makalah iis
TRANSCRIPT
MAKALAHTEKNIK PENGAWETAN TANAH DAN AIR
KONSERVASI SECARA MEKANIK
Oleh:Iis Istikayah
NIM A1H009059
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO
2012
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas terstruktur Teknik Pengawetan Tanah dan Air yang berjudul ”Konservasi
Secara Mekanik”.
Tanpa adanya bantuan dan dorongan serta petunjuk dari berbagai pihak,
makalah ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis
mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih memiliki banyak kekurangan.
Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan dimasa yang akan datang. Harapan penulis semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua terutama bagi pembaca.
Purwokerto, 10 April 2012
Penyusun
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai daerah tropis, erosi tanah oleh air merupakan bentuk
degradasi tanah yang sangat dominan. Praktik deforestarisasi merupakan
penyebab utamanya baik di hutan produksi ataupun di hutan rakyat, yang
menyebabkan terjadinya kerusakan hutan dan lahan. Di samping itu, praktek
usaha tani yang keliru di daerah hulu yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah
konservasi akan menyebabkan terjadinya kemerosotan sumberdaya lahan yang
akan berakibat semakin luasnya lahan kritis. Hal ini terbukti pada tahun 1990-an
luas lahan kritis di Indonesia 13,18 juta hektar, namun sekarang diperkirakan
mencapai 23,24 juta hektar, sebagian besar berada di luar kawasan hutan (65%)
yaitu di lahan milik rakyat dengan pemanfaatan yang sekedarnya atau bahkan
cenderung diterlantarkan. Keadaan ini justru akan membawa dampak lahan
semakin kritis dan kekeringan panjang terjadi dimusim kemarau.
Arti tanah dan air bagi semua makluk hidup mempunyai peranan penting
dalam kehidupannya sejak diciptakan di planet bumi ini. Sejarah mencatat bahwa
perjalanan peradaban manusia yang dimulai sejak manusia purba sampai saat ini
selalu berada dekat dengan air atau sumber air. Essensi tanah dan air bagi manusia
menyebabkan munculnya adaptasi dan budaya yang berkaitan dengan hal tersebut.
Di negara kita dan juga beberapa negara lain, air mempunyai nilai agama, budaya,
sosial, ekonomi dan bahkan politik. Begitu eratnya ikatan masyarakat dengan
tanah dan air, sehingga perlu dilakukan upaya konservasi untuk mempertahan
keberadaannya sehingga tetap terpeliharanya kompenen utama bagi kehidupan
manusia tersebut tetap terpelihara.
Erosi, kekurangan air dan unsur hara adalah masalah yg paling serius di
daerah lahan kering. Paket-paket teknologi untuk mananggulangi masalah-
masalah tersebut juga sudah banyak, akan tetapi kurang optimal di manfaatkan
karena tidak begitu signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan petani daerah
lahan kering. Memang perlu kesabaran dalam pengelolaan daerah lahan kering,
karena meningkatkan produktivitas lahan di daerah lahan kering yang kondisi
lahannya sebagian besar kritis dan potensial kritis tidaklah mudah.
Produksi pertanian, perikanan dan penggunaan sumberdaya alam yang
berkaitan dengan air akan menurun. Upaya pencegahan erosi dan sedimentasi
dapat dilakukan dengan perbaikan pola penggunaan lahan dan melakukan usaha
konservasi tanah dan air. Upaya ini umumnya masih dilakukan parsial terutama
karena aktivitas ini masih dihitung sebagai biaya sosial dan bukan sebagai
aktivitas ekonomi yang menguntungkan. Untuk itu perlu dikembangkan
pendekatan tindakan pengendalian erosi dalam rangka konservasi tanah dan air
untuk pertanian berkelanjutan.
Kegiatan yang secara siginifikan menyebabkan meningkatnya laju erosi
tanah adalah pembukaan lahan, pembangunan sarana dan prasarana perkebunan
dan penanaman. Kegiatan pembukaan lahan akan menyebabkan terjadinya
peningkatan laju erosi maksimal sebesar 1014,28 % dari kondisi sebelumnya,
kegiatan sarana dan prasarana akan meningkatkan laju erosi maksimal sebesar
66,88 % dan penanaman akan meningkatkan laju erosi maksimal sebesar 50,59 %.
Dalam rangka menurunkan laju erosi maka perlu melaksanakan tindakan
konservasi tanah dan air. Salah satu yang dapat dilakukan adalah pembuatan teras
sederhana atau teras berdasar lebar. Tindakan konservasi tanah ini akan dapat
menurunkan laju erosi minimal 125.255 kali lebih kecil dari laju erosi
sebelumnya.
Konservasi tanah dan air merupakan cara konvensional yang cukup
mampu menanggulangi masalah diatas. Dengan menerapkan sisitem konservasi
tanah dan air diharapkan bisa menanggulangi erosi, menyediakan air dan
meningkatkan kandungan hara dalam tanah serta menjadikan lahan tidak kritis
lagi. Ada 3 metode dalam dalam melakukan konservasi tanah dan air yaitu metode
fisik dengan pegolahan tanahnya, metode vegetatif dengan memanfaatkan
vegetasi dan tanaman untuk mengurangi erosi dan penyediaan air serta metode
kimia yaitu memanfaatkan bahan-bahan kimia untuk mengawetkan tanah.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian konservasi secara mekanik
2. Mengetahui cara-cara konservasi tanah dan air secara mekanik
II. ISI
Dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan, maka pengelolaan
lahan harus menerapkan suatu teknologi yang berwawasan konservasi. Suatu
teknologi pengelolaan lahan yang dapat mewujudkan pembangunan pertanian
berkelanjutan bilamana memiliki ciri seperti dapat meningkatkan pendapatan
petani, komoditi yang diusahakan sesuai dengan kondisi biofisik lahan dan dapat
diterima oleh pasar, tidak mengakibatkan degradasi lahan karena laju erosi kecil,
dan teknologi tersebut dapat diterapkan oleh masyarakat (Sinukaban, 1994).
Tanah sebagai komponen utama usaha tani yang harus dipelihara,
dimodifikasi bila perlu, sangat mempengaruhi produksi dan penampilan tanaman.
