makalah epilepsi.doc

47
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epilepsi telah dikenal sejak zaman dahulu, dalam tulisan dari tahun 2080 sm telah ditemukan pengenalan akan gejala- gejala epilepsi. Pada masa itu epilepsi masih dihubungkan dengan pengaruh gaib, roh jahat dan pengaruh dari luar lainnya yang menimpa penderita. Anggapan ini terus berkembang sampai tahun 400 sm, Hippocrates pada bukunya “On The Sacred Diseasemengemukakan bahwa penyakit ini bukan disebabkan oleh tenaga supernatural atau pengaruh gaib tetapi disebabkan karena perubahan dalam otak. Di negara kita pun sudah lama dikenal terbukti dengan adanya nama lokal untuk penyakit ini yang disebut sawan, ayan atau celengan dan hingga saat ini masih banyak yang menghubungkannya dengan hal gaib dan berusaha menyembuhkan dengan cara-cara mistik. Hingga saat inipun penatalaksanaan penderita epilepsi belum mencapai optimal, hal ini disebabkan karena pengertian yang salah mengenai epilepsi masih berkembang di masyarakat sehingga sebagian penderita tidak dibawa berobat malahan disembunyikan karena dianggap sakit jiwa, membawa sial, dan aib bagi keluarga. Sedangkan tenaga kesehatan sendiri masih banyak yang ragu-ragu mendiagnosa dan memberikan pengobatan. 1

Upload: putri-wella-suresty

Post on 27-Dec-2015

414 views

Category:

Documents


70 download

DESCRIPTION

epilepsi

TRANSCRIPT

Page 1: makalah epilepsi.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Epilepsi telah dikenal sejak zaman dahulu, dalam tulisan dari tahun 2080 sm telah

ditemukan pengenalan akan gejala-gejala epilepsi. Pada masa itu epilepsi masih dihubungkan

dengan pengaruh gaib, roh jahat dan pengaruh dari luar lainnya yang menimpa penderita.

Anggapan ini terus berkembang sampai tahun 400 sm, Hippocrates pada bukunya “On The

Sacred Disease” mengemukakan bahwa penyakit ini bukan disebabkan oleh tenaga

supernatural atau pengaruh gaib tetapi disebabkan karena perubahan dalam otak.

Di negara kita pun sudah lama dikenal terbukti dengan adanya nama lokal untuk

penyakit ini yang disebut sawan, ayan atau celengan dan hingga saat ini masih banyak yang

menghubungkannya dengan hal gaib dan berusaha menyembuhkan dengan cara-cara mistik.

Hingga saat inipun penatalaksanaan penderita epilepsi belum mencapai optimal, hal ini

disebabkan karena pengertian yang salah mengenai epilepsi masih berkembang di masyarakat

sehingga sebagian penderita tidak dibawa berobat malahan disembunyikan karena dianggap

sakit jiwa, membawa sial, dan aib bagi keluarga. Sedangkan tenaga kesehatan sendiri masih

banyak yang ragu-ragu mendiagnosa dan memberikan pengobatan.

Walaupun belum pernah dilakukan penyelidikan epidemiologis tentang epilepsi di

Indonesia, dapat dikatakan bahwa epilepsi tidak jarang dijumpai dalam masyarakat. Jika

dipakai angka-angka prevalensi dan insidens epilepsi yang didapatkan dalam kepustakaan,

yakni prevalensi 5-10 per 1000 dan insidens 0,5 per 1000. Maka dapat diperkirakan bahwa di

Indonesia yang berpenduduk sekitar 180 juta orang, terdapat 900.000-1.800.000 orang

dengan epilepsi, sedangkan insidens adalah 90.000 kasus epilepsi baru tiap tahun. Angka-

angka tersebut mengejutkan jika dibandingkan dengan angka prevalensi penyakit-penyakit

lain yang terdapat di Indonesi. Ini cukup memprihatinkan, terutama bila para penyandang

epilepsi tidak ditangani dengan baik sehingga menimbulkan masalah sosial dan menjadi

beban bagi keluarganya dan masyarakat. Di negara-negara yang sedang berkembang seperti

Indonesia dimana jumlah spesialis masih kecil, sebagian besar penyandang epilepsi

diharapkan dapat ditanggulangi oleh dokter umum. Dalam penanggulangan epilepsi

pengobatan dengan obat-obat antikonvulsi menduduki tempat terpenting, meskipun faktor-

1

Page 2: makalah epilepsi.doc

faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka yang menyandang epilepsi seperti faktor

psikososial, lingkungan keluarga, pendidikan, pekerjaan dan sebagainya perlu diperhatikan

juga. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan terutama bidang kedokteran

pengetahuan mengenai epilepsi pun berkembang dengan pesat sehingga penatalaksanaan pun

semakin baik sehingga kualitas hidup penderita makin dapat ditingkatkan.

2

Page 3: makalah epilepsi.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Epilepsi

Epilepsi merupakan gangguan gangguan susunan syaraf pusat (SSP) yang dicirikan

oleh terjadinya serangan (seizure, fit, attack, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan

berkala. Serangan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan

sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel-sel otak, bersifat sinkron dan berirama.

Istilah epilepsi tidak boleh digunakan untuk serangan yang terjadi hanya sekali saja, serangan

yang terjadi selama penyakit akut berlangsung, dan occasional provoked seizures misalnya

kejang atau serangan pada hipoglikemi.

Epilepsi berdasarkan etiologi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu sebagai

berikut.

a. Epilepsi idiopatik, yaitu epilepsi yang tak ditemukan faktor penyebab bangkitan

epilepsinya.

b. Epilepsi simptomatik, yaitu epilepsi sebagai akibat atau gejala dari penyakit lain.

Epilepsi idiopatik biasanya dimulai terjadi pada usia lebih dari 3 tahun, sedangkan

yang simptomatik dapat dimulai dari neonatus hingga usia lanjut sebagai akibat kelainan

kongenital, trauma kelahiran, gangguan metabolik dan infeksi, keracunan, kelainan struktural

misalnya pada abses atau tumor otak, kelainan vaskuler dan cedera kepala sedangkan pada

usia lanjut penyebab tersering adalah kelainan serebrovaskuler dan tumor serebri.

Ditinjau dari segi klinik, patofisiologis dan praktis epilepsi dapat didefinisikan sebagai

bangkitan yang diakibatkan oleh lepasnya muatan listrik neuron serebral yang berlebihan

secara berkala, dapat memberikan gejala gangguan kesadaran, gerakan involunter, gangguan

sensorik, motorik, peningkatan aktivitas otonom dan berbagai gangguan psikis.

3

Page 4: makalah epilepsi.doc

2.2 Sejarah Epilepsi

Keterangan rinci tentang epilepsi yang paling tua terdapat di lembaran Babylon yang

tersimpan di British Museum. Bab ini merupakan bagian dari buku teks kedokteran Babylon

yang terdiri dari 40 lembar, dibuat pada tahun 2000 SM. Pada lembaran tadi termuat catatan

berbagai jenis serangan epilepsi yang berbeda sebagaimana yang kita ketahui sekarang ini.

Uraian tentang epilepsi tadi menekankan betapa epilepsi disebabkan atau dipengaruhi oleh

kekuatan supranatural, dengan tiap jenis serangan dikaitkan dengan nama roh atau setan.

Dengan demikian terapinya didasarkan atas kekuatan spritual.

Kata epilepsi berasal dari Yunani epilepsia yang berarti serangan. Masyarakat percaya

bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat dan juga dipercaya bahwa epilepsi merupakan

penyakit yang bersifat suci. Hal ini merupakan latar belakang adanya mitos dan rasa takut

terhadap epilepsi. Mitos tersebut mewarnai sikap masyarakat dan menyulitkan upaya untuk

membawa penderita epilepsi ke dalam kehidupan normal.

Hippocrates percaya bahwa epilepsi bukanlah penyakit yang bersifat suci atau

keramat. Dia menganggap bahwa epilepsi merupakan penyakit yang didasari oleh adanya

gangguan di otak, pandangan ini merupakan suatu hal yang revolusioner. Dia menyarankan

untuk memberi terapi fisik, bukan terapi spiritual, dan dia menyatakan bahwa bila penyakit

menjadi kronis maka penyakit tadi tidak dapat disembuhkan. Pada pertengahan abad ke 19

epilepsi memperoleh perhatian secara sungguh-sungguh. Pada tahun 1857 Sir Charles Locock

untuk pertama kalinya mengenalkan sedativa sebagai pengendali serangan epilepsi. Pada

tahun 1870 John Hughlings Jackson mengenali korteks otak sebagai bagian yang terlibat

dalam epilepsi. Pada tahun 1929 Hans Berger memperlihatkan bahwa gelombang listrik di

otak manusia dapat direkam.

