makalah ger1 cl2 hg1

Upload: chandri-bunga-wijayanti

Post on 20-Jul-2015

674 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK 1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA KASUS PPOK

Disusun Oleh Homegroup 1 Anindini Winda Amalia, 0906510634 Ayu Puspita Sari, 0906510672 Chandri Bunga W. 0906493325 Naila Authar,0906629492 Ririn Septiani, 0906493400 Rizkiyani Istifada, 0906493413 Sri Mauliani, 0906629706

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2011

KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Makalah ini berjudul Asuhan Keperawatan pada Lansia Kasusu PPOK yang bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Ajar Keperawatan Gerontik 1 pada semester 6. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi secara optimal sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing kami, Bapak Suki yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini. Penyusun berharap makalah ini dapat memberi kontribusi manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penyusun menerima berbagai kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun. Penyusun

Homegroup 1

ABSTRAK

Penyakit paru obstruksi kronik yang merupakan sekumpulan penyakit paru yang disebabkan oleh beberapa faktor risiko. Lansia memiliki kerentanan dalam penyakit paru, hal ini disebabkan oleh faktor penurunan fisiologis yang dialami oleh lansia. Pada perubahan sruktur anatomis dan fisiologis dapat menyebabkan perubahan juga dalam pola nafas lansia, seperti adanya masalah terhadap pemenuhan kebutihan oksigen yang ditandai dengan adanya penyakit PPOK, Tb paru, asma, dan pneumonia. Pemenuhan kebutuhan oksigenasi lansia dapat dibantu dengan beberapa terapi modalitas dan terapi farmakologis, serta asuhan keperawatan yang sebelumnya dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang terkait dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kata Kunci: penyakit paru obstruksi, perubahan anatomis dan fisiologis, PPOK, Tb paru, asma, penumonia, terapi modalitas, terapi farmakologis, asuhan keperawatan, pemeriksaan fisik dan penunjang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lansia merupakan tahap akhir dari rentang perkembangan manusia setelah tahap dewasa akhir. Lansia mengalami perubahan anatomi dan fungsi dari semua sistem dalam tubuh, salah satunya pada sistem pulmonal. Perubahan anatomi sistem pulmonal pada lansia berperan terhadap perubahan fungsi pulmonal dalam hal pemenuhan kebutuhan oksigenasi. Perubahan anatomi dan fungsi pulmonal serta perubahan sistem imun mengakibatkan lansia rentan mengalami masalah dalam pernafasan salah satunya Penyakit Paru Obstuksi Kronik (PPOK). PPOK merupakan sekumpulan penyakit paru yang terjadi dalam waktu yang lama menyebabkan klien lansia mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi. Oksigenasi merupakan kebutuhan yang paling utama, sehingga jika terjadi gangguan terkait kebutuhan oksigenasi akan bermanifestasi pada banyak hal yang akan mempengatuhi aktivitas lansia. 1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimanakah perubahan anatomi dan fisiologi sistem respirasi pada lansia?

2. Bagaimana terjadinya gangguan terkait kebutuhan oksigenasi yaitu PPOK pada lansia? 3. Apa manifestasi dari Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)?4. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien PPOK?

5. Bagaimana terapi modalitas dan terapi farmakologi untuk PPOK? 1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah di atas, penyusun memiliki beberapa tujuan penulisan makalah ini antara lain:1. Mengetahui dan memahami perubahan anatomi dan fisiologi sistem respirasi lansia 2. Mengetahui bagaimana terjadinya gangguan terkait kebutuhan oksigenasi yaitu PPOK

pada lansia. 3. Mengetahui apa saja manifestasi klinis PPOK. 4. Mengetahui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada klien PPOK.5. Mengetahui bagaimana terapi modalitas serta terapi farmakologi PPOK.