Pada dasarnya teknik konservasi dapat dikelompokkan menjadi (i) tenik
konservasi vegetatif seperti sistem agroforestri, sistem tumpangsari, dan sistem
pertanian lainnya dan (ii) teknis seperti teras, gulud, cek dam, serta perlindungan
saluran drainase dengan tanaman rumput. Teknik konservasi melalui cara
vegetatif pada umumnya lebih mudah penerapannya dan lebih murah biayanya
(Sudirdja, 2008).
Apapun teknik konservasi yang dipilih perlu disesuaikan dengan masalah
yang ada di lapangan. Pada dasarnya masalah erosi berkaitan tingginya erosivitas
hujan, sifat tanah yang mudah tererosi (erodibilitas tanah yang tinggi), bentukan
lahan (landform) dengan lereng yang curam dan panjang, serta penggunaan lahan
yang terlalu intensif dan tidak sesuai dengan kemampuan lahannya. Erosivitas
hujan yang tinggi biasanya spesifik untuk berbagai wilayah dan hampir tidak
dapat diubah. Namun demikian, pengaruh erosivitas yang tinggi dapat dikurangi
dengan jalan melemahkan energi kinetik butiran hujan sebelum sampai di
permukaan tanah, misalnya dengan menutup permukaan tanah. Penutupan
permukaan tanah dapat dilakukan melalui penggunaan mulsa, sistem pertanaman
campuran atau multi strata, peningkatan kerapatan tanaman, bertanam secara
tumpangsari (beberapa jenis tanaman sekaligus), tumpang gilir (menanam
tanaman baru sebelum tanaman yang lama dipanen), dan menanam tanaman
penutup tanah.
Teknik konservasi yang dipilih perlu disesuaikan dengan masalah apa
yang akan dipecahkan. Misalnya untuk memecahkan masalah erodibilitas tanah
yang tinggi disebabkan oleh struktur tanah yang mudah terdispersi (agregat tanah
tidak stabil atau mudah pecah) dapat diatasi dengan peningkatan kandungan bahan
organik tanah. Pilihan teknik pengelolaan tanah untuk meningkatkan kandungan
bahan organik tanah, misalnya sistem tanam campuran, pemberian mulsa,
pemupukan, pemberian pupuk kandang. Selain berdasarkan masalah tanah, iklim
dan topografi, pilihan perlu disesuaikan dengan biaya dan tenaga kerja yang
tersedia, keadaan sistem usahatani di lokasi setempat, luas dan status
kepemilikkan lahan (tenure), dan orientasi pertanian (subsisten atau komersial)
(Sudirdja, 2008).
Gambar 1. Alur Pemilihan Teknik Pengendalian Erosi
A. Pengertian Konservasi Tanah dan Air
Konservasi merupakan upaya untuk melestarikan sumberdaya alam dan
kualitas lingkungan hidup, serta menyelamatkannya dari kerusakan, hilang atau
punah. Di wilayah perkotaan muatan konservasi ini terutama ditujukan pada
sumberdaya atmosfer, tanah dan air. Dalam arti luas konservasi termasuk juga
usaha rehabilitasi dan reklamasi, merupakan upaya membuat lingkungan
perkotaan atau lahan marginal menjadi lebih baik dan lebih produktif yang dapat
dipertahankan kesinambungannya.
Dengan demikian sistem pertanaman konservasi menggunakan pendekatan
yang menyeluruh (holistik) dan terpadu dalam memanfaatkan sumber daya alam,
baik pada lingkungan lahan kritis atau marginal agar lebih produktif dan lestari
potensinya dan memperhatikan kaidah keterkaitan yang saling menguntungkan
antara komponen-komponennya.
Hasil pemantauan pengaruh status lahan terhadap konservasi tanah
menunjukkan bahwa:
- Pemilik lahan (dengan sertifikat pemilikan) lebih memperhatikan konservasi
tanah daripada mereka yang bukan pemilik lahan (penggarap lahan tersebut
secara turun temurun yang tidak dilengkapi dengan sertifikat atau keterangan
yang memperkuat).
- Sistem sakap, sewa dan gadai menghambat usaha penghijauan konservasi
karena cenderung untuk memanfaatkan lahan secara maksimal dengan biaya
minimal.
Untuk mempertahankan dan memulihkan fungsi lahan kembali sesuai
dengan peruntukannya, perlu dilakukan konservasi tanah. Konservasi tanah ini
diarahkan pada tiga perlakuan pokok, yaitu: (1) perlindungan tanah dari butir-
butir hujan dengan cara meningkatkan jumlah tutupan tanah dengan bahan
organik dan tajuk tanaman; (2) mengurangi jumlah aliran permukaan melalui
peningkatan infiltrasi, kandungan bahan organik; dan (3) mengurangi kecepatan
aliran permukaan sehingga kecepatan erosi dapat dikurangi.
Konservasi tanah adalah serangkaian strategi pengaturan untuk mencegah
erosi tanah dari permukaan bumi atau terjadi perubahan secara kimiawi atau
biologi akibat penggunaan yang berlebihan, salinisasi, pengasaman,atau
akibat kontaminasi lainnya. Strategi yang biasanya dipakai, yaitu:
pemilihan vegetasi penutup lahan
pencegahan erosi
pengaturan kadar garam
pengendalian keasaman
meningkatkan kelestarian organisme tanah yang menguntungkan
pencegahan dan remediasi tanah dari kontaminasi
mineralisasi
Strategi lainnya yang biasa dipergunakan dalam bidang pertanian yaitu:
pertanian tanpa pengolahan tanah
pengolahan tanah berkontur
alur penahan angin (windbreak)
rotasi tanaman
penggunaan pupuk alami
mengistirahatkan lahan
Pengolahan tanah merupakan kebudayaan yang tertua dalam pertanian dan
tetap diperlukan dalam pertanian modern. Tujuan pengolahan tanah adalah untuk
menyiapkan tempat pesemaian, tempat bertanam, menciptakan daerah perakaran
yang baik, membenamkan sisa tanaman, dan memberantas gulma. Cara
pengolahan tanah sangat mempengaruhi struktur tanah alami yang baik yang
terbentuk karena penetrasi akar atau fauna tauna, apabila pengolahan tanah terlalu
intensif maka struktur tanah akan rusak. Kebiasaan petani yang mengolah tanah
secara berlebihan dimana tanah diolah sampai bersih permukaannya merupakan
salah satu contoh pengolahan yang keliru karena kondisi seperti ini
mengakibatkan surface sealing yaitu butir tanah terdispersi oleh butir hujan ,
menyumbat pori-pori tanah sehingga terbentuk surface crusting. Untuk mengatasi
pengaruh buruk pengolahan tanah, maka dianjurkan beberapa cara pengolahan
tanah konservasi yang dapat memperkecil terjadinya erosi. Cara yang dimaksud
adalah :
1. Tanpa olah tanah (TOT), tanah yang akan ditanami tidak diolah dan
sisa-sisa tanaman sebelum-nya dibiarkan tersebar di permukaan, yang
akan melindungi tanah dari ancaman erosi selama masa yang sangat
rawan yaitu pada saat pertumbuhan awal tanaman. Penanaman
dilakukan dengan tugal. Gulma diberantas dengan menggunakan
herbisida.
