makalah interpersonal
DESCRIPTION
Dewasa ini, sering terjadi berbagai bentuk kejahatan-kejahatan yang tidak manusiawi dan tidak dapat diterima oleh akal. Perilaku kejahatan yang biasa terjadi contohnya pembunuhan, penganiayaan, perampokan, dan perilaku-perilaku yang membawa kerugian bagi orang lain. Pada umumnya, masyarakat menyimpulkan bahwa pelaku dari kejahatan tersebut merupakan seseorang yang agresif. Tindakan seseorang yang agresif disebut juga sebagai agresi.TRANSCRIPT
PEMBAHASAN
I. AGRESI
A. Definisi Agresi
Dewasa ini, sering terjadi berbagai bentuk kejahatan-kejahatan yang
tidak manusiawi dan tidak dapat diterima oleh akal. Perilaku kejahatan yang
biasa terjadi contohnya pembunuhan, penganiayaan, perampokan, dan perilaku-
perilaku yang membawa kerugian bagi orang lain. Pada umumnya, masyarakat
menyimpulkan bahwa pelaku dari kejahatan tersebut merupakan seseorang
yang agresif. Tindakan seseorang yang agresif disebut juga sebagai agresi.
Adapun pengertian agresi itu sendiri adalah:
- Agresi (aggresion) merupakan perilaku fisik atau verbal yang bermaksud
untuk menyakiti seseorang (Myers,2012).
- Agresi merupakan tindakan melukai yang disengaja oleh
seseorang/institusi terhadap orang/institusi lain yang sejatinya disengaja .
- Menurut KBBI, agresi adalah perasaan atau tindakan kasar akibat
kekecewaan atau kegagalan dalam mencapai pemuasan atau tujuan yang dapat
diarahkan kepada orang atau benda.
- Dollard dan Miller berpendapat bahwa agresi merupakan pelampiasan
dari perasaan frustrasi.
- Menurut Baron, agresi adalah tingkah laku yang dijlankan oleh individu
dengan tujuan melukai atau mencelakakan individu lain.
- Murray dan Fine mendefinisikan agresi sebagai tingkah laku kekerasan
secara fisik ataupun secara verbal terhadap individu lain atau objek-objek.
Dari beberapa definisi para ahli tersebut dapat disimpulkan, bahwa
agresi merupakan suatu perilaku secara fisik maupun secara verbal bertujuan
untuk menyakiti atau melukai objek (orang atau benda) sebagai pelampiasan
dari perasaan frustrasi.
1
B. Penyebab Agresi pada Manusia
Munculnya tindakan agresi dapat disebabkan beberapa faktor,
diantaranya:
Faktor Biologis
Ada beberapa faktor biologis yang dapat memunculkan perilaku agresi,
antara lain:
1. Gen, kode genetik dari orang tua menurun dan berpengaruh
pada sistem neural otak yang terbentuk pada anak. Secara tidak
langsung gen ini juga berpengaruh pada kepribadian seseorang. Jadi
dapat disimpulkan bahwa anak dari sesorang yang memiliki
kecenderungan berperilaku agresi tinggi, memungkinkan memiliki
perilaku yang hampir sama dengan orang tuanya.
2. Sistem otak, sistem ini akan membentuk pola berrfikir pada
seseorang. Jika seseorang yang memiliki kecenderungan pada sikap-
sikap yang mengarah pada perilaku agresi maka besar kemungkinan
seseorang ini lebih mudah memunculkan perilaku agresi.
3. Kimia darah, faktor ini bisa juga dipengaruhi oleh hormon
khususnya hormon seks yang memengaruhi munculnya perilaku agresi.
Faktor Belajar Sosial
Dengan menyaksikan perilaku-perilaku agresi seperti perkelahian dan
pembunuhan sedikit banyaknya akan muncul kemungkinan untuk
meniru perilaku model kekerasan tesebut, terutama pada orang-orang
yang memiliki kecenderungan berperilaku agresi. Sarana yang memiliki
peran besar terhadap munculnya agresi tersebut adalah media massa.
Sebagai contoh kasus Ryan di Jombang yang memutilasi beberapa orang,
kasus mutilasi ini kemudian sering sekali disiarkan diberita televisi.
Ternyata dari kasus ini menginspirasi seorang wanita bernama Rumiyati
yang sering mengikuti perkembangan kasus Ryan untuk membunuh
suaminya. Setelah ia membunuh suaminya, Rumiyati kemudian
mengikuti cara Ryan untuk menghilangkan barang bukti dengan
memutilasi suaminya dan menguburkannya. Selain kasus tersebut, kasus
lain yang tidak kalah mengejutkan adalah penganiayaan yang berujung
2
kematian yang dialami oleh seorang gadis bernama Ade Sara.
Penganiayaan ini dilakukan oleh mantan pacarnya dan kekasih mantan
pacarnya tersebut. Selang beberapa waktu terjadi pula kasus
penyerangan terhadap seorang gadis yang sedang berjalan dipinggir
jalan, ternyata salah satu dari pelaku penyerangan tersebut adalah
mantan kekasih gadis tersebut. Kecenderungan munculnya perilaku
agresif karena melihat dan mencontoh kejadian yang pernah ada, dapat
dijelaskan dengan teori modelling Bandura.
Faktor lingkungan
Terdapat beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi munculnya
perilaku agresif, diantaranya:
1. Situasi, dalam hal ini suhu dan tingkat kepadatan manusia
disuatu tempat sangat memengaruhi munculnya perilaku agresif.
Sebagai contoh, saat mengadakan konser musik yang berada di ruang
terbuka dan terpapar sinar matahari, panitia penyelenggara akan
memberikan semprotan air kearah penonton. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi suhu panas yang ada, sehingga meminimalisir perilaku
agresif. Dengan udara yang lebih sejuk maka akan memunculkan
perasaan nyaman dari para penonton.
2. Anonimitas, pada kota besar seperti Jakarta dan Bandung
menyajikan berbagai informasi dan stimulus lainnya yang
beranekaragam. Secara otomatis seseorang cenderung melakuakn
adaptasi terhadap stimulus yang berlebihan tersebut. Terlalu banyak
rangsangan indera kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal,
artinya antara satu orang dengan orang artinya tidak saling mengenal
dengan baik. Kondisi yang lebih buruknya adalah munculnya anonim
(tidak mempunyai identitas diri), bila seseorang merasa anonim maka ia
cenderung berperilaku semaunya sendiri dan tidak mengikuti norma
yang berlaku di masyarakat dan hal ini dapat memicu perilaku agresi.
