makalah final bedside teaching tb (1-12)

Upload: rahma-novitasari

Post on 20-Jul-2015

326 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Makalah Bedside TeachingTuberkulosis

Didi Saputra R

0706162801

Frans Kevin Galuh Anindya T

0706259141 0706259173 0706259242 0706259305 0706259513 0706259753

Ikhlas Arief B0706162865 Sharfina F. A. H Anggara M. Antari R. H Azlan Sain 0706162940 0706258694 0706258712 0706258813

Ihsanul Rajasa Kasih Rahardjo D Nandya Titania P Rinto Hariwibowo

Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, April 2011

1

BAB I PENDAHULUAN Permasalahan kesehatan mengenai penyakit paru di Indonesia sudah menjadi salah satu masalah pokok yang menjadi bentuk keprihatinan masyarakat saat ini. Semakin banyaknya kasus pasien dengan masalah paru khususnya tuberkulosis menjadikan masalah ini merupakan masalah serius yang tentunya tidak hanya dihadapi oleh para spesialis paru di Indonesia, tetapi juga dokter umum sebagai dokter lini pertama yang terjun di tengah masyarakat luas. Hal ini perlu diangkat lebih lanjut agar permasalahan ini dapat ditanggulangi dan diselesaikan dengan sempurna terutama bagi dokter selaku praktisi kesehatan. Tujuan ini dapat tercapai apabila mahasiswa kedokteran mampu membahas dan mempelajari penyakit paru ini dengan kritis dan menyeluruh. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pelaksanaan bedside teaching yang dipersiapkan dalam kepaniteraan di Modul Ilmu Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi yang dilaksanakan di Rumah Sakit Persahabatan (RSP) Jakarta. Pasien yang terpilih merupakan pasien rawat inap di bangsal Soka Atas RSP yang merupakan pasien dengan masalah paru dan sistemik lain. Dalam makalah ini, dibahas mengenai masalah pasien disertakan dengan tinjauan pustaka yang diambil dari beberapa sumber yang berhubungan dengan masalah yang pasien alami saat ini. Makalah ini juga menyertakan status pasien yang diangkat untuk kepentingan pembelajaran. Tatalaksana pada pasien ini juga dipikirkan dalam makalah ini agar didapatkan diskusi mengenai penatalaksanaan pada pasien ini secara holistik. Makalah ini juga membahas secara keseluruhan mengenai kondisi dan keadaan pasien yang dibahas dalam salah satu bagian dari makalah ini. Lebih lanjut, makalah ini akan didiskusikan dengan narasumber pada saat proses bedside teaching berlangsung. Pasien yang masuk ke rawat inap Soka Atas RSP pada tanggal 25 April 2011 ini dilakukan pemeriksaan pada hari yang sama dan dilakukan peninjauan lebih lanjut pada hari berikutnya. Pasien dan keluarga pasien juga sudah menyetujui pemeriksaan yang dilakukan oleh mahasiswa dan menyetujui pembahasan masalah pasien yang akan dibahas saat pelaksanaan bedside teaching pada tanggal 27 April 2011. Untuk itu, makalah ini diharapkan dapat membantu proses pembelajaran kami mahasiswa untuk membahas secara kritis dan menyeluruh mengenai pasien dalam hal ini yang menyangkut masalah paru dan sistemik lain. Melalui proses ini, kami sebagai mahasiswa kedokteran mengharapkan agar dapat mempelajari lebih jauh mengenai 2

permasalahan paru, bagaimana cara mengenali kelainan pada paru, diagnosis serta tatalaksana yang diberikan sehingga menjadi ilmu yang sangat bermanfaat bagi kami yang ke depannya akan menjadi lini pertama dalam menghadapi kasus-kasus seperti ini di masyarakat.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis complex. Epidemiologi Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi TB. Pada tahun 1995, diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi di negaranegara berkembang. Pada tahun 2004, WHO menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru TB pada tahun 2002, dengan 3,9 juta diantaranya adalah kasus BTA (+). Sebagian besar kasus TB terjadi di Asia Tenggara, yaitu 33% dari seluruh jumlah kasus di dunia. Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul. Indonesia menempati urutan ke-3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China. Di Indonesia, TB adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia. Morfologi dan Struktur Bakteri Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus, tidak berspora, tidak berkapsul, berukuran 0,3-0,6 m, panjang 1-4 m. Dindingnya disusun oleh lapisan lemak dan asam mikolat, lilin kompleks serta trehalosa dimikolat (cord factor) dan sulfolipid. Unsur lain yang terdapat pada dinding bakteri adalah polisakarida yaitu arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding yang kompleks tersebut menyebabkan M. tuberculosis bersifat tahan asam.

