emosional yang dihasilkan oleh sistem limbik dan refleks vegetatif dari batang
otak.
Badan sel di area motorik primer lobus frontalis mengirim tonjolan-
tonjolan akson ke medula spinalis, yang sebagian besar berjalan dalam jalur
yang disebut sebagai sistem piramidalis. Pada sistem piramidalis, neuron-
neuron motorik menyeberang ke sisi yang berlawanan. Informasi motorik dari
sisi kiri korteks serebrum berjalan ke bawah sisi kanan medula spinalis dan
mengontrol gerakan motorik sisi kanan tubuh, demikian sebaliknya. Akson-
akson lain dari area motorik berjalan dalam jalur ekstrapiramidalis. Serat-serat
ini mengontrol gerakan motorik halus dan berjalan di luar piramid ke medula
spinalis.
Lobus parietal
Lobus parietal adalah daerak korteks yang terletak pada posterior ke
sulkus sentral di atas fisura lateralis, dan meluas ke belakang ke fisura parieto-
oksipitalis. Lobus ini merupakan area sensorik primer otak untuk sensasi raba
dan pendengaran. Sel lobus parietalis bekerja sebagai area asosiasi sekunder
untuk menginterpretasikanra ngsangany ang datang Lobus ini sebagai korteks
sensorik untuk menganalissa karakteristik spesifik dari input sensorik, lobus
parietal juga memberikan orientasi spatial, kesadaran terhadap bagian-bagian
dari tubuh dan analisa hubungan antara bagian-bagian tubuh.
Lobus temporal
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke
bawah dari fisura lateralis dan ke sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis. Lobus temporalis adalah area asosiasi primer untuk informasi
auditorik dan mencakup area Wernicke tempat interpretasi bahasa. Lobus ini
juga terlibat dalam interpretasi bau dan penyimpanan memori.
Lobus oksipital
Lobus oksipital merupakan daerah reseptif visual utama, yang
memungkinkan untuk melihat. Juga pada bagian dalam lobus.
Lobus ini terletak di sebelah posterior dari lobus parietalis dan di atas.
Fisura parieto-oksipitalis, yang memisahkannya dari serebelum.Lobus ini
adalah pusat asosiasi visual utama. Lobus ini menerima informasi yang berasal
dari retina mata.
b. Korteks serebri
Korteks serebri atau mantel abu-abu (grey matter) dari serebrum mempunyai
banyak lipatan yang disebut giri (tunggal girus). Susunan seperti ini
memungkinkan permukaan otak menjadi luas (diperkirakan seluas 2200 cm2) yang
terkandung dalam rongga tengkorak yang sempit. Korteks serebri adalah bagian
otak yang paling maju dan bertanggung jawab untuk mengindra lingkungan.
Korteks serebri menentukan perilaku yang bertujuan dan beralasan. Beberapa
daerah tertentu dari korteks serebri telah diketahui memiliki fungsi spesifik. Pada
tahun 1909 seorang neuropsikiater Jerman, Korbinian Brodmann, telah
membagi korteks serebri menjadi 47 area. Kendatipun memiliki keterbatasan, peta
Brodmann tetap merupakan panduan umum yang sangat berguna bagi
pembahasan fungsi-fungsi korteks (Gambar 1.5).
c. Serebellum
Serebelum (Gambar 1.6) terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi
oleh duramater yang menyerupai atap tenda, yaitu tentorium, yang
memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Serebelum dihubungkan dengan
batang otak oleh tiga berkas serabut yang disebut pedunkulus. Pedunkuli serebeli
superior berhubungan dengan mesensefalon; pedunkuli serebeli media
menghubungkan kedua hemisfer otak; sedangkan pedunkulus serebeli inferior
berisi serabut-serabut traktus spinosereberaris dorsalis dan berhubungan dengan
medula oblongata. Semua aktivitas serebelum berada di bawah kesadaran.
Ada dua fungsi utama serebelum, meliputi:
1) mengatur otot-otot postural tubuh dan
2) melakukan program akan gerakan-gerakan pada keadaan sadar maupun
bawah sadar.
Serebelum mengoordinasi penyesuaian secara cepat dan otomatis dengan
memelihara keseimbangan tubuh. Serebelum merupakan pusat refleks yang
mengoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus, dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh (Price,
1995).
d. Mesensefalon
Otak tengah terletak antara diechepalon dan pons mengandung inti dari saraf
cranial II dan IV. Juga mengandung jalur motorik dan sensorik dan saling
berhubungan dengan batang otak, korteks, dan medulla spinalis.
Mesensefalon (otak tengah) merupakan bagian pendek dari batang otak yang
letaknya di atas pons. Bagian ini mencakup bagian posterior, yaitu tektum yang
terdiri atas kolikuli superior dan kolikuli inferior serta bagian anterior, yaitu
pedunkulus serebri. Kolikuli superior berperan dalam refleks penglihatan dan
koordinasi gerakan penglihatan, kolikuli inferior berperan dalam refleks
pendengaran, misalnya menggerakkan kepala ke arah datangnya suara.
Pedunkuli serebri (atau basis pedunkuli) terdiri atas berkas serabut-serabut
motorik yang berjalan turun dari serebrum. Substansia nigra dan nukleus ruber
terletak dalam mesensefalon dan merupakan bagian dari jaras ekstrapiramidal atau
jaras impuls motorik involunter.
Substansia nigra mempunyai banyak hubungan antara lain dengan korteks
serebri, ganglia basalis, nukleus ruber, dan formasio retikularis. Diduga bahwa
substansia nigra mempunyai peranan inhibisi kompleks terhadap area yang
dihubunginya. Lesi pada substansia nigra dapat mengakibatkan kekakuan otot,
tremor halus pada waktu istirahat, iangkah yang lamban serta diseret, dan wajah
seperti topeng. Penyakit Parkinson melibatkan substansia nigra dan
neurotransmiternya yaitu dopamin.
Nukleus ruber (red nuclews) mempunyai hubungan dengan serebelum, korteks
serebri, substansia nigra, ganglia basalis, formasio retikularis, dan nukleus
subtalamik. Bagian ini berperan dalam refleks postural serta refleks untuk
menegakkan badan pada orientasi kepala seseorang terhadap ruang.
e. Diencephalon
Diensefalon adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan struktur-struktur
di sekitar ventrikel ketiga dan membentuk inti bagian dalam serebrum.
Diensefalon biasanya dibagi menjadi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,
epitalamus, dan hipotalamus. Diensefalon memproses rangsang sensorik dan
membantu mencetuskan atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsang-
rangsang tersebut.
Thalamus
Talamus terdiri atas dua struktur ovoid yairg besar (Gambar 1.8),
masing-masing mempunyai kompleks nukleus yang saling berhubungan
dengan korteks serebri ipsilateral, serebelum, dan dengan berbagai kompleks
nuklear subkortikal seperti yang ada dalam hipotalamus, formasio retikularis
batang otak, ganglia basalis, dan mungkin juga substansia nigra.
Talarnus merupakan stasiun relai yang penting dalam otak dan juga
merupakan pengintegrasi subkortikal yang penting. Semua jaras sensoirik
utama (kecuali sistem olfaktorius) membentuk sinaps dengan nukleus talamus
dalam perjalanannya menuju korteks serebri. Bukti-bukti menunjukkan bahwa
taiamus bertindak sebagai pusat sensasi primitif yang tidak kritis, yaitu
individu dapat samar-samar merasakan nyeri, tekanan, raba, getar, dan suhu
yang ekstrem. Misalnya, nyeri dapat dirasakan tetapi tidak dapat ditentukan
tempatnya. Diskriminasi sensorik yang lebih halus memerlukan resolusi
kortikal, tetapi respons emosional terhadap rangsang sensorik mungkin
terintegrasi pada tingkat talamus.
Subthalamus
Subtalamus merupakan nukleus ekstrapiramidal diensefalon yang
penting. Subtalamus mempunyai hubungan dengan nukleus ruber, substansia
nigra, dan globus palidus dari ganglia basalis. Fungsinya belum diketahui
sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia
dramatis yang disebut hemibalismus.
Ephitalamus
Epitalamus merupakan pita sempit jaringan saraf yang membentuk
atap diensefalon. Struktur utama area ini adalah nukleus habenular dan
komisura, komisura posterior, striae medularis, dan epifisis. Epitalamus
berhubungan dengan sistem limbik dan berperan pada beberapa dorongan
emosi dasar dan intelrasi informasi olfaktorius. Epifisis mensekresi melatonin
dan membantu mengatur irama sirkadian tubuh serta menghambat hormon
gonadotropin.
Ephitalamus berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan.
Juga mengatur refleks-refleks primitive yang mengimpor masukan untuk
mendapat makanan.
Hipotalamus
Hipotalamus terletak di bawah talamus. Hipotalamus mempunyai
beberapa fungsi mengontrol temperature, metabolism air, mengontrol lapar,
mengatur aktivitas fisceral dan somatic dan emosi fisik dan emosi.
Hipotalamus juga mengatur sekresi kelenjar pituitary dan bertanggung
jawab terhadap bagian dari siklus kewaspadaan tidur.
f. Batang Otak
Bagian-bagian batang otak dari atas ke bawah adalah pons dan medula
oblongata. Di seluruh batang otak banyak ditemukan jaras-jaras yang berjalan
naik dan turun. Batang otak merupakan pusat relai dan refleks dari SSP.
Pons
Pons (dalam bahasa Latin " jembatan") merupakan serabut yang
menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta menghubungkan
mesensefalon di sebelah atas dengan medula oblongata di bawah (Gambar
1.7). Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikoserebelaris yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.
Lokasinya antara otak tengah dan medulla oblongata, dimana banyak
mengandung inti saraf kranial V sampai ke VII.
Bagian bawah pons berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus
saraf kranial V (trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat di sini.
Medulla oblongata
Medulla oblongata adalah kelanjutan dari medulla spinalis,
berhubungan dengan ponds dan serebelum. Medulla oblongata mengandung
jalur saraf asendence dan desendence, dimana terdapat inti saraf cranial VIII
dan XII. Medula spinalis ini juga sebagai bagian dari retikula formation.
Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk
jantung, vasokonstriktor, pernapasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air
liur, dan muntah. Semua jaras asendens dan desendens medula spinalis dapat
terlihat di sini. Pada permukaan anterior terdapat dua pembesaran yang disebut
piramid yang terurama mengandung serabut-serabut motorik volunter. Di
bagian posterior medula oblongata terdapat pula dua pembesaran yang
merupakan fasikuli dari jaras asendens kolumna dorsalis, yaitu fasikulus
grasilis dan fasikulus kuteanus. Jaras-jaras ini menghantarkan tekanan,
proprioseptif otot-otot sadar, sensasi getar, dan diskriminasi taktil dua titik
g. Formasio retikularis
Formasio retikularis terdiri atas jaringan kompleks badan sel dan serabut yang
saling terjalin membentuk inti sentral batang otak. Bagian ini berhubungan ke
bawah dengan sel-sel intemunsial medula spinalis serta meluas ke atas dan ke
dalam diensefalon serta telensefalon.
