makalah hsab rizka noviati
TRANSCRIPT
PEBANDINGAN DAYA ADSORBSI ION Cr3+
PADA SERBUK
GERGAJI KAYU ALBIZIA DENGAN ZEOLIT DITINJAU DARI
TEORI HSAB
RIZKA NOVIATI
0810923077
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
BAB 1
LATAR BELAKANG
Logam krom (Cr) adalah salah satu jenis polutan logam berat yang bersifat toksik, dalam
tubuh logam krom biasanya berada dalam keadaan sebagai ion Cr3+
. Krom dapat menyebabkan
kanker paru-paru, kerusakan hati (liver) dan ginjal. Jika kontak dengan kulit menyebabkan iritasi
dan jika tertelan dapat menyebabkan sakit perut dan muntah.
Usaha-usaha penanganan limbah yang mengandung ion-ion logam berat khususnya ion-
ion Cr3+
telah banyak dilakukan dan perlu dikembangkan. Pendekatan yang telah banyak
dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah melalui imobilisasi dengan teknik pengendapan,
pertukaran ion maupun menggunakan adsorben (zat penyerap).
Zeolit merupakan material berpori yang pengguannya sangat luas. Kegunaan zeolit
didasarkan atas kemampuannya melakukan pertukaran ion (ion excangher), adsorpsi
(adsorption) dan katalisator (catalyst). Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan
rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan luas permukaan zeolit sangat
besar sehingga sangat baik digunakan sebagai adsorben
Serbuk gergaji kayu mengandung komponen-komponen kimia seperti selulosa,
hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif. Terdapatnya selulosa dan hemiselulosa menjadikan
serbuk gergaji kayu berpotensi untuk digunakan sebagai bahan penjerap karena mempunyai
gugus hidroksil (-OH) dapat dipakai untuk mengadsorpsi ion-ion logam berat. Pemanfaatan
serbuk gergaji kayu sebagai bahan material penjerap merupakan salah satu teknologi yang murah
karena bahan bakunya mudah didapat mengingat negara Indonesia merupakan negara yang
memiliki hutan yang sangat luas.
Penulisan ini bertujuan untuk membandingkan daya adsorbsi maksimum dari adsorben
zeolit yang diaktivasi dengan pemanasan, dan serbuk kayu gergaji yang diaktivasi menggunakan
campuran etanol- toluena (1:1).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ADSORPSI
Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat tertentu
yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada
permukaan zat padat tanpa meresap ke dalam.
Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada
permukaan padatan yang tidak seimbang. Adanya gaya ini, padatan cenderung menarik molekul-
molekul yang lain yang bersentuhan dengan permukaan padatan, baik fasa gas atau fasa larutan
ke dalam permukaannya. Akibatnya, konsentrasi molekul pada permukaan menjadi lebih besar
dari pada dalam fasa gas atau zat terlarut dalam larutan. Adsorpsi dapat terjadi pada antarfasa
padat-cair, padat-gas atau gas-cair. Molekul yang terikat pada bagian antarmuka disebut
adsorbat, sedangkan permukaan yang menyerap molekul-molekul adsorbat disebut adsorben.
Pada adsorpsi, interaksi antara adsorben dengan adsorbat hanya terjadi pada permukaan
adsorben.
Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah sebagai berikut:
Luas permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang teradsorpsi. Luas
permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel dan jumlah dari adsorben
Jenis adsorbat
o Peningkatan polarisabilitas adsorbat akan meningkatkan kemampuan adsorpsi
molekul yang mempunyai polarisabilitas yang tinggi (polar) memiliki
kemampuan tarik menarik terhadap molekul lain dibdaningkan molekul yang
tidak dapat membentuk dipol (non polar);
o Peningkatan berat molekul adsorbat dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi
o Adsorbat dengan rantai yang bercabang biasanya lebih mudah diadsorb
dibdaningkan rantai yang lurus.
o
Konsentrasi Adsorbat
semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak jumlah substansi
yang terkumpul pada permukaan adsorben
Temperatur
o pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap adsorben
terhadap adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben lebih terbuka
o pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben sehingga
kemampuan penyerapannya menurun
pH
pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi pada biosorben
dan kompetisi ion logam dalam proses adsorpsi
Kecepatan pengadukan
menentukan kecepatan waktu kontak adsorben dan adsorbat. Bila pengadukan terlalu
lambat maka proses adsorpsi berlangsung lambat pula, tetapi bila pengadukan terlalu
cepat kemungkinan struktur adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi kurang
optimal
Waktu Kontak
Penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi maksimum terjadi pada
waktu kesetimbangan.