3. Kebudayaan, ketika kita menyadari bahwa lingkungan juga
memiliki peran terhadap tingkah laku, maka dapat diperkirakan bahwa
munculnya perilaku agresi dapat juga dipengaruhi oleh faktor
kebudayaan. Pada penduduk pesisir/pantai memiliki karakter yang lebih
3
keras dari pada masyarakat yang hidup di pedalaman. Nilai dan norma
yang mendasari perilaku seseorang juga berpengaruh terhadap
agresivitas kelompok.
Faktor Frustrasi
Frustrasi terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam
mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau
tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara berespon terhadap
frustasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustrasi yang
berhubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang
pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera terpenuhi tetapi
sulit sekali tercapai. Akibatnya mereka menjadi mudah marah dan
berperilaku agresi.
C. Hal yang Mempengaruhi Agresi
Faktor penyebab agresi tidak hanya frustrasi tetapi beberapa
pengalaman aversif atau pengalaman yang tidak menyenangkan seperti pain
(rasa sakit), uncomfortable heat (tekanan yang tidak nyaman/ panas), attack
(serangan), atau overcrowding (kesesakan).
1. Sakit (pain)
The pain-attack reaction yaitu ketika manusia atau hewan secara
spontan bereaksi ketika mendapat serangan atau sengatan dari
pihak luar misal tersengat arus listrik atau terkena dampak yang
menyakitkan diri, maka mereka secara spontan akan membalas
menyerang. Sebagai contoh ketika dalam pertandingan tinju kelas
berat antara Evander Holyfield dan Mike Tyson. Sudah 2 ronde
Mike Tyson kalah dan merasa “panas” karena tidak rela
dikalahkan oleh lawan yang dianggap masih ringan, untuk
membalas rasa sakit hati dan waktu itu kebetulan Holyfield
menubrukkan kepalanya ke lawannya, maka secara spontan Tyson
bereaksi dengan cara menggigit telinga lawannya.
4
2. Tekanan yang Tidak Nyaman /Panas
Variasi iklim yang berganti-2 juga dapat berpengaruh terhadap
perilaku. Bau yang menyengat, asap rokok, dan polusi udara
semuanya dapat berhubungan dengan perilaku agresif.
Berdasarkan studi, lingkungan yang sangat berpengaruh dan
sangat mengganggu yaitu lingkungan yang beriklim panas.
3. Serangan ( Attack)
Ketika seseorang merasa disakiti, dilukai, ataupun sekedar dihina
perlakuan tersebut sangat menyinggung perasaan, maka semua
ini akan memicu seseorang untuk melakukan serangan.
4. Kesesakan (crowding)
Yaitu perasaan subyektif yang merasa tidak memiliki cukup
tempat atau ruang untuk bertempat tinggal. Dalam keadaan
seperti ini seseorang akan mudah stres. Akibat dari stres inilah
orang akan mudah tersinggung dan cepat emosi yang bisa
berbuntut tindakan agresi.
D. Hal yang dapat Mengurangi Agresi
1. Catharsis (Katarsis)
Katarsis atau penyucian diri dapat dijadikan sebagai salah satu
cara untuk mengurangi perilaku agresi. Sebagaimana penjelasan
di atas bahwa konsep katarsis yaitu melepaskan energi-2 emosi
yang terpendam sekaligus penyucian diri karena dengan
berimajinasi jika sikap agresi akan terjadi pada dirinya, ia pasti
menderita. Dengan berpikir demikian seseorang yang hendak
bertindak agresi dapat diurungkan.
2. A learning social approach (Pendekatan Belajar Sosial)
Hampir semua agresifitas bersifat dari desakan hati, agresif yang
memanas, karena hasil dari sebuah argumen, hinaan, atau
serangan. Dengan demikian kita dapat mencegah sebelum
agresifitas itu terjadi. Kita harus belajar strategi-2 resolusi konflik
non-agresi. Hukuman bagi pelaku agresif tidak terlalu efektif
karena strategi ini akan berhasil hanya dibawah situasi tertentu.
5
II. PERILAKU MENOLONG
Perilaku menolong diartikan sebagai suatu tindakan yang menguntungkan orang
lain tanpa harus menguntungkan si penolong secara langsung, bahkan kadang
menimbulkan resiko terhadap si penolong (Baron, Byrne & Branscombe, 2006).
Maksud dari istilah altruistik adalah sifat seseorang yang memiliki kecendrungan
untuk menolong demi kesejahteraan orang yang ditolong, tanpa mengharap imbalan
(Widyarini,2009).
Perilaku menolong secara umum , tanpa membedakan motifnya , dalam
psikologi di sebut prososial.Berbeda dengan altruisme, perilaku menolong yang memiliki
motif menguntungkan diri sendiri cukup mudah dijumpai di masyarakat. Altruisme
memerlukan pengorbanan, sedangkan dalam perilaku menolong yang lain, perbuatan
menolong tersebut dilakukan karema kepeddulian terhadap diri sendiri.Kebaikan yang
dilakukan bukanlah pengorbanan, melainkan sebagai umpan atau modal. Pada
altruistik,tindakan seseorang untuk memberikan bantuan kepada orang lain adalah
bersifat tidak mementingkan diri sendiri (selfless) bukan untuk kepentingan diri sendiri
(selfish).
Dalam studi tingkah laku prososial, dikenal konsep bystander yang didalamnya
ada efek bystander yaitu fenomena dimana orang-orang yang ada dalam kerumunan
mengabaikan orang lain yang sedang dalam bahaya karena dia berpikir orang itu akan
dibantu oleh orang lain. Fakta menunjukkan bahwa kecenderungan untuk berespons
prososial pada keadaan darurat dipengaruhi oleh jumlah bystander yang ada. Sejalan
dengan meningkatnya jumlah bystander, probabilitas bahwa seorang bystander akan
menolong menurun dan lamanya waktu sebelum pertolongan diberikan meningkat.
Contoh: di tengah kerumunan orang banyak di pasar, seorang ibu terjatuh dan barang
belanjaannya tercecer kemana-mana. Dalam kondisi banyak orang seperti itu, besar
kemungkinan tidak ada yang menolong ibu tersebut karena terjadi penyebaran
tanggung jawab, suatu pendapat bahwa jumlah tanggung jawab yang diasumsikan
oleh bystander pada suatu keadaan darurat dibagi di antara mereka. Jika hanya ada 1
orang bystander, dia menanggung keseluruhan tanggung jawab. Jika hanya ada 2
orang bystander, masing-masing menanggung 50% dari tanggung jawab. Jika ada 100
6
orang bystander, masing-masing menanggung 1% tanggung jawab. Makin
banyak bystander, mereka makin merasa kurang bertanggung jawab untuk bertindak.
Ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai perilaku menolong
(Sarwono,2012) :
A. Teori Evolusi
Menurut teori evolusi , inti dari kehidupan adalh kelangsungan hidup gen.
1. Perlindungan Kerabat (kin protection)
Orang tua yang mengutamakan kesejahteran anaknya dibandingkan
degnan kesejahteraan dirinya sendiri , gennya akan mempunyai peluang
lebih besar untuk bertahan dan lestari dibandingkan orang tua yang
mengabaikan anaknya. Hal ini berlaku juga untuk kerabat yang lebih jauh
dimana kedekatan gen-gen secara biologis membuat manusia terprogram
secara alami untuk lebih menolong orang yang masih tergolong
kerabatnya.
2. Timbal-balik biologik (biological reciprocity)
Maksud dari teori ini yaitu menolong utnuk memperoleh pertolongan
kembali. Seseorang menolong karena ia mengantisipasi kelak orang yang
ditolong akan menolongnya sebagai balasan, dan bila ia tidak menolong
maka kelak ia pun tidak akan mendapat pertolongan.
B. Teori Belajar
Sehubungan dengan sumbangan teori belajar terhadap tingakah laku menolong,
ada dua teori yang menjelaskan mengapa orang menolong, yaitu teori belajar
sosial dan teori pertukaran sosial
1. Teori belajar sosial (social learning theory)
Dalam teori belajar sosial tingkah laku manusia dijelasj=kan sebagai hasil
proses belajar terhadap lingkungan.Berkaitan dengan tingkah laku
menolong, seseorang menolong karena ada proses belajar melalui
observasi terhadap model prososialSelain peranan model prososial di
dunia nyata, model-model prososial di media juga cukup efektif dalam
membentuk norma sosial yang mendukung tingkah laku menolong.
7
Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa anak-anak cenderung
merespons secara prososial setelah melihat model di media melakukan
tingkah laku menolong. Jika model prososial mendukung terjadinya
tingkah laku menolong, maka sebaliknya model antisosial dapat
menghambat tingkah laku menolong (Baron, Byrne, dan Branscombe,
2006). Dengan begitu, seseorang dapat menjadi altruis karena lingkungan
memberikan contoh-contoh yang dapat diobservasi untuk bertindak
menolong. Menurut teori belajar, apa yang tampak sebagai altruis
sesungguhnya dapat mempunyai kepentingan pribadi yang
terselubung.Misalnya, orang dapat merasa lebih baik setelah memberikan
pertolongan, atau menolong untuk menghindari perasaan bersalah atau
malu jika tidak menolong.
2. Teori pertukaran sosial (social exchange theory)
Menurut teori pertukaran sosial, interaksi sosial bergantung pada untung
dan rugi yang terjadi. Teori ini melihat tingkah laku sosial sebagai
hubungan pertukaran dengan memberi dan menerima.Apa yang
dipertaruhkan dapat berupa materi (seperti uang atau perhiasan),
ataupun non-materi ( seperti penghargaan, dan penerimaan).
Menurut teori ini sama halnya dengan teori belajar sosial ,menyatakan
secara tidak langsung bahwa tingkah laku menolong juga bisa semata-
mata hanya untuk menutupi kepentingan pribadi seseorang.
C. Teori Empati
Empati merupakan renspons yang kompleks, meliputi komponen afektif dan
kognitif. Dengan komponen afektif, berarti seseorang dapat merasakan apa
yang orang lain rasakan dan dengan komponen kognitif seseorang mampu
memahami apa yang orang lain rasakan beserta alasannya.
1. Hipotesis empati-altruisme (emphaty-altruism hypothesis) yaitu sebuah
dugaan bahwa tingkah laku prososial hanya dimotivasi oleh keinginan
untuk menolong seseorang yang membutuhkan pertolongan.
2. Model mengurangi perasaan negatif ( negative-state-relief model)
menyatakan bahwa perilaku prososial di motivasi oleh keinginan
bystander untuk mengurangi emosional negatifnya sendiri. Orang-orang
8
kadang menolong karena mereka berada pada suasana hati yang jelek dan
ingin membuat diri sendiri merasa lebih baik.
3. Hipotesis kesenangan empatik (emphatic joy hypohthesis) menyatakan
bahwa perilaku prososial dimotivasi oleh emosi positif yang diantisipasi
penolong untuk dimiliki sebagai hasil dari memiliki pengaruh
menguntungkan pada hidup seseorang yang membutuhkan. Penolong
berenspons pada kebutuhan korban karena dia ingin merasa enak karena
berhasil mencapai sesuatu.
4. Hipotesis determinisme genetis (genetic determinism hypothesis)
menyatakan bahwa tingkah laku didorong oleh atribut genetis yang
berevolusi karena atribut tersebut meningkatkan kemungkinan untuk
mewariskan gen seseorang pada generasi berikutnya
D. Teori Norma Sosial
Teori ini menyebutkan bahwa orang menolong karena diharuskan oleh
norma-norma dalam masyarakat. Dalam hal ini ada tiga macam norma sosial
yang biasa dijadikan pedoman untuk berperilaku menolong, yaitu:
1. Norma timbal-balik (Reciprocity norm). Inti dari norma ini menyebutkan
bahwa kita harus membalas pertolongan dengan pertolongan.
2. Norma tanggung jawab sosial (Social responsibility norm). Dalam hal ini
norma tanggung jawab sosial mengharuskan bahwa kita wajib menolong
orang lain tanpa mengharapkan balasan apapun dimasa depan.
E. Teori Perkembangan Kognisi
Menurut teori ini tingkat perkembangan kognitif (dari Piaget) akan
berpengaruh pada perilaku menolong. Pada anak-anak perilaku menolong
lebih didasarkan pada pertimbangan hasil. Semakin dewasa anak itu, semakin
tinggi kemampuannya untuk berpikir abstrak, semakin mampu ia untuk
mempertimbangkan usaha atau biaya yang harus ia korbankan untuk perilaku
menolong itu.Artinya, menurut teori kognitif perilaku menolong akan semakin
meningkat seiring dengan perkembangan kognitif itu sendiri.
9
Faktor-faktor yang mendorong tindakan prososial ada 7, yaitu :
1. Daya tarik fisik. Apapun faktor yang dapat meningkatkan ketertariakn bystander
pada korban akan meningkatkan kemungkinan terjadinya respon prososial
apabila individu tersebutmembutuhkan pertolongan atau orang menolong
orang lain karena orang tersebut punya kemiripan dengan kita.