2. Pengolahan tanah minimal, tidak semua permukaan tanah diolah, hanya
barisan tanaman saja yang diolah dan sebagian sisa-sisa tanaman
dibiarkan pada permukaan tanah.
3. Pengolahan tanah menurut kontur, pengolahan tanah dilakukan
memotong lereng sehingga terbentuk jalur-jalur tumpukan tanah dan
alur yang menurut kontur atau melintang lereng. Pengolahan tanah
menurut kontur akan lebih efektif jika diikuti dengan penanaman
menurut kontur juga yang memungkinkan penyerapan air dan
menghindarkan pengangkutan tanah.
Rotasi tanaman, tanaman penutup lahan, dan tanaman penahan angin
dikatakan sebagai cara yang paling baik dalam mencegah erosi permukaan tanah.
Rotasi tanaman adalah proses pergantian tanaman yang konvensional dan mudah
dilakukan, untuk mencegah pengambilan nutrisi tanah yang berlebihan oleh satu
jenis tanaman saja. Tanaman penutup berfungsi sebagai pencegah tanah dari erosi,
pertumbuhan gulma, dan evapotranspirasi berlebihan, namun tanaman penutup
juga memiliki fungsi penting dalam menjaga kualitas kimia tanah; misalnya
tanaman Leguminoceae untuk kelestarian kandungan nitrogen dalam tanah dan
tanaman Mucuna pruries untuk fosfor. Tanaman penahan angin ditanam dengan
alur yang cukup padat atau barisan pepohonan yang ditanam dengan alur yang
paralel terhadap arah angin.
Dengan dilakukan konservasi tanah dan air di lahan kering diharapkan
mampu mengurangi laju erosi dan menyediakan air sepanjang tahun yang
akhirnya mampu meningkatkan produktivitasnya. Tanah-tanah di daerah lahan
kering sangat rentan terhadap erosi. Daerah lahan kering biasanya mempunyai
curah hujan yg rendah dan intensitas yg rendah pula, dengan kondisi seperti itu
menyebabkan susahnya tanaman-tanaman tumbuh dan berkembang, padahal
tanaman merupakan media penghambat agar butiran hujan tidak berbentur
langsung dengan tanah. Benturan seperti inilah yg menyebabkan tanah mudah
terurai sehingga gampang di bawa oleh aliran air permukaan dan akhirnya terjadi
erosi. Pemanfaatan vegetasi pada system konservasi tanah dan air selain sebagai
penghambat benturan juga berguna sebagai penghambat aliran permukaan,
memperbaiki tekstur tanah dan meningkatkan kadar air tanah.
Sedangkan menurut Sitanala Arsyad (1989), Konservasi Tanah adalah
penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan
kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat
yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi Air
menurut Deptan (2006) adalah upaya penyimpanan air secara maksimal pada
musim penghujan dan pemanfaatannya secara efisien pada musim kemarau.
Konservasi tanah dan konservasi air selalu berjalan beriringan dimana saat
melakukan tindakan konservasi tanah juga di lakukan tindakan konservasi air.
B. Konservasi Tanah dan Air Secara Mekanik
Secara garis besar, teknik pengendalian erosi dibedakan menjadi dua, yaitu
teknik konservasi mekanik dan vegetatif. Konservasi tanah secara mekanik adalah
semua perlakuan fisik mekanis dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk
mengurangi aliran permukaan guna menekan erosi dan meningkatkan kemampuan
tanah mendukung usahatani secara berkelanjutan. Pada prinsipnya konservasi
mekanik dalam pengendalian erosi harus selalu diikuti oleh cara vegetatif, yaitu
penggunaan tumbuhan/tanaman dan sisa-sisa tanaman/tumbuhan (misalnya mulsa
dan pupuk hijau), serta penerapan pola tanam yang dapat menutup permukaan
tanah sepanjang tahun.
Menurut Arsyad (1989) metode mekanik merupakan perlakuan fisik
mekanis terhadap terhadap tanah sehingga mampu mengurangi laju aliran
permukaan dan erosi dengan cara pembangunan bagunan yang akhirnya mampu
meningkatkan kemampuan penggunaan lahan. Adapun fungsi dari metode
mekanik adalah (1) untuk mengurangi laju aliran permukaan, (2) menampung dan
menyalurkan aliran permukaan sehingga kekuatan aliran permukaan tidak
merusak, (3) meningkatkan kapisitas infiltrasi tanah dan memperbaiki aerasinya
dan (4) mampu menyediakan air bagi tanaman. terasering merupakan metode
konservasi tanah mekanik yang berfungsi untuk mengurangi panjang lereng
sehingga dapat mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan yang
akhirnya mampu menekan laju erosi, fungsi lainnya adalah untuk menangkap air
sehingga mampu menyediakan air bagi tanaman.
Teknik konservasi tanah secara mekanis atau disebut juga sipil teknis
adalah upaya menciptakan fisik lahan atau merekayasa bidang olah lahan
pertanian hingga sesuai dengan prinsip konservasi tanah sekaligus konservasi air.
Teknik ini meliputi: guludan, pembuatan teras gulud, teras bangku, teras individu,
teras kredit, pematang kontur, teraskebun, barisan batu, dan teras batu. Khusus
untuk tujuan pemanenan air, teknik konservasi secara mekanis meliputi
pembuatan bangunan resapan air, rorak, dan embung.
Cara mekanik adalah cara pengelolaan lahan tegalan (tanah darat) dengan
menggunakan sarana fisik seperti tanah dan batu sebagai sarana konservasi
tanahnya. Tujuannya untuk memperlambat aliran air di permukaan, mengurangi
erosi serta menampung dan mengalirkan aliran air permukaan (Seloliman, 1997).