Fungsi utama sistem retikularis antara lain:
Integrasi berbagai proses kortikal dan subkortikal yaitu penentuan status
kesadaran dan keadaan bangun;
modulasi transmisi informasi sensorik ke pusat-pusat yang lebih tinggi;
modulasi aktivitas motorik;
pengaturan respons otonom dan siklus tidur-bangun;
tempat asal sebagian besar monoamin yang disebarkan ke seluruh SSP.
h. Ganglia basal
Ganglia basal berhubungan dengan pengontrolan motorik dari pergerakan
tubuh yang halus.
i. Kelenjar pituitari
Pada dasar otak, di dalam ruang tulang yang disebut dengan sella tursika
terdapat kelenjar pituitary. Pituitary anterior atau adenohipofisis mensekresikan 6
hormon:
Growth Hormon
Adrenal stimulating Hormon
Thyroid stimulating Hormon
Prolactine
Folikel stimulating Hormon
Luteinizing Hormon
Pituitary posterior atau neurohipofisis mensekresikan Antidiuretic hormone
dan Oxytocin.
j. Sistem-sistem khusus dari otak
Kumpulan dari neuron-neuron yang tersebar di batang otak dan dienchepalon
disebut reticular formation, yang memberikan secara terus menerus rangsang
untuk mempertahankan tonus otot yang akan mendukung tubuh. Di mulai dari
otak yang paling bawah dan berjalan ke atas sampai menuju korteks serebral,
dimana merupakan reticular stimulating system. System ini juga berperan dalam
mengontrol tidur, kewaspadaan dan kemampuan perhatian langsung terhadap
daerah spesifik dari pikiran sadar.
2. MEDULA SPINALIS
Dilindungi oleh 33 ruas tulang belakang : cervical : 7, thoracal : 12, lumbal :
5, sakral : 5 dan 4 ruas yang membentuk koksigis. Medulla spinalis merupakan bagian
sistem saraf pusat yang menggambarkan perubahan terakhir pada perkembangan
embrio. Semula ruangan besar kemudian mengecil menjadi kanalis sentralis. Medulla
spinalis terdiri atas dua belahan yang sama dipersatukan oleh struktur intermedia yang
dibentuk oleh sel saraf dan didukung oleh jaringan interstisial.
Medulla spinalis membentang dari foramen magnum sampai setinggi vertebra
lumbalis I dan II, ujung bawahnya runcing mempunyai kerucut yang disebut konus
medularis, terletak di dalam kanalis vertebralis melanjut sebagai benang-benang dan
akhirnya melekat pada vertebra koksigialis pertama. Kira-kira setinggi vertebra
servikalis III sampai vertebra torakalis II, medulla spinalis menebal ke samping.
Penebalan ini dinamakan intumensensia servikalis.
Foramen intervertebra adalah ruangan antara vertebra dimana akar saraf spinal
lewat. Intervertebral disk yang berlokasi antara ruas vertebra yang memungkinkan
vertebra dapat bergerak. Setiap intervertebral disk terdiri dari kapsul yang tipis yang
mengelilingi substansia gelatinosa yang disebut nucleus pulposus.
Spinal cord dimulai dari medulla oblongata sampai lumbal pertama. Sebagai jalur
komunikasi / pesan ke dan dari otak sebagai pusat refleks.
Akar depan bersifat motorik dan akar belakang bersifat sensorik. Bila terjadi
kerusakan pada akar belakang menyebabkan kehilangan sensasi, bila terjadi
kerusakan pada akar depan menyebabkan terjadinya kelemahan/paralisis.
Fungsi Medula Spinalis
Pesan diantarkan ke dan dari otak yang disalurkan melalui jalur keatas (jalur
sensorik) dan kebawah (jalur motorik). Traktus spinothalamik (sensorik) mengantar
sensasi nyeri, temperatur, sentuhan kasar.
Jalur posterior yang disebut fasikulus grasilis dan fasikulus cuneatus yang
membawa sensasi sentuhan halus, posisi dan getaran. Bagian lateral dan anterior dari
traktus corticospinal (pyramidal) merupakan jalur desending yang terdiri dari serabut
yang berasal dari korteks motorik pada otak dan disalurkan ke batang otak dan turun
ke spinal cord. Berfungsi untuk gerakan yang menurut kemauan dan menstimulasi
aktifitas otot yang selanjutnya menghambat yang lain. Juga membawa serabut yang
berfungsi menghambat tonus otot. Ekstrapyramidal yaitu jalur antara corteks cerebral,
basal ganglia, batang otak, spinal cord keluar dari traktus pyramidal. Berperan untuk
mempertahankan tonus otot dan gerakan kasar.
C. SISTEM SARAF PERIFER/TEPI(SST)
1. Saraf limbik
Istilah limbik (limbus) berarti "batas" atau "tepi." Bagian yang termasuk dari
sistem limbik adalah nukleus dan terusan batas traktus antara serebri serta
diensefalon yang mengelilingi korpus kalosum. Sistem ini merupakan suatu
pengelompokan fungsional bukan anatomis serta mencakup komponen serebrum,
diensefalon, dan mesensefalon. Struktur kortikal utama adalah girus singuli
(kingulata), girus hipokampus, dan hipokampus. Bagian subkortikal mencakup
amigdala, traktus olfaktorius, dan septum (Gambar 1.10).
Secara fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal di bawah ini.
Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah laku
individu.
Suatu respons sadar terhadap lingkungan.
Memberdayakan fungsi intelektual korteks serebri secara tidak sadar dan
mengfungsikan secara otomatis batang otak untuk merespons keadaan.
Memfasilitasi penyimpanan memori dan menggali kembali simpanan memori
yang diperlukan.
Merespons suatu pengalaman dan ekspresi alam perasaan, terutama reaksi
takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku seksual.
Sistem limbik memiliki hubungan timbal balik dengan banyak struktur saraf
sentral pada beberapa tingkat integrasi termasuk neokorteks, hipotalamus, dan
sistem aktivasi retikular dari batang otak. Gangguan persepsi terutama dalam
mengingat kembali, krisis emosional, dan gangguan hubungan dengan orang lain
serta dengan objek, diperkirakan berkaitan dengan struktur limbik.
2. Saraf kranial
Saraf-saraf kranial langsung berasal dari otak dan keluar meninggalkan
tengkorak melalui lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina (tunggal,
foramen). Terdapat 12 pasang saraf kranial yang dinyatakan dengan nama atau
dengan angka Romawi. Saraf-saraf tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II),
okulomotorius (III), troklearis (IV), trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII),
vestibulokoklearis (VIII), giosofaringeus (IX), vagus (X), aksesorius (XI),
hipoglosus (XlI). Saraf kranial I, II, dan VIII merupakan saraf sensorik murni.
Saraf kranial III, IV, XI, dan XII terutama merupakan saraf motorik, tetapi juga
mengandung serabut proprioseptif dari otot-otot yang dipersarafinya. Saraf kranial
V, VII, dan X merupakan saraf campuran. Saraf kranial III, VII, dan X juga
mengandung beberapa serabut saraf dari cabang parasimpatis sistem saraf otonom.
1) Saraf Oflaktori (N I) (Sensorik)
Saraf ini tanggap terhadap sensasi penciuman, kemudian meneruskan ke
hidung dan terus ke lobus frontal.
2) Saraf optic (N II) (sensorik)
Saraf ini respon terhadap penglihatan. Saraf optic ini meneruskan rangsang
dari retina menuju lobus oksipital.
3) Saraf okulomotorik (N III) (motorik dan otonom)
Saraf ini mempengaruhi 4 dari 6 otot pergerakan bola mata, mengangkat
kelopak mata, dan mengkontriksi pupil.
4) Saraf troklear (N IV) (motorik)
Saraf ini mengontrol otot bola mata untuk mengerkan mata kebawah dan
keluar.
5) Saraf Trigeminal (N V) (motorik dan sensorik)
Saraf ini menerima sensasi nyeri, temperature dan sentuhan dari muka, kulit
kepala, nasal, dan rongga mulut. Saraf ini juga mengontrol otot untuk
mengunyah dan reflks kornea.
6) Saraf Abdusen (N VI) (motorik)
Saraf ini menogntrol otot untuk menggerakan bola mata ke arah luar
7) Saraf Fasial (N VII) (Sensorik dan Motorik)\
Saraf facial ini mempengaruhi otot ekspresi muka, juga tanggap terhadap
sensasi rasa (pengecap) pada 2/3 lidah bagian anterior.
8) Saraf Akustik (N VIII)(sensorik)
Saraf ini mempunyai 2 cabang, yaitu cabang koklear responsive untuk
pendengaran dan cabang vestibular untuk keseimbangan.
9) Saraf Glosofaringeal (N IX) (sensorik, motorik, otonom)
Saraf ini menerima sensasi dari faring dan sensasi dari rasa pada 1/3 posterior
lidah. Saraf ini juga mengontrol sekresi dari saliva dan dengan saraf vagus
berperan dalam menelan. Saraf ini juga responsive untuk reflex gag.
10) Saraf Vagus (N X) (sensorik,motorik,otonom)
Saraf vagus ini mempengaruhi organ-organ dalam ruang thoraks dan
abdominal. Saraf ini juga responsive terhadap sensasi pada tenggorokan dan
Laring. Saraf vagus ini juga berperan dalam mnelan dan produksi suara.
11) Saraf aksesoris (N XI)(motorik)
Saraf aksesori responsive terhadap kemampuan dalam mengangkat bahu dan
rotasi kepala.
12) Saraf Hipoglossal (N XII)(motorik)
Saraf ini mengatur pergerakan lidah yang diperlukan untuk berbicara dan
menelan.
3. Saraf spinal
Saraf-saraf spinal pada manusia dewasa berukuran panjang sekitar 45 cm dan
lebar 14 rnm. Pada bagian permukaan dorsal dari saraf spinal terdapat alur yang
dangkal secara longitudinal pada bagian medial posterior berupa sulkus dan
bagian yang dalam dari anterior berupa fisura (Gambar 1.11).
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing
memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui
foramina intenertebrales (tubang pada tulang vertebra).
Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramen intervertebratis tempat
keluarnya saraf-saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar di antara
tulang oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian, terdapat 8
pasang saraf servikal (dan hanya 7 vertebra servikalis), 12 pasang saraf torakalis,
5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf sakralis, dan 1 pasang saraf koksigeal.
Pengenalan distribusi saraf spinal yang keluar sesuai dengan foramen interveteblal
dapat membantu perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dengan gangguan
pada saraf spinal, sesuai dengan kompresi dari distribusi saraf y ang keluar.
Saraf servikal dan thorakal muncul secara horizontal, sebaliknya saraf
Lumbal,sacral,dan koksigeus menurun dari tempat asal. Saraf sacral dan
koksigeus membentuk suatu kelompok saraf dibawah medulla spinalis yang
disebut ‘cauda eqina”.