Hans Berger, seorang spesialis kedokteran jiwa, mengembangkan human

electroencephalograph pada saat itu dikenal juga sebagai EEG brainswaves. Manfaat EEG

tadi mulai dirasakan pada tahun 1930, yaitu dalam bidang epilepsi. EEG menunjukkan

adanya cetusan listrik di otak, di samping itu EEG juga menunjukkan pola cetusan

gelombang otak yang berbeda. EEG bermanfaat untuk menentukan letak sumber cetusan

listrik di otak. Dalam perkembangannya EEG juga berperan dalam persiapan terapi bedah

untuk epilepsi, hal demikian ini dikembangkan sejak tahun 1950 baik di London, Montreal,

maupun di Paris.

4

Page 5: makalah epilepsi.doc

Pada pertengahan abad ke 20, EEG permukaan menjadi alat standar untuk

menentukan diagnosis dan klasifikasi serangan. Namun demikian, sebagaimana setiap

penemuan alat baru, banyak terjadi penyalahgunaan, penggunaan yang berlebihan, maupun

kesalahan interpretasi yang berkaitan dengan EEG. Hal ini terutama terjadi pada orang-orang

yang tidak berpengalaman. Selama pertengahan pertama abad ke 20, obat utama untuk

epilepsi adalah fenobarbital (1912) dan fenitoin (1938). Kemudian sejak tahun 1960

ditemukan berbagai macam OAE baru. Penemuan tersebut didasarkan atas pengetahuan yang

maju tentang aktivitas elektrokimia di otak, terutama neurotransmitter pemacu (excitatory)

dan penghambat (inhibitory).

Pendorong lain dalam bidang kemajuan pengetahuan dan terapi epilepsi adalah

ditemukannya comuterized axial tomography (CAT) scan, magnetic, resonance imaging

(MRI), MRI spectroscopy, dan positron emission tomography (PET). Alat-alat tadi mampu

mengungkapkan lesi di otak yang bertanggung jawab atas terjadinya epilepsi.

The International League Against Epilepsi (ILAE), suatu organisasi profesional yang

memikirkan segala aspek epilepsi, didirikan pada tahun 1909. Pada tahun 1962 didirikan

organisasi yang setara dengan ILAE, diberi nama The International Bureau for Epilepsi

(IBE). Pada tahun 1997 kedua organisasi tersebut bersama-sama dengan WHO

menyelenggarakan Global Anti-epilepsi Campaign.

2.3 Klasifikasi Epilepsi

Klasifikasi bangkitan epilepsi (ILAE, 1981) dibuat berdasarkan gejala klinik

gambaran EEG saat serangan (iktal) dan diluar serangan (interiktal).

1) Bangkitan fokal

a. Sederhana

Manifestasi klinik dapat bervariasi tergantung dari susunan saraf pusat yang

terkena, dapat menetap atau menyebar tetapi terbatas pada satu hemisfer sehingga

bangkitan dapat terjadi pada salah satu bagian tubuh dan dapat menyebar pada sisi

tubuh yang sama. Bangkitan ini dapat terlihat sebagai gangguan motorik dengan

adanya kejang tonik-klonik pada satu bagian tubuh, terutama kepala atau mata,

bangkitan postural dimana lengan atau tungkai menjadi kaku pada sikap tertentu,

gangguan fonasi atau bicara. Bangkitan somato-sensorik berupa perasaan seperti

ditusuk jarum, rasa sebal, rasa nyeri atau terbakar. Bangkitan sensorik khusus berupa

5

Page 6: makalah epilepsi.doc

bangkitan visual biasanya sederhana dan tidak terbentuk. Bangkitan auditorik berupa

bisikan, bunyi lonceng. Bangkitan olfaktorik dengan tercium bau biasanya yang tidak

menyenangkan seperti bau mayat, tinja dan lain-lain. Bangkitan gustatorik dengan

halusinasi rasa kecap. Bangkitan vertigo dengan rasa berputar dapat dirinya atau

benda disekitarnya, bangkitan otonom sebagai muntah, pucat, berkeringat,

inkontinensia urine atau tinja dapat pula berupa bangkitan psikis berupa perubahan

dari ingatan akan suatu perjalanan, waktu, keadaan seperti bermimpi, de javu (kembali

ke keadaan lampau) dan jamais’vu (tak mengenal kembali kejadian lampau).

Bangkitan gangguan kognitif dengan distorsi waktu dan depersonalisasi. Bangkitan

dengan gejala afektif dengan rasa sangat senang, rasa takut, depresi.

b. Kompleks

Bila bangkitan parsial sederhana disertai ganguan kesadaran. Yang dimaksud

dengan gangguan kesadaran disini tidak hanya derajat kuantitatif saja (somnolent,

sopor), juga perubahan derajat kesiagaan (awareness yaitu kontak penderita dengan

kejadian dan kemampuan mengingat kembali kejadian dan respons penderita terhadap

rangsang luar yaitu kemampuan penderita untuk melaksanakan suatu perintah atau

gerakan yang dikehendaki).

c. Umum sekunder

Bila bangkitan parsial sederhana atau parsial kompleks berkembang umum tonik

klonik disertai gangguan kesadaran.

2) Bangkitan umum

a. Lena (absence)

Dimana terjadi kehilangan kesadaran biasanya singkat sekali (beberapa detik

sampai setengah menit) ditandai dengan penghentian aktifitas yang sedang

berlangsung, pandangan kosong disertai rotasi bola mata ke atas, dapat disertai

gerakan motorik ringan, misalnya kedutan pada kelopak mata atau sudut mulut, mulut

mengecap-ngecap serangan biasanya sering, dalam satu hari dapat beberapa ratus kali.

Biasanya terdapat pada anak-anak usia 3 sampai 15 tahun, gambaran EEG khas yaitu

adanya gelombang 3 spd, dahulu dikenal sebagai petitmal, ditemukan pada 40%

penderita lena.

6

Page 7: makalah epilepsi.doc

b. Mioklonik

Mioklonik terjadi kontraksi otot yang bersifat menyentak (jerking) serangan

mioklonik dapat berulang dengan cepat atau hanya sekali-sekali.

c. Tonik, klonik atau tonik-klonik

Bangkitan umum tonik, klonik atau tonik-klonik merupakan serangan berupa

gangguan kesadaran dikuti oleh keadaan tonik sampai pada otot pernafasan sehingga

terjadi stridor dan jeritan epileptic diikuti oleh kejang tonik klonik pada seluruh tubuh.

Bangkitan ini telah dikenal sebagai granmal. Jenis bangkitan ini dapat dimulai ada

masa anak-anak sampai dengan dewasa.

d. Atonik

Bangkitan umum atonik, penderita kehilangan tonus otot secara mendadak

sehingga terjatuh, bila berlangsung singkat terjadi drop attack.

2.4 Patofisiologi Epilepsi

Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan daripada

proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran

konsentrasi ion ekstraselular, voltage-gated ion-channel opening, dan menguatnya sinkroni

neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas serangan epileptik.

Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraselular dan intraselular, dan

oleh gerakan keluar masuk ion-ion menerobos membran neuron.

Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal mengalami

depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara cepat dan

berulang-ulang. Cetusan listrik abnormal ini kemudian “mengajak” neuron-neuron sekitarnya

atau neuron-neuron yang terkait di dalam proses. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak

apabila cetusan listrik dari sejumlah besar neuron abnormal muncul secara bersama-sama,

membentuk suatu badai aktivitas listrik di dalam otak. Badai listrik tadi membuktikan

bermacam-macam serangan epilepsi yang berbeda (lebih dari 20 macam), bergantung pada

daerah dan fungsi otak yang terkena dan terlibat. Dengan demikian dapat dimengerti apabila

epilepsi tampil dengan manifestasi yang sangat bervariasi.

Beberapa keadaan yang dapat mencetuskan bangkitan epilepsi diantaranya faktor

genetik dimana sel neuron mempunyai faktor instrinsik untuk terjadinya lepas muatan listrik

yang abnromal, perubahan pada sel yang ditimbulkan oleh gangguan keseimbangan elektrolit

7

Page 8: makalah epilepsi.doc

misalnya anoksia, hipoksia, hipokapnia, hipoglikemia, hiperglikemia, hipokalssemia,

dehidrasi, gangguan hormon adrenal dan progestron, gangguan pelepasan neurotransmitter

misalnya pada kerusakan serebral atau adanya toksin

2.5 Serangan Epilepsi

Didalam klasifikasi sindrom epilepsi menurut ILAE terdapat berbagai macam

sindrom yang tidak seluruhnya sering dijumpai maupun mudah dikenali. Tapi disini akan

dibahas sindrom epilepsi yang sering dijumpai.