Termasuk dalam metode mekanik untuk konservasi tanah dan air di antaranya
pengolahan tanah. Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap
tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang baik bagi
pertumbuhan tanaman. Tujuan pokok pengolahan tanah adalah menyiapkan
tempat tumbuh bibit, menciptakan daerah perakaran yang baik, membenamkan
sisa-sisa tanaman dan memberantas gulma (Arsyad, 1989).
Pengendalian erosi secara teknis-mekanis merupakan usaha-usaha
pengawetan tanah untuk mengurangi banyaknya tanah yang hilang di daerah lahan
pertanian dengan cara mekanis tertentu. Sehubungan dengan usaha-usaha
perbaikan tanah secara mekanik yang ditempuh bertujuan untuk memperlambat
aliran permukaan dan menampung serta melanjutkan penyaluran aliran
permukaan dengan daya pengikisan tanah yang tidak merusak.
Pengolahan tanah menurut kontur adalah setiap jenis pengolahan tanah
(pembajakan, pencangkulan, pemerataan) mengikuti garis kontur sehingga
terbentuk alur-alur dan jalur tumpukan tanah yang searah kontur dan memotong
lereng. Alur-alur tanah ini akan menghambat aliran air di permukaan dan
mencegah erosi sehingga dapat menunjang konservasi di daerah kering.
Keuntungan utama pengolahan tanah menurut kontur adalah terbentuknya
penghambat aliran permukaan yang memungkinkan penyerapan air dan
menghindari pengangkutan tanah. Oleh sebab itu, pada daerah beriklim kering
pengolahan tanah menurut kontur juga sangat efektif untuk konservasi ini.
Pembuatan terras adalah untuk mengubah permukaan tanah miring menjadi
bertingkat-tingkat untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan dan menahan
serta menampungnya agar lebih banyak air yang meresap ke dalam tanah melalui
proses infiltrasi (Sarief, 1986). Menurut Arsyad (1989), pembuatan teras berfungsi
untuk mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi
kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan oleh
tanah, dengan demikian erosi berkurang.
Prinsip dasar dari konservasi air adalah menyimpan sebanyak-banyaknya
air pada musim hujan dan memanfaatkan kembali pada musim kemarau.
Meskipun cukup banyak teknik konservasi air yang dapat diimplementasikan di
lahan kering, tetapi keberhasilannya sangat ditentukan oleh kondisi biofisik, sosial
ekonomi, dan keinginan petani. Hal tersebut perlu dicermati mengingat tidak ada
satupun teknik konservasi air yang sempurna. Setiap teknik konservasi air
konservasi membutuhkan persyaratan tertentu agar teknik tersebut efektif. Hal
yang paling penting dari penerapan suatu teknik konservasi dalam pengembangan
lahan kering adalah kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Sistem microcatchment merupakan teknik pemanenan air yang telah lama
dikembangkan untuk memanfaatkan air hujan sebagai sumber air bagi pertanian
pada daerah beriklim kering. Menurut Critchley dan Siegert (1991) teras gulud
(contour ridges) merupakan salah satu bentuk sistem microcatchment yang cocok
untuk tanaman pertanian yang diusahakan pada lahan kering berlereng. Di
Indonesia telah diperkenalkan teras gulud yang dibangun dengan membuat saluran
menurut kontur dan tanah galian ditumpukkan sebagai guludan sepanjang sisi
bagian hilir saluran. Namun biasanya saluran digunakan untuk membuang
kelebihan air hujan yang menjadi aliran permukaan. Mengingat pentingnya air
hujan sebagai sumber air bagi pertanian lahan kering, upaya meningkatkan
efektivitas teras gulud sebagai sistem microcatchment perlu dilakukan.
Untuk supaya sistem microcatchment tersebut dapat diterapkan di daerah
dengan curah hujan tinggi maka perlu dilakukan modifikasi agar saluran dapat
lebih efektif untuk menampung dan meresapkan air ke dalam tanah.
1. Teras Gulud
Teras Gulud merupakan sistem pengendalian erosi secara mekanis yang
berupa barisan gulud yang dilengkapi rumput penguat gulud dan saluran air di
bagian lereng atas. Bermanfaat untuk mengurangi laju limpasan permukaan dan
meningkatkan resapan air ke dalam tanah. Teras gulud dapat diterapkan pada
tanah dengan infiltrasi/permeabilitas tinggi dan tanah-tanah agak dangkal dengan
lereng 10-30%.
Teras gulud adalah barisan guludan yang dilengkapi dengan saluran air di
bagian belakang gulud. Metode ini dikenal pula dengan istilah guludan bersaluran.
Bagian bagian dari teras gulud terdiri atas guludan, saluran air, dan bidang olah
(Gambar 2). Fungsi dari teras gulud hampir sama dengan teras bangku, yaitu
untuk menahan laju aliran permukaan dan meningkatkan penyerapan air ke dalam
tanah. Saluran air dibuat untuk mengalirkan aliran permukaan dari bidang olah ke
saluran pembuangan air. Untuk meningkatkan efektivitas teras gulud dalam
menanggulangi erosi dan aliran permukaan, guludan diperkuat dengan tanaman
penguat teras. Jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai penguat teras bangku
juga dapat digunakan sebagai tanaman penguat teras gulud. Sebagai kompensasi
dari kehilangan luas bidang olah, bidang teras gulud dapat pula ditanami dengan
tanaman bernilai ekonomi (cash crops), misalnya tanaman katuk, cabai rawit, dan
sebagainya.
Gambar 2. Sketsa penampang samping teras gulud
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan teras gulud:
1. Teras gulud cocok diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%,
dapat juga pada lahan dengan kemiringan 40-60% namun relatif kurang
efektif.
2. Pada tanah yang permeabilitasnya tinggi, guludan dapat dibuat menurut
arah kontur. Pada tanah yang permeabilitasnya rendah, guludan dibuat
miring terhadap kontur, tidak lebih dari 1% ke arah saluran pembuangan.
Hal ini ditujukan agar air yang tidak segera terinfiltrasi ke dalam tanah
dapat tersalurkan ke luar ladang dengan kecepatan rendah.
