makalah hadits ahad

30
HADITS AHAD Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Akademik Mata kuliah : Studi Hadits (Teori dan Metodologi) Dosen pengampu : Dr. Hj. Marhumah, M.Pd Disusun Oleh: FARIDA RIFQI AMALIA NIM. 1320411085 1 PAI A MANDIRI KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 1

Upload: desti-khoirunnisa

Post on 01-Jan-2016

1.276 views

Category:

Documents


40 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Hadits Ahad

HADITS AHAD

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Akademik

Mata kuliah : Studi Hadits (Teori dan Metodologi)

Dosen pengampu : Dr. Hj. Marhumah, M.Pd

Disusun Oleh:

FARIDA RIFQI AMALIANIM. 1320411085

1 PAI A MANDIRI

KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAMPASCA SARJANA PROGRAM PENDIDIKAN ISLAMUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA2013

1

Page 2: Makalah Hadits Ahad

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seluruh umat Islam telah menyepakati bahwa hadits Nabi Muhammad

SAW adalah sumber dasar hukum Islam setelah Al-Qur’an, dan umat Islam

diwajibkan mengikuti serta mengamalkan hadits sebagaimana diwajibkan

mengikuti dan mengamalkan Al-Qur’an.

Al-Qur’an dan hadits merupakan sumber hukum pokok syariat Islam

yang senantiasa harus dipedomani, dan diamalkan baik dalam bentuk perintah

maupun larangannya. Para pendahulum umat Islam telah sepakat untuk

berpegang pada hadis dan menghormatinya. Berpijak pada prinsip inilah

maka dalam berbagai persoalan, baik persoalan kecil maupun yang besar

selalu dikembalikan kepada hadits, jika tidak ditemui penjelasan yang jelas

dalam Al-Qur’an. Karena di antara fungsi dari hadits adalah menetapkan

hukum-hukum yang belum ada, mengukuhkan hukum-hukum yang ada di Al-

Qur’an, serta menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat mujmal.

Hadits memiliki beberapa cabang dan masing-masing memiliki

pembahasan yang unik. Di antaranya pembagian hadits ditinjau dari

kuantitasnya. Makna tinjauan dari segi kuantitas di sini adalah dengan

menelusuri jumlah para perawi yang menjadi sumber adanya suatu hadits.

Para ahli ada yang mengelompokkan menjadi tiga bagian, yakni hadits

mutawatir, masyhur, dan ahad, namun ada juga yang membaginya hanya

menjadi dua, yakni hadits mutawatir dan ahad. Hadits ahad merupakan salah

satu hadits yang ditinjau dari segi kuantitasnya. Dalam makalah ini

selanjutnya akan memaparkan secara khusus posisi hadis ahad dalam

kaitannya tentang konsep hadits ahad, urgensi, kehujjahan, serta contoh-

contoh dari hadits ahad tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep hadits ahad?

2. Apa yang menjadi urgensi dari hadits ahad?

2

Page 3: Makalah Hadits Ahad

3. Bagaimana kehujjahan dari hadits ahad?

4. Apa contoh-contoh dari hadits ahad tersebut?

3

Page 4: Makalah Hadits Ahad

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Hadits Ahad

Al-ahad merupakan bentuk jama’ dari kata ahad, yang menurut

bahasa berarti al-wahid atau satu. Dengan demikian khabar wahid adalah

suatu berita yang disampaikan oleh satu orang. Sedangkan menurut istilah

suatu hadits yang tidak terkumpul syarat-syarat hadits mutawatir padanya,

atau hadis yang sanadnya sah dan bersambung hingga sampai kepada

sumbernya (Nabi) tetapi kandungannya memberikan pengertian zanni dan

tidak sampai kepada qath’i dan yaqin.1 Adapun menurut para ulama

didefiniskan sebagai berikut:

ä) w)pü Gn)ãpãã91ãp P6Uã läa xãqA=%ãq&Uã P5ã Wfçi Õ=*beã ò

u&f^m Wfç% T äiò ätæ g58 P>ã l äæ =RF%v 0eã 8

ã9Qvã oi ce: RU éîîeü pã ÖBMpãÖRæ<üpã

=% ãq&Uã =ç5Artinya: khabar yang jumlah perawinya tidak mencapai batasan

jumlah perawu hadits mutawatir, baik perawi itu satu, dua, tiga, empat, lima,

dan seterusnya yang tidak memberikan pengertian bahwa jumlah perawi

tersebut tidak sampai kepada jumlah perawi hadits mutawatir.

Definisi tentang hadits di atas merupakan kecenderungan para ulama

yang melihat pembagian hadits berdasarkan jumlah perawinya menjadi dua

yaitu hadits mutawatir dan hadis ahad. Definisi tersebut berbeda dengan

definisi hadis ahad menurut ulama yang membedakan hadits berdasarkan

jumlah rawinya menjadi tiga, yakni hadits mutawatir, masyhur, dan ahad.