2.5.1 Epilepsi Umum Tonik-Klonik

Epilepsi jenis ini dikenal pula sebagai grand mal epilepsy atau generalized tonic-

clonic seizures (GTCS), mengenai 2 dari 10.000 populasi. Serangan meliputi seluruh tubuh,

dimulai dengan rigiditas otot-otot tubuh (tonik) keudian diikuti oleh kontraksi otot-otot secara

ritmik (klonik), dan kehilangan kesadaran. Serangan dapat terjadi pada laki-laki maupun

wanita, umur berapa saja, dan cenderung menjadi kronis. Epilepsi jenis ini dapat bersifat

idiopatik maupun simtomatik.

2.5.2 Epilepsi Umum Absence

Epilepsi absence meliputi 10% kasus epilepsi pada usia anak-anak, mempunyai

prognosis yang baik. Sekitar 40% kasus dapat mengalami serangan tonik-klonik dan hal

demikian ini dapat diobati dengan valproat. Serangan tonik dan klonik pada umumnya terjadi

pada golongan laki-laki dengan awitan pada umur 8 tahun dan terapi awal tidak memberikan

hasil yang baik.

Pada penderita epilepsi absence tidak dijumpai kelainan neurologis lainnya dan

kognisinya juga normal. Namun demikian serangan absence dapat mengakibatkan kesulitan

belajar dan seterusnya menghambat kemampuan belajar penderita. Epilepsi absence lebih

banyak terjadi pada anak-anak perempuan daripada laki-laki (2:1). Awitan serangan terjadi

pada umur 5-10 tahun, namun demikian dapat muncul pada umur 3-13 tahun.

2.5.3 Sindrom Lennox-Gastaut

SLG merupakan salah satu bentuk epilepsi yang berat. SLG muncul pertama kali pada

umur 1-14 tahun, rata-rata 3 tahun. Munculnya serangan dipermudah oleh rasa mengantuk

atau bahkan tanpa rangsangan dapat muncul serangan. Di Eropa, pervalensi SLG adalah 0,1-8

Page 9: makalah epilepsi.doc

0,28/1000 penduduk. Insedensi tahunan mendekati angka 2/100.000 anak. Di antara anak-

anak yang mengalami keterlambatan intelektual maka 7% dari mereka mengalami SLG, dan

diantara anak-anak yang diasramakan karena keterlambatan intelektual maka 16,3%

mengalami SLG.

SLG dicirikan oleh adanya berbagai jenis serangan, meliputi serangan tonik, atonik,

mioklonik dan absence tidak khas, terjadi setiap hari. Serangan ini sukar diatasi dengan obat

antikonvulsan, dan prognosis biasanya buruk. SLG dapat terjadi tanpa sebab yang jelas,

sering dihubungkan dengan berbagai abnormalitas yang ada sebelumnya, seperti anomali

perkembangan, kelainan metabolik, dan infeksi otak.

2.5.4 Epilepsi Lobus Frontalis

Gambaran umum yang membedakan epilepsi jenis ini dengan bukan epilepsi adalah

serangan besifat stereopatik, terjadi selama penderita tidur, serangan berlangsung sebentar,

segera mengalami generalisasi sekunder, manifestasi motorik menonjol, dan otomatisme

kompleks. Apabila hanya didasarkan atas riwayat maka gejala akan sulit untuk dibedakan

dengan gejala nonepilepsi. Tidak jarang terjadi bahwa penderita epilepsi lobus frontalis

terlebih dahulu dikirim ke spesialis kedokteran jiwa dan bukan ke spesialis saraf. Epilepsi ini

dilatar belakangi oleh berbagai macam penyakit, antara lain disgenesis kortikal, gliosis,

malformasi vaskular, neoplasma, infeksi, dan anoksia. Disamping itu ada yang bersifat

genetik dengan pewarisan autosomal dominant.

2.5.5 Epilepsi Lobus Oksipitalis Fotosensitif Idiopatik

Epilepsi jenis ini merupakan sebagian besar dari epilepsi refleks, serangan epilepsi

dirangsang oleh cahaya atau sinar di sekeliling penderita. Pada tahun 1948 Gastaut et al.

melaporkan bukti adanya hubungan antara serangan epilepsi dengan cahaya yang masuk ke

mata penderita, ialah dengan pemberian rangsangan cahaya secara intermiten terhadap

penderita epilepsi yang sensitif terhadap cahaya. Berdasarkan data di klinik atau pusat

epilepsi, maka proporsi epilepsi jenis ini adalah 0,4% dari 2.447 penderita epilepsi yang

dirawat di klinik tersebut. Penderita perempuan lebih banyak daripada laki-laki (4:1).

Sebagian besar penderita adalah kalangan remaja.

Epilepsi jenis ini dicirikan oleh serangan parsial yang muncul pada masa remaja.

Serangan umum sekunder tidak jarang terjadi. Faktor pencetus yang paling sering dijumpai

9

Page 10: makalah epilepsi.doc

adalah televisi dan video games. Fenomena visual merupakan awal manifestasi serangan.

Para penderita umumnya menjelaskan adanya bintik atau lingkaran yang cemerlang, dengan

warna yang jelas atau berwarna-warni. Sementara itu beberapa penderita melaporkan adanya

kebutaan yang mendadak atau pandangan menjadi sangat tidak jelas. Fenomena visual

biasanya diikuti oleh tahap versive, kepala dan mata mengalami deviasi. Apabila serangan

berlanjut maka biasanya urutan serangan berikutnya adalah rasa tidak enak di perut, tidak

responsif terhadap sekelilingnya, dan muntah. Beberapa penderita mengeluh nyeri kepala

yang bersifat tajam atau seperti tertikam.

2.6 Jenis-jenis Serangan Epilepsi

Serangan epilepsi sangat bervariasi, walaupun demikian secara individual serangan

epilepsi bersifat stereotipik. Sebagian besar penderita epilepsi tidak menunjukkan kelainan

fisik, serangan hanya berlangsung sepintas tanpa dapat diperkirakan sebelumnya. Sementara

itu, serangan epilepsi bervariasi dalam waktu, tingkat penurunan kesadaran, perasaan

subjektif (sensorik), manifestasi objektif (motorik, kejang), dan perubahan psikologis.

Serangan epilepsi yang nonkonvulsif lebih sulit dikenali daripada yang bersifat

konvulsif dan akan lebih sulit lagi apabila serangan nonkonvulsif tadi disertai oleh perubahan

status mental, perubahan tingkah laku, atau gejala psikiatrik lainnya. Hal demikian ini juga

berlaku untuk status epilepatikus yang bersifat nonkonvulsif.

1) Epilepsi lobus temporalis (ELT)

Pada umumnya epilepsi yang tidak terdiagnosis termasuk dalam kelompok epilepsi

parsial terutama yang tidak mempunyai gejala kejang. Dari kelompok ini yang paling

menonjol adalah ELT atau epilepsi psikomotor. ELT meliputi sepertiga dari seluruh

jenis epilepsi yang serangannya sering melibatkan unsur psikis. Manifestasi ELT

sangat bervariasi, berupa sensasi epigastrik, halusinasi, gangguan memori, keadaan

seperti mimpi, otomatisme primer, gangguan afektif dan hipergrafia.

a. Sensasi epigastik

Sensasi epigastrik sebenarnya lebih merupakan halusinasi somatik, biasanya

hanya berupa rasa tidak enak bercampur dengan perasaan takut. Sensasi epigastrik ini

biasanya naik ke dada, tenggorokan, dan kemudian ke mulut. Variasi lainnya adalah

munculnya sensasi tertentu di daerah mulut dan bibir sehingga mulut penderita

berkomat-kamit atau mengecapkan lidah dan bibir berkali-kali. Gejala-gejala tersebut

10

Page 11: makalah epilepsi.doc

bersumber pada fokus epilepsi di lobus temporalis bagian anterior dan kadang-kadang

melibatkan amigdala.