Pada adsorpsi kimia, molekul-molekul yang teradsorpsi pada permukaan adsorben
bereaksi secara kimia. Hal ini disebabkan pada adsorpsi kimia terjadi pemutusan dan
pembentukan ikatan. Ikatan antara adsorben dengan adsorbat dapat cukup kuat sehingga spesies
aslinya tidak dapat ditemukan kembali. Adsorpsi ini bersifat irreversibel dan diperlukan energi
yang banyak untuk melepaskan kembali adsorbat (dalam proses adsorpsi). Pada umumnya,
dalam adsorpsi kimia jumlah (kapasitas) adsorpsi bertambah besar dengan naiknya temperatur.
Zat yang teradsorpsi membentuk satu lapisan monomolekuler dan relatif lambat tercapai
kesetimbangan karena dalam adsorpsi kimia melibatkan energi aktivasi. Secara kualitatif
perilaku adsorpsi dapat juga dipandang dari sifat polar ataupun nonpolar antara zat padat
(adsorben) dengan komponen larutan (adsorbat). Adsorben polar akan cenderung mengadsorpsi
kuat adsorbat polar dan lemah terhadap adsorbat nonpolar, demikian juga sebaliknya. Adsorben
polar akan mengadsorpsi kuat zat terlarut polar dari pelarut nonpolar karena kelarutannya yang
rendah dan mengadsorpsi yang lemah dari pelarut polar karena kelarutannya yang tinggi,
demikian juga sebaliknya.
Ikatan kimia yang terjadi antara gugus aktif pada zat organik dengan molekul dapat
dijelaskan sebagai perilaku interaksi asam-basa Lewis yang menghasilkan kompleks pada
permukaan padatan. Pada sistem adsorpsi larutan ion logam, interaksi tersebut dalam bentuk
umum ditulis:
dengan GH adalah gugus fungsional yang terdapat pada zat organik, M adalah ion bervalensi z.
2.2 KONPONEN KIMIA KAYU
Kayu sebagian besar tersusun atas tiga unsur yaitu unsur C, H dan O. Unsur-unsur
tersebut berasal dari udara berupa CO2
dan dari tanah berupa H2O. Namun, dalam kayu juga
terdapat unsur-unsur lain seperti N, P, K, Ca, Mg, Si, Al dan Na. Unsur-unsur tersebut tergabung
dalam sejumlah senyawa organic.
Komponen penyusun kayu terdiri dari :
1. Komponen pengisi rongga sel
Zat pengisi rongga sering disebut dengan komponen ekstranous, yang dominan diisi oleh
zat ekstraktif. Zat ekstraktif merupakan kumpulan banyak zat seperti gula, tepung/pati, tanin,
resin, pektin, zat warna kayu, asam-asam, minyak-minyak, lemak dalam kayu dan sebagainya.
2. Komponen penyusun dinding sel
Komponen penyusun dinding sel adalah komponen kimia yang menyatu dalam dinding
sel. Tersusun atas banyak komponen yang tergabung dalam karbohidrat dan lignin. Karbohidrat
yang telah terbebas dari lignin dan ekstraktif disebut juga dengan holoselulosa. Holoselulosa
sebagian besar tersusun atas selulosa dan hemiselulosa. Selulosa merupakan komponen terbesar
dan paling bermanfaat dari kayu.
Jumlah zat selulosa mayoritas 40 %, hemiselulosa sekitar 23 % dan lignin kurang dari 34
%. Selulosa tersusun atas alfa, beta dan gamma selulosa dan paling besar terdapat pada jenis
kapas dan rami sekitar 97 %. Hemiselulosa adalah polimer polisakarida heterogen tersusun dari
unit D-glukosa, D-manosa, L-arabiosa dan D-xilosa. Hemiselulosa pada kayu berkisar antara 20-
30%.