2. Atribusi pada korban. Contoh : ketika kita melihat seseorang terjatuh, dan
melihat ternyata dia sedang memegang botol minuman keras, maka kita akan
menilai bahwa orang tersebut karena kesalahannya sendiri sehingga tidak perlu
di tolong.
3. Pengalaman pada kejadian prososial. Contoh : Susi pernah membantu seorang
ibu-ibu yang terjatuh dipasar. Ternyata ibu tersebut adalah seorang pencopet
dan langsung merampas dompet Susi. Kejadian ini dapat mempengaruhi Susi
untuk melakukan tindakan prososial dimasa mendatang.
4. Kondisi emosional bystander . Kondisi suasana hati yang baik akan
meningkatkan terjadinya tingkah laku menolong orang lain, sedangkan kondisi
suasana hati yang buruk akan mengahmbat seseorang melakukan tindakan
menolong.
5. Empati-respons afektif dan kognitif yang kompleks pada distressemosional
orang lain. Empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan emosional
orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan
mengambil perspektif orang lain.
6. Faktor disposisional (gen,wanita). Wanita cenderung lebih mau menolong
daripada pria.
10
III. KETERTARIKAN DAN KEINTIMAN
Menurut Myers (2008), ada empat faktor hal yang dapat memicu
munculnya ketertarikan, yaitu proximity, physical attractiveness, similarity, dan
feeling liked.
1. Proximity
Proximity adalah kedekatan atau yang lebih tepatnya jarak fungsional
berkesempatan besar memunculkan rasa suka (Myers, 2008).
Sedangkan menurut Baron (2008), proximity adalah kedekatan
antara tempat tinggal dua individu, tempat duduk di kelas, lokasi
kerja, dan lain-lain.
2. Physical attractiveness
Menurut Myers (2008), physical attractiveness penting dalam
memunculkan rasa ketertarikan pada suatu pasangan.
3. Similarity
Byrne menemukan bahwa similarity atau likeness (kesamaan)
menjadi pemicu ketertarikan di antara individu bukan hanya pada
orang muda tetapi juga pada anak-anak dan orang tua.
4. Feeling liked
Meyukai seseorang sifatnya mutual. Ketika seseorang menyukai
orang lain maka dapat diprediksikan akan muncul rasa suka dari
orang lain tersebut (Myers, 2008).
A. Keintiman sebagai Isu Masa Remaja
Keintiman adalah elemen emosi, yang di dalamnya terdapat kehangatan,
kepercayaan (trust) dan keinginan untuk membina hubungan. Di masa anak-anak,
hubungan persahabatan berorientasi pada kegiatan fisik saja misalkan bermain
bersama. Tetapi hubungan persahabatan di masa remaja memiliki dasar emosi yang
kuat yang membangun ikatan batin antara dua orang yang saling memperhatikan dan
saling memahami .
Alasan lain akan pentingnya keintiman di masa remaja adalah adanya perubahan
hubungan sosial yang alami di masa remaja. Di awal remaja mulai tumbuh kesadaran
11
tentang pentingnya teman sebaya, di usia remaja pertengahan dan remaja lanjut
tumbuh kesadaran akan pentingnya pasangan lawan jenis .
B. Teori Keintiman
Teori Sullivan tentang hubungan interpersonal
Sullivan memandang perkembangan hubungan interpersonal dipengaruhi
oleh kebutuhan berdasarkan perkembangan biologis seseorang yakni:
1. Masa Bayi (infancy) usia 0 sampai 2-3 tahun membutuhkan
bantuan orang lain dan kasih sayang dari ibunya.
2. Masa Anak awal (early childhood) 2-3 tahun sampai 6-7 tahun
membutuhkan teman peran serta orang yang lebih dewasa dalam
bermain.
3. Masa Anak pertengahan (middle childhood) 6-7 tahun sampai 8-10
tahun membutuhkan teman sebaya untuk bermain dan diterima di
masyarakat.
4. Masa Praremaja (preadolescence) usia 8-10 tahun sampai 12-14
tahun membutuhkan keintiman dengan teman
sebaya.
5. Masa Remaja awal (early adolescence) usia 12-14 tahun sampai 17-
18 tahun membutuhkan kontak seks dan keintiman dengan dengan
lawan jenisnya.
6. Masa Remaja lanjut (late adolescene) usia 17-18 tahun sampai
dewasa membutuhkan pencapaian manusia seutuhnya yang
diterima di masyarakat.
Dari teori tersebut menurut Sullivan kebutuhan akan keintiman
dimulai dari masa praremaja dengan teman sebaya baik sesama jenis
maupun lawan jenisnya dan di masa remaja awal dan lanjut semakin
adanya rangsangan seks dan kerinduan kebutuhan akan keintiman
berujung pada hubungan percintaan dengan pasangannya. Menurut
Sullivan tantangan utama di masa remaja adalah menggabungkan
kebutuhan akan keintiman dengan kebutuhan akan hubungan seks.
12
Teori Erikson tentang keintiman
Teori Erikson menyatakan bahwa perkembangan seseorang di masa
remaja berputar pada dua krisis psikososial yakni indentity crisis vs identity
confusion (krisis identitas vs kekacauan identitas) dan crisis of intimacy vs
isolation (keintiman vs isolasi).
Krisis identitas dimaknai bahwa masa remaja adalah masa dimana
remaja mulai merasakan suatu perasaan identitasnya sendiri, merasa unik, siap
untuk berperan dalam masyarakat. Mulai menyadari sifat-sifat yang melekat
pada dirinya sendiri seperti kesukaan dan ketidaksukaannya, tujuan yang dikejar
di masa datang, kekuatan dan hasrat untuk mengontrol nasibnya sendiri
sedangkan kekacauan identitas merupakan masa peralihan dari anak ke dewasa.
Menjadikan kadang remaja berada pada kondisi kekacauan identitas. Mereka
menjadi hampa, terisolasi, cemas dan bimbang. Mereka menjadi kacau, tingkah
lakunya tidak konsisten. Ingin masuk dunia kehidupan dewasa tapi masyarakat
menganggap belum mampu dan mereka merasa sudah bukan anak-anak lagi.
Jika tidak terselesaikan anak akan berada pada kondisi krisis identitas yang akan
mengembangkan identitas negatif pada dirinya yaitu dirinya hanya memiliki sifat
yang potensial buruk atau tidak berharga.
Sedangkan krisis keintiman mengandung arti bahwa remaja siap dan
ingin menyatukan identitasnya dengan orang lain, mendambakan hubungan
akrab dengan lawan jenis dalam percintaan. Mengembangkan persaudaran,
menyiapkan daya untuk membina komitmen dan siap berkorban. Kebalikan dari
keintiman adalah muncul isolasi, kecenderungan untuk menghindari hubungan
karena tidak mau terlibat atau melibatkan diri dalam keintiman.