2. Teras Bangku atau Teras Tangga
Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan cara memotong panjang
lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya, sehingga terjadi deretan
bangunan yang berbentuk seperti tangga. Pada usahatani lahan kering, fungsi
utama teras bangku adalah:
1. memperlambat aliran permukaan;
2. menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang
tidak sampai merusak;
3. meningkatkan laju infiltrasi; dan
4. mempermudah pengolahan tanah.
Teras bangku dapat dibuat datar (bidang olah datar, membentuk sudut 0o)
dengan bidang horizontal), miring ke dalam/goler kampak (bidang olah miring
beberapa derajat ke arah yang berlawanan dengan lereng asli), dan miring keluar
(bidang olah miring ke arah lereng asli). Teras biasanya dibangun di ekosistem
lahan sawah tadah hujan, lahan tegalan, dan berbagai sistem wanatani. Tipe teras
bangku dapat dilihat pada Gambar 2. Teras bangku miring ke dalam (goler
kampak) dibangun pada tanah yang permeabilitasnya rendah, dengan tujuan agar
air yang tidak segera terinfiltrasi menggenangi bidang olah dan tidak mengalir ke
luar melalui talud di bibir teras. Teras bangku miring ke luar diterapkan di areal di
mana aliran permukaan dan infiltrasi dikendalikan secara bersamaan, misalnya di
areal rawan longsor. Teras bangku goler kampak memerlukan biaya relatif lebih
mahal dibandingkan dengan teras bangku datar atau teras bangku miring ke luar,
karena memerlukan lebih banyak penggalian bidang olah. Efektivitas teras bangku
sebagai pengendali erosi akan meningkat bila ditanami dengan tanaman penguat
teras di bibir dan tampingan teras. Rumput dan legum pohon merupakan tanaman
yang baik untuk digunakan sebagai penguat teras. Tanaman murbei sebagai
tanaman penguat teras banyak ditanam di daerah pengembangan ulat sutra. Teras
bangku adakalanya dapat diperkuat dengan batu yang disusun, khususnya pada
tampingan. Model seperti ini banyak diterapkan di kawasan yang berbatu.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pembuatan teras bangku
adalah:
1. Dapat diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%, tidak dianjurkan
pada lahan dengan kemiringan >40% karena bidang olah akan menjadi
terlalu sempit.
2. Tidak cocok pada tanah dangkal (<40 cm)
3. Tidak cocok pada lahan usaha pertanian yang menggunakan mesin
pertanian.
4. Tidak dianjurkan pada tanah dengan kandungan aluminium dan besi
tinggi.
5. Tidak dianjurkan pada tanah-tanah yang mudah longsor.
Gambar 3. Teras Bangku
3. Teras Individu
Teras individu adalah teras yang dibuat pada setiap individu tanaman,
terutama tanaman tahunan (Gambar 4). Jenis teras ini biasa dibangun di areal
perkebunan atau pertanaman buah-buahan.
Gambar 4. Sketsa teras individu pada areal pertanaman tahunan
4. Teras Kebun
Teras kebun adalah jenis teras untuk tanaman tahunan, khususnya tanaman
pekebunan dan buah-buahan. Teras dibuat dengan interval yang bervariasi
menurut jarak tanam (Gambar 5). Pembuatan teras bertujuan untuk:
1. meningkatkan efisiensi penerapan teknik konservasi tanah, dan
2. memfasilitasi pengelolaan lahan (land management facility), di antaranya
untuk fasilitas jalan kebun, dan penghematan tenaga kerja dalam
pemeliharaan kebun.
Gambar 5. Teras kebun
Teras kebun dibuat pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng antara 30
– 50 % yang direncanakan untuk areal penanaman jenis tanaman perkebunan.
Pembuatan teras hanya dilakukan pada jalur tanaman sehingga pada areal tersebut
terdapat lahan yang tidak diteras dan biasanya ditutup oleh vegetasi penutup
tanah. Ukuran lebar jalur teras dan jarak antar jalur teras disesuaikan dengan jenis
komoditas. Dalam pembuatan teras kebun, lahan yang terletak di antara dua teras
yang berdampingan dibiarkan tidak diolah. (Sukartaatmadja, 2004).
Dalam Yuliarta, et. al., 2002, dijelaskan bahwa teras kebun merupakan
bangunan konservasi tanah berupa teras yang dibuat hanya pada bagian lahan
yang akan ditanami tanaman tertentu, dibuat sejajar kontur dan membiarkan
bagian lainnya tetap seperti keadaan semula, biasanya ditanami tanaman penutup
tanah. Teras ini dibuat pada lahan dengan kemiringan 10 – 30 %, tetapi dapat
dilakukan sampai kemiringan 50 % jika tanah cukup stabil / tidak mudah longsor.
5. Teras Datar
Teras datar adalah teknik konservasi tanah berupa tanggul tanah sejajar
kontur yang dilengkapi saluran di atas dan di bawah tanggul, bidang olah tidak
diubah dari kelerengan permukaan asli. Syarat teknis kemiringan lereng < 5 %.
Teras datar atau teras sawah (level terrace) adalah bangunan konservasi
tanah berupa tanggul sejajar kontur, dengan kelerengan lahan tidak lebih dari 3 %
dilengkapi saluran di atas dan di bawah tanggul (Yuliarta, 2002).
Menurut Arsyad (1989), teras datar dibuat tepat menurut arah garis kontur
dan pada tanah-tanah yang permeabilitasnya cukup besar sehingga tidak terjadi
penggenangan dan tidak terjadi aliran air melalui tebing teras. Teras datar pada
dasarnya berfungsi menahan dan menyerap air, dan juga sangat efektif dalam
konservasi air di daerah beriklim agak kering pada lereng sekitar dua persen.
Dalam Sukarta atmadja (2004) dijelaskan bahwa tujuan pembuatan teras
datar adalah untuk memperbaiki pengaliran air dan pembasahan tanah, yaitu
dengan pembuatan selokan menurut garis kontur. Tanah galian ditimbun di tepi
luar sehingga air dapat tertahan dan terkumpul. Di atas pematang sebaiknya
ditanami tanaman penguat teras berupa rumput makanan ternak.