Para ulama ini mendefiniskan hadits ahad sebagai berikut:

1 Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT Rajawali Grafindo, 2010), hal. 107

4

Page 5: Makalah Hadits Ahad

او المشهور شروط فيه تتوفر لم مما فأكثر أواإلثنان الواحد رواه مااتر المتو

Artinya: “hadis yang diriwayatkan oleh satu orang, atau dua orang, atau

lebih, yang jumlahnya tidak memenuhi persyaratan hadis masyhur, atau

hadis mutawatir.2

Jumlah periwayat yang terlibat pada hadist ahad untuk setiap

(tsabaqah) sanadnya tidak sebanyak jumlah periwayat pada hadist mutawatir.

Akibatnya, tingkat keakuratan riwayat hadist ahad tidak setinggi hadist

mutawatir. Untuk hadist mutawatir tingkat keakuratan riwayatnya mencapai

qath’i (meyakinkan kebenaran beritanya), sedangkan untuk hadist ahad,

tingkat keakuratan riwayatnya hanya mencapai zhanni (dugaan keras).

Karenanya, untuk mengetahui apakah wurud (kedatangan) hadist ahad dapat

dipercaya ataukah tidak, maka terlebih dahulu sanad dan matannya harus

diteliti. Untuk hadist mutawatir, penelitian yang demikian itu tidak

diperlukan karena sudah pasti kebenaran wurud-nya.

Adapun dalam pembagian hadits ahad para ulama ahli hadits secara

garis besar membagi hadits ahad menjadi dua, yaitu masyhur dan ghairu

masyhur. Ghairu masyhur terbagi menjadi dua, yakni ‘aziz dan gharib.

1. Hadits Masyhur

Masyhur menurut bahasa berarti nampak. Sedangkan menurut istilah

adalah yang diriwayatkan oleh tiga perawi atau lebih pada setiap thabaqah

(tingkatan) dan belum mencapai batas mutawatir.3 Sedangkan menurut

istilah terdapat beberapa definisi, antara lain:4

Menurut Ibnu Hajar, hadits masyhur adalah:

التواتر Vحد يبلغ ولم ثنين ا من باكثر محصورة طرق له ما المشهور

Artinya: “masyhur adalah hadits yang mempunyai jalan yang tak

terhingga, tetapi lebih dua jalan dan tidak sampai kepada batas hadits

yang mutawatir.

2 Ibid., hal. 1083 Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar,

2005), hal. 1134 Munzier Suprapta, Ilmu Hadis,…Ibid., hal. 110

5

Page 6: Makalah Hadits Ahad

Menurut ulama ushul, hadits masyhur adalah sebagai berikut:

بعد اتر تو ثم اتر التو حد يبلغ ال د عد الصحابة من رواه ماهم بعد ومن بة الصحا

Artinya: “hadits yang diriwayatkan dari sahabat, tetapi bilangannya tidak

sampai ukuran bilang mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah

sahabat dan demikian pula setelah mereka.”

Hadits ini dinamakan masyhur karena telah tersebar luas di

kalangan masyarakat. Beberapa ulama mendefinisikan hadits masyhur

adalah segala hadits yang populer dalam masyarakat, meskipun tidak

memiliki sanad, baik berstatus shahih atau dha’if. Para ulama hanafiyah

memberikan pendapat bahwa hadits masyhur menghasilkan ketenangan

hati, dekat kepada keyakinan dan wajib untuk diamalkan, namum bagi

yang menolaknya tidak dikatakan sebagai kafir.5

Hadits masyhur ini ada yang berstatus shahih, hasan dan dha’if.

Yang dimaksud dengan sahih apabila telah memenuhi ketentuan hadis

shahih baik pada sanad dan matannya. Begitu pula yang berstatus hasan

dan dha’if juga bergantung pada ketentuannya baik pada sanad maupun

matannya.

Ditinjau dari segi lingkungan tersiar dan tersebarnya hadits

masyhur dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Hal ini dikarenakan

terkadang suatu hadits dikatakan masyhur di kalangan ahli hadits dan

ulama lain serta masyarakat umum, dan terkadang suatu hadits juga

dikatakan masyhur pada pembicaraan banyak orang, meskipun hadits

tersebut hanya diriwayatkan melalui sanad, bahkan terkadang tidak

memiliki sanad sama sekali.6

5 Ibid., hal. 1116 Nuruddin ‘Itr, Ulum Al-Hadits 2 dengan judul asli Manhaj An-Naqd Fii ‘Uluum Al-Hadits, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994), hal. 203-204