4

Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein, dan dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal. Selain itu, ada juga yang menggolongkannya menjadi kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 , protein MTP 40 dan lain lain. Patogenesis TB TB Primer M. tuberculosis masuk melalui saluran nafas, kemudian ke paru. Di lobus mana saja di dalam paru, kuman ini akan membentuk sarang pneumonik (afek primer). Afek primer ini akan menimbulkan limfangitis lokal di daerah menuju hilus, dan akan diikuti oleh limfadenitis regional. Afek primer bersama-sama dengan limfangitis lokal dinamakan kompleks primer. Kompleks primer ini dapat mengalami salah satu hal berikut: 1. Sembuh total, tidak menimbulkan bekas (restitution ad integrum) 2. Sembuh dengan meninggalkan bekas minimal (sarang Gohn, garis fibrotic atau sarang perkapuran di hilus) 3. Menyebar secara perkontinuitatum, bronkogen atau hematogen dan limfogen. a. Penyebaran secara perkontinuitatum, contohnya adalah epituberkulosis yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, karena kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis. b. Penyebaran secara bronkogen terjadi baik di paru yang bersangkutan ataupun ke paru sebelahnya. c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen, berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Jika imunitas tubuh tidak baik, maka akan berkembang menjadi TB milier, meningitis TB, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan TB pada organ lain, misalnya tulang, ginjal, alat genital dan sebagainya. TB primer ini pada akhirnya dapat sembuh dengan meninggalkan sekuele atau pasien meninggal.

5

TB post primer Setelah bertahun-tahun (sekitar 15-40 tahun), TB primer akan berkembang menjadi TB post primer (TB dewasa). Bentuk TB dewasa ini yang merupakan sumber penularan di masyarakat. TB post primer didahului dengan terbentuknya sarang pneumonik yang terletak di segmen apikal lobus posterior maupun lobus inferior. Sarang pneunomik ini dapat diresorpsi total, bias meluas namun segera mengadakan proses penyembuhan dan meninggalkan jaringan fibrosis atau membungkus diri menjadi lebih keras dan membentuk perkapuran, atau lesi tersebut dapat aktif kembali dan membentuk nekrosis perkijuan, yang jika dibatukkan, sebagian jaringan akan keluar sehingga terbentuk kavitas. Lambat laun dinding kavitas akan semakin menebal dan membentuk kavitas sklerotik. Kavitas ini dapat meluas, atau membentuk kapsul yang disebut tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat menyembuh maupun menjadi lesi aktif. Selain itu, kavitas ini juga dapat menyembuh (open healed cavity) dan mengecil membentuk stellate shaped.

Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan penyembuhannya

Klasifikasi Tuberkulosis

6

Berdasarkan organ tubuh yang terkena: 1. Tuberkulosis paru Adalah tuberkulosis yang menyerang parenkim paru, tidak termasuk pleura dan kelenjar pada hilus. 2. Tuberkulosis ekstraparu Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, perikardium, kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, traktus urinarius, genitalia, dan lain-lain. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, untuk TB paru: 1. Tuberkulosis paru BTA (+) a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) menunjukkan hasil BTA positif b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak SPS menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif c. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak SPS menunjukkan BTA positif dan biakan positif 2. Tuberkulosis paru BTA (-) Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: a. b. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif, Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif dengan biakan kuman M. tuberculosis positif Berdasarkan tingkat keparahan penyakit: 1. TB paru BTA negatif foto thoraks positif a. b. 2. TB ekstra paru a. Ringan: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal b. Berat: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan genitalia. 7 Ringan Berat: gambaran foto thoraks memperlihatkan gambaran

kerusakan paru yang luas, dan atau keadaan umum pasien buruk

Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya (tipe pasien): 1. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. 2. Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif atau biakan positif. 3. Kasus putus obat atau drop out Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan 1 bulan dan tidak mengambil obat selama 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. 4. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan. 5. Kasus kronik Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik. 6. Kasus bekas TB a. Hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak akif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. b. Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapatkan pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.

Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (bakteriologi dan radiologi).

8

Gejala klinis Terbagi menjadi gejala lokal dan gejala sistemik. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu. Selain itu, terdapat keluhan batuk darah, sesak nafas, dan nyeri dada. Gejala sistemik yang muncul di antaranya adalah badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala lokal ini sangat bervariasi bergantung luasnya lesi dan keterlibatan organ-organ di dalamnya. Gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pada penyakit paru lain, namun karena prevalensi TB di Indonesia sangat tinggi, maka pertama kali harus dipikirkan TB. Pada TB ekstrapulmoner, gejala dapat bervariasi bergantung dari organ yang terlibat. Misalnya pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, berbeda dengan pleuritis tuberkulosa, gejala yang muncul adalah sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang ditemukan berdasarkan keterlibatan organ. Pada TB paru akan dijumpai suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, retraksi paru, sela iga dan mediastinum. Pada pleuritis TB, pada perkusi dapat ditemukan adanya bunyi pekak, pada auskultasi suara napas dapat melemah atau sampai tidak terdengar sama sekali pada sisi yang terisi cairan. Pada pasien TB sering juga didapatkan adanya limfadenitis di daerah leher atau ketiak (cold abcess). Pemeriksaan Bakteriologi Bahan dapat diambil dari sputum, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, lambung, BAL dan jaringan biopsi. Pemeriksaan Sputum Mikroskopis Pemeriksaan sputum berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa SewaktuPagi-Sewaktu (SPS), 1. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. 9

2. 3.

P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat

setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. menyerahkan dahak pagi. Atau bisa juga dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Transportasi spesimen: Spesimen cair ditampung di dalam pot. Sebelum dikirim ke lab, dibuat dahulu sediaan apus pada gelas objek. Pada pemeriksaan hasil biopsi jarum halus, dapat dibuat sediaan apus kering gelas objek, dan diteteskan NaCl 0,9% 3-5 ml, untuk kepentingan biakan dan uji resistensi. Jika spesimen akan dikirim ke laboratorium yang jauh maka dapat digunakan kertas saring sebagai media transportasi. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain dapat dilakukan secara mikroskopis dan biakan. Pada pemeriksaan mikroskopis, dilakukan pewarnaan Ziehl-Nielsen atau pada mikroskop fluoresen dilakukan pewarnaan auramin rhodamin. Hasil pemeriksaan dikatakan positif jika dari 3 kali pemeriksaan didapatkan hasil: 3 kali positif atau 2 kali positif dan 1 kali negatif (kesimpulan: BTA positif) 1 kali positif, 2 kali negatif, ulangi pemeriksaan BTA 3 kali, kemudian jika hasilnya: 1 kali positif, 2 kali negatif 3 kali negatif (kesimpulan: BTA positif) (kesimpulan: BTA negatif)

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD (International Union Agains Tuberculosis and Lung Disease): 1. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif 2. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan 3. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+) 4. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+) 5. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+) Interpretasi hasil dengan skala Bronkhorst (BR): 1. BR I ditemukan 3-40 batang selama 15 menit pemeriksaan 2. BR II ditemukan sampai 20 batang per 10 lapang pandang 3. BR III ditemukan 20-60 batang per 10 lapang pandang 4. BR IV ditemukan 60-120 batang per 10 lapang pandang 10

5. BR V ditemukan > 120 batang per 10 lapang pandang Pemeriksaan biakan kuman dilakukan pada egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh) atau agar base media (Middle brook). Biakan ditujukan untuk mendapatkan diagnosis pasti dan dapat membedakan antara M tuberculosis dan MOTT/Mycobacterium other than tuberculosis. Untuk mendeteksi MOTT, dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif: 1. Bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan posterior lobus superior paru dan segmen superior lobus inferior 2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular 3. Bayangan bercak milier 4. Efusi pleura unilateral atau bilateral Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif yaitu fibrotik, kalsifikasi, dan Schwarte atau penebalan pleura Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif): 1. Lesi minimal, bila lesi mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kavitas 2. Lesi luas bila lesi lebih luas dari lesi minimal. Pemeriksaan Khusus 1. Pemeriksaan BACTEC 2. Polymerase chain reaction (PCR) 3. Pemeriksaan serologi (ELISA, ICT, mycodot, PAP) Pemeriksaan lain dapat dilakukan dengan: 11