Dari dua pandangan tersebut menurut para ahli seakan bersaing namun
hasil penelitian membuktikan bahwa antar pengembangan identitas dan
pengembangan keintiman sejajar saling melengkapi.
Teori Attachment (kelekatan) pada Masa Remaja
Menurut teori attachment keintiman di masa remaja berhubungan erat
dengan masa lalu individu tersebut khususnya di waktu masa balita. Terdapat
bukti yang kuat bahwa seorang yang memiliki ikatan/attachment yang kuat
dengan pengasuhnya di waktu balita akan lebih mampu melakukan
persahabatan dengan teman sebaya di waktu kecil dan terbukti pula akan
13
memudahkan seseorang dalam melakukan keintiman di masa remaja dan
dewasa. Dan sebaliknya pula terbukti bahwa seseorang yang dengan mudah
melakukan keintiman dengan orang lain di masa remaja tidak dapat terpisahkan
dengan hasil persahaba tan di masa kecil.
C. Perkembangan Keintiman dalam Masa Remaja
Perubahan alami pada persahabatan
Pada masa anak-anak konsep persahabatan selalu berhubungan
dengan bermain. Teman yang baik adalah teman yang menemani
dalam bermain. Keintiman yang di dalamnya terdapat kehangatan,
kepercayaan (trust) dan keinginan untuk membina hubungan
muncul di masa remaja awal sampai dewasa.
Perubahan dalam menunjukkan keintiman
Remaja lebih berkepribadian di bandingkan waktu masih anak-anak.
Mereka menjelaskan bahwa seseorang di masa remaja lebih
tanggap, sedikit mengatur, dan lebih toleran dengan dengan teman.
Dibandingkan dengan anak kecil, seorang remaja lebih memahami
bagaimana perasaan teman ketika mereka mempunyai masalah.
Perubahan dalam sasaran keintiman
Menurut Sullivan, masa remaja adalah masa dimana remaja
berubahnya sasaran dalam perilaku keintiman. Di masa praremaja
dan remaja awal orang tua tergantikan oleh teman sebaya,
selanjutnya di masa akhir remaja teman sebaya tergantikan oleh
pasangan lawan jenisnya.
Persahabatan dengan teman lawan jenis
Persahabatan intim dengan teman lawan jenis akan menjadi lebih
penting ketika remaja menginjak dewasa. Ini mengandung arti
bahwa gender (perbedaan jenis kelamin) menjadi penentu utama
dan penting dalam berhubungan selama praremaja, dan juga
memainkan peranan yang lebih kuat dibandingkan latar belakang
ekonomi dan ras. Dari keintiman berhubungan dengan lawan
jenisnya mereka mempunyai fantasi tentang lawan jenisnya sampai
akhirnya terealisasi dengan meningkatnya usia. Ini merupakan
14
langkah awal menuju ke pengalaman romantis mereka di masa
datang.
D. Kencan dan Hubungan Romantis
Untuk membahas tentang hubungan romantis di masa remaja kita
kembali ke teori Sullivan yang menyatakan bahwa melakukan keintiman hubungan
dengan teman lawan jenis adalah tugas utama dalam perkembangan seseorang di
masa remaja. Keintiman persahabatan dengan lawan di masa remaja membawanya
ke dalam hubungan romantis.
Berkencan (dating) mempunyai arti yang bermacam-macam. Berkencan
bisa diartikan menghabiskan waktu dengan pasangan dalam kelompok atau
berbincang dengan pasangan lawan jenisnya untuk memantapkan sebelum menuju
ke pernikahan. Berkencan dapat berfungsi mengembangkan keintiman untuk saling
mengenal satu dengan yang lain.
Pemantapan hubungan menuju pernikahan melalui 4 fase :
1. Fase kegairahan
Ketertarikan pada pandangan fisik seseorang.
2. Fase status
Pemantapan status terhadap lingkungan sekitar.
3. Fase intim
Memantapkan kedekatan, hubungan emosional dan kehangatan.
4. Fase pengikatan
Komitmen untuk melangkah ke depan.
E. Perkembangan Keintiman dan Psikososial Remaja
Remaja yang mempunyai persahabatan yang intim umumnya
mempunyai kesehatan mental dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki
keintiman. Teman dekat dapat digunakan mencurahkan isi hati tentang harapan-
harapan di masa depan. Teman dekat juga dapat memberi nasihat dan dorongan-
dorongan dalam kehidupan. Namun dibalik itu semua teman dekat juga membuat
kita tidak nyaman, muncul konflik, kecemburuan dan ketidakpercayaan. Ini semua
terjadi karena tidak semua persahabatan adalah persahabatan yang baik.
15
IV. HUBUNGAN MANUSIA DAN LINGKUNGAN
Dalam kehidupannya manusia tidak pernah lepas dari lingkungan sekitarnya. Hal
ini sangat berkaitan dengan sifat manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk
sosial. Apa saja yang ada di sekeliling kita dapat menjadi tempat individu dalam
berinteraksi, dan dari interaksi itulah kemudian dapat menghasilkan berbagai dampak,
baik positif maupun negatif. Lingkungan sendiri diciptakan pada dasarnya diciptakan
agar dapat difungsikan oleh manusia dengan baik dan benar. Namun, oleh karena sifat-
sifat manusia yang sangat majemuk, termasuk juga sifat antroposentris yang selalu
menginginkan yang terbaik bagi dirinya, tidak selalu mampu memperlakukan alam dan
lingkungan dengan baik, sehingga tidak heran jika lingkungan alam menjadi rusak karena
ulah manusia sendiri, misalnya adanya kebakaran hutan, polusi udara, pencemaran air,
dan kerusakan alam lainnya yang sering justru sangat merugikan manusia bahkan
mungkin mengancam kelestarian bumi. Jadi, campur tangan manusia mempunyai andil
besar mengenai sumber masalah lingkungan. Namun demikian, manusia tidak selalu
menjadi sumber masalah lingkungan. Gejala-gejala alam yang tidak dapat dikendalikan
manusia juga dapat memgakibatkan kerusakan lingkungan, misalnya gempa bumi, tanah
longsor,dll. Dengan demikian baik perilaku manusia maupun gejala alam keduanya dapat
menjadi sumber masalah lingkungan.
Menurut Undang-Undang No.4/1982, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya
manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya ( Sarwono, 1995 ).
Lingkungan adalah suatu media dimana makhluk hidup tinggal, mencari, dan
memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait secara timbal balik dengan
keberadaan makhluk hidup yang menempatinya, terutama manusia yang memiliki
peranan yang lebih kompleks dan riil .Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan
perilakunya.