b. Halusinasi

Pada ELT dapat terjadi halusinasi pembauan atau penghidupan, pengecapan lidah,

pendengaran, penglihatan dan vestibular. Gangguan visual kadang-kadang lebih

bersifat ilusi daripada halusinasi, misalnya benda-benda terlihat lebih kecil

(mikropsia), terlihat lebih jauh atau terlihat terpilin. Pada beberapa penderita dapat

terjadi perubahan orientasi visual secara mendadak ataupun perubahan dalam hal

depth perception. Halusinasi kadang-kadang disertai oleh perubahan dalam apresiasi

terhadap kecepatan atau intonasi bicara serta gangguan persepsi waktu. Fenomena

vestibular dapat berupa vertigo paroksismal.

c. Gangguan memori

Gangguan memori dan keadaan seperti mimpi meliputi dysmnesic syndrome (deja

vu, jamais vu) dan keadaan seperti mimpi. Penderita sering merasa seakan-akan

melayang-layang atau terapung-apung atau merasa bahwa antara jiwa dan raganya

seolah-olah terpisah. Di samping itu sering pula terdapat gangguan afektif yang

berupa perasaan takut, panik, cemas, ekstase, depresi atau kombinasi dari berbagai

episoda tadi. Hal-hal tadi merupakan fenomena temporolimbik.

d. Hipergrafia

Hipergrafia meliputi tiga hal pokok, ialah cara penulisan (misalnya memakai

bayangan cermin, kode, warna tinta yang berbeda-beda kaligrafi), ritualized script

exessive (misalnya panjang tulisan dan/atau frekuensi serta lamanya menulis), dan isi

atau tema tulisan (misalnya filosofi, etika, moral, agama). Hipergrafia merupakan

salah satu perubahan tingkah laku (yang lainnya adalah hiperemosionalisme,

obsesionalisme, religiousity, perubahan tingkah laku seksual dan circumstantiality)

yang terdapat pada ELT. Namun demikian hubungan antara disfungsi lobus

temporalis dengan perubahan tingkah laku tadi masih belum jelas benar.

e. Aura

Serangan epilepsi pada ELT dapat bersifat tunggal. Serangan tunggal ini dapat

berfungsi sebagai aura apabila sesudah serangan tadi muncul serngan-serangan

epilepsi lainnya. Dengan demikian aura merupakan tanda dari serangan parsial

kompleks.

11

Page 12: makalah epilepsi.doc

2) Epilepsi refleks

Di samping ELT maka ada jenis epilepsi lainnya yang sulit dikenali sehingga dapat

lolos dari diagnosis epilepsi. Epilepsi refleks (ER) adalah salah satu contoh epilepsi

yang dapat membingungkan penderita, keluarganya, atau bahkan dokter yang

memeriksanya. Yang membingungkan bukan jenis serangannya melainkan kejadian-

kejadian sebelum munculnya serangan. Pada ER terdapat serangan secara teratur,

dalam bentuk serangan parsial maupun umum, sesudah penderita menerima rangsang

tertentu yang jelas diketahui jenisnya. Fenomena ini seringkali dipergunakan dalam

pemeriksaan EEG yang memanfaatkan stimulasi fotik dan hiperventilasi. Istilah ER

mengandung makna yang luas. Sejak munculnya laporan tentang beberapa kasus ER

sebagai akibat dari parasit dalam usus, masturbasi, dan lain-lain yang bersifat

noncausative faktors maka terjadilah kebingungan dalam hal makna ER yang

sebenarnya. Sehubungan dengan hal ini, Penfield dan Erickson pada tahun 1941

mengusulkan istilah yang dianggap lebih cermat dan speisifk, ialah sensory-

precipitated seizures.

a. Photic-induced epilepsi

Epilepsi jenis ini disebut pula sebagai photosensitive epilepsi, merupakan salah

satu jenis ER yang membingungkan penderita, keluarga, maupun dokter yang

memeriksanya. Epilepsi jenis ini dapat terjadi dalam berbagai keadaan misalnya

perubahan sinar yang redup menjadi terang benderang, berkendaraan di sepanjang

deretan pepohonan di mana sinar matahari menerobos sela-sela dedauanan, melihat

roda berputar, melihat bandul berayun, melihat kedipan cahaya televisi atau lampu

neon, dan bahkan dapat self-induced ialah ketika penderita melambaikan tangan di

antara matanya dengan sumber cahaya. Jenis serangan epilepsi bervariasi dari gerakan

yang tak bermakna, lena, sampai kejang umum.

b. Pattern-evoked seizures

Sebagaimana photic-induced epilepsi maka jenis serangan seperti ini termasuk

kelompok visually-induced epilepsi dan lebih jarang dijumpai. Apabila penderita

melihat pola khusus atau tertentu misalnya kisi-kisi atau deretan garis vertikal atau

horizontal, maka akan muncul serangan lena. Sebagai contoh, keluarga penderita tidak

menyadari adanya fenomena ini, tetapi setelah ditelusuri secara retrospektif maka

terungkap bahwa penderita mengalami serangan epilepsi berulang kali setiap kali dia

mengenakan pakaian bermotif kotak-kotak atau bergaris.

12

Page 13: makalah epilepsi.doc

c. Eye-closure seizures

Jenis serangan ini juga termasuk kelompok visually-induced epilepsi, disebut pula

dengan closing-the-eyes epilepsi. Kedipan atau tertutupnya mata dapat menginduksi

paroxysmal discharges yang tampak pada EEG serta merangsang munculnya

serangan epilepsi.

Ada beberapa pandangan mengenai mekanisme terjadinya serangan secara

reflektorik tadi. Diperkirakan bahwa serangan tadi didasarai oleh mekanisme

proprioseptif, kemudian ada pula yang berpendapat bahwa serangan tadi didasari oleh

mekanisme hubungan antara menutupnya kelopak mata dengan pusat kesadaran di

formasio retikularis. Di samping itu ada pula yang menduga bahwa mekanismenya

didasari oleh penekanan tangsang visual secara mendadak. Namun demikian

semuanya tadi tidak memberikan kejelasan. Kemudian muncul teori lain yang

mengatakan bahwa serangan tadi mungkin disebabkan oleh cahaya yang menerobos

sela-sela atau celah palpebra.

d. Eating-evoked epilepsi

Serangan epilepsi diinduksi oleh aktifitas makan (mengunyah, menelan). Jenis

epilepsi ini merupakan ER kompleks yang bersumber di lobus temporalis dan daerah

suprasylvii. Pada umumnya penderita tidak menyadari adanya hubungan antara

serangan epilepsi yang ada dengan aktivitas makan. Bagi yang menyadari fenomena

ini maka penderita cenderung takut untuk makan dengan akibat berat badan menurun

dan berikutnya terjadi gangguan nutrisi.

Serangan mioklonik pada jenis ER ini dirangsang oleh proses menelan makanan.

Dalam hal ini rangsangan tidak dipengaruhi oleh suhu, rasa, susunan, makanan,

lamanya makan atau tingkat proses menelan. Serangan epilepsi dimulai dengan

kehilangan kesadaran secara singkat, sering diiringi oleh otomatisme dan kemudian

diikuti oleh kelemahan otot faring, laring, lidah, wajah, dan leher. Dengan demikian

terjadi kelemahan otot-otot bulbar, penderita tidak mampu menelan dan berbicara,

sementara itu penderita masih tetap mengerti semua perintah yang bersifat kompleks.

Serangan tadi disertai oleh gelombang paku (spike waves) pada EEG yang berasal dari

fisura Sylvii kiri.

e. Language epilepsi

Bentuk lain dari ER adalah language epilepsi yang didominasi oleh reading

epilepsi. Dikenal dua jenis reading epilepsi ialah primary reading epilepsi (PRE) dan

13

Page 14: makalah epilepsi.doc

secondary reading epilepsi (SRE). Untuk pertama kali kasus PRE dilaporkan oleh

Bickford et al. pada tahun 1956. Manifestasi PRE meliputi serangan mioklonik yang

singkat pada otot rahang, wajah, dan lidah sering kali disertai vokalisasi, kehilangan

kesadaran sejenak, serta kehilangan sebagian kalimat yang sedang dibacanya.s

erangan berupa kejang tonik-klonik.

Ciri lain dari PRE adalah terjadi pada usia dasawarsa kedua, riwayat keluarga

positif, tidak ada defisit neurologis. Ciri-ciri tadi untuk membedakan antara PRE dan

SRE. Pada SRE serangannya tidak bergantung pada aktivitas membaca, tidak ada

mioklonik otot rahang, dan resting EEG biasanya abnormal. Sementara itu pada PRE

menunjukkan resting EEG yang normal dan ketika sedang membaca maka pada

rekaman EEG muncul gelombang epileptiform.