Menurut Schwab et al (1966), tujuan utama dari teras datar ini adalah
konservasi air / kelembaban tanah, sedangkan pengendalian erosi adalah tujuan
sekunder. Karena itu teras tipe ini dibangun di daerah dengan curah hujan rendah
sampai sedang untuk menahan dan meresapkan air ke lapisan tanah. Di daerah
yang permeabilitasnya tinggi, teras tipe ini dapat digunakan untuk tujuan yang
sama di daerah dengan curah hujannya tinggi.
Gambar 6. Penampang Melintang Teras Datar
6. Teras Kredit
Teras kredit merupakan bangunan konservasi tanah berupa guludan tanah
atau batu sejajar kontur, bidang olah tidak diubah dari kelerengan tanah asli. Teras
kredit merupakan gabungan antara saluran dan guludan menjadi satu (Priyono, et
al., 2002).
Teras kredit biasanya dibuat pada tempat dengan kemiringan lereng antara
3 sampai 10 persen, dengan cara membuat jalur tanaman penguat teras (lamtoro,
kaliandra, gamal) yang ditanam mengikuti kontur. Jarak antara larikan 5 sampai
12 meter. Tanaman pada larikan teras berfungsi untuk menahan butir-butir tanah
akibat erosi dari sebelah atas larikan. Lama kelamaan permukaan tanah bagian
atas akan menurun, sedangkan bagian bawah yang mendekat dengan jalur
tanaman akan semakin tinggi. Proses ini berlangsung terus-menerus sehingga
bidang olah menjadi datar atau mendekati datar. (Sukartaatmadja, 2004).
Gambar 7. Penampang Teras Kredit
7. Pengolahan Tanah Konservasi (Minimum dan Tanpa Olah)
Pengolahan tanah adalah setiap kegiatan mekanik yang dilakukan terhadap
tanah dengan tujuan untuk memudahkan penanaman, menciptakan keadaan
tanah yang gembur bagi pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman sekaligus
merupakan upaya pemberantasangulma. Dalam kaitannya dengan konservasi
tanah dan air, pengolahan tanah hendaknya dilakukan seperlunya saja. Untuk
tanah yang berlereng curam pengolahan tanah sebaiknya diminimumkan, bahkan
ditiadakan. Kegiatan pengolahan tanah biasa atau konvensional (dengan cara
mencangkul atau membajak tanah dua kali dan diikuti dengan
menghaluskan bongkahan tanah satu atau dua kali sebelum bertanam) lebih
banyak bertujuan untuk memberantas gulma. Jika gulma dapat diatasi misalnya
dengan penggunaan mulsa atau penggunaan herbisida, maka pengolahan tanah
dapat dikurangi atau malah ditiadakan.
Pengolahan tanah minimum adalah teknik konservasi tanah dimana
gangguan mekanis terhadap tanah diupayakan sesedikit mungkin. Dengan cara ini
kerusakan struktur tanah dapat dihindari sehingga aliran permukaan dan
erosi berkurang. Teknik ini juga mengurangi biaya dan tenaga kerja untuk
pengolahan tanah dan mengurangi biaya / tenaga kerja untuk penyiangan secara
mekanik. Pengolahan tanah minimum cukup efektif dalam mengendalikan erosi,
dan biasa dilakukan pada tanah-tanah yang berpasir dan rentan terhadap erosi.
Pengolahan tanah minimum hanya dapat dilakukan pada tanah yang gembur.
Tanah gembur dapat terbentuk sebagai hasil dari penggunaan mulsa secara terus
menerus dan / atau pemberian pupuk hijau / pupuk kandang / kompos dari bahan
organik yang lain secara terusmenerus. Penerapan teknik pengolahan tanah
minimum selalu perlu disertai pemberianmulsa.
Keuntungan:
Menghindari kerusakan struktur tanah.
Mengurangi aliran permukaan dan erosi.
Memperlambat proses mineralisasi, sehingga penggunaan zat-zat hara
dalam bahan- bahan organik lebih berkelanjutan.
Tenaga kerja yang lebih sedikit daripada pengelolaan penuh, sehingga
mengurangi biaya produksi.
Dapat diterapkan pada lahan-lahan marginal yang jika tidak dengan cara
ini mungkintidak dapat diolah.
Kelemahan:
Persiapan bedengan yang kurang memadai dapat menyebabkan
pertumbuhan yangkurang baik dan produksi yang rendah, terutama untuk
tanaman seperti jagung dan ubi.
Perakaran mungkin terbatas dalam tanah yang berstruktur keras.
Lebih cocok untuk tanah yang gembur
Keunggulan dari tanaman tahunan adalah bahwa hampir semuanya
tanaman ini tidak memerlukan pengolahan tanah. Hal ini dimungkinkan karena
setelah tajuknya berkembangmenaungi permukaan tanah pertumbuhan gulma
akan sangat berkurang.
Olah tanah konservasi adalah suatu sistem pengolahan tanah dengan tetap
mempertahankansetidaknya 30% sisa tanaman menutup permukaan tanah. Olah
tanah konservasi dilakukandengan cara:
• Pengolahan tanah dalam bentuk larikan memotong lereng atau dengan
mencangkul sepanjang larikan untuk memudahkan penanaman.
• Tanpa olah tanah adalah sistem di mana permukaan tanah hanya
dibersihkan darigulma baik secara manual maupun dengan menggunakan
herbisida. Sesudah pembersihan, tanaman langsung ditugalkan. Jika
penugalan sulit dilakukan, dapatdigunakan cangkul untuk memudahkan
penanaman.
Pengolahan tanah menurut kontur adalah setiap jenis pengolahan tanah
(pembajakan, pencangkulan, pemerataan) mengikuti garis kontur sehingga
terbentuk alur-alur dan jalur tumpukan tanah yang searah kontur dan memotong
lereng. Alur-alur tanah ini akan menghambat aliran air di permukaan dan
mencegah erosi sehingga dapat menunjang konservasi di daerah kering.
Keuntungan utama pengolahan tanah menurut kontur adalah terbentuknya
penghambat aliran permukaan yang memungkinkan penyerapan air dan
menghindari pengangkutan tanah. Oleh sebab itu, pada daerah beriklim kering
pengolahan tanah menurut kontur juga sangat efektif untuk konservasi
8. Rorak
Rorak merupakan lubang penampungan atau peresapan air, dibuat di
bidang olah atau saluran resapan yang dibuat memotong lereng yang berfungsi
untuk menampung dan meresapkan air aliran permukaan (Gambar 7). Pengertian
lain dari rorak adalah lubang-lubang buntu dengan ukuran tertentu yang dibuat
pada bidang olah dan sejajar dengan garis kontur. Fungsi rorak adalah untuk
menjebak dan meresapkan air ke dalam tanah serta menampung sedimen-sedimen
dari bidang olah.