Dilihat dari strukturnya, selulosa dan hemiselulosa mempunyai potensi yang cukup besar
untuk dijadikan sebagai penjerap karena gugus OH yang terikat dapat berinteraksi dengan
komponen adsorbat. Adanya gugus OH, pada selulosa dan hemiselulosa menyebabkan terjadinya
sifat polar pada adsorben tersebut. Dengan demikian selulosa dan hemiselulosa lebih kuat
menjerap zat yang bersifat polar dari pada zat yang kurang polar. Mekanisme jerapan yang
terjadi antara gugus -OH yang terikat pada permukaan dengan ion logam yang bermuatan positif
(kation) merupakan mekanisme pertukaran ion sebagai berikut.
M+
dan M2+
adalah ion logam, -OH adalah gugus hidroksil dan Y adalah matriks tempat gugus -
OH terikat. Interaksi antara gugus -OH dengan ion logam juga memungkinkan melalui
mekanisme pembentukan kompleks koordinasi karena atom oksigen (O) pada gugus -OH
mempunyai pasangan elektron bebas, sedangkan ion logam mempunyai orbital d kosong.
Pasangan elektron bebas tersebut akan menempati orbital kosong yang dimiliki oleh ion logam,
sehingga terbentuk suatu senyawa atau ion kompleks.
2.3 ZEOLIT
Zeolit umumnya didefinisikan sebagai kristal alumina silika yang berstruktur tiga
dimensi, yang terbentuk dari tetrahedral alumina dan silika dengan rongga-rongga di dalam yang
berisi ion-ion logam, biasanya alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak
bebas. Secara empiris, rumus molekul zeolit adalah Mx/n.(AlO2)x.(SiO2)y.xH2O. Struktur zeolit
sejauh ini diketahui bermacam-macam, tetapi secara garis besar strukturnya terbentuk dari unit
bangun primer, berupa tetrahedral yang kemudian menjadi unit bangun sekunder polihedral dan
membentuk polihendra dan akhirnya unit struktur zeolit.
Zeolit merupakan material berpori yang pengguannya sangat luas. Kegunaan zeolit
didasarkan atas kemampuannya melakukan pertukaran ion (ion excangher), adsorpsi
(adsorption) dan katalisator (catalyst). Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan
rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan luas permukaan zeolit sangat
besar sehingga sangat baik digunakan sebagai adsorben.
Sifat zeolit sebagai adsorben dan penyaring molekul, dimungkinkan karena struktur zeolit
yang berongga, sehingga zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul yang berukuran lebih
kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya. Selain itu kristal zeolit yang telah terdehidrasi
merupakan adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas adsorpsi yang tinggi.
Secara kimia kandungan zeolit yang utama adalah: Si02 = 62,75%; A1203 =12,71 %;
K20 = 1,28 %; CaO = 3,39 %; Na2O = 1,29 %; MnO = 5,58 %; Fe203 = 2,01 %; MgO = 0,85 %;
Clinoptilotit = 30 %; Mordernit = 49 %.
2.4 ION KROM (Cr3+
)
Logam krom merupakan logam golongan transisi, diketemukan di alam sebagai bijih
terutama kromit (Fe(CrO2)2). Krom merupakan elemen berbahaya di permukaan bumi dan
dijumpai dalam kondisi oksida antara Cr(II) sampai Cr(VI). Krom bervalensi tiga umumnya
merupakan bentuk yang umum dijumpai di alam, dan dalam material biologis krom selalu
berbentuk valensi tiga, karena krom valensi enam merupakan salah satu material organik
pengoksidasi yang tinggi. Krom valensi tiga memiliki sifat racun yang rendah dibandingkan
dengan valensi enam. Pada bahan makanan dan tumbuhan mobilitas krom relatif rendah dan
diperkirakan konsumsi harian komponen ini pada manusia dibawah 100 μg, kebanyakan berasal
dari makanan, sedangkan dari air dan udara dalam tingkat yang rendah. Ion krom (Cr3+
)
merupakan kation yang bersifat asam keras, sehingga akan berinteraksi secara kuat dengan
anion-anion yang bersifat basa keras seperti dengan OH-
.