Serangan pada reading epilepsi tidak berhubungan dengan materi yang sedang

dibaca, namun demikian ada kasus yang mengalami serangan ketika sedang membaca

bahasa asing di mana penderita berusaha untuk memahaminya. Ada pula kasus yang

menunjukkan serangan pada saat sedang menulis, mengetik main piano, dan membaca

notasi musik tanpa syair. Berdasarkan kasus-kasus tersebut timbul kesan bahwa

reading epilepsi merupakan suatu ganguan komunikasi dan serangannya dirangsang

oleh aktivitas fungsi luhur.

f. Auditory-evoked seizures

Rangsangan pada ER jenis ini bersifat spesifik misalnya dering pesawat telepon,

suara tertentu, atau musik tertentu. Ada pula rangsangan yang tidak spesifik misalnya

suara yang keras dan mendadak. Pada startle of acousticomotor seizures rangsangan

suara bersifat sangat mengejutkan dengan gejala myoclonic jerk yang bersifat tunggal

dan kemudian mncul berulang-ulang disusul oleh kejang tonik dan akhirnya kejang

tonik-klonik. Pada musicogenic seizures timbul serangan psikomotor disertai adanya

gelombang distrimik di daerah lobus temporalis.

g. Eyelid myoclonia

Eyelid myoclonia (EM) ada yang disertai absence (EMA) dan ada yang tanpa

absence. untuk pertama kali EMA dilaporkan oleh Jeavons pada tahun 1977. Sampai

dengan tahun 1996 ada 9 laporan dan konfirmasi mengenai EMA tadi. Pada awalnya

EMA disalahartikan sebagai tic atau manerisme. Gambaran klinisnya adalah sebagai

berikut adalah mata berkedip-kedip bersama-sama dengan kepala mendongak

tersentak-sentak dan bola mata melirik ke atas secara ritmis. Gerakan tersebut

14

Page 15: makalah epilepsi.doc

berlangsung singkat, dalam satu hari dapat terjadi ratusan kali, disertai dengan

penurunan kesadaran, dipicu oleh sinar matahari atau cahaya yang berkedip-kedip.

3) Unclassified seizures

a. Versive seizures

Serangan epilepsi dicirikan oleh gerakan memalingkan kepala ke arah satu sisi

dan disertai oleh lirikan bola mata ke arah yang sama. Untuk pertama kalinya kasus

ini dilaporkan oleh John Hughlings Jackson pada tahun 1880. Gerakan tersebut

berlangsung beberapa detik yang kemudian diteruskan dengan kejang atau berhenti

begitu saja. Kadang-kadang kepala dan badan bersama-sama bergerak memutar ke

arah satu sisi, gerakan ini terjadi secara mendadak. Dikenal adanya contraversive

seizures kepala berpaling ke arah yang berlawanan dengan fokus epilepsi. Sedang

ipsiversive seizures kepala berpaling ke arah fokus epilepsi. Keduanya bersumber

pada fokus epilepsi di lobus frontalis, temporalis, atau oksipitalis.

b. Volvular epilepsi

Epilepsi jenis ini dicirikan oleh gerakan berputar, dengan langkah-langkah kecil,

satu sampai dengan beberapa kali putaran, sementara itu penderita tetap sadar tetapi

tidak mampu berbicara. Pada beberapa kasus dapat pula diakhiri dengan kejang umum

dan penurunan kesadaran. Fokus epilepsi tidak terbatas di daerah temporal saja tetapi

juga terdapat di daerah frontal bagian depan, parietal, dan oksipital.

Versive seizures dan volvular epilepsi menunjukkan gerakan mendadak dan aneh

(terutama bagi awam) sehingga ada kemungkinan dicarikan pertolongan kepada ihak

nonmedik. Sementara itu bagi klinis ada kemungkinan bahwa gerakan tersebut

dianggap sebagai perubahan tingkah laku atau sekedaar sebagai suatu tortikolis

spasmodik.

c. Aphasic seizures

Jenis serangan ini bersifat sepintas dan dapat muncul sebagai satu-satunya

manifestasi klinis. Pada beberapa kasus serangan afasia diikuti oleh gerakan klonik

pada otot wajah. Komponen afasia ini pada umumnya merupakan suatu serangan yang

dirangsang oleh musik dengan sifat suara tertentu. Dengan demikian ada yang

mengganggap atau memasukkannya ke dalam jenis musicigenic epilepsi.

d. Epileptic dizziness

Dizziness diartikan sebagai perasaaan kehilangan keseimbangan dalam waktu

sepintas. Dizziness dapat muncul sebagai akibat gangguan fungsi sistem vestibular di

15

Page 16: makalah epilepsi.doc

sembarang tempat antara telinga dan korteks serebri. Di samping itu dapat pula terjadi

pad multplesclerosis dan hiperventilasi yang berkaitan dengan kecemasan atau

ketegangan emosional.

Epileptic dizziness diperkenalkan oleh John Hughllings Jackson dan kemudia

oleh Gowers lebih dari 100 tahun yang lalu. Serangan ini sering mucnul sebagai

bagian dari aura ada kejang umum. Namun demikian epilepsi jenis ini lebih spesifik

untuk epilepsi lobus temporalis. Pada beberapa kasus serangan dapat bersifat tunggal

yang muncul secara periodik dan didukung oleh gambaran EEG yang abnormal

dengan berbagai jenis gelombang, tanpa disertai gangguan fungsi vestibular.

16

Page 17: makalah epilepsi.doc

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Penyebab dan Pemicu Serangan Epilepsi

3.1.1 Penyebab

Pada epilepsi tidak ada penyebab tunggal. Banyak faktor yang dapat mencederai sel-

sel saraf otak atau lintasan komunikasi antar sel otak. Lebih kurang 65 % dari seluruh kasus

epilepsi tidak diketahui faktor penyebabnya. Beberapa faktor yang sudah diketahui yaitu :

trauma kepala, demam tinggi, stroke, intoksikasi (termasuk obat-obatan tertentu), tumor otak,

masalah kardivaskular, gangguan keseimbangan elektrolit, infeksi (ensefalitis, meningitis),

dan infestasi parasit terutama cacing pita. Apabila diketahui faktor-faktor tersebut maka

epilepsi yang ada disebut epilepsi simtomatik. Sementara itu epilepsi yang faktor

penyebabnya tidak diketahui disebut epilepsi idiopatik.

Untuk mencari faktor penyebab maka diperlukan anamnesis yang cermat dan lengkap.

Kejang demam merupakan salah satu factor resiko yang sering diperdebatkan. Kejang demam

sederhana terjadi pada 3-5 % anak-anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun yang sebelumnya

dalam keadaan sehat. Stroke merupakan faktor resiko epilepsi yang penting khususnya pada

kelompok lanjut usia. Penderita yang mengalami stroke memiliki kemungkinan 20 kali lebih

besar untuk epilepsi daripada populasi umum.

Faktor penyebab epilepsi sungguh sangat banyak, dapat bersifat tunggal maupun

dalam bentuk kombinasi. Upaya untuk mencari faktor penyebab antara lain pemeriksaan

darah, pemeriksaan cairan serebrospinal, CT scan, dan MRI. Berikut ini adalah daftar

penyebab epilepsi.

1) Idiopatik (penyebab tidak diketahui)

a. Terjadi pada umur berapa saja, terutama kelompok umur 5-20 tahun.

b. Tidak ada kelainan neurologis

c. Ada riwayat epilepsy pada keluarganya

2) Defek kongenital dan cedera perinatal

Munculnya serangan pada usia bayi atau anak-anak

3) Kelainan metabolik

a. Terjadi pada umur berapa saja

17

Page 18: makalah epilepsi.doc

b. Komplikasi dari diabetes melitus

c. Ketidakseimbangan elektrolit

d. Gagal ginjal dan uremia

e. Defisiensi nutrisi

f. Intoksikasi alkohol atau obat-obatan

4) Trauma kepala

a. Terjadi pada umur berapa saja, terutama pada dewasa muda

b. Terutama pada kontusio serebri

c. Munculnya serangan biasanya 2 tahun pasca cedera

d. Bila muncul awal (2 minggu pascacedera) biasanya tidak menjadi kronis

5) Tumor dan proses desak ruang lainnya

a. Terjadi pada umur berapa saja, terutama umur di atas 30 tahun

b. Pada awalnya berupa serangan parsial

c. Kemudian berkembang menjadi serangan umum tonik-klinik

6) Gangguan kardivaskular

Terutama karena stroke dan pada lanjut usia

7) Infeksi

a. Dapat terjadi pada umur berapa saja

b. Mungkin bersifat reversible

c. Dalam bentuk ensefalitis, meningitis, abses

d. Dapat meruapakn akibat dari infeksi berat di bagian lain

e. Infeksi kronis (sifilis)

f. Komplikasi dari AIDS

8) Penyakit degeneratif

a. Terutama pada lanjut usia

b. Demensia Alzheimer

3.1.1 Pencetus serangan

Dalam penatalaksanaan epilepsy perlu ditanyakan hal-hal yang terjadi sebelum

muncul serangan, misalnya kelelahan fisik, kelelahan mental, kurang minum, kurang tidur,

terkena sinar matahari secara langsung, dan sinar dari layar monitor televise maupun

computer. Hal-hal tersebut sangat penting untuk mencegah terjadinya serangan.