1. Analisis Cairan Pleura Hasil yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah. 2. Pemeriksaan histopatologi jaringan Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi. 3. Pemeriksaan darah Kurang spesifik untuk tuberkulosis. Namun LED jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. 4. Uji tuberkulin Uji tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV, uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

12

Gambar 2. Algoritme penegakkan diagnosis TB pada dewasa

Pengobatan TB Tujuan Pengobatan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. Obat yang dipakai Jenis obat utama (lini 1): INH Rifampisin

13

Pirazinamid Streptomisin Etambutol Jenis obat tambahan (lini 2): Kanamisin Amikasin Kuinolon PAS (para amino salicylic acid), Tiasetazon Levofloksasin Protionamid Sikloserin Siprofloksasin Etionamid Kemasan Obat tunggal, obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol. Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC). Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet. Dosis OATTabel 1. Jenis dan Dosis OAT Dosis (mg/kgBB/hr) 8-12 4-6 20-30 15-20 15-18 Dosis yang dianjurkan Harian (mg/kgBB/hr) 10 5 25 15 15 Intermitten (mg/kgBB/hr) 10 10 35 30 15 Dosis maksimal (mg) 600 300 60 600 450 1500 1500 1000

Obat R H Z E S

1000

14

Tabel 2. Dosis OAT Kombinasi Dosis Tetap Fase intensif 2 bulan Harian RHZ (150/75/400) 2 3 4 5 Fase lanjutan 4 bulan Harian 3x/minggu RH RH (150/150) (150/75) 2 2 3 3 4 4 5 5

BB

Harian RHZE

3x/minggu RHZ (150/150/500) 2 3 4 5

30-37 38-54 55-70 >71

(150/75/400/275) 2 3 4 5

Paduan OAT dan Peruntukannya A. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: 1. Pasien baru TB paru BTA positif. 2. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif 3. Pasien TB ekstra paru

B. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya: 1. Pasien kambuh 2. Pasien gagal 3. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Catatan: Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500 mg tanpa memperhatikan berat badan. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml. (1ml = 250mg). C. OAT Sisipan (HRZE) Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Di samping itu, dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.

BAB III ILUSTRASI KASUS Anamnesis diperoleh dari pasien dan keluarga pasien tanggal 24 April 2011 Identitas Pasien Nama Usia Alamat Agama Pendidikan Pekerjaan : Tn. MY : 69 tahun : Jalan Tebet Barat VII Blok B/2, Jakarta : Islam : SLTA :-

Jenis Kelamin : Laki-laki

Keluhan Utama Batuk darah sejak 4 jam SMRS Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 4 jam SMRS, pasien mengeluh batuk-batuk bercampur darah. Pasien batuk beberapa kali, jumlah darah keluar kira-kira sebanyak setengah gelas. Darah berwarna merah gelap, kental, beberapa berbentuk gumpalan-gumpalan. Pasien sempat dibawa ke RS lain kemudian diberi resep dan dirujuk ke RS Persahabatan. Sebelumnya pasien sudah batuk selama 3 minggu belakangan. Keluhan berkeringat saat malam hari ataupun demam disangkal pasien. Nafsu makan pasien menurun, berat badan pasien turun sekitar 4 kg dalam 5 bulan terakhir. Pasien juga mengeluh kadang mual, nyeri perut disangkal pasien. Pasien juga mengeluhkan lelah. Selain batuk, pasien juga sempat mimisan. Pasien menderita hipertensi sejak lama dan rutin minum obat. Riwayat sakit paru dengan pengobatan 6 bulan disangkal. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien pernah terkena stroke 12 tahun yang lalu. Saat itu pasien baru bangun tidur, merasa demam, dan tangan dan kaki kanannya tidak dapat digerakkan. Keluhan muntah menyemprot, nyeri kepala, dan pandangan ganda disangkal pasien. Lidah pasien masih sedikit pelo bila berbicara. Pasien berobat ke Puskesmas untuk pengobatan strokenya dengan pengantar dari