Akar-akar saraf Dorsal
Akar-akar saraf dorsal dari saraf spinal membawa impuls sensorik(aferen)
dariberbagai macam reseptor menuju medulla spinalis. Segmen-segmen kulit
dipengaruhi oleh akar-akar saraf dorsal yang disebut “dermatome” . impuls-
impuls dihantarkanmelalui akar-akar saraf dorsal menuju ganglia dorsal dimana
badan-badan sensorik terdapat disana.
Akar-akar Ventral
Akar-akar saraf ventral dari spinal adalah penghantar impuls motorik atau
aferendari medulla spinalis menuju ke otot-oto kelenjar tubuh.
Fleksus
Ada 4 fleksus utama. Fleksus servikal terdiri dari 4 saraf servikal pertama. Fleksus
servikal mempengaruhi bagian belakang kepala, leher, dan bahu, dan memberikan
rangsangan pada saraf frenlk. Fleksus brachial yang terdiri dari 4 saraf servikal
yang terakhir dan 4 saraf thorakal yang pertama yang merangsang ektrimitas atas.
Fleksus Lumbal tersusunatas 4 saraf lumbal pertama dan juga meliputi ke 12 saraf
thorakal. Fleksus ini juga mempengaruhi bagian-bagian bawah tubuhdn
ekstrimitas bawah, serta merangsang saraf femoral. Fleksus sacral terdiri dari 2
saraf Lumbal terakhir dan 3 saraf sacral pertama. Fleksus ini merangsang
ekstrimitas bawah dan memberiakan rangsanagan pada saraf Psikiatik.
Lengkung refleks
Refleks sedehana, seperti pada refleks lutut, mewakili sirkuit saraf sederhana di
medulla spinalis dan tidak mempengaruhi pusat otak yang lebih tinggi. Tiga
lengkung refleks saraf mempengaruhi reseptor sensorik, neuron sensorik,
interneuron (gabungan dari neuron) dalam medula spinalis dan neuron motorik.
Reseptor sensorik mendeteksi rangsangan yang akan menuju medulla spinalis
melalui neuron sensorik. Aktifitas interneuron ini akan menimbulkan aktivitas
motor neuron untuk menimbulkan suatu respon motorik seperti gerakan menarik
dari sumber bunyi.
Pada dua lengkung refleks neuron, sinap neuron sensorik secara langsung
berhubungan dengan neuron motorik pada medulla spinalis, salah satunya refleks
lutut.
4. Sistem saraf otonom
Sistem saraf otonom (SSO) merupakan sistem persarafan campuran. Serabut-
serabut aferennya membawa masukan dari organ-organ viseral (berkaitan dengan
pengaturan denyut jantung, diameter pembuluh darah, pernapasan, pencernaan
makanan, rasa lapar, mual, pembuangan dan sebagainya). Saraf eferen motorik
(Gambar 1.12) SSO mempersarafi otot polos, otot jantung, dan kelenjar-kelenjar
viseral. SSO terutama berkaitan dengan pengaturan fungsi viseral dan interaksinya
dengan lingkungan dalam.
System saraf otonom mengatur dan mengkoordinasikan aktivitas vital visceral.
System saraf otonom mempengaruhi tiga tipe dari sel-sel efektor: sel-sel otot
polos, sel-sel otot kardiak dan sel-sel glandular (sekretori).
Sistem saraf otonom terdiri atas dua bagian yaitu sistem saraf simpatis dan
parasimpatis. Sebagian besar jaringan dan organ-organ di bawah kontrol otonom
yang mencakup kedua sistem ini. Sebagai mediator pada stimulus simpatis adalah
norepinefrin dan mediator impuls parasimpatis adalah asetilkolin. Kedua zat kimia
ini mempunyai pengaruh yang berlawanan
Tabel: Respon-respon eferan dari sistem saraf otonom
Struktur & Fungsi Simpatis Parasimpatis
Mata
Iris
Otot silinder
Jantung
Pembuluh darah
Arteri koroner
Otot skeletal
Viseral abdomen dan Kulit
Tekanan darah
Bronchus
Kecepatan pernapasan
Sistem pencernaan
Kelenjar saliva
Peristaltik
Sekresi digestive
Dilatasi pupil
Inhibit, lensa datar
Meningkatkan
kecepatan
Dilatasi
Dilatasi
Konstriksi
Meningkat
Dilatasi
Meningkat
Saliva kental
Menurun
Menurun
Konstriksi pupil
Merangsang menonjolnya
lensa
Menurun kecepatan
Konstriksi
Tidak ada efek
Tidak ada efek
Menurun
Konstriksi
Menurun
Saliva encer
Meningkat
Meningkat
Hepar
Sekresi empedu
Glikogen menjadi glukosa
Bladder
Dinding otot
Sphinter
Kelenjar adrenal
Kulit
Kelenjar keringat
Otot pilomotor
Menurun
Meningkat
Rileks
Kontraksi
Meningkat sekresinya
Meningkat
Kontraksi
Meningkat
Tidak ada efek
Kontraksi
Rileks
Tidak ada efek
Tidak ada efek
Tidak ada efek
a. SSO Simpatis
Terdiri dari suatu rantai ganglia (kelompok dari badan-badan sel) dan saraf
pada salah satu bagian dari medulla spinalis. Rantai meluas dari bagian servikal
terus menuju ke daerah lumbal, dimana preganglion neuron berasaldi torakal dan
segmen-segmen lumbal atas dari medulla spinalis. System ini menunjukan
sebagian besar torakolumbal. Neurotransmitter dari neuron preganglion yang
mana berakhir pada ganglia simpatis asetylcoline, selanjutnya serabut-serabut
preganglion adalah cholinergic.
Neuron postganglion berasala dari ganglia simpatis dan berakhir pada jaringan
otot yang tidak sadar (otot polos) atau jaringan glandular. Neuron-neuron
postganglion neurotransmitter adalah norepinephrine, hingga serabut-serabut
adrenergic. Selama stress, bagian adrenergic berperanan sebagai unit total untuk
menghasilkan suatu respon yang benar.
Divisi Simpatetik berisi neuron praganglionik yang berada di antara segmen
T1 danL2 dari saraf spinal dan neuron-neuron ganglionik yang berada di ganglia
dekat kolumna vertebra. Neuron ganglionik berada pada sisi lateral tanduk abu-
abu dan akson-akson masuk melalui akar ventral dari setiap segmen.
- Ganglia Kolateral. Visera abdominopelvis (Gambar 1.12) menerima inervasi
simpatis melalui serabut praganglionik yang menerobos rantai simpatis tanpa
sinaps. Serabut ini dimulai pada neuron-neuron praganglionik di segmen bawah
torakal dan segmen atas lumbal. Serabut ini menjalar pada dinding rongga dada
dan abdomen serta mengatur secara otonom keadaan di dalam rongga dada dan
abdomen.
- Medula Adrenal. Medula adrenal dimodifikasi oleh ganglion simpatetik. Sinaps
serabut praganglionik pada sel-sel neuroendokrin berfungsi untuk melepaskan
neurotransmiter epinefrin dan norepinefrin ke dalam sirkulasi umum.
Secara anatomis neuron simpatis terletak di ruas tulang torakal dan lumbal
(Gambar 1.13) yaitu pada susunan saraf medula spinalis; akson-aksonnya disebut
serabut praganglion, muncul melalui jalan pada semua akar saraf anterior dari ruas
tulang leher (servikal) kedelapan atau tulang torakal pertama menuju ruas tulang
lumbal kedua dan ketiga. Jarak dari medula ke serabut-serabut saraf ini
mempunyai perbedaan karena adanya perbedaan hubungan setiap rantai.
Komposisi serabut-serabut ini terdiri atas 22 mata rantai ganglia, yang meluas ke
seluruh lajur sepanjang spinal dan kedua sisi tubuh tulang belakang.
Beberapa dari sejumlah besar sinaps-sinaps bertemu dengan sel-sel saraf
dalam ratai. Rantai-rantai lain yang melintas tanpa membuat hubungan atau
kehilangan penghubung akan bergabung dengan ganglia besar "prevertebral"
dalam toraks, abdomen, dan pelvis atau satu ganglia "terminal" di sekitar organ
seperti kandung kemih atau rektum, serabut saraf postganglion yang berasal dari
rantai simpatis bergabung kembali dengan saraf spinal yang menuju ekstremitas,
pembuluh-pembuluh darah, kelenjar keringat dan jaringan otot polos dalam kulit.
Serabut-serabut postganglion dari pleksus prevertebral (misalnya pleksus
jantung, paru-paru, splanknik, dan pelvis) tersusun di dalam kepala dan leher,
toraks, abdomen, dan pervis, seterusnya akan berhubungan dengan serabut-serabut
dari bagian parasimpatis di dalam pleksus. Kelenjar adrenal, ginjal, hati, limpa,
lambung, dan duodenum (usus 12 jari) ada di bawah kontrol pleksus siliaka yang
terbesar umumnya diketahui sebagai pleksus solar.
Fungsi saraf otonom simpatis
Fungsi unik sistem saraf otonom simpatis adalah sistem ini siap siaga untuk
rnembantu dalam proses kedaruratan. Di bawah keadaan stres baik yang
disebabkan oleh fisik maupun emosional dapat menyebabkan peningkatan yang
cepat pada impuls simpatis. Tubuh mempersiapkan untuk respons "fight or flight"
jika ada ancaman.
Sebagai akibatnya, bronkiolus berdilatasi untuk memudahkan pertukaran gas,
kontraksi jantung yang kuat dan cepat, dilatasi arteri menuju jantung dan otot-otot
voiunter yang membawa lebih banyak darah ke jantung; konstriksi pembuluh
darah perifer yang membuat kulit pada kaki dingin tetapi memirau (shunting)
darah ke organ esensial yang aktif; dilatasi pupil; hati mengeluarkan glukosa
untuk energi cepat; peristaltik makin lambat; rambut berdiri; dan peningkatan
keringat. Pelepasan simpatis yang meningkat cepat sama seperti tubuh diberikan
suntikan adrenalin, sehingga stasiun sistem persarafan adrenergik kadang-kadang
digunakan jika menunjukkan kondisi seperti pada sistem persarafan simpatis.
b. SSO Parasimpatis
Serabut-serabut preganglion dari system ini meninggalkan batang otak melalui
saraf cranial II, VII, IX, dan X dan keluar dari medulla spinalis melalui segmen
sakral kedua,ketiga, dan keempat. Selanjutnya pembagian bagian ini juga disebut
bagian kraniosakral. Serabut-serabut preganglion panjang dan neuron
postganglion terletak dekat organ yang dipengaruhinya. Keduanya baik itu pre dan
postganglion neuron melepaskan acetycholine, membuat serabut-serabut
cholinergic. Sebab acetycholine dengan cepat dinonaktifkan oleh cholinesterase.
Respon parasimpatis cenderung menjadi singkat.
Fungsi sistem parasimpatis adalah sebagai pengontrol dominan untuk
kebanyakan efektor viseral dalam waktu lama. Selama keadaan diam, kondisi
tanpa stres, impuls dari serabut-serabut parasimpatis (kolenergik) menonjol.