18

Page 19: makalah epilepsi.doc

1) Cahaya tertentu

Cahaya tertentu dapat merangsang terjadinya serangan. Epilepsi demikian disebut

sebagai epilepsi fotosensitif atau fotogenik. Cahaya yang mampu merangsang

terjadinya serangan adalah cahaya yang berkedip-kedip atau menilaukan.

2) Kurang tidur

Diduga bahwa kurang tidur dapat menurunkan ambang serangan yang kemudian

memudahkan terjadinya serangan.

3) Faktor makan dan minum

Faktor makan dan minum sehari-hari dapat menjadi masalah pada penderita epilepsi.

Makan dan minum harus teratur, jangan sampai terlalu lapar dan terlalu haus ataupun

sebaliknya.

4) Suara tertentu

Suara tertentu dapat merangsang terjadinya serangan. Epilepsi jenis ini disebut

epilepsi audiogenik atau epilepsi musikogenik. Suara dengan nada tinggi atau

berkualitas keras dapat menimbulkan serangan.

5) Reading dan eating epilepsy

Reading epilepsy adalah serangan dirangsang oleh kegiatan membaca. Eating epilepsy

menunjukkan bahwa serangan terjadi pada saat penderita mengunyah makanan.

6) Lupa atau enggan minum obat

Lupa minum obat dapat menimbulkan serngan bahkan serangan yang muncul dapat

lebih lama atau lebih berat.

7) Drug abuse

Kokain dapat menimbulkan serangan dalam waktu beberapa detik, menit, atau jam

sesudah mengkonsumsinya.

8) Mensturasi

Hal ini berkaitan dengan kadar esterogen yang tinggi dan rendahnya kadar

progesteron.

9) Stres

Stress dapat mempengaruhi fungsi otak melalui berbagai cara. Stress berkaitan

dengan berbagai jenis emosi yang tidak mengenakkan perasaan misalnya khawatir,

takut, depresi, frustasi, dan marah.

19

Page 20: makalah epilepsi.doc

3.2 Epidemiologi Epilepsi

Dibidang ilmu penyakit syaraf menduduki urutan kedua setelah gangguan peredaran

darah otak. Insidens epilepsi diberbagai negara bervariasi antara 0,2% sampai 0,7% bahkan di

negara berkembang diperkirakan mencapai 1%, sedangkan di Indonesia pada tahun 1983

diperkirakan terdapat 1 juta penderita, laki-laki lebih banyak daripada wanita. Bangkitan

epilepsi dapat dimulai pada semua umur, tetapi terdapat perbedaan frekuensi yang menyolok

pada kelompok umur tertentu 30%-32,9% penderita mendapat bangkitan pertama pada umur

kurang dari 4 tahun, 50%-51,5% pada usia kurang dari 10 tahun dan 75%-83,4% pada umur

kurang dari 20 tahun.

3.2.1 Faktor Resiko

Epilepsi dapat dianggap sebagai suatu gejala gangguan fungsi otak yang penyebabnya

bervariasi, terdiri dari berbagai faktor. Epilepsi tidak diketahui faktor penyebabnya disebut

idiopatik. Umumnya faktor genetik lebih berperan pada epilepsi idiopatik, sedangkan epilepsi

yang dapat ditentukan faktor penyebabnya disebut epilepsi simptomatik. Pada epilepsi

idiopatik diduga adanya kelainan genetik. Untuk menentukan faktor penyebab dapat

diketahui dengan melihat usia serangan pertama kali, misalnya usia dibawah 18 tahun

kemungkinan faktor adalah trauma perinatal, kejang demam, radang susunan saraf pusat,

struktural, penyakit metabolik, keadaan toksik, penyakit sistemik, penyakit trauma kepala dan

lain-lain. Diperkirakan epilepsi disebabkan oleh keadaan yang mengganggu stabilitas neuron-

neuron otak yang dapat terjadi pada saat prenatal, perinatal atau postnatal. Faktor prenatal

dan perinatal saling berkaitan dalam timbulnya gangguan pada janin atau bayi yang

dilahirkan yang dapat menyebabkan epilepsi.

a. Faktor Prenatal

b. Faktor Natal

c. Faktor Postnatal

d. Faktor Herediter (Keturunan)

Faktor herediter memiliki pengaruh yang penting terhadap beberapa kasus epilepsi.

Apabila seseorang mengidap epilepsi pada masa kecilnya, maka saudara kandungnya juga

20

Page 21: makalah epilepsi.doc

memiliki resiko tinggi menderita epilepsi. Demikian pula pada anak-anak yang akan

dilahirkan.

e. Jenis kelamin

Lelaki lebih berisiko terkena epilepsi daripada wanita. Dari suatu penelitian yang

dilakukan oleh Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, didapatkan bahwa pria lebih sering

menderita kerusakan otak yang tidak fatal misalnya cedera kepala. Sedangkan penderita

wanita lebih cepat menyembunyikan penyakitnya dan tidak mencari pengoobatan.

f. Cedera kepala

Cedera ini bertanggung jawab pada banyak kasus epilepsi. Hal ini dapat dikurangi

resikonya dengan selalu menggunakan sabuk pengaman ketika mengendarai mobil dan

menggunakan helm ketika mengendarai motor, bermain ski, bersepeda atau melakukan

aktifitas lain yang berisiko terkena cedera kepala.

g. Strok dan penyakit vaskular lain

Ini dapat menyebabkan kerusakan otak yang memicu epilepsi. Kita dapat mengambil

beberapa langkah untuk mengurangi risiko penyakit-penyakit tersebut, termasuk adalah batasi

untuk mengkonsumsi alkohol dan hindari rokok, makan makanan yang sehat dan selalu

berolahraga.

h. Infeksi pada otak

Infeksi seperti meningitis, menyebabkan peradangan pada otak atau tulang belakang

dan menyebabkan peningkatan risiko terkena epilepsi.

3.2.2 Distribusi

3.2.2.1 Orang

Di Indonesia sendiri, belum ada angka pasti yang menunjukkan berapa prevalensi dan

insidensi dari penyakit epilepsi. Namun, menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia (PERDOSSI) tahun 2012, diperkirakan penderita epilepsi aktif saat ini adalah 1,8

juta per 220 juta penduduk Indonesia. Sedangkan perkiraan penderita baru yaitu 250.000

penderita pada tahun 2012. Selain itu, ada juga data dari WHO tahun 2005. Dilaporkan dari

108 negara meliputi 85,4% dari jumlah penduduk di dunia, ada sekitar 43.704.000 orang 21

Page 22: makalah epilepsi.doc

dengan epilepsi. Ini berarti jumlah rata-rata orang dengan epilepsi adalah 8,93 per 1000

penduduk. Jumlah rata-rata orang dengan epilepsi per 1.000 populasi bervariasi di seluruh

wilayah. Penderita epilepsi lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.

WHO menyatakan bahwa informasi mengenai jumlah orang dengan aktif epilepsi tidak

diperoleh dan informasi mengenai jumlah orang dengan epilepsi pada kelompok-kelompok

khusus misalnya anak-anak juga tidak diperoleh. Data mengenai jumlah orang dengan

epilepsi tidak dikumpulkan dengan menggunakan metode penelitian yang ketat sebagaimana

studi epidemiologi, metode tersebut mahal dan tidak mudah untuk melaksanakannya. Sumber

informasi bervariasi dari seluruh negara yang melaporkan. Sebagai contoh, beberapa

responden memberikan angka berdasarkan prevalensi umum atau temuan dari satu wilayah

tertentu negara atau jumlah orang yang memenuhi syarat untuk memakai obat antiepilepsi.

3.2.2.2 Tempat

Insidens (jumlah kasus baru per tahun) epilepsi adalah 24-53 per 100.000 penduduk di

negara maju. Di negara berkembang insidens epilepsi adalah 49,3-190 per 100 000 penduduk.