6

Page 7: Makalah Hadits Ahad

Berikut ini adalah beberapa contoh hadits masyhur menurut

pembagian di atas:

a. Hadits masyhur di kalangan ahli hadits saja

hرعل على يدعو الركوع بعد قنت وسلم عليه ا صلى ا رسول Vان

ن�. وذكوامسلم( ) و رى البخا رواه

“Bahwasanya Rasulullah SAW melakukan qunut setelah ruku’ selama satu

bulan untuk mendo’akan hukuman atas (tindakan kejahatan) suku Ri’l dan

suku dzakwan” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

b. Hadits masyhur di kalangan ahli muhadditsin dan ulama lain, serta

masyarakat umum

tهtدu وuي tهt ان uسt ل wنtم uونxمt ل wسxمw ال uمt ل uس wنuم xمt ل wسxمw ال

“Seorang muslim (yang sempurna keislaman-nya) adalah orang yang

umat Islam selamat dari kejahatan lidah dan tangannya”.

c. Hadits masyhur di kalangan fuqaha

. جه ما وابن داود ابو رواه ق الطال ا الى ل الحال أبغض

“Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak.” (HR. Abu

Daud dan Ibnu Majjah)

d. Hadits masyhur di kalangan ahli ulama fiqh

. جه ما ابن رواه عليه استكرهوا وما والنسيان الخطاء أمتي عن رفع

“Diangkatkan (dosa/hukuman)dari umatku karena tersalah (tidak

senagja, lupa, dan perbuatan yang dilakukan karena terpaksa)(HR

Ibnu Majjah)

e. Hadits masyhur di kalangan ulama ahli bahasa Arab

tهtصwعu ي wمu ل �ه لل يخف لم wوu ل ، �wب صxهuي xدw wعuب ال uمwعt ن“Sebaik-baiknya hamba Allah adalah suhaib, kalaupun ia tidak punya

rasa takut kepada Allah maka ia tetap tidak akan mendurhakainya”

f. Hadits masyhur di kalangan ahli pendidikan

uأدtيبtي ت uن uسwحu فأ �ي ب uر tي uن أد�ب

7

Page 8: Makalah Hadits Ahad

“Tuhankulah yang mendidikku, maka Ia mendidikku dengan baik”.

g. Hadits masyhur di kalangan umum

. الترمذي رواه ن لشيطا ا من العجلة“Tergesa-gesa itu adalah dari (perbuatan setan) (HR. Tirmidzi)

h. Serta masih banyak lagi hadits-hadits yang kemasyhurannya hanya di

kalanagan tertentu, sesuai dengan disiplin ilmu dan bidangnya masing-

masing.

Adapun kitab-kitab hadits masyhur yang populer di kalangan

masyarakat umum adalah sebagai berikut:

a. Al-Maqasid Al-Hasanan Fima Istahara Ala Alsinati, karya As-Sazhawy

b. Kasyful Chafa’ Wa Muzail Ilyas Fima Istahara Min Al-Hadits Ala

Alsinatan, karya Al-Ajluny

c. Tamyizut Tayyib Min Al-Chabits Fima yaduru Ala Alsinatin Nas Min

Al-Hadits, karya Ibnu Al-Daiba’ As-Syaibany7

2. Hadits Ghairu Masyhur

a. Hadits ‘aziz

‘Aziz bisa berasal dari ‘Azza-ya’izzu yang berarti la yakadu yujadu

atau qalla wa nadar (sedikit atau jarang adanya), dan bisa berasal dari

azza ya’azzu berarti qawiya (kuat). Sedangkan ‘aziz menurut istilah,

didefiniskan sebagai berikut:8

اثنان طبقة من اءكثر رواته طبقات من طبقة فى جاء ما

Artinya: “hadits yang perawinya tidak kurang dari dua orang dalam

semua tabaqhat sanad.

Ibnu Hajar dan lainnya berpendapat bahwa hadits ‘aziz itu adalah

hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi. Mereka membedakan

hadits ‘aziz dan hadits masyhur dengan perbedaan yang sempurna.

Mereka menggunakan istilah masyhur khusus untuk hadits yang

diriwayatkan oleh tiga orang rawi atau lebih.

Definisi lain menurut istilah ilmu hadits, ‘aziz berarti:

7 Mahmud Thahhan, Ulumul Hadis, (Yogyakarta: Titial Illahi Press, 1997), hal. 358 Munzier Suprapta, Ilmu Hadis… Ibid., hal. 116

8

Page 9: Makalah Hadits Ahad

السند ت طبقا جميع في اثنين عن رواته يقبل ال أن

Artinya: “bahwa tidak kurang perawinya dari dua orang pada seluruh

tingkatan sanad.”