Lingkungan sangat penting bagi kehidupan manusia.Segala yang ada pada
lingkungan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup
manusia, karena lingkungan memiliki daya dukung, yaitu kemampuan lingkungan untuk
16
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Lingkungan memiliki
arti penting bagi manusia, yaitu sebagai berikut :
1. Lingkungan merupakan tempat hidup manusia. Manusia hidup, berada,
tumbuh, dan berkembang di atas bumi sebagai lingkungan.
2 .Lingkungan memberi sumber-sumber penghidupan manusia.
3. Lingkungan memengaruhi sifat, karakter, dan perilaku manusia.
4. Lingkungan member tantangan bagi kemajuan peradaban manusia.
5. Manusia memperbaiki, mengubah, bahkan menciptakan lingkungan untuk
kebutuhan dan kebahagiaan hidup.
Dalam teori Kurt Lewin pertama kali memperkenalkan Field Theory yang
merupakan salah satu langkah awal dari teori yang mempertimbangkan interaksi antara
lingkungan dengan manusia.Lewin juga mengatakan bahwa tingkah laku adalah fungsi
dari kepribadian dan lingkungan.Lewin mengajukan adanya kekuatan-kekuatan yang
terjadi dalam interaksi antara manusia dan lingkungan. Masing-masing komponen
tersebut bergerak suatu kekuatan-kekuatan yang terjadi di dalam medan interaksi, yaitu
daya tarik dan daya mendekat dan daya tolak dan daya menjauh.
Kemudian, menurut teori yang dikemukakan oleh William Stern, baik
pembawaan maupun pengalaman atau lingkungan mempunyai peranan yang penting
didalam perkembangan individu. Perkembangan individu akan di tentukan baik oleh
faftor yang dibawa sejak lahir (endogen) maupun faktor lingkungan (pengalaman dan
pendidikan) yang merupakan faktor eksogen. Kedua faktor tersebut sangat penting
untuk perkembangan individu dan perkembangan akan terhambat bila kedua faktor
tersebut tak seimbang. Misalnya Seorang anak dari kecil mempunyai bakat dalam
melukis namun apabila bakat tersebut tidak diasah dan dilatih maka bakat melukis itu
hanya sebatas bakat dan takkan berkembang seperti halnya yang diinginkan.Lingkungan
mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan individu dan teori ini pada
umumnya menunjukan kebenarannya.
17
Lingkungan secara garis besar dapat dibedakan:
1. Lingkungan Fisik
Lingkungan yang berupa alam, misalnya tanah, keadaan musim dan
sebagainya. Lingkungan alam yang berbeda akan memberikan pengaruh yang
berbeda pula kepada individu.
2. Lingkungan Sosial
Lingkungan masyarakat yang adanya interaksi individu satu dengan individu
lain. Keadaan masyarakatpun akan memberikan pengaruh tertentu terhadap
perkembangan individu. Lingkungan Sosial biasanya dibedakan, meliputi:
3. Lingkungan Sosial Primer
Lingkungan sosial dengan adanya hubungan yang erat antara anggota satu
dengan anggota yang lain.
4. Lingkungan Sosial Sekunder
Lingkungan sosial yang hubungan anggota satu dengan yang lain agak
longgar.Antara manusia dan lingkungan memiliki hubungan ketergantungan
yang sangat erat.Manusia dalam hidupnya senantiasa berinteraksi dengan
lingkungan di mana manusia itu berada.Lingkungan hidup mencakup
keadaan alam yang luas.
Dalam kaitannya dengan hubungan manusia dengan lingkungan, terdapat
beberapa paham yang menjelaskan hakekat dai hubungan manusia dengan
lingkungannya, yaitu paham determinisme, posibilisme dan paham optimisme teknologi.
1. Paham Determinisme
Paham determinisme adalah paham yang menjelaskan bahwa manusia
dan perilakunya ditentukan oleh lingkungan. Tokoh-tokoh yang
mengembangkan paham determinisme diantaranya Charles Darwin, Frederich
Ratzel dan Elsworth Huntingon.
Charles Darwin menyatakan bahwa makhluk hidup secara
berkesinambungan mengalami perkembangan dan dalam proses
perkembangan tersebut terjadi seleksi alam ( natural selection ). Makhluk
18
hidup yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya akan mampu bertahan
dan lolos dari seleksi alam.
Frederih Razel ( 1844-1904 ) merupakan ilmuwan berkebangsaan
Jerman. Menurutnya manusia dan kehidupanyya sangat tergantung pada alam.
Perkembangan kebudayaan ditentukan oleh kondisi alam di prmukaan bumi.
Menurut Elsworth Huntington, iklim sangat menentukan
perkembangan kebudayaan manusia.
2. Paham Posibilisme
Paham posibilisme merupakan paham yang mengenalkan bahwa alam
itu tidak menjadi faktor yang menentukan, namun menjadi faktor pengontrol
memberikan kemungkinan atau peluang. Manusia berperan menentukan
pilihan dari peluang-peluang yang diberikan alam.
Ilmuwan yang menganut paham ini, diantaranya adalah ilmuwan
berkebangsaan Perancis bernama Paul Vidal de la Blanche ( 1845- 1919 ).
Menurutnya, faktor yang menentukan itu bukan alam melainkan proses
produksi yang dipilih manusia yang berasal dari produksi yang dipilih manusia
yang diberikan ala, seperti iklim, tanah, dan ruang di suatu tempat. Dalam hal
ini, manusia tidak lagi bersikap pasif atau pasrah menerima apapun yang
diberikan alam seperti yang diyakini oleh paham determinisme, tetapi aktif
dalam pemanfaatannya. Manusia dan kebudayaannya dapat memilih kegiatan
yang cocok sesuai dengan kemungkinan yang diberikan oleh alam.
3. Paham Optimisme Teknologi
Dengan kemajuan teknologi yang ada pada saat ini, manusia sangat optimis
bahwa teknologi yang berkembang dapat memenuhi kebutuhan manusia.
Teknologi bukan lagi menjad alternatif tetapi telah mengarah pada
ketergantungan teknologi dan mentuhankan teknologi. Teknologi telah
membuat manusia tidak lagi pecaya pda Tuhan. Padahal teknologi merupakan
ciptaan manusia dan bantuan pada manusia, bukan sebaliknya.