Serabut-serabut sistem parasimpatis terletak di dua area, satu pada batang otak,
dan yang lainnya pada segmen spinal di bawah L2. Oleh karena lokasi serabut-
serabut tersebut, saraf parasimpatis menghubungkan area kraniosakral, sedangkan
saraf simpatis menghubungkan area torakolumbal dari sistem saraf autonom.
Parasimpatis kranial muncul dari otak tengah dan medula oblongata (Gambar
1.13).
Serabut dari sel-sel pada otak tengah berjalan dengan saraf okulomotorius
ketiga menuju ganglia siliaris, yang memiliki serabut postganglion yang
berhubungan dengan sistem simpatis lain yang mengontrol bagian posisi yang
berlawanan dengan mempertahankan keseimbangan antara keduanya pada satu
waktu.
Konsep Refleks
Refleks merupakan kejadian involunter dan tidak dapat dikendalikan oleh
kemauan. Tindakan dari sebuah (reflex action) merupakan gerakan motorik
involunter atau respons sekretorik yang diperlihatkan jaringan terhadap stimulus
sensorik, seperti refleks menarik diri, bersin, batuk, dan mengedip (Sue
Hinchliff,1999).
Secara fisiologis dengan ringkas dapat dijelaskan bahwa suatu respons refleks
terjadi bila suatu otot rangka dengan persarafan utuh diregangkan, otot ini akan
kontraksi. Respons seperti ini disebut refleks regang. Rangsang yang
membangkitkan refleks regang adalah regangan pada otot, dan responsnya adalah
kontraksi otot yang diregangkan itu. Reseptornya adalah kumparan otot (ncuscles
pindle). Impuls yang tercetus oleh kumparan otot dihantarkan ke SSP melalui
serat saraf sensorik penghantar cepat. Impuls kemudian diteruskan ke neuron-
neuron motorik yang mempersarafi otot yang teregang itu. Neurotransmiter di
sinaps pusat adalah glutamat.
Refleks-refleks regang merupakan refleks monosinaptik yang paling banyak
digunakan dalam pemeriksaan neurologis, seperti pada ketukan di tendo patela
yang akan membangkitkan refleks patela, suatu refleks regang otot kuadriseps
femoris, karena ketukan pada tendo akan meregang otot. Kontraksi serupa akan
timbul bila otot kuadriseps diregang secara manual (Ganong, 1999). Tahanan otot
terhadap regangan kerap disebut tonus. Bila neuron (saraf) motorik di suatu otot
dipotong, otot itu memberikan tahanan yang lemah dan disebut flaksid. Otot yang
hipertonik (spastik) adalah otot yang mempunyai tahanan yang tinggi terhadap
regangan karena adanya refleks regang yang hiperaktif. Di antara keadaan flaksid
dan spastis terdapat area yang salah diartikan sebagai area tonus normal. Otot
umumnya hipotonik bila pelepasan impuls eferennya rendah dan hipertonik bila
tinggi.
Temuan lain yang khas untuk keadaan peningkatan impuls eferen adalah
klonus. Tanda neurologis ini merupakan peristiwa kontraksi otot yang teratur dan
berirama akibat regangan yang tiba-tiba dan bertahan. Klonus pergelangan kaki
merupakan contoh yang khas. Klonus ini dimulai dengan dorsifleksi kaki yang
cepat dan mantap, dan responsnya adalah plantar fleksi pergelangan kaki
berirama.
Sensibilitas
Informasi mengenai lingkungan dalam dan lingkungan luar dapat mencapai
SSP melalui berbagai reseptor sensorik. Reseptor sensorik sering kali bersatu
dengan sel-sel nonsaraf yang melingkupinya dan membentuk alat indra. Bentuk-
bentuk energi yang diubah oleh neurotransmitter, misalnya mekanis (raba-tekan),
suhu (derajat sensasi hangat), elektromagnetik (cahaya), dan energi kimia (bau,
kecap, dan kandungan oksigen dalam darah).
II. KONSEP
A. Definisi
Epilepsi adalah gejala kompleks dari banyak gangguan berat dari fungsi otak
dengan karakteristik kejang berulang.
Status epileptikus ( aktivitas kejang lama yang akut ) merupakan suatu
rentetan kejang umum yang terjadi tanpa perbaikan kesadaran penuh di antara
serangan yang berlangsung sedikitnya 30 menit.
B. Etiologi
Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan
dari pada proses inhibisi (pengekangan secara sadar atau dibawah sadar terhadap
dorongan atau keinginan).
Idiopatik
Faktor genetik/keturunan ( meski relative kecil antara 5-10 %.
Factor herediter,ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai
bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis,
angiomatosis ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme,
hipoglikemia.
Kelainan kongenital ; atropi, porensefali, agenesis korpus kalosum
Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan
selaputnya,toxoplasmosis
Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural
Neoplasma otak dan selaputnya
Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
Gangguan metabolic ; hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia
Keracunan; timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin,air
Alcohol, narkoba dan toksin
Lain-lain; penyakit darah,gangguan keseimbangan hormone,degenerasi
serebral,dan lain-lain.
C. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit dari epilepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
Potensial membran.
Tiap neuron mempunyai muatan listrik yang disebut potensial
membran. Muatan listrik tersebut tergantung pada permeabilitas selektif
membran neuron, yaitu membran dapat ditembus dengan mudah oleh K + dan
sedikit sekali oleh Na+. Keadaan demikian mengakibatkan konsentrasi K+
dalam sel menjadi tinggi, sedangkan konsentrasi Na+ tetap rendah. Keadaan
sebaliknya terdapat di ruang ekstraseluler. Potensial membran ditentukan oleh
perbedaan muatan ion di dalam dan di luar sel. Dalam keadaan normal
membran sel berada dalam polarisasi yang dipertahankan oleh suatu proses
metabolik aktif, yaitu suatu proses yang dapat mengeluarkan Na+ dari dalam
sel, sehingga konsentrasi Na + di dalam dan di luar sel tidak berubah. Proses
tersebut dinamakan "pompa sodium. "
Penelitian-penelitian membuktikan, bahwa dasar daripada lepas
muatan listrik neuron yang berlebihan, sebagai dapat dilihat pada serangan
epilepsi, disebabkan oleh gangguan metabolisme neuron, yaitu gangguan
dalam lalulintas K + dan Na+ antara ruang ekstra dan intraseluler sehingga
konsentrasi K + dalam sel turun dan konsentrasi Na+ naik. Gangguan
metabolisme dapat disebabkan oleh berbagai proses patologik yang merubah
permeabilitas membran sel, misalnya trauma, ischaemia, tumor, radang,
keadaan toksik dan sebagainya. Atau perubahan patofisiologik membran
sendiri akibat kelainan genetik.
Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya oleh
karena potensial membran diturunkan oleh potensial aksi yang tiba pada
neuron tersebut. Potensial aksi itu lebih besar daripada ambang lepas muatan
listrik neuron, sehingga merupakan suatu stimulus yang efektif bagi seluruh
membran sel. Selanjutnya potensial aksi disalurkan melalui neurit asendens
atau desendens yang bersinaps dengan dendrit neuron berikutnya. Lepas
muatan listrik demikian akan menyebabkan gerakan otot, timbulnya rasa
protopatik, proprioseptif atau rasa pancaindera tergantung pada fungsi daerah
cortex cerebri tempat neuron-neuron melepaskan muatan listriknya.
Dalam keadaan patologik gangguan metabolisme neuron akan
menurunkan ambang lepas muatan listrik sehingga neuron- neuron dengan
mudah secara spontan dan berlebihan melepaskan muatan listriknya. Dalam
klinik hal ini menjelma sebagai serangan kejang atau serangan suatu modalitas
perasa. Berbeda dengan lepas muatan listrik yang terjadi secara teratur dalam
susunan saraf pusat normal, pada serangan epilepsi terjadi lepas muatan
berlebihan yang merupakan lepas muatan listrik sinkron beribu-ribu atau
berjuta neuron yang menderita kelainan. Lepas muatan tersebut
mengakibatkan naiknya konsentrasi K+ di ruang ekstraseluler sehingga
neuron-neuron sekitarnya juga melepaskan muatan listriknya. Dengan
demikian terjadi penyebaran lepas muatan listrik setempat tadi. Setelah
pelepasan muatan listrik secara masif sejumlah neuron maka bagian otak yang
bersangkutan mengalami masa kehilangan muatan listrik sehingga untuk
sementara tidak dapat dirangsang. Lambat-laun neuron-neuron kembali ke
keadaan semula, yaitu kembali mencapai potensial membran semula.
Neurotransmitter.
Zat-zat kimia dalam susunan saraf pusat yang juga mempengaruhi
terjadinya serangan epilepsi ialah neurotransmitter-neurotransmitter.
Bagian terminal presinaptik neurit neuron-neuron yang bersinaps
dengan dendrit-dendrit dan badan neuron lain melepaskan neurotransmitter
yang dapat melintasi sela sinaps antar-neuron. Neurotransmitter-
neurotransmitter yang dilepaskan ini dapat merubah polarisasi membran sel
postsinaptik. Diantara neurotransmitter-neurotransmitter tersebut ada yang
mempermudah pelepasan muatan listrik dengan menurunkan potensial
membran, jadi yang memperlancar jalannya impuls saraf dari neuron ke
neuron. Neurotransmitter demikian disebut neurotransmitter eksitasi atau
fasilitasi, sedangkan neurotransmitter yang menghambat atau menahan
pelepasan muatan listrik, yaitu yang justru menyebabkan hiperpolarisasi
sehingga meningkatkan stabilitas neuron, disebut neurotransmitter inhibisi.
Neurotransmitter terpenting yang diketahui mempunyai sifat
mempermudah pelepasan muatan listrik, ialah acetylcholin. Acetylcholin
dilepaskan oleh bagian terminal presinaptik neuron dan akan meningkatkan
permeabilitas membran sel untuk Na+ dan K+. Dalam keadaan fisiologik
proses ini dapat membatasi diri karena acetylcholin cepat di-nonaktifkan oleh
acetylcholinesterase. Sebaliknya bila proses inaktivasi terganggu sehingga
konsentrasi acetylcholin makin meningkat, maka terjadi depolarisasi masif,
neuron-neuron berlepas muatan dan timbullah suatu serangan epilepsi.
Neurotransmitter yang mempunyai sifat menahan pelepasan muatan listrik
terutama ialah gamma-aminobutyric-acid (GABA). GABA mempunyai sifat
inhibisi dan gangguan pada sintesis aminoacid ini akan menyebabkan
gangguan pada keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi sehingga terjadi
suatu serangan.
Bila bermacam pengaruh terhadap sinaps menghasilkan suatu keadaan
yang mempermudah pelepasan muatan listrik, maka neuron akan melcpaskan
muatan. Tergantung pada berbagai pengaruh tersebut ambang lepas muatan
dapat rendah atau tinggi. Lepas muatan listrik sejumlah neuron secara sinkron,
berlebihan, tidak terkendali dan berulang sebagai akibat ambang lepas muatan
yang rendah merupakan dasar suatu serangan epilepsi.