Definisi di atas menjelaskan bahwa hadits ‘aziz adalah hadits yang

perawinya tidak boleh kurang dari dua orang pada setiap tingkatan

sanadnya, namun boleh lebih dari dua orang, seperti tiga, empat, atau

lebih, dengan syarat bahwa salah satu tingkatan sanad harus ada yang

perawinya terdiri atas dua orang. Hal ini adalah untuk membedakan dari

hadits masyhur.9

Hukum hadits ‘aziz ini sama dengan hukum hadits masyhur, yakni

bergantung kepada keadaan sanad dan matannya. Oleh karena itu,

apabila pada kedua unsur tersebut telah terpenuhi kriteria hadits shahih

meskipun dari satu jalur, maka hadits yang bersangkutan adalah sahih.

Dalam kondisi yang lain ada yang hasan dan ada pula yang dha’if .

hadits sahih tidak disyaratkan harus berupa hadits ‘aziz, bahkan

terkadang merupakan hadits gharib.10

b. Hadits gharib

Gharib menurut bahasa berarti al-munfarid (menyendiri) atau al-

ba’id an aqaribihi (jauh dari kerabatnya). Dapat juga diartikan sebagai

asing, atau pelik.

Menurut istilah, ulama ahli hadits seperti Ibnu Hajar Al-Asqali

mendefinisikan hadits gharib sebagai berikut:

uنtم tهt ب xد �فuر� الت uعuقuو hعtضwوuم ي�u أ wيtف �وuاحtد �خwص uش tهt uت اي uو tرt ب xد uفuر� uت ي مuا

tدu ن الس�

Artinya: “hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang

menyendiri dalam meriwayatkannya, dimana saja penyendirian itu

terjadi.”

Dalam pengertian lain disebutkan sebagai berikut:

9 Nuruddin ‘ltr, Ulum Hadis 2….Ibid., hal. 21210 Ibid., hal. 213

9

Page 10: Makalah Hadits Ahad

hةuادu tزtي ب uد uرuفw tن ا tوu أ xه xرw غuي tهtو wرu ي wمu ل xثw ي uحt ب hاو uر tهt uت وuاي tرt ب uد uرuفw tن ا مuا

tهtادu ن wسt إ wوu أ tهtu uن مuت wيtف

Artinya: “hadits yang diriwayatkan oleh seorang diri perawi, karena

tidak ada orang lain yang meriwayatkannya, atau menyendiri dalam

hal penambahan terhadap matan atau sanadnya.”

Berdasarkan definisi pertama menunjukkan, bahwa penyendirian

yang dimaksud dalam hadits gharib, adalah penyendirian dalam perawi

atau sanadnya. Sedangkan berdasarkan definisi kedua, bahwa

penyendirian dalam hadits gharib bukan hanya terjadi pada sanad atau

perawi, akan tetapi bisa juga terjadi pada matannya. Pada sisi lainnya,

sebagaimana disebutkan pada definisi pertama, bahwa penyendirian itu

bisa terjadi pada thabaqah mana saja. Suatu hadits jika diriwayatkan

oleh banyak orang pada beberapa thabaqahnya, akan tetapi pada salah

satu thabaqahnya hanya diriwayatkan oleh satu orang, maka hadits itu

pun disebutkan dengan hadits gharib.

Penyendirian perawi dalam meriwayatkan hadits ini bisa berkaitan

dengan personalianya, dan tidak ada orang yang meriwayatkannya

selain perawi itu sendiri, yakni bahwa sifat atau keadaan perawi-perawi

berbeda dengan sifat dan keadaan perawi-perawi lain yang juga

meriwayatkan hadits itu. Di samping itu, penyendirian seorang perawi

bisa terjadi pada awal, tengah, atau akhir sanad.

Ada dua macam pembagian hadits gharib, yaitu: pertama, dilihat

dari sudut bentuk penyendirian perawinya, dan kedua, dilihat dari sudut

kaitannya antara penyendirian pada sanad dan pada matan. Dilihat dari

bentuk penyendirian perawinya, hadits gharib terbagi kepada dua

bagian, yaitu gharib muthlaq dan gharib nisbi. Kemudian, dilihat dari

sudut kaitannya antara penyendirian pada sanad dan matan terbagi

kepada dua bagian pula, yaitu gharib pada sanad dan matan secara

bersama dan gharib pada sanad saja.

1) Hadits gharib dilihat dari sudut penyendirian perawi

10

Page 11: Makalah Hadits Ahad

a) Gharib Muthlaq

Dikategorikan sebagai gharib muthlaq apabila penyendirian

itu mengenai personalianya, sekalipun penyendirian tersebut

hanya terdapat dalam satu thabaqat. Penyendirian hadits gharib

muthlaq ini harus berpangkal di tempat ashlu sanad, yakni

thabi’i, bukan sahabat. Hal ini dikarenakan tujuan perbincangan

penyendirian perawi dalam hadits gharib di sini adalah untuk

menetapkan apakah periwayatannya dapat diterima atau ditolak.