Kasus baru lebih banyak terjadi di negara berkembang. Jumlah rata-rata orang dengan

epilepsi di negara berpenghasilan tinggi adalah berkisar 7,99 per 1.000 penduduk dan 9,50

di negara-negara berpenghasilan rendah. Berikut ini adalah grafik distribusi rata-rata jumlah

penderita epilepsi di dunia.

22

Page 23: makalah epilepsi.doc

Dari data di atas dapat dilihat bahwa jumlah rata-rata orang yang menderita epilepsi di

Amerika adalah 12,59 per 1000 penduduk, 11,29 per 1000 penduduk di Afrika, dan

seterusnya.

3.2.2.3 Waktu

Epilepsi dapat terjadi kapan saja, tidak ada batasan waktu tertentu.

3.3 Diagnosa epilepsi

Evaluasi penderita dengan gejala yang bersifat paroksismal, terutama dengan factor

penyebab yang tidak diketahui, memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus untuk

dapat menggali dan menemukan data yang relevan. Penegakan diagnosis harus dilaksanakan

secara runtut dan terarah.

1) Anamnesis

Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis dikombinasikan

dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.

a. Kecermatan anamnesis

Laporan dari penderita dan saksi mata sangat bermanfaat untuk mengarahkan

diagnosis. Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama, dan

sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang

sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis.

b. Mode of onset

Mode of onset merupakan gambaran klinis yang harus dirinci secara jelas.

c. Aura

Pemeriksaan harus mengajukan pertanyaan secara sistematik, baik kepada

penderita maupun saksi mata tentang aura, yang mungkin bersifat samar-samar atau

tidak menentu gambarannya. Bentuk-bentuk aura yang dapat digambarkan lebih jelas

antara lain sensasi aneh di dalam perut, dada, atau kepala, perasaan kesemutan dan

lainnya.

d. Kejadian selama dan sesudah serangan

Kejadian selama serangan harus dirinci dideskripsikan secara tepat. Kondisi

sesudah serangan bermanfaat untuk menentukan perjalanan serangan.

23

Page 24: makalah epilepsi.doc

2) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik harus menapis sebab-sebab terjadinya serangan dengan

menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada penderita yang lebih tua,

auskultasi di daerah leher penting untuk mendeteksi penyakit vascular. Pada anak-anak,

pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan pertumbuhan.

3) Elektro-ensefalografi

Elektroda yang ditempelkan ke kulit kepala dengan pasta konduktif dapat mendeteksi

aktifitas listrik spontan di otak. EEG melukiskan aktifitas otak sebagai gelombang, frekuensi

gelombang di ukur per detik (Hz). Pada epilepsy pola EEG dapat membantu untuk

menentukan jenis dan lokasi serangan.

4) Rekaman video-EEG

Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang

mengalami serangan dapat meningktkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan.

5) Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging studies bertujuan untuk

melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka

MRI lebih sensitive dan secara anatomic akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk

membandingkan hipokampus kanan dan kiri. Di samping itu MRI juga dapat

mengidentifikasi kelainan pertumbuhan otak, tumor yang berukuran kecil, malformasi

vascular tertentu, dan penyakit demielinisasi.

3.4 Pengobatan Epilepsi

Serangan epilepsi dapat dihentikan oleh obat dan dapat pula dicegah agar tidak

kambuh. Obat yang dimaksud adalah obat antikonvulsan atau obat antiepilepsi. Pengobatan

epilepsi berlangsung lama. Hal ini harus dicamkan oleh penderita dan keluarganya.

Tabel Obat antikonvulsan yang lazim digunakan

Nama Generik Nama Dagang

Fenobarbital, Luminal

Fenitoin

Karbamazeptin Dilantin

24

Page 25: makalah epilepsi.doc

Diazepam Tegretol, Temporol

Klonazepam Stesolid, Valium

Primidon Rivotril

Valproat Epilim, Leptilan

3.4.1 Fenobarbital (Luminal)

Fenobarbital mulai digunakan sebagai obat antikonvulsan pada tahun 1912. Harganya

murah, toksisitasnya rendah (cukup aman) dan dapat diperoleh di semua apotek. Fenobarbital

dapat digunakan terhadap hampir semua jenis epilepsi, misalnya : grandmal, psikomotor,

fokal motor. Dosis bagi orang dewasa 60-180 mg tiap 24 jam. Dosis umum pada anak 5-8

mg/kg.obat ini biasanya diberikan sehari sekali waktu malam atau 2 x sehari.obat ini

dinaikkan dosisnya 30 mg setiap minggu.

Efek samping dari fenobarbital adalah rasa kantuk. Ini dapat terjadi pada waktu

permulaan pengobatan dan biasanya berkurang atau menghilang setelah beberapa hari

pengobatan, rasa mengantuk ini dapat mengurangi kelincahan berfikir anak yang sedang

bersekolah. Bila perlu penderita dapat minum kopi untuk mengurangi rasa mengantuk. Pada

dosis yang lebih tinggi dapat terjadi gangguan koordinasi motorik (ataksia) dan nistagmus

(gerakan-gerakan pada bola mata).

Pada anak, fenobarbital sering mengakibatkan hiperaktivitas. Anak menjadi banyak

bergerak, sukar duduk diam untuk jangka waktu yang cuku, lama ia tidak dapat

berkonsentrasi pada satu topik selama beberapa menit, karena perhatiannya mudah sekali

beralih. Dan reaksi alergi sesekali dapat terjadi.

3.4.2 Difenilhidantoin (Phenytoin, Dilantin)

Obat difenilhidantoin digunakan terhadap epilepsi sejak tahun 1938. Obat ini

berkhasiat baik terhadap epilepsi jenis grandmal, jenis fokal dan psikomotor. Obat ini tidak

berkhasiat terhadap jenis petit mal dan terhadap kejang demam.

25

Page 26: makalah epilepsi.doc

Pada penderita epilepsi yang bersekolah atau bekerja, lebih cocok memakai obat

difenilhidantoin (DFH) daripada fenobarbital. DFH kurang menyebabkan rasa mengantuk

dibanding fenobarbital. Pada anak yang bersekolah dan orang dewasa yang bekerja rasa

mengantuk harus dihindari agar mereka dapat berkonsentrasi dengan baik. Dosis DFH

berkisar antara 4-10 mg/kilogram berat badan/hari. Pada orang dewasa ini dapat diberi satu

kali atau dibagi dua kali sehari. Pada anak yang berat badannya kurang dari 30 kilogram,

diberikan dalam 3 dosis sehari. Dengan dosis tersebut di atas diharapkan kadar DFH di dalam

darah berada antara 10-20 mikrogram/ml (=kadar terapetik bagi DFH).

Efek samping dari DFH, pada dosis terapetik, yaitu pada kadar obat di dalam darah

yang berkisar antara 10-20 mikrogram/ml, umumnya tidak terjadi rasa mengantuk. Pada dosis

yang lebih tinggi, dengan kadar DFH di dalam darah yang lebih tinggi, dapat terjadi sedasi

(mengantuk,tidur), nistagmus (gerak ritmik bola mata), ataksia (gangguan koordinasi sistem

motorik).

Pada orang dewasa nistagmus umumnya muncul bila kadar obat di dalam darah lebih

besar dari 20 mikrogram/ml. Ataksia timbul pada kadar lebih 30 mikrogram/ml, dan sedasi

terlihat pada kadar lebih dari 40 mikrogram/ml. Pada anak gejala intoksikasi (keracunan) atau

efek samping biasanya kurang tegas. Biasanya berupa kurang nafsu makan, mengantuk,

prestasi sekolah menurun, ketidak stabilan dalam gerakan. Pada bayi sukar diketahui gejala

intoksikasi DFH. Gejala ataksia dan diplopia (melihat kembar) yang sering merupakan gejala

dini dari keracunan DFH, tidak mudah diketahui pada bayi. Itulah sebabnya DFH sebaiknya

tidak digunakan pada bayi.

Reaksi alergi dijumpai pada kira-kira 5% penderita yang mendapat DFH, dengan

gejala antara lain bercak-bercak merah di kulit. Bila didapatkan reaksi alergi, obat harus

segera dihentikan. Gusi yang bertambah tebal (hiperplasia) kadang-kadang dijumpai pada

penderita yang memakan obat DFH. Hal ini lebih sering dijumpai pada anak. Penebalan gusi

ini mulai terlihat 2-3 bulan pengobatan. Timbulnya penebalan gusi ini dapat dicegah dengan

meningkatkan kebersihan mulut dan gigi geligi. Penderita harus menggosok gigi secara

teratur, 2-3 kali sehari. Bila perlu, hiperplasia gusi ini dapat diobati dengan pembedahan.