Dari ketiga paham tersebut, masing-masing memiliki komponen
kebenaranya. Sebagian aktivitas manusia sangat ditentukan oleh alam,
terutama yang memanfaatan alam secara langsung misalnya aktivitas
pertanian. Aktivitas tersebut sangat ditentukan oleh kondisi cuaca dan iklim,
19
walaupun dalam perkembangannya anusia mulai mengguanakan teknologi
untuk mengaturnya seperti rumah kaca. Akaian manusia dalam banyak hal
juga tergantung pada kondisi cuaca. Hal ini merupakan bukti paham
determinisme lingkungan. Namun demikian, seiring dengan kemajuan
peradaban, manusia banyak melakukan upaya rekayasa untuk
mengoptimalkan pemanfaatan alam.
Hubungan manusia dengan lingkungannya sangat bertimbal balik, manusia
dapat mempengaruhi lingkungan, dan juga lingkungan dapat mempengaruhi
manusianya itu sendiri. Jika lingkungnannya buruk, maka manusianya pun turut buruk
pula, begitupun sebaliknya. Bila lingkungannya baik, maka manusianyapun juga baik.
Untuk mrnghasilkan suatu interaksi yang baik, manusia haruslah dapat membaur
dengan lingkungannya baik itu lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
V. PERILAKU MANUSIA SECARA UMUM
A. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah sebuah gerakan yang dapat diamati dari luar, seperti
orang berjalan,berlari, naik sepeda, dll. Perilaku terdiri dari aktivitas- aktivitas
yang berlangsung, baik didalam maupun diluar.
Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi.
Seiring dengan tidak disadari bahwa interaksi itu sangat kompleks kadang-
kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang sehingga
menerapkan perilaku tertentu. Karena itu amat penting untuk dapat menelaah
alasan dibalik perilaku individu, selama ia mampu mengubah perilaku tersebut.
Menurut Skinner , perilaku adalah suatu respon atau reaksi seseorang
te rhadap stimulus ( rangsangan dari luar . pengertian itu dikenal dengan teori
S-O-R (stimulus-organisme-respons).skiner membedakan respons tersebut
menjadi 2 jenis, yaitu respondent response (reflexive) dan operant response
(instrumental response). Secara lebih proposional perilaku dapat diartikan
suatu respons organisme atau seseoang terhadap rangsangan (stimulus) dari
luar subjek tersebut. Respon ini berbentuk 2 macam, yakni:
20
Bentuk pasif adalah respon internal yaitu terjadi didalam diri manusia
dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain. Misalnya berpikir ,
tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku
itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Perilaku sudah tampak dalam bentuk
tindakan nyata makan disebut overt behaviour.
B. Jenis-Jenis Perilaku Manusia
1. Perilaku Refleks
Perilaku refleks dilakukan oleh manusia secara otomatis. Perilaku ini diluar
lapangan kemampuan manusia serta terjadi tanpa dipikir atau diinginkan, dan
bisa terjadi tanpa disadari sama sekali. Perilaku refleks ini secara umum
mempunyai tujuan menghindari ancaman yang merusak keberadaan individu
sehingga individu tersebut dapat berperilaku dengan normal.
2. Perilaku refleks bersyarat
Merupakan perilaku yang muncul karena adanya rangsangan tertentu. Reaksi ini
wajar dan merupakan pembawaan dari manusia dan bisa dipelajari atau dapat
dari pengalaman. Dengan demikian gerak refleks adalah kesatuan kelakuan dan
berdasarkan kelakuan itu tersusunlah kelakuan manusia yang kompleks dengan
segala tingkatan. Apabila timbulnya rangsangan berulang-ulang maka perilaku
refleks bersyarat akan lemah.
3. Perilaku yang mempunyai tujuan
Yaitu perilaku naluri adalah gerak refleks yang kompleks atao merupakan
rangkaian tahap-tahap yang banyak, masing-masing tahap merupakan perilaku
refleks yang sederhana. Ada tiga gejala yang menyertai perilaku bertujuan yaitu
pengenalan, perasaan atau emosi, dorongan, keinginan, atau motif.
C. Faktor-faktor Pembentuk Perilaku Manusia
1. Keturunan
Keturunan adalah pembawaan/karunia dari Tuhan. Keturunan sering
disebut dengan pembawaan, heredity-teori Mendel ( yang dikenal dengan
hipotesan genetika ) menyatakan bahwa :
a. Tiap sifat makhluk hidup dikendalikan oleh faktor lingkungan.
b. Tiap pasangan merupakan penentu alternatif bagi keturunannya.
21
c. Pada waktu pembentukan sel kelamin, pasangan keturunan memisah dan
menerima pasangan faktor keturunan.
2. Lingkungan
Lingkungan sering disebut miliu, environment atau nurture. Lingkungan
dalam pengertian psikologi adalah segala apa yang berpengaruh pada diri
individu dalam berperilaku. Lingkungan turut berpengaruh terhadap
perkembangan pembawaan dan kehidupan manusia.
3. Emosi
Merupakan konsep dasar dalam pembentukan perilaku. Perubahan perilaku
manusia dapat ditimbulkan akibat kondisi emosi. Perubahan yang didasari
memungkinkan mengubah sifat atau perilakunya. Emosi menunjukkan
kegoncangan organisme yang disertai oleh gejalagejala kesadaran, keperilakuan,
dan proses fisiologis.
4. Persepsi
Organisasi pengamatan membentuk perilaku yang berbeda karena
pengamatannya berbeda. Pengalaman yang dihasilkan dari indra penglihatan,
pendengaran, penciuman ,dsb, setiap orang memiliki persepsi yang berbeda
meskipun obyeknya sama.
5. Motivasi
Daya dorong , menjadi penguat terhadap perilakunya. Dorongan untuk
bertindak guna mencapai suatu tujuan, sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan
fisiologi, psikologi dan sosial.
6. Belajar
Ketika orang sudah matang masa perkembangannya otomatis akan
mempengaruhi perkembangan psikis seseorang. Kematangan dan
perkembangan menampilkan kemampuan seseorang sesuai kebutuhannya.
7. Intelegensi
Ketika seseorang mempunyai intelegensi tinggi akan memberikan
keanggunan pada perilakunya. Kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri
terhadap situasi baru secara cepat dan efektif.
22
D. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN TUHAN
A. Definisi
1. Tuhan berada di luar jangkauan pikiran dan akal seluruh alam semesta
yang tak terhingga terbentang di hadapan mata kita. Tetapi di balik
semuanya itu terdapat kekuatan Maha Gaib yang mendalangi semua
‘permainan’. Bahkan orang-orang yang tidak percaya kepada kebenaran
agama mereka tidak menyangkal bahwa kekuatan Yang Maha Gaib itu
memang ada. Tuhan tidak dapat dibatasi waktu, Ia luhur dan mandiri.