Sedangkan mengenai sahabat tidak perlu diperbincangkan, sebab

secara umum dan diakui oleh jumhur ulama ahli hadits, bahwa

sahabat-sahabat dianggap adil semuanya.11

b) Gharib Nisbi

Dikategorikan hadits nisbi yang tergolong pada gharib nisbi

adalah apabila penyendiriannya itu mengenai sifat atau keadaan

tertentu dari seorang rawi. Penyendiriannya seorang rawi seperti

ini, bisa terjadi berkaitan dengan keadilan dan kedhabitan

(ketsiqqahan) perawi atau mengenai tempat tinggal atau kota

tertentu.12

2) Hadits gharib dilihat dari sudut kaitanya antara penyendirian pada

sanad dan matan

a) Gharib pada sanad dan matan

Yang dimaksud adalah hadits yang matannya hanya

diriwayatkan oleh seorang rawi saja.13

b) Gharib pada sanad saja

Yang dimaksud dengan gharib pada sanad saja adalah

hadits yang telah populer dan diriwayatkan oleh banyak sahabat,

tetapi ada sorang rawi yang meriwayatkannya dari salah seorang

sahabat yang lain yang tidak populer. Periwayatan hadits melalui

11 Munzier Suparta, Ilmu Hadis… Ibid., hal. 11912 Ibid., hal., 12013 Ibid., hal., 121

11

Page 12: Makalah Hadits Ahad

sumber sahabat yang lain seperti ini disebut sebagai gharib pada

sanad.

Apabila suatu hadits telah diketahui sanadnya gharib, maka

matannya tidak perlu diteliti lagi, sebab ke ghariban pada sanad

menjadikan hadits tersebut berstatus gharib. Namun, bila

sanadnya tidak gharib, mungkin matannya yang gharib. Oleh

karena itu, penelitian selanjutnya ditujukan pada matannya.

Apabila matannya diketahui gharib, maka haditsnya pun menjadi

gharib pula.14

B. Urgensi Hadits Ahad

Hadits ahad menempati kedudukan yang sangat penting dan srategis

dalam menjelaskan dan mengimplementasikan apa yang digariskan dalam Al-

Qur’an. ia berfungsi sebagai penjelas, penguat dari Al-Qur’an. Hadits ahad

juga menjelaskan mengenai syariat yang secara khusus terdapat dalam Al-

Qur’an. Namun demikian, hadits ahad memiliki nilai nadhariy, yakni hadits

yang masih memerlukan penyelidikan dan pembuktian lebih lanjut, apakah

jumlah perawi yang sedikit itu memiliki sifat-sifat kredibilitas yang dapat

dipertanggungjawabkan atau tidak. Hadis ahad inilah yang memerlukan

penelitian secara cermat apakah para perawinya adil atau tidak, dhabith atau

tidak, sanadnya muttashil (bersambung) atau tidak, dan seterusnya yang nanti

dapat menentukan tingkat kualitas suatu hadis apakah hadits tersebut shahih,

hasan, maupun dha’if.

C. Kehujjahan Hadits Ahad

Jumhur ulama sepakat bahwa beramal dengan hadits ahad yang telah

memenuhi ketentuan maqbul (berkualitas shahih) hukumnya wajib untuk

diamalkan. Namun, permasalahan yang berkaitan dengan soal aqidah, para

ulama berselisih pendapat. Abu Hanifah, Imam Al-Syafi’i, dan Imam Ahmad

memakai hadits ahad bila persyaratan riwayatnya yang shahih terpenuhi.

14 Ibid., hal. 122

12

Page 13: Makalah Hadits Ahad

Hanya saja Abu Hanifah menetapkan syarat tsiqqah dan adil bagi perawinya

serta amaliahnya tidak menyalahi hadits yang diriwayatkan.15

Ada beberapa dalil yang menunjukkan atas kehujjahan hadits ahad

dalam masalah aqidah, baik dari Al-Qur’an maupun As Sunah. Dalil-dalil

tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:

Artinya:

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).

mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa

orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk

memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali

kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”