Rorak adalah bangunan konservasi tanah dan air yang relatif mudah diuat.
Adanya rorak akan menjebak aliran permukaan dan memberikan kesempatan
kepada air hujan untuk terinfiltrasi ke dalam tanah. Dengan demikian rorak akan
menurunkan aliran permukaan yang keluar dari persil lahan secara signifikan. Hal
ini tentu saja akan ikut berkontribusi terhadap pengendalian banjir. Pembuatan
rorak bertujuan untuk (1) memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan
menampung tanah yang tererosi; (2) memperlambat limpasan air pada saluran
peresapan; (3) sebagai pengumpul tanah yang tererosi, sedimen tanah lebih mudah
dikembalikan ke bidang olah. Ukuran rorak sangat bergantung pada kondisi dan
kemiringan lahan serta besarnya limpasan permukaan. Umumnya rorak dibuat
dengan ukuran panjang 1-2 m, lebar 0,25-0,50 m dan dalam 0,20-0,30 m, atau
panjang 1-2 m, lebar 0,3-0,4 m dan dalam 0,4-0,5 m. Jarak antar-rorak dalam
kontur adalah 2-3 m dan jarak antara rorak bagian atas dengan rorak di bawahnya
3-5 m.
Pada lahan kering beriklim kering, rorak berfungsi sebagai tempat
pemanen air hujan dan aliran permukaan. Dimensi rorak yang disarankan sangat
bervariasi, misalnya kedalaman 60 cm, lebar 50 cm, dan panjang berkisar antara
50-200 cm. Panjang rorak dibuat sejajar kontur atau memotong lereng. Jarak ke
samping antara satu rorak dengan rorak lainnya berkisar 100-150 cm, sedangkan
jarak horizontal 20 m pada lereng yang landai dan agak miring sampai 10 m pada
lereng yang lebih curam. Dimensi rorak yang akan dipilih disesuaikan dengan
kapasitas air atau sedimen dan bahan-bahan terangkut lainnya yang akan
ditampung. Sesudah periode waktu tertentu, rorak akan terisi oleh tanah atau
serasah tanaman. Agar rorak dapat berfungsi secara terus-menerus, bahan-bahan
yang masuk ke rorak perlu diangkat ke luar atau dibuat rorak yang baru.
Gambar 7. Rorak dengan teras gulud
9. Sengkedan
Sengkedan adalah teknik konservasi tanah dengan cara menempatkan
batang, cabang, ranting kayu atau bamboo mengikuti garis kontur dengan jarak
tertentu.
10. Embung
Merupakan bangunan penampung air yang berfungsi sebagai pemanen
limpasan air permukaan dan air hujan. Embung bermanfaat untuk menyediakan
air pada musim kemarau. Agar pengisian dan pendistribusian air lebih cepat dan
mudah, embung hendaknya dibangun dekat dengan saluran air dan pada lahan
dengan kemiringan 5-30%.
11. Mulsa
Tanah-tanah bertekstur liat dan atau lempung sangat cocok untuk
pembuatan embung. Mulsa adalah bahan-bahan (sisa-sisa panen, plastik, dan lain-
lain) yang disebar atau digunakan untuk menutup permukaan tanah. Mulsa
bermanfaat untuk mengurangi penguapan (evaporasi) serta melindungi tanah dari
pukulan langsung butir-butir hujan yang akan mengurangi kepadatan tanah.
12. Saluran Air / Parit Jebakan
Membuat saluran air/ parit jebakan dimaksudkan untuk menahan air di
parit sehingga mempertinggi kelembaban tanah di bagian hilirnya. Cara ini
dilaksanakan secara lokal ataupun regional dalam suatu kawasan tertentu.
13. Dam Penahan / Pengendali
Bendungan/ reservoir/ waduk dapat dimanfaatkan sebagai penyedia air
irigasi, PLTA, air industri dan domistik, pengendali banjir, serta untuk pariwisata.
Checkdam merupakan bangunan melintang sungai untuk menahan bahan sedimen
serta melandaikan kemiringan dasar sungai. Cara ini dilaksanakan secara
regional.
14. Dam Parit
Dam parit adalah suatu cara mengumpulkan atau membendung aliran air
pada suatu parit dengan tujuan untuk menampung aliran air permukaan, sehingga
dapat digunakan untuk mengairi lahan di sekitarnya. Dam parit dapat menurunkan
aliran permukaan, erosi, dan sedimentasi.
Keunggulan:
Menampung air dalam volume besar akibat terbendungnya aliran air di
saluran/parit.
Tidak menggunakan areal/lahan pertanian yang produktif.
Mengairi lahan cukup luas, karena dibangun berseri di seluruh daerah
aliran sungai (DAS).
Menurunkan kecepatan aliran permukaan, sehingga mengurangi erosi dan
hilangnya lapisan tanah atas yang subur serta sedimentasi.
Memberikan kesempatan agar air meresap ke dalam tanah di seluruh
wilayah DAS, sehingga mengurangi risiko kekeringan pada musim
kemarau.
Biaya pembuatan lebih murah, sehingga dapat dijangkau petani.
Pada prinsipnya teknologi ini bertujuan dan berfungsi untuk (1)
Menurunkan debit puncak, yaitu debit yang paling tinggi yang terjadi pada aliran
tersebut. Biasanya pada musim penghujan debit air pada suatu parit / saluran
sangat tinggi sehingga dapat menimbulkan banjir dan tanah longsor serta erosi
dengan membawa serta lapisan tanah atas yang subur. Dengan dibangunnya dam
parit yang memotong aliran, itu akan mengurangi kecepatan aliran parit. (2)
Memperpanjang waktu respon, yaitu memperpanjang selang waktu antara saat
curah hujan maksimum dengan debit maksimumnya. Dengan lamanya air tertahan
dalam DAS, maka sebagian air akan meresap kedalam tanah untuk mengisi
(recharge) cadangan air tanah dan sebagian air dapat dialirkan ke l;ahan yang
membutuhkan air / lahan yang tidak pernah mendapat air irigasi melalui parit-
parit. Pada parit-parit itu pun selanjutnya juga dibuat dam / bendung lagi.