RSCM. Obat-obatan yang dikonsumsi pasien tidak tahu namanya. Pasien tidak teratur mengikuti rehabilitasi medik pasca stroke. Riwayat Psikososial Pasien tinggal bersama istrinya. Daerah rumah pasien termasuk padat. Pasien sudah tidak bekerja sejak sebelum terkena stroke 12 tahun yang lalu. Pemeriksaan Fisis Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos mentis Tekanan darah Nadi Pernapasan Suhu Mata Jantung Pulmo Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Ekstremitas : tidak tampak sesak, dada simetris saat statis dan dinamis, penggunaan otot bantu napas (-) : pengembangan dada simetris, fremitus kanan = kiri : sonor di seluruh lapang paru : vesikuler +/+, rhonki +/+ basah kasar, wheezing -/: datar, lemas, nyeri tekan (-), bising usus (+) normal : akral hangat, clubbing finger (-), edema (-) : 150/100 mmHg : 84x/menit : 28x/menit : Afebris : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikteris -/: S1-S2 normal, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium tanggal 25 April 2011 Hb Ht Eritrosit Trombosit MCH pH PCO2 : 11,4 g/dL : 36 % : 3.970.000 /L : 210.000/mm3 : 28,7 % : 7,458 : 34,2 mmHg PO2 HCO3 : 82,4 mmHg : 25,7 mmol/L MCHC MCV Leukosit : 31,3 % : 91 % : 5.820/mm3

Diff. Count : 83,5/12/3,6/0,5/0,2

BE Std. HCO3 GDS Na/K/Cl Ur/Cr

: 0,4 : 24,0 mmol/L : 101 mg/dL : 138,5/4,56/199,0 : 37/1,0

SatO2

: 96,7 %

Foto Rntgen Dada Interpretasi: Foto simetris, kekuatan foto lunak CTR 70%, apeks jantung lateral downward, batas jantung kiri melebar, segmen aorta elongasi (+) dilatasi (-), segmen pulmonal tidak menonjol, pinggang jantung (+) Trakea di tengah, hilus kanan tampak perselubungan, hilus kiri tidak tampak, vaskularisasi tidak meningkat, infiltrat (+), kavitas (-), pleura licin, sela-sela iga kiri menyempit Jaringan lunak baik, emfisema subkutis (-).

Daftar Masalah 1. Batuk darah 2. Anemia 3. Alkalosis respiratorik 4. Riwayat stroke 5. Riwayat hipertensi Diagnosis: Suspect TBC dd/Pneumonia Rencana diagnosis, terapi, dan edukasi 1. Terapi oksigen dengan nasal kanul 3 L/menit 2. Infus NaCl 0,9% 3. Mikrobiologi sputum, pewarnaan Gram, dan resistensi obat 4. Biakan sputum Mtb dan resistensi obat 5. Rontgen thorax ulang 6. DPL pasca antibiotik 7. Captopril 3 x 25mg 8. Ambroxol 1 x 5 mg 9. Vitamin K 10. Vitamin C 11. Asam traneksamat 12. Edukasi pasien tentang gejala dan penyakitnya 13. Edukasi pasien tentang pentingnya minum obat secara teratur Prognosis Ad vitam Ad sanactionam : dubia ad bonam : dubia ad malam Ad functionam: dubia ad malam