1.4 Metode Penulisan Metode penulisan yang dipergunakan dalam pembuatan makalah ini adalah telusur pustaka, yaitu dengan mencari referensi dari dari beberapa buku dan literatur digital (website) yang relevan serta valid untuk mendukung pembuatan makalah ini. Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan, penyusun melakukan diskusi kelompok sehingga disusunlah makalah ini sesuai dengan tujuan penyusunan yang diharapkan. 1.5 Sistematika Penulisan Makalah ini terdiri atas empat bab, Bab I yaitu pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II yaitu tinjauan pustaka yang berisi konsep umum gangguan pada lansia terkait oksigenasi yaitu PPOK. Bab III yang berisi pembahasan kasus serta asuhan keperawatan. Bab IV merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

BAB II ISI 2.1 Perubahan fisiologis sistem respirasi lansia Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ. Perubahan anatomi dan fisiologis yang terjadi pada sistem respiratory akibat penuaan sebagai berikut (Stanley,2006):1. Perubahan Anatomi

a. Paru-paru kecil dan kendur. b. Hilangnya recoil elastic. c. Pembesaran alveoli. d. Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu. e. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi. f. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan. g. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru. h. Kelenjar mucus kurang produktif. i. Penurunan sensivitas sfingter esophagus j. Penurunan sensivitas kemoreseptor. 2. Perubahan-perubahan fisiologis Sistem Respirasi Proses penuaan menyebabkan beberapa perubahan structural dan fungsional pada toraks dan paru paru. Kita ketahui bahwa tujuan pernapasan adalah untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida antara lingkungan eksternal dan darah. Pada lansia ditemukan alveoli menjadi kurang elastic dan lebih berserabut serta berisi kapiler kapiler yang kurang berfungsi, sehingga kapasitas penggunaan menurun karena kapasitas difusi paru paru untuk oksigen tidak dapat memenuhi permintaan tubuh Daya pegas paru paru berkurang, sehingga secara normal menahan thoraks sedikit pada posisi terkontraksi disertai dengan penurunan kekuatan otot rangka pada toraks dan diafragma. Karena dinding toraks lebih kaku dan otot pernapasan menjadi lemah, amka menyebabkan kemampuan lansia untuk batuk efektif menurun. Dekalsifikasi iga dan peningkatan klasifiaksi dari akrtilago kostal juga terjadi. Membran mukosa lebih kering, sehingga menghalangi pembuangan secret dan menciptakan risiko tinggi terhadap infeksi pernapasan. (Maryam, 2008). Sedangkan menurut Stokslager, 2003 perubahan fisiologis pada sisitem pernapasan sebagian berikut: a. Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartilago yang terus-menerus.

b. Atrofi umum tonsil. c. Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua. d. Peningkatan diameter dada anteropsterior sebagai akibat perubahan metabolism kalsium dan kartilago iga. e. Kekakuan paru ; penurunan jumlah dan ukuran alveolus. f. Kifosis. g. Degenerasi atau atrofi otot pernapasan h. Penurunana kapasitas difusi i. Penurunanan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi; penurunan kapasitas vital j. Degenerasi jaringan paru, yang menyebabkan penurunan kemampuan recoil elastic paru dan peningkatan kapasitas residual. k. Ventilasi buruk pada area basal (akibat tertutupnya jalan napas ) yang mengakibatkan penurunan area permukaan untuk pertukaran gas dan pertukaran tekanan oksigen. l. Penurunan saturasi oksigen sebesar 5% m. Penurunana cairan respiratorik sekitar 30%, peninggian risisko infeksi paru dan sumbat mukus. n. Toleransi rendah terhadap oksigen. 2.2 Masalah/ gangguan pada lansia terkait kebutuhan oksigenasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung dalam waktu yang lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price & Wilson, 2005). Bronkhitis kronik, emfisema paru, dan asma bronchiale membentuk kesatuan yang disebut PPOK. Beberapa faktor berperan dalam meningkatkan risiko munculnya PPOK. Pertama, kebiasaan merokok yang merupakan penyebab utama PPOK. Seseorang yang menjadi perokok aktif, pasif, maupun punya riwayat merokok sangat berisiko terkena PPOK. Kedua, polusi udara termasuk zat-zat kimia, debu, asap kendaraan, asap kompor, dan gas beracun di udara. Ketiga, mempunyai riwayat infeksi saluran nafas. Dan keempat, faktor genetis atau keturunan. Pada kasus Tn. X 67 tahun memiliki riwayat merokok dan bekerja hampir 24 tahun sebagai pembuat kerupuk sehingga menghisap asap dari kayu pembakaran merupakan faktor yang meningkatkan terjadinya PPOK. ASMA BRONCHIAL Asma merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan dan keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan jalan napas secara periodik dan reversibel akibat bronkospasme. Manifestasi asma mudah dikenali. Setelah klien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera akan timbul dispnea (sesak napas). Klien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernapas.