Demikian seterusnya, sehingga luas lahan yang dapat dialiri dapat dimaksimalkan.
15. Bangunan Terjun (Drop Structures)
Bangunan terjunan adalah bangunan yang dibuat di tempat tertentu
memotong saluran, dimana aliran air setelah melewati bangunan tersebut akan
menyerupai terjunan. Bangunan terjunan perlu dibangun pada daerah berbukit
dimana kemiringan saluran dibatasi, agar tidak terjadi suatu gerusan. Selain itu
pada saluran terbuka bangunan tersebut berfungsi untuk mengubah kemiringan
saluran yang pada awalnya cukup curam agar menjadi landai, dimana pada
keadaan tersebut kecepatan aliran akan berubah menjadi kecepatan aliran tidak
kritis. Secara keseluruhan bangunan terjun juga dapat berfungsi untuk :
Mengendalikan erosi pada selokan dan sungai.
Mengendalikan tinggi muka air pada saluran.
Mengendalikan kecuraman saluran alam maupun buatan.
Mengendalikan air yang keluar, pada spillway atau pipa.
Menahan arus dan menghindari kerusakan dasar saluran.
Mengurangi energi dan kecepatan aliran air yang tinggi yang mengalir
melalui saluran yang miring
Menurut jenisnya bangunan terjun dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
Bangunan terjun tegak. Bangunan ini digunakan bila beda tinggi energi tidak lebih
dari 1,5 meter. Bangunan terjun miring. Bangunan ini digunakan bila beda tinggi
energi lebih dari 1,5 meter. Kemiringan bangunan ini dibuat securam mungkin
dengan perbandingan maksimum 1 : 1, agar didapat bangunan yang efisien dari
segi biaya.
Dalam merencanakan struktur bangunan terjun perlu memperhatikan hal-
hal berikut ini :
Bangunan harus dapat menahan gaya guling dan gaya gelincir.
Bangunan harus dapat menahan gaya desakan air tanah pada pondasi.
Bangunan harus memperhitungkan gaya uplift terhadap apron dan kolam
olak.
Perlu diperhatikan kekuatan tanah untuk pondasi pada saat perencanaan.
Pembangunan bangunan terjun juga memerlukan pembuatan kolam pada
bagian hilir terjunan, karena kedua bangunan ini merupakan kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Dimensi kolam yang direncanakan harus memperhitungkan
energi air yang datang dari bangunan terjun, karena itu kolam harus
diperhitungkan sedemikian panjang sehingga pada akhir kolam energi air sudah
tidak ada. Bila pada kenyataannya panjang kolam dirasa terlalu berlebihan, maka
dapat diperpendek dengan cara menambah bangunan pemecah energi di dasar
kolam.
Pada bagian hilir kolam olak perlu dipertimbangkan suatu konstruksi
peralihan dari pasangan batu/beton menjadi saluran tanah, karena meskipun energi
air dari bangunan terjun sudah dipecahkan pada daerah tersebut, namun perubahan
kecepatan dari tinggi ke rendah tetap terjadi. Untuk mengatasinya maka pada
dasar saluran dan sayap transisi tebing saluran konstruksi peralihan tersebut perlu
ditaruh pasangan batu kosong. Adapun panjang pasangan batu kosong sebaiknya
lebih dari empat kali kedalaman air dan minimum sama dengan panjang sayap
transisi.
III. PENUTUP
Konservasi merupakan upaya untuk melestarikan sumberdaya alam dan
kualitas lingkungan hidup, serta menyelamatkannya dari kerusakan, hilang atau
punah. Di wilayah perkotaan muatan konservasi ini terutama ditujukan pada
sumberdaya atmosfer, tanah dan air. Dalam arti luas konservasi termasuk juga
usaha rehabilitasi dan reklamasi, merupakan upaya membuat lingkungan
perkotaan atau lahan marginal menjadi lebih baik dan lebih produktif yang dapat
dipertahankan kesinambungannya.
Dari uraian sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan yang
dapat dirangkum dibawah ini :
1. Teknik konservasi tanah secara mekanis atau disebut juga sipil teknis
adalah upaya menciptakan fisik lahan atau merekayasa bidang olah lahan
pertanian hingga sesuai dengan prinsip konservasi tanah sekaligus
konservasi air. Teknik ini meliputi: guludan, pembuatan teras gulud, teras
bangku, teras individu, teras kredit, pematang kontur, teraskebun, barisan
batu, dan teras batu. Khusus untuk tujuan pemanenan air, teknik
konservasi secara mekanis meliputi pembuatan bangunan resapan air,
rorak, dan embung.
2. Cara-cara konservasi tanah dan air secara mekanik yaitu dengan Teras
Gulud, Teras Bangku atau Teras Tangga, Teras Individu, Teras Kebun,
Teras Datar , Teras Kredit, Pengolahan Tanah Konservasi (Minimum dan
Tanpa Olah), Rorak, Sengkedan, Embung, Mulsa, Saluran Air / Parit
Jebakan, Dam Penahan / Pengendali, Dam Parit, Pengertian Bangunan
Terjun (Drop Structures).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Teknologi Budidaya pada Sistem Usaha Tani Konservasi. Pedoman
Umum Budidaya Pertanian di Lahan Pegunungan.
Agus, F., E. Surmaini, dan N. Sutrisno. 2002. Teknologi Hemat air dan Irigasi Suplemen Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Balitbang Pertanian Departemen Pertanian. Bogor
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Critchley, W. and K. Siegert. 1991. Water Harvesting. A Manual for Design and Construction of Water Harvesting Schemes for Plant Production. FAO. Rome.
Fahmuddin Agus dan Widianto (2004). Petunjuk Praktis Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering. Bogor: WORLD AGROFORESTRY CENTRE ICRAF Southeast Asia. Hal 59-60
Riri Fithriadi dkk (1997). Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering di Indonesia; Kumpulan Informasi. Bogor: Pusat Penyuluhan Kehutanan.
Sudirja, R. 2008. Rekayasa Teknik Manajemen Konservasi Tanah dan Air di Indonesia. Jurusan Ilmu Tanah dan Manajemen Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung.
Sinukaban, N. 1994. Membangun pertanian menjadi lestari dengan konservasi. Faperta IPB. Bogor.