BAB IV PEMBAHASAN TBC dd/Pneumonia Atas dasar: a. Anamnesis: Batuk > 2 minggu, batuk darah, malaise, penurunan berat badan. b. Pemeriksaan fisik: ronkhi basah kasar di kedua paru-paru terutama di paru-paru kiri. c. Pemeriksaan laboratorium: penurunan Hb, alkalosis respiratorik. Maka pasien didiagnosis kerja suspect TBC dengan diagnosis banding pneumonia. Direncanakan pemeriksaan BTA dan foto polos thorax. Batuk darah yang dialami pasien diakibatkan oleh mikroruptur kapiler yang terdapat di dalam parenkim paru. Penyebab mikroruptur kapiler tersebut disebabkan proses inflamasi di mana sel-sel radang beserta mediator inflamasi dapat menimbulkan kerusakan struktur jaringan normal. Batuk darah tidak selalu menjadi tanda dari TBC. Batuk darah dapat disebabkan oleh mikroruptur kapiler ataupun kerusakan mukosa saluran pernafasan akibat proses iritatif. Pasien memiliki riwayat stroke 12 tahun yang lalu, sehingga terdapat kemungkinan adanya pneumonia akibat aspirasi. Pasien sudah termasuk kategori pasien geriatri, dengan demikian gejala-gejala pneumonia pada pasien menjadi tidak khas. Pasien mengalami penurunan badan dalam beberapa bulan terakhir, hal ini selain menjadi ciri dari TBC juga mempengaruhi sistem imun tubuh pasien. Asupan nutrisi yang tidak adekuat mempengaruhi sistem imun, sehingga tubuh terasa lemas, mudah terserang infeksi, dan pengobatan tidak dapat berjalan maksimal. Rendahnya kadar hemoglobin darah pada hasil laboratorium dapat juga memberikan dampak lemas pada pasien. Gambaran radiologi perlu dilakukan pemeriksaan ulang oleh karena kualitas foto yang kurang baik sehingga mempengaruhi penilaian. Pemeriksaan sputum perlu dilakukan mengingat pemeriksaan ini adalah baku emas penegakkan diagnosis TBC. Saat ini, pasien sudah menjalani pemeriksaan sputum dan sedang menunggu hasil sputum tersebut. Apabila diagnosis sudah dapat ditegakkan maka pasien akan menjalani pengobatan kausatif sesuai dengan etiologi penyakitnya.

Pasien saat ini mendapatkan pengobatan antihipertensi dan obat-obat simtomatik. Pemberian obat-obat simtomatik ditujukan untuk mengurangi gejala yang ada pada pasien, yakni batuk dan malaise. Prognosis pada pasien ini untuk ad vitam adalah dubia ad bonam, apabila tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan nyawa. Prognosis ad functionam adalah dubia ad malam melihat keadaan pasien, fungsi organ pasien sudah mengalami penurunan. Prognosis ad sanationam adalah dubia ad malam karena melihat kondisi sosio-ekonomi dan lingkungan pasien, rekurensi penyakit sangat mungkin terjadi kembali.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Masalah pada pasien dengan keluhan utama batuk darah tidak selalu dikorelasikan dengan tuberkulosis, masih banyak diagnosis lain yang harus disingkirkan baik dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang. 2. Pada pasien dengan keluhan yang mengarah pada masalah paru, berbagai pemeriksaan yang dapat menunjang diagnosis adalah: a. Anamnesis menyeluruh b. Pemeriksaan fisik lengkap c. Pemeriksaan hematologi d. Foto rontgen thorax e. Pemeriksaan BTA sputum pada pasien suspek TB f. Tes spirometri untuk mengetahui fungsi fisiologis paru 3. Pada pasien ini diagnosis kerja yang ditegakkan adalah Suspek TB paru dengan menunggu hasil BTA yang belum keluar dengan diagnosis banding pneumonia. 4. Tatalaksana untuk pasien sementara ini adalah tatalaksana simptomatik untuk menghentikan perdarahan (riwayat batuk darah), kontrol hipertensi dan gula darah. Tatalaksana kausatif definitif belum dilakukan menunggu hasil BTA. 5. Edukasi dan rehabilitasi pada pasien sangat diperlukan mengingat pasien ini dengan riwayat stroke dengan gejala klinis dan kemungkinan adanya TB pada paru pasien. Saran 1. Diagnosis TB harus ditegakkan secara pasti dengan menunggu hasil BTA, sehingga perencanaan tatalaksana dapat segera dilakukan. 2. Rehabilitasi mobilisasi pada pasien dianjurkan mengingat pasien dengan riwayat stroke. 3. Kontrol penyakit kronis pasien harus dilakukan

DAFTAR PUSTAKA 1. Raviglione MC and Richard JOB. Tuberculsosis. In: Eugene B, Dennis LK, Anthony SF, Stephen LH, Dan LL, and JL Jameseon, editors. Harrisons Principles of Internal Medicine, 16th ed. McGraw-Hill Companies, 2005. p.953-66. 2. Aditama.TY, dkk. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006. 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Cetakan ke 2. Jakarta. 2008.p. 17-19