Asthma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T dan B dan diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asthma bersifat airborne dan supaya dapat menginduksi keadaan sensitivitas, alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu tertentu. Keadaan internal pasien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibodi yang mengakibatan dikeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan yang dapat berupa dikeluarkannya histamin, bradikinin dan anafilatoksin. Hasil dari hal tersebut timbul 3 gejala yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler dan peningkatan sekresi mukus.

BRONCHITIS KRONIK Bronchitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam dua tahun brturut-turut. Sputum yang terbentuk pada bronchitis kronik dapat mukoid atau mukopurulen. Bronchitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi maupun non-infeksi. Iritan akan menyebabkan timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa dan bronchospasme. Tidak seperti emfisema, bronchitis lebih mempengaruhi jalan nafas kecil dan besar dibandingkan pada alveolinya. Aliran udara dapat atau mungkin juga tidak mengalami hambatan. Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami peningkatan kelenjar mukus, mukus menjadi lebih kental, dan kerusakan fingsi silia yang meningkatkan resiko terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat. Dinding bronchial meradang dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersamasama dengan produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan

mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. EMFISEMA Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomi parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal, serta distruksi dinding alveolar. Perjalanan udara terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas sebagian dan kehilangan elastisitas recoil. Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan tertahan diantara ruang alveolar (disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bullae). Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada dead space atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah. Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi oksigen dan penurunan ventilasi.

Tanda dan gejala PPOK yaitu batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak. Pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang cukup drastis sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan, penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukup oksigenasi sel dalam system gastrointestinal.

2.3 Pemeriksaan fisik dan penunjang A. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan yang jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan PPOK derajat berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau perubahan bentuk anatomi toraks. Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut: 1. Inspeksi-

Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu) Pola napas klien (kecepatan, kedalaman, dan siklus inspirasi serta ekspirasi), frekuensi nafas menurun Penggunaan otot-otot bantu pernapasan dan hipertrofi otot bantu nafas Pergerakan dinding dada (simetris atau asimetris) Warna, suhu, dan penampakan dari ekstremitas serta adakah clubbing fingers (jika ada, klien menderita hipoksia kronik, COPD, sistik fibrosis, atau penyakit jantung bawaan) Jika memproduksi sputum kaji warna, konsistensi, jumlah, dan bau sputum. Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong) iganya lebih melebar dan spasium interkostanya cenderung untuk menggembung saat ekspirasi. Pelebaran sela iga Penampilan pink puffer atau blue bloater Fremitus melemah Suara nafas vesikuler melemah atau normal Ekspirasi memanjang Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa

-

-

2. Auskultasi -

3. Palpasi Posisi trakea, karakteristik dinding dada secara umum (apakah terdapat emfisema subkutan atau krepitasi), toraks (simetris atau asimetris saat ekskursi pernapasan, nyeri tekan, massa), dan taktil fremitus. 4. Perkusi Bunyi hipersonor terdengar pada pasien PPOK. Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed lips Breathing Blue bloater Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer Pursed - lips breathing Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik. B. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain : Radiologi (foto toraks) Foto toraks (CXR/chest X-Ray) memperlihatkan hiperinflasi paru, diafragma datar, bayangan jantung menyempit, gambaran bullous pada proyeksi frontal, dan peningkatan ruang udara interkostal pada proyeksi lateral. Akan tetapi, foto toraks dapat normal pada stadium awal penyakit ini dan bukan tes yang sensitif untuk diagnosis PPOK. Perubahan emfisematosa lebih mudah terlihat pada CT-Scan toraks namun pemeriksaan ini tidak cost-effective atau modalitas yang direkomendasikan untuk skrining PPOK. Uji Faal Paru Spirometri Spirometri merupakan pemeriksaan faal paru yang terpenting untuk mendeteksi adanya obstruksi jalan nafas maupun derajat obstruksi. Hasil spirometri dapat mengindikasikan klasifikasi PPOK. - Uji bronkodilator Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

GOLD Stage 0 1

Severity At Risk Mild

Symptoms Chronic cough,

Spirometry sputum Normal

production. With or without chronic FEV1/FVC