Seluruh ciptaanNya mentaati perintahNya. Namun Ia bukanlah
pelakuNya. Ia tak berbentuk, Ia Maha Ada dan memelihara segala
sesuatu. Ia pencipta, tak bergerak, Maha Kuasa, Abadi, Penebus Dosa,
Tak Terpahamkan, Tak Terjangkaukan, Tanpa Awal, Kekal dan Ia adalah
Kesadaran murni. Ia Tak terkalahkan dan Gudang pengetahuan,
Swadaya, Ia lautan kenikmatan.
Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala makro yaitu:
kosmologi, ontology, philosophy of mind, epistimologi, dan
aksiologi.Untuk melihat bagaimana sesungguhnya manusia dalam
pandangan filsafat pendidikan, maka setidaknya karena manusia
merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat dari situ
dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang pada
hakekatnya sebagai abdi penciptanya (ontology). Agar bisa
menempatkan dirinya sebagai pengabdi yang setia, maka manusia diberi
anugerah berbagai potensi baik jasmani, rohani, dan ruh (philosophy of
mind). Sedangkan pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam hal
memperoleh pengetahuan itu berlajan secara berjenjang dan bertahap
(proses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman dengan
lingkungan serta bimbingan, didikan dari Tuhan (epistimologi), oleh
karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua makhluk
ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencipta seluruh alam
raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan. Adapun
manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber
daya insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi),
sehingga dalam pandangan FPI, manusia merupakan makhluk alternatif
23
(dapat memilih), tetapi ditawarkan padanya pilihan yang terbaik yakni
nilai illahiyat. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk
alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai).
2. Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga obyek pendidikan.
manusia dewasa yang berkebudayaan adalah subyek pendidikan yang
berarti bertanggung jawab menyelenggareakan pendidikan. mereka
berkewajiban secara moral atas perkembangan probadi anak-anak
mereka, yang notabene adalah generasi peneruis mereka. manusia
dewasa yang berkebudayaaan terutama yang berfrofesin keguruan
(pendidikan) bertanggung jawab secara formal untuk melaksanakan misi
pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki
bangsa itu.
Manusia yang belum dewasa, dalam proses perkembangan
kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan
dan intregitas, adalah obyek pendidikan. Artinya mereka adalah sasaran
atau bahan yang dibina. Meskipun kita sadarai bahwa perkembangan
kepribadian adalah self development melalui self actifities, jadi sebagai
subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.
B. Hubungan Manusia dengan Tuhan
Manusia adalah makhluk Tuhan yang diberikan akal dan pikiran, serta
hati. Secara psikologi karakter manusia terbentuk dari tiga unsur, yaitu
pikiran, hati nurani, dan hawa nafsu. Ketiganya ini harus barjalan dengan
seimbang dan saling mengendalikan satu sama lain untuk menjadikan
karakter yang baik pada manusia tersebut.Maka, manusia semasa hidupnya
dalam setiap pekerjaan dan kegiatannya selalu menggunakan ketiga unsur
tersebut. Sejak dilahirkan, manusia tentu saja telah memilki karakter
bawaan dari orang tuanya, dan memiliki berbagai macam pengalaman
semasa hidupnya sampai dia dewasa.
Hubungan manusia dengan Tuhan dapat digambarkan dengan
kelemahan manusia dan keinginan untuk mengabdi kepada yang lebih
agung. Manusia yang lemah memerlukan pelindung dan tempat mengadu
segala permasalahan. Terkadang memang permasalahan yang tidak pelik
mudah dan dapat diselesaikan oleh manusia sendiri. Namun, tak jarang
24
persoalan himpitan hidup, rasa putus asa, hilangnya harapan dan lain
sebagainya tak mungkin diselesaikan sendiri. Maka ia butuh sesuatu yang
sempurna, yaitu Tuhan. Tempat mengadu segala persoalan hidup. Tanpa-
Nya, manusia bisa jadi kehilangan arah dan tujuan hidup.
Aktivitas kehidupan manusia di dalam menyembah Tuhannya
merupakan pokok ajaran utama agama yang ada, namun pertanggung
jawabannya adalah secara individu, artinya dalam aktivitas ini manusia
bertanggung secara pribadi kepada Tuhannya.
Sebagai contoh adalah:
- Aktivitas penyembahan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
- Aktivitas yang berhubungan dengan pemantapan mental spiritual agama,
misalnya puasa dan sebagainya.
Relasi yang kompleks secara konseptual dapat dianalisis berdasarkan
empat bentuk utama relasi antara Tuhan dan manusia, antara lain:
a. Relasi ontologis, yaitu antara Tuhan sebagai sumber eksistensi
manusia yang utama dan manusia sebagai representasi dunia wujud
eksistensinya berasal dari Tuhan atau dengan kata lain hubungan
Pencipta dengan makhluk.
b. Relasi komunikatif, yaitu Tuhan dan manusia dibawa ke dalam
korelasi yang sangat dekat satu sama lain dan melalui komunikasi timbal
balik.
c. Relasi Tuhan-hamba, relasi ini melibatkan Tuhan sebagai di pihak
Tuhan sebagai Tuan (Rabb), semua konsep yang berhubungan dengan
keagunganNya, sedangkan manusia sebagai hamba yang patuh.
d. Relasi etik, relasi ini didasarkan pada perbedaan dasar antara dua
aspek yang berbeda yang dapat dibedakan dengan konsep tentang
Tuhan itu sendiri dan manusia sendiri.
25
DAFTAR PUSTAKA
Baron, B., Byrne D.(2006). Psikologi Sosial Edisi kesepuluh Jilid 2. Jakarta : Erlangga
Diahsari,E.(2001). Penganter Psikologi Lingkungan. Yogyakarta: Lembaga Penerbitan
Universitas Ahmad Dahlan
Gerungan, W.A.(2009). Psikologi Sosial. Bandung : PT. Refika Aditama
Myres, D. G..(2012). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika
Santoso, Slamet, (2010). Teori-Teori Psikologi Sosial. Bandung : PT Refika Aditama
Sarwono S. W. .(2012). Psikologi Sosial. Jakarta : Salemba Humanika
Steinberg, L.. (2002). Adolescence. New York : McGraw –Hill Humanities
Walgito, Bimo. 2002. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Penerbit ANDI
Yogyakarta.
Wawan. (2010). Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika
Widyarini, N. (2009). Relasi Orang Tua dan Anak. Jakarta : Elex Media Komputindo
http://siti-rifaah-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-73066-Umum-Psikologi.html
http://hadipranotostarz.blogspot.com/2013/02/agresi-dalam-psikologi-sosial.html
26