Kata thoifah dalam ayat di atas telah terjadi kesepakatan di kalangan para

ahli bahasa bahwa kalimat tersebut dapat digunakan untuk satu orang atau

lebih. Oleh karena itu ayat di atas tersebut merupakan dalil bagi para ulama

yang berpendapat bahwa hadits ahad bisa diterima dan diamalkan, ayat di atas

memberikan perintah kepada kaum muslimin untuk mengutus seseorang

ataupun lebih dalam rangka untuk menuntut ilmu agama, agar kemudian

orang yang diutus tersebut bisa mengajarkan dan menyampikan ilmunya jika

telah kembali dari tempat menuntut ilmu.16

Golongan lain berpendapat bahwa hadits ahad dapat digunakan

sebagai dalil untuk menetapkan masalah aqidah, karena hadits yang shahih

memberikan faidah ilmu dan yang memfaedahkan ilmu wajib untuk

diamalkan. Pendapat lain, hadits ahad meskipun memenuhi syarat tetap tidak

dapat dijadikan dalil terhadap penetapan aqidah. Karena hadits ahad berstatus

zhanni. Permasalahan aqidah adalah mengenai keyakinan yang tidak dapat

15 Nuruddin ‘ltr, Ulum Hadis 2, Ibid., hal. 10916 http://rud1.cybermq.com/post/detail/2237/klasifikasi-hadits

13

Page 14: Makalah Hadits Ahad

didasarkan dengan petunjuk yang masih zhanni, melainkan harus didasarkan

pada petunjuk yang qath’i.

Golongan Qadariyah, Rafidhah dan sebagian ahli Zhahir menetapkan

bahwa beramal dengan dasar hadits ahad hukumnya tidak wajib. Al-Juba’i

dari golongan Mu’tazilah menetapkan tidak wajib beramal kecuali

berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh dua orang yang diterima dari dua

orang. Sementara yang lain mengatakan bahwa beramal menggunakan hadits

ahad tidaklah wajib, kecuali hadits ahad yang diriwayatkan oleh empat orang.

Untuk menjawab golongan yang tidak memakai hadits ahad sebagai dasar

untuk beramal, Ibnu Al-Qayim mengatakan bahwa “ada tiga segi keterkaitan

sunnah dengan Al-Qur’an. Pertama, kesesuaian terhadap ketentuan-

ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Kedua, menjelaskan maksud Al-

Qur’an, dan ketiga adalah menetapkan hukum yang terdapat dalam Al-

Qur’an.17

Pandangan-pandangan para ahli hadits, menganggap bahwa hadits

ahad dianggap sebagai zhanni al-wurud yang bermakna bahwa secara umum

hadits yang berasa dari Rasulullah SAW masih diragukan. Pandangan ini

berbeda hal nya dengan hadits mutawatir yang dianggap qath’i al-wurud atau

keabsahan hadits Rasulullah SAW tidak diragukan lagi kebenarannya.

Permasalahan zhanni al-wurud memang telah menjadi pandangan

yang umum di kalangan muhadditsin. Atas dasar pandangan tersebut maka

para pakar hadits mengadakan penyelidikan terhadap hadits ahad. Berbagai

kriteria dibuat oleh para ulama untuk menyaring sekian banyak hadits,

sehingga mereka bisa menentukan dari sekian hadits yang diragukan tersbeut

manakah yang mendekati kebenaran. Hasil dari penyelidikan panjang ini para

pakar hadits membagi hadits ahad menjadi 3 tingkat, yaitu shahih, hasan, dan

dhai’if.18

Hadits ahad dikatakan shahih jika setiap rawi dinilai adil dan dzabith,

sanadnya pun bersambung, tidak ada keganjilan dan tidak ada cacat. Jika

17 Ibid., hal. 11018 Munzier Suparta, Ibid., hal. 111

14

Page 15: Makalah Hadits Ahad

kualitas rawi sedikit lebih rendah dari kualitas hadits shahih, namun kriteria

yang lain sama, maka hadits tersebut berkualitas hasan. Akan tetapi jika tidak

memenuhi kriteria hadits shahih maupun hasan makan hadits tersebut

dinamakan dha’if.

Setelah hadits ditentukan kesahihannya, dan bila hadits tersebut

memnuhi kriteria shahih atau hasan maka ia bisa menjadi hujjah dalam

permasalahan agama, baik dalam ushul maupun furu’. Jadi, meskipun secara

imum hadits ahad dipandang zhanni dari aspek wurudnya, namun apabila

secara ilmiah telah terbukti kesahihannya maka ia harus diamalkan.

D. Contoh-contoh Hadits Ahad

1. Hadits Masyhur

a) Hadits masyhur sahih, yakni hadits yang telah memenuhi ketentuan-

ketentuan hadits sahih baik pada sanad maupun matannya.

gB&UéfY ÖRj:ã ka91ã x ä-ã:ã“Bagi siapa yang hendak pergi melaksanakan shalat jum’at,

hendaknya ia mandi” (HR. Bukhari)

b) Hadits masyhur hasan, yakni hadits masyhur yang telah memenuhi

ketentuan-ketentuan hadits hasan, baik mengenai sanad maupun

matannya.