Faktor-faktor lain.
Susunan saraf pusat normal dilindungi oleh berbagai mekanisme
terhadap lepas muatan listrik yang berlebihan. Hasil berbagai mekanisme
tersebut menentukan ambang lepas muatan. Ambang lepas muatan yang
rendah berarti bahwa neuron-neuron lebih mudah melepaskan muatan
listriknya. Hal ini tergantung pada keadaan polarisasi membran sel dan pada
berbagai pengaruh terhadap kegiatan sinaps.
Keadaan yang merubah distribusi K + dan Na+ di dalam sel dan di
ruang ekstraseluler atau yang mengganggu kegiatan sinaps dapat
menyebabkan serangan epilepsi. Selain oleh trauma, radang, tumor dan
sebagainya keadaan demikian dapat disebabkan oleh berbagai faktor lain,
diantaranya hipoksi dan hipokapni, gangguan pada elektrolit, misalnya hidrasi
atau dehidrasi neuron-neuron yang berlebihan, hipertermi, hipoglikemi dan
defisiensi pyridoxine, yaitu zat yang penting untuk kegiatan decarboxylase
dalam pembentukan GABA.
Penelitian-penelitian menunjukkan, bahwa selain faktor-faktor tersebut
diatas adanya faktor predisposisi atau herediter perlu dipertimbangkan.
Cara menjalar serangan epilepsi.
Suatu fokus epileptogen yang terletak di cortex cerebri suatu hemisfer
dapat menjalar ke bagian-bagian lain otak. Lepas muatan listrik dapat tetap
terbatas pada sarang primer tanpa menimbulkan gejala klinik meskipun
mungkin dapat dilihat pada elektroencephalogram, misalnya berupa
gelombang runcing, gelombang tajam atau gelombang lambat. Secara berkala
lepas muatan epileptik dapat menjalar ke hemisfer yang kontralateral melalui
serabutserabut transcallosal dan menyebabkan fokus setangkup ( mirror
focus ). Lepas muatan listrik dapat juga menjalar melalui serabut-serabut
asosiasi pendek (cortico-cortical), dengan jalan intracortical sehingga secara
progresif dapat melibatkan daerah lebih luas atau dapat menjalar ke thalamus
melalui sektor thalamocortical bersangkutan yang dalam klinik menjelma
sebagai serangan fokal dengan gejala sesuai fungsi sektor yang terkena.
Serangan epilepsi yang mulai sebagai serangan fokal baru disertai
kehilangan kesadaran bila lepas muatan listrik menjalar dari fokus di cortex
cerebri ke substantia reticularis di batang otak serta inti-inti thalamus bilateral
dan dengan demikian melibatkan sistem aktivasi retikuler. Bila lepas muatan
listrik tersebut cukup kuat, maka subsantia reticularis dan , nuclei thalami akan
melepaskan muatan listrik serta memancarkannya secara difus ke seluruh
cortex cerebri melalui serabutserabut thalamocortical dan serabut-serabut
proyeksi nonspesifik. Neuron-neuron di cortex cerebri pada gilirannya akan
melepaskan muatan listrik dan terjadilah kejang-kejang umum disertai
kehilangan kesadaran.
Pada serangan epilepsi yang dari permulaan disertai kehilangan
kesadaran diduga fokus primer terletak di inti-inti thalamus atau di substantia
reticularis di batang otak.
D. Manifestasi Klinis
Bergantung pada lokasi muatan neuron – neuron, kejang dapat direntang dari
serangan awal sederhana sampai gerakan konfulsif memanjang dengan hilangnya
kesadaran. Variasi kejang diklasifikasikan secara internasional sesuai daerah otak
yang terkena dan telah diidentifikasikan sebagai kejang pasial, umum, dan tidak
diklasifikasikan. Kejang parsial asalnya lokal dan hanya mengenai sebagian otak.
Kejang umum asalnya tidak spesifik dan mengenai seluruh otak secara simultan.
Kejang yang tidak diklasifikasikan disebut demikian karena data – data yang tidak
lengkap.
Pola awal kejang menunjukkan daerah otak di mana kejang tersebut berasal.
Juga penting untuk menunjukkan jika pasien mengalami aura, suatu sensasi tanda
sebelum kejang epileptik, yang dapat menunjukkan asal kejang ( mis. Melihat
kilatan sinar dapat menunjukkan kejang berasal dari lobus oksipital).
Pola awal kejang menunjukkan daerah otak di mana kejang tersebut berasal.
Juga penting untuk menunjukkan jika pasien mengalami aura, suatu sensasi tanda
sebelum kejang epileptik, yang dapat menunjukkan asal kejang (mis. Melihat
kilatan sinar dapat menunjukkan kejang berasal dari lobus oksipital).
Pada kejang parsial sederhana, hanya satu jari atau tangan yang bergetar, atau
mulut dapat tersentak tak terkontrol. Individu ini bicara yang tidak dapat
dipahami, pusing dan mengalami sinar, bunyi, bau, atau rasa yang tidak umumnya
atau tidak nyaman.
Pada kejang parsial kompleks, individu tetap tidak bergerak atau bergerak
secara automatik tetapi tidak tepat dengan waktu dan tempat, atau mengalami
emosi berlebihan yaitu takut, marah, keirangan, atau peka rangsang. Adapun
manifestasinya, individu tidak ingat episode tersebut ketika telah lewat.
Kejang umum, lebih umum disebut sebagai kejang grand mal, melibatkan
kedua hemisfer otak, yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi. Mungkin ada
kekakuan intens pada seluruh tubuh yang diikuti dengan kejang yang bergantian
dengan relaksi dan kontraksi otot (kontraksi tonik – kronik umum). Kontraksi
simultan diagfragma dan otot dada dapat menimbulkan menangis epileptik
karakteristik. Sering lidah tertekan dan pasien mengalami inkontinen urine dan
feses. Setelah satu atau dua menit, gerakan komvulsif mulai hilang; pasien rileks
dan mengalami koma dalam, bunyi napas bising. Pada keadaan postikal (setelah
kejang), pasien sering konfusi dan sulit bangun, dan tidur selama berjam – jam.
Banyak pasien mengeluh sakit kepala atau sakit otot.
E. Klasifikasi
Berdasarkan fungsi otak yang terganggu :
a. Epilepsi Umum
Terjadi pada masa anak dan remaja. Terjadi jika aktivasi terjadi pada
kedua hemisfere otak secara bersama-sama.
1. Petit Mal (Absence)
Gangguan kesadaran secara mendadak dan hanya sejenak. Penyandang
diam tanpa reaksi (bengong) seperti melamun, kemudian setelah beberapa
detik kembali melanjutkan kegiatannya kembali seperti semula. Petit mal
adalah serangan absens pada anak-anak yang berusia 4-10 tahun dan lenyap
secara spontan menjelang atau setelah usia 10 tahun.
2. Grand Mal (Kejang Tonik Klonik Umum Primer )
Serangannya berupa gerakan tonik klonik involunter otot segenap
tubuh dengan hilang kesadaran tanpa suatu tanda yang mendahuluinya.
Karena gerakan tonik klonik otot dari kandung kemih, maka kandung
kemih yang penuh dengan urine akan mengeluarkan isinya. Biasanya
penderita ngompol pada waktu diserang epilepsi ini. Begitu juga buih
tampak keluar dari mulut penderita, apabila banyak air liur yang terkumpul
di ruang mulut terkocak-kocak oleh udara karena otot pernapasan berkejang
tonik klonik.
3. Mioklonik
Hilangnya kesadaran sejenak yang disertai oleh mioklonia pada otot-
otot proksimal. Dan mioklonia adalah gerak klonik involunter dari satu
kelompok, atau beberapa kelompok otot. Bervariasi dari yang tidak terlihat,
sampai sentakan hebat. Mengakibatkan misalnya, mendadak jatuh, atau
melontarkan benda yang sedang dipegang.
4. Epilepsi absens yang berkombinasi dengan grand mal
Dikenal juga sebagai epilepsi absens primer pada remaja-dewasa yaitu
serangan hilang kesadaran sejenak pada remaja atau orang dewasa muda
yang mendahului timbulnya kejang tonik konik umum atau yang timbul
setelah kejang tonik klonik umum selesa
b. Epilepsi Parsial
Kejang yang dimulai dari bagian tertentu pada otak.
1. Sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
Dalam peristilahan yang lebih umum dikenal sawan Jackson.
Umumnya, berupa kejang-kejang dan kadang-kadang kesemutan atau rasa
kebal pada satu tempat. Berlangsung beberapa menit/jam. Bila serangan
hanya terjadi di satu lokasi dan berlangsung beberapa saat, disebut Parsialis
Kontinua
2. Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
Pada awalnya berupa epilepsy parsial sederhana tetapi diikuti dengan
hilangnya kesadaran(dari awal serangan, pasien sudah hilang kesadaran).
Pasien melakukan gerakan-gerakan yang tidak terkendali ; gerakan
mengunyah, meringis, dll.
3. Umum Sekunder
Perkembangan dari parsial sederhana atau kompleks menjadi umum.
III. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic ini bertujuan dalam menentukan tipe kejang, frekuensi
dan beratnya, serta factor-faktor pencetus.
a) CT scan
CT scan digunakan untuk mendeteksi adanya lesi pada otak, fokal abnormal,
serebrovaskular abnormal, dan perubahan degeratif serebral
b) Electroensefalogram (EEG)
Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Ada kelainan
berupa epilepsiform discharge atau epileptiform activity), misalnya spike sharp
wave, spike and wave dan sebagainya. Rekaman EEG dapat menentukan fokus serta
jenis epilepsi apakah fokal, multifokal, kortikal atau subkortikal dan sebagainya.
Harus dilakukan secara berkala (kira-kira 8-12 % pasien epilepsi mempunyai
rekaman EEG yang normal).
EEG digunakan untuk mengetes dan merekam aktivitas elektrik dari otak
manusia. Terdapat sensor khusus (elektroda) yang dipasang di kepala dan dikaitkan
dengan kabel ke sebuah computer. Kemudian computer akan merekam aktivitas
elektrik otak ke layar atau kertas dalam bentuk garis-garis bergelombang. Dalam
kondisi tertentu, seperti keterkejutan, dapat dilihat perubahan hasilnya dalam pola
normal aktivitas elektrik otak di layar.