Logam krom (Cr) adalah salah satu jenis polutan logam berat yang bersifat toksik, dalam
tubuh logam krom biasanya berada dalam keadaan sebagai ion Cr3+
. Krom dapat menyebabkan
kanker paru-paru, kerusakan hati (liver) dan ginjal. Jika kontak dengan kulit menyebabkan iritasi
dan jika tertelan dapat menyebabkan sakit perut dan muntah
2.4 TEORI HSAB
R.G Pearson awal tahun 1960 mengusulkan bahwa asam basa lewis dapat
diklasifikasikan sebagai asam basa lunak (soft) atau keras (hard). Asam basa lunak adalah asam
basa yang elektron-elektron valensinya mudah terpolarisasi atau terlepaskan, sedangkan asam
basa keras adalah asam basa yang tidak mempunyai elektron valensi atau yang elektron atau
elektron valensinya sukar terpolarisasi. Dengan kata lain asam basa lunak mempunyai sifat
terpolarisasi tinggi dan asam basa keras mempunyai sifat terpolarisasi rendah. Konsep ini
kemudian dikenal dengan nama HSAB yang singkatan dari “hard soft acids and base” (asam
basa keras lemah) atau yang biasa dikenal sebagai asam basa pearson.
Konsep HSAB dapat menjelaskan kesetabilan senyawa. Konsep ini juga digunakan
dalam konteks kualitatif daripada kuantitatif yang membantu untuk mengetahui faktor utama
terjadinya reaksi kimia, terutama pada logam transisi. Asam lunak bereaksi lebih cepat dengan
basa lunak dan membentuk ikatan yang kuat, sedangkan asam keras bereaksi lebih cepat dan
membentuk ikatan kuat dengan basa kuat.
Asam keras dan basa keras cenderung mempunyai atom yang kecil/radius ionik, oksidasi
tinggi, kepolaran rendah, dan keelektronegatifan tinggi. Sedangkan asam dan basa lunak
cenderung mempunyai:atom yang besar, tingkat oksidasi rendah, dan elektronegatifan rendah.
Asam basa keras biasanya membentuk ikatan ionik, sedangkan asam basa lunak membentuk
ikatan kovalen. Kekerasan suatu asam basa diukur untuk mengetahui kecenderungan terjadinya
perubahan formasi atau bentuk..
Tabel 2 Asam dan basa beberapa senyawa dan ion menurut prinsip HSAB dari pearson
BAB 3
PEMBAHASAN
Menurut teori asam-basa keras-lemah dari person, ion Cr3+
termasuk asam keras sehingga
akan cenderung berinteraksi dengan gugus aktif yang bersifat basa keras seperti gugus hidroksil
(-OH) membentuk interaksi ion-polar. Ion krom (Cr3+
) yang bersifat asam keras, akan
berinteraksi secara kuat dengan anion-anion yang bersifat basa keras seperti dengan OH-
.
Selulosa mempunyai banyak gugus -OH, dengan demikian selulosa akan mengikat ion krom
secara kuat. Ikatan antara ion Cr3+
dengan -OH pada selulosa melalui pembentukan ikatan
koordinasi, di mana pasangan elektron bebas dari O pada -OH akan menempati orbital kosong
yang dimiliki oleh Cr3+
, sehingga terbentuk kompleks terkoordinasi.
Cr3+
+
3 OH - Cr(OH)3
pH larutan secara umum mengalami peningkatan setelah proses adsorpsi berlangsung. Hal ini
terjadi karena ion Cr3+
yang menurut prinsip HSAB dari Pearson bersifat asam keras telah
diadsorpsi oleh serbuk gergaji kayu albizia, sehingga sifat asam pada larutan yang telah
teradsorpsi tersebut menjadi berkurang.
Reaksi yang terjadi pada zeolit, sama halnya dengan serbuk kayu gergaji, terjadi
berdasarkan prinsip HSAB, dimana Ion krom (Cr3+
) yang bersifat asam keras, akan berinteraksi
secara kuat dengan O pada Si02, A1203, K20, CaO, Na2O, MnO, Fe203, MgO (sebagai
komponen utama zeolit) akan menempati orbital kosong yang dimiliki oleh Cr3+
, sehingga
terbentuk kompleks terkoordinasi.
2 Cr3+
+
3 O2-
Cr2O3
Adsorpsi molekul atau ion pada permukaan padatan umumnya hanya terbatas pada satu
lapisan (monolayer). Dengan demikian adsorpsi tersebut biasanya mengikuti persamaan isoterm
adsorpsi Langmuir atau Freundlich. Dengan menggunakan persamaan isoterm adsorpsi
Langmuir atau Freundlich, dapat ditentukan karakteristik jerapan dan daya adsorpsi maksimum
ion Cr3+
oleh zeolit dan serbuk gergaji kayu albizia.