<ã=Mvp<=Mv“Jangan melakukan perbuatan yang berbahaya (bagi diri dan orang

lain.)

c) Hadits masyhur dhaif, yakni hadits masyhur yang tidak mempunyai

syrat-syarat hadits sahih dan hasan, baik pada sanad maupun

matannya.

مسلمة و مسلم كل على يضة فر العم طلب

“Menuntut ilmu wajib bagi kaum muslim laki-laki dan perempuan.”

2. Hadits ‘aziz

أجمعين والناس وولده والده من إليه أحب أكون حتى أحدكم يؤمن ال

15

Page 16: Makalah Hadits Ahad

"Tidaklah beriman salah seorang di antara kamu hingga aku (Nabi) lebih

dicintainya daripada bapaknya, anaknya, serta serta seluruh manusia".

(HR. Al-Bukhari dan Muslim; dengan sanad yang tidak sama)

Hadits tersebut diterima oleh Anas bin Malik dari Rasulullah

SAW, kemudian ia diriwayatkan kepada Qatadah dan ‘Abd Al-‘Aziz bin

Suhaib. Selanjutnya Qatadah meriwayatkan kepada dua orang pulan, yaitu

Syu’bah dan Husain Al-Mu’allim. Sedangkan dari Abd Al-‘Aziz

diriwayatkan oleh dua orang, yaitu Abd Al-Waris dan Ismail

bin’Ulaiyyah. Seterusnya dari Husain diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id

dari Syu’bah diriwayatkan oleh Adam, Muhammad bin Ja’far, dan juga

oleh Yahya bin Sa’id, sedang yang dari Ismail diriwayatkan oleh Zuhair

bin Harb dan dari ‘Abd Al-Waris diriwayatkan oleh Musdad dari Ja’far

diriwayatkan oleh Ibnu Al-Mutsana dan Ibn Basyar, sampai kepada

Bukhari dan Muslim.

3. Hadits Gharib

a. Bentuk penyendiriannya

1) Gharib mutlak

( البخارى ( رواه نوى ما ئ امر لكل إنما و بالنيات األعمال إنما

“Segala amal itu tergantung pada niat, dan bagi seseorang hanya

akan mendapatkan apa yang ia niatkan”

Hadits tersebut diriwayatkan oleh banyak perawi, antara

lain Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Turmudzi, An-Nasa’I dan

Ibn Majah. Pada tiap-tiap thabaqahnya, hadits tersebut

diriwayatkan oleh banyak perawi. Akan tetapi pada thabaqah

sahabat hanya diriwayatkan oleh satu orang perawi, yaitu Umar

bin Khatab. Namun perlu diketahui, bahwa meskipun hadits ini

dikategorikan ke dalam kelompok gharib, akan tetapi sanad yang

dilaluinya tergolong sanad yang shahih.

2) Gharib nisbi

16

Page 17: Makalah Hadits Ahad

Contoh gharib nisbi berkenaan dengan kota atau tempat tinggal

tertentu

ومايسر الكتاب تحة نقرأبفا أن أمرنا

“Kami diperintahkan (oleh Rasulullah SAW) agar membaca Al-

Fatihah dan surat yang mudah (dari Al-Qur’an.”) (HR. Abu

Daud)

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dengan sanad Abu

Al-Walid Al-Tayalisi, Hammam, Qatadah, Abu Nadrah, dan

Sa’id. Semua rawi ini berasal dai Basrah dan tidak ada yang

meriwayatkannya dari kota-kota lain.

b. Letak kegharibannya

1) Gharib pada sanad dan matan

حبيبتان ن الميزا في ن ثقيلتا السان على خفيفتان ن كلمتا

بحمده و نالله سبحا العظيم الله ن سبحا حمن الر الى

“Ada dua kalimat yang disenangi oleh Allah, ringan diucapkan, dan

memperberat timbangan, yaitu kalimat subhana allah wa bihamdih

subhana allah il’adzim”

Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim dengan sanad

Muhammad bin Fudhail, Abu Zur’ah ‘Umarah, Abu Zur’ah, dan Abu

Hurairah. Imam Tirmidzi menyatakan bahwa hadits ini adalah gharib,

karena hanya rawi-rawi tersebutlah yang meriwayatkannya, tidak ada

rawi lainnya.

2) Gharib pada sanad saja

سبعة في كل يأ فر الكا و حد وا معى في كل يأ المؤمن

ء أمعا

“Orang mukmin makan dalam satu usus, sedang orang kafir

makan dalam tujuh usus.”

Menurut Al-Hafidz Ibn Rajab, bahwa matan hadits ini

melalui bebeapa jalur diketahui berasal dari Nabi. Bukhari dan

Muslim meriwayatkannya dari Abu Hurairah dan dari Ibn Umar,

dari Nabi. Adapun hadits Abu Musa Al-Asy’ari yang diriwayatkan

17

Page 18: Makalah Hadits Ahad

oleh muslim melalui Kuraib menyendiri dalam meriwayatkan

hadits ini.