Sebelum dilakukan tes EEG, dianjurkan untuk menghentikan pemakaian obat-
obatan yang dapat mengganggu aktivitas elektrik otak dalam kondisi normal dan
dapat menyebabkan hasil tes menjadi abnormal. Obat-obatan tersebut seperti obat
tidur, obat penenang, atau obat penghilang rasa nyeri. Selain itu, tidak boleh makan
dan minum yang mengandung kafein seperti teh, kopi, cola dan coklat selama 8 jam
sebelum tes. Rambut harus bersih, tanpa kondisioner, krim atau spray agar hasil tes
valid. Tes EEG harus berada dalam kondisi sadar atau tidak tertidur selama
perekaman otak dengan EEG. Tes EEG akan memakan waktu sekitar 1 hingga 2
jam. Setelah tes selesai, maka pasien dapat melanjutkan aktivitas normal lainnya.
c) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar
gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk
mengetahui tekanan, warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel,
kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi.
d) Pemeriksaan radiologis
Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang,
kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran
sutura, erosi sela tursika dan sebagainya. Pneumoensefalografi dan ventrikulografi
untuk melihat gambaran ventrikel, sisterna, rongga sub arachnoid serta gambaran
otak.
e) Arteriografi
Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh
darah otak, penyumbatan, neoplasma / hematome/ abses.
f) Fungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal apakah ada kemungkinan infeksi
meningitis/ensefalitis, keganasan.
g) MRI
MRI (Magnetic Resonance Imaging) ialah gambaran potongan cara singkat
badan yang diambil dengan menggunakan daya magnet yang kuat mengelilingi
anggota badan tersebut. Berbeda dengan "CT scan", MRI tidak memberikan rasa
sakit akibat radiasi karena tidak digunakannya sinar-X dalam proses tersebut.
Cara kerja MRI
Pertama, putaran nukleus atom molekul otot diselarikan dengan menggunakan
medan magnet yang berkekuatan tinggi.
Kemudian, denyutan/pulsa frekuensi radio dikenakan pada tingkat menegak
kepada garis medan magnet agar sebagian nuklei hidrogen bertukar arah.
Selepas itu, frekuensi radio akan dimatikan menyebabkan nuklei berganti pada
konfigurasi awal. Ketika ini terjadi, tenaga frekuensi radio dibebaskan yang dapat
ditemukan oleh gegelung yang mengelilingi pasien.
Sinyal ini dicatat dan data yang dihasilkan diproses oleh komputer untuk
menghasilkan gambar otot.
Kelebihan MRI
Salah satu kelebihan tinjau MRI adalah, menurut pengetahuan pengobatan
masa kini, tidak berbahaya kepada orang yang sakit. Berbanding dengan CT scans
"computed axial tomography" yang menggunakan aksial tomografi berkomputer
yang melibatkan dos radiasi mengion, MRI hanya menggunakan medan magnet
kuat dan radiasi tidak mengion "non-ionizing" dalam jalur frekuensi radio.
Bagaimanapun, perlu diketahui bahwa orang sakit yang membawa benda asing
logam (seperti serpihan peluru) atau implant terbenam (seperti tulang Titanium
buatan, atau pacemaker) tidak boleh dipindai di dalam mesin MRI, disebabkan
penggunaan medan megnet yang kuat.
Satu lagi kelebihan scan MRI adalah kualitas gambar yang diperoleh biasanya
revolusi lebih baik berbanding CT scan. Lebih-lebih lagi untuk scan otak dan tulang
belakang walaupun mesti dicatat bahwa CT scan kadangkala lebih berguna untuk
cacat tulang.
IV. PENATALAKSANAAN
Tindakan yang dilakukan saat terjadi kedaruratan epilepsi adalah :
1. Hindarkan penderita dari benda-benda berbahaya yang berpotensi melukai dirinya
2. Kendorkan pakaian di area leher, termasuk ikat pinggang
3. Taruh bantal atau sesuatu yang lembut di bawah kepala
4. Baringkan dia menghadap ke satu sisi
Tindakan yang tidak boleh dilakukan selama penderita terkena serangan:
1. Meletakkan benda di mulutnya. Jika penderita mungkin menggigit lidahnya selama
serangan mendadak, menyisipkan benda di mulutnya kemungkinan tak banyak
membantu. Anda malah mungkin tergigit, atau parahnya, tangan Anda malah
mematahkan gigi si penderita.
2. Mencoba membaringkan penderita. Orang, bahkan anak-anak, secara ajaib
memiliki kekuatan otot yang luar biasa selama mendapat serangan mendadak.
Mencobamembaringkan si penderita ke lantai bukan hal mudah dan tidak baik juga.
3. Berupaya menyadarkan si penderita dengan bantuan pernapasan mulut ke mulut
selama dia mendapat serangan mendadak, kecuali serangan itu berakhir. Jika
serangan berakhir, segera berikan alat bantu pernapasan dari mulut ke mulut jika si
penderita tak bernapas.
Kejang yang tiba-tiba datang pada penderita epilepsi dapat dicegah dengan cara:
1. Demam tinggi pada penderita dapat diatas dengan cara memberi obat demam
dengan penurun panas dan kompres dengan lap hangat (lebih kurang panasnya
dengan suhu badan si penderita) selama kurang lebih 15 menit, bila mencapai 38.5
derajat celcius atau lebih
2. Jangan melakukan pengkompresan dengan lap yang dingin, karena dapat
menyebabkan korslet di otak (akan terjadi benturan kuat karena atara suhu panas
tubuh si penderita dengan lap pres dingin)
3. Kalau dinyatakan epilepsi, segera minum obat resep dokter secara teratur
4. Sediakan obat anti kejang lewat dubur di rumah jika kejang membuat penderita
tidak mungkin meminum obat.
5. Sedia selalu obat penurun panas di rumah seperti parasetamol.
Terapi awal yang bisa dilakukan di rumah, adalah dengan campuran daun lidah
buaya dan es batu. Cari daun lidah buaya secukupnya. Haluskan, kemudian dimasukkan
ke dalam panci. Beri es batu, ditambah sedikit garam.
Selanjutnya campuran tadi, digunakan untuk mengompres kepala. Lakukan sehari
satu kali, selama tujuh hari berturut-turut.
FARMAKOLOGI
Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk epilepsi yakni,
1. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah
dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien
dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan
pengobatan dan efek samping dari pengobatan tersebut.
2. Terapi dimulai dengan monoterapi
3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap samapai
dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.
4. Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol
bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis
terapi, maka OAE pertama dosisnya diturunkan secara perlahan.
5. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan tidak
terkontorl dengan pemberian OAE pertama dan kedua.
a) ANTI KONVULSAN
Informasi dan kerja secara umum:
Anti konvulsan terdiri dari beragam agens yang semuanya dapat menekan
muatan neuroma abnormal pada SSP yang dapat mengakibatkan kejang. Agens ini
bekerja dengan mencegah penyebaran aktivitas kejang, menekan korteks motorik,
meningkatkan ambang kejang, atau mengubah kadar neurotransmiter, tergantung
pada kelompok obat.
Penggunaan secara umum :
Agens ini digunakan untuk mengendalikan kejang absence (petit mal),
psikomotor, parsial simpel, parsial dengan simptomatologi kompleks, akinetik,
mioklonik, campuran, kejang tonik-klonik (grand mal), dan dalam pengobatan
status epileptikus.
Kontraindikasi :
Pasien hipersensitivitas
Kewaspadaan :
Gunakan dengan kewaspadaan pada pasien dengan disfungsi ginjal dan hati
berat ; penyesuaian dosis mungkin diperlukan. Pilihlah agens dengan seksama jika
diberikan dengan wanita hamil atau laktasi. Jangan menghentikan penggunaan
secara tiba-tiba.
Interaksi :
Barbiturat menstimulasi metabolisme obat-obatan lain yang dimetabolisme
oleh hati, menurunkan keefektifan obat-obatan tertentu. Hidantoin berikatan protein
tinggi dan dapat menghentikan atau digantikan oleh obat berikatan protein tinggi
lain. Banyak obat yang mampu menurunkan ambang kejang dan menurunkan
keefektifan antikonvulsan. Obat-obat nin meliputi antidepresan prisiklik dan
fenotiazin.
1. FENITOIN (Dilantin, Diphenylan)
Klasifikasi : antikonvulsan, hidantoin, antiaritmik
Kategori Kehamilan D
Indikasi :
Kejang tonik-klonik (grand mal) dan kejang parsial dengan simptomatologi
kompleks (kejang psikomotor)
Kejang grand mal berkaitan dengan status epileptikus atau terjadi selama
atau setelah pembedahan neuro
Kejang otonom
Kerja :
Hidantoin bekerja dengan meningkatkan ambang kejang pada korteks
serebral
Dengan meningkatkan efluks sodium dari neuron dalam korteks motorik,
hidantoin meningkatkan stabilisasi ambang terhadap hipereksitabilitas
Aktivitas maksimal pusat batang otak yang berperan dalam fase tonik
kejang grand mal juga berkurang
Farmakokinetik :
Absorpsi : diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian oral dengan
bentuk cepat ; bentuk pelepasan memanjang diabsorpsi lebih lambat.
Diabsorpsi dengan lebih lambat dan tidak teratur setelah pemberian IM.
Distribusi : didistribusi cepat dan luas dengan konsentrasi tertinggi pada
hati dan jaringan adiposa. Menembus barrier plasenta ; diekskresi dalam ASI.
Metabolisme dan Eksresi : dimetabolis oleh hati menjadi metabolit tidak aktif
yang dieksresi dalam empedu dan direabsorpsi dari traktus GI. Eksresi akhri
melalui ginjal
Waktu paruh : setelah pemberian oral : 7-42 jam; setelah pemberian IV : 10-15
jam
Kontraindikasi dan kewaspadaan :
Kontraindikasi :
pada hipersensitivitas terhadap obat
laktasi
sinus bradikardia
blok jantung
kejang absence (petit mal) dan kejang berkaitan dengan hipoglikemia
Penggunaan dengan kewaspadaan pada :
disfungsi hati atau ginjal
kehamilan
pasien lansia atau lemah
diabetes melitus
hipotensi
insufisiensi miokard
Reaksi merugikan dan efek samping :
SSP : nistagmus, ataksia, mengantuk, pusing, penurunan kewaspadaan
mental, sakit kepala, diplopia, konfusi, insomnia
KV : kemerahan dan nyeri pada tempat insersi dan sepanjang infus vena
(IV), hipotensi, aritmia, kolaps sirkulasi, henti jantung
Derm : ruam kulit, hipertrikosis, dermatitis eksfoliatif (jarang)
GI : mual, muntah, konstipasi, anorexia, penurunan berat badan, hepatitis
toksik
Hemat : diskrasia darah (trombositopenia, leukopenia, agranulositosis)
Miscellanous : hiperplasia gingiva, limfadenopati, osteomalasia,
hiperglikemia, lupus eritematosus sistemik
Interaksi :
Meningkatkan efek fenotoin (meningkatkan risiko toksisitas) :
trimetoprim, amiodaron, benzodiazetin
Menurunkan efek fenitoin : barbiturat, diazoksid, rimfapin
Meningkatkan atau menurunkan efek salah satu obat : fenobarbital, asam
valproat, natrium valproat
Obat dan makanan yang dapat meningkatkan efek fenitoin : vitamin K,
vitamin D, asam folat
Rute dan Dosis :
Kejang psikomotor dan grand mal
PO (dewasa) : 100 mg TID atau QID (dosis harian maksimum 600 mg).
Dosis harus disesuaikan berdasarkan kadar serum (rentang 10-20
mcg/mL). Dosis total dalam bentuk pelepasan memanjang dapat diberikan
sebagai dosis tunggal per hari.