Semakin besar konsentrasi ion Cr3+
pada larutan, semakin besar pula ion Cr3+
yang
teradsorpsi oleh zeolit maupun serbuk gergaji kayu albizia. Daya adsorpsi maksimum ditentukan
dari harga 1/(x/m)maks
yang diperoleh dari slope (kemiringan garis) pada kurva c/(x/m) terhadap c
pada pengujian pola isoterm adsorpsi Langmuir maupun Freundlich. Daya adsorpsi yang
maksimum zeolit terhadap ion-ion Cr3+
hanya dapat ditentukan apabila pola isoterm adsopsinya
mengikuti pola isoterm Langmuir. Sedangkan adsorpsi ion Cr3+
oleh serbuk gergaji kayu albizia
setelah diaktivasi mengikuti pola isoterm adsorpsi Langmuir maupun Freundlich.
Untuk adsorben dengan serbuk gergaji kayu, Secara umum, ion Cr3+
teradsorpsi lebih
banyak pada serbuk gergaji kayu albizia yang teraktivasi yaitu sebesar 39, 4492 ppm atau
66,79% dibandingkan dengan oleh serbuk gergaji kayu yang tidak teraktivasi dengan campuran
etanol-toluena (1:1) yaitu sebesar 37,2126 ppm atau 63,01%. Hal ini terjadi karena pada serbuk
gergaji kayu albizia yang tidak diaktivasi menggunakan campuran etanol- toluena (1:1) masih
banyak terdapat senyawa-senyawa seperti lapisan lilin dan lemak. Sedangkan pada serbuk
gergaji kayu yang telah diaktivasi senyawa-senyawa tersebut sudah berkurang, sehingga kontak
antara adsorben dengan ion Cr3+
dapat berlangsung lebih efektif. Hilangnya minyak dan lilin
menyebabkan interaksi gugus fungsi hidroksil dan karbonil dengan ion Cr3+
menjadi semakin
efektif. Jadi, adsorpsi maksimum ion Cr3+
oleh serbuk gergaji kayu albizia yang diaktivasi
dengan campuran pelarut etanol-toluena adalah 2,21 mg/g.
Pada proses aktivasi zeolit terjadi penguapan molekul-molekul air yang terparangkap
dalam pori-pori kristal zeolit sehingga jumlah pori dan luas permukaan spesifik zeolit bertambah
dan akhirnya zeolit menjadi lebih efektif mengadsorpsi ion-ion Cr3+.
Jumlah ion Cr3+
yang
teradsorpsi pada ketiga temparatur tersebut hampir sama sehingga aktivasi zeolit yang efektif
dapat dilakukan pada temperatur 100o
C. Ini menunjukan bahwa pemanasan zeolit pada
temperatur 100 s/d 300o
C tidak menyebabkan terjadi perubahan struktur dan pengembangan
pori-pori zeolit, sehingga jumlah ion Cr3+
yang teradsorpsi hampir sama. Jadi daya adsorpsi
maksimum dari zeolit yang diaktivasi pada 100, 200, dan 300o
C terhadap ion Cr3+
secara
berturut-turut adalah 0,0027790 g/g, 0,0026318 g/g, dan 0,0027075 g/g. Ini menunjukan bahwa
daya adsorpsi zeolit yang diaktivasi pada ketiga termpertur tersebut hampir sama dengan daya
adsorpsi rata-rata 0,0027061 g/g. Jadi daya adsorpsi maksimum zeolit yang teraktivasi secara
fisis terhadap ion Cr3+
adalah sebesar 2,7061 mg/g.
Dari hasil dua percobaan diatas, daya adsorpsi maksimum ion Cr3+
oleh zeolit yang
diaktivasi dengan penanasan adalah sebesar 2,7061 mg/g. Lebih besar dibandingkan dengan
daya adsorpsi maksimum ion Cr3+
oleh serbuk gergaji kayu albizia yang diaktivasi dengan
campuran pelarut etanol-toluena adalah 2,21 mg/g.
Perbedaan daya adsorbsi ini dilihat dari berbagai factor yang mempengaruhi adsorpsi.