BAB III

PENUTUP

Analisis Pembahasan

Wacana penggunaan hadits ahad dapat dijadikan sebuah hujjah dalam

masalah aqidah atau tidak, merupakan bagian dari kekayaan khazanah Islam. Para

ulama telah mendiskusikan topik permasalahan ini sejak lama. Sebagian ulama

berpendapat bahwa hadits ahad hanya akan menghasilkan suatu hal yang dzanni.

Adapun ulama lain berpendapat bahwa hadits ahad bermanfaat pada ilmu dan

keyakinan. Meskipun mereka tidak sampai bertemu dalam satu titik kesepakatan,

namun kita bisa menarik kesimpulan yang sama bahwa perbedaan pendapat dalam

masalah ini adalah perbedaan pendapat dalam permasalahan yang masih

diperbolehkan oleh syara’. Meskipun begitu, kaum muslim tetap harus

menentukan sikap terhadap pendapat tersebut, dimana diantara dua pendapat

tersebut yang harus ia ikuti dan dianggap sesuai.

Atas dasar tersebut, seorang muslim harus memahami koridor dalam

memahami koridor dalam memilih pendapat. Koridor itu adalah yang pertama:

bahwa ia harus memilih pendapat yang sejalan dengan Al-Qur’an dan Sunnah.

Kedua, ia harus memilih pendapat yang paling rajah dan kuat dalilnya. Dengan

kata lain, ia harus memilih pendapat yang kebenarannya mendekati kebenaran Al-

Qur’an dan sunnah. Ketiga, ia harus memilih sebuah pendapat yang dianggapnya

benar berdasarkan niat yang tulus dan ikhlas. Seorang muslim harus selalu

menghormati pendapat dan pendirian saudaranya muslim selama pendapat

tersebut tetap sejalan dengan Al-Qur’an dan sunnah. Perbedaan pendapat dalam

18

Page 19: Makalah Hadits Ahad

masalah-masalah ijtihadiyyah tidak boleh menyibukkan kaum muslim dari tugas-

tugas yang lebih penting.   Masih banyak kaum muslim yang belum memahami

dan menyakini ‘aqidah dan syariat Islam.  Tugas untuk mendidik umat dengan

‘aqidah dan syariat Islam merupakan tugas terpenting yang harus dijadikan fokus

perhatian oleh setiap kaum muslim. 

Kesimpulan

Hadits ahad adalah hadits yang terbatas jalan-jalan riwayatnya dan tidak

sampai kepada peringkat hadith mutawatir atau bilangan perawi hadith ahad tidak

sampai kepada bilangan perawi hadith mutawatir. Dalam klasifikai hadits ahad, ia

terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan jumlah perawi pada setiap hadits yang

diriwayatkan yaitu hadits masyhur, hadits ‘aziz, dan hadits gharib. Sebagian

ulama membagi hadits ahad kepada dua yaitu masyhur dan ghairu masyhur.

Dalam hadits masyhur terdapat hadits-hadits tertentu yang terkenal di kalangan

ahli hadits saja, fuqaha, ahli bahasa, ahli pendidikan, masyarakat pada umumnya

dan lain-lain. Sedangkan hadits ghairu masyur terbagi menjadi hadits ‘aziz dan

hadits gharib. Dalam hadits gharib terbagi menjadi dua, yakni menurut bentuk

penyendiriannya dan menurut letak kegharibannya. Menurut bentuk

penyendiriannya hadits gharib terbagi lagi menjadi dua yakni gharib mutlaq dan

gharib nisbi, sedangkan menurut ketak kegharibannya terbagi menjadi gharib pada

sanad dan matan, serta gharib pada sanad nya saja. Hadits ahad juga dilihat dari

sudut kesempurnaan syarat-syarat sanad dan matannya terbagi kepada tiga yaitu

hadits sahih, hadits hasan, dan hadits dhaif. Hadits ahad dapat dijadikan hujjah

dan beramal dengannya jika memenuhi syarat-syarat sah periwayatannya (hadits

sahih) dan begitu juga sebaliknya.

19

Page 20: Makalah Hadits Ahad

DAFTAR PUSTAKA

‘ltr, Nurudin, Ulum Al-Hadits 2 dengan judul asli Manhaj An-Naqd Fii ‘Uluum Al-Hadits, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994

Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, Jakarta Timur: Pustaka AL-Kautsar, 2005

http://rud1.cybermq.com/post/detail/2237/klasifikasi-hadits

Munzier, Suparta, Ilmu Hadits, Jakarta: PT Rajawali Grafindo, 2010

Thahhan, Mahmud, Ulumul Hadis, Yogyakarta: Titian Illahi Press, 1997

20