Hipertrikhosis (rambut badan bertambah) dapat pula terjadi pada beberapa penderita yang

mendapat DFH, dan mulai terlihat setelah mendapat obat lebih 2-3 bulan.

26

Page 27: makalah epilepsi.doc

3.4.3 Karbamazepin (Tegretol, Temporol)

Karbamazepin mulai digunakan sebagai obat antiepilepsi pada tahun 1974 di Amerika

Serikat. Umumnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa karbamazepin merupakan

antikonvulsan yang terutama efektif terhadap epilepsi jenis psikomotor. Namun, juga

berkhasiat terhadap jenis grandmal dan jenis fokal motor. Karbamazepine tidak berkhasiat

terhadap epilepsi jenis petit mal.

Karbamazepin juga mempunyaiefek psikotropik (berpengaruh baik terhadap keadaan

psikis). Efek psikotropik ini dapat berupa penderitamenjadi lebih gesit, lebih bergairah,

gangguan tingkah laku berkurang atau menghilang. Efek psikotropik ini dapat dijumpai pada

segala jenis epilepsi. Karbamazepin kurang menyebabkan sedasi (rasa mengantuk) dibanding

antikonvulsan lainnya. Efek psikotropik obat ini merupakan suatu keuntungan bagi anak yang

menderita epilepsi jenis psikomotor, yang sering disertai gangguan tingkah laku.

Dosis karbamazepin ialah 10-30 mg/kilogram berat badan/hari pada anak, yang dibagi

dalam 2-4 kali pemberian. Pada orang dewasa dosis berkisar antara 400-1600 mg/hari. Kadar

terapetikdi dalam darah ialah 4,5-11 mikrogram/ml. Efek samping karbamazepin yang

berkaitan dengan besarnya dosis ialah rasa capai, nistagmus, rasa puyeng (vertigo), gangguan

koordinasi motorik (ataksia), bicara pelo dan melihat kembar (diplopia). Bila dosis dikurangi,

gejala ini akan menghilang atau berkurang.

Dapat pula terjadi reaksi alergi, berkurangnya sel-sel darah putih dan trombosit,

gangguan fungsi hati. Oleh karenanya harus diperiksa secara berkala keadaan darah dan

fungsi hati. Dianjurkan agar pemeriksaan ini dilakukan tiap bulan selama tahun pertama

pengobatan, dan setelah itu tiap tiga bulan. Bila terjadi reaksi alergi, obat harus segera

dihentikan.

3.4.4 Diazepam (Valium, Stesolid)-status epilepsi

Diazepam biasanya digunakan untuk kejang yang sedang berlangsung (status

konvulsif) atau serangan epilepsi yang timbul secara beruntun (status epilepsi). Status

epilepsi atau kejang yang berlangsung lama merupakan keadaan darurat. Keadaan ini harus

segera diatasi dan diakhiri karena dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.

Serangan kejang atau epilepsinya dapat segera diakhiri dengan obat antikonvulsan diazepam,

yang diberikan melalui pembuluh darah vena.

27

Page 28: makalah epilepsi.doc

Bila pemberian melalui vena ini sulit (misalnya tenaga medis tidak ada, harus diberi

oleh orang tuanya; atau mencari pembuluh darah vena sulit karena kecil pada bayi) diazepam

dapat diberikan melalui dubur (per rektum). Dosis per rektum ini ialah 5 mg bagi bayi yang

berat badannya kurang dari 10 kg, dan 10 mg bagi bayi atau anak yang berat badannya

melebihi 10 kg untuk sekali pemberian. Bila kejang masih belum berhenti, pemberian

diazepam dengan dosis yang sama dapat diulangi 15 menit kemudian.

Preparat diazepam yang dapat diberi per rektum yang dapat dibeli di apotek ialah

Stesolid, dengan kemasan 5 mg dan 10 mg. jika anda mempunyai anak dengan epilepsi,

mintalah resep dokter anda supaya ada persediaan obat tersebut di rumah.

Pemberian dilakukan dengan anak pada posisi miring menungging dan rektiol

(preparat stesolid) diolesi ujungnya dengan minyak makan dan dimasukkan pipa saluran

keluarnya ke dalam rektum (dubur) sedalam 3-5 cm. kemudian rektiol dipijat sampai kosong

dan selanjutnya untuk beberapa menit lubang dubur ditutup dengan cara merapatkan kedua

otot pantatnya. Penderita yang mengalami kejang lama atau serangan epilepsi beruntun harus

dibawa ke rumah sakit guna pemeriksaan yang lebih teliti, mencari sebab-sebabnya serta

mengobatinya.

3.4.5 Klonazepam (Rivotril)

Klonazepam mulai diizinkan di Amerika Serikat pada tahun 1960 untuk epilepsi jenis

petit mal, spasmus infantil, lena tidak khas, mioklonik dan akinetik. Dari hasil penelitian

didapatkan bahwa obat ini juga berkhasiat pada epilepsi lainnya yaitu grandmal, fokal motor

dan psikomotor. Klonazepam biasanya sudah efektif dengan dosis yang rendah. Pengobatan

dengan klonazepam dimulai dengan dosis rendah, yaitu 0,01-0,03 mg/kg berat badan/hari

yang dibagi atas 2-3 kali pemberian. Bergantung kepada hasil pengobatan, maka dosis ini

dapat ditingkatkan secara bertahap, misalnya tiap tiga hari. Umumnya dosis 0,1-0,2 mg/kg

berat badan sudah memadai.

Pada orang dewasa biasanya kita mulai dengan dosis 1,5 mg sehari yang dibagi atas 3

kali pemberian. Bila belum berhasil dan bila gejala intoksikasi belum ada, dosis dapat

dinaikkan tiap 3 hari dengan 0,5-1,0 mg. Dosis maksimal yang dianjurkan untuk dewasa ialah

kira-kira 20 mg/hari. Pada beberapa penderita obat ini malah dapat pula mengakibatkan

meningkatnya jumlah serangan. Toleransi terhadap obat ini dapat pula terjadi, yaitu setelah

28

Page 29: makalah epilepsi.doc

beberapa saat (1-6 bulan) klonazepam yang sebelumnya berkhasiat menekan serangan

epilepsi, akhirnya menjadi kurang bermanfaat dan serangan mulai timbul lagi.

Efek samping yang sering dijumpai ialah rasa mengantuk dan rasa lemah. Dapat juga

terjadi ataksia dan perubahan tingkah laku. Namun efek samping mengatuk dan ataksia ini

dapat mengurang atau menghilang setelah beberapa hari memakan obat. Bila tidak

menghilang, obat perlu dikurangi. Sampai saat ini belum ada dilaporkan akibat buruk obat ini

terhadap sistem pembentukan darah, hati atau ginjal.

3.4.6 Valporat (Epilim, Depakin, Leptilan)

Obat ini berkhasiat terhadap jenis epilepsi jenis absence (lena), namun obat ini juga

dapat digunakan pada jenis lainnya, serta berkhasiat terhadap kejang demam. Pada anak,

dosis obat ini berkisar dari15-60 mg/kg berat badan/hari. Pada orang dewaasa, besarnya dosis

adalah sekitar 20 mg/kg berat badan/hari atau 900-1800 mg/hari. Dosis ini masih dapt

ditingkatkan. Dianjurkan agar dosis dinaikkan bertahap. Kadar terapetik di dalam darah

berkisar antara 50-100 mikrogram/mililiter.

Efek samping obat ini sedikit. Yang sering dijumpai ialah rasa mual dan mengantuk.

Pada dosis yang tinggi dapat dijumpai ataksia dan tremor. Rambut rontok dapat terjadi, yang

kadang-kadang berkaitan dengan besarnya dosis obat. Komplikasi yang berat, yang pernah

terjadi ialah gagal hati.

29

Page 30: makalah epilepsi.doc

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

30

Page 31: makalah epilepsi.doc

DAFTAR PUSTAKA

Rumah Sakit Hasan Sadikin. 1983. Pola Penderita Epilepsi. Bandung : Rumah Sakit Hasan

Sadikin Bandung.

Shorvon, Simon. Alih Bahasa oleh Sidiarto, Lily. 1988. Epilepsi Untuk Praktek Umum.

Jakarta : Ciba Geigy Pharma Indonesia.

Lumbantobing, S.M. 2002. Epilepsi (Ayan). Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Harsono. 2001. Epilepsi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Rumah Sakit Hasan Sadikin. 1989. Simposium Epilepsi. Bandung : Rumah Sakit Hasan

Sadikin Bandung.

31