PO (anak) : 3-4 mg/kgBB/hari (dosis maksimum 300 mg/hari) diberikan
dalam 2 atau 3 dosis terbagi atau sebagai dosis tunggal. Dosis harus
disesuaikan berdasarkan kadar serum (rentang 10-20 mcg/mL)
b) ANTI EPILEPSI
1. FELBAMAT (FELBAMATE)
Felbamat adalah derivat dikarbamat yang tidak larut dalam air dan larut dalam
lemak. Mekanisme aksi obat:
a. Pada hewan percobaan efektif pada pencegahan bangkitan karena
elektroshock maksimal dan bangkit karena efek pentilentetrazol.
b. Berespon menghambat terhadap NMDA serta potensial terhadap GABA.
Manfaat terapetik:
Felbamat efikasius untuk terapi tambahan pada kejang parsial yang
intraktabel serta sebagai monoterapi pada kejang parsial. Felbamat juga
efektif untuk Sindrom Lennox-Gastaut pada orang dewasa dan anak-anak.
(French, 1999)
Absorbsi, Distribusi, Biotransformasi dan Eksresi
Setelah diberikan per oral, falbamat diabsorbsi pada saluran
pencernaan. Kadar serum maksimal dicapai dalam 1-4 jam. Ikatan dengan
protein serum mencapai 24-53 persen. Waktu paronya sekitar 20 jam jika
diberikan sendiri, tetapi menurun menjadi 14 jam jika diberikan bersama
dengan fenitoin atau karbamazepim (Johannessen, 1995).
Dosis:
Pada beberapa study dengan pasien dewasa, dosis pemeliharaan antara
1800-4800 mg/hari. Dosis maksimal pada kebanyakan studi adalah 3600
mg/hari. (Johannessen, 1995).
Efek Samping:
Lebih sering muncul pada kondisi untuk terapi tambahan (adjunctive
therapy) dibandingkan dengan saat digunakan untuk monoterapi. Pada
penelitian acak terkendali, efek yang muncul adalah mual, abdominal
distress, anoreksi, insomnia, fatique, dizziness, ataksia dan gangguan
kognitif. Penurunan berat badan telah dihubungkan dengan pemakaian
felbamat (French, 1999)
2. GABAPENTIN (GABAPENTINE)
Pertama kali dipasarkan pada tahun 1994 di Amerika Serikat yang dirancang
sebagai agonis GABA yang aktif bekerja sentral.
Mekanisme aksi:
menghambat gerakan ekstensi tungkai tonik pada bangkitan elektrishock
pada hewan percobaan.
Absorpsi, distribusi, biotransformasi dan ekskresi
Gabapentin diabsorpsi dengan cepat, tidak dimetabolisme, dan tidak
dieliminasi pada ginjal. Waktu paro eliminasi 5-7 jam setelah pemberian
per-oral dosis tunggal (Johannessen, 1995)
Manfaat Terapeutik:
Gabapentin efektif pada epilepsi parsial dan bangkitan umum sekunder.
Pada penelitian Placebo-controlled, gabapentin dapat dipakai untuk
epilepsi rolandik. Tidak ada bukti bahwa gabapentin efektif untuk
bangkitan umum primer (termasuk bangkitan absence).
Dosis:
Gabapentin efektif pada dosis 900-1800 mg per hari dalam 3 dosis.
Terapi biasanya dimulai dengan dosisi rendah (300 mg sekali pemberian
pada hari pertama), dosis dinaikan dinaikan 300 mg samapai tercapai
dosis yang efektif.
Efek samping:
Efek samping yang paling sering terjadi adalah somnolen, dizziness,
ataksia, fatigue. Efek yang muncul sedang sampai berat tetapi berubah
dalam dua minggu pengobatan. Secara umum, torelabilitas gabapentin
baik.
3. LAMOTRIGIN (LAMOTRIGINE)
Lamotrigin merupakan diverat phenyltriazine (Johannessen, 1995), Lamotrigin
diluncurkan di USA pada awal tahun 1995 (Bourgeois, 1998).
Manfaat terapeutik:
Meskipun lamotrigin direkomendasikan hanya untuk terapi tambahan
(add-on) pada bangkitan parsial dan bangkitan umum sekunder, tetapi
efikasi lamotrigin relatif spektrumnya luas.
Mekanisme aksi:
Lamotrigin menghambat gerakan ekstensi tungkai tonik pada bangkitan
elektroshock pada hewan percobaan.
Absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi
Lamotrigini diabsorpsi secara sempurna di dalam gastrointerstinal dan
dimetabolisir terutama dengan glukuronidasi. Waktu paro (half life) di
dalam plasma pada dosis tunggal mencapai 24 jam. Pemakaian fenitoin,
karbomazepin, fenobarbital atau pirimidon akan menurunkan half life
lamotrigin menjadi 15 jam. Penambahan lamotrin pada terapi dengan asam
valproat akan menurunkan konsentrasi asam valproat mencapai 25 persen
dalam beberapa minggu.
Efek samping:
Efek samping adalah dizziness, sedasi, nyeri kepala, diplopia, dan ataksia.
Efek sampaing yang paling sering adalah skin rash, yang insidensinya
mencapai 10%, yang berpotensi menjadi sindrom Steven-Johnson yang
mematikan (Bourgeois, 1998)
Dosis:
Dosis lamotrigin berfariasi, tergantung apakah paisen mendapat obat
seperti obat asam valproat atau obat penginduksi enzim. Bukti yang
didapat dari penelitian pendahuluan menegaskan bahwa lamotrigin
sebainya diberikan secara perlahan dengan dosis kecil untuk menghindari
terjadinya efek samping pada kulit, dan bila diturunkan sebaiknya
perlahan-lahan untuk mencegah serangan ulang. Dosis pemeliharaan
lamotrigin adalah 200-400 mg/hari dalam dua kali pemberian pada pasien
yang mendapatkanOAE (obat anti epilepsi) penginduksi enzim, dan 100-
200 mg/hari pada pasien yang mendapat asam valproat (Johannessen,
1995).
4. KARBAMAZEPIN (CARBAMAZEPINE)
Termasuk dalam golongan iminostilbenes. Sebagai antiepilepsi, obat ini telah
disepakati di Amerika sejak tahun 1974. Akan tetapi sebetulnya sejak tahun
1960 telah dipakai untuk neuralgia trigeminal.
Manfaat terapetik:
Epilepsi lobus temporalis, sendiri atau kombinasi dengan bangkitan umum
tonik klonik (generalized tonic-clonic seizures).
Mekanisme aksi obat:
1. Pada percobaan binatang mirip fenitoin.
2. Karbamazepin menaikkan nilai ambang serangan.
3. Menghambat serangan elektroshock maksimal.
4. Mengilangkan lepas muatan listrik otak fokal.
Absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi:
1. Cepat diabsorbsi setelah pemberian oral
2. Konsentrasi puncak tercapai dalam 2-6 jam
3. Terikat 80% dalam protein plasma
4. Waktu paruh: 13-17 jam (karbamazepin) sedang metabolitnya (10.11-
epokside) juga mempunyai waktu paruh 5-8 jam.
Efek samping dan toksisitas:
mengantuk, dizziness, bingung, diplopia, gangguan keseimbangan, mual
muntah, SIADH, ataksia, anemia aplastik, oliguria akut.
Dosis:
Dewasa: 200mg, 2 kali sehari, 600 – 1200 mg, dosis terbagi 4 kali bila
perlu.
Anak: 20-30mg/kg/BB
Konsentrasi plasma terapetik: 6-8µgr/mL
Terjadi efek samping pada SSP pada konsentrasi 8,5-10 µgr/ML
Interaksi Obat:
1. Induksi mtabolisme karbamazepin oleh obat lain anti konvulsi
menyababkan turunnya kadar karbamazepin, dengan: fenitoin, fenobarbital
atau primidon.
2. Waktu paruh karbamazepin lebih pendek bila diberikan bersama obat lain,
bahkan bukan hanya obat lain konvulsi
3. Karbamazepin juga memacu metabolisme fenitoin dan obat lain.
Pendidikan Pasien dan Keluarga :
Jangan menghentikan penggunaan obat secara tiba-tiba. Hal ini dapat
mencetus status epileptikus
Hindari minuman beralkohol
Bawa atau gunakan selalu identifikasi yang menginformasikan kepada
orang lain tentang kondisi dan penggunaan obat
Jangan mengonsumsi obat lain tanpa persetujuan dokter. Mengombinasi
obat dapat berbahaya.
Laporkan segera timbulnya gejala : tenggorok sakit, demam, malaise,
ataksia, bicara tidak jelas, nistagmus, ruam kulit, mual muntah berat,
pembengkakan kelenjar, kulit atau mata kuning, urin pekat.
TINDAKAN PEMBEDAHAN
Pembedahan diindikasikan untuk klien yang mengalami epilepsi akibat tumor
intrakranial, abses, kista, atau adanya anomali vakuler.
PENDIDIKAN KESEHATAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA
Jangan menghentikan penggunaan obat secara tiba-tiba. Hal ini dapat mencetus
status epileptikus
Hindari minuman beralkohol
Bawa atau gunakan selalu identifikasi yang menginformasikan kepada orang
lain tentang kondisi dan penggunaan obat
Jangan mengonsumsi obat lain tanpa persetujuan dokter. Mengombinasi obat
dapat berbahaya.
Laporkan segera timbulnya gejala : tenggorok sakit, demam, malaise, ataksia,
bicara tidak jelas, nistagmus, ruam kulit, mual muntah berat, pembengkakan
kelenjar, kulit atau mata kuning, urin pekat
PENATALAKSANAAN KHUSUS UNTUK STATUR EPLEPTIKUS
1. Stadium I (0-10 menit)
- memperbaiki fungsi kardio dan respirasi
- memperbaiki jalan nafas, oksigenasi dan resusitasi bilama diperlukan.
2. Stadium II (1-60 menit)
- pemeriksaan status neurologic
- pengukuran tekanan darah, nadi dan suhu
- pemeriksaan EEG
- pasang infus
- ambil 50-100cc darah untuk pemeriksaan laborat
- pemberian OAE cito : diazepam 0.2mg/kg dengan kecepatan pemberian 5 mg/
menit IV dapat diulang lagi bila kejang masih berlangsung setelah 5 menit
pemberian.
- Beri 50cc glukosa
- Pemberian tiamin 250mg intravena pada pasien alkoholisme
- Menangani asidosis dengan bikarbonat.
3. Stadium III 90-60/90 menit)
- menentukan etiologi
- bila kejang terus berkangsung setekah pemberian lorazepam/diazepam, beri
phenitoin IV 15-20mg/kg dengan kecepatan kuranglebih 50mg/menit sambil
monitoring tekanan darah.
- Atau dapat pula diberikan Phenobarbital 10mg/kg dengan kecepatan kurang
lebih 10mg/menit (monitoring pernafasan saat pemberian)
- Terapi vasopresor (dopamin) bila diperlukan.