Dilihat dari komposisi kedua adsorben zeolit dan serbuk gergaji kayu, sama-sama berikatan
berdasarkan prinsip HSAB. Dimana ion Cr3+
yang bersifat asam keras berikatan dengan OH- dari
selulosa dan hemiselulosa pada kayu yang bersifat basa keras. Pada zeolit, ion Cr3+
berikatan
dengan O dari zeolit yang bersifat basa keras. Aktivasi pada serbuk kayu gergaji adalah
penambahan etanol-toluen (1:1), sehingga dapat menghilangkan minyak dan lilin yang dapat
menghalangi kontak antara ion Cr3+
dengan permukaan serbuk kayu gergaji. Sedangkan pada
zeolit, aktivasi dilakukan dengan pemanasan, dimana temperatur mempengaruhi daya adsorpsi
pada adsobat, sehingga terjadi penguapan molekul-molekul air yang terparangkap dalam pori-
pori kristal zeolit sehingga jumlah pori dan luas permukaan spesifik zeolit bertambah dan
akhirnya zeolit menjadi lebih efektif mengadsorpsi ion-ion Cr3+
. Semakin luas permukaan
adsorben, maka makin banyak zat yang teradsorpsi. Pada serbuk kayu gergaji, adsorbsi yang
terjadi hanya bedasarkan prinsip HSAB saja, tidak dilakukan pemanasan, tidak terjadi
penambahan jumlah pori dan luas permukaan spesifik, sehingga tidak menambah ion Cr3+
yang
teradsopsi pada serbuk kayu.
Daya adsorbsi maksimum zeolit yang diaktivasi dengan pemanasan terbukti lebih unggul
dibandingkan daya adsorbsi maksimum serbuk gergaji kayu albizia diaktivasi menggunakan
etanol- toluene (1:1). Tetapi kekurangan dari adsoben zeolit adalah relative sulit diperoleh,
sedangkan adsoben serbuk gergaji kayu mudah didapat dan dengan harga murah.
BAB 4
KESIMPULAN
Adsorbsi Ion krom (Cr3+
) dengan adsoben serbuk gergaji kayu albizia dan zeolit
berdasarkan prinsip HSAB. Ion Cr3+
bersifat asam keras yang akan berikatan dengan OH- dari
selulosa dan hemiselulosa pada kayu albizia yang bersifat basa keras, dan pada zeolit, ion Cr3+
berikatan dengan O dari zeolit yang bersifat basa keras. Adsoben serbuk kayu gergaji diaktivasi
dengan penambahan etaol-toluen (1:1), dan adsoben zeolit dilakukan pemanasan. Daya adsorpsi
maksimum ion Cr3+
oleh serbuk gergaji kayu albizia yang diaktivasi dengan campuran pelarut
etanol-toluena adalah 2,21 mg/g. Dan daya adsorpsi maksimum zeolit yang teraktivasi secara
fisis terhadap ion Cr3+
adalah sebesar 2,7061 mg/g. Daya adsopsi ion Cr3+
dengan zeolit yang
diaktivasi dengan pemanasan lebih unggul daripada serbuk gergaji kayu albizia yang diaktivasi
dengan campuran pelarut etanol-toluena.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1, 2008, Zeolit sebagai mineral serba guna, http://www.chem-is-
try.org/artikel_kimia/kimia_material/zeolit_sebagai_mineral_serba_guna/, diakses tanggal 3
Juni 2010.
Anonim2, 2009, Adsorpsi, http://bulekbasandiang.wordpress.com/2009/05/18/adsorpsi/,
diakses tanggal 3 Juni 2010.
Muchie, 2009, asam basa lunak keras, http://ckyanime.blogspot.com/2009/09/asam-basa-lunak-
keras.html, diakses tanggal 4 Juni 2010.
Pkimunlam, 2008, adsorbsi ion logam, http://pkimunlam.wordpress.com/2008/11/09/adsorbsi-ion-
logam/, diakses tanggal 3 Juni 2010.
Suardana, I Nyoman, 2008, OPTIMALISASI DAYA ADSORPSI ZEOLIT TERHADAP ION
KROMIUM (III), http://www.freewebs.com/santyasa/Lemlit/ PDF_Files/ SAINS/
APRIL_2008/I_Nyoman_Suardana.pdf, diakses tanggal 28 Mei 2010.
Sukarta, I Nyoman, 2008, ADSORPSI ION Cr3+
OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA,
http://iirc.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/9599/2/2008ins.pdf, diakses tanggal 28 Mei
2010.