- Mongoreksi komplikasi
4. Stadium IV (30-90 menit)
- Bila tetap kejang, pindah ke ICU
- Beri propofol (2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu)
V. PATOFISIOLGI
VI. ASUHAN KEPERAWATAN
Case I : Epilepsy
A 16-year-old woman with a long history of uncontrolled seizures is referred to
the epilepsy clinic for further evaluation and treatment. She has been treated with
phenytoin for many years ( presently 100 mg po, TID ) but is experiencing several
small seizures per week ( complex partial seizures with no secondary generalization )
and one large seizure per month ( a secondarily generalized tonic-clonic seizure ).
Because the patient has been unable to tolerate higher phenytoin doses, other
alternatives for seizure control must be considered. Options include adding a newer
antiepileptic drug to phenytoin ( eg. Felbamate, gabapentin or lamotrigine ). Switching
the patient from phenytoin to carbamazepine could be attempted but would likely not be
successful in obtaining seizure control.
VI.1. PENGKAJIAN
Biodata
Nama : Nn. P
Umur : 16 tahun
Seks : Perempuan
Alamat : -
Suku : -
Bangsa : -
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Penanggungjawab : -
Diagnosa Medis : epilepsi tonik klonik
Anamnesa
Keluhan utama : -
Riwayat penyakit sekarang : mengalami kejang ringan tiap minggu sekali dan
mengalami kejang berat tiap bulan sekali
Riwayat penyakit dahulu : kejang dialami sejak kecil
Riwayat konsumsi obat-obatan : klien mengkonsumsi phenitoin dan obat
antiepileptik
Riwayat keluarga : tanyakan pada klien apakah ada anggota keluarga yang lain
yang mengalami epilepsi karena epilepsi bersifat herediter.
Riwayat psikososial :
Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang diderita.
Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial yang
berhubungan dengan penyakit epilepsi (atau “ayan” yang lebih umum di
masyarakat).
Pemeriksaan fisik
1) B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea,
aspirasi*
2) B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis*
3) B3 (brain): pada kasus di temukan penurunan kesadaran
4) B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine*
5) B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia alfi*
6) B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan
anggota tubuh, mengeluh meriang*
NB : *tidak ditemukan pada kasus
VI.2. ANALISA DATA
N DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS:
DO: pasien
kejang (kaki
Periode pelepasan impuls yg tidak
diinginkan
Resiko cedera
menendang-
nendang,
ekstrimitas
atas fleksi),
gigi geligi
terkunci,
lidah
menjulur
perubahan
aktivitas
listrik di otak
Keseimbanga
n terganggu
gerakan tidak
terkontrol
↓
Kejang umum
↓
Hilang kesadaran
↓
Pigngsan
↓
Resti Cedera
2. DS: sesak,
DO:apnea,
cianosis
gangguan
nervus V, IX,
X
lidah
melemah
menutup
saluran
trakea ,Adan
ya obstruksi
Periode pelepasan yang tidak diinginkan
↓
Beberapa populasi neuron diotak terganggu
↓
Saraf otonom
↓
Perasimpatis
↓
Hipersekresi saliva
↓
↑ saliva
Bersihan jalan
napas tidak
efektif
↓
Saliva tertahan dimulut
↓
Saliva bergabung dengan udara ynag
keluar masuk
↓
Mulut berbusa
↓
Kemungkinan masuk saluran pernapasan
↓
Gangguan bersihan jalan nafas
3. DS : klien
mengeluh
nyeri
diseluruh
otot.
DO : -
Kejang berulang
↓
↑ aktivitas otot
↓
Kebutuhan oksigen ↑
↓
Supply oksigen kurang dari kebutuhan
↓
Nyeri
Kompensasi tubuh
↓
Metabolisme anaerob
↓
Penimbunan asam laktat
↓
Merangsang serabut delta
↓
Nyeri
4. DS: klien terlihat
cemas,
gelisah.
DO:
takikardi,
frekuensi
napas cepat
atau tidak
teratur
Terjadi
kejang
epilepsi
Periode impuls yang tidak diinginkan
↓
Beberapa populasi neuron diotak terganggu
↓
Mengganggu fungsi otak
↓
Lobus frontal, lobus oksipital, lobus
temporal, lobus parietal
↓
Aura
↓
Ansietas
Ansietas
VI.3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan
keseimbangan).
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva
3) Nyeri b.d peningkatan aktivitas otot saat kejang
4) Ansietas b.d kurang pengetahuan mengenai penyakit
6.4. INTERVENSI
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Resiko
cedera
berhubu
ngan
dengan
kejang
berulan
g
Klien dapat
mengidentifika
si faktor
presipitasi
serangan dan
dapat
meminimalkan/
menghindariny
a, menciptakan
keadaan yang
aman untuk
klien,
menghindari
adanya cedera
fisik,
Identivikasi factor
lingkungan yang
memungkinkan resiko
terjadinya cedera
Jauhkan benda- benda
yang dapat
mengakibatkan terjadinya
Barang- barang di
sekitar pasien dapat
membahayakan saat
terjadi kejang
Pantau status
neurologis setiap 8
jam Mengidentifikasi
perkembangan atau
penyimpangan hasil
yang diharapkan
Mengurangi
terjadinya cedera
menghindari
jatuh
Kriteria hasil :
tidak terjadi
cedera fisik
pada klien,
klien dalam
kondisi aman,
tidak ada
memar, tidak
jatuh
cedera pada pasien saat
terjadi kejang
Letakkan pasien di
tempat yang rendah dan
datar Area yang rendah
dan datar dapat mencegah
terjadinya cedera pada
pasien
Edukasi: Anjurkan pasien
untuk memberi tahu jika
merasa ada sesuatu yang
tidak nyaman, atau
mengalami sesuatu yang
tidak biasa sebagai
permulaan terjadinya
kejang.
seperti akibat
aktivitas kejang yang
tidak terkontrol
Pasang penghalang
tempat tidur pasien
Penjagaan untuk
keamanan, untuk
mencegah cidera atau
jatuh
Memberi penjagaan
untuk keamanan
pasien untuk
kemungkinan terjadi
kejang kembali
Sebagai informasi
pada perawat untuk
segera melakukan
tindakan sebelum
terjadinya kejang
berkelanjutan
Berikan informasi
pada keluarga
tentang tindakan
yang harus dilakukan
selama pasien kejang
Melibatkan keluarga
Kolaborasi : Berikan obat
anti konvulsan sesuai
advice dokter
untuk mengurangi
resiko cedera
Mengurangi aktivitas
kejang yang
berkepanjangan,
yang dapat
mengurangi suplai
oksigen ke otak
2. bersihan jalan
nafas
tidak
efektif
berhubu
ngan
dengan
sumbata
n lidah
di
endotra
kea,
peningk
atan
sekresi
saliva
Tujuan : jalan nafas
menjadi efektif
Kriteria hasil :
nafas normal
(16-20 kali/
menit), tidak
terjadi aspirasi,
tidak ada
dispnea
Anjurkan klien untuk
mengosongkan mulut
dari benda / zat tertentu /
gigi palsu atau alat yang
lain jika fase aura terjadi
Letakkan pasien dalam
posisi miring, permukaan
datar
Tanggalkan pakaian pada
daerah leher / dada dan
abdomen
untuk menghindari
rahang mengatup
jika kejang terjadi
tanpa ditandai gejala
awal.
menurunkan resiko
aspirasi atau
masuknya sesuatu
benda asing ke
faring.
meningkatkan aliran
(drainase) sekret,
mencegah lidah jatuh
dan menyumbat jalan
nafas
untuk memfasilitasi
usaha bernafas /
ekspansi dada
Kolaborasi
Berikan oksigen sesuai
program terapi
Membantu
memenuhi kebutuhan
oksigen agar tetap
adekuat, dapat
menurunkan hipoksia
serebral sebagai
akibat dari sirkulasi
yang menurun atau
oksigen sekunder
terhadap spasme
vaskuler selama
serangan kejang.
3. Nyeri b.d
peningk
atan
aktivita
s tubuh
saat
kejang
Tupen : 1x1 jam,
klien tidak
merasa nyeri
ditandai
dengan klien
bisa
beraktivitas
kembali.
Tupan : klien dan
keluarga dapat
mendemonstras
ikan
bagaimana
penanganan
nyeri.
Mandiri :
Jika memungkinkan, kaji
daerah pada tubuh klien
yang terasa sakit setelah
mengalami kejang
Bantu pasien untuk
mendapatkan posisi yang
nyaman setelah kejang
selesai (relaksasi)
Berikan masase atau
gosokan di bagian yang
Sebagai dasar untuk
menentukan
intervensi
Posisi yang nyaman
dan sesuai membantu
dalam
menghilangkan/men
urunkan kelemahan
otot dan rasa nyeri
Menghilangkan/
menurunkan nyeri
dengan perubahan
terasa nyeri dengan
perlahan atau sesuai
kebutuhan klien
Demonstrasikan
penggunaan keterampilan
relaksasi, seperti napas
dalam atau visualisasi
Kolaborasi :
Berikan analgesik yang
tidak kontraindikasi
dengan obat antiepileptik
(fenitoin), mis. Diazepam
pada neuron sensori,
dan relaksasi otot
Dengan
memfokuskan
kepada perhatian
tertentu, menurunkan
ketegangan otot,
meningkatkan rasa
memiliki dan
kontrol/ menurunkan
rasa kurang nyaman
Dapat digunakan
untuk
menghilangkan
spasme otot
4. Ansietas b.d
kurang
pengeta
huan
mengen
ai
Tujuan : mengurangi
kecemasan
klien terhadap
prognosis
penyakit
Jelaskan kembali
mengenai patofisiologi /
prognosis penyakit dan
perlunya pengobatan /
penanganan dalam jangka
waktu yang lama sesuai
Rasional :
memberikan
kesempatan untuk
mengklarifikasi
kesalahan persepsi
dan keadaan penyakit
penyaki
t
prosedur.
Tinjau kembali obat-obat
yang didapat, penting
sekali memakan obat
sesuai petunjuk, dan tidak
menghentikan
pengobatan tanpa
pengawasan dokter.
Termasuk petunjuk untuk
pengurangan dosis.
Diskusikan manfaat dari
kesehatan umum yang
baik, seperti diet yang
adekuat, istirahat yang
cukup, latihan yang
cukup dan hindari bahaya
alkohol, kafein dan obat
yang dapat menstimulasi
kejang.
yang ada sebagai
sesuatu yang dapat
ditangani dalam cara
hidup yang normal.
Rasional : tidak
adanya pemahaman
terhadap obat-obatan
yang didapat
merupakan penyebab
dari kejang yang
terus menerus tanpa
henti.
Rasional : aktivitas
yang sedang dan
teratur dapat
membantu
menuurnkan /
mengendalikan
faktor-faktor
predisposisi yang
meningkatkan
perasaan sehat dan
kemampuan koping
yang baik dan juga
meningkatkan harga
diri.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marylin. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta. Salemba Medika
Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia Keperawatan edisi 2. Jakarta : EGC
http://kholilahpunya.wordpress.com/2011/01/21/referat-neurologi-epilepsi/ di akses pada
tanggal 27 September 2011 14.00 WIB